Tanah merupakan kulit bumi yang berupa daratan dan jumlahnya tidak berkembang serta memiliki pera... more Tanah merupakan kulit bumi yang berupa daratan dan jumlahnya tidak berkembang serta memiliki peran sangat penting tidak hanya bagi kehidupan manusia tetapi juga bagi berbagai makhluk hidup lainnya. Secara yuridis tanah dapat diartikan sebagai permukaan bumi. Manusia sejak dilahirkan hingga meninggal dunia senantiasa menjalankan berbagai kepentinganya diatas tanah dan menggunakan tanah, baik secara individu maupun kelompok. Kepentingan tersebut meliputi berbagai hal yang kompleks, mulai dari memenuhi kebutuhan primer (makanan, pakaian dan tempat tinggal) hingga pemakaman. Maka dari itu, tanah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap individu yang ketersediaanya harus di atur oleh pemerintah Selain mengatur ketersediaan tanah pertanahan, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarat umum terhadap infrastruktur yang memandai, terlebih lagi di era globalisasi yang membuat dunia seolah-olah bergerak semakin cepat dan tidak ada batasan. Ada atau tidaknya suatu infrastruktur sangat menentukan percepatan pelaksaanaan pembangunan Nasional serta sebagai upaya untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur. Pembangunan berbagai infrastruktur memerlukan bidang tanah dalam jumlah yang tidak sedikit, di sisi lain jumlah tanah yang ada tidak mengalami perkembangan sehingga sering kali diperlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang tidak jarang menimbulkan konflik tersendiri di tengah masyarakat. Kepentingan umum yang merupakan kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas sudah pasti di dahulukan dari pada kepentingan individu atau segelintir kelompok tertentu yang cakupannya lebih sempit. Hal ini merupakan amanat konstitusi berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pasal ini mengandung amanat bahwa pemanfaatan dan penggunaan tanah harus dapat mendatangkan kesejahteraan yang sebesar–besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia . lebih lanjut, setiap hak atas tanah, dituntut kepastian mengenai subyek, obyek serta pelaksanaan kewenangan haknya. Disamping itu, berdasarkan Pasal 6 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dijelaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Makna yang ada dalam Pasal tersebut adalah meskipun suatu tanah telah dimiliki dan/atau dikuasai oleh pihak tertentu, dalam pemanfaatannya tidak boleh semata-mata hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi, terlebih lagi jika kepentingan tersebut menimbulkan kurugian bagi masyarakat luas. Penggunaan tanah juga harus mendatangkan manfaat bagi publik. Lebih lanjut, dalam upaya mewujudkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, UUPA juga memperhatikan kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam Penjelasan II UUPA disebutkan bahwa Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3). Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antara kepentingan umum dnegan perseorangan, Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengatur adanya ganti kerugian. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan diatur dengan undang-undang. Pemerintah dan badan-badan terkait selaku penyelenggara pengadaan tanah, dalam hal mencabut hak-hak atas tanah harus menjamin pengunaan prosedur yang sebaik-baiknya, tidak boleh sewenang-wenang serta mengedepankan penghormatan terhadap hak yang sah atas tanah sehingga kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat dapat terwujud.
Tanah merupakan kulit bumi yang berupa daratan dan jumlahnya tidak berkembang serta memiliki pera... more Tanah merupakan kulit bumi yang berupa daratan dan jumlahnya tidak berkembang serta memiliki peran sangat penting tidak hanya bagi kehidupan manusia tetapi juga bagi berbagai makhluk hidup lainnya. Secara yuridis tanah dapat diartikan sebagai permukaan bumi. Manusia sejak dilahirkan hingga meninggal dunia senantiasa menjalankan berbagai kepentinganya diatas tanah dan menggunakan tanah, baik secara individu maupun kelompok. Kepentingan tersebut meliputi berbagai hal yang kompleks, mulai dari memenuhi kebutuhan primer (makanan, pakaian dan tempat tinggal) hingga pemakaman. Maka dari itu, tanah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap individu yang ketersediaanya harus di atur oleh pemerintah Selain mengatur ketersediaan tanah pertanahan, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarat umum terhadap infrastruktur yang memandai, terlebih lagi di era globalisasi yang membuat dunia seolah-olah bergerak semakin cepat dan tidak ada batasan. Ada atau tidaknya suatu infrastruktur sangat menentukan percepatan pelaksaanaan pembangunan Nasional serta sebagai upaya untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur. Pembangunan berbagai infrastruktur memerlukan bidang tanah dalam jumlah yang tidak sedikit, di sisi lain jumlah tanah yang ada tidak mengalami perkembangan sehingga sering kali diperlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang tidak jarang menimbulkan konflik tersendiri di tengah masyarakat. Kepentingan umum yang merupakan kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas sudah pasti di dahulukan dari pada kepentingan individu atau segelintir kelompok tertentu yang cakupannya lebih sempit. Hal ini merupakan amanat konstitusi berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pasal ini mengandung amanat bahwa pemanfaatan dan penggunaan tanah harus dapat mendatangkan kesejahteraan yang sebesar–besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia . lebih lanjut, setiap hak atas tanah, dituntut kepastian mengenai subyek, obyek serta pelaksanaan kewenangan haknya. Disamping itu, berdasarkan Pasal 6 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dijelaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Makna yang ada dalam Pasal tersebut adalah meskipun suatu tanah telah dimiliki dan/atau dikuasai oleh pihak tertentu, dalam pemanfaatannya tidak boleh semata-mata hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi, terlebih lagi jika kepentingan tersebut menimbulkan kurugian bagi masyarakat luas. Penggunaan tanah juga harus mendatangkan manfaat bagi publik. Lebih lanjut, dalam upaya mewujudkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, UUPA juga memperhatikan kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam Penjelasan II UUPA disebutkan bahwa Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3). Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antara kepentingan umum dnegan perseorangan, Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengatur adanya ganti kerugian. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan diatur dengan undang-undang. Pemerintah dan badan-badan terkait selaku penyelenggara pengadaan tanah, dalam hal mencabut hak-hak atas tanah harus menjamin pengunaan prosedur yang sebaik-baiknya, tidak boleh sewenang-wenang serta mengedepankan penghormatan terhadap hak yang sah atas tanah sehingga kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat dapat terwujud.
