Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Haryadi 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 55

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kedua yang terkenal dengan keanekaragaman
hayatinya. Salah satunya adalah sektor perikanan. Sebanyak 2000 jenis ikan
terdapat di perairan Indonesia, meliputi berbagai jenis ikan air tawar, laut, dan air
asin (Setiyawan 2016). Jenis ikan tersebut sudah banyak menjadi komoditas ikan
komersil yang diminati dalam dan luar negeri. Selain itu, guna memenuhi
permintaan pasar yang terus meningkat, masyarakat membudidayakan berbagai
jenis ikan, khususnya ikan air tawar, yang banyak dibudidayakan dan mempunyai
nilai ekonomi yang besar sebagai komoditas budidaya.
Ikan air tawar telah lama menjadi bagian penting dalam upaya memenuhi
kebutuhan protein hewani, ekonomi dan budaya di seluruh dunia. Budidaya ikan
air tawar, yang mencakup berbagai jenis ikan seperti nila (Oreochromis spp.), lele
(Clarias spp.) dan koi (Cyprinus carpio), telah menjadi salah satu pilihan utama
dalam menjawab tantangan ketahanan pangan global dan keberlanjutan
lingkungan. Ikan air tawar menawarkan berbagai keunggulan, seperti
pertumbuhan cepat, daya tahan yang baik, dan fleksibilitas dalam berbagai kondisi
lingkungan, menjadikannya sumber daya yang tak ternilai bagi manusia.
Ikan nila merupakan salah satu ikan komoditas penting dalam bisnis air
tawar dunia, beberapa keunggulan ikan nila yaitu relatif mudah dibudidayakan,
rasa yang disukai banyak orang, pertumbuhan yang cepat dan toleransi terhadap
lingkungan yang lebih tinggi. Salah satu jenis ikan nila unggul yang diminati oleh
masyarakat adalah ikan nila hitam dan nila merah, dimana ikan nila termasuk ikan
berdaging tebal dengan bentuk tubuh tidak memanjang cenderung melebar.
Pendederan ikan nila hitam dan merah dapat dilakukan di wadah seperti kolam
tanah, kolam terpal dan kolam semen.
Kerapu merupakan komoditas utama perikanan Indonesia dan mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi. Kerapu dapat dijual dengan harga yang cukup tinggi,
sehingga menjadi komoditas ekspor sektor perikanan Indonesia dan juga memiliki
pangsa pasar yang sangat menjanjikan baik di dalam maupun luar negeri. Kerapu
merupakan salah satu komoditas budidaya perikanan andalan di Indonesia yang
2

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kerapu hibrida cantang merupakan hasil
persilangan antar ikan kerapu macan betina (Epinephelus fuscoguttatus) dengan
kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) jantan (Folnuari dkk., 2017).
Maka dari itu, budidaya menjadi sektor penting dalam meninkatkan
perekonomian masyarakat. Salah satu budidaya yang telah lama
berkembang di masyarakat adalah budidaya ikan. Perikanan budidaya disebut
juga dengan akuakultur, yakni suatu kegiatan perikanan yang
memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol yang
bertujuan mendapat keuntungan (Goimawan 2012). Budidaya ikan yang
biasanya dilakukan oleh masyarakat merupakan jenis budidaya ikan air tawar.
Perikanan budidaya air tawar menurut Goimawan (2012) bertujuan untuk
memproduksi ikan menggunakan beberapa sistem budidaya seperti
wadah dan bergantung terhadap sumber air yang ada.
1.2 Tujuan Praktek Magang
Tujuan dari praktek magang MBKM Tematik ini untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan yang berupa: soft skill yaitu menguasai
keterampilan dalam berkomunikasi, berbicara di depan umum, bekerja sama,
manajemen waktu serta mengatur diri sendiri dalam berhubungan dengan orang
lain. Hard skill yaitu menguasai wawasan mengenai pengelolaan budidaya ikan
air tawar seperti ikan nila, lele dan ikan koi yang dimulai dari menyiapkan alat
dan bahan serta sarana maupun prasarana, pemberian pakan, penebaran benih, dan
pembesaran hingga pengukuran kualitas air serta kemampuan lainnya yang
berhubungan dengan pengelolaan budidaya ikan air tawar di UPTD BBI. Selain
itu, magang MBKM ini memiliki tujuan sebagai pengganti kuliah regular yang
akan dikonversikan dengan beberapa rekomendasi mata kuliah yang sesuai atau
setara dengan 20 SKS.
1.3 Manfaat Praktek Magang
Manfaat dari praktek magang inj adalah mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan di lapangan yang nantinya akan dikonversikan dengan setara 20
SKS mata kuliah serta dapat menambah wawasan, meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan bagaimana cara pengelolaan budidaya ikan air
tawar yang baik sehingga dapat diterapkan di dunia kerja terutama di lapangan.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Air Tawar dan Ikan Air Asin


2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) pada awalnya dimasukkan ke dalam
jenis Tilapia nilotica atau ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami
telurnya dan larva didalam mulutnya.Dalam perkembangannya menurut
klasifikassi yang baru nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus.
Perubahan nama terssebut telah disepakati dan dipergunakan oleh ilmuan
meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia niloticus, (Amri dan Khairuman
2003).

Gambar 1. Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)


Sumber : Ekonomi Kelautan

Menurut Saanin (1984), ikan nila dapat di klasifikasikan sebagai berikut:


Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
4

Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

2.1.2 Klasifikasi Ikan Lele Mutiara (Clarias gariepinus)


Lele memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik dan
mempunyai organ arborecenth, yaitu alat yang membuat lele dapat hidup di
lumpur atau air yang hanya mengandung sedikit oksigen. Ikan lele
berwarna kehitaman atau keabuan memiliki bentuk badan yang memanjang
pipih ke bawah (depressed), berkepala pipih dan memiliki empat pasang
kumis yang memanjang sebagai alat peraba (Iqbal, 2011).

Gambar 2. Ikan Lele Lokal (Clarias gariepinus)


Sumber : Kolamterpal.net

Menurut Saanin (1984), ikan lele mutiara dapat diklasifikasikan sebagai


berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
5

2.1.3 Klasifikasi Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus lanceolatus)


Ikan kerapu hybrid cantang adalah hasil hibridisasi antara ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) betina dengan ikan kerapu kertang
(Epinephelus lanceolatus) jantan (Folnuari dkk., 2017). Kelebihan kerapu cantang
memiliki keunggulan dibandingkan kedua induknya, seperti memiliki laju
pertumbuhan yang cepat, tahan terhadap serangan penyakit, memiliki toleransi
terhadap perubahan lingkungan, meningkatkan kualitas daging ikan, dan sifat-sifat
unggul lainnya (Sutarmat dan Yudha, 2013).

Gambar 3. Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp.)


Sumber :

Menurut Rizkya (2012), klasifikasi ikan kerapu cantang adalah sebagai


berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Chondrichthyes
Ordo : Percomorphi
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus

2.1.4 Klasifikasi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)


Tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang exopodite dan endopodit.
Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau
6

exoskeleton secara periodic (moulting). Bagian chephalothorax udang vannamei


sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk makan, menopang
dan organ sensor.

Gambar 4. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)


Sumber : Data foto pribadi

Menurut ilmu taksonomi, klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus


vannamei) sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

2.2 Morfologi Ikan Air Tawar dan Ikan Air Asin


2.2.1 Morfologi Ikan Nila
Tubuh ikan nila berukuran sedang sampai besar dengan panjang mencapai
60 cm. Bentuk mulutnya yang mengarah ke atas dengan rahang yang kuat. Secara
umum, ikan nila memiliki warna tubuh kehitaman atau keabu-abuan dengan pita
7

gelap melintang yang semakin memudar saat ikan dewasa serta di tepi sirip
punggung. Pada sirip ekor terdapa 7-12 garis vertikal berwarna gelap. Sementara
itu, pada musim pemijahan, ujung sirip punggung, sirip dada, sirip perut, dan sirip
ekor berwarna merah atau kemerahan (Rahmawati & Dailami, 2021).
Ikan nila betina memiliki bentuk tubuh yang lonjong dan lebih Panjang
dibandingkan ikan nila jantan. Untuk warna ikan nila betina cenderung lebih gelap
dibandingkan ikan nila jantan. Bagian dubur ikan nila jantan memiliki alat
kelamin yang berbentuk memanjang dan berwarna cerah. Alat kelamin nila jantan
akan semakin cerah jika sudah dewasa atau matang gonad dan siap untuk
membuahi telur ikan nila betina. Untuk dubur ikan betina, terdapat dua tonjolan
membulat. Dimana dua tonjolan tersebut memiliki fungsi yang satu sebagai
saluran keluarnya telur, dan yang satunya untuk saluran pembuangan kotoran.
Ikan nila betina dapat bertelur hingga 1.000-2.000 butir saat mencapai dewasa
(Rahmawati & Dailami, 2021).
2.2.2 Morfologi Ikan Lele Mutiara
Ikan lele memiliki tubuh yang licin, tidak bersisik, berlendir dan memiliki
sepasang sungut. Ikan lele mempunyai kepala yang panjang hampir mencapai
seperempat panjang tubuhnya. Kepala bagian atas pipih ke bawah (depressesed)
dan kepala bagian bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini
membentuk ruangan rongga diatas insang yang berisi alat bantu pernafasan yaitu
arborescent organ dengan bentuk menyerupai dedaunan dan berwarna merah
(Mahyudin, 2008). Arborescent organ berfungsi mengambil oksigen langsung dari
udara, sehingga ikan lele mampu bertahan hidup dalam kondisi oksigen minimum
(Khairuman dan Amri, 2009).
Mulutnya terminal dan lebar dilengkapi kumis sebanyak 4 pasang yang
berfungsi sebagai alat peraba pada saat mencari makan atau ketika mencari
makan. Mulut lele dilengkapi gigi atau permukaan kasar pada mulut bagian depan,
di dekat sungut terdapat alat olfaktori yang berfungsi untuk perabaan dan
penciuman. Ikan lele memiliki tiga sirip tunggal, yaitu sirip punggung (dorsal),
sirip ekor (caudal) dan sirip anal. Sirip anal dan sirip punggung berfungsi untuk
menjaga keseimbangan. Adapun sirip dada dilengkapi dengan sirip keras runcing
atau disebut patil (Laudza, 2017).
8

2.2.3 Morfologi Ikan Kerapu (Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus


lanceolatus)

Menurut Ainol (2016), ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x


Epinephelus lanceolatus) mempunyai ciri-ciri morfologi; bentuk tubuh compres
dan relatif membulat dengan ukuran lebar kepala sedikit atau hampir sama dengan
lebar badannya, warna kulit coklat kehitaman dengan 5 garis hitam melintang di
bagian tubuhnya, semua sirip ( pectoral, anal, ventral, dorsal dan caudal )
bercorak seperti ikan Kerapu Kertang dengan dasar berwarna kuning dilengkapi
dengan bintik-bintik hitam, bintik-bintik hitam juga banyak tersebar di kepala dan
dekat sirip pectoral dengan jumlah yang berlainan pada setiap individu, sirip
punggung semakin melebar ke arah belakang, sirip punggung menyatu dan terdiri
atas 11 jari-jari keras dan 15 jari-jari lunak, sirip pectoral terdiri atas 17 jari-jari
lunak, sirip ventral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jarijari lunak, sirip anal
terdiri dari 2 jari jari keras dan 8 jari-jari lunak, sedangkan sirip caudal terdiri atas
13 jari-jari lunak, bentuk ekor rounded, bentuk mulut lebar, superior (bibir bawah
lebih panjang dari bibir atas), tipe sisik stenoid (bergerigi), dan bentuk gigi
runcing (canine).
2.2.4 Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Secara umum tubuh udang vaname dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (Cephalothorax) dan bagian
tubuh sampai ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit chitin
yang disebut carapace. Bagian ujung cephalotorax meruncing dan bergerigi yang
disebut rostrum. Udang vaname memiliki 2 gerigi di bagian ventral rostrum
sedangkan di bagian dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gerigi. Tubuh udang vaname
beruas-ruas dan tiap ruas terdapat sepasang anggota badan yang umumnya
bercabang dua atau biramus. Jumlah keseluruhan ruas badan udang vaname
umumnya sebanyak 20 buah. Cephalotorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas
dibagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Ruas I terdapat mata bertangkai,
sedangkan pada ruas II dan III terdapat antenna dan antennula yang berfungsi
sebagai alat peraba dan pencium. Pada ruas ke III terdapat rahang (mandibula)
yang berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan makanan sehingga dapat masuk
ke dalam mulut (Zulkarnain, 2011).
9

2.3 Habitat dan Penyebaran


2.3.1 Habitat dan Penyebaran Ikan Nila
Habitat ikan nila berada di air tawar, seperti sungai, danau, waduk, dan
rawa-rawa. Tetapi, karena toleransi ikan nila tersebut sangat luas terhadap salinitas
(euryhaline) sehingga juga dapat hidup dengan baik di air payau dan air laut
(Mujalifah et al., 2018). Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau atau
laut dengan proses adaptasi yang bertahap. Jika dipindahkan secara mendadak ke
dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stres dan
kematian pada ikan (Rachmatun et al., 2007).
Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14 0 - 380 C dan
dapat memijah secara alami pada suhu 220 - 370 C. Untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan,suhu optimal bagi ikan nila adalah 250 - 300 C. Pertumbuhan
ikan nila biasanya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14 0C atau
pada suhu tinggi 380C. Ikan nila akan mengalami kematian pada suhu 6 0 C atau 42
0
C (Sucipto, 2005).
2.3.2 Habitat dan Penyebaran Ikan Lele Mutiara
Habitat ikan lele adalah badan air tawar seperti sungai beraliran rendah,
kolam, danau atau rawa-rawa. Ikan lele mendapatkan oksigen langsung dari udara
Ketika ada organ pernapasan lain di depan insangnya. Oleh karena itu, ikan lele
dapat hidup di perairan dengan kandungan oksigen yang rendah. Ikan lele tidak
cocok untuk daerah dataran tinggi (700 mdpl) dan tumbuh lambat pada suhu di
bawah 200 C. Ikan lele dapat hidup di dataran rendah dan di tempat dengan
ketinggian maksimal 700 meter di atas permukaan laut. Ketinggian tanah di atas
permukaan badan air dan kolam adalah 5-10%. Tanah yang cocok untuk budidaya
tambak adalah tanah liat/lumpur, tidak berpori dan subur. Lahan yang cocok
untuk budidaya ikan lele bisa berupa: sawah, pecomberan, tambak dan blumbang.
Ikan ini merupakan ikan air tawar, ikan ini bersifat nokturnal yang artinya ikan ini
aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari,
lele ini lebih suka hidup di liang atau tempat yang sepi (Suyanto, dalam Eko et al.,
2011).
Ikan lele dapat bertahan hidup pada suhu minimal 20 0 C dan suhu optimum
250 -280 C. Sementara itu, suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva antara
10

260 - 300 C dan untuk pemijahan 25 0 - 280 C. Air di kolam budidaya harus
memenuhi kriteria fisiko-kimiawi, termasuk pH 6,5 - 9; kekerasan (derajat
kekasaran) maksimum 100 ppm dan optimum 50 ppm; kekeruhan (turbidity)
bukan lumpur antara 30 dan 60 cm; kebutuhan O2 optimal dalam kisaran yang
cukup luas, dari 0,3 ppm untuk anak ayam dewasa hingga saturasi; dan
konsentrasi CO2 di bawah 12,8 mg/l, amonium terikat adalah 147,29 - 157,56
mg/l. Daerah sekunder ikan ini dapat hidup dengan baik. Di lingkungan yang
terlalu dingin, pertumbuhan ikan lele melambat, dan pada ketinggian lebih dari
700 meter, pertumbuhan ikan ini tidak begitu baik. Dengan perawatan yang tepat,
ikan ini tumbuh dengan baik di air bersih (Wartono, 2011).
2.3.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Kerapu
Ikan kerapu macan hidup di daerah karang sehingga biasa disebut kerapu
karang. Sedangkan kerapu macan adalah ikan yang hidup di dasar dengan daerah
penyebaran mulai dari daerah pantai (coastal area) dan perairan karang (coral
reef). Kerapu macan tergolong ikan euryhaline, yang toleran pada salinitas 12-35
ppt. Namun demikian untuk pemeliharaannya dibutuhkan salinitas 22-32 ppt
(Mariskha dan Abdul Gani, 2012).
Kerapu muda biasanya hidup di perairan dangkal pada kedalaman 0,5-3 m.
Setelah dewasa kerapu tersebut akan pindah ke perairan yang lebih dalam pada
kedalaman 7-40 m. Akan tetapi, ada juga kerapu yang berenang hingga kedalaman
100 m. Larva kerapu pada umumnya menghindari permukaan air pada siang hari.
Sebaliknya pada malam hari lebih banyak ditemukan di permukaan air.
Penyebaran Vertikal tersebut sesuai dengan sifat ikan kerapu sebagai organisme
yang pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang sedangkan
pada malam hari aktif bergerak untuk mencari makan.

2.3.4 Habitat dan Penyebaran Udang Vaname


Udang vaname dapat ditemukan di perairan/lautan pasific mulai dari
Mexico, Amerika Tengah dan Selatan dimana temperatur perairan tidak lebih dari
2000 C sepanjang tahun. Populasi udang vaname di daerah tersebut selalu
kontinyu dan terisolasi. Udang vaname relatif mudah dibudidayakan dan bisa
dilakukan di seluruh dunia. Di Indonesia, udang vaname baru dibudidayakan
mulai awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan.
11

Masuknya Udang Vaname ini telah menyemangati kembali usaha petambakan


Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit,
terutama bintik putih (white spot). White spot telah menyerang tambak-tambak
udang baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah
menerapkan teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap (Ahmad, 2013).

2.4. Makan dan Kebiasaan Makan Ikan


2.4.1 Makan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila
Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam ikan omnivora atau
pemakan segala. Ikan ini dapati berkembang biak pada berbagai makanan, baik
hewani maupun tumbuhan. Ikan nila (Oreochromis niloticus) saat masih muda
memakan plankton dan lumut, sedangkan setelah dewasa akan mendapat makanan
pendamping berupa butiran dan daun talas (Carman dan Sucipto, 2011). Untuk
pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) diberi pakan buatani (pelet) yang
mengandung protein antara 20-25%. Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
mendapat pelet mengandung protein 25% akan tumbuh optimal. Untuk
merangsang pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) pakan yang diberikan
harus mengandung protein 25-35%. Pemberian pakan benih ikan nila dilakukan 3-
4 kali dalam sehari,yaitu pada pagi,siang,sore dan malam hari.Jumlah pakan yang
diberikan untuk benih berukuran 5-7 cm adalah sebanyak 4-6% dari total berat
tubuh ikan.

