Skripsi Full
Skripsi Full
Skripsi Full
SKRIPSI
Oleh:
HANIF RAHMI
1710612057
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2022
i
KARAKTERISTIK KUALITATIF TERNAK ENTOK (Cairina moschata)
DI KECAMATAN PADANG PANJANG TIMUR
KOTA PADANG PANJANG
SKRIPSI
Oleh:
HANIF RAHMI
1710612057
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2022
ii
iii
KARAKTERISTIK KUALITATIF TERNAK ENTOK (Cairina moschata)
DI KECAMATAN PADANG PAJANG TIMUR
KOTA PADANG PANJANG
Oleh
Hanif Rahmi, dibawah bimbingan
Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si dan Dr. Ir. Sabrina, MP
Bagian Teknologi Produksi Ternak, Program Studi Ilmu Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, 2022
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Ibu Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Sabrina, MP
pembimbingg akademik yang telah memberikan arahan, waktu, dan saran serta
terimakasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan doa,
motivasi dan bantuan baik berupa moral maupun materil kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu di
harapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
sebagai tuntutan dalam penyelesaian tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana.
Hanif Rahmi
v
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................... iv
DAFTAR ISI.............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
vi
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ....................................... 17
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 39
5.2 Saran................................................................................................ 39
LAMPIRAN............................................................................................... 44
vii
vii
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
10. Warna Kulit Kaki (Shank) Ternak Entok Jantan dan Betina ................ 36
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
I. PENDAHULUAN
hewani yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia karena harganya yang
terjangkau dibandingkan dengan daging asal ternak lain. Salah satu jenis ternak
unggas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan konsumsi adalah Entok
yang dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan protein hewani yang selama ini
dipenuhi oleh ayam. Daerah Sumatera Barat khususnya Kota Padang Panjang
merupakan daerah dengan pencaharian utama sebagai petani dan beternak. Ternak
yang banyak dipelihara adalah sapi perah, itik petelur dan Entok yang umumnya
Entok (Cairina moschata) atau Itik Manila merupakan salah satu jenis
ternak unggas domestikasi yang masih memiliki kekerabatan dekat dengan itik dan
masih dalam satu sub family yaitu Anatidae. Entok sering digolongkan dalam jenis
itik pedaging (itik besar) karena bobot jantan dewasa dapat mencapai 7 kg
(Aminuddin, 2014), tahan terhadap penyakit, pemeliharaan yang relatif mudah dan
daya adaptasi yang tinggi sehingga mudah untuk dipelihara secara tersebar di
Indonesia. Berdasakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera
Barat populasi ternak Entok dan Itik yang ada di Kota Padang Panjang sejak tahun
2019 sampai tahun 2020 mengalami kenaikan populasi dimana tahun 2019
sebanyak 6.340 ekor dan tahun 2020 sebanyak 6.530 ekor. (BPS Provinsi Sumatera
Barat, 2021).
yang sangat baik, karena ternak Entok mempunyai laju pertumbuhan dan bobot
1
karkas yang lebih baik dibandingkan dengan jenis Itik yang lainnya. Daging Entok
dikenal sebagai daging berkualitas tinggi karena mengandung kadar lemak yang
rendah dengan cita rasa yang gurih dan spesifik (Solomon dkk., 2006). Penampilan
tarik Entok sebagai daging unggas dengan kelezatan yang istimewa (Szasz, 2003).
Di samping itu, Entok termasuk salah satu unggas yang toleran pada pakan
berkualitas rendah dan tahan terhadap serangan penyakit (Anwar, 2005). Kelebihan
lain Entok adalah keberadaannya sudah dikenal oleh masyarakat sebagai unggas
penghasil daging dan penyedia jasa pengeraman telur itik. Ukuran tubuhnya yang
lebar sehingga mampu mengerami telur dalam jumlah yang lebih banyak
memelihara ternak Entok. Pakan yang diberikan juga berupa limbah rumah tangga
seperti nasi, limbah sayur, ampas kelapa dan dedak. Kemudian kotoran yang
dihasilkan oleh Entok dapat dijadikan sebagai pupuk organik oleh pemilik. Selain
penghasil daging, telur dan pupuk organik, limbah bulu Entok juga dapat
dimanfaatkan untuk bahan pembuat pakaian dan sebagai bahan baku utama
pembuatan shuttlecock. Bulu merupakan ciri khas yang dimiliki oleh unggas.
Warna bulu merupakan sifat kualitatif yang ekspresinya dikontrol oleh suatu gen
yang dapat digunakan sebagai ciri khas bangsa unggas tertentu. Informasi tentang
kualitatif yang diinginkan seperti warna bulu dan warna kulit. Disamping itu, warna
2
paruh dan warna kulit kaki (shank) merupakan bagian kulit yang biasanya tidak
rumah makan karena Padang Panjang merupakan salah satu kota dengan ciri khas
sebagai kota kuliner dan pada hari-hari tertentu seperti hari raya idul fitri
permintaan pasar akan ternak Entok menjadi tinggi. Seiring dengan permintaan
pasar yang terlalu tinggi dan peternak tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar
menyebabkan nilai jual Entok menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
produksi ayam. Potensi ternak Entok yang besar ini, namun produktifitasnya belum
minat masyarakat untuk memelihara ternak Entok menjadi turun sehingga hanya
ekstensif menjadi semi intensif atau menjadi sistem intensif kemudian ditunjang
tersebut dapat diamati dengan mengetahui fenotip ternak melalui uji sifat kualitatif
dan kuantitatif. Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dideskripsikan dimana
dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lain, sedangkan sifat kuantitatif
adalah sifat yang dapat diukur dan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh banyak
3
pasangan gen dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Kumnirdpetch,
2002).
Penelitian sifat kualitatif ternak Entok merupakan salah satu cara sederhana
untuk mengetahui dan memperoleh data dasar tentang fenotip ternak Entok yang
akan digunakan sebagai pedoman awal dalam melakukan proses seleksi ternak
bahwa warna bulu pada ternak Entok yaitu: hitam, putih, hitam bercak putih, hitam
putih, coklat dan juga lurik hitam dan coklat. Warna bulu bagian kepala, dan paha
pada Entok di dominasi oleh warna hitam dengan persentase warna bulu kepala
40,47%, dan paha 46,42%. Warna bulu leher terbanyak adalah warna hitam putih
dengan persentase 33,33%. Sedangkan warna bulu dada di dominasi oleh warna
putih sebanyak 47,61% dan warna bulu sayap di dominasi oleh warna putih hitam
sebanyak 27,38%.
