Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Reseptor Obat Dan Farmakodinamik

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

Reseptor obat dan

farmakodinamik

Reseptor Obat
Reseptor

sebagian
besar
menentukan
hubungan
kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat dan efek
farmakologis afinitas dan jumlah reseptor.
Reseptor bertanggung jawab atas tindakan selektivitas
obat, kaitannya dengan ukuran molekul, bentuk, dan
muatan listrik.
Reseptor menengahi tindakan baik agonis dan antagonis
farmakologis
Sifat Makromolekul
Reseptor
obat yang paling dikenal protein-protein
regulator,
perantara
senyawa
kimia
endogen
(neurotransmitter, autakoid, hormon)
Reseptor obat lain: enzim, ptotein pembawa, protein
stuktural.
3 Aspek Fungsi

Hubungan antara Konsentrasi


Obat dan Respon Obat

Konsentrasi dan Pengikatan Reseptor


Agonis
Respon terhadap dosis obat yang rendah meningkat sebanding dengan

dosis. Namun dengan meningkatnya dosis, peningkatan respon menurun.


tercapai dosis yang tidak dapat menigkatkan respon lagi.
Hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat digambarkan dengan
kurva hiperbolik sesuai dengan persamaan
E=(Emax) x C
C + EC50
E: efek yang diamati pada konsentrasi C
Emax: respon maksimal yang dapat dihasilkan obat.
EC50: konsentrasi obat yang menghasilkan 50% efek
maksimal
Respon terhadap dosis rendah obat meningkatkan proporsi dosis secara
langsung.
Dengan bertambahnya dosis obat, peningkatan respon berkurang, dan dosis
dapat tercapai.
Obat agonis bekerja dengan mengikat/menduduki molekul tertentu dengan
afinitas karakteristik pada reseptor obat.

Hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat (panel A)


atau obat-reseptor terikat (panel B). Konsentrasi Obat di
mana efek atau reseptor hunian setengah maksimal
dilambangkan EC50 dan KD, masing-masing.

Penghubungan Efektor-Reseptor dan


Reseptor Cadangan
Saat reseptor diduduki agonis terjadi perubahan

konformasi.
Coupling/penghubungan : proses transduksi antara
pendudukan reseptor dan respon obat.
Efisiensi relatif coupling okupansi-respon sebagian
ditentukan oleh perubahan konformasi awal
Coupling efisiensi juga ditentukan oleh peristiwa biokimia,
terjadi tranduksi okupansi reseptor ke respon selular.
Reseptor cadangan: respons maksimal yg dpt ditumbulkan
o/ agonis pada konsentrasi yg tdk menyebabkan okupansi
pelengkap/komplemen keseluruhan reseptor yg ada
Reseptor cadangan dapat mengurangi konsentrasi agonis,
dan mampu menimbulkan suatu respon yang setengah
maksimal mengubah sensivitas/kepekaan jaringan yg
memiliki reseptor cadangan

Antagonis Kompetitif dan


Ireversibel
Antagonis: terikat reseptor, tidak mengaktifkannya
Antagonis kompetitif: peningkatan antagonis ini menghambat

respon agonis secara progresif. Konsentrasi yang tinggi, cegah


respon secara keseluruhan.
Sebaliknya konsentrasi agonis yang lebih tinggi dapat mengatasi

efek dari pemberian antagonis secara keseluruhan.


Rasio ke2 konsentrasi agonis dihubungkan pd K1 antagonis

melalui Persamaan Schild:

C: konsentrasi
[I]: konsentrasi tetap
C: konsentrasi agonis
K1: konstanta disosiasi

Antagonis Kompetitif
Konsentrasi (C ') agonis yang dibutuhkan untuk menghasilkan

efek dengan konsentrasi tertentu ([I]) dari antagonis kompetitif


adalah lebih besar dari konsentrasi agonis (C) yang diperlukan
untuk menghasilkan efek yang sama tanpa adanya antagonis
tersebut. Rasio dari kedua konsentrasi agonis ("rasio dosis")
adalah berkaitan dengan disosiasi konstan (KI) dari antagonis.
Implikasi terapeutik :
Derajat hambatan yang diproduksi oleh antagonis kompetitif

tergantung pada konsentrasi antagonis.


Respon klinis terhadap antagonis kompetitif tergantung pada

konsentrasi agonis
yang bersaing untuk mengikat reseptor.

Antagonis ireversibel
Afinitas antagonis reseptor ini sangat tinggi sehingga reseptor

tidak dapat sama sekali berikatan dengan agonis (ikatan


kovalen).
Pemberian agonis tidak dapat mengatasi efek antagonisme

yang ada, dan respon agonis maksimal tidak dapat dicapai.