2.4.2 Makan dan Kebiasaan Makan Ikan Lele Mutiara


Induk ikan lele membutuhkan nutrien pakan yang cukup guna menunjang
kebutuhan reproduksinya, terutama pada laju perkembangan gonad dan
fekunditasnya. Pakan yang berkualitas merupakan pakan dengan kandungan
nutrisi mencukupi kebutuhan ikan. Menurut SNI (2006), ikan lele mutiara yang
memasuki fase induk sebaiknya diberi pakan dengan frekuensi jumlah pakan yang
diberikan berkisar antara 1-2% dari bobot induk sebanyak 1-2 kali sehari. Hal ini
adalah agar tidak terjadi penurunan gizi pada induk ikan. Selain itu, untuk
mengoptimalkan pertumbuhan gamet dan produksi telur yang lebih baik, serta
melakukan pergantian air secara rutin minimal seminggu sekali atau tergantung
kondisi media pemeliharaan.
12

2.4.3 Makan dan Kebiasaan Makan Ikan Kerapu


Pemilihan jenis dan ukuran pakan yang tepat akan mempengaruhi
efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan yang digunakan berupa pakan alami/pakan
segar atau pakan buatan. Larva kerapu mempunyai kuning telur sebagai cadangan.
Larva kerapu mempunyai kuning telur Sebagai cadangan makan sampai larva
berumur 2 hari. Umur 3 hari kuning telur mulai terserap habis, perlu diberi pakan
diluar berupa rotifer, brachionus plicatilis, chlorella sp,. Larva 9 hari mulai diberi
pakan naupli setelah larva berumur 29-31 hari berubah menjadi benih aktif,
menyerupai kerapu dewasa dan mulai coba pemberian pakan dengan cincangan
daging ikan. Ikan kerapu cantang dewasa memangsa ikan-ikan kecil, kepiting
rebon sedangkan untuk pakan larva biasanya Nannochloropsis sp. rotifera atau
nauphli artemia. Larva kerapu berumur 30 hari, dimana saat itu larva cenderung
berkumpul di suatu tempat dengan kepadatan tinggi di tempat persembunyiannya,
cara makannya dengan memakan satu persatu makanan yang diberikan sebelum
makanan tersebut sampai ke dasar (Anonim, 2009).

2.4.4 Makan dan Kebiasaan Makan Udang Vaname


Kordi (2012), menyatakan bahwa kebiasaan makan dan cara makan udang
vaname sangat identik dengan udang windu yang termasuk ke dalam omnivorus
scavenger, yaitu pemakan segala (hewan dan tumbuhan). Makanan yang sering
dimakan oleh udang vaname antara lain plankton (fitoplankton dan zooplankton),
dan bahan organik lainnya. Yang membedakan udang vaname dengan udang
windu dari aspek kebiasaan makan dari udang vaname lebih rakus (piscivorous)
dan membutuhkan protein yang lebih rendah. Pada udang windu, pakan yang
diberikan untuk pembesaran mengandung protein 35-52%, rata-rata sekitar 40%,
sedangkan vaname membutuhkan pakan yang mengandung protein 32-38%
(Kordi, 2010).
Udang vaname mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal
kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu
halus (setae). Organ sensor ini berpusat pada ujung anterior antenula, bagian
mulut, capit, antenna dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang
ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan.
13

2.5 Kualitas Air


2.5.1 Kualitas Air Ikan Nila
Kualitas air berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup dan
kesehatan organisme di suatu perairan. Kualitas air menunjukkan sifat air dan
kandungan organisme, zat, energi atau komponen lain yang terkandung dalam air.
kualitas air memiliki pengaruh yang sangat serius terhadap kelangsungan hidup
organisme yang hidup didalamnya. Kualitas air merupakan kondisi yang harus
dikendalikan karena salah satu faktor utama dan penting dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan (Mustofa, 2020).
Karakteristik sifat fisika, kimia serta biologi dalam suatu perairan dapat
mempengaruhi kehidupan organisme akuatik baik dari segi pertumbuhan,
kesehatan, dan perkembangbiakannya (Costa et al., 2018). Beberapa sifat fisika
yang dapat mempengaruhi kualitas air yaitu kecerahan, suhu, oksigen terlarut, dan
lain-lain. untuk sifat kimia yaitu pH, amoniak, alkalinitas. Dan sifat biologi
meliputi plankton yang hidup di suatu perairan (Amri & Khairuman, 2013).
Kualitas air untuk budidaya ikan harus memenuhi persyaratan karena air yang
kurang baik akan memudahkan ikan terserang penyakit (Koniyo, 2020).
2.5.2 Kualitas Air Ikan Lele
Menurut (Khairuman, 2002), mengatakan bahwa beberapa faktor harus
diperhitungkan saat memelihara larva. Dengan kata lain, diperlukan kualitas air
yang tepat dan kuantitas serta kualitas makanan yang cukup. Oleh karena itu,
Anda harus memeriksa kualitas air di hatchery anda dan mengganti atau
menambahkan air setiap dua hari sekali atau sesuai kebutuhan. Sumber air dapat
berupa saluran irigasi, air sumur (sumur permukaan atau dalam), atau air hujan
prakondisi. Selama pemeliharaan larva, kualitas air diatur dengan menyendok sisa
makanan dan pupuk cair dan mengganti air seperlunya. Namun, larva tidak
menjalani penggantian air lengkap sekitar satu minggu setelah lahir, dan itu cukup
untuk mengembalikan ketinggian air ke tingkat semula dengan menambahkan air
setelah mengurangi ketinggian air dengan penyedotan. Bahkan jika air diganti
hanya dilakukan sebagian (Iswanto et al., 2016).
14

 Suhu
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan
kelarutan gas dalam air (Zonneveld, N., Huisman E. A, dan Boon, 1991). Suhu
yang semakin tinggi akan meningkatkan laju metabolisme ikan sehingga respirasi
yang terjadi semakin cepat. Hal tersebut dapat mengurangi konsentrasi oksigen di
air sehingga dapat menyebabkan stress bahkan kematian pada ikan. Dalam
keadaan stress larva ikan lele akan memerlukan oksigen lebih, sehingga
mengakibatkan seringnya gerak naik turun untuk mengambil oksigen langsung
dari permukaan udara (Hadirini, 1985 dalam Witjaksono et al., 2009). Dampak
stress mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun selanjutnya terjadi kematian
(Wedemeyer G, 2001). Suhu yang optimum bagi pertumbuhan ikan lele berkisar
antara 25-32°C (Arifin M.Y, 2016).
Suhu perairan mempunyai hubungan yang cukup erat dengan besarnya
intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu 14 perairan. Dalam hal ini intensitas
cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan akan menentukan derajat panas,
yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk kedalam suatu perairan,
semakin tinggi suhu airnya, namun semakin bertambahnya kedalaman, akan
menurunkan suhu perairan.
 pH (Power Of Hidrogen)
Keasaman (pH) memegang peranan penting dalam bidang perikanan
karena berhubungan dengan kemampuan untuk tumbuh. Ikan lele dapat hidup
pada kisaran pH 4 dan diatas pH 11 akan mati (Suyanto, 1999). Nilai pH yang
baik untuk ikan lele berkisar antara 6,5-8,5. Tinggi rendahnya suatu pH dalam
perairan salah satunya di pengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan
perairan khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme.
 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang paling
menentukan dalam budidaya ikan. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara
harian dan musiman, tergantung pada pencampuran dan pergerakan masa air,
respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. (Stickney RR, 2005) menyatakan
bahwa konsentrasi oksigen yang baik untuk ikan lele tidak boleh kurang dari 3
ppm. Oksigen yang rendah umumnya diikuti dengan meningkatnya amonia dan
15

karbon dioksida (CO2) di air yang menyebabkan proses nitrifikasi menjadi


terhambat sehingga mengganggu kelangsungan hidup ikan
2.5.3 Kualitas Air Ikan Kerapu Cantang
Kualitas air merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
usaha budidaya. Perairan yang dipilih untuk menempatkan ikan kerapu cantang
(Epinephelus fuscoguttatus x lanceolatus) pada pemeliharaan induk di bak semi
intensif, kualitas airnya harus jernih dan bebas dari bahan pencemar. Selain itu,
beberapa sifat fisika dan kimia juga harus diperhatikan untuk mendukung
pertumbuhan ikan kerapu cantang seperti suhu, Salinitas, DO, kedalaman perairan
dan pH air (Harianto dan Effendi, 2017).
Ikan kerapu cantang merupakan ikan laut yang memerlukan suhu mirip
habitat asli induknya. Salinitas menggambarkan kepadatan total di dalam air
setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan ionida
telah digantikan oleh klorida, dan semua bahan organic telah dioksidasi dan ikan
kerapu hidup normal pada salinitas 32 – 34 ppt.
2.5.4 Kualitas Air Udang Vaname
Menurut Amri dan Kanna (2008) sebagai organisme yang hidup dan
berkembang di dalam air, kelangsungan hidup udang vaname sangat dipengaruhi
oleh kualitas air mulai dari saat ditebar sampai dipanen. Kualitas air disebut
sebagai kesesuaian air yang umumnya ditentukan oleh hanya beberapa parameter
kunci dan parameter penunjang. Parameter kualitas air terbagi menjadi tiga jenis
yaitu parameter fisika, parameter kimia, dan parameter biologi (Mahasri et al.,
2013). Parameter kunci pada pemeliharaan udang vaname adalah salinitas, suhu
air, pH air, kecerahan, dan oksigen telarut (Adiwidjaya et al., 2008).
 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang memegang
peran penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang (Sulistinarto, 2008).
Salinitas merupakan kadar garam atau tingkat keasinan pada air, besarnya salinitas
dinyatakan dalam permil (‰) dan gram per kilogram (ppt). Udang vaname
menyukai air media pemeliharaan dengan kadar garam yang rendah, yaitu berkisar
antara 10 – 35 ‰.
16

