Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content

    Mercedes Fitchett

    With the new and enhanced roles that women are playing in ISIS, female returnees and deportees may pose a security risk to their home countries such as Indonesia – a country with a history of waves of Islamic violent extremism. It is... more
    With the new and enhanced roles that women are playing in ISIS, female returnees and deportees may pose a security risk to their home countries such as Indonesia – a country with a history of waves of Islamic violent extremism. It is critical for the Government of Indonesia (GOI) and the U.S. Government (USG) to address internal gender biases that prevent them from fully recognizing women’s active roles, “hidden” and visible, in promulgating ISIS-inspired violent extremism. With its history of violent extremism perpetrated by women, the GOI should update its Counterterrorism (CT) and Countering Violent Extremism (CVE) strategies to include a specific line of effort to counter this female-driven threat, with a focus on former returnees and deportees, future deportees and returnees, and domestic female supporters. The women in Indonesia’s defense and security sector are best placed to address the female ISIS threat, yet remain underutilized in CT and CVE activities. Based on field research in Indonesia, this paper explores opportunities for the GOI and USG to adapt their strategies and strengthen GOI capabilities to counter the threat from female ISIS supporters whether they are returnees, deportees or home-grown -- and will disrupt the development of the next generation of violent extremists.
    Abstrak: Dengan peranan yang baru dan lebih kuat yang dimiliki oleh perempuan dalam ISIS, perempuan yang kembali (returnees) dan perempuan deportan (deportees) dapat menjadi ancaman keamanan bagi negara asal mereka, salah satunya... more
    Abstrak:  Dengan peranan yang baru dan lebih kuat yang dimiliki oleh perempuan dalam ISIS, perempuan yang kembali (returnees) dan perempuan deportan (deportees) dapat menjadi ancaman keamanan bagi negara asal mereka, salah satunya Indonesia — negara dengan sejarah gelombang ekstremisme kekerasan Islam. Apa yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk memitigasi risiko ini? Dengan adanya kemungkinan kedatangan arus baru returnee perempuan dari ISIS yang dapat saja masih memegang ideologi kekerasan,, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dan apa bantuan yang dapat diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memperkuat kapabilitas Indonesia? Berdasarkan pada penelitian lapangan di Indonesia, tulisan ini mengkaji peluang bagi pemerintah Indonesia dan AS untuk menyelaraskan strategi mereka dan memperkuat kapabilitas Indonesia untuk menangkal ancaman dari para perempuan pengikut ISIS, baik mereka yang kembali, dideportasi, maupun tumbuh di dalam negeri.
    Dengan peran baru yang lebih signifikan yang dimainkan perempuan dalam ISIS, perempuan yang kembali (returnees) dan deportan (deportees) dari wilayah khalifah ISIS dapat menimbulkan risiko keamanan bagi negara asal mereka seperti... more
    Dengan peran baru yang lebih signifikan yang dimainkan perempuan dalam ISIS, perempuan yang kembali (returnees) dan deportan (deportees) dari wilayah khalifah ISIS dapat menimbulkan risiko keamanan bagi negara asal mereka seperti Indonesia – sebuah negara dengan sejarah gelombang ekstremisme kekerasan. Ada sekitar 250 perempuan yang dideportasi dan yang pulang ke Indonesia, beberapa di antaranya setelah ditangkap karena mendukung ISIS dan merencanakan operasi bom bunuh diri. Dengan matinya kekhalifahan ISIS, diperkirakan terdapat 400 orang Indonesia di kamp-kamp penahanan di Irak dan Suriah, banyak di antara mereka perempuan yang tetap berkomitmen penuh pada ISIS. Dengan gelombang baru perempuan-perempuan deportan dan yang kembali dari ISIS mungkin masih memegang pada ideologi tersebut, bagaimana Pemerintah Indonesia (PI) dan Pemerintah Amerika Serikat (PAS) memperkuat kemampuan Pemerintah Indonesia untuk menghadapi ancaman ini? Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian lapangan di Indonesia, artikel ini mengeksplorasi peluang bagi Pemerintah Indonesia dan PAS untuk mengadaptasi strategi mereka dan memperkuat kemampuan pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman dari para perempuan pendukung ISIS baik mereka yang kembali, yang dideportasi atau yang tumbuh di dalam negeri.

    Dari tinjauan literatur ditemukan tiga tren utama yang muncul sehubungan dengan dukungan perempuan Indonesia untuk ISIS: (1) perempuan Indonesia secara konsisten memainkan peran "tersembunyi" yang penting dalam penggalangan dana, logistik, dan membangun hubungan/aliansi kekerabatan dalam gerakan ekstremis kekerasan; (2) secara keseluruhan, agensi dan mobilisasi perempuan dalam ISIS telah beralih dari posisi "tersembunyi" ke peran yang “terlihat” termasuk melalui pengembangan konten media sosial, rekrutmen dan partisipasi dalam operasi bunuh diri; dan (3) agensi dan mobilisasi perempuan Indonesia dalam ISIS mencerminkan perubahan tren dari "tersembunyi" ke peran dan jalur karier yang lebih terlihat.
    With the new and enhanced roles that women are playing in ISIS, female returnees and deportees may pose a security risk to their home countries such as Indonesia-a country with a history of waves of Islamic violent extremism. What has the... more
    With the new and enhanced roles that women are playing in ISIS, female returnees and deportees may pose a security risk to their home countries such as Indonesia-a country with a history of waves of Islamic violent extremism. What has the Government of Indonesia (GOI) done to mitigate these risks? With an impending new influx of female ISIS returnees that may still be committed to the ideology, how can the GOI and U.S. Government (USG) strengthen GOI capabilities? Based on field research in Indonesia, this paper explores opportunities for the GOI and USG to adapt their strategies and strengthen GOI capabilities to counter the threat from female ISIS supporters whether they are returnees, deportees or home-grown.