Laporan Portofolio Pkpa Apotek Siti Barkah - N014232143
Laporan Portofolio Pkpa Apotek Siti Barkah - N014232143
Laporan Portofolio Pkpa Apotek Siti Barkah - N014232143
FARMASI PERAPOTEKAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2024
LEMBAR IDENTITAS
Nama Mahasiswa : Tempat PKPA Apotek :
1. Saya melakukan diskusi singkat serta pembekalan mengenai apotek meliputi nama, lokasi, tipe apotek dan struktur organisasi apotek
Proses
kimia farma
Belajar
2. Saya juga melakukan diskusi mengenai persyaratan pendirian apotek, serta jenis-jenis dokumen yang diperlukan dalam pengurusan
pendirian apotek kimia farma
Hasil Belajar Dalam pendirian suatu apotek, diperlukan beberapa aspek yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada. Menurut Permenkes RI No.9
Tahun 2017 Bab II tentang pendirian apotek, dinyatakan bahwa dalam pendirian apotek harus memenuhi persyaratan yang terdiri atas :
a. Lokasi
b. Bangunan
c. Sarana, prasarana, dan peralatan dan;
d. Ketenagaan.
Beberapa persyaratan yang terdapat dalam peraturan tersebut hendaknya sangat diperlukan dalam proses pendirian Apotek Kimia Farma,
khususnya Apotek Kimia Farma Maros 2.
Selain itu, dalam peraturan Permenkes No.9 Tahun 2017 juga dinyatakan bahwa “Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kafarmasian”. Hal ini semakin
mendukung pendirian dari Apotek Kimia Farma untuk tersebar di seluruh daerah Indonesia, terkhusus untuk pembangunan Apotek Kimia
Farma Maros 2. Apotek Kimia Farma Maros 2 itu sendiri merupakan cabang dari Apotek Kimia Farma yang sudah tersebar secara menyeluruh
di seluruh Indonesia. Apotek Kimia Farma merupakan perusahaan Industri Farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1817 dengan nama NV CHEMICALIEN HANDLE RATHKAMP & CO. Seiring dengan berjalannya waktu dan
sejarah yang ada, telah banyak dilakukan pergantian nama hingga pada tanggal 16 Agustus 1971 nama Kimia Farma diresmikan dengan nama
perusahaan berubah menjadi PT. Kimia Farma hingga saat ini.
Selain itu, menurut Permenkes No.9 tahun 2017 Bab II tentang bangunan apotek, dinyatakan bahwa :
1. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.
2. Bangunan Apotek harus bersifat permanen
3. Bangunan bersifat permanen sebagaimana yang dimaksud pada bagian 2 dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat
perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, dan bangunan sejenis.
Berdasarkan aturan tersebut, Apotek Kimia Farma Maros 2 telah memenuhi syarat dari segi aspek bangunan. Bangunan Apotek Kimia Farma
Maros 2 tidak merupakan bangunan hunian, maupun bangunan seperti pusat perbelanjaan. Selain itu, fasilitas keamanan pada apotek ini cukup
tinggi dengan dilengkapi beberapa CCTV, serta beberapa alat penunjang demi keselamatan dan kenyamanan bagi pasien yang menyandang
disabilitas. Denah bangunan Apotek Kimia Farma Maros 2 dapat dilihat pada lampiran 1 (Gambar 1).
Apotek Kimia Farma Maros 2 merupakan Apotek kelas 3 dengan struktur organisasi yang terdiri atas 1 Pharmacy Manager, 1 Apoteker
Pendamping dan 4 Asisten Apoteker. Struktur Organisasi apotek ini dapat dilihat pada lampiran 2 (Bagan 1). Hal ini telah sesuai dengan
Permenkes No.9 Tahun 2017 Bab II pasal 11 tentang ketenagaan yang menyatakan bahwa “Apoteker pemegang SIA dalam penyelenggaraan
Apotek dapat dibantu Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
Menurut Permenkes No.9 tahun 2017 Bab II pasal 12 tentang surat izin apotek, yang menyatakan bahwa :
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri
2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada bagian 1 kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
3. Izin sebagaimana dimaksud pada bagian 2 berupa SIA
4. SIA belaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
Berdasarkan peraturan tersebut, para staff Apotek Kimia Farma Maros 2 telah memenuhi syarat dalam pemenuhan surat izin pendirian Apotek.