Menurut Adiwidjaya et al. (2008) udang vaname mempunyai toleransi


antara 0 – 50 ‰. Pertumbuhan yang optimal diperoleh pada kisaran 15 – 20 ‰.
Salinitas berpengaruh besar terhadap udang yaitu pada saat proses osmoregulasi,
dengan peranan salinitas udang juga dapat melakukan penyerapan dan
pembuangan air secara terus-menerus.
 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan parameter air untuk mengetahui derajat
keasaman suatu perairan. Derajat keasaman (pH) tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor pembentuknya, antara lain bahan organik dan berbagai jenis organisme air
yg membusuk. Nilai pH yang normal untuk perairan tambak bekisar antara 6 – 9.
pH tanah yang rendah biasanya dipengaruhi oleh kandungan logam berat seperti
timah, besi, dan logam lainnya. Menurut Idham et al. (2014) meningkatnya suhu
pada siang hari sangat berpengaruh tehadap bertambahnya nafsu makan udang
vaname, meningkatnya nafsu makan udang vaname dapat menjadi pemicu
meningkatnya pH yang disebabkan oleh penumpukan kotoran dan sisa pakan
udang.
 Plankton
Beberapa jenis plankton dari jenis diatom, chlorophyceae, crustacea kecil
dan zoobentos merupakan makanan alami yang baik bagi udang. Namun
demikian, banyak jenis cynophyceae, dinophyceae serta protozoa tidak baik
bahkan merugikan bagi udang. Oleh karena itu keberadaanya harus selalu
dimonitoring (Sulistinarto, 2008). Pengamatan plankton dapat dilakukan
seminggu sekali dan dilakukan pada jam serta titik yang sama setiap pengamatan,
untuk memudahkan membaca kelimpahan plankton maka pengukuran sebaiknya
dilakukan dengan teliti.
2.6 Pembenihan dan Pembesaran Ikan Nila
2.6.1

2.7 Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele


2.7.1 Pemeliharaan Induk Ikan Lele
Pemeliharan induk merupakan persyaratan yang penting dalam kegiatan
pembenihan ikan, hal ini akan menentukan kualitas induk dan keberhasilan yang 8
17

didapatkan dalam pembenihan. Induk ikan lele dapat dipelihara secara terpisah
antara kolam jantan dan betina, dengan tujuan agar memudahkan pengontrolan
dan yang paling penting untuk menghindari pemijahan diluar kehendak dan dapat
juga dipelihara secara digabung dengan cara kondisi air kolam pemeliharaan
induk harus keruh dengan warna hijau pekat dan tanpa dilakukan pergantian air
untuk menjaga kestabilan kualitas air. Beberapa keunggulan apabila menyatukan
pemeliharaan induk dalam satu kolam yaitu induk-induk tersebut lebih cepat
matang gonad sekitar 2-4 minggu dibandingkan dengan induk yang dipisah.
Kolam dalam pemeliharan dapat menggunakan kolam beton maupun
kolam tanah. Induk ikan lele diberi perlakuan khusus dalam pemeliharaan, perlu
ada nya pengedalian dan pengawasan induk, melalui pengontrolan kualitas air dan
manajemen pemberian pakan. Menurut (Khairuman & Khairul Amri, 2012) jika
dilihat dari kebiasaan makan, lele termasuk kedalam golongan omnivora atau
pemangsa segala, tetapi cenderung karnivora. Jenis makanan yang umum dimakan
lele yaitu berbagai jenis serangga air, plankton, siput, kepiting, udang dan
invertebrata lainnya. Lele juga menyukai makanan seperti bangkai, limbah
peternakan dan limbah rumah tangga. Lele termasuk jenis ikan yang cenderung
berperilaku sebagai predator atau suka memangsa terutama ikan yang berukuran
lebih kecil (stadium benih).
2.7.2 Seleksi Induk Ikan Lele
Seleksi Induk Menurut (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2018)
memilih induk ikan yang baik merupakan syarat penting untuk pembenihan ikan,
karena hasil seleksi yang tidak baik, begitu juga dengan benih yang baik. Orang
tua yang lebih baik mempengaruhi kualitas benih yang dihasilkan. Banyak sekali
tempat pembenihan ikan yang berkembang biak dengan menggunakan tetua yang
tidak jelas asal usulnya, sehingga dimungkinkan terjadi perkawinan sedarah
(inbreeding) yang dapat menularkan sifat resesif induk yang mempengaruhi
kualitas benih, termasuk pertumbuhan benih yang dihasilkan. lambat dan rentan
terhadap penyakit, sehingga kualitas benih buruk. Kelainan fisik tidak boleh
diturunkan dari induk atau salah satu keturunannya. Umur dan ukuran pembibitan
lele harus bervariasi untuk memastikan lebih banyak anak ayam dari serasah di
tempat penetasan, jadi lebih baik memilih indukan yang lebih baik untuk menjaga
18

hanya keturunan yang produktif, sehingga biaya pemeliharaan berkurang. jumlah


keturunan berkurang karena kebutuhan untuk mempertahankan populasi
reproduksi, biaya makanan dan masalah lainnya.
Sebelum pemijahan, seleksi progeni dan penentuan TKG sangat
diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup benih. TKG lele sudah level IV
dan TKG III lele sudah bisa bertelur. Namun, ikan lele harus dipijahkan di TKG
IV, karena TKG yang rendah menyebabkan larva dan benih ikan lele lemah dan
pertumbuhannya lambat. Penentuan TKG stok ikan lele dapat dilakukan dengan
mengambil telur dari kantung telur dengan tabung/kateter. Telur yang matang
akan terbuka saat disentuh dan salah satu sisi telur sudah memiliki polar/inti.
2.7.3 Pembenihan Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Pembenihan merupakan kegiatan budidaya yang pertama. Tanpa kegiatan
pembenihan, tidak ada kegiatan pemeliharaan/pemeliharaan karena semua benih
yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan/pemeliharaan adalah benih dari
kegiatan pembenihan. Secara garis besar kegiatan pembenihan meliputi seleksi
induk, oviposisi, penetasan telur, dan pemeliharaan larva (Khairuman, 2002;
Indriastuti, 2020).
Pemilihan induk lele dalam pembenihan ikan lele, produksi induk
merupakan produksi yang paling penting. Beberapa tahapan seleksi diperlukan
untuk mendapatkan indukan yang berkualitas. Seleksi induk tersebut merupakan
tahap pertama yang menentukan proses pemijahan. Induk ikan lele mutiara jantan
dan betina yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam kolam pemijahan dan
ditunggu sampai 1x24 jam. Pemijahan alami menggunakan induk betina dan
jantan. Untuk induk lele sangkuriang betina 12 sebelum dan sesudah pemijahan
ditimbang terlebih dahulu guna untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan.
Proses oviposisi dimulai dengan induk jantan dan betina saling kejar, diikuti
pelepasan telur oleh induk betina dan selanjutnya penyemprotan sperma oleh
induk jantan. Proses pemijahan biasanya berlangsung dari malam hingga pagi
hari.
Setelah 24 jam, induk jantan dan betina dikeluarkan dari kolam pemijahan.
Pemindahan induk harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah induk
memakan telur. Hal ini karena induk bisa menjadi lapar setelah pemijahan dan
19

mungkin memakan telur yang ada di dalam kantong atau menempel di dasar
dinding kolam. Betina yang telah bertelur ditimbang dan dikembalikan ke kolam
induk. Penggantian air sebagian dilakukan setelah induk jantan dan betina
dikeluarkan dari tangki pemijahan mencapai 50-80%.
2.7.4 Penetasan Telur, Pemeliharaan Larva dan Benih lele (Clarias
gariepinus)
Hasil pemijahan tetap berada di Kakaban. Kakaban harus diletakkan pada
posisi datar dengan meletakkan batu di atas kakaban agar seluruh permukaan
kakaban terendam air. Ini juga akan menenggelamkan semua telur. Telur apa pun
yang tidak direndam dalam air pasti tidak akan menetas. Telur yang dibuahi
berwarna hijau muda dengan inti merah di tepinya, telur yang tidak dibuahi
berwarna putih susu. Larva menetas dalam 18-24 jam dari telur yang dibuahi.
Telur yang baik menetas menjadi larva, tetapi telur yang buruk akan membusuk.
Selama inkubasi telur, kolam dikeringkan dengan aliran kecil air, sehingga
air terus berubah dan air kotor dari pembusukan telur yang tidak dibuahi keluar
dari saluran pembuangan. Air yang mengalir juga digunakan untuk menjaga
ketersediaan oksigen terlarut di dalam kolam yang dapat mempercepat penetasan
telur, hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunarma, 2004) bahwa telur tetas harus
ditempatkan di air yang mengalir untuk menggantikan air yang telah direndam.
Cacaban dibuang tiga hari setelah telur menetas. Kemudian bersihkan dan
keringkan tas. Tas ini dapat digunakan kembali pada spawn berikutnya. Telur yang
tidak menetas atau mati dibuang dengan cara disedot. Setelah telur menetas,
tempat penetasan harus sering diperiksa atau diamati.
Larva yang baru menetas 13 berwarna hitam seperti berudu dan berenang
di dasar kolam atau melayang-layang di sekitar serabut kakaban. Setelah menetas
larva tidak diberi pakan karena masih ada kuning terlur diperut larva, pada umur
2-3 hari larva ikan lele (Clarias gariepinus) dapat diberi pakan berupa pakan
alami yaitu cacing sutra.