Payakumbuh, warna bulu yang mendominasi Entok jantan adalah warna hitam
putih pada bagian kepala (43,64%), leher (63,64%) dan sayap (56,36%). Sedangkan
pada Entok betina warna bulu yang mendominasi adalah warna hitam pada bagian
kepala (64,23%), leher hitam putih (55,28%) dan sayap hitam putih (43,90%). Sifat
kualitatif merupakan gambaran yang tampak dari luar sehingga diperlukan dalam
pengklasifikasian untuk menidentifikasi suatu ciri khas dari ternak itu sendiri
sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara satu dan yang lainnya. Pengamatan
sifat kualitatif pada Entok dapat diamati berdasarkan fenotip tubuh seperti: warna
bulu pada setiap bagian badan, warna kulit badan, warna kulit kaki (shank), warna
4
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian mengenai
Padang Panjang.
2. Dapat memberikan gambaran awal dalam proses seleksi ternak Entok yang
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Entok adalah salah satu jenis unggas air yang memiliki beberapa
nama berdasarkan nama daerah asalnya. Entok berasal dari bahasa Sunda dan
Mentok berasal dari bahasa Jawa, sedangkan di Sumatera dikenal dengan Itik
Serati. Entok diperkirakan berasal dari Amerika Tengah dan Selatan yang
didomestikasi oleh bangsa Colombia dan Peru (Cherry dan Morris, 2008) dan
Klasifikasi ternak Entok menurut Rose (1997) dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metozoa
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Anseriformis
Family : Anatidae
Genus : Cairina
Species : Moschata
dataran rendah sampai dataran tinggi (Tamzil dkk., 2018). Dalam bahasa Inggris,
Entok disebut Muscovy duck, nama yang diambil dari kata nama wilayah Moscow
dikenal dengan nama Itik Manila dan selanjutnya berkembangbiak sebagai ternak
Pada awalnya Entok memiliki dua warna yaitu hitam dan putih. Setelah
proses domestikasi terjadi perubahan pada warna bulu Entok seperti warna hitam
6
dan putih, hijau kebiruan, hijau kebiruan dan putih, coklat, coklat dan putih, putih
Entok jantan lebih besar dua kali lipat dari bobot Entok betina. Pada Entok jantan
caruncle yang terdapat pada wajah lebih besar daripada Entok betina (Ussery,
2011). Pada umur 28-29 minggu ternak Entok mencapai proses dewasa kelamin dan
selama dua siklus reproduksi setiap Entok betina akan memproduksi telur rata-rata
150-180 butir per tahun (Huang dkk., 2012). Hal lain yang membedakan ternak
Entok dengan itik lainnya yaitu terdapat cakar yang tajam pada kaki yang berselaput
renang sehingga ternak Entok dapat bertengger pada pepohonan dengan posisi yang
dipelihara yaitu Entok Manila, Entok Branti (Tiktok), Entok Rambon, Entok
Dragon dan Peking. Ternak Entok Manila memiliki warna bulu yang relatif lebih
gelap, biasanya bewarna abu-abu, coklat atau hitam dan pertumbuhannya yang
lebih cepat. Entok Branti atau yang lebih dikenal dengan Tiktok merupakan
persilangan antara Itik dengan Entok Lokal. Entok Rambon memiliki warna bulu
bervariasi selain hitam dan putih yaitu warna kelawu, abu-abu, coklat, hitam
kecoklatan dan hitam pekat, kulit kaki bewarna kuning dan paruh bewarna pink
muda. Entok Dragon merupakan persilangan antara Entok Kapur dengan Entok
Rambon, memiliki warna bulu yang bervariasi seperti Entok Rambon dengan kulit
kaki bewarna hitam dan paruh bewarna hitam dengan warna pink ditengahnya (Adi,
2019).
7
Ternak Entok merupakan itik pedaging yang paling besar di dunia dan
bobotnya bisa mencapai 3,5 kg sampai 6 kg (Srigandono, 1996). Ternak Entok lokal
yang berada di pedesaaan biasanya dipelihara secara sederhana dan diberi pakan
seadanya dari sisa-sisa makanan keluarga peternak. Ransum yang baik adalah
ransum yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup ternak, baik untuk aktivitas,
Ukuran tubuh ternak Entok relatif lebih besar, padat dan kokoh
dibandingkan dengan jenis itik lainnya dan bentuknya hampir persegi. Ketika
berdiri badannya mendatar dengan tulang dada hampir sejajar dengan tanah. Ternak
Entok memiliki bobot badan 4,5-6,9 kg untuk jantan dan 2,2-3,2 kg untuk betina.
Bobot ternak Entok sangat dominan dibandingkan dengan itik petelur afkir yang
hanya 1,6 kg dan itik Mandalung (hasil perkawinan itik petelur dan Entok) yang
Ternak Entok memiliki caruncle yang merah terang sekitar mata dan di
bawah paruh. Ternak Entok hanya mendesis dan ternak Entok pejantan tidak
memiliki “bulu seks” yakni bulu khas itik jantan yang mencuat dan melengkung ke
8
atas. Ternak Entok juga tidak dapat berenang terlalu lama karena kelenjar minyak
yang ada kurang berkembang dibandingkan dengan itik lain (Rasyaf, 2004).
pencatatan dengan baik terutama sejarah penyakit dan asal usul itik yang dipelihara
Menurut Rasyaf (2004) pemeliharaan ternak itik terdiri dari 3 sistem, yaitu:
tangan manusia dengan cara ternak dilepaskan dari pagi sampai siang hari
kekandang.
oleh manusia mulai dari kandang sampai proses pemberian pakan dan
home based (semi intensif) dan di kandangkan (intesif). Pemeliharaan home based
kampung, apabila tidak ada panen maka itik akan berkeliaran di sekitar saluran
9
irigasi, kolam dan digenangan air sekitar sawah untuk mendapatkan pakan
(Patheram dan Thahar, 1983). Menurut Tumanggor dkk. (2017) ternak itik yang
intensif. Pada peternakan yang ada di pedesaan sistem angon masih diterapkan
yang mempengaruhi sifat kualitatif pada ternak Entok adalah faktor genetik dan
lingkungan bahwa memelihara ternak di tempat yang terkena atau terlindungi sinar
matahari dapat mempengaruhi kilap bulunya tetapi bukan warna asli dari bulunya.
Dalam beberapa keadaan faktor lingkungan dapat mempunyai sifat merusak embrio
yang kelihatannya sangat mirip dengan pengaruh genetik yang menyebabkan cacat
(Sulandri dkk., 2007). Pengaruh keadaan ini biasanya disebut dengan Teratogenik
Menurut Warwick dkk. (1995) sifat kualitatif adalah suatu sifat yang
atau lebih dan pengelompokkan itu berbeda jelas satu sama lain. Dalam arti luas
1. Sifat Luar, yaitu sifat yang tampak dan tidak ada hubungan dengan
telinga.
