Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kandungan Hadis Dan Fungsi

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

KANDUNGAN HADIS NABI : HUBUNGANNYA

DENGAN FUNGSI DAN HUBUNGANNYA


DENGAN LATAR BELAKANG TERJADINYA
DOSEN PENGAMPU DR. HERTINA M.AG
KELOMPOK IV
GUSTAMI
JUMAHADDIN
RUSDI INDRA HASIBUAN
Kandungan hadist

Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru,


menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang
singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu
yang diberitakan, diperbincangkan, dan
dipindahkan dari seorang kepada orang lain.

Pengertian Al-Hadits Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari
Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan
(taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan


sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan
mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk
semua umat Islam.
Kedudukan Hadits

Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum


dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah
dalam Al-Quran.
Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum
Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena
memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits
sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran,
menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan
oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam
itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil
kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk
semua umat Islam.
Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ;
seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :
 artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat
An-Nisa : 80:
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dariketaatan itu), Maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul
sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun
mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran
materinya dan keduadari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran
pemberitaannya yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari sahabat
dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir ini tidak
banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di
dalam periwayatan dan menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil
pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa khabar mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat dalam
menetapkan cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian kebenarannya. Untuk
sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus terpenuhi syarat-syarat tertentu.
fungsi hadist

Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar


ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang
secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits.
Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân,
Imam Ahmad menegaskan bahwa seseorang tidak mungkin bisa memahami al-Qur`ân secara
keseluruhan tanpa melalui al-hadîts. Imam Al-Syatibi jugaberpendapat bahwa kita tidak akan
bisa mengistinbath atau mengambil kesimpulan dari hukum al-Qur`ân tanpa melalui al-
hadîts. Dengan demikian jelaslah fungsi al-hadîts terhadap al-Qur`ân itu cukup penting, yaitu
sebagai bayân atau penjelas.
1.Bayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan,
memantapkan, dan mengokohkan
apa yang telah ditetapkan al-Qur`ân, sehingga maknanya tidak
perlu dipertanyakan lagi

2.Bayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci


Bayan terbagi
ayat yang maknanya global atau mengkhususkan ayat yang
maknanya umum.
3. Bayan Tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau
ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran.
Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.
4. Bayan Nasakh ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang
baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.
Contoh hadits bayan taqrir

 “Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats


sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
 Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” - (QS.Al-Maidah:6)
Contoh hadits bayan tafsir

 “Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau


memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
 Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
 “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah” - (QS.Al-Maidah: 38)
 Dalam Al Quran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan
memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi Muhammad
SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
Contoh bayan Tasyri’

 Contohnya hadits mengenai zakat fitrah


 “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan
Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuan” - (HR. Muslim).
Contoh bayan Nasakh

 “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”


 Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
 “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak
dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa” - (QS.Al-Baqarah:180)
 Untuk fungsi hadits sebagai Bayan Nasakh ini ada perdebatan di kalangan ulama.
Ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadits.
Hubungan Hadits dengan Al-Qur’an

Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan.
Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an
dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan
hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah
terletak tujuan yang digariskan. Tetapi pengalaman hukum Allah diberi penjelasan
oleh Nabi. Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah
dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat.
Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar
ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah
belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian keterkaitan
hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an.
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka
hadits disebut sebagai bayani. 
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai