Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Skrining Fitokimia

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

Skrining

Fitokimia

Okkyana Kusuma Putri


Pendahuluan
Penelitian senyawa organik bahan
alam telah berkembang pesat dengan
pengkajian yang lebih luas.

Skrining fitokimia merupakan tahap


pendahuluan dalam penelitian tentang
tanaman obat. Secara umum dapat
dikatakan bahwa metodenya sebagian
besar merupakan reaksi pengujian
warna dengan suatu pereaksi warna.
Ruang lingkup
Menjelaskan tentang skrining
fitokimia alkaloid, flavonoid dan
tanin

Menjelaskan tentang skrining


fitokimia terpenoid dan
antrakuinon
Skrining Fitokimia
Alkaloid,
Flavonoid, Dan
Tanin
Dalam penelitian-penelitian internasional
terbaru tentang kimia bahan alam,
skrining fitokimia sudah ditinggalkan,
tetapi cara ini tetap merupakan langkah
awal yang dapat membantu untuk
memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung
dalam tanaman yang sedang diteliti.
Metode yang digunakan pada
skrining fitokimia seharusnya
memenuhi beberapa kriteria
berikut, antara lain adalah :

sederhana,
cepat,
hanya membutuhkan peralatan
sederhana, khas untuk satu
golongan senyawa,
memiliki batas limit deteksi yang
cukup lebar (dapat mendeteksi
keberadaan senyawa meski dalam
Salah satu hal penting yang
berperan dalam prosedur skrining
fitokimia adalah pelarut untuk
ekstraksi.

Sering muncul kesulitan jika


pemilihan pelarut hanya
didasarkan pada ketentuan
derajat kelarutan suatu senyawa
yang diteliti secara umum.
Hal itu disebabkan karena
hadirnya senyawa-senyawa dari
golongan lain dalam tanaman
tersebut yang akan berpengaruh
terhadap proses kelarutan
senyawa yang diinginkan.
Setiap tanaman tentunya
memiliki komposisi kandungan
yang berbeda-beda sehingga
kelarutan suatu senyawa juga
tidak bisa ditentukan secara pasti
 Kesulitanlain pada proses skrining fitokimia
adalah adanya hasil positif yang palsu.

 Jadi komposisi campuran senyawa yang


terkandung dalam tanaman dapat memberikan
hasil positif meskipun senyawa yang diuji tidak
terkandung dalam tanaman tersebut.

 Ataukemungkinan yang lain, karena campuran


beberapa warna hasil reaksi dari golongan
senyawa-senyawa lain dengan pereaksi yang
digunakan yang pada akhirnya akan
memberikan hasil positif
Hasil negatif juga harus
diwaspadai, apakah benar-benar
senyawa yang diteliti tidak ada
dalam sampel atau hasil yang
negatif itu disebabkan karena
prosedur skrining yang digunakan
tidak sesuai atau tidak tepat.
Karena alasan-alasan yang
demikian inilah maka skrining
fitokimia sudah ditinggalkan
dalam penelitian-penelitian
bahan alam yang modern,
sebagai gantinya penggalian
referensilah yang lebih
diutamakan
Skrining fitokimia merupakan
tahap pendahuluan dalam
penelitian fitokimia.

