Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Perpajakan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan dan

membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.


Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan
pajak sangat penting dan mempunyai kedudukan yang strategis. Tidak mungkin
pemerintah dapat mengerakkan roda pemerintahan dan pembangunan nasional tanpa
adanya dukungan dana, terutama yang bersumber dari penerimaan pajak. Oleh sebab
itu setiap tahun penerimaan pajak senantiasa diupayakan untuk terus meningkat. Ada
tiga unsur yang menentukan penerimaan pajak, yakni undang-undang perpajakan yang
tepat, kepatuhan serta kesadaran dari Wajib Pajak dan aparat perpajakan yang cakap
dan bersih.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Pajak Penghasilan Final?


2. Apa saja yang menjadi objek PPh Final atau objek pajak final?
3. Apa pengertian Pajak PPh Final?
4. Apa Perbedaan PPh Final dan PPh Tidak Final (PPh Non Final)?
5. Berapa tarif PPh Final?
6. Bagaimana cara perhitungan PPh?

1.3 Tujuan

Adapun Tujuan Dari Penulisan ini yaitu:


1. Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Final
2. Untuk mengetahui subjek dan objek Pajak Penghasilan
3. Untuk mengetahui perbedaan PPh Final dan PPh Tidak Final
4. Untuk memberi informasi kepada Pembaca atas prosedur perhitungan Pajak
Penghasilan (PPh)

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Subjek Pajak
tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek
Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan Indonesia disebut sebagai Wajib Pajak. Dengan kata lain, Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif maupun
kewajiban objektif. Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir
dalam bagian tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam Undang-undang
Pajak Penghasilan Indonesia adalah tahun takwim. Namun, Wajib Pajak dapat
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku
tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Ditinjau dari segi sejarahnya, pajak sudah ada sejak jaman dahulu kala yang saat
itu pemberiannya sukarela dari rakyat kepada rajanya. Pada mulanya pajak merupakan
suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban
yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada
seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau
penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti
pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk
keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau
prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan
raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.

2.2 Subjek Pajak

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia mengatur pengenaan Pajak


Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu Tahun Pajak sehingga Subjek Pajak akan dikenakan Pajak
Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak yang

3
menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
Indonesia selanjutnya disebut “Wajib Pajak”. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan
untuk melakukan kewajiban perpajakan. Termasuk di dalam pengertian Wajib Pajak
adalah kewajiban pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Wajib Pajak
dikenakan pajak atas Pajak Penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
Tahun Pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian Tahun
Pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam Tahun Pajak.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. Subjek pajak pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan yang berhak
warisan merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli
waris.
2. Badan, terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif,
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam kegiatan ekonomi suatu negara, dalam
hal ini negara Indonesia.
Subjek pajak dapat pula dibedakan yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah
wajib pajak membuat SPT sementara subjek pajak luar negeri tidak wajib membuat
SPT.
1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :

4
 Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria :
 Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau
pemerintah daerah, dan
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan
dari Indonesia tidak dari menjalakan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat
didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik
orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima

5
dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara
lain adalah :

Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri

 Dikenakan pajak atas penghasilan  Dikenakan pajak hanya atas


baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di Indonesia
indonesia.  Dikenakan pajak berdasarkan
 Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
penghasilan netto.  Tarif pajak yang digunakan
 Tarif pajak yang digunakan adalah adalah tarif sepadan (tarif UU
tarif umum (tariff UU PPh pasal 17) PPh pasal 26)
 Wajib menyampaikan SPT  Tidak wajib menyampaikan SPT.
Adapun yang tidak termasuk subjek pajak adalah :

1. Kantor perwakilan Negara asing.


2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri
keuangan no 661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana
telah diubah terkhir dengan keputusan Menteri Keuangan nomor
314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam
keputusan Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember

6
1994 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan nomor
314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesai.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.

2.3 Objek Pajak

A. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau
utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
grafitasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak

7
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,


seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.

8
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen,
royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan
sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak
hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

B. Tidak Termasuk Objek Pajak


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zamil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbanan keagamaan yang
sifatnya wajib pajak bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikian atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Warisan
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham.

9
5. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa
7. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat :
 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
 Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen
paling rendah 25% Dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan Saham tersebut.
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
9. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pension
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
11. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan
usaha dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
13. Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.

