Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Proposal Elly Kusuma Dewi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

0

HUBUNGAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN DENGAN


KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI RS ASY SYIFA
MEDIKA KABUPATEN TULANG BAWANG
BARAT TAHUN 2024

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

ELLY KUSUMA DEWI


NPM : 230101188P

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2024
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit harus

ditangani dengan cara yang tepat dan ahli oleh anggota staf yang memahami

fungsi-fungsi manajemen. Beberapa fungsi manajemen adalah Perencanaan

(planning), Pengorganisasian (organising), Ketenagaan (staffing), Pengarahan

(actuating), dan Pengendalian (controlling). Setiap prosedur yang terkait

dengan fungsi manajemen tersebut di atas harus dilakukan dengan cara yang

cermat, baik itu di bawah pengawasan yang ketat maupun bekerja sama

dengan orang lain (Habibi, dkk, 2022).

Setiap tenaga kesehatan harus terus berusaha untuk meningkatkan

kinerginya agar dapat memenuhi standar profesional yang dibutuhkan untuk

kebutuhan kesehatan di era global. Sebagai hasil dari situasi ini, kualitas

pelayanan kesehatan masyarakat secara umum juga akan semakin meningkat.

Institusi yang menyediakan layanan keperawatan harus mematuhi standar

industri untuk perawatan, termasuk perawatan berkualitas tinggi yang

diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perlu dilakukan monitoring

atau pengawasan terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan agar pelayanan

keperawatan sesuai dengan harapan konsumen dan memenuhi standar yang

telah ditetapkan. (Dedi, 2020).

1
2

Masalah kesehatan yang paling sering terjadi di setiap negara di dunia,

termasuk Indonesia, adalah infeksi yang berhubungan dengan pelayanan

kesehatan atau HAIs. Infeksi nosokomial merupakan masalah yang sangat

serius. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), infeksi nosokomial di

seluruh dunia menyebabkan 1,4 juta kematian setiap tahunnya. Di Indonesia,

infeksi nosokomial menyebabkan keperawatan di rumah sakit berlangsung

selama 5 hingga 30 hari dengan angka 23,6%. Selain itu, kekurangan dari

infeksi nosokomial adalah tidak adanya informasi kepada karyawan

perusahaan asuransi ketika klaim mereka tertunda karena infeksi tersebut

(Aeni, dkk, 2022).

infeksi terkait pelayanan kesehatan lebih sering terjadi diruang rawat

intensif dibandingkan dengan bangsal rawat biasa. Penelitian di Amerika

Serikat menyebutkan bahwa pasien ICU mempunyai kekerapan terkena

infeksi 5-8 kali lebih tinggi. Pneumonia merupakan infeksi yang paling sering

dijumpai. Angka kematian karena pneumonia nosokomial sebesar 37%, di

unit bedah infeksi luka operasi dan infeksi luka bakar merupakan kejadian

infeksi terkait pelayanan kesehatan yang utama. Angka infeksi akan lebih

tinggi bila dilakukan pada luka bersih dan luka kotor dibanding pada luka

opersi bersih. Infeksi dapat mencapai 79%. Peran peralatan bedah yang

terkontaminasi, kualitas air bersih, dan ketidak disiplinan dalam melakukan

tindakan aseptik dan antiseptik menyebabkan infeksi terkait pelayanan

kesehatan (Sudoyo, 2019).


3

Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau HAIs merupakan

salah satu masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

Forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health Security

Agenda (GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi

agenda yang dibahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan

berdampak secara langsung sebagai beban ekonomi negara. Secara prinsip,

kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan

secara konsisten melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi (PPI). PPI merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada

setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat

umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas

kesehatan (Kemenkes RI, 2017).

Perilaku petugas kesehatan, khususnya perawat, merupakan faktor

terpenting yang mempengaruhi tingkat kejadian HAIs. Satu-satunya metode

yang paling efektif untuk mencegah HAIs dengan meminimalkan jumlah

bakteri yang ada di udara di dalam rumah sakit adalah penerapan universal

precaution. Perawatan medis yang diberikan oleh staf perawatan kesehatan di

Rumah Sakit dilakukan untuk tujuan darurat atau untuk merawat pasien lanjut

usia. Namun, jika hal ini dilakukan tidak sesuai dengan protokol, hal ini dapat

berpotensi meningkatkan penularan penyakit terkait infeksi kepada orang lain

atau bahkan kepada petugas itu sendiri (Kemenkes RI, 2017).


4

Keselamatan pasien adalah variabel tunggal yang dapat digunakan

untuk mengukur dan menilai seberapa baik penyedia layanan kesehatan

memenuhi kewajiban etis mereka terkait perawatan pasien. Program

Keselamatan Pasien (PKP) adalah suatu usaha untuk menurunkan angka

kejadian tidak diharapkan yang terjadi selama pasien dirawat di rumah sakit,

sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit.

Salah satu aspek yang paling penting dalam kebersihan tangan dikarenkan

terdapatnya sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit.

(Ningsih, Novita., Bandur, 2020).