 Secara umum dapat dikatakan


bahwa metodenya sebagian
besar merupakan reaksi
pengujian warna dengan suatu
pereaksi warna. Skrining fitokimia
merupakan langkah awal yang
SKRINING FITOKIMIA ALKALOID
Uji skrining fitokimia senyawa
golongan alkaloid dilakukan
dengan menggunakan metode
Culvenor dan Fitzgerald.
PROSEDUR
 Bahan tanaman segar sebanyak 5-10 gram diekstraksi
dengan kloroform beramonia lalu disaring. Selanjutnya
ke dalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml asam sulfat 2N
dan dikocok sampai terbentuk dua lapisan.
Lapisanasam (atas) dipipet dan dimasukkan ke dalam
tiga buah tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi yang
pertama ditambahkan dua tetes pereaksi Mayer. Ke
dalam tabung reaksi kedua ditambahkan dua tetes
pereaksi Dragendorf dan ke dalam tabung reaksi yang
ketiga dimasukkan dua tetes pereaksi Wagener.
Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan putih pada tabung reaksi
yang pertama dan timbulnya endapan berwarna
coklat kemerahan pada tabung reaksi kedua dan
ketiga
LARUTAN KLOROFORM
BERAMONIA
Pembuatan larutan kloroform
beramonia, dapat dilakukan
dengan cara mengambil
sebanyak 1 ml amonia pekat 28%
ditambahkan ke dalam 250 ml
kloroform. Kemudian dikeringkan
dengan penambahan 2,5 gram
Natrium sulfat anhidrat dan
disaring.
LARUTAN MAYER
 Pembuatan larutan Mayer dilakukan
dengan cara mengambil HgCl2
sebanyak 1,5 gram dilarutkan dengan
60 ml akuades. Di tempat lain
dilarutkan KI sebanyak 5 gram dalam
10 ml akuades. Kedua larutan yang
telah dibuat tersebut kemudian
dicampur dan diencerkan dengan
akuades sampai volume 100 ml.
pereaksi Mayer yang diperoleh
selanjutnya disimpan dalam botol gelap
PEREAKSI DRAGENDORF
 Pembuatan pereaksi Dragendorf dilakukan
dengan mencampur Bismuth subnitrat
sebanyak 1 gram dilarutkan dalam campuran
10 ml asam asetat glasial dan 40 ml akuades.
Di tempat lain 8 gram KI dilarutkan dalam 20
ml akuades. Kedua larutan yang telah dibuat
dicampur kemudian diencerkan dengan
akuades sampai volumenya 100 ml. pereaksi
Dragendorf ini harus disimpan dalam botol
yang berwarna gelap dan hanya dapat
digunakan selama periode beberapa minggu
setelah dibuat
PEREAKSI WAGNER
Pembuatan pereaksi Wagner,
dilakukan dengan cara
mengambil senyawa KI sebanyak
2 gram dan iodine sebanyak 1,3
gram kemudia dilarutkan dengan
akuades sampai volumenya 100
ml kemudian disaring. Pereaksi
Wagner ini juga harus disimpan
dalam botol yang gelap.
SKRINING FITOKIMIA FLAVONOID
 Ujiskrining senyawa ini dilakukan dengan cara
menggunakan pereaksi Wilstater/Sianidin.

 Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi


dengan pelarut n-heksana atau petroleum eter
sebanyak 15 ml kemudian disaring.
 Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diekstraksi lebih
lanjut menggunakan metanol atau etanol sebanyak 30
ml. Selanjutnya, 2 ml ekstrak metanol atau etanol yang
diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambah dengan 0,5 ml asam klorida pekat (HCl
pekat) dan 3-4 pita logam Mg.
 Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah,
oranye dan hijau tergantung struktur flavonoid
yang terkandung dalam sampel tersebut.
SKRINING FITOKIMIA
TANIN
 Tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu.
Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan proteina membentuk kopolimer
mantap yang tak larut dalam air. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang
berasal dari tanaman, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah
menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang
proteina.
 Di dalam tanaman, letak tanin terpisah dari
protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan
rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka
reaksi penyamakan dapat terjadi.

 Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar


dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada
kenyataannya, sebagian besar tanaman yang
banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan
tanaman karena rasanya yang sepat. Kita
menganggap salah satu fungsi utama tanin
dalam tanaman adalah penolah hewan pemakan
tanaman
 Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang
tersebar merata dalam dunia tumbuhan. Tanin-
terkondensasi hampir terdapat semesta di
dalam paku-pakuan dan gymnospermae, serta
tersebar luas dalam angiospermae, terutama
pada jenis tanaman berkayu.
 Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan
penyebarannya terbatas pada tanaman
berkeping dua; di Inggris hanya terdapat dalam
suku yang nisbi sedikit. Tetapi, kedua jenis
tanin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan
yang sama seperti yang terjadi pada kulit daun
ek, Quercus.
 Tanin terkondensasi atau flavolan
secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi
katekin tunggal (atau galokatekin)
yang membentuk senyawa dimer dan
kemudian oligomer yang lebih tinggi.
Ikatan karbon menghubungkan satu
satuan flavon dengan satuan
berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8.
Kebanyakan flavolan mempunyai 2
sampai 20 satuan flavon.
 Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah
proantosianidin karena bila direaksikan dengan
asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon
penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah
monomer antosianidin.

 Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin,


ini berarti bila direaksikan dengan asam akan
menghasilkan sianidin. Dikenal juga dengan
prodelfinidin dan properlargonidin, demikian
juga campuran polimer yang menghasilkan
sianidin dan delfinidin pada penguraian oleh
asam
 Tanin terhidrolisiskan terutama terdiri dari dua
kelas yang sederhana yaitu depsida
galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang
berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus
estergaloil atau lebih.