10
2.4 Pengertian Pajak PPh Final

Pajak Penghasilan Final atau PPh Final adalah pajak yang dikenakan dengan
tarif dasar pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema pajak secara
umum atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sepanjang tahun berjalan.
Jadi, Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang tidak diikutsertakan
lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang tahunan. Artinya
pajak penghasilan yang sudah bersifat final ini tidak dapat dikreditkan dengan
PPh Terutang.
Dengan demikian, penghasilan yang telah dikenakan PPh Final ini tidak akan
dihitung lagi pajak penghasilannya pada Surat Pemberitahuan ( SPT ) Tahunan
dengan penghasilan lain yang tidak final (non final) untuk dikenakan tarif
progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
a. Pengelompokan Pajak Penghasilan Final
Pajak Penghasilan Final terdiri dari beberapa jenis yang dikelompokkan
berdasarkan pasal dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
1. PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Secara umum, merujuk Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), ada 5
pengelompokan penghasilan yang dikenakan PPh Final sesuai Pasal 4
ayat 2, yaitu:
1) Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga
Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi
2) Penghasilan berupa Hadiah Undian
3) Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi
Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan
Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4) Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau
bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
5) Penghasilan Tertentu lainnya

11
Jadi, selain dalam Pasal 4 ayat (2), Pajak Penghasilan Final juga
tersebar dalam beberapa pasal lain.

2. PPh Final dalam pasal lainnya

Yang termasuk dalam PPh Final adalah PPh pada Pasal 15, Pasal 17
ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26.

Setiap jenis Pajak Penghasilan Final tersebut memiliki aturan pajak


tersendiri.

2.5 Perbedaan PPh Final dan PPh Tidak Final (PPh Non Final)
Perbedaan tersebut mulai dari tarif yang dikenakan, perhitungan pajaknya yakni PPh
Final dan nonfinal, pelaporan pajaknya hingga pembayaran pajaknya.

A. Pajak Penghasilan Final


- Berlaku tarif tetap (besarnya diatur dengan Peraturan Pemerintah
atau keputusan Menteri)
- Pajak penghasilan dihitung dari penghasilan bruto tanpa
memperhitungkan biaya-biaya untuk memperoleh, menagih, dan
memelihara penghasilan
- Pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dari PPh Final tidak
digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum
- PPh Final tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan Pajak
Penghasilan
- Tetap harus bayar PPh jika dalam keadaan rugi
B. Pajak Penghasilan Tidak Final (PPh Nonfinal)
- Berlaku tarif umum yang bersifat progresif
- PPh dihitung dari penghasilan neto (untuk memperoleh
penghasilan neto, penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya untuk
memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan)
- PPh Nonfinal dapat dikreditkan pada SPT Tahunan Pajak
Penghasilan
- Tidak bayar PPh jika mengalami rugi.

2.6 Tarif PPh Final dan Pelunasan atas Pajak Penghasilan Final

12
Seperti penjelasan di atas seiring banyaknya jenis PPh Final yang diatur sesuai dengan
pasal-pasal dalam UU Pajak Penghasilan, maka tarif Pajak Penghasilan Final berbeda-
beda karena ada tarif yang diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

a. Tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) & Pasal 26


1. Tarif PPh Final Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI
 Tarif PPh Final Deposito dalam mata uang USD
Atas bunga dari deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS)
yang dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di
dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak
Penghasilan Final dengan tarif:
- Deposito jangka waktu 1 bulan = 10% dari jumlah bruto
- Deposito jangka waktu 3 bulan = 7,5% dari jumlah bruto
- Deposito jangka waktu 6 bulan = 2,5% dari jumlah bruto
- Deposito jangka waktu lebih dari 6 bulan = 0%
 Tarif PPh Final Deposito dalam mata uang Rupiah
Atas bunga dari deposito dalam mata uang rupiah yang dananya
bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam
negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak
Penghasilan Final dengan tarif:
- Deposito jangka waktu 1 bulan = 7,5% dari jumlah bruto
- Deposito jangka waktu 3 bulan = 5% dari jumlah bruto
- Deposito jangka waktu 6 bulan atau lebih dari 6 bulan = 0% dari
jumlah bruto
2. Tarif Pajak Penghasilan Final Diskonto SBI
Atas bunga dari tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
serta bunga dari deposito selain dari deposito di atas, dikenai Pajak
Penghasilan Final dengan tarif:
Bagi WP dalam negeri dan BUT = 20% dari jumlah bruto
WP luar negeri = 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku
3. Tarif Pajak Penghasilan Final Bunga dan Diskonto Obligasi