Apoteker dan Tenaga Kerja Kefarmasian yang bertugas pada Apotek ini telah memiliki SIA dan juga STRTTK.
Setelah saya melakukan observasi pada Apotek Kimia Farma Maros 2 tentang aspek administrasi mengenai pendirian apotek, saya jadi banyak
mengetahui hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan dalam pengurusan pendirian apotek. Dan berdasarkan hasil observasi saya, Apotek Kimia
Kesan
Farma Maros 2 telah memenuhi segala persyaratan menurut Permenkes No.9 Tahun 2017, baik dari segi bangunan, lokasi, struktrur organisasi,
Belajar
ketenagakerjaan, dan aspek administrasi lainnya dalam kepengurusan apotek.
Memastikan kembali sarana dan prasarana pada apotek tetap terjaga dengan baik sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Rekomendasi
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan No.9 tentang Apotek. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
LAMPIRAN
Lampira 1. Denah Apotek
APOTEKER PENDAMPING
Apt. Achmad Hidayat, S.Si.
Andi Malarangan, S.Farm. Faika Jamil, A.Md.Farm. Andi Muhammad Syukur, Nur Indah Mayang Safitri,
A.Md.Farm. A.Md.Farm.
1. Saya berdiskusi tentang metode perencanaan pemesanan barang serta cara pemilihan supplier dan pemesanan barang dengan baik dan
Proses benar pada Apotek.
Belajar 2. Saya belajar dan berdiskusi tentang tipe-tipe surat pemesanan barang untuk kebutuhan supply Apotek
3. Saya juga belajar dan berdiskusi tentang perhitungan kebutuhan obat pada Apotek
Hasil Belajar Dalam manajemen apotek, ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan berdasarkan Permenkes RI no. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Tahapan tersebut meliputi :
1. Perencanaan
2. Pengadaan
3. Penerimaan
4. Penyimpanan
5. Pemusnahan
6. Pengendalian; dan
7. Pencatatan dan pelaporan
Dan menurut (Hayati, 2021), ada beberapa metode yang dilakukan pada proses perencanaan dan pengadaan barang, diantaranya ialah :
1. Metode epidemiologi
Perencanaan berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan.
2. Metode konsumsi
Perencanaan berdasarkan data pengeluaran barang periode sebelumnya. Data ini kemudian diklasifikasikan menjadi kelompok
cepat beredar (fast moving) dan lambat beredar (slow moving).
3. Metode kombinasi
Perencanaan berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan periode sebelumnya.
4. Metode just in time
Perencanaan berdasarkan obat yang dibutuhkan berjumlah terbatas. Perencanaan ini digunakan untuk obat-obat yang jarang dipakai atau
diresepkan serta harganya mahal dengan kedaluwarsa yang pendek
Berdasarkan beberapa metode diatas, telah diketahui bahwa Apotek Kimia Farma Maros 2 telah memelakukan metode perencanaan dan
pengadaan barang secara menyeluruh. Metode yang paling sering digunakan yaitu metode epidemiologi dan metode konsumsi. Cara pemilihan
supplier yang baik pada Apotek Kimia Farma Maros 2 memperhatikan beberapa kriteria, diantaranya yaitu Kualitas Produk pada PBF jelas
terjamin, PBF tersebut memiliki reputasi yang baik, harga barang pada PBF terjangkau dan cocok, memiliki customer service dan garansi, serta
memiliki kebijakan pengembalian produk.
Berdasarkan Permenkes No.3 tahun 2015, Pemesanan obat-obatan seperti narkotika, psikotropika dan prekursor dan obat-obatan lainnya harus
dilengkapi dengan :
a. Surat pesanan.
b. Faktur dan/atau surat pengantaran barang paling sedikit memuat tentang nama obat, bentuk sediaan, kekuatan dosis, kemasan, jumlah,
tanggal kadaluarsa dan nomor batch.