10
3. Polimorfisme Genetik, yaitu sifat yang apabila ada beberapa fenotip yang
berbeda dalam satu populasi. Kelompok pada sifat-sifat ini dapat diketahui
pada seekor ternak dengan penelitian laboratorium pada cairan atau jaringan
spesies, bangsa dan tipe ternak yang berbeda. Dalam banyak hal tidak ada
Menurut Noor (2008) sifat kualitatif biasanya dikontrol oleh sepasang gen
dan bersifat tidak aditif, pada populasi yang cukup besar variasi sifat kualitatif tidak
continue. Mahfuds dkk. (2004) menyatakan bahwa kemurnian suatu bangsa unggas
dapat ditentukan dari keseragaman dalam ciri-ciri fenotip seperti warna bulu, warna
kulit kaki (shank), bentuk kepala, warna kerabang telur dan warna kulit badan.
Keragaman warna shank dipengaruhi oleh pigmen karotenoid, melanin dan xantofil
yang muncul secara genetik dari tubuh ternak, terjadi berbagai kombinasi
pigmentasi pada berbagai lapisan kaki yang menyebabkan warna yang berbeda-
beda pada kaki itik. Menurut Warwick dkk. (1995) sifat-sifat ini dapat dijadikan
patokan untuk menentukan suatu bangsa ternak karena sifat ini banyak diatur oleh
Sifat fenotip adalah tampilan individu yang tampak dari luar dan dapat
dibedakan atas sifat kualitatif dan sifat kuantitatif (Hardjosubroto, 2001). Sifat
kualitatif adalah sifat yang tidak dapat di ukur tetapi dapat dibedakan dengan jelas,
seperti warna bulu, ada tidaknya tanduk, cacat atau kelainan atau adanya protein-
protein tertentu dalam darah, kerlip bulu, warna paruh dan cakar (Suparyanto,
2003;2005)
11
2.5 Warna Bulu
Bulu merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh bangsa unggas yang
berguna menjaga suhu tubuh atau sebagai insulator sehingga dapat terlindungi dari
cuaca buruk (Nasroedin, 1995). Menurut Smyth (1993) bulu unggas dikategorikan
menjadi bulu kontur, plumulce dan filoplumulae. Bulu kontur adalah bulu penutup
tubuh keseluruhan, plumulce adalah bulu dibawah bulu kontur yang memiliki
tangkai (rachis) dan bendera lunak dan filoplumulae merupakan bulu yang
Menurut Tamzil dkk. (2018) pada Entok betina warna bulu putih lebih
masing-masing 62% dan 38%, sedangkan pada Entok jantan warna bulu hitam dan
hitam totol-totol putih memiliki frekuensi yang berimbang yaitu (50:50). Sumber
semua warna rambut, kulit dan mata pada ternak berasal dari pigmen melanin. Pada
mamalia terdapat dua macam pigmen melanin yaitu melanin hitam (eumelanin) dan
kombinasi dari kedua macam pigmen ini. Warna rambut dan kulit dikontrol oleh
gen-gen yang terletak pada beberapa lokus yang mempengaruhi sintesis pigmen
melalui kerja enzim begitu pula dengan penyebaran dan lokasi granul pigmen pada
Pola dan warna bulu sangat menentukan kemurnian suatu bangsa unggas
atau bred. Variasi warna dan corak bulu disebabkan oleh peran aktif berbagai gen
empat, yaitu gen penentu warna belang, kombinasi warna, intensitas warna, dan
pemudaran warna (Hardjosubroto dkk., 2001; Noor 2008). Warna bulu pada unggas
bukan merupakan sifat produksi yang memiliki nilai ekonomis tinggi, tetapi
12
berperan sangat penting dalam program pemuliaan untuk tujuan tertentu (Lancester
bahwa warna bulu pada ternak Entok yaitu: hitam, putih, hitam bercak putih, hitam
putih, coklat dan juga lurik hitam dan coklat. Warna bulu bagian kepala, dan paha
pada Entok di dominasi oleh warna hitam dengan persentase warna bulu kepala
40,47%, dan paha 46,42%. Warna bulu leher warna terbanyak adalah warna hitam
dan putih dengan persentase 33,33%. Sedangkan warna bulu dada di dominasi oleh
warna putih sebanyak (47,61%) dan warna bulu sayap di dominasi oleh warna putih
hitam sebanyak 27,38%. Pada penelitian Utami (2021) pada Entok jantan warna
bulu yang mendominasi adalah warna hitam putih yaitu pada bagian kepala
(43,64%), leher (63,64%) dan sayap (56,36%). Sedangkan pada Entok betina warna
bulu yang mendominasi adalah warna hitam yaitu pada bagian kepala (64,23%),
leher berwarna hitam putih (55,28%) dan sayap berwarna hitam putih (43,90%).
membrane sensitive didalamnya yang berguna sebagai alat untuk mencari makanan
dalam air atau alat penyaring air (Jull, 1951). Menurut Wulandari dkk. (2005) warna
kulit paruh itik dipengaruhi oleh gen W+ yang menyebabkan warna hitam dan coklat
muda pada paruh. Sedangkan warna kuning pada paruh disebabkan oleh gen
inhibitor dermal melanin (Id) yang bersifat menghambat peletakan pigmen pada
kulit. Tamzil dkk. (2018) menyatakan bahwa paruh Muscovy duck (jantan dan
betina) memiliki dua pola warna yaitu, warna hitam dengan putih ditengah dan
warna putih dengan hitam ditengah. Utami (2021) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa warna paruh Entok yang terdapat di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
13
Payakumbuh didominasi oleh warna hitam dengan merah ditengah yaitu 81,82%
pada Entok jantan dan 81,30% pada Entok betina. Warna hitam pada paruh
jaringan kulit, paruh dan kaki (shank), sehingga warna kuning tidak muncul
(Hardjosubroto, 2001).
tubuh yang berfungsi untuk berenang, hal ini disebabkan pada kaki itik terdapat
selaput pada ketiga jarinya yang berfungsi sebagai pengayuh (Jull, 1951).
Keragaman warna kulit kaki (shank) dipengaruhi oleh pigmen karotenoid, melanin
dan xantophil yang muncul secara genetik dari dalam tubuh ternak, terjadinya
pada kaki itik (Mahfudz dkk., 2004). Hasil pengamatan Entok di Nigeria yang
dilakukan oleh Oguntunji dan Ayorinde (2014) menunjukkan sebanyak 50% dari
populasi yang diamati mempunyai warna shank kuning dan selebihnya bewarna
hitam sebanyak 32,75%, hitam bernoda putih 14,51% dan abu-abu 2,75%.
Variasi warna paruh dan shank ditentukan oleh tiga faktor yaitu paruh,
shank dan faktor genetik (Hardjosubroto, 2001). Pigmen utama pada paruh dan
shank adalah melanin dan xantophil (Noor, 2008). Melanin merupakan protein
kompleks yang bertanggung jawab untuk memunculkan warna biru dan hitam
pakan yang dikonsumsi itik berpengaruh terhadap warna kuning pada paruh dan
kulit. Selain itu, yang menyebabkan warna kuning pada paruh, kaki dan kulit adalah
14
salah satu pasangan gen warna kuning (w) dan xantophil atau karotenoid dalam
pakan.