Pengawasan kepala ruang dilakukan bukan hanya pada akhir proses

manajemen tetapi pada setiap tingkatan proses manajemen. Kepala ruang

merupakan seorang tenaga perawat professional yang bertanggung jawab dan

berwenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di suatu

ruangan. Kepala ruang menjalankan tanggung jawabnya mengelola ruangan

secara profesional dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan.

Pengawasan kepala ruang yang diberikan secara optimal akan memberikan

dampak yang optimal seperti peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja pada

tindakan perawat (Suarli & Bachtiar, 2019).

RS Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat telah memiliki

SPO dalam proses pendokumentasian asuhan keperawatan dan alur dalam

proses supervisi keperawatan. Namun, berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan terkait cedera yang dialami di ruang anak, kepala ruangan

menyatakan bahwa proses pengawasan belum dilakukan secara rutin, belum


5

menggunakan alat bantu khusus, dan belum membuahkan hasil yang

meyakinkan. Pengawasan di tempat kerja yang disebutkan di atas dilakukan

secara situasional tanpa adanya target waktu dan dokumentasi hasil

pengawasan

Berdasarkan hasil pre survei yang peneliti lakukan di RS Asy Syifa

Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan melakukan observasi

terhadap 10 perawat, diketahui terdapat 60% diantaranya tidak menggunakan

sarung tangan pada saat melakukan injeksi, 40% tidak melakukan cuci tangan

sebelum dan sesudah memasang infus dan tidak menggunkan masker pada

saat perawatan luka. Saat dilakukan wawancara mengenai supervisi kepala

ruangan diketahui 70% diantaranya mengatakan jarang dilakukan evaluasi

kepatuhan penggunaan APD, serta kepala ruangan tidak memotivasi perawat

dalam penggunaan APD. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan supervisi kepala

ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD di RS Asy Syifa

Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut: ” Apakah ada hubungan supervisi

kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD di RS

Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024?”.


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan

kepatuhan perawat dalam penggunaan APD di RS Asy Syifa Medika

Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi supervisi kepala ruangan di RS

Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepatuhan perawat dalam

penggunaan (APD) di RS Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang

Bawang Barat Tahun 2024.

c. Untuk mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan

kepatuhan perawat dalam penggunaan (APD) di RS Asy Syifa Medika

Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a.Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan masukan dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

khususnya dalam Ilmu Manajemen Keperawatan dalam pelayanan

keperawatan professional dan perencanaan program peningkatan mutu

pelayanan.
7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perawat

Diharapkan dengan adanya karya ilmiah ini dapat memberikan

informasi kepada manajemen Rumah Sakit dalam melakukan

pengawasan terhadap perawat pelaksana dalam melakukan tindakan

khususnya penggunaan APD sehingga mampu meningkatkan

pengetahuan perawat dan selanjutnya dapat merubah sikap perawat dan

meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit terutama

dalam hal penggunaan alat pelindung diri dalam pencegahan infeksi

nosokomial.

b. Rumah Sakit Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat

Memberikan informasi kepada staf Rumah Sakit Asy Syifa

Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat agar dapat meningkatkan

kualitas pelayanan dalam meningkatkan pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian infeksi di rumah sakit.

c. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi informasi dalam meningkatkan

pengetahuan bagi penelitian selanjutnya tentang kepatuhan perawat

dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai standar operatif

prosedur dan sebagai bahan masukan dalam melakukan penelitian yang

akan datang yang berkaitan dengan penelitian ini.


8

E. Ruang Lingkup

Jenis penelitian kuantitatif dan rancangan yang digunakan analitik

dengan pendekatan cross sectional, mengenai hubungan supervisi kepala

ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan (APD), dengan subjek

penelitian perawat, penelitian ini telah dilaksanakan di RS Asy Syifa Medika

Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024, setelah proposal disetujui.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Alat Pelindung Diri

a. Pengertian

Alat pelindung diri adalah alat yang berfungsi sebagai penyekat

atau pembatas antara petugas dan penderita. Alat ini dipakai atau

digunakan oleh petugas dengan dua fungsi yaitu, untuk kepentingan

penderita dan sekaligus untuk kepentingan petugas itu sendiri. Alat

pelindung diri dalam praktik kesehariannya lebih banyak berfungsi

sebagai pelindung penderita. Melindungi penderita dari invasi mikroba

patogen merupakan tugas pokok dari penderita masuk rumah sakit untuk

menjalani prosedur dan tindakan medis serta asuhan keperawatan sampai

keluar dari rumah sakit (Darmadi, 2018).

b. Tujuan penggunaan APD

Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran

mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit

yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.

Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang

memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik

darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari

petugas. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai

dilakukan (Kemenkes RI, 2017).


10

c. Jenis-Jenis APD

Menurut Kemenkes RI (2017) Jenis-jenis APD adalah sebagai berikut:

1) Sarung tangan

Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:

a) Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan

invasif atau pembedahan.

b) Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi

petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan

pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses

peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu

membersihkan permukaan yang terkontaminasi.

2) Masker

Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran

mukosa mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau

permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau

permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin.

Masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut serta

melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung) (Kemenkes RI,

2017).
11

Terdapat tiga jenis masker,yaitu:

a) Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan

melalui droplet. Masker respiratorik, untuk mencegah penularan

melalui airborne.

b) Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.

c) Cara memakai masker:

1) Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika

menggunakan kaitan tali karet atau simpulkan tali di belakang

kepala jika menggunakan tali lepas).

2) Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.

3) Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung

dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.

4) Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan dibawah

dagu dengan baik.

5) Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat

dengan benar (Kemenkes RI, 2017).

3) Gaun Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas

dari kemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh,

sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas

pada tindakan steril.


12

a) Jenis-jenis gaun pelindung: gaun pelindung tidak kedap air, gaun

pelindung kedap air, gaun steril, gaun non steril (Kemenkes RI,

2017).

b) Indikasi penggunaan gaun pelindung

Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran

atau kontaminasi pada pakaian petugas, seperti: Membersihkan luka.

Tindakan drainase. Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam

lubang pembuangan atau WC/toilet. Menangani pasien perdarahan

masif. Tindakan bedah. Perawatan gigi. Segera ganti gaun atau

pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah)

(Kemenkes RI, 2017).

c) Cara memakai gaun pelindung:

Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga

bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.

Ikat dibagian belakang leher dan pinggang.

4) Goggle dan perisai wajah

Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat

melindungi wajah dan mata.

a) Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah:

Melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh,

sekresi dan eksresi.


13

b) Indikasi:

Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan

tindakan persalinan, tindakan perawatan gigi dan mulut,

pencampuran B3 (Bahan Beracun Dan Berbahaya) cair,

pemulasaraan jenazah, penanganan linen terkontaminasi di

laundry, di ruang dekontaminasi CSSD (Central Sterile Supply

Department).

5) Sepatu pelindung

Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki

petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan

mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat

kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal

(Kemenkes RI, 2017).

6) Topi pelindung

Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah

jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas

terhadap alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga

sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan

darah atau cairan tubuh dari pasien. Indikasi pemakaian topi

pelindung: tindakan operasi, pertolongan dan tindakan persalinan,

tindakan insersi CVL (Cateter Venus Line), intubasi trachea,

penghisapan lendir massive, pembersihan peralatan kesehatan

(Kemenkes RI, 2017).


14

2. Kepatuhan

a. Pengertian

Kepatuhan merupakan kesedaran atau kesediaan seseorang

menanti suatu peraturan dan norma-norma sosial yang

berlaku.Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung

jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Pendapat lain mengatakan bahwa kepatuhan adalah suatu kondisi yang

tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang

menunjukan nilai-nilai kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban

(Marzuki.dkk, 2021).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi dengan kepatuhan

Menurut Marzuki, dkk (2021). Kepatuhan seseorang

dipengaruhi oleh perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan adalah suatu

respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan,

makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku

kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit.

2) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.


15

3) Perilaku peningkatan kesehatan orang yang sehatpun perlu

diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal

mungkin.

4) Perilaku gizi, makanan dan minuman

Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan

kesehatan seseorang, namun sebaliknya dapat menjadi penyebab

menurunnya kesehatan seseorang bahkan mendatangkan penyakit.

5) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,

atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking

behavior).

6) Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan

fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya (Marzuki, dkk, 2021).

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan

Dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik

atau faktor-faktor lain. Notoatmojo. (2020) menjabarkan bahwa perilaku

seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, faktor

pemungkin, dan faktor penguat. Ketiga faktor tersebut akan diuraikan

sebagai berikut:

1) Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.


16

2) Faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit,

poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan

praktek swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.

a) Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)

Perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau

penambahan. Perubahan pengetahuan dan sikap belum merupakan

jaminan terjadinya perubahan perilaku sebab perilaku memerlukan

dukungan material dan penyediaan sarana. APD harus tersedia

cukup jenis dan jumlahnya, untuk perlindungan seluruh atau

sebagain tubuh.

b) Informasi Tentang Masker

Informasi bisa menjadi fungsi penting dalam mengurangi rasa cemas

pada seseorang.

3) Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan (L Green dalam

Notoatmodjo, 2020).
17

a) Pengawasan

Pengawasan termasuk segala usaha penegakan peraturan

yang harus dipatuhi dan salah satu cara guna meningkatkan

keselamatan kerja.

b) Kebijakan

Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi

dalam proses kerja dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang

ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerja sama semua

pihak.

c) Motivasi

Motivasi adalah dorongan dalam diri manusia untuk

bertindak atau berperilaku yang tidak terlepas dari kebutuhan, yaitu

suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau

direspon.

d. Domain perilaku

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2014), membagi

perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-

kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas.

Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan,

yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku

tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif

(affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).

Ketiga domain itu diukur dari :


18

1) Pengetahuan (knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu.Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk

mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah

yang dihadapi.

2) Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

3) Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan

yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan

(support).

e. Alat ukur kepatuhan

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam

penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh

peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian (Riyanto,

2015). Sistem penilaian dalam skala Likert adalah sebagai berikut:


19

1) S = Selalu

2) Sr = Sering

3) J = Jarang

4) TP = Tidak Pernah

Salah satu skor standar yang digunakan dalam skala model

Likert adalah skor-T,yaitu:

T =50 +10 X-X


S

T = Skor responden pada skala yang hendak diubah menjadi skor T

X = Mean skor kelompok

S = Deviasi standar skor kelompok

Harga X dan s hitung sebagaimana telah dijelaskan dalam

perhitungan harga t tetapi masing-masing harga tersebut dihitung dari

seluruh responden (Azwar, 2015). Hasil ukur kategori mendukung jika

skor mean > skor T dan tidak mendukung jika skor mean ≤ skor T.