Dari peraturan tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat 3 tipe surat pemesanan obat-obatan di Apotek yaitu tipe Sp Reguler, Sp Prekursor, dan
Sp OOT (Obat-obat tertentu seperti narkotika dan psikotropika). Pada Apotek Kimia Farma Maros 2, selalu dilakukan pemesanan barang
berdasarkan surat pemesanan yang telah ditetapkan. Adapun beberapa contoh SP pada Apotek Kimia Farma Maros 2 yang terdapat pada
lampiran (Gambar 1), (Gambar 2), (Gambar 3) dan (Gambar 4).
Diskusi serta melakukan kegiatan mengenai pemesanan barang pada apotek merupakan hal baru bagi saya. Saya senang terlibat dalam proses
Kesan
pengadaan barang karena dengan begitu saya bisa mengetahui apa apa saja yang diperlukan dalam melakukan pemesanan stok barang-barang
Belajar
wajib apotek.
Sebaiknya lebih memperhatikan stok obat yang cukup sering digunakan untuk keperluan pasien. Karena seringkali obat yang tergolong
Rekomendasi
kategori tersebut kehabisan saat diresepkan oleh dokter.
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2015). Permenkes No.3 tahun 2015 tentang Peredaran, Pemyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Jakarta : Kemenkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2016). Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kemenkes RI.
Hayati, I. (2021). Gambaran Perencanaan dan Pengadaan Obat di Apotek. Tegal : Politeknik Harapan Bersama.
LAMPIRAN
A = (B + C + D) – E
Ket. :
A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian Rata-rata
C = Buffer Stok
E = Sisa Stok
5000
Rata-rata kebutuhan obat per hari = = 13,69 tablet = 14 tablet
365
A = (B + C + D) – E
= 5342 tablet
Jadi jumlah tablet metilprednisolon 4 mg yang harus dipesan pada tahun 2024 yaitu 5342 tablet.
PORTOFOLIO PRAKTEK KERJA PROFESI (PKPA)
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
PKPA KIMIA FARMA MAROS 2
1. Saya belajar melakukan pemeriksaan barang saat barang pesanan apotek datang serta dokumen yang perlu diisi dalam melakukan
Proses
penerimaan barang.
Belajar
2. Saya juga mengetahui tata cara meretur barang jika tidak sesuai dengan yang tertera pada surat pesanan.
Hasil Belajar Berdasarkan aturan Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Penerimaan merupakan kegiatan untuk
menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kodisi fisik barang
yang diterima.
Alur penerimaan barang di Apotek, yakni :
1. Barang datang dari PBF
2. Barang dicek sesuai dengan surat pesanan apotek dan faktur.
3. Cek kondisi dan tanggal Expired Date
4. Memberikan tanda tangan dan stempel apotek pada faktur
5. Hitung harga obat
6. Cek faktur pada buku penerimaan barang
7. Simpan faktur sesuai tanggal dan tempat PBF
8. Simpan barang sesuai dengan ketentuan tempat penyimpanan. Untuk obat narkotik dan psikotropik disimpan dilemari khusus.
Proses penerimaan dan retur barang pada Apotek Kimia Farma Maros 2 telah sesuai dengan alur dari penerimaan barang diatas, yang dimana
proses penerimaan barang memerlukan surat pesanan (Gambar 1.) dan form faktur (Gambar 2.). Dan jika ada ketidaksesuaian barang akan
dibuatkan form retur (Gambar 3).
Diskusi serta melakukan kegiatan mengenai penerimaan barang pada apotek merupakan hal baru bagi saya. Saya senang terlibat dalam proses
Kesan
penerimaan dan retur barang karena dengan begitu saya bisa mengetahui apa apa saja yang diperlukan dalam melakukan pemeriksaan barang
Belajar
yang sesuai dan tidak sesuai dari pemesanan stok untuk barang apotek
Sebaiknya dalam proses penerimaan barang, segera diatur kembali kedalam tempat penyimpanan obat dan barang lainnya agar tidak
Rekomendasi
mengganggu akses jalan dan kenyamanan pasien yang datang.