Warna kuning pada paruh dan shank disebabkan oleh adanya lemak atau
pigmen lipokrom pada lapisan epidermis, sementara pigmen hitam atau melanin
tidak terdapat pada epidermis dan dermis (Smyth, 1993) dan dipengaruhi oleh gen
melanin pada kulit (Suparyanto, 2005). Warna hitam dipengaruhi oleh gen derma
melanin (Id+) yang menyebabkan warna kulit hitam. Utami (2016) dalam penelitian
Timur Kota Payakumbuh didominasi oleh warna hitam yaitu 60% pada Entok
kerabang telur yang putih biasanya dipengaruhi oleh adanya gen G, warna kerabang
telur yang hijau kebiruan dipengaruhi oleh pola warna dominan autosom yaitu G+.
Menurut Yuwanta (2004) menyatakan bahwa warna kerabang telur ditentukan oleh
faktor genetik yaitu adanya zat warna phorpyrin. Utami (2021) dalam penelitiannya
bercak hitam di daerah sekitar mata, namun beberapa ternak memiliki warna
caruncle yang lebih muda yaitu warna orange. Menurut Frandson (1992) warna
hitam dan merah muncul oleh pembuluh-pembuluh darah pada epididirmis. Seperti
umumnya pada ternak ayam, Jull (1951) juga menyatakan bahwa jengger, pial
15
(wattle) dan cupung (earlobe) merupakan perkembangan dari dermis yang tertutup
Payakumbuh di dominasi oleh warna merah hitam yaitu 89,09% pada Entok jantan
16
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 36 orang peternak Entok
yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang, jumlah
Entok yang dipelihara yaitu 242 ekor yang terdiri dari 72 ekor Entok jantan dan 170
ekor Entok betina yang sudah dewasa kelamin. Peralatan yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah kertas kuisioner, pulpen, alat dokumentasi dan cat
Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang yang terdiri dari 8 kelurahan yaitu
kelurahan Koto Panjang, Koto Katiak, Ngalau, Ekor Lubuk, Sigando, Ganting,
Guguak Malintang dan Tanah Pak Lambik. Pengambilan sampel pada masing-
masing daerah terpilih berdasarkan sumber informasi dari masyarakat (snow ball
Entok yang diambil menggunakan metode purposive sampling dengan syarat ternak
Entok jantan dan betina sudah dewasa kelamin dan minimal setiap peternak
beternak 2 ekor Entok baik jantan maupun betina yang berada di Kecamatan Padang
17
1. Warna bulu
a. Putih
3. Warna paruh
a. Hitam-Merah-Hitam
b. Pink
4. Warna caruncle
a. Merah
b. Merah Hitam
c. Orange Hitam
d. Orange
a. Hitam
b. Kuning
18
6. Warna kerabang telur
untuk diamati
paruh, warna kulit kaki (shank), warna kerabang telur dan warna caruncle.
3. Melakukan pengamatan pada bulu ternak Entok mulai dari bulu kepala, leher,
4. Melakukan pengamatan warna paruh, warna kulit badan, warna kulit kaki
cara menyemprotkan cat semprot pada bagian warna tubuh yang terang agar
Keterangan:
P = Jumlah persentase fenotip
Xi = Jumlah ternak yang memiliki warna tertentu
n = Jumlah seluruh ternak yang diamati
19
3.6 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada ternak Entok yang dipelihara oleh peternak
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang Barat dan Padang Panjang Timur. Kecamatan Padang Panjang Barat
memiliki luas wilayah 975 ha dan tediri dari 8 kelurahan. Kecamatan Padang
Panjang Timur memiliki luas wilayah 1.325 ha dan terdiri dari 8 kelurahan yaitu
Koto Panjang, Koto Katiak, Ngalau, Ekor Lubuk, Sigando, Ganting, Guguak
Malintang dan Tanah Pak Lambik (BPS Kota Padang Panjang, 2021).
Kota Padang Panjang secara keseluruhan memiliki luas 2.300 ha atau sekitar
0,5% dari luas Sumatera Barat. Kota Padang Panjang memiliki posisi yang strategis
karena terletak pada lintas regional antara Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Kota
yaitu 650 sampai 850 meter di atas permukaan laut. Sebanyak 20,17% dari
dibawah 15% dan selebihnya merupakan kawasan miring, curam dan perbukitan.
Kota Padang Panjang berada pada kawasan pegunungan yang berhawa dingin dan
21
sejuk dengan suhu udara 17oC sampai 26,1oC. Kota Padang Panjang memiliki curah
hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata curah hujan 3.295 mm/tahun. Murtidjo
(1998) menjelaskan bahwa suhu minimum untuk beternak Itik adalah 18oC dan
pola pemeliharaan secara ekstensif, semi intensif dan intensif yang disajikan pada
Tabel. 1
Kecamatan Padang Panjang Timur dilakukan dengan cara semi intensif sebanyak
dilakukan dengan cara melepaskan ternak Entok pukul 7 pagi sampai pukul 5 sore
di lingkungan tempat tinggal atau digiring ke area pesawahan untuk mencari makan
sendiri dengan tujuan untuk mengurangi biaya pakan. Pemeliharaan ekstensif atau
tradisional dilakukan dengan cara melepaskan Entok di lingkungan rumah atau area
pesawahan tanpa dikandangkan dan tanpa diberi pakan yang teratur. Pemeliharaan
ekstensif dilakukan oleh peternak yang tinggal dekat area pesawahan, saluran air
22
dan kolam. Pemeliharaan intensif dilakukan dengan cara memelihara Entok di
dalam kandang tanpa di umbar dengan tujuan untuk memudahkan pengontrolan dan
pemberian pakan.
