Seberang Musi, Kepahiang
Seberang Musi | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Bengkulu |
Kabupaten | Kepahiang |
Pemerintahan | |
• Camat | Gunawan Supriadi[1] [2] |
Populasi | |
• Total | 7.783 jiwa |
Kode Kemendagri | 17.08.07 |
Kode BPS | 1708030 |
Desa/kelurahan | 13 desa |
Seberang Musi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, Indonesia.[4]
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Kecamatan Seberang Musi dinamakan sebagai seberang Musi dikarenakan lokasinya berada di seberang selatan Sungai Musi. Posisi ini teramati dari daerah ibu kota kabupaten, pusat Marga Merigi di Kelobak maupun dari pusat Marga Bermani Ilir di Keban Agung. Desa-desa yang berada di seberang Sungai Musi merupakan pos dan benteng pertahanan rakyat Rejang dalam menangkal serangan terhadap Tanah Rejang yang datang dari barat atau pesisir.[5]
Sejarah dan pembentukan
[sunting | sunting sumber]Wilayah Seberang Musi adalah salah satu daerah pertempuran besar antara masyarakat Rejang melawan tentara kolonial. Pada tahun 1851, sepasukan tentara Belanda yang datang dari pesisir mencoba memasuki Tanah Rejang melalui pegunungan dan melintasi Desa Rindu Hati.[6] Pasukan Belanda bersua dengan tentara rakyat Rejang di Air Ketapang, dekat Dusun Kandang. Mereka yang kalah jumlah langsung dikalahkan tanpa perlawanan yang berarti. Sebagian serdadu Belanda berhasil selamat dan melarikan diri ke pesisir[6]
Setelah upaya infiltrasi Belanda berhasil digagalkan, para pemimpin Taba Padang, Tebat Monok, Kelilik, dan Kandang segera bermufakat, karena mengetahui bahwa Belanda akan membalas dendam dan kembali menyerang. Oleh karena itu, rakyat khususnya pemuda digembleng secara fisik untuk siap bertempur. Perlawanan di Air Ketapang adalah perlawanan pertama orang Rejang dalam 25 tahun sejak Belanda mengambilalih Bengkulu dari Inggris.[7]
Serangan dahsyat penduduk Seberang Musi menjadi pelajaran berharga bagi pihak Belanda yang memusatkan kekuatan di Kota Bengkulu. Mereka menyiapkan serangan lanjutan dengan pasukan yang berkali lipat lebih banyak, persenjataan lebih lengkap, dan diperkuat oleh pasukan Korps Marechaussee te Voet (biasa dikenal sebagai marsose).[7] Belanda melakukan penyerangan sekali lagi dan berhasil menduduki Dusun Kandang, memaksa rakyatnya melarikan diri dan melanjutkan perang gerilya.[butuh rujukan]
Gerilya yang tak kunjung padam membuat Belanda akhirnya berusaha menempuh jalan damai, khususnya dengan warga Kandang yang masuk wilayah adat Bermani Ilir. Sayang sekali usaha perdamaian di antara mereka kandas. Berkenaan dengan stok perbekalan yang menipis, pasukan Belanda meninggalkan Kandang.[7] Perdamaian antara Kandang dengan Belanda ditolak oleh masyarakat Merigi di Temdak dan Kota Agung yang berbeda marga dan wilayah adat dengan orang Bermani Ilir.[7]
Kesepakatan damai antara Rejang dan Belanda pada akhirnya ditandatangani di Temdak pada Juni 1859, tujuh tahun setelah perang dan gerilya yang tak berkesudahan.[8] Kesepakatan tersebut berujung pada Aneksasi Tanah Rejang ke Hindia Belanda, dengan catatan bahwa adat Rejang harus dihormati oleh pemerintah kolonial. Tanah Rejang (kecuali Rejang Pesisir) kemudian dimasukkan sebagai bagian dari Keresidenan Palembang.[9] Aneksasi Belanda ini nantinya akan berlangsung selama 83 tahun, sebelum akhirnya pada pertengahan tahun 1942, giliran Jepang yang menancapkan kukunya di Tanah Rejang.[9]
Pada 1904, berdasarkan Keputusan Pemerintah Kolonial tanggal 6 Februari 1904 No. 20 (S.1904 -1 18), Tanah Rejang dipindahtangankan ke Keresidenan Bengkulu dan dibagi pemerintahannya atas Afdeeling Lebong yang berkedudukan di Muara Aman dan Onderafdeeling Rejang yang berkedudukan di Kepahiang.[8] Wilayah Seberang Musi termasuk ke dalam Onderafdeeling Rejang. Khususnya Temdak dan Kota Agung, dua desa Merigi ini oleh Belanda ditransfer wilayahnya ke Bermani Ilir pada 1918.[10] Meskipun sejatinya kedua desa tetaplah keturunan petulai Tubei, yang jelas berbeda dengan Marga Bermani Ilir yang berasal dari petulai Bermani.[butuh rujukan]
Pada masa Indonesia merdeka, Afdeeling Lebong dan Onderafdeeling Rejang disatukan sebagai Kabupaten Rejang Lebong, dengan ibu kota awalnya di Kepahiang, sebelum dipindahkan ke Curup. Seberang Musi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong. Hingga akhirnya Kepahiang dimekarkan sebagai kabupaten tersendiri pada 2004 dan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepahiang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Seberang Musi, Kecamatan Kabawetan, Kecamatan Muara Kemumu, dan Kecamatan Merigi, kecamatan ini diresmikan pada 16 November 2005.[11]
Kondisi wilayah
[sunting | sunting sumber]Geografi