3. Supervisi

a. Pengertian

Supervisi adalah suatu pengamatan atau pengawasan secara

langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang bersifat rutin. Supervisi

sebagai kegiatan merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar,

mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan

mengevaluasi secara berkesinambungan, terhadap anggota secara

menyeluruh, sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimilki

anggota (Bakri, 2017).


20

Supervisi merupakan bagian dari pengawasan pengendalian,

yang merupakan kelanjutan pelaksanaan pelayanan kesehatan, untuk

memastikan apakah pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam prosesnya

telah sesuai dengan instrumen atau standar pelayanan yang ditetatpakn

dan target yang diharapkan (Wijono, 2019).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa

supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi

pelaku, yaitu pemimpin dan anggota yang disupervisi.

b. Sasaran

Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang

dilakukan oleh bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran yang

dilakukan oleh bawahan disebut sebagai sasaran langsung (Nursalam,

2014).

c. Peran dan tanggung jawab kepala ruangan

Menurut Dedi (2020 ) peran dan tanggung jawab kepala ruangan

adalah sebagai berikut:

1) Peran kepala ruangan

a) Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada

klien di ruang perawatan.

b) Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.


21

c) Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik

keperawatan di ruang perawatan sesuai dengan yang didelegasikan

(Dedi, 2020).

2) Tanggung jawab kepala ruangan

Tanggung jawab kepala ruangan dengan menerapkan POAC

(Planning, Organizing, Actuating, Controlling).

a) Perencanaan (Planning)

Menunjuk perawat primer dan tugas masing-masing.

Mengikuti serah terima pasien di sif sebelumnya. Mengidentifikasi

tingkat ketergantungan pasien dibantu perawat primer.

Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan

aktivitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat

primer. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan (Dedi,

2020).

b) Pengorganisasian (Organizing)

Merumuskan metode penugasan/MAKP yang digunakan.

Merumuskan tujuan metode penugasan. Membuat rincian tugas

perawat primer dan perawat asosiet secara jelas.

c) Pelaksanaan (Actuating)

Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat

primer. Memberikan reinforcement kepada perawat yang

mengerjakan tugas dengan baik. Memberi motivasi dalam

peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap.


22

Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan

berhubungan dengan aksep pasien.

d) Pengawasan (Controlling).

a) Melalui komunikasi (lisan maupun dokumentasi). Mengawasi

dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai

asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

b) Melalui supervisi/observasi.

Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau

melalui laporan langsung secara lisan dan mengawasi kelemahan-

kelemahan yang ada saat ini. Pengawasan tidak langsung yaitu

mengecek daftar hadir, membaca, dan memeriksa rencana

keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses

keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar

laporan dari perawat primer (Dedi, 2020).

c) Evaluasi.

Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan

rencana keperawatan yang telah disusun bersama. Audit

keperawatan (Dedi, 2020).

3) Tugas supervisor

Tugas supervisor adalah membimbing, membina,

mengendalikan, memotivasi, mengkomunikasikan dan membantu

fasilitasi seluruh kegiatan pada semua individu/kelompok kerja

(Wijono, 2019).
23

4) Tujuan supervisi

Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada

bawahan secara langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang

cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil

yang baik (Nursalam, 2014). Tujuan dari pengawasan adalah sebagai

berikut:

a) Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan dalam tempo yang diberikan dengan

menggunakan sumber daya yang tersedia.

b) Memungkinkan pengawas menyadari kekurangan-kekurangan para

petugas kesehatan dalam hal kemampuan, pengetahuan, dan

pemahaman, serta mengatur pelatihan yang sesuai.

c) Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi

penghargaan atas pekerjaan yang baik dan mengenali staf yang

layak diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih lanjut.

d) Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi

petugas telah cukup dan dipergunakan dengan baik.

e) Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan

pada kinerja tersebut.


24

5) Prinsip supervisi keperawatan

Prinsip-prinsip dalam supervisi keperawatan antara lain

didasarkan pada hubungan profesional dan bukan hubungan pribadi,

kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif,

memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana, mampu

membentuk suasana kerja yang demokratis, dilakukan secara obyektif

dan mampu memacu penilaian diri, bersifat progresif, inovatif, dan

pleksibel. Dapat mengembangkan potensi atau kelebihan dari para

anggota, bersifat konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri

sesuai kebutuhan, dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya

meningkatkan kualitas asuhan keperwatan (Bakri, 2017).

6) Fungsi Supervisi dan Peran Supervisor

Menurut Dedi (2020) peran dan fungsi supervisor dalam

supervisi adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan

keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia :

7) Manajemen pelayanan keperawatan

Tanggung jawab supervisor adalah menetapkan dan

mempertahankan standar praktik keperawatan, menilai kualitas

asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan, serta

mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan

keperawatan kerja sama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.