peternak yang berada di area pedesaan dan jauh dari keramaian yang
Entok di area pesawahan dan saluran air karena dirasa cukup aman dan tersedianya
pakan yang cukup dan peternak tidak perlu mengeluarkan biaya pakan. Hal ini
sesuai dengan Rasyaf (2004) bahwa sistem pemeliharaan Entok secara ekstensif
umumnya dilakukan dekat dengan sumber pakan seperti areal pesawahan, dekat
danau atau sungai kecil. Hal tersebut bertujuan agar ternak Entok yang di umbar
lebih mudah mencari pakan dan memiliki waktu untuk bermain dan berenang
potensi dan produksi Entok yang cukup besar melalui pemeliharaan secara intensif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjosworo dan Rukmiasih (1999) yang
dari segi produksi telur dan daging yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
energi pakan cukup efisien untuk meningkatkan produksi secara optimal, dapat
23
dalam kegiatan pemberian pakan, minum, sanitasi dan pengawasan terhadap ternak
Entok yang sakit serta memudahkan dalam proses seleksi Entok (Hardjosworo dan
24
Berdasarakan hasil penelitian pakan yang diberikan peternak untuk ternak
Entok yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur sangat bervariasi yang
Pakan Entok terdiri dari dedak, nasi sisa, gabah padi, limbah sayur, ampas
tahu, lumpur sawit, ampas kelapa, roti sisa, bekicot, jagung, pakan komersil (511)
dan batang pisang. Secara umum pakan yang digunakan peternak adalah campuran
dedak dan nasi sisa dengan persentase sebanyak 38,89%. Kemudian campuran
dedak, nasi sisa dan padi dengan persentase 22,22%. Alasan peternak lebih banyak
menggunakan dedak, nasi sisa dan gabah padi karena sebagian besar peternak
25
Gambar 5. Campuran pakan ternak Entok (Sumber Dokumentasi Hasil Penelitian,
2022)
Berdasarkan hasil penelitian sumber bibit ternak Entok di Kecamatan
Tabel 3. Sumber Bibit Ternak Entok Di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota
Padang Panjang
No Sumber Bibit Peternak Persentase
1 Sendiri 6 16,67%
2 Tetangga/Teman 11 30,56%
3 Pasar 12 33,33%
4 Daerah Lain 7 19,44%
Jumlah 36 100,00%
Bibit Entok yang diperoleh peternak secara umum berasal dari pasar
(33,33%), dari tetangga (30,56%), dari daerah lain seperti Jambi, Pekan Baru,
Tanah Datar, Pariaman, Sawah Lunto dan Dumai (19,44%) dan bibit sendiri
(16,67%). Bibit yang diperoleh dari pasar, tetangga dan daerah lain dibeli
berdasarkan kriteria yaitu sehat, tidak cacat dan terserang penyakit, warna bulu
bersih karena warna bulu merupakan faktor utama ketertarikan peternak untuk
membeli bibit ternak Entok. Sedangkan bibit hasil sendiri merupakan bibit turun
26
4.3. Profil Peternakan Entok
Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan pada Tabel. 4.
berpengaruh terhadap cara berfikir dan daya serap seseorang terhadap teknologi
baru. Kemajuan suatu usaha juga dipengaruhi oleh pengalaman pengusaha tersebut.
Umur pada umumnya dapat mempengaruhi pola pikir dan kemampuan fisik
27
Berdasarkan hasil penelitian umur peternak yang banyak memelihara Entok adalah
bahwa umur produktif berpengaruh terhadap adopsi inovasi baru. Hal ini
disebabkan bahwa umur dapat mempengaruhi kemampuan fisik dalam bekerja, cara
berfikir serta kemampuan untuk menerima inovasi baru dalam mengelola usahanya.
bersikap dan bertindak dalam mengambil keputusan yang menentukan skala usaha
bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh dalam hal penerimaan inovasi. Hal ini
sama dengan pendapat Maryan (2016) bahwa pendidikan merupakan salah satu
peternak Entok dalam beternak >11 tahun lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok peternak yang lain. Peternak Entok yang sudah beternak di atas 10 tahun
menguasai kewirausahaan dan sebagai ternak usaha sampingan. Hal ini sesuai
28
dengan pendapat Makatita (2014) bahwa semakin lama pengalaman seseorang
dalam beternak maka akan semakin banyak pengetahuan yang diperoleh sehingga
akan terbuka terhadap informasi yang disampaikan penyuluh untuk mengubah pola
pemeliharaannya yang masih tradsional. Selain itu, peternak akan mudah mengatasi
adalah sebagai petani dengan persentase 55,56%, hal ini disebabkan karena lokasi
penelitian yang berada di daerah pedesaan dengan mata pencaharian utama sebagai
Jumlah ternak Entok yang banyak dipelihara adalah <10 ekor dengan
sebagai usaha sampingan, di sisi lain peternak sadar akan sistem pemeliharaan
Entok yang apabila dipelihara dalam skala besar akan membutuhkan tenaga serta
pengeluaraan yang juga besar. Hal inilah yang menyebabkan peternak memelihara
Entok dalam skala kecil sehingga pemeliharaan Entok lebih mudah dilakukan tanpa
pengawasan khusus.
29
4.4. Karakteristik Kualitatif Entok
yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan
pada Tabel. 5.
Karakteristik warna bulu Entok jantan yang terbanyak adalah warna hitam
pada bagian kepala (45,83%), punggung (65,28%), ekor (50,00%), paha (63,89%),
30
leher dan sayap bewarna hitam putih (43,06%) dan (59,72%), dan dada bewarna
putih (45,83%). Karakteristik warna bulu Entok betina yang terbanyak adalah
warna hitam pada bagian kepala (50,59%), punggung (57,06%), dada (44,12%),
paha (65,88%), selanjutnya warna hitam putih pada bagian leher (45,29%), sayap
(50,59%) dan ekor (51,76%). Warna bulu keseluruhan ternak Entok yang terbanyak
adalah warna hitam dilihat dari karakteristik kualitatif ternak Entok yang berada di
Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang. Hasil penelitian berbeda
dengan hasil penelitian Utami (2021) bahwa warna bulu Entok yang berada di
putih. Hal ini disebabkan karena warna bulu merupakan salah satu faktor genetik
Menurut Tamzil dkk. (2018) warna bulu ternak Entok secara umum adalah
warna hitam, warna putih dan campuran keduanya dengan frekuensi yang beragam.
Hal ini menunjukkan bahwa warna bulu pada ternak Entok yang berada di
Kecamatan Padang Panjang Timur masih bervariasi. Noor (2008) juga menyatakan
bahwa warna bulu, warna kulit dan warna mata dipengaruhi oleh pigmen melanin
yaitu pigmen hitam (eumelanin) dan melanin merah (phaeomelanin) yang muncul
pada tubuh ternak. Warna bulu dan warna kulit dikontrol oleh gen-gen yang terletak
pada beberapa lokus yang mempengaruhi sintesis pigmen melalui kerja enzim, hal
yang sama juga terjadi pada penyebaran dan lokasi granul pigmen pada sel kulit
dan rambut.
Menurut Hardjosubroto (2001) warna bulu, pola bulu dan corak bulu pada
ternak Entok yang beranekaragam berperan dalam penentuan kemurnian breed atau
bangsa ternak Entok. Menurut Adi (2019) warna hitam yang mendominasi pada
31
bagian tubuh ternak Entok dipengaruhi oleh Entok turunan dari Entok Benggala,
sedangkan warna bulu putih yang dominan dipengaruhi oleh Entok turunan dari
Entok Lokal dan Entok Kapur. Kemudian Lancester (1990) juga menyatakan bahwa
pola warna putih pada ternak Entok dipengaruhi oleh gen dominan tidak penuh
yaitu gen R, dimana gen resesif pada sifat ini yaitu tipe liar (R+) yang dicirikan pada
3 daerah utama tubuh ternak Entok seperti leher bagian atas, permukaan ventral
bagian perut dan bagian sayap (bulu primer dan sekunder) dengan penyebaran yang
sangat bervariasi.