Uploads
Papers by Billa R A T U W I B A W A Nyimasmukti
Selain mengatur ketersediaan tanah pertanahan, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarat umum terhadap infrastruktur yang memandai, terlebih lagi di era globalisasi yang membuat dunia seolah-olah bergerak semakin cepat dan tidak ada batasan. Ada atau tidaknya suatu infrastruktur sangat menentukan percepatan pelaksaanaan pembangunan Nasional serta sebagai upaya untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur. Pembangunan berbagai infrastruktur memerlukan bidang tanah dalam jumlah yang tidak sedikit, di sisi lain jumlah tanah yang ada tidak mengalami perkembangan sehingga sering kali diperlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang tidak jarang menimbulkan konflik tersendiri di tengah masyarakat.
Kepentingan umum yang merupakan kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas sudah pasti di dahulukan dari pada kepentingan individu atau segelintir kelompok tertentu yang cakupannya lebih sempit. Hal ini merupakan amanat konstitusi berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pasal ini mengandung amanat bahwa pemanfaatan dan penggunaan tanah harus dapat mendatangkan kesejahteraan yang sebesar–besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia . lebih lanjut, setiap hak atas tanah, dituntut kepastian mengenai subyek, obyek serta pelaksanaan kewenangan haknya.
Disamping itu, berdasarkan Pasal 6 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dijelaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Makna yang ada dalam Pasal tersebut adalah meskipun suatu tanah telah dimiliki dan/atau dikuasai oleh pihak tertentu, dalam pemanfaatannya tidak boleh semata-mata hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi, terlebih lagi jika kepentingan tersebut menimbulkan kurugian bagi masyarakat luas. Penggunaan tanah juga harus mendatangkan manfaat bagi publik. Lebih lanjut, dalam upaya mewujudkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, UUPA juga memperhatikan kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam Penjelasan II UUPA disebutkan bahwa Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3).
Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antara kepentingan umum dnegan perseorangan, Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengatur adanya ganti kerugian. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan diatur dengan undang-undang. Pemerintah dan badan-badan terkait selaku penyelenggara pengadaan tanah, dalam hal mencabut hak-hak atas tanah harus menjamin pengunaan prosedur yang sebaik-baiknya, tidak boleh sewenang-wenang serta mengedepankan penghormatan terhadap hak yang sah atas tanah sehingga kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat dapat terwujud.
Selain mengatur ketersediaan tanah pertanahan, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarat umum terhadap infrastruktur yang memandai, terlebih lagi di era globalisasi yang membuat dunia seolah-olah bergerak semakin cepat dan tidak ada batasan. Ada atau tidaknya suatu infrastruktur sangat menentukan percepatan pelaksaanaan pembangunan Nasional serta sebagai upaya untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur. Pembangunan berbagai infrastruktur memerlukan bidang tanah dalam jumlah yang tidak sedikit, di sisi lain jumlah tanah yang ada tidak mengalami perkembangan sehingga sering kali diperlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang tidak jarang menimbulkan konflik tersendiri di tengah masyarakat.
Kepentingan umum yang merupakan kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas sudah pasti di dahulukan dari pada kepentingan individu atau segelintir kelompok tertentu yang cakupannya lebih sempit. Hal ini merupakan amanat konstitusi berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pasal ini mengandung amanat bahwa pemanfaatan dan penggunaan tanah harus dapat mendatangkan kesejahteraan yang sebesar–besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia . lebih lanjut, setiap hak atas tanah, dituntut kepastian mengenai subyek, obyek serta pelaksanaan kewenangan haknya.
Disamping itu, berdasarkan Pasal 6 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dijelaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Makna yang ada dalam Pasal tersebut adalah meskipun suatu tanah telah dimiliki dan/atau dikuasai oleh pihak tertentu, dalam pemanfaatannya tidak boleh semata-mata hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi, terlebih lagi jika kepentingan tersebut menimbulkan kurugian bagi masyarakat luas. Penggunaan tanah juga harus mendatangkan manfaat bagi publik. Lebih lanjut, dalam upaya mewujudkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, UUPA juga memperhatikan kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam Penjelasan II UUPA disebutkan bahwa Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3).
Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antara kepentingan umum dnegan perseorangan, Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengatur adanya ganti kerugian. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan diatur dengan undang-undang. Pemerintah dan badan-badan terkait selaku penyelenggara pengadaan tanah, dalam hal mencabut hak-hak atas tanah harus menjamin pengunaan prosedur yang sebaik-baiknya, tidak boleh sewenang-wenang serta mengedepankan penghormatan terhadap hak yang sah atas tanah sehingga kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat dapat terwujud.