25

8) Manajemen anggaran

Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu

perencanaan dan pengambangan. Supervisor berperan dalam hal

seperti membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana

tahunan yang tersedia dan menegmbangkan tujuan unit yang dapat

dicapai sesuai tujuan rumah sakit, membantu mendapatkan informasi

statistik untuk merencanakan anggaran keperawatan, memberikan

justifikasi proyek yang dikelola.

9) Manfaat supervisi

a) Manfaat bagi perawat pelaksana

1) Timbul perasaan dihargai dan dapat meningkatkan rasa percaya

diri.

2) Supervisi mendorong praktek keperawatan yang aman dan

mencerminkan pelayanan perawatan pada pasien, hal ini dapat

meningkatkan kepuasan kerja perawat.

3) Meningkatkan pengembangan priadi dan profesional, supervisi

yang dilakukan secara keseluruhan dan terus menerus dapat

meningkatkan profesionalisme dan pengembangan pribadi serta

komitmen untuk belajar secara terus menerus.

4) Perasaan diberdayakan dan difasilitasi untuk bertanggug jawab

atas pekerjaan mereka dan keputusan – keputusan yang diambil

(Seniwati, dkk, 2022).


26

b) Manfaat bagi manajer

Tantangan bagi manajer untuk menfasilitasi staf dalam

mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalisme, sehingga

kualitas pelayanan yang bermutu dapat tercapai.

c) Meningkatkan kualitas dan keamanan pasien

Tujuan yang paling penting dari supervisi adalah

meningkatkan kualitas dari pelayanan dan keamanan pasien.

Supervisi memegang peranan utama dalam mendukung pelayanan

yang bermutu melalui jaminan kualitas, manajemen resiko, dan

manajemen kinerja. Supervisi juga telah terbukti memiliki dampak

positif pada perawatan pasien dan sebaliknya kurangnya supervisi

memberi dampak yang kurang baik bagi pasien. Supervisi dalam

praktek profesi kesehatan telah diidentifikasi sebagai faktor

penting dalam meningkatkan keselamatan pasien, supervisi yang

tidak memadai dijadikan sebagai pemicu kegagaan dan kesalahan

yang terjadi dalam layanan kesehatan.

d) Pembelajaran

Supevisi memiliki manfaat memberikan efek pada

pembelajaran melalui kegiatan sebagai berikut : Mendidik perawat

pelaksana melalui bimbingan yang diberikan oleh supervisor.

Mengidentifikasi masalah yang terjadi ketika memberikan asuhan

keperawatan pada pasien. Meningkatkan motivasi perawat

pelaksana dalam bekerja dan memantau kemajuan pembelajaran.


27

10)Teknik supervisi

Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencangkup

empat hal yang bersifat pokok, yaitu menetapkan masalah dan

prioritas; menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan jalan keluar;

melaksanakan jalan keluar; menilai hasil yang dicapai untuk tindak

lanjut berikutnya (Dedi, 2020).

Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua

teknik :

a) Langsung

Pengamatan yang langsung dilaksanakan supervisi dan harus

memperhatikan hal berikut:

1) Saran pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat

menimbulkan kebingungan. Untuk mencegah keadaan ini, maka

pengamatan langsung ditujukan pada sesuatu yang bersifak

pokok dan strategis.

2) Objektifitas pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak berstandarisasi dapat

menganggu objektifitas. Untuk mencegah keadaan seperti ini

maka diperlukan suatu daftar isian atau check list yang telah

dipersiapkan.
28

3) Pendekatan pengamatan

Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai

dampak kesan negatif, misal rasa takut, tidak senang, atau kesan

menganggu pekerjaan. Dianjurkan pendekatan pengamatan

dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan kekuasaan atau

otoriter.

b) Tidak langsung

Teknik supervisi yang dilakukan melalui laporan baik

tertulis maupun lisan. Supervisi tidak langsung berisiko

memunculkan salah pengertian atau salah persepsi karena

supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan yang dilakukan

(Bakri, 2017).

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian Budiyanti (2024) hubungan supervisi kepala ruang dengan

kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri sebagai upaya pencegahan

infeksi nosokomial di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso. Diketahui bahwa

supervisi kepala ruang dalam kategori tidak baik sebesar 56%. Kepatuhan

tenaga keperawatan 60% dalam kategori tidak patuh. Hasil uji nilai p value

= 0,001. Hasil uji menunjukkan nilai p ≤ α, dimana 0,001 ≤ 0,05. Ada

hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan dalam

penggunaan alat pelindung diri.


29

2. Penelitian Sugiyatno., Trismiana., Novikasari & Casi. (2024) Hubungan

faktor pengetahuan, pelatihan dan ketersediaan fasilitas alat pelindung diri

dengan kepatuhan perawat dalam penerapan kewaspadaan universal di

Rumah Sakit Bhayangkara Bandar Lampung. Hasil penelitian menunjukkan

tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam

penerapan Kewaspadaan Universal/ Kewaspadaan Standar (p value 0,697).

Ada hubungan antara pelatihan dan ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan

perawat dalam penerapan Kewaspadaan Universal/ Kewaspadaan Standar

(p value 0,003 OR 13,75).

