Ketokonazol
(2R,4S)-(+)-ketokonazola (atas) (2S,4R)-(−)-ketokonazola (bawah) | |
Nama sistematis (IUPAC) | |
1-[4-[4-[[2-(2,4-diklorofenil)-2-(imidazol-1-ilmetil)-1,3-dioksolan-4-il]metoksi]fenil]piperazin-1-il]etanon | |
Data klinis | |
Nama dagang | Anfuhex, Mycoral, Zoralin, Ketomed, Nizoral, lainnya |
AHFS/Drugs.com | monograph |
MedlinePlus | a682816 |
Data lisensi | EMA:pranala, US Daily Med:pranala |
Kat. kehamilan | B3(AU) C(US) |
Status hukum | POM (UK) ? (US) Rx-saja |
Rute | Oral (tablet), topikal (krim, sampo, larutan) |
Data farmakokinetik | |
Bioavailabilitas | Oral: 37–97%[1] |
Ikatan protein | 84 hingga 99% |
Metabolisme | Liver ekstensif (terutama oksidasi, O-dealkylation) |
Waktu paruh | Bifasik |
Ekskresi | Empedu (utama) dan ginjal[2] |
Pengenal | |
Nomor CAS | 65277-42-1 |
Kode ATC | J02AB02 D01AC08 G01AF11 |
PubChem | CID 3823 |
Ligan IUPHAR | 2568 |
DrugBank | DB01026 |
ChemSpider | 401695 |
UNII | R9400W927I |
KEGG | D00351 |
ChEBI | CHEBI:48336 |
ChEMBL | CHEMBL75 |
Sinonim | R-41400; KW-1414 |
Data kimia | |
Rumus | C26H28Cl2N4O4 |
Massa mol. | 531,431 g/mol |
|
Ketokonazol adalah obat untuk mengatasi berbagai infeksi jamur di kulit, seperti panau, kurap, kutu air, dan infeksi jamur di bagian tubuh lain, seperti kandidiasis pada vagina.[3] Ketokonazola adalah imidazola spektrum luas pertama yang cocok untuk pengobatan mikosis sistemik secara oral.[4] Ketokonazola bekerja dengan mencegah sintesis ergosterol, serupa dengan kolesterol pada jamur, sehingga meningkatkan fluiditas membran dan mencegah pertumbuhan jamur.[5]
Formulasi ketokonazola tersedia dalam bentuk oral dan topikal. Ketokonazola oral tersedia dalam bentuk tablet 200 mg sementara untuk ketokonazola topikal tersedia dalam bentuk krim, sampo, gel, dan losion dengan konsentrasi 1-2%,[6] serta larutan 2%.[7]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sintesis dan sifat antijamur dari ketokonazola pertama kali dideskripsikan oleh Janssen Pharmaceutica dan dilaporkan dalam Journal of Medicinal Chemistry yang diterbitkan oleh American Chemical Society pada tahun 1979.[8]
Pada tahun 1981, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui penggunaan ketokonazola secara sistemik yang telah disintesis dan dikembangkan oleh Janssen Pharmaceutica tersebut.[9]
Pada Juli 2013, FDA mengeluarkan peringatan bahwa ketokonazola tablet dapat menyebabkan kerusakan hati yang serius dan masalah kelenjar adrenal, sehingga obat ini sebaiknya tidak digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk infeksi jamur apa pun. Obat ini sebaiknya hanya digunakan jika obat antijamur alternatif tidak tersedia atau tidak memberikan hasil yang baik.[10]
Sinonim dan nama dagang
[sunting | sunting sumber]Ketokonazola bisa ditemukan dalam beberapa sinonim seperti ketoconazol, ketoconazole, ketoconazolum, dan ketozole.[5]
Beberapa merek dagang ketokonazola di antaranya adalah Formyco, Ketomed, Mycoral, Nizoral, Solinfec, Zoralin, A-Be, Anfuhex, Lamycos, Cidaral, Lusanoc, Dandrufin, Dericazole, Murazid, Dexazol, Muzoral, Mycoderm, Dysfungal, Erazol, Nizol, Etafungal, Nofung, Picamic, Ketokonazol, Wizol, Ketokonazole.[3][11]
Sementara merek dagang ketokonazola yang beredar di Indonesia antara lain Anfuhex, Dermaral, Erazol, Funet, Fungoral, Fungasol, Formyco, Formyco Cream, Grazol, Interzol, Mycoral, Nizol, Nizoral Cream, Nizoral-SS, Solinfec, Solinfec Cream, Tokasid, Tokasid Cream, Zoralin, Zoloral Cream, Zoloral-SS,[12] dan Ketomed.[13]
Mekanisme kerja
