Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Lompat ke isi

Pernikahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Upacara pernikahan)
Litografi tentang iring-iringan upacara pernikahan pada tahun 1872 di daerah Bogor.

Pernikahan (Bahasa Arab: زواج Zawaj, Bahasa Ibrani: נישואים Chatunah, Bahasa Inggris: Wedding, Bahasa Mandarin: 婚姻 Hūnyīn) adalah proses pengikatan janji suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan Suci. Pernikahan tidak boleh dilakukan sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan dapat dijaga hingga maut memisahkan[1].

Upacara pengikatan janji nikah ini yang dirayakan atau dilaksanakan oleh satu orang pria pemerima sakral suci dan satu wanita dengan maksud meresmikan ikatan pernikahan secara norma agama Islam, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku, agama, Adat, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

Nikah ialah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera[2].

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan pernikahan.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian pernikahan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan.[3][4]

Pernikahan agama

[sunting | sunting sumber]
Acara ijab kabul pada tahun 1977.

Pernikahan dalam Islam dalam Islam merupakan fitrah manusia dan merupakan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan menikah, seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap keluarga yang akan ia bimbing dan pelihara menuju jalan kebenaran. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu yakni memelihara kelangsungan jenis manusia, melanjutkan keturunan, melancarkan rezeki, menjaga kehormatan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."

Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah Pernikahan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.[5]

Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Allah, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.

Agama Islam menggunakan tradisi pernikahan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: "Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya." Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara Pernikahan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah Pernikahan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Pernikahan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga Pernikahan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.

Pernikahan sudah sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Adapun yang termasuk dalam rukun Pernikahan adalah sebagai berikut:

  • Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah yaitu mempelai pria dan wanita.
  • Adanya akad (sighat) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau wakilnya (ijab) dan diterima oleh pihak laki-laki atau wakilnya (kabul).
  • Adanya wali dari calon istri.
  • Adanya dua orang saksi.

Apabila salah satu syarat itu tidak dipenuhi maka Pernikahan tersebut dianggap tidak sah, dan dianggap tidak pernah ada Pernikahan. Oleh karena itu diharamkan baginya yang tidak memenuhi rukun tersebut untuk mengadakan hubungan seksual maupun segala larangan agama dalam pergaulan. Dengan demikian apabila keempat rukun itu sudah terpenuhi maka Pernikahan yang dilakukan sudah dianggap sah.

Pernikahan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila Pernikahan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974 tentang Pernikahan itu berbunyi: "Tiap-tiap Pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Dipertegas dalam dalam undang-undang yang sama pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pernikahan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun. Jika masih belum cukup umur, pada pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa Pernikahan dapat disahkan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.

Kristen Protestan

[sunting | sunting sumber]
Pernikahan di Gereja Bethany Makassar pada tahun 1981.
Pernikahan dari awal abad kedua puluh (1935). Barcelona, Spanyol.

Upacara perkawinan secara agama Kristen Protestan, perkawinan dipandang sebagai kesetiakawanan bertiga antara suami-istri di hadapan Tuhan. Perkawinan itu suci. Seorang pria dan seorang wanita membentuk rumah tangga karena dipersatukan oleh Tuhan. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu.

Pada prinsipnya makna perkawinan dalam agama Kristen Protestan memiliki makna kesamaan, namun dalam ritus dan peraturannya berbeda. Peraturan perkawinan lebih longgar alias tidak seketat dan serumit dalam perkawinan dalam Kristen Katolik.

Bagi pasangan yang ingin merayakan perkawinan tanpa ada implikasi hukum atau bagi mereka yang ingin merayakan pembaruan janji setelah beberapa tahun menikah, upacara perkawinan secara agama adalah pilihan yang ideal.

Untuk estimasi biaya pemberkatan di gereja sendiri sekitar 5 juta rupiah itupun bisa bervariasi tergantung dari kebijakan gerejanya.[6]

Untuk informasi lebih lengkap mengenai pernikahan dalam Agama Hindu, silakan kunjungi artikel pawiwahan
Pasangan suami istri mengikatkan diri secara suci dan komitmen seumur hidup

Pawiwahan adalah upacara pernikahan dalam agama Hindu Dharma di Indonesia.[7] Kata pawiwahan berasal dari kata Sansekerta "wiwaha" yang berarti perkawinan. Upacara pawiwahan adalah upacara sakral yang menyatukan seorang laki-laki dan perempuan secara lahir dan batin sebagai suami istri. Upacara ini bertujuan untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan menghasilkan keturunan yang suputra adalah anak yang berbudi pekerti luhur, cerdas, bijaksana, dan berguna. Dalam agama Hindu Dharma, keturunan suputra merupakan tujuan utama dari pernikahan, dapat melanjutkan amanat dan tanggung jawab kepada leluhur.