2.8 Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Cantang


2.8.1 Pemeliharaan Induk
Induk betina ikan kerapu macan berjumlah 26 ekor yang disuntik hormon
ovaprim, dari jumlah tersebut 4 ekor yang tidak menghasilkan atau mengeluarkan
20

telur dan induk jantan ikan kerapu kertang berjumlah 1 ekor yang di bak induk di
Balai Perairan Budidaya Air Payau Situbondo, induk kerapu dipelihara dalam bak
beton yang berbentuk bulat dengan kapasitas ± 200 m3 , dengan diameter bak 10
m, dan kedalaman 3 m. Sedangkan bak karantina berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 5 × 2 × 1,2 m, dengan kapasitas optimum 10 m3 . Dalam
pengadaan air laut yang digunakan sebagai media 10 pemeliharaan, penggunaan
filter sangat penting untuk mendapat air laut yang steril untuk digunakan sebagai
media pemeliharaan induk.
Pemeliharaan induk pada bak beton berbentuk bulat dengan ukuran
sebagai berikut:
a. Bak karantina 5 × 2 × 1,2 m, dengan outlet 4 inci dan inlet 2 inci
b. Bak pemanenan telur 3 × 3 × 1,5 m
Dalam pemeliharaan induk juga dilakukan sirkulasi air pemeliharaan
sebanyak 200 – 300 %/ hari yang dilakukan terus menerus. Bak pemijahan induk
dilakukan pencucian atau pembersihan 2 minggu sekali dengan menggunakan
kaporit dan dibilas sampai bersih dengan menggunakan air tawar.
1. Ciri – ciri induk jantan ikan kerapu kertang yang sudah matang gonad
a. Ikan kerapu kertang bersifat hermaprodit protogini (Perkembangan
mencapai dewasa berjenis kelamin betina dan akan berubah menjadi jantan
jika tubuh besar dan lebih tua).
b. Berwarna lebih cerah atau terang, agresif.
c. Organ kelamin genital terdapat benjolan berwarna kemerahan.
d. Bila dilakukan striping akan mengeluarkan cairan atau sperma.
e. Panjang tubuh lebih dari 1 meter, dengan berat ± 50 kg
2. Ciri – ciri induk betina ikan kerapu macan yang matang gonad
a. Perut gendut dan kenyal.
b. Gerakan cenderung tidak agresif.
c. Jika dilakukan kanulasi organ kelamin mengeluarkan telur
d. Panjang tubuh 50 – 80 cm, dengan berat 7,0 – 10,0 kg
2.8.2 Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan dengan memilih calon induk yang sehat, tidak
cacat, memenuhi standar berat induk dimana berat induk stabil dengan kenaikan
21

atau penurunan yang tidak begitu signifikan dan bebas dari penyakit dengan
dilakukannya cek kesehatan secara visual. Untuk mengetahui kematangan gonad
pada induk jantan kerapu kertang dilakukan striping dengan cara mengurut bagian
perut ke arah lubang sperma sehingga mengeluarkan cairan, jika cairan kental
maka gonad tersebut telah matang. Sedangkan pada induk betina kerapu macan
dengan menggunakan teknik kanulasi, yaitu pengambilan sebagian gonad dengan
menggunakan injeksi. Dimana ujung selang dimasukan ke dalam lubang 11
genital atau lubang kelamin yang terletak dalam lubang dubur dan lubang kencing
sedalam 5 -10 cm, kemudian ujung selang yang lain di sedot dengan mulut
sehingga sebagian telur akan terambil di dalam selang kanulasi tersebut sehingga
tampak butiran–butiran telur yang akan mudah dilihat jika dipindahkan ke objek
gelas di bawa mikroskop.
2.8.3 Teknik Pembenihan
 Persiapan Bak
Bak merupakan media tempat hidup pemeliharaan larva. Sebelum
dilakukan penebaran telur kerapu, perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu.
Tujuan persiapan bak adalah membuat kondisi media menjadi baik, sehingga
perkembangan larva berlangsung dengan baik pula. Persiapan bak dapat dilakukan
dengan membersihkan, mengeringkan, dan membilas dengan menggunakan air
laut. Sebelum penebaran larva dilakukan, perlu dilakukan pencucian bak dengan
menggunakan sabun dan kaporit sebanyak 100-150 gr/bak, yang telah dilarutkan
dalam air dan kemudian dibilas menggunakan air tawar hingga bau sabun dan
kaporit hilang. Setelah itu dilakukan pengeringan selama 1-2 hari. Menurut
Subyakto dan Cahyaningsih (2003), menyatakan pengeringan adalah salah satu
proses awal yang dilakukan dalam persiapan bak dan pemeliharaan larva ikan
kerapu di BPBAP Situbondo dilakukan selama 1-2 hari. Tujuannya yaitu untuk
membunuh virus, bakteri, dan parasit yang dapat menyerang larva ikan kerapu.
 Persiapan Air Media Pemeliharaan
Kualitas air yang digunakan dalam pemeliharaan larva yaitu salinitas ± 28-
35 ppt dan suhu air 32°C. Volume awalnya pengisian bak 5-7 m3 atau minimal 12
separuh dari volume total bak pemeliharaan. Hal ini bertujuan agar masih ada
ruang yang dapat digunakan untuk penambahan fitoplankton. Air laut yang
22

digunakan dalam pemeliharaan larva ini disaring melalui filter bag, bertujuan agar
organisme renik tidak dapat masuk dalam media pemeliharaan. Salinitas air laut
yang dapat dimanfaatkan yang optimal yaitu 28-35 ppt dengan suhu minimal
30°C.
 Penebaran dan Penetasan Telur
Persiapan bak penetasan telur juga adalah bak pemeliharaan larva yang
dilakukan minimal satu hari sebelum dilakukan penebaran telur. Penebaran telur
dilaksanakan pagi hari dengan kepadatan 10-15 butir/liter. Akan tetapi sebelum
telur ditebar alangkah baiknya diaklimatisasi terlebih dahulu selama 10-20 menit.
Aklimatisasi dilakukan dengan cara memasukkan telur kedalam kantong plastik
kemudian kantong tersebut dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan larva.
Menurut Sumandinata (2013), sebelum telur dimasukkan kedalam wadah
penetasan, telur terlebih dahulu di aklimatisasi. Pentingnya dilakukan aklimatisasi
karena kerapu sangat sensitif terhadap salinitas dan suhu. Selain itu aklimatisasi
juga bertujuan agar meningkatkan daya tetas telur. Penebaran telur dilakukan
secara hati-hati agar tidak terjadi benturan fisik yang dapat menyebabkan telur
menjadi rusak. Telur ikan kerapu akan menetas selama 18-19 jam setelah
pembuahan. Penggunaan aerasi dalam penetasan telur disesuaikan tidak dapat
terlalu besar agar larva ikan kerapu tidak teraduk oleh arus yang timbul karena
aerasi, sehingga larva tidak mudah stres (Syarifuddin, 2016).
 Perkembangan Larva dan Pemberian Pakan
Larva ikan kerapu yang baru menetas masih memiliki cadangan makanan
berupa kantong kuning telur dan butiran minyak bagi larva. Pada fase pro larva
masih belum terbuka, sehingga pada fase ini larva memanfaatkan kuning telurnya
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada saat larva
berumur 3 hari, kuning telur yang sebagai cadangan makanannya sudah habis dan
organ-organ pertumbuhannya mulai berkembang. Pada fase ini larva memasuki
masa kritis, dimana larva harus diberi makan secara kontinyu untuk sumber
energinya. 13 Larva ikan kerapu biasanya diberi pakan berupa Rotifera, Artemia,
Chlorella sp, Tetraselmis sp, Dunaliella sp dan pakan alami yang lain sesuai
dengan ukuran mulut larva. Menurut, Wardono (2013) pakan yang digunakan
dalam pemeliharaan larva ikan kerapu berupa pakan alami dan pakan buatan
23

2.9 Pembesaran Udang Vaname


Dalam proses budidaya udang vaname terdapat 3 sektor kegiatan, yakni
pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Kegiatan pembesaran udang vaname
sendiri meliputi persiapan tambak, pemilihan dan penebaran benur, manajemen
kualitas air, pengelolaan pakan dan pengendalian penyakit, hingga panen
(Ghufron et al., 2018). Langkah awal yaitu membuat desain dan konstruksi
tambak dengan tujuan memberikan lingkungan yang baik bagi kehidupan udang
dan mampu mencegah masuknya patogen dari luar serta mudah dilakukan
pengendalian penyakit (Suyanto dan Mudjiman, 2001). Lokasi tambak udang
vaname secara teknis terletak di daerah pantai dengan fluktuasi air pasang dan
surut 2-3 meter, jenis tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari kebocoran
air, mempunyai sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar
sehingga kebutuhan air tawar dapat terpenuhi dan lokasi tambak harus memiliki
green-belt yang berupa hutan mangrove di antara lokasi tambak dan pantai.
Langkah selanjutnya adalah penebaran benur udang vaname, benur yang
akan ditebar dan dibudidayakan harus dipilih yang terlihat sehat. Kriteria benur
sehat dapat diketahui dengan melakukan observasi berdasarkan pengujian visual,
mikroskopik dan ketahanan benur. Hal tersebut bisa dilihat dari warna, ukuran
panjang dan bobot sesuai umur Post Larva (PL), kulit dan tubuh bersih dari
organisme parasit dan patogen, tidak cacat, tubuh tidak pucat, gesit, merespon
cahaya, bergerak aktif dan menyebar di dalam wadah (Haliman dan Adijaya,
2005). Selama pembesaran udang vaname pemberian pakan merupakan faktor
yang sangat penting, karena menyerap biaya yang berkisar antara 60-70 persen
dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan akan
memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal, sehingga
produktivitasnya bisa ditingkatkan.
Manajemen kualitas air tambak juga merupakan faktor penting dalam
pembesaran udang vaname. Kualitas air tambak yang baik akan mendukung
pertumbuhan dan perkembangan udang vannamei secara optimal. Oleh karena itu,
kualitas air tambak perlu diperiksa dan dikontrol secara seksama (Haliman dan
Adijaya, 2005). Selama proses pembesaran udang vaname hama dan penyakit
menjadi kendala yang sering mengganggu dan merugikan. Hama dapat dibedakan
24

menjadi tiga golongan, yaitu golongan pemangsa, penyaing dan pengganggu.


Penyakit didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan
suatu fungsi atau struktur dari suatu alat-alat tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung (Suyanto dan Mudjiman, 2001). Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan infeksi virus adalah dengan pemakaian benih
kualitas unggul (SPR dan SPF), pemakaian imunostimulan, menjaga kualitas air
agar stabil, sehingga udang tidak stres serta monitoring penyakit secara rutin.
Biosekuriti juga perlu diterapkan untuk memperkecil resiko serangan penyakit
dari lingkungan luar tambak ke dalam lokasi dan sebaliknya (Haliman dan
Adijaya, 2005).

