Ahmad Taufik
Ahmad Taufik Al-Jufri | |
---|---|
Lahir | Jakarta, Indonesia | 12 Juli 1965
Meninggal | 23 Maret 2017 Jakarta | (umur 51)
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan | Sarjana, di Universitas Islam Bandung Magister di Hubungan Internasional, Universitas Indonesia |
Pekerjaan | Jurnalis |
Tahun aktif | 1986 - 2017 |
|
Ahmad Taufik (12 Juli 1965 – 23 Maret 2017) adalah seorang jurnalis yang bekerja di Tempo. Ia juga menjadi pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).[1]
Pada masa Orde Baru ia pernah dipenjara karena menerbitkan sebuah buletin yang bernama buletin Independen. Buletin tersebut banyak mengkritik kepemimpinan Presiden Soeharto yang otoriter.[2][3] Selain itu pada tahun 2004 ia pernah digugat oleh pengusaha Tomy Winata,[2] pada pledoinya ia berkata:
"Memberitakan informasi apa adanya adalah kewajiban saya, dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi itu".
Ia meninggal di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, karena sakit kanker paru-paru. Semasa hidupnya ia pernah mendapatkan beberapa penghargaan seperti anugerah Tasrif Award-Indonesia Press Freedom Award. Pada 1995, ia memperoleh International Press Freedom Award dari Committee to Protect Journalists (CPJ) sebuah organisasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat.[1]
Biografi
[sunting | sunting sumber]Taufik lahir pada tanggal 12 Juli 1965 di Jakarta dari keluarga keturunan Hadhrami. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 24 Jakarta, ia melanjutkan studi di Universitas Islam Bandung dan lulus sebagai sarjana hukum. Saat di kampus ia berpartisipasi pada beberapa unjuk rasa mahasiswa mengenai kasus tanah di Badega, Kabupaten Garut.[4] Ia merampungkan pendidikan magister hubungan internasional di Universitas Padjadjaran tak lama sebelum wafat.
Penangkapan dan penahanan
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 16 Maret 1995, Taufik ditahan setelah terbitnya seri artikel di majalah berita milik AJI Independen yang mengulas suksesi kepemimpinan nasional dan harta kekayaan pribadi Presiden Soeharto.[3][5] Ia kemudian didakwa berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982, yang melarang penerbitan surat kabar atau majalah tanpa Surat Izin Usaha Penerbitan Pers, dan Pasal 154 KUHP yang melarang penerbitan "perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia".[3] Seperti dijelaskannya pada harian asal Amerika Serikat The New York Times, untuk membuat terbitan, "Anda harus memiliki izin dari Departemen Penerangan... kami tidak memiliki izin, karena kami tidak setuju soal itu. Kami menolak."[6]
Pada tanggal 1 September 1995, ia dinyatakan bersalah atas kedua dakwaan tersebut dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.[3] CPJ memprotes penangkapannya dan wartawan lainnya, dan menjuluki Soeharto sebagai "satu dari sepuluh musuh pers terburuk" dalam daftar tahunannya.[3] Taufik dibbeaskan bersyarat pada tanggal 19 Juli 1997, setelah menjalani dua per tiga masa hukuman.[3][4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "Rayakan HUT Ke-23, AJI Gelar Tribute untuk Ahmad Taufik". Tempo.co. [pranala nonaktif permanen]
- ^ a b "Wartawan Senior Tempo Ahmad Taufik Pernah Dipenjara Rezim Orba". Tempo.co. [pranala nonaktif permanen]
- ^ a b c d e f "Freed journalist to accept International Press Freedom Award". Pacific Media Watch. 19 November 1997. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 September 2011. Diakses tanggal 2 Juni 2011.
- ^ a b Zed A (30 July 1997). "Wawancara Ahmad Taufik: "Saya Terlambat Masuk Penjara"". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Juli 2011. Diakses tanggal 2 Juni 2011.
- ^ "Indonesia: Journalists' Sentences Increased as Media Restrictions Continue". Amnesty International. April 1995. Diakses tanggal 9 Juni 2011.
- ^ "The Perils of the Press in Indonesia Include Jail". The New York Times. 18 April 1996. Diakses tanggal 2 Juni 2011.