Keragaman warna bulu kepala, bulu leher, bulu sayap, bulu punggung, bulu
dada, bulu ekor dan bulu paha dapat dilihat pada Gambar. 7
Entok yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang
32
Karakteristik warna kulit badan Entok jantan dan betina yang terbanyak
adalah warna putih dengan persentase 76,39% dan 95,29%. Pada penelitian Utami
Entok jantan dan betina yang terbanyak adalah warna pink dengan persentase (80%)
dan (76,42%). Menurut Tamzil dkk. (2018) warna kulit ternak Entok jantan dan
betina didominasi oleh warna putih kemerahan dan FAO (2009) menyatakan bahwa
Penyebab warna putih pada kulit ternak Entok dipengaruhi oleh pigmen
yang membawa warna putih yaitu gen (W) dan inhibitor dermal melanin (Id) yang
adalah resesif (fm+). Subowo (1995) juga menyatakan, selama masih ada faktor
penghambat warna hitam pada jaringan kulit terhadap penyebaran melanin maka
kulit akan bewarna putih. Warna kulit badan ternak Entok yang berada di
Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan pada Gambar. 8
Gambar 8. Warna kulit badan ternak Entok jantan dan betina (Sumber Dokumentasi
Hasil Penelitian, 2022)
33
4.4.3. Karakteristik Kualitatif Warna Paruh Entok
berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan pada
Tabel. 7.
Karakteristik warna paruh Entok jantan dan betina yang terbanyak adalah
sesuai dengan penelitian Utami (2021) terhadap Entok yang berada di Kecamatan
Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh bahwa warna paruh Entok jantan dan betina
didominasi adalah warna hitam dengan merah di tengah yaitu (81,82%) dan
(81,30%). Tamzil dkk. (2018) juga menyatakan bahwa warna paruh ternak Entok
(Muscovy duck) memiliki dua pola warna yaitu warna hitam dengan putih
kedalam jaringan kulit, paruh, dan kaki (shank) sehingga warna kuning tidak
muncul. Hal serupa juga disampaikan oleh Wulandari dkk. (2005) dimana warna
kulit paruh itik dipengaruhi oleh gen derma melanin (Id+) yang menyebabkan
warna hitam dan coklat muda pada paruh. Penyebab warna paruh ternak Entok
hitam juga disampaikan oleh Adi (2019) yaitu ternak Entok tersebut merupakan
keturunan dari ternak Entok jenis Dragon (persilangan antara Entok Lokal dengan
34
Entok Rambon) yang memiliki warna paruh yang sama yaitu warna hitam. Warna
paruh ternak Entok yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang
Gambar 9. Warna paruh ternak Entok jantan dan betina (Sumber Dokumentasi
Hasil Penelitian, 2022)
4.4.4. Karakteristik Kualitatif Warna Kulit Kaki (Shank) Entok
Entok yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang
Karakteristik warna kulit kaki (shank) Entok jantan dan betina yang
terbanyak adalah warna hitam dengan persentase 51,39% dan 40,59%. Hasil
Kota Payakumbuh bahwa warna shank Entok jantan dan betina didominasi oleh
warna hitam dengan persentase (60%) dan (46,34%). Namun berbeda dari yang
35
disampaikan oleh Oguntunji dan Ayorinde (2014) dalam pengamatannya terhadap
Entok di Nigeria yang menunjukkan sebanyak 50% dari populasi yang diamati
mempunyai warna shank kuning dan selebihnya bewarna hitam sebanyak 32,75%,
hitam bernoda putih 14,51% dan abu-abu 2,75%. Penyebab warna hitam pada kulit
kaki (shank) adanya gen derma melanin (id+) (Warwick dkk., 1995), sedangkan
yang menyebabkan warna kuning pada kulit kaki (shank) adalah salah satu
pasangan gen warna kuning (w) dan kandungan lemak atau pigmen lipokrim pada
lapisan epidermis (Suparyanto, 2005). Warna kulit kaki ternak Entok yang berada
di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan pada Gambar.
10
Gambar 10. Warna kulit kaki (shank) ternak Entok jantan dan betina (Sumber
Dokumentasi Hasil Penelitian, 2022)
4.4.5. Karakteristik Kualitatif Warna Kerabang Telur Entok
didapatkan bahwa warna kerabang telur Entok betina 100% bewarna putih tanpa
adanya variasi warna lain. Hasil penelitian sesuai dengan yang dilakukan oleh
Utami dan Suryani (2021) bahwa warna kerabang telur Entok yang berada di
36
Menurut Rasyaf (1994) selama berada di uterus unggas betina, pigmen pada
kerabang telur akan memberikan warna kerabang telur menjadi putih, kecoklatan,
kehijauan dan bintik hitam. Menurut Romanov dkk. (1995) warna kerabang telur
putih disebabkan oleh adanya gen G, sedangkan warna kerabang telur hijau
kebiruan disebabkan oleh adanya gen G+ sebagai warna dominan autosom. Menurut
Yuwanta (2004) warna kerabang telur ditentukan oleh faktor genetik yaitu adanya
zat warna phorpyrin. Warna kerabang telur Entok yang berada di Kecamatan
Gambar 11. Warna kerabang telur ternak Entok betina (Sumber Dokumentasi Hasil
Penelitian, 2022)
4.4.6. Karakteristik Kualitatif Warna Caruncle Entok
yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan
pada Tabel. 9.
Karakteristik warna caruncle ternak Entok jantan dan betina yang terbanyak
adalah warna merah hitam dengan persentase 62,50% dan 39,41%. Hasil penelitian
37
sesuai dengan hasil penelitian Utami (2021) bahwa warna caruncle Entok jantan
terbentuknya warna merah dan warna hitam pada caruncle disebabkan oleh
pembuluh darah pada jaringan epidermis. Warna caruncle ternak Entok yang
berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang disajikan pada
Gambar. 12
Gambar 12. Warna caruncle ternak Entok jantan dan betina (Sumber Dokumentasi
Hasil Penelitian, 2022)
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
2. Karakteristik warna bulu Entok jantan yang terbanyak adalah warna hitam pada
bagian kepala, punggung, ekor, dan paha, warna hitam putih pada bagian leher
dan sayap, sedangkan dada bewarna putih. Pada Entok betina warna bulu yang
terbanyak adalah warna hitam pada bagian kepala, punggung, dada dan paha,
3. Warna kulit badan Entok jantan dan betina yang terbanyak adalah warna putih,
warna paruh hitam dengan merah ditengah, warna kulit kaki (shank) hitam,
warna kerabang telur Entok betina 100% putih dan warna caruncle ternak Entok
5.2 Saran
Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang karena akan dibutuhkan
39
DAFTAR PUSTAKA
Adi, D. 2019. Jenis-jenis Ternak Entok di Indonesia. Cairina moschata. Jawa Barat.
Aminuddin, M., 2014. Entok. Ciri-ciri Entok Manila Jenis Jantan dan Betina.
Muscovy duck. Bandung.
