Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content

    Anang Fajar Sidik

    • noneedit
    • My work straddles on public policy and political behavior. Overall, this work falls into three wide research streams:... moreedit
    Diprediksi 800 juta pekerjaan akan segera hilang di muka bumi dan digantikan oleh robot. Peralihan peran kerja manusia ke mesin-mesin atau robot ini biasa disebut otomasi. Ini terjadi hampir di seluruh penjuru dunia dan merupakan gambaran... more
    Diprediksi 800 juta pekerjaan akan segera hilang di muka bumi dan digantikan oleh robot. Peralihan peran kerja manusia ke mesin-mesin atau robot ini biasa disebut otomasi. Ini terjadi hampir di seluruh penjuru dunia dan merupakan gambaran dunia kerja masa depan (future works) yang memang perlahan akan terjadi. Pekerjaan-pekerjaan yang ‘hilang’ ini sebagian bertransisi dengan jenis pekerjaan baru. Lanskap perubahan itu misalnya ditunjukkan dengan menurunnya pekerjaan di industri manufaktur selama rentang 1970 -2013 di negara maju. Dan sebaliknya industri jasa (selain industri primer) mengalami kenaikan yang signifikan. Migrasi  dari industri ke pekerjaan tersier (jasa) inilah yang disebut oleh Michael Hardt  sebagai proses posmodernisasi atau informatisasi. Ini berkaitan dengan paradigma  ekonomi negara kapitalis yang sangat bertumpu pada inovasi.
    Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana dinamika politik perseteruan terjadi dalam konflik tambang Tumpang Pitu. Konflik tambang Tumpang Pitu menjadi penting untuk dianalisis karena literasi mengenai subjek penelitian ini masih... more
    Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana dinamika politik perseteruan terjadi dalam konflik tambang Tumpang Pitu. Konflik tambang Tumpang Pitu menjadi penting untuk dianalisis karena literasi mengenai subjek penelitian ini masih minim dan perlu kajian ulang terutama dalam ranah gerakan masyarakat yang terjadi. Dynamics of contention (DOC) diambil sebagai alat analisis karena menawarkan kebaruan dalam analisis gerakan sosial. DOC melihat bagaimana dalam sebuah perseteruan aktor yang terlibat saling berinteraksi secara dinamis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, sehingga fenomena sosial yang terjadi bisa di analisa secara mendalam. Pembagian episode dibedakan ke dalam tiga fase, yakni episode pertama membentang pada tahun 1996-2004, episode kedua tahun 2006-2011, dan episode ketiga pada 2012-2017. Episode digunakan sebagai lensa pengamatan bagi tiap-tiap perseteruan yang terjadi dalam konflik tambang Tumpang Pitu. Pembagian tersebut didasarkan pada ...
    Tulisan ini menjelaskan tentang pola dan dinamika hubungan negara terhadap lembaga adat Nagari Pariangan dalam otonomi daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana negara memainkan pola penetrasi melalui institusi... more
    Tulisan ini menjelaskan tentang pola dan dinamika hubungan negara terhadap lembaga adat Nagari Pariangan dalam otonomi daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana negara memainkan pola penetrasi melalui institusi formal, hukum, kebijakan publik, dan proses politik dalam hubungan negara dengan Nagari. Kami menemukan kondisi tersebut karena, pertama, kepentingan negara untuk secara intensif mengendalikan sumber daya alam dan ekonomi di Nagari. Kedua, kepentingan pemerintah daerah untuk menciptakan stablisasi politik sebagai kebutuhan inti pembangunan ekonomi di era otonomi. Penetrasi dan transformasi Nagari berdampak pada penyederhanaan Nagari menjadi birokrasi modern sehingga sesuai dengan kepentingan negara. Pendekatan historical institusionalisme digunakan sebagai alat analisis untuk mengurai pola penetrasi negara yang terjadi pada Nagari. Otonomi daerah tidak membuat Nagari mandiri sebagai pemerintahan sendiri, mereka masih menghadapi intervensi dari pemer...
    This paper explains the pattern of natural resources managed by indigenous communities inside or around forest areas. In 2018, there were more than 25,863 villages inside forest areas. Various regulations prohibit forest use activities... more
    This paper explains the pattern of natural resources managed by indigenous communities inside or around forest areas. In 2018, there were more than 25,863 villages inside forest areas. Various regulations prohibit forest use activities within forest areas, while the determination of forest area status tends to be political. It is proven by the fact that 48.8 million people still inhabit the forest areas, and 10.2 million are classified as poor people in the forest areas. The research tries to offer a solution regarding poverty alleviation in and around the forest areas. Data collection methods used in this study were in-depth interviews and direct observation. The primary approach used is the perspective of sustainable development. The study was conducted in 6 different indigenous communities inside the forest areas, namely the Karang-Lebak community, the Kajang-Bulukumba community, the Kallupini-Enrekang community, the Seberuang-Sintang community, the Saureinu-Mentawai community, a...