13
Obligasi adalah Surat Utang Negara (SUN) yang berjangka waktu lebih dari
12 bulan yang merupakan imbalan diterima dan/atau diperoleh pemegang
obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak berupa
bunga obligasi ini dikenai Pajak Penghasilan Final yang tarifnya dibedakan
berdasarkan:
 WP dalam negeri dan BUT
 WP luar negeri
 WP reksa dana
4. Pajak Penghasilan Final Diskonto Surat Utang Negara (SUN)
Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah
Surat Utang Negara yang memiliki tenor paling lama 12 bulan dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
Diskonto SPN adalah selisih lebih antara:
 Nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar
Perdana atau di Pasar Sekunder
 Harga jual di di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar
Perdana atau di Pasar Sekunder, tidak termasuk Pajak Penghasilan
yang dipotong.
Maka, besar PPh Final atas Diskonto SPN = 20% dari diskonto SPN.
5. Tarif PPh Final atas Penjualan Saham Pendiri dan Bukan Pendiri di Bursa
Efek
Pada dasarnya penghasilan atas penjualan saham di bursa dikenakan tarif
Pajak Penghasilan Final = 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan
saham. Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri, maka ketentuannya
adalah:
 Tarif Pajak Penghasilan Final atas transaksi penjualan saham pendiri
dikenakan tambahan PPh dengan tarif = 0,5% dari nilai saham
perusahaan sehingga tarif efektifnya menjadi 0,6%
6. Tarif PPh Final Hadiah Undian
Besar tarif Pajak Penghasilan Final atas hadiah atau undian adalah 25%.
Pajak Penghasilan atas hadiah atau undian ini wajib dipotong oleh
penyelenggara undian atau pemberi hadiah.

14
7. Tarif PPh Final Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Tarif PPh Final persewaan tanah dan/atau bangunan, baik yang
menyewakan WP Pribadi maupun WP Badan adalah = 10% dari jumlah
bruto nilai persewaan.
8. Tarif PPh Final Jasa Konstruksi
Pengenaan PPh final terhadap penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat
sebagaimana dimaksud nomor 2, nomor 5, dan nomor 7 tidak meniadakan
kewajiban untuk memiliki sertifikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang jasa konstruksi.
Dalam hal penyedia jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif PPh di atas tidaklah
termasuk PPh atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah PPh final.

b. Tarif PPh Final Pasal 21 pada Objek Pajak Final


1. Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final.
a. Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah:
Penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000 = 0%
Penghasilan bruto di atas Rp50.000.000 = 5%
Penghasilan bruto di atas Rp100.000.000 = 15%

15
Penghasilan bruto di atas Rp500.000 = 25%
b. Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah:
c. Penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000 = 0%
d. Penghasilan bruto di atas Rp50.000.000 = 5%
2. Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas
APBN/APBD
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa
honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau
APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas
honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya,
yaitu:
 Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan
Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0%
 Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira
Pratama, dan pensiunannya adalah = 5%
 Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan
pensiunannya adalah = 15%
c. Tarif PPh Final PP 46/2013 dan PP 23/2018
Pajak penghasilan yang diatur dalam PP 46 Tahun 2013 dan PP 23 Tahun 2018
merupakan pajak penghasilan yang bersifat final. Pajak Penghasilan Final PP
46/2013 dan PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak
lebih dari Rp4.800.000.000 setahun.
 Besar tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 46 Tahun 2013 adalah
1% dari peredaran bruto
 Sedangkan tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018
adalah 0,5% dari peredaran bruto

2.7 Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Final


Tarif PPh Final umumnya memang bentuknya flat sehingga berapapun nominal
penghasilan brutonya maka tinggal dikalikan dengan tarifnya, tapi juga ada tarif Pajak
Penghasilan Final progresif yang makin besar nilai penghasilannya maka tarifnya
makin tinggi. Tapi tetap saja yang menjadi penentu dari Pajak Penghasilan Final ini