3. Sakti., Andoko., Setiawati & Wandini. (2022). Hubungan antara jumlah

angka kuman udara dalam ruang perawatan dengan jumlah kejadian infeksi

nosokomial pada pasien rawat inap di ruang perawatan Rumah Sakit Umum

Dr. H. Abdul Moeloek. Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi

sederhana menunjukkan adanya hubungan linier antara jumlah angka

kuman udara dengan angka kejadian infeksi nosokomial di ruang perawatan

Rumah Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek (p value = 0,057).

4. Penelitian Kasim, Mulyadi & Kallo. (2021). Hubungan Motivasi &

Supervisi Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Penggunaan Alat Pelindung

Diri (APD) Pada Penanganan Pasien Gangguan Muskuloskeletal Di IGD

Rsup Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian dengan

menggunakan analisis uji chi-square menunjukkan ada hubungan motivasi

dengan kepatuhan perawat (p=0,011) dan ada hubungan supervisi dengan

kepatuhan perawat (p=0,003).


30

C. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan visualisasi hubungan antara berbagai

variabel untuk menjelaskan sebuah fenomena. Hubungan antara berbagai

variabel digambarkan dengan lengkap dan menyeluruh dengan alur dan skema

yang menjelaskan sebab akibat suatu fenomena (Masturoh., Anggita, 2018).

Faktor predisposisi:
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan
- Keyakinan
- Motivasi

Faktor Pendukung:
- Peraturan
kesehatan
Kepatuhan penggunaan
- Fasilitas Kesehatan
APD
- Sarana kesehatan

Faktor Pendorong:
- Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
- Informasi
kesehatan
(Notoatmodjo, 2020)

Sumber : Notoatmodjo (2012)

Gambar 2.1 Kerangka Teori


31

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau variabel satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Untuk lebih jelasnya, kerangka konsep digambarkan sebagai berikut:

Varibel Independent Varibel Dependent

Supervisi kepala Penggunaan Alat


ruangan Pelindung Diri (APD)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu atau terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2018). Kerangka konsep digambarkan sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat

dalam penggunaan (APD) di RS Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang

Bawang Barat Tahun 2024.


32

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian untuk mendapatkan gambaran

yang akurat dari sebuah karakteristik masalah yang mengklasifikasikan suatu

data dan pengambilan data yang berhubungan dengan angka-angka baik yang

diperoleh dari hasil pengukuran maupun nilai suatu data yang diperoleh

(Notoatmodjo, 2018).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RS Asy Syifa Medika Kabupaten

Tulang Bawang Barat pada bulan Juni Tahun 2024.

C. Desain Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan cross

sectional, yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor

risiko (independen) dengan akibat atau efek (dependen), dengan

pengumpulan data dilakukan bersamaan secara serentak dalam satu waktu

antara faktor risiko dengan efeknya (point time approach), artinya variabel

independen maupun variabel dependen diteliti pada waktu yang bersamaan

(Masturoh., Anggita, 2018).

29
33

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu (Sujarweni,

2021). Populasi dalam penelitian ini seluruh Perawat di RS Asy Syifa Medika

Kabupaten Tulang Bawang Barat 2024 sebanyak 35 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2021). Sampel

penelitian ini adalah seluruh Perawat di RS Asy Syifa Medika Kabupaten

Tulang Bawang Barat Tahun 2024 sebanyak 35 orang.

3. Teknik sampling

Dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode total sampling, yaitu sampel diambil dari keseluruhan total populasi.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah suatu hal yang berbentuk

apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Surahman.,

Rachmat., Supardi, 2016). Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu

variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent) dimana variabel

bebasnya adalah supervisi kepala ruangan sedangkan variabel terikat adalah

kepatuhan perawat dalam penggunaan (APD).


34

F. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional variabel
Alat Cara
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Variabel Perilaku ketaatan Kuesioner Mengisi 0. Tidak patuh jika Ordinal
Independent perawat dalam kuesioner skor <
Kepatuhan penggunaan alat mean/median.
penggunaan pelindung diri
1. Patuh jika skor ≥
APD
mean/median

Variabel Kegiatan pembinaan Kuesioner Mengisi 0. Kurang baik jika Ordinal


Dependent dan pengawasan yang Kuesioner skor <
Supervisi dilakukan kepala mean/median
kepala ruangan dalam
penggunaan APD. 1. Baik jika skor ≥
ruangan
mean/median

)
G. Alat Ukur

1. Instrumen penelitian

Instrumen merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk

memperoleh informasi kuantitatif secara obyektif tentang variasi sifat-sifat

variabel. (Adiputra. dkk, 2021). Lembar kuesioner untuk mengukur variabel

kepatuhan perawat dalam penggunaan APD terdiri dari 20 pertanyaan,

variabel supervisi kepala ruangan terdiri dari 15 pertanyaan.

2. Uji validitas dan reliabilitas


35

a. Validitas

Uji validitas alat pengumpul data (kuesioner) dilakukan dengan

menggunakan pearson product moment (r). Hasil uji validitas adalah

semua item pernyataan kuesioner adalah valid jika r hitung > r table. pada

tabel product moment dengan sampel 30 serta alpha 5% adalah, 0,361.

