Ekologi hutan
Ekologi hutan adalah studi ilmiah mengenai keterkaitan antara pola, proses flora, fauna, dan ekosistem di dalam hutan. Ekosistem hutan adalah unit lahan tegakan pohon kayu yang terdiri semua tanaman, hewan, dan mikroorganisme (komponen biotik)yang berfungsi secara bersama-sama dengan komponen abiotik dari lingkungan.[1]
Hubungan dengan cabang ilmu ekologi lain
[sunting | sunting sumber]Ekologi hutan adalah salah satu cabang dari tipe studi ekologi yang berorientasi pada faktor biotik (berlawanan dengan klasifikasi ekologi yang berbasis tingkat organisasi atau kerumitannya, seperti ekologi populasi dan ekologi komunitas). Pohon sering kali menjadi fokus utama, namun bentuk kehidupan dan komponen lain seperti satwa liar dan nutrisi tanah dapat menjadi perhatian utama. Sehingga ekologi hutan merupakan cabang studi ekologi yang penting dan sangat beragam.
Ekologi hutan memiliki kesamaan karakteristik dan pendekatan metdologi dengan ekologi tumbuhan darat. Hanya keberadaan tegakan pohon yang membedakannya dengan ekologi tumbuhan darat, karena pohon adalah karakteristik utama hutan.
Keragaman dan kerumitan komunitas
[sunting | sunting sumber]Karena pohon dapat tumbuh lebih besar dari bentuk tumbuhan lain, terdapat potensi keragaman struktur hutan (fisiognomi). Sejumlah besar tata letak spasial yang mungkin terbentuk memiliki ukuran yang sangat bervariasi, dan spesies yang sangat beragam, serta lingkungan mikro yang bermacam-macam seperti pencahayaan sinar matahari, temperatur, kelembaban relatif, dan kecepatan angin. Salah satu komponen penting ekosistem hutan seperti biomassa sering kali berada di dalam tanah, di mana struktur tanah, kuantitas dan kualitas air, serta jumlah nutrisi tanah bisa bervariasi.[2] Sehingga hutan merupakan lingkungan yang sangat heterogen jika dibandingkan dengan komunitas tumbuhan darat. Heterogenitas ini dapat memungkinkan keragaman hayati yang besar yang terdiri dari tumbuhan dan hean. Ekologi hutan juga mempengaruhi desain strategi sampling inventarisasi hutan, dan merupakan faktor utama dalah meningkatkan jumlah satwa liar dan keragaman hayati.[3]
Potensi ekologi
[sunting | sunting sumber]Setiap spesies memiliki potensi ekologi yang diukur berdasarkan kapasitasnya dalam berkompetisi secara efektif terhadap spesies lainnya di suatu kawasan tertentu. Metode pengukuran potensi ekologi suatu spesies secara kuantitatif telah dibuat oleh Hans-Jürgen Otto. ia membagi parameternya menjadi tiga:[4]
- Terkait kebutuhan lokasi, misal apakah spesies tahan terhadap temperatur yang rendah, iklim yang kering, dan sebagainya
- Terkait kualitas secara spesies spesifik, seperti stabilitas, usia, kapasitas regenerasi, pertumbuhan, dan sebagainya
- Terkait risiko yang tidak diduga, seperti ketahanan terhadap kebakaran hutan, musim dingin yang membeku, badai, wabah penyakit, dan sebagainya
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Robert W. Christopherson. 1996. Geosystems: An Introduction to Physical Geography. Prentice Hall Inc.
- ^ James P. Kimmins. 2004. Forest Ecology: a foundation for sustainable forest management and environmental ethics in forestry, 3rd Edit. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ, USA.
- ^ Philip Joseph Burton. 2003. Towards sustainable management of the boreal forest
- ^ Otto, Hans-Jürgen (1998). Écologie Forestière (dalam bahasa French). Paris: Instutut pour le Dévelopement Forestier. ISBN 9782904740657.
Bahan bacaan
[sunting | sunting sumber]- Philip Joseph Burton. 2003. Towards sustainable management of the boreal forest
- Robert W. Christopherson. 1996. Geosystems: An Introduction to Physical Geography. Prentice Hall Inc.
- C. Michael Hogan. 2008. Wild turkey: Meleagris gallopavo, GlobalTwitcher.com, ed. N. Stromberg
- James P. Kimmins. 2004. Forest Ecology: a foundation for sustainable forest management and environmental ethics in forestry, 3rd Edit. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ, USA.