2.10 Pemijahan Udang Vaname


Pada udang panaeus, perkawinan (matting) terjadi pada waktu udang
sedang moulting dan udang betina belum berkembang opvarinya, sehingga
sperma yang dikeluarkan disimpan di telikum. Tetapi pada Udang vaname,
matting terjadi setelah udang betina matang ovarinya yang terlihat berwarna
orange dan mengeluarkan feromon. Dengan feromon ini udang jantan terangsang
untuk mendekati betinadan matting serta sperma yang dikeluarkan/ditempelkan
pada telikum bagian luar, sehingga 1-2 jam kemudian udang betina akan segera
mengeluarkan telur dan terjadi pembuahan (Wyban dan Sweeney, 1991). Udang
vaname kawin (matting) pada awal senja hari. Durasi lamanya perkawinan hanya
3-16 detik. Pejantan mendekati betina dengan cara berjalan di dasar bak, dari arah
belakang betina. Setelah dekat dengan betina, jantan akan merangkak
mendekatkan kepalanya ke ekor betina. Hal ini dapat menyebabkan betina akan
lari terkejut. Betina seringkali belum siap untuk matting dan apabila induk betina
sudah siap maka induk jantan akan terus merangkak di bawah tubuh betina.
Induk betina berenang meliuk sepanjang dinding tegak bak atau berenang
ke arah tengah bak sejauh 2-3 m. Induk jantan menyentuh betina dari bawah dan
dalam posisi paralel, terus mengikuti betina. Seekor induk betina mungkin saja
didekati oleh 2-3 ekor jantan pada saat bersamaan. Betina dengan ovarium yang
matang lebih sering didekati induk jantan dari pada yang belum matang gonad.
Pada Udang Vaname proses pendekatan itu seringkali tidak selalu jantan
dengan betina melainkan jantan dengan jantan, sebab induk betina yang telah
25

matang gonad mengeluarkan pheromon jenis 1 yang dapat merangsang setiap


udang jantan dalam satu bak untuk melakukan proses pengejaran. Diketahui
adanya 2 macam hormon sebagai sex altractan (daya tarik sex) yang disebut
pheromon yang diproduksi induk betina matang gonad yang merangsang perilaku
chasing dan matting. Pheromon 1 merangsang perilaku chasing sifatnya stabil
dalam air. Pheromon 2 merangsang proses kawin, bersifat cepat rusak dan
mungkin hanya merangsang bila bersentuh tubuh. Pheromon 2 ini diduga hanya
diproduksi oleh induk betina yang benar-benar sudah matang telur dan siap kawin.
Setiawan (2004).
26

III. METODOLOGI PRAKTEK MAGANG

3.1 Waktu dan Tempat


Praktek magang ini dilaksanakan pada 11 September sampai 07 Desember
2023 di UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kote, Kecamatan Singkep Pesisir,
Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi magang dapat dilihat pada
gambar 5.

Gambar 5. Lokasi praktek magang di UPTD Balai Benih Ikan (BBI) desa
Kote, Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau
3.2 Metode Praktek
Metode yang digunakan dalam praktek magang ini terdiri dari metode
mentorial (short course), praktek langsung di lapangan dan studi literatur, dengan
praktek sebagai berikut :
a. Metode mentorial adalah pengarahan dari pembimbing selama praktek
magang berlangsung.
b. Metode observasi dengan menggunakan data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan dengan cara mengikuti dan mengamati secara
aktif praktek di lapangan dan mengetahui secara langsung bagaimana
kondisi lapangan dengan dibimbing oleh pembimbing lapang.
Sedangkan data sekunder, didapatkan dengan cara melihat data-data
27

terdahulu seperti jurnal, buku, karya tulis ilmiah, dan sumber lain yang
mendukung.
3.3 Prosedur Praktek Magang
Teknik Pengumpulan Data Terdapat dua data yang akan dikumpulkan
pada saat praktek langsung dilapangan yaitu berupa data primer dan data
sekunder, seperti :
a) Data Primer
Data primer merupakan data yang akan didapatkan atau diperoleh secara
langsung melalui kegiatan langsung di lapangan yang dilakukan di UPTD
Balai Benih Ikan (BBI) Kote Lingga. Data primer berupa data jumlah
wadah/tempat untuk kegiatan Pemeliharaan induk, data kegiatan
grading/pemilihan benih ikan, data jumlah benih ikan yang berhasil
diproduksi, data jumlah dan waktu pemberian pakan, serta data pengukuran
kualitas air pada wadah budidaya ikan dan udang vaname seperti suhu, pH,
kecerahan dan salinitas.
b) Data Sekunder
Data sekunder mengenai sejarah pendirian UPTD BBI Kote, visi dan misi
BBI Kote, struktur organisasi yang terdapat dalam BBI Kote, Sarana dan
Prasarana pada BBI Kote serta dengan membaca literatur-literatur terkait
dengan Pengelolaan budidaya ikan air tawar dan udang vaname. Data
sekunder tersebut didapatkan dengan pengumpulan berupa literatur data yang
berhubungan Pengelolaan Budidaya Ikan Air Tawar dan Udang Vaname di
UPTD BBI Kote yang bersumber dari buku, jurnal, internet dan juga staff BBI
Kote.
28

3.4 Jadwal Praktek Magang


Adapun jadwal kegiatan yang di lakukan selama praktik magang dapat di
lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Magang MBKM Tematik di UPTD BBI Kote
No Nama Kegiatan Minggu Ke- Mekanisme
.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1
0 1 2
1. Penyambutan dan  Disambut dan
pengenalan lokasi pembagian
magang MBKM langsung lokasi
magang oleh
bapak kepala
Dinas Perikanan
Kab Lingga.

2. Pengenalan dan   Dibimbing


pemahaman SOP, langsung oleh
alat dan bahan kepala dan staf
serta sarana dan UPTD BBI Kote.
prasarana di lokasi
magang UPTD
BBI

3. Pelaksanaan             Di bawah
Kegiatan Magang bimbingan kepala
(Pemberian pakan, dan staf UPTD
pengukuran BBI Kote selaku
kualitas air, pembimbing
pemijahan, lapangan magang.
penyortiran benih,
grading dan
29

pendederan ikan)

4. Monitoring dan    Dimonitori dan


Evaluasi (monev) dievaluasi,langsun
semua kelompok g bapak kepala
magang MBKM dinas perikanan
dan penyuluh
perikanan
Kabupaten Lingga.

5 Kunjungan dan   Dibimbing oleh


observasi lokasi ibu penyuluh
kelompok perikanan
budidaya dan yang Kanupaten Lingga
berhubungan dan staf UPTD
dengan kegiatan BBI Kote, Singkep
perikanan Pesisir.
Kabupaten Lingga
.
6 Sampling dan          Dilaksanakan
pengambilan data seminggu sekali
dan dipandu
langsung oleh staf
UPTD BBI

7. Pengambilan           Dokumentasi
dokumentasi diambil setiap
terkait kegiatan melakukan
magang MBKM kegiatan dan
pengamatan
selama magang
MBKM.
30

8. Wawancar      Dilaksanakan
a dan
sebanyak 5 kali
konsultasi
dengan guna mendapat
DPL atau
arahan dan materi
staf
pegawai serta modul
BBI
kegiatan magang
di BBI Kote.

9. Penyusunan     Dibimbing oleh


laporan magang, dosen pembimbing
album foto lapangan dan
kegiatan dan edit dibantu
video magang pengambilan data
MBKM. sekunder oleh staf
dan kepala UPTD
BBI Kote.

10. Presentasi hasil  Dilaksanakan di


kegiatan magang gedung daerah
MBKM di kantor Dabo Singkep
dinas perikanan serta dihadiri
Kabupaten Lingga. langsung oleh
kepala dinas
perikanan,
penyuluh
perikanan dan
pejabat daerah
Kabupaten Lingga.
31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Desa Kote Kabupaten
Lingga
4.1.1 Letak Geografis dan Topografi UPTD BBI Kote Lingga
UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kote Lingga berlokasi di Dusun I, RW 01
RT 01, Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi
Kepulaaun Riau. UPTD BBI kote mempunyai luas 3.347,10 m2 yang terdiri dari
1.200 m2 areal bangunan dan 1.800 m2 perkolaman dan selebihnya pekarangan
dan lahan tandon bak penampungan air tawar dan air laut. Lihat gambar 6.
Batas-batas geografiis UPTD BBI kote yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut
Sebelah Selatan : Desa Lanjut dan Desa Sungai Harapan
Sebelah Timur : Desa Lanjut
Sebelah Barat : Desa Sungai Buluh dan Desa Pelakak

Gambar 6. Kantor UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kote


4.1.2 Sejarah Singkat UPTD BBI Kote
UPTD BBI Kote adalah Salah satu unit pelaksana teknis dinas Kabupaten
Lingga yang dengan sengaja dibentuk untuk me1aksanakan ketentuan Peraturan
Daerah Kabupaten Lingga nomor 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
32

Perangkat Daerah Kabupaten Lingga dan tentang Pembentukan Unit Teknis Dinas
pada Dinas Kelautan dan Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan Peraturan Bupati
Lingga pada bab II pasal 5 menjelaskan bahwa UPTD Balai Benih Ikan Kote
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional di bidang perikanan
budidaya, aspek pembenihan dan pengelolaan benih ikan bermutu dan induk
unggul serta melaksanakan pembinaan teknis terhadap pembudidaya ikan.
Sehubungan dengan hal tersebut keberadaan UPTD Balai Benih Ikan
(BBI) Kote diperkenalkan secara luas kepada masyarakat sekitar terutama yang
menyangkut tugas dan fungsi serta kegiatan dan peran untuk menunjang
pengembangan budidaya dan pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Lingga
khususnya Kecamatan Singkep Pesisir. Sejak awal terbentuk sampai sekarang
UPTD BBI Kote belum pernah berganti nama dan UPTD BBI Kote ini berada
pada kelas A dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Dinas Kabupaten Lingga.