 Padajenis kedua, inti molekul berupa senyawa


dimer asam galat, yaitu asam
heksahidroksidifenat, disini pun berikatan
dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini
menghasilkan asam elagat. Senyawa dalam
kedua golongan ini dapat dipilah lebih lanjut
berdasarkan biogenesisnya
 Uji skrining tanin dapat dilakukan dengan 2 metode
yaituuji gelatin FeCl3.
 Untuk uji FeCl3, maka sebanyak 2 ml ekstrak air dari
suatu bagian tanaman ditambahkan ke dalam 2 ml
air suling. Selanjutnya, larutan ekstrak tersebut
ditetesi dengan satu atau dua tetes larutan FeCl31%.

 Adanya kandungan tanin ditandai dengan


timbulnya warna hijau gelap atau hijau
kebiruan.
 Suatu esktrak bagian tanaman mengandung
tanin jika terbentuk endapan putih, setelah
diberi larutan gelatin 1% yang mengandung
NaCl 10%
Skrining
Fitokimia
Terpenoid
dan Antrakuinon
 Terpenoid adalah suatu senyawa alam
yang terbentuk dengan proses biosintesis,
terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan
dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja
pada tumbuhan tingkat tinggi, namun
juga pada terumbu karang dan mikroba.

 Strukturterpenoid dibangun oleh molekul


isoprena, kerangka terpenoid terbentuk
dari dua atau lebih banyak satuan unit
isoprena.
 Terpenoidterdiri atas beberapa macam
senyawa, mulai dari komponen minyak
atsiri, yaitu monoterpen dan
seskuiterpen yang mudah menguap,
diterpen yang lebih sukar menguap,
sampai ke senyawa yang tidak
menguap, triterpenoid dab sterol serta
pigmen karotenoid. Masing-masing
golongan terpenoid itu penting, baik
pada pertumbuhan dan metabolisme
maupun pada ekologi tumbuhan.
Secara kimia, terpenoid umumnya
larut dalam lemak dan terdapat di
dalam sitoplasma sel tumbuhan.
Kadang-kadang minyak atsiri
terdapat di dalam sel kelenjar
khusus pada permukaan daun,
sedangkan karotenoid terutama
berhubungan dengan kloroplas di
dalam daun dan dengan kromoplas
di dalam daun bunga.
 Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan
tanaman dengan memakai eter minyak bumi,
eter atau kloroform dan dapat dipisahkan secara
kromatografi pada silika gel atau alumina
memakai pelarut di atas. Tetapi, sering kali ada
kesukaran sewaktu mendeteksi dalam skala
mikro karena semuanya (kecuali karotenoid)
tidak berwarna dan tidak ada pereaksi
kromogenik semesta yang peka. Sering kali kita
harus mengandalkan cara deteksi yang nisbi
tidak khas pada plat KLT,yaitu penyemprotan
dengan asam sulfat pekat, diteruskan
dengan pemanasan
Senyawa terpenoid berkisar dari
senyawa volatil, yakni komponen
minyak atsiri, yang merupakan
mono dan seskuiterpen,
senyawayang kurang volatil,
yakni diterpen, sampai senyawa
nonvolatil seperti triterpenoid
dan sterol serta pigmen
karotenoid.
Baik pada tumbuhan ataupun
hewan yang menjadi senyawa
dasar untuk biosintesis terpenoid
adalah isopentenil pirofosfat.
Sesuai dengan strukturnya,
terpenoid pada umumnya
merupakan senyawa yang larut
dalam lipid, senyawa ini berada
pada sitoplasma sel tumbuhan.
Minyak atsiri adakalanya
terdapat pada sel kelenjar khusus
yang berada pada permukaan,
sedangkan karotenoid berasosiasi
dengan kloroplas pada daun dan
dengan kromoplas pada tajuk
bunga
Berdasarkan tingkat
kepolarannya, terpenoid pada
umumnya diekstraksi dari jaringan
tumbuhan dengan petroleum eter,
eter dan kloroform, selanjutnya
dipisahkan dengan metode
kromatografi dengan fase diam
silika gel atau alumina dengan
fase gerak yang sesuai.
Pada umumnya, terpenoid sulit
dideteksi dalam skala mikro,
karena kebanyakan terpenoid
berupa senyawa yang tidak
berwarna (kecuali karotenoid).
Tidak ada pereaksi kromogenik
umum yang dapat mendeteksi
semua golongan terpenoid
 Sudah banyak dan bermacam-macam peran
terpenoid dalam tanaman yang diketahui.
Sifatnya yang dapat mengatur pertumbuhan
sudah terbukti, dua dari golongan utama
pengatur tumbuh ialah seskuiterpenoid absisin
dan giberelin yang mempunyai kerangka dasar
diterpenoid.

