Bajek
Bajek | |
---|---|
Nama lain | Bajek (Bugis), Wajek (Makassar), Golla Kambu (Mandar) |
Sajian | Jajanan pasar |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Sulawesi |
Suhu penyajian | Suhu ruangan |
Sunting kotak info • L • B |
Bajek atau Wajek adalah salah satu kue khas asal dari etnis Bugis, Makassar dan Mandar di Sulawesi yang terbuat dari beras ketan yang dicampur santan dan gula merah. Makanan manis ini bisa bertahan beberapa hari, jika disimpan dalam wadah tertutup. Baje biasanya dibungkus dalam daun pisang kering dan saat ini sudah tersedia varian berupa rasa durian dan rasa kacang.[1]
Baje’ memiliki nilai filosofi. Karena berasa manis dan lengket—mengikat satu sama lain. Antara satu butir songkolo dengan butir yang lain sulit dipisahkan dan ini menunjukkan nilai persatuan. Selain itu, rasa manis berarti memberi harapan agar kehidupan bisa berjalan dengan manis alias jauh dari marabahaya. Rasa manis inilah yang diharapkan membawa tuah dalam kehidupan. Sedangkan proses membuat yang mudah dibuat namun bermanfaat menunjukkan pula jika ingin berbuat baik, maka sebaiknya jangan terlalu mempersulit diri.[2]
Baje dan Tradisi
[sunting | sunting sumber]Baje biasanya dihidangkan bersama onde-onde untuk acara syukuran atau ma’baca-baca. Kedua penganan ini muncul dalam perumpaan dalam tutur kata masyarakat “Biar itu baje dan onde-onde jadi ji,” yang menunjukkan bahwa syukuran atau bahasa lokalnya ma’baca-baca menjadikan kedua penganan itu berada di atas penganan yang lain.
Masyarakat Pattae di kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, juga menjadikan Baje’ sebagai salah satu makanan dalam acara tradisi Pa’bongian atau Ma’bongi. Acara ini adalah acara peringatan kematian anggota keluarga dan akan disajikan Baje sebagai penganan untuk dicicipi serta untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing oleh setiap tamu yang datang.[3]
Saat ini, baje’ bukan lagi hanya dibuat sebagai penganan khas dalam acara Pa’bongian tapi juga ada dalam acara-acara adat lainnya, seperti Ma’pateka Doa’ (aqiqah) dan Mappabotting (acara pernikahan).
Baje juga bisa disajikan di acara Pemilihan Umum untuk menarik minat para pemilih.[4]
Adapun di masyarakat Toraja yang sedang mengadakan upacara Rambu Solo atau Rambu Tuka', akan disajikan juga Baje yang dikenal dengan nama Baje Buakayu dengan bahan yang sama dengan Baje pada umumnya dan dibungkus dalam daun jagung kering.[5]
Jenis-jenis Baje
[sunting | sunting sumber]Selain Baje untuk acara syukuran, juga ada Baje jenis kedua yaitu Baje canggoreng atau baje kacang tanah karena terbuat dari kacang tanah. Cara membuatnya sama dengan Baje songkolo. Hanya saja jenis baje ini tak digunakan dalam acara syukuran atau ma’baca-baca. Baje Canggoreng atau tenteng menggunakan daun jagung sebagai pembungkusnya dan dibentuk bulat memanjang.[2] Di Enrekang, Baje canggoreng dikenal dengan nama Baje Rappo dan biasanya merupakan sajian untuk acara panen. Baje Rappo dijual di pinggir jalan dan dikemas menggunakan kulit pisang, kulit jagung dan daun kelapa.[6]
Dalam suku Mandar juga dikenal adanya Baje lolong, yaitu Baje yang disajikan menggunakan batok kelapa. Baje lolong selintas mirip kue wajik yang umum ditemui di Jawa, namun teksturnya lebih kenyal dan berair mirip bubur.[7]
Sedangkan masyarakat Pattae, Sulawesi Barat memiliki beberapa jenis Baje yang mereka kenal seperti: [3]
Baje’ Baka, yaitu Baje yang agak berbeda dengan baje biasa karena jenis ini tidak menggunakan beras ketan dan kelapa. Baje baka hanya terdiri atas gula merah yang di didihkan kemudian dicampur dengan buah sukun.[8]
Baje Bandong, merupakan salah satu jenis Baje yang terbuat dari beras ketan putih yang dicampur dengan gula pasir dan kelapa parut. Baje Bandong dikemas dalam bungkus kertas minyak warna-warni dan ada yang menambahkan isian berupa kacang tanah atau durian. Baje' Bandong memiliki arti: "Bijak pergi berbondong-bondong" [9]
Baje’ Tang Jaji atau Baje setengah matang. Baje ini sebenarnya matang dan sangat layak untuk dikonsumsi, namun karena proses pengadukannya tidak sampai mengental seperti baje pada umumnya makanya disebut baje tang jaji. Baje ini biasanya dibuat untuk acara-acara tolak bala, orang tua zaman dulu berharap bala/petaka tidak menimpa seseorang atau kampung dengan membuat Baje tang jaji.