[sunting | sunting sumber]Mekanisme kerja ketokonazola sebagai antijamur adalah dengan melemahkan struktur dan fungsi membran sel fungi melalui mekanisme blokade sintesis ergosterol, salah satu komponen dari membran sel fungi, melalui penghambatan sitokrom P-450.[14]
Ketokonazola bekerja dengan memblok sintesis dari ergosterol melalaui penghambatan pada lanosterol 14 alfa-demetilase, suatu enzim sitokrom P-450 yang diperlukan untuk konversi lanosterol menjadi ergosterol, sehingga lanosterol tidak dapat melakukan konversi menjadi ergosterol pada membran sel fungi. Hal ini mengakibatkan penghambatan sintesis ergosterol dan peningkatan permeabilitas sel fungi karena berkurangnya jumlah ergosterol yang terdapat dalam membran sel fungi. Penghambatan metabolisme ini juga menghasilkan akumulasi 14α-metil-3,6-diol, suatu metabolit toksik. Ergosterol yang tidak dapat terbentuk dan semakin tipis pada dinding membran sel akan melemahkan struktur dan fungsi pada membran sel.[5][14]
Penggunaan medis
[sunting | sunting sumber]Rute pemberian obat oral
[sunting | sunting sumber]Ketokonazola dalam bentuk tablet digunakan untuk mengobati infeksi jamur yang memengaruhi beberapa organ (sistemik).[3] Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, digunakan untuk mengobati infeksi jamur dan khamir yang serius, seperti kandidiasis, blastomikosis (penyakit Gilchrist), koksidioidomikosis, histoplasmosis (penyakit Darling), kromoblastomikosis (kromomikosis) parakoksidioidomikosis (blastomikosis Amerika Selatan, penyakit Lutz-Splendore-Almeida).[15]
Obat ini bekerja dengan cara membunuh jamur atau ragi, atau mencegah pertumbuhannya. Ketokonazola juga digunakan untuk mengobati infeksi jamur parasit pada kulit (seperti tinea pedis (kutu air) atau kurap) yang tidak dapat diobati dengan obat topikal atau griseofulvin, atau untuk pasien yang tidak dapat menggunakan griseofulvin.[15]
Rute pemberian obat topikal
[sunting | sunting sumber]Krim
[sunting | sunting sumber]Ketokonazola krim 2% digunakan untuk mengatasi infeksi jamur kulit seperti infeksi jamur Candida di kulit (cutaneous candidiasis), tinea korporis, tinea kruris (infeksi jamur di selangkangan), tinea manum (infeksi jamur tangan), dan tinea pedis (kutu air). Selain itu juga dapat digunakan untuk mengobati panau dan dermatitis seboroik.[3]
Sampo
[sunting | sunting sumber]Ketokonazola sampo 2% bisa digunakan untuk mengobati panau dan dermatitis seboroik, selain juga bisa digunakan untuk pencegahan panau.[3]
Larutan kulit kepala
[sunting | sunting sumber]Ketokonazola larutan kulit kepala 2% digunakan untuk pengobatan infeksi kulit kepala yang disebabkan oleh jamur Pityrosporum ovale seperti gangguan kulit yang menyebabkan kulit bersisik, berketombe, dan dermatitis seboroik ringan.[13]
Efek samping
[sunting | sunting sumber]Efek samping penggunaan ketokonazola tablet yang umum terjadi adalah mual ringan, muntah, atau nyeri perut, gatal atau ruam ringan, sakit kepala, pusing, pembengkakan atau pembesaran payudara pada pria,[3] impotensi atau kehilangan gairah seks, diare, urtikaria, pruritus, alopesia, dan kerusakan hati.[16][11] Efek samping ketokonazola tablet lainnya juga bisa berupa demam, reaksi alergi, gatal-gatal, sulit bernapas, nyeri dada, dan bengkak pada wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.[11]