 Karotenoid berperan dalam pemberi warna


tanaman dan terlibat dalam pigmen pembantu
fotosintesis. Mono dan seskuiterpena berperan
dalam memberi bau yang khas.
 Umumnya masih belum banyak yang
diketahui mengenai peranan terpenoid
pada antar aksi tanaman dengan
hewan, misalnya sebagaialat
komunikasi dan pertahanan pada
serangga. Namun, bidang ini sekarang
sudah bisa menjadi lapangan penelitian
yang aktif. Akhirnya, patut disebutkan
terpenoid tertentu yang tidak menguap
telah diimplikasikan sebagai hormon
kelamin pada fungus
 Pada minyak atsiri yang bagian utamanya
terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat
pada fraksi atsiri yang tersuling-uap.
 Zat inilah yang menyebabkan bau yang
khas pada banyak tanaman.

 Secaraekonomi, senyawa tersebut penting


sebagai dasar wewangian alam dan juga
untuk rempah-rempah serta sebagai
senyawa cita-rasa dalam industri makanan
Secara kimia, terpena minyak
atsiri dapat dipilah menjadi dua
golongan, yaitu monoterpena dan
seskuiterpena, berupa isoprenoid
yang titik didihnya berbeda.
Untuk mengisolasinya
darijaringan tanaman, dilakukan
teknik ekstraksi memakai eter,
eter minyak bumi atau aseton.
 Cara klasik untuk mengisolasi minyak atsiri
adalah memisahkannya dari jaringan segar
dengan penyulingan-uap.
 Sekarang langkah ini jarang dilakukan
karena ada bahaya terbentuknya senyawa
jadian pada suhu yang dinaikkan.
 Terpena dapat mengalami tata susun-ulang
(misalnya dehidrasi pada alkohol tersier)
atau polimerisasi. Keatsirian terpena
sederhana mempunyai arti bahwa terpena
itu merupakan bahan yang ideal untuk
pemisahan dengan kromatografi gas.
 Banyak terpena yang berbau harum dan
dengan demikian sering kali dapat dikenali
langsung dalam sulingan tanaman bila
terdapat sebagai kandungan utama
Sebagian minyak atsiri
merupakan fraksi menguap pada
destilasi, senyawa ini
bertanggung jawab terhadap rasa
dan bau atau aroma berbagai
tumbuhan. Minyak atsiri
mempunyai manfaat komersial
sebagai basis parfum alami,
rempah-rempah dan flavor dalam
industri makanan.
skrining senyawa golongan
terpenoid dan steroid tak jenuh
 Uji skrining senyawa golongan terpenoid dan
steroid tak jenuh dilakukan dengan menggunakan
pereaksi Lieberman-Burchard.

 Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram


diekstraksi dengan pelarut n-heksana atau
petroleum eter sebanyak 10 ml kemudian disaring.
 Ekstrak yang diperoleh diambil sedikit dan
dikeringkan di atas papan spot test, ditambahkan
tiga tetes anhidrida asetat dan kemudian satu tetes
asam sulfat pekat.
 Adanya senyawa golongan terpenoid akan
ditandai dengan timbulnya warna merah
sedangkan adanya senyawa golongan steroid
ditandai dengan munculnya warna biru.
Skrining fitokimia
antrakuinon
 Skriningfitokimia antrakuinonModifikasi uji Borntrager dapat
digunakan untuk menguji adanya senyawa golongan antrakuinon.

 Bahantanaman sebanyak 5 gram diuapkan di atas penangas air


sampai kering.

 Bahan kering yang sudah dingin tersebut kemudian dimasukkan


ke dalam campuran larutan 10 ml KOH 5N dan 1 ml H2O23% dan
dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit, kemudian
disaring. Ke dalam filtrat yang diperoleh setelah penyaringan
ditambahkan asam asetatglasial sampai larutan bersifat asam,
kemudian diekstraksi dengan benzena.

 Ekstrakbenzena yang diperoleh kemudian diambil 5 ml dan


ditambah dengan 5 ml amonia, lalu dikocok. Jika terbentuk warna
merah pada lapisan amonia, maka bahan tanaman tersebut
mengandung senyawa golongan antrakuinon

Anda mungkin juga menyukai