Lama kerja antagonis ireversibel relatif tidak tergantung pada

kecepatan eliinasinya, dan bergantung pada


kecepatanpergantian reseptor

Agonis Parsial
Agonis parsial: respon yang lebih rendah, pada kedudukan

reseptor penuh, dibandingkan agonis penuh


Agonis parsial menghasilkan efek mirip dengan kurva konsentrasi

efek yang diperoleh dengan agonis penuh dalam keadaan adanya


antagonis yang memblok reseptor secara ireversibel
Agonis parsial secara kompetitif menghambat produksi respon

oleh agonis penuh


Banyak obat yang digunakan secara klinis sebagai antagonis

sebenarnya agonis parsial lemah.

Mekanisme Lain dari Antagonisme


Obat
Tidak semua mekanisme antagonisme melibatkan interaksi obat

atau ligan endogen pada satu jenis reseptor.


Antagonis kimia: tidak melibatkan reseptor sama sekali, sat obat

mengantagonis kerja obat kedua dengan mengikat/menginaktivasi


obat kedua tsb. Cth: protamin utk menetralkan efek heparin
Antagonisme fisiologik. Biasanya obat kurang spesifik. Contoh:

glukokortikoid, dilawan efeknya oleh insulin.

Mekanisme Sinyalisasi & Kerja Obat


1: ligan lipid-larut yang melintasi membran dan
bekerja pada sebuah reseptor intraselular;
2: reseptor protein transmembran, aktivitas
enzimatik intraseluler diatur ligan yang mengikat
sisi daerah protein ekstraselular;
3: reseptor transmembran yang mengikat dan
menstimulasi kinase tirosin protein;
4: kanal ion ligan-gated transmembran , diinduksi
membuka/menutup dengan pengikatan ligan, atau
5: reseptor protein transmembran, menstimulasi
sinyal ikatan GTP-protein transduser (G protein),
menyebabkan suatu second messenger
intraselular.

Mekanisme Sinyalisasi

A, C=substrat; B, D=produk; R=reseptor;


G=protein G;
E=enzim efektor [atau ion channel]; Y=tirosin;
P=posfat.

Reseptor intraseluler untuk obat


larut lemak
Berasal dari proteindari prekursor yang sama.
Contoh: NO, kortikosteroid, mineralokortikoid, seks steroid, vitamin

D dan hormon tiroid.


Mekanisme ini digunakan oleh hormon pengatur ekspresi gen:
1.

Menghasilkan efek setelah 30 menit-beberapa jam waktu


yang dibutuhkan untuk sintesa protein baru tidak untuk
keadaan akut

2.

Efek dapat berlangsung beberapa jam/hari setelah


konsentrasi agonisnya nol efek menguntungkan dari
hormon gene-active

Enzim Transmembran Pengatur


Ligan (Protein Tirosin Kinase)
Mediator langkah pertama dalam penandaan oleh insulin,

faktor pertumbuhan epidermal(EGF), platelet-derived growth


factor dan beberapa hormon tropik lainnya.
Polipeptida, dengan daerah ikatan hormon ekstraseluler dan

daeran enzim sitoplasmik berupa protein tirosin kinase, serin


kinase atau guanilil siklase

Ligand-Gated Channels
Beberapa obat meniru/menghambat kerja ligan endogen yang

mengatur aliran ion melalui kandungan plasma membran.


Ligan alamiah: asetilkolin, GABA (gama aminobutiric acid), asam

amino eksitatori (glisin, aspartat, glutamat) semua adalah


transmisi sinaptik.
Reseptor mengirim sinyal mll membran plasma, cara

meningkatkan konduktan transmembran ion yang reversibel


(pembukaan kanal ion)
Waktu pengikatan agonis ke ligand-gated sangat cepat (milidetik)

Protein G dan Second Messenger


Ligan ekstrasel bekerja dgn meningkatkan konsentrasi second

messenger intrasel, contoh: cAMP, ion kalsium, fosfoinositida.


Menggunakan penanda transmembran dgn komponen terpisah:

Ligan ekstrasel ditemukan oleh reseptor

permukaan sel
Reseptor cetuskan aktivasi protein G pada
permukaan sitopasmik membran plasma
Protein G-aktif ubah aktivasi elemen efektor
(enzim/kanal ion)
Elemen mengubah kosentrasi second
messenger intrasel

Desensitisasi Reseptor
Setelah mencapai level tertinggi, respon perlahan berkurang

beberapa detik atau menit


Bersifat reversibel

Second messenger yang telah ditemukan:


siklik-AMP (cAMP)
Kalsium dan fosfoinositida
Siklik-GMP (cGMP)

Anda mungkin juga menyukai