4.1.3 Visi dan Misi UPTD BBI Kote


Visi dan Misi Visi dan Misi UPTD Balai Benih Ikan Kote selaras dengan
Visi Misi Kabupaten Lingga. UPTD Balai Benih Ikan Kote sendiri merupakan
pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional atau
kegiatan teknis penunjang tertentu pada Dinas Perikanan Kabupaten Lingga.
VISI
“Terwujudnya Kabupaten Lingga Sebagai Bunda Tanah Melayu yang
Maju dan Sejahtera”.
MISI
1. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, berbudaya dan
berdaya saing;
2. Mempercepat pemerataan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan;
3. Mewujudkan pembangunan ekonomi berbasis potensi unggulan;
4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance);
5. Mengembangkan tatanan kehidupan masyarakat yang agamis, tertib dan
aman berlandaskan nilai-nilai budaya melayu.
33

4.1.4 Tugas Pokok UPTD BBI Kote dan Tugas Kepala UPTD BBI Kote
UPTD Balai Benih Ikan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis
operasional di bidang perikanan budidaya, aspek pembenihan dan pengelolaan
benih ikan bermutu dan induk unggul serta melaksanakan pembinaan teknis
terhadap pembudidaya ikan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Kepala UPTD Balai Benih Ikan mempunyai rincian tugas:
a. Menyusun bahan perencanaan operasional di lingkungan UPTD Balai
Benih Ikan;
b. Mendistribusikan tugas kepada bawahan di lingkungan UPTD Balai Benih
Ikan;
c. Memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan di lingkungan
UPTD Balai Benih Ikan;
d. Menyelia pelaksanaan tugas bawahan di lingkungan UPTD Balai Benih
Ikan,
e. Menyusun bahan tugas-tugas dan kebijakan teknis terkait ketatausahaan;
f. Menyusun bahan tugas-tugas dan kebijakan teknis terkait Produksi,
Pengujian dan Teknologi;
g. Menyusun bahan tugas-tugas dan kebijakan teknis terkait Standarisasi dan
Kerjasama;
h. Mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan di lingkungan UPTD Balai
Benih Ikan;
i. Menyusun laporan pelaksanaan tugas di lingkungan UPTD Balai Benih
Ikan; dan
j. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan baik lisan
maupun tertulis.

4.1.5 Struktur Organisasi UPTD BBI Kote


Berdasarkan Peraturan Bupati Lingga tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja, struktur organisasi UPTD BBI Kote terdiri atas:
a. Kepala balai
b. Kepala Sub bagian tata usaha
c. Kelompok jabatan fungsional
34

Bagian Struktur Organisasi UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kote disajikan
pada Gambar 7.

KEPALA BALAI

SUB BAGIAN TATA USAHA

KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL

Gambar 7. Struktur Organisasi UPTD BBI Kote

UPTD BBI Kote dipimpin oleh seorang kepala balai dan dibantu oleh
Kepala Subbag Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas dari masing-
masing jabatan tersebut yaitu, sebagai berikut :
a) Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengelolaan data dan informasi,
pengelolaart administrasi keuangan, pengelolaan kepegawaian, tata laksana
barang milik negara/daerah, rumah tangga, ketatausahaan, dan perumusan
kebijakan teknis, serta pengelolaan keafnaan, ketertiban, kebersihan dan
perawatan kawasan balai benih.
b) Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud padå Pasal 7 ayat
(1)
35

huruf c, mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis di bidang


keahliannya masing-masing. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari
sejumlah tenaga fungsional yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional
senior yang ditunjuk. Pejabat Fungsional dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Kebutuhan Jabatan Fungsional
dimaksud dalam ayat 1 ditentukan berdasarkan sifat, jenis dan beban kerja.
Pembinaan terhadap tenaga furgsional dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

4.1.6 Tata Kerja UPTD BBI Kote


Adapun tata kerja yang dilakukan di UPTD Balai Benih Ikan Kote yaitu,
sebagai berikut :
a. Kepala UPTD dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi dengan yang dipimpinnnya.
b. Kepala UPTD dalam melaksanakan sistem pengendalian internal di
lingkungan masing-masing.
c. Kepala UPTD bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan
bawahan dan memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan
tugas bawahan.
d. Kepala UPTD dalam melaksanakan tugas melakukan pembinaan.

4.1.7 Sarana dan Prasarana UPTD BBI Kote


UPTD BBI Desa Kote merupakan suatu bagian dari Dinas Perikanan
Kabupaten Lingga yang telah dilengkapi fasilitas yang cukup guna menunjang
segala kegiatan budidaya dan pembenihan ikan di UPTD BBI ini. Sebagai rincian
sarana dan prasarana yang tersedia di UPTD BBI Kote dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Sarana dan prasarana di UPTD BBI Desa Kote
Kondisi
No. Nama Sarpras Jumlah Kurang Rusak
Baik Baik Berat
1. Kendaraan roda 2 (dua) 2 2
2. Kendaraan roda 4 (empat) 1 1
3. Bangunan kantor 1 1
4. Bangunan mess 4 4
5. Kolam induk 10 10
36

6. Kolam pendederan 11 10 1
7. Kolam lainnya 6 6
8. Kolam pemijahan 4 2 2
Kondisi
No. Nama Sarpras Jumlah
Baik Kurang Rusak
Baik Berat
Kolam terpal (bioflok 3 3
9.
udang vannamei)
10. Pompa microbubble 4 4
11. DO meter 1 1
12. Water quality checker 1 1
13. pH Meter 3 2 1
14. Refraktometer 3 3
15. Spektrophotometer 1 1
16. Parafin 1 1
17. Burret 25 ml 3 3
18. Burret 50 m 3 3
19. Karet hisap 5 5
20. Corong kaca 5 5
21. Labu ukur 25 ml 5 5
22. Labu ukur 200 ml 5 5
23. Rak tabung reaksi 6 6
24. Imhoff 1 1
25. Beaker glass 50 ml 5 5
26. Beaker glass 100 ml 5 5
27. Bekar glass 250 ml 5 5
28. Botol aquadest 250 ml 1 1
29. Botol aquadest 250 ml 1 1
30. Cover glass 2 2
31. Erlenmeyer 100 ml 5 5
32. Erlenmeyer 250 ml 5 5
33. Erlenmeyer 500 ml 5 5
34. Erlenmeyer 1000 ml 5 5
35 Gelas ukur 250 ml 5 5
36. Gelas ukur 500 ml 5 5
37. Gelas ukur 1000 ml 5 5
38. Karet filler 5 5
39. Lampu spiritus 5 5
40. Lumpang 1 1
41. Petri disk kecil 2 2
42. Petri disk sedang 5 5
37

4.2 Kegiatan Magang MBKM Tematik


Adapun kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan magang MBKM
Tematik di UPTD BBI Desa Kote dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal kegiatan magang MBKM Tematik di UPTD BBI Kote
No Hari/tanggal Kegiatan
.
1. Senin, 11 September 2023 a) Penyambutan mahasiswa magang
b) Penjemputan kelompok mahasiswa
magang oleh masing-masing
instansi.
2. Selasa, 12 September 2023 a) Apel Pagi bersama kepala UPTD
BBI Kote
b) Bersilaturrahmi dan melapor
kedatanggan mahasiswa kepada
Kepala Desa dan Perangkat Desa
Kote
c) Memfilter stok air laut dan air
tawar untuk budidaya serta
memberi makan ikan.
3. Rabu, 13 September 2023 a) Persiapan pemijahan ikan lele
b) Penyortiran ikan kerapu
c) Perendaman ikan kerapu di air
tawar untuk menghilangkan parasit.
d) Penggalian saluran air untuk jalur
pipa ke bioflok dalam persiapan
budidaya udang vaname.
4. Kamis, 14 September 2023 a) Gotong Royong membersihkan
BBI
b) Perendaman pasir untuk mesin
pomp filter
5. Jumat, 15 September 2023 a) Menebang pohon untuk pembuatan
papan
6. Sabtu, 16 September 2023 a) Libur
7. Minggu, 17 September 2023 a) Libur
8. Senin, 18 September 2023 a) Rapat dan evaluasi kegiatan
bersama Kepala Dinas Perikanan
Kabupaten Lingga, Penyuluh
Perikanan dan Kepala BBI
b) Memberi makan ikan
c) Menguras kolam nila dan
memisahkan benih ikan nila
d) Penyortiran ikan nila
9. Selasa, 19 September 2023 a) Memberi makan ikan
b) Membuat vitamin untuk pakan ikan
10. Rabu, 20 September 2023 a) Membersihkan kolam terpal untuk
38

persiapan bioflok
b) Mengukur pH air kolam ikan
No Hari/tanggal Kegiatan
.
11. Kamis, 21 September 2023 a) Memberikan pakan ikan
b) Rapat mahasiswa magang MBKM
bersama kepala BBI Desa Kote
c) Penimbunan pipa untuk bioflok
d) Mengukur kadar pH kolam ikan
dan mengukur salinitas kolam ikan
kerapu.
12. Jumat, 22 September 2023 a) Menyortir ikan kerapu
b) Mempersiapkan wadah bioflok
c) Mengkuras dan membersihkan
kolam ikan nila
d) Memilih nila muda untuk dijadikan
nila salin.
13. Sabtu, 23 September 2023 a) Libur
14. Minggu, 24 September 2023 a) Libur
15. Senin, 25 September 2023 a) Memberi makan ikan
b) Mengukur kualitas air
c) Sterilisasi wadah pemijahan ikan
lele
d) Melanjutkan persiapan bioflok.
16. Selasa, 26 September 2023 a) Memberi makan benih ikan nila
b) Sterilisasi wadah penyimpanan alat
c) Gotong-royong
d) Settting wadah alat pipa persiapan
bioflok.
17 Rabu, 27 September 2023 a) Setting alat output air kolam
b) Menyortir benih ikan nila
c) Apel siang.
18. Kamis, 28 September 2023 a) Libur
19. Jumat, 29 September 2023 a) Setting alat persiapan budidaya
tubifex
b) Menyortir tubifex.
20. Sabtu, 30 September 2023 a) Libur
21. Minggu, 01 Oktober 2023 a) Libur
22. Senin, 02 Oktober 2023 a) Pengukuran kualitas air
b) Pemilihan induk ikan untuk
stripping di kolam pemijahan
c) Pemisahan pakan ikan yang tidak
layak pakai.
23. Selasa, 03 Oktober 2023 a) Pengukuran kualitas air
39