Baje Tori’ adalah Baje yang disajikan pada acara pernikahan, khususnya ketika mempelai pria diantar ke rumah mempelai wanita untuk akad. Biasanya iringan pengantin membawa beragam jenis seserahan seperti peralatan rias, buah atau tanaman tertentu, dan berbagai jenis kue. Salah satu kue yang diserahkan adalah Baje tori.
Baje’ Durian adalah Baje yang hanya dapat dibuat pada musim durian, bahan dasarnya sama dengan baje lainnya, hanya saja pada Baje’ Durian ini, ditambahkan buah durian, sehingga aromanya khas. Hal ini sebagai rasa syukur karena setiap tahunnya masyarakat Pattae memiliki musim buah-buahan, seperti lasse (langsat), lilamun (rambutan), dan durian yang berlimpah.
Baje’ Kambu yaitu Baje yang menggunakan air Nipah yang telah ditadah selama beberapa hari. Setelah air nipa tersebut diambil dari pohonnya, air nipa langsung dimasak agar menghasilkan padatan gula yang disebut gula merah. Sebelum air nipa memadat, maka dimasukkan tepung terigu dan kacang tanah yang telah ditumbuk kasar. Hal ini dilakukan agar bahan-bahan tersebut tercampur merata dengan adonan air nipa, sehingga dapat menghasilkan Baje Kambu.
Proses pembuatan
[sunting | sunting sumber]Beras ketan putih atau hitam direndam beberapa jam, dikukus hingga matang, kemudian dituangkan gula merah cair dan santan sewaktu dimasak. Nasi jenis ini bagi masyarakat Makassar disebut songkolo dan masyarakat Bugis menyebutnya sokko’. [2] Baje yang telah matang sering disajikan di atas daun pisang atau daun jagung dan piring atau mangkok.
Namun di suku Mandar akan menambahkan kelapa dalam adonannya.[1]
Baje’ biasanya dimasak dengan menggunakan tungku yang besar dan harus diaduk terus menerus. Bila baje berhenti diaduk sebentar, maka baje akan menjadi gosong dan rasanya akan berubah. Sehingga diperlukan banyak orang untuk membuat makanan ini, bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki yang akan bergantian menjaga bara api dan mengaduk baje’ terus menerus sampai matang.[3]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Rijal, Syamsu; Badollahi, Muh.; Anjarsari, Hilda (2019). POTENSI SEJARAH DAN BUDAYA MANDAR DALAM PERSPEKTIF PARIWISATA (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. ISBN 978-602-51991-6-5.
- ^ a b c Makkatutu, Irhyl R. (2021-08-23). "Baje', Penganan Khas Sulawesi yang Sarat akan Nilai Filosofi • Klik Hijau". Klik Hijau. Diakses tanggal 2022-08-16.
- ^ a b c Redaksi, Tim (2017-04-03). "Makanan Khas Baje' dan Tradisi Pa'bongian Masyarakat Pattae". Pattae.com. Diakses tanggal 2022-08-16.
- ^ "KPPS TPS 02 Kajang Bulukumba Pakai Kostum Petani, Juga Suguhkan Kue Baje' ke Pemilih". Tribun-timur.com. Diakses tanggal 2022-08-16.
- ^ Kurnia, Riza (2018-04-24). "Yuk Kenalan Sama Baje Buakayu, Kue Khas yang Dibuat Untuk Upacara Rambu Solo". CakapCakap. Diakses tanggal 2022-08-16.
- ^ "Baje Rappo". Enrekangkab.go.id. 20 Agustus 2016. Diakses tanggal 2022-08-16.
- ^ Febriady, Abdy (23 Mei 2022). "Disajikan di Batok Kelapa, Ini Baje Lolong yang Manis Legit dari Mandar". Detik.com. Diakses tanggal 16 Agustu 2022. [pranala nonaktif permanen]
- ^ "Yuk, Buat Baje Sukun Ala Orang Pangkep". Tribun-timur.com. Diakses tanggal 2022-08-16.
- ^ Basri, Diwan. "Kue Tradisional Khas Sulawesi Selatan | DASSnews.com". Diakses tanggal 2022-08-16.[pranala nonaktif permanen]