Buddhisme di Asia Tenggara
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Agama Buddha di Asia Tenggara pertama kali berkembang di wilayah timur anak benua India, khususnya Myanmar pada abad ke-2 Sebelum Masehi. Penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara diawali oleh suku Mon yang terpengaruh dengan budaya India sehingga menerima agama Buddha sebagai kepercayaan mereka. Agama Buddha di Asia Tenggara menyebar sebelum perpecahan antara aliran Mahayana dan Hinayana terjadi pada masa pemerintahan Asoka di India. Candi-candi Buddha paling awal di Asia Tenggara dibangun dengan wilayah Kerajaan Mon di Myanmar Tengah sebagai pusat pembangunan. Penanggalan candi antara abad ke-1 hingga abad ke-5 Masehi. Aliran Theravada berkembang di Asia Tenggara bagian utara selama abad ke-5 Masehi, tetapi digantikan secara bertahap oleh aliran Mahayana sejak abad ke-6 Masehi.[1]
Penyebaran
[sunting | sunting sumber]Selama abad pertama Masehi, perdagangan di Jalur Sutra yang melalui darat cenderung dibatasi oleh kenaikan kekaisaran Parthia di Timur Tengah, sebuah bebuyutan Kekaisaran Romawi yang belum hancur. Sementara itu kala itu bersamaan dengan waktu di mana orang Roma sedang menjadi sangat kaya dan permintaan mereka untuk kemewahan Asia naik.
Permintaan ini menghidupkan lagi hubungan laut di antara Laut Tengah dan Tiongkok, dengan India sebagai perantara terpilih. Dari waktu itu, lewat hubungan perdagangan, koloni-koloni dagang, dan bahkan intervensi politik, India memulai dengan kuat pengaruhnya di Asia Tenggara. Rute dagang menghubungkan India dengan selatan Burma, pusat dan selatan Siam, Kamboja dan selatan Vietnam, dan banyak pemukiman pesisir didirikan di sana.
Lebih dari seribu tahun, pengaruh India merupakan faktor utama yang membawa persatuan budaya di antara banyak negara yang berbeda-beda di kawasan ini. Bahasa Pali dan bahasa Sanskerta serta aksara India bersama dengan Theravada, Mahayana, Brahmanisme, dan agama Hindu, disebarkan secara langsung melalui teks-teks kesusastraan India seperti Ramayana dan Mahabharata.
Dari abad ke-5 sampai abad ke-13, Asia Tenggara memiliki kerajaan-kerajaan dan bahkan kekaisaran yang kuat dan berkuasa dan menjadi aktif dalam pengembangan arsitektur dan seni Buddha. Pengaruh utama Buddha berasal dari anakbenua India, sehingga negara-negara di sini menganut aliran Mahayana. Sri Wijaya di selatan dan kerajaan Khmer di utara saling berusaha menjadi yang paling berkuasa dan kesenian mereka mencermikan pantheon Bodhisattva Mahayana yang sangat kaya.
Kerajaan Sri Wijaya (abad ke-5–abad ke-15)
[sunting | sunting sumber]Sri Wijaya, sebuah negara maritim yang berpusat di Sumatra, memeluk aliran Mahayana dan Yajrayana. Sri Wijaya menyebarkan kedua alirannya ini ketika mereka berkuasa ke seantero Asia Tenggara. Banyak sekali patung-patung Bodhisattva Mahayana dari masa ini memiliki ciri khas kehalusan yang sangat kuat dan kecanggihan tekhnik yang unggul dan ditemukan di seantero Asia Tenggara.
Lalu di Jawa pada masa yang sama ditemukan peninggalan candi Borobudur (bangunan Buddha terbesar di seluruh dunia dan dibangun sekitar tahun 780 oleh dinasti Sailendra), yang memiliki 505 citra Buddha yang bersila. Kerajaan Buddha Sri Wijaya akhirnya binasa karena konflik dengan kaum Chola dari India selatan, Majapahit pada abad ke-14 sebelum hancur sama sekali karena pengaruh penyebaran Islam setelah masa ini.
Kerajaan Khmer (abad ke-9–abad ke-13)
[sunting | sunting sumber]Kelak, dari abad ke-9 sampai abad ke-13, aliran Mahayana dan Kerajaan Khmer Hindu menguasai bagian terbesar semenanjung Asia Tenggara. Di bawah Khmer, lebih dari 900 candi dibangun di Kamboja dan di negara tetangga Thailand. Angkor di pusat perkembangan ini, dengan kompleks candi dan pengaturan perkotaan dapat menyangga sekitar satu juta orang penduduk perkotaan.
Seorang di antara raja Khmer yang istimewa, Jayavarman VII (1181–1219), membangun bangunan terbesar Buddha di Bayon dan Angkor Thom. Mengikuti hancurnya Buddhisme di India daratan selama abad ke-11, Mahayana ditolak di Asia Tenggara, diganti dengan Theravada dari Sri Langka.
Lahirnya kembali agama Buddha di Indonesia pasca Orde Lama
[sunting | sunting sumber]Namun, sejak 1966 dengan naiknya Presiden Soeharto setelah peristiwa berdarah G-30-S PKI yang konon katanya didalangi oleh Partai Komunis Indonesia, ada renaisans luar biasa agama Buddha di Indonesia. Ini sebagian disebabkan oleh syarat Pemerintahan Orde Baru Soeharto bahwa warga Indonesia harus mengambil satu di antara lima agama resmi: Islam, Protestan, Katolik, Hindu atau Buddha. Sekarang diperkirakan ada 2 jutaan umat Buddha di Indonesia. Sebagian besar mereka adalah orang keturunan Tionghoa. Namun banyak pula umat Buddha dari suku Jawa dan suku Sasak.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Khairiah (2018). Agama Budha (PDF). Pekanbaru: Kalimedia. hlm. 15. ISBN 978-602-6827-86-9.