Anwar, R., 2005. Produktivitas Itik Manila (Cairina moschata) di Kota Jambi. J
Ilmu-Ilmu Peternakan. 6: 24-33 Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera
Barat. 2021. Padang Panjang Dalam AngkaTahun 2021. Sumatera Barat:
Badan Pusat Statistik. Bioteknologi IPB, Bogor.
Appleby, M.C., J.A. Mench, and B.O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and
Welfare. Center of Agriculture Bioscientific (CAB) Publishing, London.
Atang., Bahrun, F. Ahmad dan H. Okti. 2021. Pemanfaatan azolla sebagai substitusi
pakan Entok pada kelompok ternak di Desa Mandirancan Kecamatan
Kebasen Kabupaten Banyumas. Jurnal Pengabdian Masyarakat. Unhas. 5: 3.
Ayuningtyas, G. 2017. Produktivitas Entok betina dengan pemberian pakan terbatas
selama periode pertumbuhan. Tesis. Bogor (Indonesia): Institut Pertanian
Bogor.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2021. Padang Panjang Dalam
Angka Tahun 2021. Sumatera Barat : Badan Pusat Statistik. Bioteknolog IPB,
Bogor.
Blakely, J. and D. H. Blade. 1994. The Science of Animal Husbandry. Printice Hall
Inc. New Jersey.
Campo, J.L. 1997. The hypostatic genotype of the recessive white prat of chicken.
Poultry. Sci. 76: 432-436.
Cherry, P., T.R. Morris. 2008. Domestic Duck Production: Science and Practice.
Oxfordshire (UK): CABI.
Dijaya, A. S. 2003. Penggemukkan Itik Jantan Potong. Penebar Swadaya. Cetakan
Pertama. Jakarta.
Frandson, RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University
Press,Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Koen
Praseno). Hal 354.
Hardjosworo, dan Rukmiasih. 1999. Itik, Permasalahan Dan Pemecahan. Penebar
Swadaya. Bogor.
Hardjosubroto, W. 2001. Genetika Hewan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Hoffmann, I. 2005. Research and investment in poultry genetic resources
challenges and option for sustainable use. Journal World Poultry. Sci. 61: 57-
70.
40
Holderred, D. 2001. Storey’s Guide To Raising Ducks. Oregon (US): Dept. of
Poultry Science, Oregon State University.
Huang, Y. Z., Z. Zhan, Y. Lan, C. Zei, C. Zhang, and H. Chen. 2012. Relationship
Of polymorphisms within ZBED6 gene And growth traits in beef cattle. gene.
526:107-111.
Jull, M. A. 1951. Poultry Husbandry. 3 Edition. Mc Graw-Hill Company, Inc. New
York.
Kumnirdpetch, V. 2002. State of Thai Animal Genetic Resources. Paper. Presented
at 7th World Congress of Genetic Applied Livestock Production. August 19-
23, 2002 Monpelier, France.
Lancester, F.M. 1990. Mutations and major variants in domestic duck. pp. 381-388.
In Crawford R.D. (Ed). Poultry Breeding and Genetics. Departement of
Animal and Poultry Science University of Saskatchewan, Saskatoon, Canada.
Mahfudz, L.D,. B. Srigandono dan S.M. Ardiningsasi. 2004 Karakteristik dan
protein polimorfhisme itik Tegal dan Itik Magelang yang produktif. Laporan
Penelitian Dasar. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dipartemen
Pendidikan Nasional.
Makatita, J. 2014. Tingkat Efektifitas Penggunaan Metode Penyuluhan
Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Buru Provinsi Maluku.
Agromedia. 32(2)
Maryan. 2016. Analisi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentu Pendapatan
Usaha Peternakan Sapi Potong (Studi Kasus Desa Otting Kabupaten Bone).
Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan. 3(1)
Mayamsari, I. dan Mujiburrahmad. 2014. Karakteristik Petani dan Hubungannya
dengan Perilaku Petani Lahan Sempit. Agrisep. 15 (2)
Murtidjo, B. A. 1998. Mengelola itik. Kanisius, Yogyakarta.
Nasroedin. 1995. Ilmu Ternak Unggas Lanjut. Hand Out Mata Kuliah Ilmu Ternak
unggas lanjut program pasca sarjana. Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Oguntunji, A. O. and K. L. Ayoriande. 2014. Sexual size dimorphism and sex
determination by morphometric measurements in locally adapted Muscuvy
Duck (Chairina moschata) In Nigeria. Acta agric siov. 104: 15-24.
Patheram, R. J. and A. Thahar. 1983. Duck egg production system in west java.
Agricultural system 101993. Pp. 75-86.
Rasyaf. M. 1994. Beternak Ayam Ras Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Kampung. Swadaya. Jakarta.
Romanov, M.N., R. P. Veremeyenko andY.V. Bondarenko. 1995. Conservation of
waterfowl germplasm in Ukraine. In: World's Poultry Science Association.
41
Proceeding 10th European Symposium on Waterfowl. March 26−31, 1995.
Halle (Saale) Germany. pp. 401-414.
Rose. 1997. Principle of Poultry Science. Cab. International, United Kingdom.
Smyth, J. R. 1993. Genetic Of Plumage, Skind And Eye Pigmentation, In Poultry
Breedingan Genetics. Crwford, R. D. elsvier science publishers, B. V.
Amsterdam.
Soekartawi. 2002. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Solomon, J.K.Q., R. Austin, R.N. Cumberbatch, J. Gonsalves, E. Seaforth. 2006. A
comparison of live weight and carcass gain of Pekin, Kunshan, and Muscovy
ducks on a commercial ration. Livest Res Rural Dev. 18.
Srigandono. B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Standfield, dan D. William. 1983. Genetika Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Subowo. 1995. Biologi Sel. Cetakan ke-3. Penerbit PT. Angkasa, Bandung
Sulandri. S., M. S. A Zein, S. Paryanti, T. Sartika, J. H. P. Sidadolog, M. Astuti, T.
Widjastuti, E. Sujana, S. Darana, I. Herawati, I. Wayan dan T. Wibawan.
2007. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia.
Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Jakarta.
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan produktivitas daging Itik Mandalung melalui
pembentukan galur induk. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Suryana. 2007. Prospek dan peluang pengembangan Itik Alabio jantan di
Kalimantan Selatan. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kalimantan Selatan, Banjar Baru.
Suryani, S. 2020. Karakteristik sifat kualitatif Entok Cairina moschata di
Kecamatan Kuranji Kota Padang. Skripsi Ilmu Produksi Ternak, Fakultas
Peternakan, Universitas Andalas, Padang.
Sutopo, K. Nomura, Y. Sugimoto, and T. Amano. 2001. Genetic relationship among
Indonesia native cattle. Journal Animal. Genetic. 28: 3-11.
Szasz, S. 2003. Changes in feather development and meat producing capacity of the
Pekin, Mule and Muscovy ducks according to the age and sex. Dissertation.
