Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP Askep DHF

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN DIAGNOSA DHF

Disusun Oleh

KELOMPOK VI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO

2024
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Demam dengue/Demam Berdarah Dengue (DBD)/Dengue Haemoragic

Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai

leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis hemoragik.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue

yang ditandai oleh renjatan/syok.

Demam Derdarah Dengue (DHF) merupakan suatu penyakit infeksi yang

disebabkan virus dengue dan termasuk golongan Arbovirus (arthropod-borne

virus) yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus serta penyebarannya sangat cepat.

B. Klasifikasi

Berdasarkan Patofisiologinya, DBD dapat diklasifikasikan menjadi 4

golongan , yaitu

1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

2. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala

perdaraha spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena,

perdarahan gusi.

3. Derajat III : Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lambat, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit

dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.


4. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur, anggota

gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

C. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari 4 virus asam ribonukleat

beruntai tunggal dari famili Flaviridae yang ditularkan oleh vektor nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Masa inkubasi penyakit ini berakhir 4 –

5 hari setelah timbulnya demam.

Keluarga flaviridae, terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3

dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotype

terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap

serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap

serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan

yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di

daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama

hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah

di Indonesia.

D. Patofisiologi

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan akan terjadi proses

peradangan yang akan menimbulkan demam pada penderita. Bereaksinya

virus dengan antibodi akan membentuk kompleks virus antibodi, sehingga

dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat dari aktivasi

tersebut akan dilepaskan anafilaktoksin C3a dan C5a, dua peptida yang

berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai

faktor meningginya premeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadi

penurunan volume plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.


Dari pembentukan kompleks virus antibodi juga mengakibatkan depresi

tulang belakang sehingga terjadi trombositopenia, yang menyebabkan

timbulnya fungsi trombosit dan kelainan fungsi koagulasi.

E. Pathway

Defisit Nutrisi

Hipertermia Nausea

Resiko
Hipovolemia

Nyeri akut
Perfusi Perifer
tidak Efektif
F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah sebagai

berikut :

1. Demam Dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

a. Nyeri kepala

b. Nyeri retro-orbital

c. Mialgia/artralgia

d. Ruam kulit

e. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)

f. Leukopenia

g. Pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan DBD yang sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2. Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila

semua hal dibawah ini dipenuhi :

a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat

bifasik.

b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa : Uji torniquet positif,

petekie, ekimosis, atau purpura.

c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat

bekas suntikan, hematemesis atau melena.

d. Trombositopenia ,100.000/ul.

e. Kebocoran plasma yang ditandai dengan: peningkatan nilai hematokrit

≥ 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin dan penurunan

nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan yang adekuat.


f. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura.

3. Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan

sirkulasi yaitu:

a. Penurunan kesadaran, gelisah

b. Nadi cepat, lemah

c. Hipotensi

d. Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg

e. Perfusi perifer menurun

f. Kulit dingin-lembab

Penyakit ini sering kali menyerang anak yang berusia kurang dari 10

tahun, terutama pada anak sekolah. Keluhan yang sering kali dirasakan pada

awalnya yaitu demam, mual, muntah, malaise, anoreksia, yang diikuti nyeri

perut, nyeri kepala, mialgia/nyeri otot, suara serak, batuk, dan disuria. Demam

tinggi mendadak biasanya terjadi 2-7 hari dan jika tidak terjadi syok, maka

demam akan turun sendiri dan pasien akan sembuh dengan sendirinya (self

limiting) dalam waktu 5 hari. Sifat demam pada pasien DBD ini biasanya

demam tinggi dan terus-menerus serta tidak responsif terhadap antipiretik.

Antipiretik hanya dapat menurunkan sedikit demam, setelah itu demam naik

lagi. Pada kondisi parah, penyakit ini ditandai dengan adanya perdarahan

dibawah kulit karena kebocoran plasma, epistaksis, hemoptisis, pembesaran

hati, ekimosis, purpura, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien demam berdarah

dengue yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi (foto

rontgen toraks). Menurut Nurarif (2015) berikut beberapa pemeriksaan

diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien DHF.


1. Trombositopeni (100.000/mm3)

2. Hb dan PCV meningkat (20%)

3. Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)

4. Isolasi virus

5. Serologi (Uji H) : respon antibody sekunder

6. Pada renjatan yang berat, periksa :Hb, PCV berulang kali (setiap jam atau

4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), Faal hemostasis,

FDP, EKG, foto dada, BUN, creatinin serum.

7. Rontgen thorax : efusi pleura

8. Uji rumple leed / torniquet positif

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan terapi DBD pada anak terdiri dari 2 terapi yaitu terapi

suportif dan terapi simptomatik. Terapi suportif pada penderita DBD berupa

pergantian cairan intravena akibat terjadinya dehidrasi. Data terapi suportif

terbanyak ialah pemberian cairan kristaloid sebanyak 62 penderita (83.78%).

Pada terapi DBD derajat I dan II jenis cairan yang diberikan ialah kristaloid

berupa RL,/Asering/NaCl 0,9%. Sedangkan untuk terapi simptomatik ada

beberapa jenis yang diberikan salah satunya terapi antipiretik. Pada terapi

antipiretik, data hasil penelitian menunjukkan terapi terbanyak ialah

pemberian sanmol sebanyak 58 penderita (78.38%).