Dalam upacara pawiwahan, pasangan suami istri mengikatkan diri secara suci dan komitmen seumur hidup. Upacara ini juga merupakan persaksian ke hadapan Sang Hyang Widi dan masyarakat. Upacara pawiwahan dapat melibatkan persembahan Dharma dana kepada resi, orang suci, pinandita, pandita, sulinggih, guru, dan orang suci yang berhubungan dengan agama Hindu Dharma.

Dalam ajaran Hindu Saiwa, ditekankan pentingnya menumbuhkan cinta kasih sebagai fondasi kedamaian. Melalui praktik meditasi dan pengamalan nilai-nilai seperti Tri Hita Karana (harmoni dengan Tuhan, manusia, dan alam), umat Hindu diajak untuk menyuburkan benih kasih sayang yang sudah ada dalam diri. Dengan demikian, individu dapat mencapai kedamaian batin dan berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang harmonis.

Keterlibatan Kementerian Agama di Indonesia dalam penyelenggaraan pembinaan pra-pawiwahan pemuda Hindu merupakan komitmen pemerintah dalam mendukung upaya pelestarian nilai-nilai agama dan budaya. Kegiatan ini juga mencerminkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam membina generasi muda. Melalui pembinaan seperti ini, diharapkan dapat tercipta generasi muda yang religius, berakhlak mulia, dan memiliki kontribusi yadnya positif bagi pembangunan bangsa.[8]

Pembinaan pra-pawiwahan pemuda Hindu di Indonesia merupakan upaya masyarakat Hindu di tingkat lokal dalam mempersiapkan generasi penerus. Acara ini tidak hanya memiliki makna penting bagi masyarakat Hindu di Indonesia, tetapi juga memberikan kontribusi Dana Punya bagi pembangunan karakter bangsa. Dengan mempersiapkan generasi muda yang berkualitas, diharapkan Indonesia dapat memiliki generasi penerus yang mampu menghadapi tantangan zaman dan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.

Pembinaan pra-pawiwahan pemuda Hindu ini juga merupakan respons nyata terhadap tantangan zaman Kali Yuga yang ditandai dengan kemerosotan nilai-nilai dharma.[9] Dengan membekali generasi muda dengan pemahaman mendalam tentang ajaran agama Hindu, diharapkan mereka mampu menghadapi godaan duniawi dan menegakkan dharma dalam kehidupan berumah tangga. Kegiatan ini sejalan dengan ajaran Bhagawad Gita yang menekankan pentingnya menjalankan dharma dalam segala kondisi.

Upacara pernikahan adat di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Adat Jawa - Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Dalam adat Jawa, pernikahan disertai dengan beberapa upacara. Dimulai dari nontoni, upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Setelah itu, dilakukan upacara lamaran. Pada zaman dulu, pasangan yang akan menikah kadang-kadang masih belum saling mengenal, sehingga orang tua yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.

Satu hari sebelum pernikahan dilaksanakan, dilakukan pemasangan tarub. Tarub adalah hiasan janur kuning (daun kelapa yang masih muda) yang dipasang tepi tratag yang terbuat dari bleketepe (anyaman daun kelapa yang hijau). Selain itu, terdapat pula upacara nyantri, yakni menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga pengantin putri 1 sampai 2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempatkan di rumah saudara atau tetangga dekat. Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap dit3empat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga pengantin putri.

Upacara Siraman Siraman dari kata dasar siram (Jawa) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi suci dan murni. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur. Apabila pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum nikah, maka sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.

Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan / menikahkan anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi pengantin perempuan. Setelah upacara akad nikah selesai, upacara panggih bisa dilaksanakan. Pengantin pria kembali ketempat penantiannya, sedang pengantin putri kembali ke kamar pengantin.

Adat Sunda

[sunting | sunting sumber]

Pernikahan adat Sunda saat ini lebih disederhanakan, sebagai akibat percampuran dengan ketentuan syariat Islam dan nilai-nilai "keparaktisan" dimana "sang penganten" ingin lebih sederhana dan tidak bertele-tele.

Adat yang biasanya dilakukan meliputi: acara pengajian, siraman (sehari sebelumnya, acara "seren sumeren" calon pengantin. Kemudian acara sungkeman, "nincak endog (nginjak telor), "meuleum harupat"( membakar lidi tujuh buah), "meupeuskeun kendi" (memecahkan kendi, sawer dan "ngaleupaskeun "kanjut kunang (melepaskan pundi-pundi yang berisi uang logam).