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2016). Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kemenkes RI.
LAMPIRAN
Lampiran 2. Faktur
(GAMBAR 2. CONTOH FAKTUR)
Proses 1. Saya belajar tentang sistem penyimpanan obat dan perbekalan farmasi
Belajar 2. Saya juga mengetahui sistem penyimpanan obat-obat khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan serta pengarsipan resep
Hasil Belajar Menurut Permenkes No.73 Tahun 2016 tentang pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, tata cara
penyimpanan obat pada apotek harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah
lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya
memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).
Menurut Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang sumber daya kefarmasian, penyimpanan obat-obat khusus seperti narkotika, psikotropika, dan
obat-obat tertentu lainnya harus memenuhi syarat yaitu Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat,
pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus,
pengukur suhu dan kartu suhu. Selain itu juga untuk pengarsipan resep hendaknya disimpan didalam bagian Ruang arsip untuk menyimpan
dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian
dalam jangka waktu tertentu.
Menurut (Nurhikma, 2017), LASA (look alike sound alike) adalah obat – obat yang tampak kelihatan mirip (nama obat, rupa atau bentuk obat
dan dalam pengucapan nama obatnya pun mirip). Karena hal ini dapat menimbulkan medication error dan dapat menyebabkan dampak yang
serius terhadap pasien jika terjadi kesalahan dalam penggunaan dan sebaiknya dibedakan tempat penyimpanannya serta diberikan penandaan
stiker LASA pada tempat penyimpanan obat tersebut.
Berdasarkan kedua peraturan diatas, Apotek Kimia Farma Maros 2 telah memenuhi syarat dalam penyimpanan obat. Masing-masing obat
disimpan dengan baik secara alfabetis didalam gondola obat dan diberi penandaan sesuai dengan indikasi masing-masing obat terutama untuk
obat LASA. Begitu pun dengan penyimpanan obat khusus. Obat khusus disimpan didalam lemari pendingin sedangkan untuk penyimpanan
obat narkotika dan psikotropika di simpan didalam lemari khusus yang kunci nya disimpan oleh Apoteker Penanggung jawab atau pun orang
yang dikuasakan. Serta pengarsipan resep disimpan dalam wadah khusus dan disimpan dalam ruang arsip dokumen agar tetap terjaga dan arsip
fisik tidak hilang.
Kesan
Belajar Saya senang terlibat dalam proses penyimpanan obat-obat dalam apotek karena dengan begitu saya dapat mengetahui susunan obat dalam
gondola obat (Lampiran 1.), peyimpanan obat BPJS dan non BPJS (Lampiran 2.), tempat penyimpanan obat khusus (Lampiran 3.), Tempat
penyimpanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor (Lampiran 4.), tempat penyimpanan dan penandaan obat LASA (Lampiran 5.), serta
tempat pengarsipan resep yang obat nya telah diserahkan kepada pasien (Lampiran 6.).
Sebaiknya obat-obat yang telah disimpan digondola tidak disimpan kembali secara acak setelah dilakukan pengambilan untuk pelayanan resep.
Rekomendasi
Agar susunan tetap alfabetis dan terstruktur.
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2014). Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Sumber Daya Kefarmasian. Jakarta : Kemenkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2016). Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kemenkes RI.
Nurhikma. (2017). Studi Penyimpanan Obat Lasa ( Look Alike Sound Alike ) Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara. Jurnal Warta
Farmasi. Vol. 6 (1) : 72-81.