    Hampir 48 juta lebih penduduk di Indonesia tinggal di kawasan hutan dan 800 ribu jiwa Masyarakat Adat diantaranya merupakan penduduk miskin. Kemiskinan di kawasan hutan memang masih terjadi dan salah satu faktor penyebabnya adalah tumpang... more
    Hampir 48 juta lebih penduduk di Indonesia tinggal di kawasan hutan dan 800 ribu jiwa Masyarakat Adat diantaranya merupakan penduduk miskin. Kemiskinan di kawasan hutan memang masih terjadi dan salah satu faktor penyebabnya adalah tumpang tindih klaim, ketimpangan penguasaan sumber daya alam serta regulasi dan kebijakan pengakuan wilayah adat dalam kawasan hutan yang kurang terformulasi dengan baik. Diperlukan satu reformasi kebijakan untuk meretas masalah tersebut. Policy Brief ini menawarkan reformulasi terkait aspek kebijakan pengakuan wilayah adat di dalam kawasan hutan yang komprehensif, murah dan legitimate, sinergi legalitas tentang hak-hak Masyarakat Adat hingga penyelesaian konflik dalam kawasan hutan.
    Sebanyak 1,6 juta jiwa Masyarakat Adat belum memiliki kartu identitas atau KTP-el. Padahal KTP-el merupakan satu produk kebijakan administrasi kependudukan yang penting untuk berbagai aspek kehidupan setiap warga negara tanpa terkecuali.... more
    Sebanyak 1,6 juta jiwa Masyarakat Adat belum memiliki kartu identitas atau KTP-el. Padahal KTP-el merupakan satu produk kebijakan administrasi kependudukan yang penting untuk berbagai aspek kehidupan setiap warga negara tanpa terkecuali. Kondisi ini tercipta akibat sektoralisme kebijakan yang terjadi antar lembaga negara. Akibatnya, masyarakat adat yang bermukim di dalam kawasan hutan tersandera hak pilihnya. Selain itu persoalan administrasi ini tentu juga menimbulkan masalah terkait akses terhadap hak konstitusional warga negara lainnya.  Demi memenuhi hak-hak atas administrasi kependudukan sebagai pembangunan demokrasi diperlukan satu perlakuan yang non-diskriminatif ketika mengatur persoalan tersebut. Policy brief ini menawarkan reformulasi kebijakan administrasi kependudukan desa dalam kawasan hutan. Memperkuat kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam pendataan penduduk kawasan hutan, penyelesaian status hukum desa dalam kawasan hutan dan mempercepat Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Masyarakat Adat untuk diserahkan ke DPR RI agar tumpang tindih dan sektoralisme pengaturan tentang Masyarakat Adat yang terjadi selama ini mampu diretas.
    This paper explains the pattern of natural resources managed by indigenous communities inside or around forest areas. In 2018, there were more than 25,863 villages inside forest areas. Various regulations prohibit forest use activities... more
    This paper explains the pattern of natural resources managed by indigenous communities inside or around forest areas. In 2018, there were more than 25,863 villages inside forest areas. Various regulations prohibit forest use activities within forest areas, while the determination of forest area status tends to be political. It is proven by the fact that 48.8 million people still inhabit the forest areas, and 10.2 million are classified as poor people in the forest areas. The research tries to offer a solution regarding poverty alleviation in and around the forest areas. Data collection methods used in this study were in-depth interviews and direct observation. The primary approach used is the perspective of sustainable development. The study was conducted in 6 different indigenous communities inside the forest areas, namely the Karang-Lebak community, the Kajang-Bulukumba community, the Kallupini-Enrekang community, the Seberuang-Sintang community, the Saureinu-Mentawai community, and the Moi Kelim-Sorong community. The results of this study indicate that the economic value obtained in several communities in and around the forest areas turns out to be more profitable if managed directly by the local communities.
    Tulisan ini menjelaskan tentang pola dan dinamika hubungan negara terhadap lembaga adat Nagari Pariangan dalam otonomi daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana negara memainkan pola penetrasi melalui institusi... more
    Tulisan ini menjelaskan tentang pola dan dinamika hubungan negara terhadap lembaga adat Nagari Pariangan dalam otonomi daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana negara memainkan pola penetrasi melalui institusi formal, hukum, kebijakan publik, dan proses politik dalam hubungan negara dengan Nagari. Kami menemukan kondisi tersebut karena, pertama, kepentingan negara untuk secara intensif mengendalikan sumber daya alam dan ekonomi di Nagari. Kedua, kepentingan pemerintah daerah untuk menciptakan stablisasi politik sebagai kebutuhan inti pembangunan ekonomi di era otonomi. Penetrasi dan transformasi Nagari berdampak pada penyederhanaan Nagari menjadi birokrasi modern sehingga sesuai dengan kepentingan negara. Pendekatan historical institusionalisme digunakan sebagai alat analisis untuk mengurai pola penetrasi negara yang terjadi pada Nagari. Otonomi daerah tidak membuat Nagari mandiri sebagai pemerintahan sendiri, mereka masih menghadapi intervensi dari pemerintah pusat. Itulah salah satu alasan kuat mengapa penelitian ini dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana pengakuan Nagari sebagai pemerintahan terendah sebenarnya dalam situasi yang dilematis, dimana Nagari harus menerima intervensi pemerintah pusat yang menempatkannya sebagai bagian dari birokrasi, bukan kemudian mengakui Nagari sebagai pemerintahan adat.