Indikator Surveilans 4
Indikator Surveilans 4
Indikator Surveilans 4
PENGERTIAN INDIKATOR
Menurut Kemenkes (2013) indikator adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk
tentang suatu keadaan, baik pada individu maupun masyarakat, khususnya yang
berkaitan dengan surveilans gizi (1) .
Seperti dikemukan oleh WHO (2013), dikutip dari Zulfianto (2016) dalam Ilmu Gizi,
Teoris dan Aplikasi, saat pemilihan indikator Anda harus SMART, yang berarti saat
memilih indikator Anda harus Spesific, Measurable, Achievable, Relevant dan Time
bound. Artinya indikator tersebut harus benar-benar dapat mengidentifikasi masalah
yang dimaksud, dapat diukur atau diamati, dapat dilaksanakan termasuk
pembiayaannya, relevan dengan masalah yang diamati, dan dapat memberikan indikasi
secara tepat waktu (3).
Lebih lanjut WHO (2013) menyatakan bahwa indikator gizi digunakan untuk
memantau, mendiagnosis dan mengevaluasi intervensi gizi dan gizi pada individu.
Indikator tersebut juga digunakan dalam populasi untuk menentukan besarnya dan
kecenderungan masalah gizi yang sedang diawasi, lokasi dan penyebabnya, dan untuk
mengevaluasi dampak program dan kebijakan gizi. Indikator gizi juga digunakan
dalam penelitian untuk mengidentifikasi mekanisme biologis dan sosial yang
mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh
gizi (4).
SYARAT-SYARAT INDIKATOR
Kemenkes (2013) telah menetapkan beberapa syarat suatu data atau variabel
dapat
dijadikan indikator. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut (1).
1. Mudah diukur baik secara kuantitatif, maupun kualitatif.
2. Dapat menggambarkan masalah dengan jelas.
3. Akurat dan relevan dengan masalah yang ingin diukur.
4. Bersifat sensitif sehingga dapat memberikan indikasi terjadinya perubahan
setiap saat.
5. Tepat waktu sesuai dengan tujuan pengamatan.
Adapun yang juga menjadi syarat-syarat indikator tersebut adalah sebagai berikut (2):
1. Indikator harus mudah diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Mudah diukur itu
seperti berat badan, tinggi badan, konsumsi pangan dan lain sebagainya.
2. Indikator harus jelas untuk dipahami dan dapat secara langsung mengukur keadaan.
Misalnya kenaikan berat badan secara 2 kali berturut-turut.
3. Indikator harus akurat dan relevan dengan masalah yang ingin diukur. Contohnya
untuk mengukur status gizi bisa digunakan indeks berat badan menurut tinggi badan
dan untuk mengukur kerawanan pangan bisa dilihat dari tingkat pemenuhan konsumsi
energi dan zat gizi.
4. Indikator harus sensitif. Artinya, jika ada masalah atau perubahan yang terjadi, maka
masalah dapat dideteksi dengan baik oleh indikator tersebut. Misalnya besarnya
lingkar lengan atas, dapat mengunjukkan risiko kurang energi kronis pada wanita usia
subur.
5. Indikator harus tepat waktu. Indikator yang diperlukan harus dapat dikumpulkan
dalam waktu yang tepat dan singkat, sehingga dapat diambil tindakan segera untuk
memecahkan masalah yang akan timbul.
PENGELOMPOKAN INDIKATOR
1. Indikator input
Berikut ini adalah beberapa contoh dari indikator input yang akan menjadi
input untuk
pengelolaan program:
a. Jumlah tenaga gizi di Puskesmas.
b. Jumlah dan jenis formulir pencatatan dan pelaporan.
c. Jumlah timbangan berat badan dan alat ukur tinggi badan, pita lingkar
lengan atas,
Buku KIA/KMS yang ada.
d. Jumlah dana yang tersedia untuk pelaksanaan program.
e. Jumlah distribusi dan persediaan vitamin A, tablet tambah darah, MPASI
balita dan ibu
hamil, taburia.