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah keadaan yang menyatakan bahwa instrumen

cukup dipercaya untuk dapat dinyatakan sebagai alat penguumpul data,

Dasar pengambilan keputusan adalah reliable jika r alpha > konstanta (0,6)

(Adiputra., dkk, 2021).

H. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

a. Data Primer

Data primer diperoleh melalui:

1) Karakteristik responden (umur, jenis kelamin dan pendidikan) diperoleh

dengan melakukan wawancara langsung.

2) Data supervisi kepala ruangan dan kepatuhan perawat dalam

penggunaan APD diperoleh menggunakan lembar kuesioner yang telah

ditentukan.

b. Data Sekunder
36

1) Meliputi data gambaran umum RS Asy Syifa Medika Kabupaten

Tulang Bawang Barat.

Prosedur pengumpulan data penulis menempuh langkah-langkah :

a) Langkah persiapan

Persiapan sebelum melakukan penelitian ini meliputi :

1) Mengurus izin kepada pemimpin tempat penelitian.

2) Melakukan pengambilan data awal untuk mengetahui jumlah

perawat yang ada di RS Asy Syifa Medika Kabupaten Tulang

Bawang Barat.

3) Menyusun lembar kuesioner.

4) Memperbanyak lembar kuesioner.

b) Langkah-langkah pelaksanaan

1) Menyerahkan surat izin penelitian kepada Direktur RS Asy Syifa

Medika Kabupaten Tulang Bawang Barat.

2) Setelah mendapat izin kemudian penulis melakukan penelitian

dengan membagikan kuesioner kepada responden yang telah

ditetapkan.

3) Peneliti mengumpulkan data dengan cara responden yang bersedia

menjadi responden mengisi lembar persetujuan (informed consent).

4) Setelah responden setuju responden mengisi lembar kuesioner.

c) Langkah akhir
37

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan dan

di analisis data dirumuskan kesimpulan penelitian.

2. Pengolahan Data

Menurut (Adiputra, dkk (2021). Pengolahan data dilakukan dengan

langkah langkah sebagai berikut :

1. Editing data, yang bertujuan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi,

dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk uji hipotesis atau

menjawab pertanyaan penelitian.

2. Coding data, yaitu proses memberi kode pada data dilakukan bertujuan

untuk merubah data kualitatif menjadi kuantitatif. Coding data diperlukan

terutama dalam proses pengolahan data, baik secara manual atau

menggunakan program komputer.

3. Tabulasi data, yaitu memasukkan data kedalam tabel-tabel yang telah

tersedia, baik tabel untuk data mentah maupun untuk data yang digunakan

untuk menghitung data tertentu secara spesifik.

I. Analisis Data

1. Analisa Univariat

Pada Analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil

pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Analisis univariat dalam penelitian ini menyajikan persentase supervisi

kepala ruangan dan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD.

2. Analisa Bivariat
38

Analisis hubungan supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan

perawat dalam penggunaan APD perawat, dianalisis menggunakan uji

statistik Chi-Square (X2) dengan derajat kepercayaan 95% dan alpha (α) 5%.

Jika p value ≤ 0,05, artinya ada hubungan bermakna secara statistik atau Ha

diterima dan jika p value > 0,05 tidak ada hubungan secara statistik atau Ha

di tolak. Selain itu ditampilkan juga nilai Odds Ratio (OR) dari masing-

masing variabel untuk melihat faktor resiko atau derajat hubungan. Uji Chi-

square adalah pengujian statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan

antar variabel dependen dan independen secara bivariate (Darwel, 2022).

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK


(UNTUK MENJADI RESPONDEN)
39

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Elly Kusuma Dewi

Institusi : Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah


Pringsewu.
Alamat :
Adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu, pada kesempatan ini, saya akan melakukan
penelitian tentang ” Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kepatuhan
Perawat Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Di RS Asy Syifa Medika
Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2024”.

A. Kesukarelaan mengikuti penelitian


Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila
anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk mengundurkan diri
setiap saat tanpa mengganggu proses hubungan dengan peneliti.

B. Prosedur penelitian
Apabila anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk anda simpan
dan satu untuk peneliti.

C. Kewajiban subjek penelitian


Sebagai subjek penelitian anda berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk
penelitian seperti yang tertulis diatas bila ada yang belum jelas anda
dipersilakan bertanya kepada peneliti.

D. Resiko penelitian
Tidak ada efek samping dan risiko dalam penelitian ini.

E. Manfaat
40

Anda akan mendapatkan informasi tentang manfaat Penggunaan Alat


Pelindung Diri (APD).

F. Kerahasiaan
Tidak ada informasi pribadi akan disertakan pada penelitian.Data penelitian
dikembalikan secara anonim dan tanggapan elektronik tidak dapat dilacak
kepengirim.

G. Kompensasi
Penelitian ini tidak menyediakan dana. Sehingga responden dalam penelitian
ini tidak mendapatkan kompensasi berupa materi (uang/barang).