Kaposvar (Hungary): University of Kaposvar.
Tamzil, M.H., Lestari and B. Indarsih. 2018. Measurement of several qualitative
traist and body size of Lombok Muscovy duck (Cairina moschata) in semi-
intensive rearing. Indonesian Trop Anim Agric. 43. Ungas Lanjut. Program
Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.
Tumanggor, B. G., D. M. Suci dan S. Suharti. 2017. Kajian pemberian pakan pada
itik dengan sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif di peternakan
rakyat. Buletin Makanan Ternak. 104 (1) : 21-29.
42
Ussery, H. 2011. The Small-Scale poultry Flock; an natural approach to
raisingchickens and other fowl for home and marker growers. Chelsea Green
Publishning; Vermont USA.
Utami, R. 2021. Karakteristik sifat kualitatif Entok Cairina moschata di
Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh. Skripsi Ilmu Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas, Padang.
Warwick, E. J. J., M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Wójcik, E., E. Smalec. 2008. Description of the Muscovy duck (Cairina moschata)
karyotype. Folia Biol (Praha). 56: 243-248.
Wulandari, W. A., P. S. Hardjosworo dan Gunawan. 2005. Kajian karakteristik
biologis Itik Cihateup dari Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen
Pertanian, Bogor.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
43
LAMPIRAN
Lampiran 1. Persentase Kualitatif Ternak Entok Jantan di Kecamatan Padang Panjang Timur
Kota Padang Panjang
1.1. Warna bulu kepala ternak Entok
a. Warna hitam
P = 33 x 100% = 45,83 %
72
b. Warna putih
P = 13 x 100% = 18,06 %
72
P = 26 x 100% = 36,11 %
72
a. Warna hitam
P = 11 x 100% = 15,28 %
72
b. Warna putih
P = 30 x 100% = 41,67 %
72
P = 31 x 100% = 43,06 %
72
a. Warna hitam
P = 10 x 100% = 13,89 %
72
b. Warna putih
P = 19 x 100% = 26,39 %
72
44
P = 43 x 100% = 59,72 %
72
a. Warna hitam
P = 47 x 100% = 65,28 %
72
b. Warna putih
P = 13 x 100% = 18,06 %
72
P = 12 x 100% = 16,67 %
72
a. Warna hitam
P = 23 x 100% = 31,94 %
72
b. Warna putih
P = 33 x 100% = 45,83 %
72
P = 16 x 100% = 22,22 %
72
a. Warna hitam
P = 36 x 100% = 50,00 %
72
b. Warna putih
P = 14 x 100% = 19,44 %
72
P = 22 x 100% = 30,56 %
72
45
1.7. Warna bulu paha ternak Entok
a. Warna hitam
P = 46 x 100% = 63,89 %
72
b. Warna putih
P = 15 x 100% = 20,83 %
72
P = 11 x 100% = 15,28 %
72
a. Putih
P = 55 x 100% = 76,39 %
72
b. Pink
P = 17 x 100% = 23,61 %
72
a. Hitam-Merah-Hitam
P = 59 x 100% = 81,94 %
72
b. Pink
P = 13 x 100% = 18,06 %
72
a. Hitam
P = 37 x 100% = 51,39 %
72
b. Kuning
P = 10 x 100 = 13,89 %
72
46
c. Hitam bercak Kuning
P = 18 x 100% = 25,00 %
72
P= 7
x 100% = 9,72 %
72
a. Merah
P = 15 x 100% = 20,83 %
72
b. Merah Hitam
P = 45 x 100% = 62,50 %
72
c. Orange Hitam
P= 8
x 100% = 11,11 %
72
d. Orange
P= 4
x 100% = 5,56 %
72
Lampiran 2. Persentase Kualitatif Ternak Entok Betina di Kecamatan Padang Panjang Timur
Kota Padang Panjang
2.1. Warna bulu kepala ternak Entok
a. Warna hitam
86
P= x 100% = 50,59 %
170
b. Warna putih
17
P= x 100% = 10,00 %
170
47
a. Warna hitam
21
P= x 100% = 12,35 %
170
b. Warna putih
72
P= x 100% = 42,35 %
170
a. Warna hitam
52
P= x 100% = 30,59 %
170
b. Warna putih
32
P= x 100% = 18,82 %
170
a. Warna hitam
97
P= x 100% = 57,06 %
170
b. Warna putih
24
P= x 100 = 14,12 %
170
a. Warna hitam
48
75
P= x 100% = 44,12 %
170
b. Warna putih
62
P= x 100% = 36,47 %
170
a. Warna hitam
58
P= x 100% = 34,12 %
170
b. Warna putih
24
P= x 100% = 14,12 %
170
a. Warna hitam
b. Warna putih
31
P= x 100% = 18,24 %
170
c. Putih
49
d. Pink
P= 8
x 100% = 4,71 %
170
c. Hitam-Merah-Hitam
d. Pink
52
P= x 100% = 30,59 %
170
b. Hitam
69
P= x 100% = 40,59 %
170
b. Kuning
12
P= x 100% = 7,06 %
170
a. Merah
P= 8
x 100% = 4,75 %
170
b. Merah Hitam
47
P= x 100% = 27,65 %
170
c. Orange Hitam
50
67
P= x 100% = 39,41 %
170
d. Orange
48
P= x 100% = 28,24 %
170
Lampiran 3. Dokumentsi Penelitian Ternak Entok di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota
Padang Panjang
Bagian Warna Bulu
Hitam Hitam Putih Putih
Bulu
Kepala
Bulu Leher
Bulu Sayap
Bulu
Punggung
51
Bulu Dada
Bulu Ekor
Bulu Paha
Putih Pink
Warna Paruh
Hitam-Merah-Hitam Pink
52
Warna Kulit Kaki
(Shank)
Putih
Warna Caruncle
53
Lampiran 4. Daftar Peternak Entok di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang
Panjang
54
Persentase Sistem Pemeliharaan Ternak Entok
Sistem semi intensif = 30 � 100% = 83,33%
36
Sistem intensif = 3
� 100% = 8,33%
36
Sistem ekstensif = 3
� 100% = 8,33%
36
Lampiran 5. Profil Peternak Entok di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang
Panjang
55
Lampiran 6. Kuisioner Penelitian
56
57
RIWAYAT HIDUP
anak dari pasangan bapak Zulfahmi dan ibu Leni Marlina. Penulis
menengah pertama di SMPN 3 Sepuluh Koto Singgalang pada tahun 2014 dan
tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis diterima sebagai mahasiswi di Fakultas
(SBMPTN).
Pada bulan Januari sampai Juni 2019 penulis mengikuti program pertukaran
selanjutnya pada bulan Juli 2020 sampai Juli 2021 penulis mendapatkan beasiswa
dari Japfa Foundation dibawah yayasan Edufarmers. Pada bulan Juli 2020 penulis
mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Koto Laweh, Kabupaten Solok, Sumatera
Hanif Rahmi
58