2. Indikator proses
Berikut ini adalah beberapa contoh indikator proses untuk pelaksanaan program:
a. Frekuensi kegiatan pelatihan.
b. Frekuensi kegiatan analisis data, pelaporan dan diseminasi informasi.
c. Frekuensi kegiatan pemantauan garam beriodium.
d. Frekuensi kegiatan pemantauan pertumbuhan anak balita di posyandu.
e. Frekuensi kegiatan edukasi gizi.
f. Frekuensi kegiatan konseling ASI dan MP-ASI.
g. Frekuensi kegiatan distribusi vitamin A.
h. Frekuensi kegiatan distribusi Tablet Tambah darah, dan lain-lain.
3. Indikator output
Berikut ini adalah beberapa indikator output dari pelaksanaan kegiatan, yaitu adanya:
a. Cakupan distribusi kapsul vitamin A, cakupan distribusi tablet tambah darah.
b. Persentase D/S, K/S, N/D, BGM/D, 2 T.
c. Cakupan pemberian MP-ASI.
d. Jumlah Puskesmas yang memiliki konselor ASI.
e. Jumlah kader posyandu yang telah dilatih.
4. Indikator outcome
Di bawah ini adalah beberapa indikator outcome yang dalam jangka panjang dapat
dilihat sebagai berikut.
a. Prevalensi gizi kurang.
b. Prevalensi balita pendek.
c. Prevalensi balita kurus.
d. Prevalensi anemia pada ibu hamil.
e. Prevalesi Kekurangan Vitamin A.
UNIT ATAU TINGKATAN
INDIKATOR
Tingkatan individu:
1. Panjang bayi lahir.
2. Balita yang tidak naik berat badannya 2 kali berturut-turut.
3. Balita dengan indeks BB/TB <-SD.
4. Kadar haemoglobin ibu hamil.
5. Lingkar lengan atas wanita usia subur.
6. Tingkat pemenuhan kecukupan energi dan zat gizi perorangan.
Tingkat masyarakat:
1. Tingkat partisipasi masyarakat yang tercermin dari persentase D/S.
2. Prevalensi masalah gizi pada balita.
3. Prevalensi anemia pada ibu hamil.
4. Persentase rumah tangga rawan pangan.
5. Perubahan pola konsumsi masyarakat.
6. Kejadian wabah penyakit infeksi.
7. Cakupan rumah tangga menggunakan garam beriodium.
INDIKATOR PEMANTAUAN STATUS
GIZI
1. Pemantauan Status Gizi 2016
Pada pemantauan status gizi tahun 2016, indikator gizi yang dikumpulkan dan
digunakan adalah (7):
a. Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan.
b. Persentase balita yang ditimbang berat badannya.
c. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif.
d. Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium.
e. Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A.
f. Persentase ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa Kehamilan.
g. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapat Makanan Tambahan.
h. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan.
i. Persentase remaja puteri mendapat TTD.
j. Persentase ibu nifas mendapat kapsul vitamin A.
k. Persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD.
l. Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (berat badan < 2500 gram).
m. Persentase balita mempunyai buku KIA/KMS.
n. Persentase balita ditimbang yang naik berat badannya.
o. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya (T).
p. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut
(2T).
q. Persentase balita di Bawah Garis Merah (BGM).
r. Persentase ibu hamil anemia.
• 2. Pemantauan Status Gizi 2017
• Pada pemantauan status gizi tahun 2017, indikator status gizi yang
dikumpulkan dan digunakan adalah (6) sebagai berikut.
• a. Prevalensi balita gizi kurang menurut indeks BB/U.
• b. Prevalensi balita pendek berdasarkan indeks TB/U atau PB/U.
• c. Prevalensi balita kurus berdasarkan indeks BB/TB atau BB/PB.
• d. Prevalensi balita kurus berdasarkan indeks IMT/U.
• e. Persentase ibu hamil Kurang Energi kronis (KEK).