16
adalah pajak penghasilannya bukan bagian dari pajak terutang alias bersifat final dan
tidak dapat dikreditkan. Berikut beberapa contoh pengenaan tarif pajak penghasilan
yang bersifat final atas objek Pajak Penghasilan Final atau objek pajak final.
Berikut beberapa contoh perhitungan Pajak Penghasilan Final dari objek pajak final:

a. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Final atas Deposito


Pak Kelik memiliki deposito di di Bank AAA sebesar Rp200.000.000 dengan
tingkat bunga 12% per tahun dan menerima bunga setiap bulan sebesar
Rp2.000.000.
Maka perhitungan Pajak Penghasilan Final atas deposito tersebut adalah:
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong Bank AAA adalah 20% x Rp2.000.000
= Rp400.000
Dengan demikian, pajak deposito per tahun adalah = Rp400.000 x 12 bulan =
4.800.000
b. Contoh Perhitungan PPh Final UMKM
Sesuai dengan tujuan awal diberlakukannya Pajak Penghasilan Final, cara
perhitungannya cukup sederhana yakni perkalian nominal objek pajak dengan
persentase tarif pajak yang dikenakan.
Contoh:
Pak Bagus seorang pengusaha UMKM dengan omzet Rp1,2 miliar dalam
setahun. Dengan rata-rata omzet dalam satu bulan adalah Rp100.000.000 per
bulan.
Karena jumlah peredaran bruto setahun masih kurang dari Rp4,8 miliar, maka
atas omzet dari usaha Pak Kelik tersebut dikenakan Pajak Penghasilan Final
sesuai PP 23 UMKM Tahun 2018
Dengan demikian, Pajak Penghasilan Final yang harus dibayar Pak Kelik adalah
Rp100.000.000 x 0,5% = Rp500.000.
Pajak Penghasilan Final UMKM ini harus dibayarkan setiap tanggal 10 tiap
bulannya.
c. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan OP
Perhitungan PPh OP
Tunjangan :
 Transport
 Makan

17
 Telephone
 JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja)
 JKM (Jaminan Kematian)
 JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan)
 Biaya Jabatan :

Senilai 5% dari penghasilan Bruto Maksimal senilai Rp. 500.000,00 per bulan
atau Rp. 6.000.000,00 per tahun.

Upah Gaji + Tunjuangan - Biaya Jabatan -Iuran = Penghasilan NETTO

Penghasilan NETTO – PTKP – Penghasilan Kena Pajak X Tarif = Pajak


Terhutang

Ilustrasi Perhitungan PPh OP

Orang pribadi menerima penghasilan bruto per bulan Rp. 10 Juta, PTKP TK/0,
dan bekerja selama setahun penuh

Tarif UU HPP
Gaji 10.000.000
Biaya Jabatan -500.00
Penghasilan Neto 9.500.000
sebulan
Penghasilan neto 114.000.000
setahun (12x)
Penghasilan Tidak - 54.000.000
Kena Pajak (TK/0)
PPh Pasal 21 setahun 60.000.000
(PKP)
5% x 60 Juta 3.000.000
- -
Total PPh Terutang 3.000.000
PPh pasal 21 sebulan 250.000
Takehome pay (gaji 9.750.000
bersih)

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak Penghasilan Final atau PPh Final adalah pajak yang dikenakan dengan
tarif dasar pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema pajak secara umum
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sepanjang tahun berjalan. Jadi, Pajak
Penghasilan Final ini merupakan pajak yang tidak diikutsertakan lagi dalam
penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang tahunan. Artinya pajak
penghasilan yang sudah bersifat final ini tidak dapat dikreditkan dengan PPh
Terutang.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir tahun pajak.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/EKSI4206-M1.pdf

http://repository.unika.ac.id/19922/2/16.H1.0047%20DEA%20ANDIVA%20
PUTRI%20%283.63%29..pdf%20BAB%20I.pdf
https://klikpajak.id/blog/objek-tarif-baru-pph-final/
https://staffnew.uny.ac.id/upload/132318570/pendidikan/pajak-penghasilan-
umum.pdf

Anda mungkin juga menyukai