LAMPIRAN
Proses 1. Saya belajar tentang pelaporan penggunaan sediaan khusus serta hal-hal yang dilakukan pada saat terjadi proses penarikan obat
Belajar 2. Saya mengetahui cara pemusnahan obat dan resep yang dilakukan pada apotek
Menurut peraturan BPOM No.24 Tahun 2021, Pelaporan penggunaan sediaan khusus seperti narkotika, psikotropika dan prekursor harus
Hasil Belajar dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal ini jika ditemukan sediaan tersebut yang diduga substandard atau illegal,
maka fasilitas pelayanan kefarmasian wajib melaporkan kepada Badan POM melalui unit pelaksaan kesehatan terdekat. Pelaporan sebagaimana
dimaksud paling sedikit mencakup informasi sebagai berikut:
a. Informasi obat yaitu terdiri atas:
1) nama obat;
2) dosis;
3) komposisi;
4) nomor bets;
5) tanggal produksi dan/atau tanggal kedaluwarsa;
6) nomor izin edar;
7) foto produk yang menampilkan bentuk sediaan dan kemasan;
8) pendaftar dan/atau produsen; dan
b. Kronologis singkat penemuan obat, antara lain:
1) waktu kejadian;
2) kondisi penyimpanan;
3) kondisi kemasan primer dan/atau sekunder;
4) lokasi temuan; dan
5) keterangan yang mendasari dugaan sebagai substandard dan/atau ilegal termasuk palsu.
Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses penarikan obat (POB) berdasarkan peraturan bpom adalah sebagai berikut :
1. Pimpinan Fasilitas Distribusi menerima informasi penarikan berupa Surat Penarikan (Recall) Obat dan/atau Bahan Obat dari Prinsipal
yang berisi nama item dan/atau nomor bets, batas waktu penarikan hingga pengembalian ke principal.
2. Pimpinan Fasilitas Distribusi memberikan disposisi kepada Apoteker Penanggung Jawab untuk melakukan Penarikan.
3. Apoteker Penanggung Jawab segera memberikan instruksi penarikan kepada Bagian Logistik, Bagian Pemasaran, Bagian Administrasi
dan keuangan serta bagian lainnya yang terkait dengan Penarikan. Instruksi tersebut juga mencakup informasi mengenai nama obat
dan/atau bahan obat yang ditarik, nomor bets, serta batas waktu Penarikan.
4. Kepala Bagian Logistik melakukan pelacakan data untuk mengetahui lokasi dan jumlah di gudang serta catatan penjualan ke pelanggan
untuk mengetahui jumlah obat dan/atau bahan obat yang akan ditarik.
5. Apabila tidak ditemukan obat dan/atau bahan obat dengan nomor bets yang ditarik, Kepala Bagian Logistik akan melakukan konfirmasi
ulang ke Bagian Pemasaran dan Penanggung Jawab untuk disampaikan kepada Prinsipal.
6. Bagian Pemasaran dan Bagian Administrasi Keuangan memblok data di sistem agar obat dan/atau bahan obat yang akan ditarik dan masih
ada di gudang tidak dapat terproses untuk penjualan.
7. Apabila obat dan/atau bahan obat yang ditarik sudah ada yang terjual ke pelanggan (outlet), Bagian Pemasaran harus memberitahukan
mengenai Penarikan tersebut kepada pelanggan (outlet) dan meminta mereka untuk menangguhkan penjualannya.
8. Bagian Pemasaran bekerja sama dengan Bagian Logistik melakukan penarikan stok fisik di pelanggan sesuai dengan batas waktu yang
diinstruksikan oleh Penanggung Jawab dengan menggunakan Form Surat Peryataan Pernyataan Penarikan (Recall) yang harus diisi dan
ditandatangani oleh pelanggan.
9. Apoteker Penanggung Jawab memantau pelaksanaan penarikan
10. Bagian Logistik menerima fisik barang yang ditarik dari pelanggan dengan mencocokkan jumlah dan nomor bets.
11. Fisik barang setelah Penarikan harus tetap disimpan sesuai dengan suhu yang tertera pada kemasan (ketentuan dari Prinsipal) pada area
yang terpisah, aman dan terkunci serta diberi label yang jelas sampai ada tindak lanjut.
12. Bagian Logistik membuat catatan rekapitulasi obat dan/atau bahan obat, baik yang masih berada di gudang fasilitas distribusi maupun
yang berhasil ditarik dari pelanggan.
13. Berdasarkan catatan rekapitulasi penarikan tersebut, Penanggung Jawab membuat Surat Pengajuan Retur Penarikan kepada Prinsipal.