Acara "pengajian" yang dikaitkan dan menjelang pernikahan tidak dicontohkan oleh Nabi Saw. namun ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa hal itu suatu kebaikan dengan tujuan mendapatkan keberkahan dan ridho Allah Swt yaitu melalui penyampaian "do'a".

Siraman, merupakan simbol kesangan orang tua terhadap anaknya sebagaimana dulu "anaknya ketika kecil" dimandikan kedua orang tuanya. Pada siraman itu, kedua orang tua menyiramkan air "berbau tujuh macam kembang" kepada tubuh anaknya. Konon acara siraman itu dilakukan pula terhadap calon penganten lelaki di rumahnya masing-masing. Syaerat islam tidak mengajarkan seperti itu tapi juga tidak ada larangannya. Asalkan pada acara siraman itu, si calong penganten perempuan tidak menampakan aurat (sesuai ketentuan agama Islam).

Untuk acara sungkeman yang dilakukan setelah "acara akad nikah" dilakukan oleh kedua mempelai kepada kedua orang tuanya masing-masing dengan tujuan mohon do'a restu atas akan memulainya kehidupan "bahtera rumah tangga". Sungkeman juga dilakukan kepada nenek dan kake atau saudaranya masing-masing.

Acara adat saweran yaitu, dua penganten diberi lantunan wejangan yang isinya menyangkut bagaimana hidup yang baik dan kewajiban masing-masing dalam rumah tangga. Setelah diberi lantunan wejangan, kemudian di "sawer" dengan uang logam, beras kuning, oleh kedua orang tuanya.

Nincak endog yaitu memecahkan telur oleh kaki pengantin priya dengan maksud, bahwa "pada malam" pertamanya itu, ia bersama isterinya akan "memecahkan" yang pertama kali dalam hubungan suami isteri. Kemudian acara lainnya yaitu membakar tujung batang lidi (masing-masing panjangnnya 20 cm) dan setelah dibakar, dimasukan ke air yang terdapat dalam sebuah kendi. Setelah padam kemudian di potong bagi dua dan lalu dibuang jauh-jauh. Sedangkan kendinya dipecahkan oleh kedua mempelai secara bersama-sama.

Acara terakhir adat Sunda, yaitu, "Huap Lingklung dan huap deudeuh ("kasih sayang). Artinya, kedua pengantin disuapi oleh kedua orang tuanya smasing-masing sebagai tanda kasih sayang orang tua yang terakhir kali. Kemudian masing-masing mempelai saling "menyuapi" sebagai tanda kasih sayang. Acara haup lingkun diakhir dengan saling menarik "bakakak" (ayam seutuhnya yang telah dibakar. yang mendapatkamn bagian terbanyak "konon akan" mendapatkan rezeki banyak.

Setelah acara adat berakhir maka kedua mempelai beserta keluarganya beristirahat untuk menanti acara resepsi atau walimahan.

Adat Batak

[sunting | sunting sumber]

Pada dasarnya, Adat Perkawinan Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.

Adat Betawi

[sunting | sunting sumber]

Perkawinan Adat Pengantin Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak Comblang. Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara siraman. Prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting. Malam pacar, mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.

Puncak adat Betawi adalah Akad Nikah. Mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat menikah.

Mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah. Ditambah baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, Baju Gamis, Selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie menandai agar rumah tangga selalu rukun dan damai.

Upacara perkawinan di Tangerang berlangsung dengan acara rebutan dandang yang merupakan alat untuk memasak nasi. Hal ini mengungkapkan kesiapan suami untuk bertanggung jawab terhadap istrinya dan anak-anaknya, termasuk dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup.

Pernikahan di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Syarat pernikahan berdasar undang-undang

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang pernikahan, syarat melangsungkan pernikahan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah pernikahan. Syarat-syarat tersebut yaitu:

  • Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
  • Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  • Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Bagi yang beragama Islam, dalam pernikahan harus ada (Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

Menggugat UU Pernikahan ke Mahkamah Konstitusi

Pada pertengahan tahun 2014, seorang mahasiswa dan 4 alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggugat Undang-undang Pernikahan ke Mahkamah Konstitusi khususnya Pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 yang berbunyi: "Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" yang menghalangi/mempersulit terjadinya Pernikahan beda agama.[10] Pada tanggal 18 Juni 2015, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan tersebut dengan pertimbangan negara berperan memberikan pedoman untuk menjamin kepastian hukum kehidupan bersama dalam tali ikatan Pernikahan, agama menetapkan tentang keabsahan Pernikahan, sedangkan UU menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.[11]

Pembatalan perkawinan

[sunting | sunting sumber]

Untuk Pembatalan Pernikahan Dalam Islam Lihat Pembatalan perkawinan

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, Berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dengan batas waktu yang telah ditetapkan, enam bulan setelak terlaksanya pernikahan:

  • Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri.
  • Suami atau istri.
  • Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
  • Pejabat pengadilan.