[sunting | sunting sumber]Berada pada ketinggian 460-700 mdpl, Seberang Musi memiliki topografi wilayah yang berbukit-bukit dan diselingi oleh lembah-lembah.[12] Kecamatan ini adalah kecamatan terkurung daratan dan tidak memiliki akses ke laut lepas.[13] Sesuai dengan namanya, kecamatan ini dilalui oleh Sungai Musi dan anak-anak sungainya.[5]
Batas-batas
[sunting | sunting sumber]Kecamatan ini memiliki batas-batas administratif sebagai berikut.[12]
- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kepahiang dan Tebat Karai, Kepahiang
- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bermani Ilir, Kepahiang
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah
Administrasi
[sunting | sunting sumber]Seberang Musi terbagi mejadi 13 desa, semuanya berstatus sebagai desa definitif.[14] Desa-desa di Seberang Musi adalah sebagai berikut.[15]
- Air Pesi
- Air Selimang
- Bayung
- Benuang Galing
- Cirebon Baru
- Kandang
- Lubuk Sahung
- Sungai Jernih
- Taba Padang
- Talang Babatan
- Talang Gelompok
- Tebat Laut
- Temdak
Semua desa di kecamatan ini memiliki badan permusyawaratan desa atau BPD,[16] dan setiap desa terbagi lagi menjadi dusun. Jumlah dusun bervariasi antara tiga hingga lima dusun per desa. Benuang Galing adalah satu-satunya desa dengan lima buah dusun. Sisanya terbagi menjadi tiga atau empat dusun.[17]
Demografi
[sunting | sunting sumber]Penduduk Seberang Musi tahun 2020 mencapai 7.783 jiwa, naik dari tahun 2019 yang berjumlah 6.588 jiwa,[18] setara dengan 5,2% penduduk Kepahiang.[3] Rincian penduduknya menurut jenis kelamin adalah 4.145 jiwa penduduk laki-laki dan 3.683 jiwa penduduk perempuan.[19] Angka rasio jenis kelaminnya mencapai 113, artinya per 100 kelahiran perempuan, terdapat 113 kelahiran laki-laki.[18] Angka kepadatan penduduknya adalah 86 jiwa per km2 pada 2019 dan 102 jiwa per km2 pada 2020.[3] Dalam satu dekade, antara 2010-2020, penduduk kecamatan ini bertumbuh 1,89%.[20]
Kesehatan
[sunting | sunting sumber]Wilayah ini dilayani oleh satu unit puskemas, dengan empat puskesmas pembantu.[21]
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Sekolah yang ada di Seberang Musi pada tahun 2020 meliputi delapan buah SD, dua SMP, dan satu SMK.[21]
Kondisi sosial
[sunting | sunting sumber]Penduduk asli kawasan Seberang Musi merupakan suku bangsa Rejang, khususnya dari Marga Merigi (desa Temdak) dan Marga Bermani Ilir (Kandang, Taba Padang).[5] Selain suku bangsa Rejang, daerah ini didiami oleh suku-suku lain yang merupakan kelompok masyarakat pendatang, seperti suku Jawa di Cirebon Baru serta suku Serawai, Lintang, dan Besemah.
Sama dengan kebanyakan daerah-daerah lain di Tanah Rejang, Seberang Musi memiliki penduduk mayoritas muslim, dengan sedikit penganut Kristen Protestan.[21] Islam sebagai agama mayoritas tercermin dari jumlah sarana peribadatan yang ada, berupa 24 buah masjid dan sebuah musala, serta tidak tercatat ada sarana peribadatan agama lain.[21]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Camat Seberang Musi Resmikan Pembangunan di Desa Bayung". Berita Merdeka. 6 Februari 2021. Diakses tanggal 31 Maret 2022.
- ^ Hamzah (17 September 2020). "Camat Seberang Musi Minta Masyarakat Patuhi Imbauan Pemerintah". Bengkulu Interaktif. Diakses tanggal 31 Maret 2022.
- ^ a b c BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 21.
- ^ "Kecamatan, Kelurahan, dan Desa". Situs Web Resmi Kabupaten Kepahiang. Diakses tanggal 28 Maret 2022.
- ^ a b c Dalip 1984, hlm. 48.
- ^ a b Dalip 1984, hlm. 49.
- ^ a b c d Dalip 1984, hlm. 50.
- ^ a b Dalip 1984, hlm. 54.
- ^ a b Dalip 1984, hlm. 53.
- ^ Dalip 1984, hlm. 55.
- ^ Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 2010, hlm. 266.
- ^ a b BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 3.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 5.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 10, 12.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 3, 11.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 13.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 14.
- ^ a b BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 19.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 20.
- ^ BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 22.
- ^ a b c d BPS Kabupaten Kepahiang 2021, hlm. 27.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]Buku
[sunting | sunting sumber]- BPS Kabupaten Kepahiang (24 September 2021). Kecamatan Seberang Musi dalam Angka 2021. Kepahiang: BPS Kabupaten Kepahiang. hlm. xvi + 84. ISSN 2615-8272.
- Dalip, Achmaddin (1984). Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di daerah Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. 48.
- Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (2010). Membangun Daerah Tertinggal Percepatan Menuju Kesetaraan, Jejak Langkah KPDT. Jakarta: Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. hlm. 266.