Surat ini harus mendapat persetujuan dari Pimpinan Fasilitas Distribusi sebelum dikirimkan ke Prinsipal.
14. Setelah Surat Pengajuan Retur Penarikan tersebut mendapatkan tanggapan dan persetujuan dari Prinsipal, Penanggung Jawab segera
membuat Laporan Pelaksanaan Penarikan Obat dan/atau Bahan Obat kepada BPOM.
15. Bagian Logistik dengan persetujuan Penanggung Jawab akan mengembalikan fisik obat dan/atau bahan obat hasil Penarikan kepada
Prinsipal berdasarkan persetujuan Surat Pengajuan Retur Penarikan dari Prinsipal.
Menurut Permenkes No.35 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, ada beberapa
ketentuan mengenai proses pemusnahan obat dan resep pada instansi pelayanan kefarmasian, diantaranya yaitu :
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki
surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana
terlampir.
c. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita
Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, Apotek Kimia Farma Maros 2 telah memenuhi prosedur dalam proses penarikan dan pemusnahan obat
serta resep yang tersimpan. Apotek Kimia Farma Maros 2 rutin melakukan pelaporan atas penggunaan obat-obat khusus yang ada baik itu
narkotika, psikotropika serta prekursor (Lampiran 2.) di website SIPNAP (Lampiran 3.). Pencatatan dan pelaporan juga dilakukan pada kartu
stok (Lampiran 1.) yang disimpan didalam tiap display obat didalam gondola obat demi memudahkan dalam pelaksanaan stok opname yang
akan datang.
Diskusi mengenai pelaporan dan penarikan barang pada apotek merupakan hal baru bagi saya. Meskipun tidak terlibat dalam proses ini,
Kesan diskusi ini membantu saya untuk menambah pengetahuan saya tentang apa saja ketentuan yang dilakukan pada proses pencatatan, pelaporan
Belajar dan penarikan barang serta pemusnahan obat dan resep yang dilakukan di instalasi layanan kefarmasian khususnya apotek.
Kartu stok obat yang terdapat di gondola masih banyak yang tidak terisi dan setelah dikonfirmasi pencatatan kartu stok obat pada Apotek
Rekomendasi
Kimia Farma Maros 2 dilakukan secara digital. Sebaiknya penginputan data lebih diperhatikan, agar menghindari kesalahan saat stock opname.
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. (2021). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 24 Tahun 2021 tentang SOP penarikan obat (Recall). Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2014). Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Sumber Daya Kefarmasian. Jakarta : Kemenkes RI.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kartu stok
Proses 1. Saya mengetahui tentang cara skrining resep baik secara administratif, farmasetik dan klinis serta cara penyiapan obat beserta etiketnya.
Belajar 2. Saya mengetahui cara penyiapan copy resep yang dilakukan pada apotek
Menurut Permenkes No.73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan
Hasil Belajar pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
Selain itu, jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan
Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari
penggunaan yang salah.
Kemudian, setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;
5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang
harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya
tidak stabil;
7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya;
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);
9. Menyimpan Resep pada tempatnya;
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien
yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
Berdasarkan peraturan diatas, Apotek Kimia Farma Maros 2 telah memenuhi langkah-langkah dalam melakukan pengkajian peresepan yang
diberikan kepada pasien. Obat disiapkan berdasarkan yang tertera pada resep dengan catatan perlu diskrining secara administratif, farmasetik
dan klinis. Apabila ada yang bermasalah, akan dilakukan komunikasi bersama dokter yang bersangkutan demi mencapai kesepakatan bersama
dalam memberi terapi pasien. Setelah skrining dan penyiapan obat dilakukan, akan dilakukan pengecekan kembali terhadap obat yang
diberikan apakah telah sesuai dengan resep atau tidak, serta memperhatian label dan expired date dari obat sebelum diserahkan kepada pasien
untuk diberikan pelayanan informasi mengenai obat tersebut.
Dengan mengetahui pelayanan peresapan ini, saya jadi mengerti betapa pentingnya skrining terhadap suatu resep yang diberikan kepada pasien.