Pasal 73 KHI menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah:

  • Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri.
  • Suami atau istri.
  • Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang.

Alasan pembatalan perkawinan

[sunting | sunting sumber]

Perkawinan dapat dibatalkan, bila:

  • Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum yang terdapat pada Pasal 27 UU No. 1/1974.
  • Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No. 1/1974). Identitas palsu misalnya tentang status, usia dan agama.
  • Suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974).
  • Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU Perkawinan).

Sementara menurut Pasal 71 KHI, perkawinan dapat dibatalkan apabila:

  • Seorang suami melakukan poligami tanpa izin pengadilan agama.
  • Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud (hilang).
  • Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.
  • Perkawinan melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No 1 Tahun 1974.
  • Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak.
  • Perkawinan dilaksanakan dengan paksaan.

Pengajuan pembatalan perkawinan

[sunting | sunting sumber]

Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke pengadilan (pengadilan agama bagi muslim dan pengadilan negeri bagi non-muslim) di dalam daerah hukum di mana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal pasangan (suami-istri). Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut. Dengan catatan pembatalan pernikahan untuk muslim, perkawinan untuk tidak muslim maksimal enam bulan setelah sakral perkawinan, pernikahan Islam[12].

Cara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

[sunting | sunting sumber]
  • Anda atau kuasa hukum Anda mendatangi pengadilan agama bagi yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi non-muslim (UU No.7/1989 pasal 73).
  • Kemudian Anda mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada ketua pengadilan (HIR pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1)), sekaligus membayar uang muka biaya perkara kepada bendaharawan khusus.
  • Anda sebagai pemohon, dan suami (atau beserta istri barunya) sebagai termohon harus datang menghadiri sidang pengadilan berdasarkan surat panggilan dari pengadilan, atau dapat juga mewakilkan kepada kuasa hukum yang ditunjuk (UU No. 7/1989 pasal 82 ayat (2), PP No. 9/1975 pasal 26, 27 dan 28 Jo HIR pasal 121, 124, dan 125).
  • Pemohon dan termohon secara pribadi atau melalui kuasanya wajib membuktikan kebenaran dari isi (dalil-dalil) permohonan pembatalan perkawinan/tuntutan di muka sidang pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal 164/Rbg pasal 268). Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut.
  • Pemohon atau Termohon secara pribadi atau masing-masing menerima salinan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
  • Pemohon dan termohon menerima akta pembatalan perkawinan dari pengadilan.
  • Setelah Anda menerima akta pembatalan, sebagai pemohon Anda segera meminta penghapusan pencatatan perkawinan di buku register Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan sipil.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-27. Diakses tanggal 2023-01-23. 
  2. ^ http://etheses.uin-malang.ac.id/1318/6/07210050_Bab_2.pdf
  3. ^ fadelput (2010-02-25), Nikah, Scribd, hlm. 1, diakses tanggal 2010-03-28 
  4. ^ Badawi, El-Said M.; Haleem, M. A. Abdel (2008), Arabic-English dictionary of Qur'anic usage, Brill Academic Publishers, hlm. 962, ISBN 9789004149489, diakses tanggal 2010-03-28 
  5. ^ "Mengenal Apa itu Resepsi Pernikahan dan Penjelasan dalam Islam – JalinJanji" (dalam bahasa Inggris). 2024-07-09. Diakses tanggal 2024-07-20. 
  6. ^ Anjar (2023-07-24). "3 Biaya Pemberkatan Nikah di Gereja 2023: Katolik & Protestan". Biayanikah.com. Diakses tanggal 2023-09-24. 
  7. ^ Anak Agung Ketut, SURYAHADI (2009). "The art of ritual pawiwahan in Bali". UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta. Diakses tanggal 2024-08-31. 
  8. ^ Denpasar, KanKemenag (2020-08-27). "Pawiwahan atau Perkawinan Awal dari Grahasta Asrama". KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA KANTOR KOTA DENPASAR. Diakses tanggal 2024-08-31. 
  9. ^ Esa Manura, Ganies (2022-05-23). "Menghayati Cinta Kasih Merangkai Kehidupan Santhi di Zaman Kali". Kementerian Agama RI. Diakses tanggal 2024-08-31. 
  10. ^ "Menag: Indonesia Bukan Negara Sekuler, Nikah Beda Agama Sulit Dilakukan". 5 September 2014. 
  11. ^ Yohannie Linggasari (18 Juni 2015). "Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Menikah Beda Agama". 
  12. ^ https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65271

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]