b) Pembuatan pakan ikan


c) Pembuatan batu es untuk proses
packing ikan kerapu.
No Hari/tanggal Kegiatan
.
24. Rabu, 04 Oktober 2023 a) Pengemasan dan pengiriman ikan
kerapu cantang
b) Kunjungan ke kelompok budidaya
ikan nila bunga emas
c) Kunjungan ke pembudidaya
kepiting soka.
25. Kamis, 05 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Pengukuran kualitas air
c) Penyortiran benih ikan nila
d) Pembersihan wadah (ember) untuk
proses fermentasi bioflok udang
vaname.
26. Jumat, 06 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Pengukuran kualitas air
c) Kunjungan ke hutan mangrove
setempat desa kote.
27. Sabtu, 07 Oktober 2023 a) Libur
28. Minggu, 08 Oktober 2023 a) Libur
29. Senin, 09 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Pembersihan lumut di salah satu
kolam ikan nila
c) Pemberian vitamin c +
multivitamin pada pakan.
30. Selasa,10 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Melakukan kegiatan gotong-royong
c) Melakukan fermentasi udang dan
akan dibuka kembali 2 hari
kemudian.
31. Rabu, 11 Oktober 2023 a) Melakukan pengukuran kualitas air
b) Pemberian pakan ikan
c) Penjemputan 500 benih ikan nila
untuk diletakkan di kolam baru
yang ada di BBI Kote.
32. Kamis, 12 Oktober 2023 a) Pengambilan benih ikan dari kolam
yang keruh untuk diganti air nya
b) Pembukaan kultur fermentasi
udang.
33. Jumat, 13 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Pengukuran kualitas air
c) Penyortiran benih ikan.
34. Sabtu, 14 Oktober 2023 a) Libur
40

35. Minggu, 15 Oktober 2023 a) Libur

No Hari/tanggal Kegiatan
.
36. Senin, 16 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Pengukuran kualitas air
c) Evaluasi kegiatan magang bersama
kepala UPTD BBI Desa Kote
d) Penyortiran benih ikan nila
e) Melakukan pembelajaran bersama
staf UPTD BBI mengenai nila
salin.
f) Proses peletakan batu aerator untuk
aerasi pada pipa kolam bioflok
udang vaname
g) Pembukaan kultur fermentasi
udang untuk hari ke-8.
37. Selasa, 17 Oktober 2023 a) Pengukuran kualitas air
b) Pemberian pakan ikan
c) Membersihkan kolam bioflok
udang
d) Gotong-royong di lingkungan BBI
Kute
e) Pemasangan batu aerator pada
kolam bioflok udang
f) Penaburan benur pada kolam
bioflok.
38. Rabu, 18 Oktober 2023 a) Pengukuran kualitas air
b) Penambahan vitamin C dan
multivitamin pada pakan ikan
c) Penaburan fermentasi udang pada
kolam bioflok
d) Pemberian pakan udang.
39. Kamis, 19 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan
b) Pengukuran kualiitas air
c) Melakukan panen artemia untuk
pakan udang
d) Mengamati artemia di mikroskop.
40. Jumat, 20 Oktober 2023 a) Pengukuran kualitas air kolam ikan
dan bioflok udang
b) Pemberian pakan ikan dan udang
c) Rapat evaluasi mahasiswa/I
magang MBKM bersama kadis
Lingga di Desa Sedamai.
41. Sabtu, 21 Oktober 2023 a) Libur
41

42. Minggu, 22 Oktober a) Libur


43. Senin, 23 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan dan udang
b) Pengukuran kualitas air pada kolam
ikan dan bioflok.

No Hari/tanggal Kegiaatan
.
44. Selasa, 24 Oktober 2023 a) Pemberian pakan dan benur
b) Pengukuran kualitas air pada kolam
ikan bioflok.
45. Rabu, 25 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan dan benur
b) Pengukuran kualitas air pada kolam
ikan dan bioflok
c) Penyortiran benih ikan nila
d) Pembersihan kolam ikan.
46. Kamis, 26 Oktober 2023 a) Pemberian pakan ikan dan udang
b) Pengukuran kualitas air
c) Penyortiran pelet ikan yang layak
dan tidak layak pakai.
47. Jumat, 27 Oktober 2023
48.
49.
42

4.3 Alat dan Bahan Praktek Magang


Adapun alat yang digunakan untuk kegiatan magang di UPTD Balai
Benih Ikan Desa Kote dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat yang digunakan dalam pengelolaan budidaya ikan air tawar
dan air asin di UPTD BBI Kote
No Alat Fungsi
1 Ember grading Untuk grading benih yang sudah dipanen
2 Meteran Untuk mengukur luas dan tinggi kolam
3 Garu kayu Untuk pembalikan tanah dasar kolam
4 Mesin pompa air Untuk membantu pengisian air kolam
5 Jaring Untuk alat panen benih ikan nila jica
6 Ember Untuk tempat pengisian air
7 Gayung Pemberian pakan dan untuk menimbah
air serta pemberian pupuk
8 Termometer Untuk mengukur suhu perairan kolam
9 Spektofotometer Untuk mengukur DO,pH kolam
10 Serok/tangguk Untuk mengambil sampling
11 Penggaris Untuk mengukur pertambahan panjang
benih
12 Kantong Plastik Untuk tempat pengangkutan larva ke
kolam pendederan serta wadah
pengangkutan saat panen benih
13 Baskom Sebagai wadah penampungan benih ikan
14 Jaring Untuk alat panen benih ikan nila JICA
15 Pompa celup/submartuble Untuk alat bantu pengeringan air pada
kolam

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada pengelolaan budidaya ikan


air tawar dan ikan air asin di UPTD Balai Benih Ikan Desa Kote dapat dilihat pada
Tabel 4:
Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam Pengelolaan budidaya ikan air
tawar dan air asin di UPTD BBI Kote
No Bahan Fungsi
1 Ikan nila merah dan hitam Sebagai induk betina dan Jantan yang
akan dipeliharan dan dilakukan
pemijahan
2. Ikan lele mutiara Sebagai induk betina dan Jantan yang
akan dipeliharan dan dilakukan
pemijahan
43

3. Larva ikan kerapu cantang Sebagai larva/anak ikan yang akan


dibesarkan di dalam kolam pendederan
4. Benur udang vannamei Sebagai benur yang akan dibudidayakan
pada kolam biflok
5 Air tawar Untuk media hidup ikan nila jica
6 Pakan Pellet Untuk pakan benih ikan nila JICA
7 Kapur tohor Membunuh hama dan penyakit serta
menaikkan pH
8 Mulase Untuk menumbuhkan pakan alami
9 Larutan aquades Sebagai bahan larutan titrasi dalam
pengukuran pH

4.4 Teknik Pendederan Ikan Nila Sultana (Oreochromis niloticus)


4.4.1 Persiapan Kolam
Kolam pendederan yang digunakan pada saat melakukan praktek magang
di BPBAT Sungai Gelam Jambi dilakukan dalam wadah berupa kolam intensif
dengan dasar semen dengan ukuran 100m2 (10 x 10 m) dan dilengkapi dengan
inlet sebagai saluran untuk pemasukan air dan outlet untuk pembuangan air.
Persiapan kolam dimulai dari pengurasan kolam, pembersihan dasar dan tepi
kolam, perendaman kolam setelah itu pengisian air kolam.
4.4.1. Pengeringan kolam
Dalam persiapan wadah ,hal pertama yang dilakukan yaitu pengeringan
kolam. Tahap pengeringan kolam bertujuan untuk mempermudah penangkapan
sisa-sisa ikan dan agar tanah dasar kolam dapat dijemur untuk membunuh hama
dan penyakit.Pengeringan kolam biasanya dilakukan dengan membuka pintu
pengeluaran air dan dibantu dengan mesin pompa untuk mempercepat proses
pengeringa. Pengeringan air dilakukan dengan pompa mesin dapat dilihat pada
44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
45

DAFTAR PUSTAKA
46

LAMPIRAN
47

Lampiran 1. Peta Lokasi Magang MBKM Tematik di UPTD BBI Kote


48

Lampiran 2. Alat yang Digunakan dalam Magang MBKM Tematik

Sedot air Kolam tabung (bulat) diameter 4 m

Baskom Grading

Jaring/tangguk Toples
49

Filter air Blower

Selang aerasi Aerator

Pipa aerasi Sedot air mini


50

Refraktometer pH meter

Termometer Sechi disk

Sikat Pipa buka tutup saluran kolam


51

Cool box Sterofom box

Baskom dan grading Plastik packing

Ember Tabung oksigen


52

Tabung erlenmeyer Timbangan digital

Spidol Drum

Ember cat Jaring/penyaring


53

Wadah budidaya artemia Kain kasa (penyaring artemia)

Box pakan benih Kendaraan roda 3

Generator set Generator diesel


54

Lampiran 5. Sertifikat Magang MBKM Tematik


55

Anda mungkin juga menyukai