H. Informasi tambahan
Jika ada hal-hal yang belum jelas berkenaan dengan penelitian ini maka
responden diperbolehkan bertanya kepada peneliti secara langsung atau dapat
menghubungi No. telp ()
Tulang Bawang Barat, Juni 2024
Peneliti

Elly Kusuma Dewi

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN


41

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : ……………………………………………………………
Umur : ……………………………………………………………
Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Semua penjelasan mengenai keikutsertaan dalam penelitian ini telah


disampaikan kepada saya dan telah saya pahami dengan sejelas-jelasnya.
Bila memerlukan penjelasan lebih lanjut, saya dapat menanyakan kepada
mahasiswa bersangkutan di nomor telepon yang tertera
2. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta dalam
peneltian ini
3. Apabila pernyataan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman atau
berakibat negatif bagi diri saya, maka saya berhak untuk menghentikan
atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa adanya sanksi
4. Saya mengerti bahwa catatan atau data mengenai penelitian ini akan
dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin secara legal
5. Semua berkas yang yang mencantumkan identitas subjek penelitian hanya
dipergunakan untuk pengolahan data bila penelitian sudah selesai akan
dimusnahkan
6. Dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya
bersedia berperan dalam penelitian ini.

Tulang Bawang Barat, Juni 2024


Reponden

(………………..)
Nama terang

KUESIONER
42

HUBUNGAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN DENGAN KEPATUHAN


PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
DI RS ASY SYIFA MEDIKA KABUPATEN TULANG BAWANG
BARAT TAHUN 2024

A. Identitas Responden :
1. Inisial : ...................................
2. Umur : ...................................
3. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki ( )
b. Perempuan ( )

B. Pendidikan
1. D3 ( )
2. S1/Ners ( )

A. Variabel Kepatuhan Penggunaan APD


Petunjuk pengisian
Berilah tanda check list (√) pada kolom sesuai dengan pengalaman anda.
Alaternaif jawaban yang disediakana adalah :
S = Selalu
Sr = Sering
J = Jarang
TP = Tidak Pernah
No Pertanyaan S Sr J TP
1 Saya cuci tangan sebelum memakai APD.
2 Saya memakai masker untuk melindungi hidung dan mulut
3 Saya tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan
injeksi
4 Saya memakai alas kaki tertutup pada saat melakukan
tindakan perawatan luka
5 Saya menggunakan apron/gaun pelindung pada saat
mengganti balutan luka
6 Saya cuci tangan setelah memakai APD
7 APD yang kotor dan terkontaminasi harus disingkirkan dan
segera diganti
43

8 Saya menggunakan APD jika hanya ada pengawas


9 Saya malas menggunakan APD
10 Saya menggunakan APD hanya saat pekerjaan sangat
berisiko
11 Saya menggunakan masker pada saat tindakan hecting
12 Saya menggunakan sarung tangan saat melakukan injeksi
13 Pihak rumah sakit menyediakan alat pelindung diri
14 Saya memakai sarung tangan/hand scoen pada saat
memandikan pasien
15 Saya menggunakan masker pada saat melakukan tindakan
keperawatan
16 Saya mencuci alat setelah melakukan tindakan
17 Setelah menggunakan sarung tangan apakah anda buang
sarung tangan di tempat limbah infeksius.
18 Saya menggunakan sarung tangan sekali pakai
19 Saya memakai masker dan sarung tangan pada saat
memandikan pasien
20 Saya menggunakan sarung tangan pada saat pasang infus

B. Variabel Supervisi kepala ruangan

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah diruangan anda bekerja pernah dilakukan
supervisi oleh kepala ruangan mengenai penggunaan
APD
2 Apakah di ruangan anda bekerja dilakukan evaluasi
mengenai kepatuhan penggunaan APD
3 Apakah kepala ruangan melakukan pengawasan langsung
terhadap perawat dalam penggunaan APD
4 Apakah kepala ruangan menasehati jika anda tidak
menggunakan APD saat bekerja
5 Apakah kepala ruangan memotivasi perawat dalam
penggunaan APD

6 Apakah kepala ruangan mengingatkan untuk patuh pada


peraturan terkait penggunaan APD
7 Apakah pernah dilakukan pelatihan dalam penggunaan
APD
8 Kepala ruangan menegur jika anda tidak menggunakan
APD pada saat melakukan injeksi
44

9 Apakah kepala ruangan memberikan contoh cara


penggunaan APD yang benar
10 Apakah kepala ruangan pernah mendiskusikan masalah
penggunaan APD
11 Apakah kepala ruangan memberikan pelatihan/arahan
dalam penggunaan APD
12 Kepala ruangan memberikan sanksi jika perawat tidak
menggunakan APD
13 Kepala ruangan memberikan penghargaan pada perawat
yang patuh menggunakan APD
14 Kepala ruangan mengawasi perawat dalam penggunaan
APD
15 Kepala ruangan memiliki wawasan yang baik tentang
penggunaan APD

KISI-KISI

No Jenis APD No Pertanyaan


1 Sarung Tangan 3, 12, 17, 18, 20
45

2 Masker 2, 11, 15, 19


3 Gaun Pelindung 5, 14
4 Alas kaki/sepatu boot 4
5 Dekontaminasi peralatan 1,6,7, 16
6 Perilaku/kepatuhan penggunaan 8, 9, 10, 13
APD

Anda mungkin juga menyukai