Kesan
Karena hal tersebut berpengaruh pada kelangsungan terapi pasien dan menghindari kesalahan dalam memberikan pelayanan dan terapi pada
Belajar
pasien.
Rekomendasi Sebaiknya skrining dan penyiapan obat untuk pasien lebih diperhatikan lagi agar tidak terjadi kesalahan dan terapi pada pasien bisa maksimal.
Pembimbing Fakultas Preseptor Lahan PKPA
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2016). Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kemenkes RI.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Resep
(GAMBAR 1. CONTOH RESEP)
1. Saya belajar dan mengetahui tentang tata cara berkomunikasi yang baik dengan pasien saat melakukan proses swamedikasi terhadap
Proses
penyakit pasien.
Belajar
2. Saya belajar melakukan pemberian solusi kepada keluhan pasien dengan pertimbangan yang baik
Swamedikasi adalah upaya menggunakan atau memperoleh obat tanpa diagnosa, saran dokter, resep, pengawasan terapi ataupun penggunaan
Hasil Belajar obat untuk mengobati diri sendiri tanpa konsultasi dengan petugas kesehatan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
swamedikasi terhadap pasien yakni swamedikasi tidak boleh dilakukan ketika obat tersebut hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, salah
satunya adalah antibiotik. Bahaya yang timbul akibat penggunaan antibiotik yang telah menjadi masalah global sekarang adalah resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Selain itu, swamedikasi boleh dilakukan dengan menggunakan obat yang diperoleh/dibeli tanpa resep dokter baik di
apotek maupun toko obat berizin, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (OWA). Sebelum menggunakan obat, kita
harus membaca dengan cermat informasi pada kemasan obat. Misalnya kandungan obat (komposisi), khasiat (indikasi), dosis, aturan pakai,
efek samping, kontraindikasi, cara penyimpanan, kedaluwarsa, nomor registrasi obat.
Menurut Permenkes No 73 Tahun 2016 standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di apotek yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, diperlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh seorang farmasis sebaiknya berpedoman pada WWHAM dan Permenkes No. 73 Tahun 2016 agar
dapat menghindari risiko atau bahaya yang tidak diinginkan oleh pengguna obat tersebut. WWHAM merupakan teknik yang paling umum
digunakan dan diajarkan secara luas di inggris. Ini adalah hal yang paling sederhana untuk diingat tetapi juga bisa jadi sesuatu yang terburuk
untuk digunakan. WWHAM memberi apoteker informasi yang sangat terbatas untuk menegakan diagnosis yang berbeda. Jika dipakai metode
ini maka dapat digunakan dengan mudah dan hanya berguna sebagai alat pengumpulan informasi dasar (Fachruisan, dkk., 2016).
Contoh pelayanan swamedikasi yang dilakukan pada Apotek Kimia Farma Maros 2 yaitu tentang keluhan batuk. Pasien tersebut memberi
informasi bahwa telah mengalami batuk berdahak dan sakit tenggorokan selama 2 hari. Sebelumnya, pasien tersebut belum menggunakan
terapi apapun untuk batuk tersebut. Pasien mengaku hanya mengatasi sakit tenggorokan nya dengan meminum air hangat secara rutin pagi dan
malam. Maka dari itu, saya memberikan pelayanan swamedikasi atas terapi batuk berdahaknya dengan memberikan obat ekspektoran seperti
OBH Combi untuk batuk berdahak sesuai dengan aturan pakainya. Serta saya memberikan edukasi bahwa jika sedang batuk dan sakit
tenggorokan, hendaknya jangan meminum air hangat karena akan semakin memperparah peradangan pada tenggorokan sertanya menyarankan
untuk istirahat yang cukup.
Dengan melakukan pelayanan swamedikasi, saya banyak belajar bahwa tidak semua pasien itu memiliki perspektif dan pemahaman yang sama
Kesan
mengenai apa yang telah disampaikan dari kita. Untuk itu hendaknya kita memiliki kemampuan komunikasi yang efektif agar penyampaian
Belajar
informasi dan solusi yang disampaikan bisa mudah dipahami oleh pasien dan dapat diimplementasikan dengan baik.
