Pop Jawa
Pop Jawa | |
---|---|
Sumber aliran | |
Sumber kebudayaan | Secara nominal awal tahun 1970-an Dipopulerkan: 1974 awal mula musik pop berbahasa Jawa dikenalkan oleh Koes Plus[1] |
Alat musik yang biasa digunakan | |
Genre campuran (fusion) | |
Topik lainnya | |
Pop Indonesia |
Musik dari Indonesia | ||||||||
Jenis | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bentuk khusus | ||||||||
|
||||||||
Media dan pertunjukan | ||||||||
|
||||||||
Musik nasional | ||||||||
|
||||||||
Musik daerah | ||||||||
|
||||||||
Pop Jawa (bahasa Jawa: ꦥꦺꦴꦥ꧀ꦗꦮ; bahasa Inggris: Java-pop, atau singkatan dari Javanese pop), juga dikenal sebagai tembang pop Jawa, adalah genre musik pop berbahasa Jawa yang memasuki arus utama musik Indonesia pada tahun 1990-an. Pop Jawa berakar pada musik tradisional Jawa, secara signifikan pada tahun 1970-an musik pop berbahasa Jawa dipopulerkan dan dimainkan oleh Koes Plus, yang menyebabkan musisi seperti Tonny Koeswoyo, Is Haryanto, Didi Kempot, Nurafni Octavia, Arie Koesmiran, Mus Mulyadi, Titiek Sandhora, Ida Laila, Ernie Rosita, dan lain-lain turut serta mempopulerkannya pada tahun 70-an hingga 90-an.
Pop Jawa secara luas didefinisikan sebagai aliran musik yang populer di Jawa untuk membedakannya dari musik tradisional seperti campursari, dan sekarang merujuk kepada hampir semua musik populer di Jawa. Selain pop Jawa, masih ada istilah lainnya seperti hip hop Jawa, yang merujuk kepada sejenis aliran musik Jawa secara spesifik. Meskipun begitu, aliran-aliran tersebut juga dianggap sebagai bagian dari pop Jawa.[1][2][3]
Perkembangan
[sunting | sunting sumber]Musik pop-etnis Jawa merupakan entitas kultural yang memadukan elemen-elemen musik tradisional dan modern. Dalam beberapa kajian kontemporer, musik pop-etnis Jawa tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai sekedar entitas hiburan yang memenuhi selera rakyat kebanyakan di Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur.
Menelusuri asal-muasal pop Jawa yang awalnya berasal dari musik tradisional seperti keroncong, dan campursari. Masuknya alat-alat musik modern seperti keyboard, bass, gitar, drum, dan saxophone dalam pergelaran musik Jawa merupakan bentuk adaptasi terhadap budaya modern yang berkembang pesat. Pop Jawa merupakan kebudayaan populer yang berkembang di luar pusat kebudayaan Jawa oleh para aktor yang berada di luar Keraton Solo dan Yogya, sebagai akibat tidak langsung dari pertumbuhan ekonomi beserta rangkaian ideologisnya dan menjadikan para pendukung tradisi lokal sebagai pasar primordialnya. Musik ini justru mulai dikembangkan dan akhirnya bertumbuh menjadi industri hiburan di daerah-daerah. Dalam kondisi demikian, pop Jawa muncul sebagai kekuatan kultural dalam industri musik digital yang berkontestasi dengan keadiluhungan budaya Jawa dan memunculkan para musisi dan penyanyi yang memunculkan kemampuan ekonomi kreatif.
Pop Jawa merupakan bentuk hibriditas kultural yang ditandai dengan percampuran instrumen musik pop dan tradisional Jawa. Masuknya instrumen musik pop tersebut merupakan penanda dari modernitas dan keinternasionalan musik Jawa dalam desain kebudayaan Jawa masa kini. Adapun instrumen gamelan dan alat-alat lainnya merupakan penanda kuat dari lokalitas Jawa. Transformasi lokalitas Jawa menjadi bagian penting dari diterimanya genre pop Jawa oleh masyarakat Jawa.
Musisi
[sunting | sunting sumber]Ini adalah daftar musisi yang mengusung tema musik pop-etnis Jawa; Javanese pop (atau juga disebut pop Jawa), istilah ini kemudian disingkat menjadi Java-pop dan sekarang mencakup berbagai gaya dan genre musik bertemakan Jawa. Pop Jawa mewakili budaya pop modern yang berasal dari bakat musik kultural.
- Aftershine
- Gilga Sahid
- Koes Plus
- Wawes
- Is Haryanto
- Didi Kempot
- Nurafni Octavia
- Arie Koesmiran
- Mus Mulyadi
- Titiek Sandhora
- Ida Laila
- Ernie Rosita
- Denny Caknan
- Happy Asmara
- Dory Harsa
- Dyah Novia
- Farel Prayoga
- Fira Cantika
- Ndarboy Genk
- Hendra Kumbara
- Woro Widowati
- Guyon Waton
- Ngatmombilung
- Jogja Hip Hop Foundation
- Ilux
- NDX AKA
- Pendhoza
- Derradru
- Vivi Voletha
- Sleman Receh
- Klenik Genk
- Aftershine
- Anggun Pramudita
- Damara Dewanti
- Losskita
- Safira Inema
- Shepin Misa
- Nderek Langkung
- Lavora
- Sasha Arkhisna
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Pusat Data dan Analisa TEMPO (2019). Profil dan Perjalanan Musik: Koes Plus - Seri II. TEMPO Publishing. ISBN 978-623-207-567-2.
- ^ Temu Konco (14 Juni 2019). "Campursari dan Pop Jawa itu Beda!". temukonco.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 5 Maret 2020.
- ^ Tehangatdingin (25 Juli 2023). "Revolusi Musik Pop Jawa, Dari Musik Orang Tua Hingga Kembali Dicari Anak Muda". tehangatdingin.com. Diakses tanggal 5 Oktober 2023.