Efek samping penggunaan ketokonazola dalam bentuk sediaan krim di antaranya adalah sedikit rasa panas, eritema, gatal, iritasi lokal, dan reaksi hipersensitif.[11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Larry E. Millikan, ed. (2000). Drug Therapy in Dermatology. Marcel Dekker, Inc. hlm. 82. ISBN 0-8247-0306-5. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ "Assessment report: Ketoconazole HRA" (PDF). www.ema.europa.eu. European Medicines Agency. Committee for Medicinal Products for Human Use. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 Agustus 2016. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ a b c d e f dr. Merry Dame Cristy Pane (28 Januari 2020). "Ketoconazole". Alodokter. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ Walter Sneader (2005). Drug Discovery: A History. John Wiley & Sons, Ltd. hlm. 335. ISBN 0-471-89979-8. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ a b c "Ketoconazole". DrugBank.ca. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ dr.Intan Ekarulita. "Formulasi Ketoconazole". Alomedika. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ Muhsin A. Aldhalimi, Najah R. Hadi, dan Fadaa A. Ghafil (9 Maret 2014). "Promotive Effect of Topical Ketoconazole, Minoxidil, and Minoxidil with Tretinoin on Hair Growth in Male Mice". National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine. doi:10.1155/2014/575423. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ J. Heeres, L. J. J. Backx, J. H. Mostmans, dan J. Van Cutsem (1979). "Antimycotic Imidazoles. Part 4. Synthesis and Antifungal Activity of Ketoconazole, a New Potent Orally Active Broad-spectrum Antifungal Agent" (PDF). Journal of Medicinal Chemistry. American Chemical Society. 22, No.8: 1003. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ J. A. Maertens (27 Februari 2004). "History of the development of azole derivatives". Wiley Online Library. Diakses tanggal 6 Juni 2020.
- ^ "Ketomed: Manfaat, Dosis, & Efek Samping". HonestDocs. 2 April 2020. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ a b c d "Ketoconazole – Manfaat, Dosis, dan Efek Samping". DokterSehat. 27 Agustus 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Juni 2020. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ dr. Karlina Lestari (1 Februari 2019). "Ketoconazole". SehatQ. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ a b Lenny Tan (25 September 2019). "Ketomed 2 % larutan 60 ml". SehatQ. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ a b dr.Intan Ekarulita. "Farmakologi Ketoconazole". Alomedika. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ a b "Ketoconazole (Oral Route)". Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER). 1 Mei 2020. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
- ^ Lika Aprilia Samiadi (11 Mei 2020). "Ketoconazole". Hello Sehat. Diakses tanggal 7 Juni 2020.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- "Ketoconazole". Drug Information Portal. U.S. National Library of Medicine.
- Asetamida
- Antijamur untuk penggunaan dermatologis
- Antiglukokortikoid
- Penghambat aromatase
- Reka cipta Belgia
- Kloroarena
- Penghambat CYP17A1
- Dioksolana
- Pengganggu endokrin
- Pengobatan rambut rontok
- Hepatotoksin
- Obat antineoplastik hormonal
- Antijamur imidazola
- Janssen Pharmaceutica
- Obat yang dikembangkan oleh Johnson & Johnson
- Antiandrogen nonsteroid
- Penghambat CYP7A1
- Obat Esensial Nasional Indonesia
- Antijamur
- Penghambat CYP11B1
- Penghambat CYP21A2
- Penghambat CYP2D6
- Penghambat CYP3A4
- Obat serupa disulfiram
- Eter feniletanolamina
- Piperazina
- Penghambat CYP51A1
- Penghambat sitokrom P450 umum