Sebaiknya kemampuan komunikasi dalam pemberian swamedikasi lebih diefektifkan lagi. Agar pasien lebih mudah memahami dalam
Rekomendasi
mendengar penjelasan atas solusi yang kita berikan tentang keluhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2016). Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kemenkes RI.
Fachruisan, dkk. (2016). Evaluasi Pelayanan Swamedikasi Di Apotek Berdasarkan Wwham Dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun
2016 Di Kota Maumere. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Farmasi. Vol. 1(1).
LAMPIRAN
1. Saya belajar dan mengetahui tentang tata c ara penyampaian informasi pada pasien pada saat melakukan penyerahan obat serta teknik komunikasi
Proses
yang baik.
Belajar 2. Saya belajar tentang dasar pemberian informasi khusus tentang suatu obat kepada pasien.
Menurut Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan
Hasil Belajar
yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti
terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan
menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
1. Topik Pertanyaan;
2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
Dalam melakukan penyampaian informasi obat, diperlukan kemampuan komunkasi yang efektif. Teknik yang seringkali digunakan dalam
menggali informasi dari pasien saat melakukan penyerahan obat yaitu teknik 3 Prime Question, yakni :
1. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda ?
2. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah meminum obat ini ?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini ?
Dalam penyerahan informasi obat, ada salah satu kondisi yang perlu diperhatikan dan pertimbangkan yaitu cara penggunaan obat-obat tertentu
sebagai contoh yaitu antibiotik. Penggunaan obat secara bijak, termasuk antibiotik, berarti pasien mendapatkan pengobatan yang tepat sesuai
dengan kebutuhan kesehatannya, dalam dosis yang memenuhi kebutuhannya, dalam waktu yang wajar, untuk menerimanya dengan harga yang
wajar. Aturan minum antibiotik yang benar adalah dengan membagi waktu 1 hari (24 jam) dengan berapa kali antibiotik harus digunakan dalam
sehari dan harus dihabiskan meskipun gejala yang ditimbulkan saat sakit telah hilang. Hal ini dilakukan guna demi mencegah tubuh pasien
mengalami resistensi terhadap obat antibiotik (Amarullah, dkk., 2018).
Proses penyerahan obat pada Apotek Kimia Farma Maros 2 telah sesuai dengan kaidah-kaidah PIO yang ditetapkan didalam permenkes.
Penyiapan dan pemberian informasi mengenai kepada pasien telah dilakukan dengan efektif dengan memperhatikan kondisi-kondisi khusus
pada obat yang diberikan kepada pasien khususnya untuk pemberian obat antibiotik. Perlu diketahui oleh pasien bahwa penggunaan obat
antibiotik harus dikonsumsi berdasarkan aturan pakai dan waktu nya dengan tepat dan harus dihabiskan agar mencegah terjadinya resistensi
obat antibiotik pada tubuh pasien pengguna antibiotik.
Dengan melakukan pelayanan informasi obat ini, saya sadar betapa pentingnya melakukan komunikasi yang baik pada saat melakukan PIO.
Kesan
Tidak semua pasien memiliki perspektif dan pemahaman yang sama terhadap informasi yang kita sampaikan. Untuk itu, pada saat melakukan
Belajar
proses penyerahan obat perlu dilakukan komunikasi yang sesuai serta efektif agar pasien lebih mudah memahami.
Sebaiknya kemampuan komunikasi dalam pemberian swamedikasi lebih diefektifkan lagi sesuai dengan metode komunikasi konseling. Agar
Rekomendasi
pasien lebih mudah memahami dalam mendengar penjelasan atas solusi yang kita berikan tentang keluhannya.
Pembimbing Fakultas Preseptor Lahan PKPA
Mukarram Mudjahid, S.Si., M.Si., Apt. Apt. Ade Sri Ervina, S.Si
DAFTAR PUSTAKA
Amarullah, dkk. (2018). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik di Puskesmas. Sidoarjo : Universitas Anwar Medika.
Departemen Kesehatan RI. (2014). Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Sumber Daya Kefarmasian. Jakarta : Kemenkes RI.
LAMPIRAN