Pengobatan yang diberikan biasanya bersifat penurun demam dan

menghilangkan rasa sakit pada otot-otot atau sendi seperti sanmol. Pemberian

minum pada anak sedikit demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam, infus

diberikan pada klien apabila klien terus menerus muntah, tidak dapat minum

sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung

meningkat.
I. Komplikasi

Adapun komplikasi dari DHF adalah:

1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah

trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan

meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya

masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet

positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan

melena.

2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-

7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga

terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan

peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang

mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan volume

sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi atau penurunan

perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang

mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi

miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi

iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible,

terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam

wakti 12-24 jam.

3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang

dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus

hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang

lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek

virus antibody.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi

cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan

dalam rongga pleura dan adanya dipsnea.


ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA ANAK DENGAN DHF

A. Pengkajian

1. Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak

dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan,

nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang

kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah

3. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai

menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas

terjadi antara hari ke-3 dan ke7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang

disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare

atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan

pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan

pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya

mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

5. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka

kemungkinan akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

6. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status

gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor


predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan

mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak

disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat

mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

7. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan

yang kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju

dikamar)

8. Pola Kebiasaan

a. Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan

menurun.

b. Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami

diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi

hematuria.

c. Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena

mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan

kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.

d. Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat

sarang nyamuk Aedes aegypty.

e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk

menjaga kesehatan.

f. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF,

keadaan anak adalah sebagai berikut:

1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,

tandatanda vital dan nadi lemah.


2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta

nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.

3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,

nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.

4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak

teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,

ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.

g. Sistem Integumen

1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul

keringat dingin, dan lembab

2) Kuku sianosis atau tidak

3) Kepala dan leher: kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan

karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami

perdarahan atau epitaksis pada grade II, III, IV. Pada mulut

didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi,

dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia

pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II, III, IV).

4) Dada: bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto

thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan

(efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade

III dan IV.

5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau

hepatomegaly dan asites

6) Ekstremitas: dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.

h. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan

dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)

2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)

3) Leukopenia mungkin normal atau lekositosis)

4) Ig.G dan Ig M dengue positif

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,

hipokloremia, dan hiponatremia

6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

7) Asidosis metabolic: pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah

8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.

B. Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)

2. Hipertermia b.d proses penyakit (D.0130)

3. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) (D.0019)

C. Intervensi Keperawatan

Dx. Kep Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri (I.08238)
(L.08066) Observasi
Setelah dilakukan  Identifikasi, lokasi, karakteristik, durasi,
asuhan keperawatan frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri.
selama 1 x 24 jam  Identifikasi skala nyeri
diharapkan tingkat  Identifikasi respons nyeri, non verbal
nyeri menurun dengan Terapeutik
kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang memperberat
 Keluhan rasa nyeri
nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun Edukasi
 Meringis menurun  Jelaskan penyebab, periode, pemicu
 Gelisah menurun nyeri
 Ajarkan Teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik
Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia (I.15506)
(L.14134) Observasi
Setelah dilakukan  Identifikasi penyebab hipertermia (mis:
asuhan keperawatan dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
selama 1 x 24 jam penggunaan inkubator)
diharapkan tingkat  Monitor suhu tubuh
termoregulasi membaik  Monitor kadar elektrolit
dengan kriteria hasil:  Monitor haluaran urin
 Menggigil menurun  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Suhu tubuh Terapeutik
membaik  Sediakan lingkungan yang dingin
 Suhu kulit membaik  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis:
selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119)
(L.03030) Observasi
Setelah dilakukan  Identifikasi status nutrisi
asuhan keperawatan  Identifikasi alergi dan intoleransi
selama 1 x 24 jam makanan
diharapkan tingkat  Identifikasi makanan yang disukai
status nurisi membaik  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dengan kriteria hasil: nutrien
 Porsi makan  Identifikasi perlunya penggunaan selang
yang dihabiskan nasogastrik
meningkat  Monitor asupan makanan
 Berat  Monitor berat badan
badan  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
membaik Terapeutik
 Indeks massa tubuh  Lakukan oral hygiene sebelum makan,
(IMT) membaik jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis: piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Ajarkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Daftar Pustaka

Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. (2017). “Community Social
Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya, Indonesia: A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374-77.

Candra, Aryu. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever: Epidemiology, Pathogenesis,


and Its Transmission Risk Factors.” 2(2): 110–19.

Erdin. (2018). Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. (2018). Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Ikhwani, Mochammad Khoirul. (2019). Asuhan Keperawatan Pada An. D


Dengan Diagnosa Medis Dhf ( Dengue Hemoragic Fever ) Grade 3 Di
Ruang Asoka Rsud Bangil Pasuruan. Sidoarjo.

Jing & Ming. (2019). “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–
45. https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.

Mendiri N. K. & Prayogi, A. S. (2016). Asuhan Keperawatan Anak & Bayi Resiko
Tinggi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Murwani. (2018). Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Pangaribuan, Anggy. (2017). “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok


Dengue.” 15(5).

Pare, Guillaume et al. (2020). “Genetic Risk for Dengue Hemorrhagic Fever and
Dengue Fever in Multiple Ancestries.” EBioMedicine 51: 102584.
https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2019.11.045.

Rampengan. (2017). Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta: Alfabeta.

Tedi Mulyadi. 2015. Komponen Sistem Peredaran Darah. Jakarta.

Wang, Wen-hung et al. 2019. “International Journal of Infectious Diseases A


Clinical and Epidemiological Survey of the Largest Dengue Outbreak in
Southern Taiwan in 2015.” International Journal of Infectious Diseases 88:
88–99. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.09.007.

Anda mungkin juga menyukai