Penelitian ini membahas model kepranataan kota pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Perso... more Penelitian ini membahas model kepranataan kota pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Persoalan penelitian adalah belum adanya model kepranataan kota pusaka dalam pengelolaan kawasan berbasis penataan dan pelestarian pusaka di Kota Surakarta. Tujuan penelitian adalah merumuskan model kepranataan kota pusaka dalam pengelolaan kawasan berbasis penataan dan pelestarian pusaka di Kota Surakarta. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penalaran induktif yang bersifat deskriptif eksplanatori. Tahapan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data secara studi pustaka dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa model kelembagaan yang dapat dilakukan secara kerjasama antar berbagai aktor-stakeholders
Cagar Budaya merupakan sesuatu yang ditransmisikan atau diperoleh dari sebuah peradaban dan tergo... more Cagar Budaya merupakan sesuatu yang ditransmisikan atau diperoleh dari sebuah peradaban dan tergolong sebagai sumber daya tak terbarukan. Setiap cagar budaya membutuhkan strategi pengelolaan yang berbeda sesuai dengan konteks cagar budaya. Keberadaan bangunan dan Kawasan Cagar Budaya menjadi permasalahan tersendiri bagi perkembangan Kota Surakarta. Sampai saat ini, Kota Surakarta belum memiliki strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan pengelolaan Kawasan Cagar Budaya belum terintegrasi. Penelitian merumuskan strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya yang terintegrasi di Kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah eksploratif kualitatif dengan pendekatan induktif. Data primer diperoleh dari observasi KCB dan wawancara dengan narasumber dari Solo Heritage Society, Disbud, DPUPR, TACB Kota Surakarta, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen RAKP Surakarta 2015-2035, RTRW, RPJMD. Strategi pengelolaan ditujukan masyarakat dan Pemerintah Kota Surakarta, sehingga variabel internal adalah kondisi empat aspek strategi pengelolaan yang dimiliki masyarakat dan Pemkot, sedangkan variabel eksternal adalah kondisi empat aspek strategi pengelolaan dari luar masyarakat dan Pemkot. Penelitian ini menghasilkan 73 rumusan strategi yang kemudian diringkas menjadi 43 rumusan berdasarkan kesamaan predikat dan makna. Peruntukan strategi terbagi dalam; 13 strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya untuk skala Kota Surakarta, 30 strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya untuk setiap kawasan. Integrasi pengelolaan dapat diketahui dari adanya 17 strategi yang merupakan ringkasan dari 43 strategi dan digolongkan sesuai aspek pengelolaan Kawasan Cagar Budaya.
Penelitian ini membahas model kepranataan Kota Pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Hal t... more Penelitian ini membahas model kepranataan Kota Pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Hal tersebut dikaji berdasarkan peran dan fungsi Kota Surakarta sebagai anggota dan promotor Kota Pusaka, serta adanya program penataan pelestarian kota pusaka (P3KP) dari Kementrian PUPR. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah belum dikembangkannya model kepranataan kota pusaka dalam pengelolaan Kawasan berbasis penataan dan pelestarian pusaka di Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan hingga saat ini, pengelolaan masih sebatas pelestarian asset pusaka yang lebih menekankan pada pengembangan aspek fisik(revitalisasi bangunan), sehingga dapat dikatakan pengelolaan secara keseluruhan belum terjadi secara optimal. Tujuan diadakannya penelitian adalah untuk mengidentifikasi tentang isu, persoalan dalam aspek kelembagaan serta memberikan gambaran kedudukan dan peranan setiap aktor dalam pengelolaan kota pusaka di Kota Surakarta. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penalaran induktif yang bersifat deskriptif. Tahapan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data secara studi pustaka dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa model kelembagaan yang dapat dilakukan secara kerjasama antar berbagai aktor-stakeholders. Model kemitraan tersebut telah dirokemendasikan dalam dokumen "pedoman teknis penataan dan pelestarian Kota Pusaka" yang dibuat oleh Kementrian PUPR.
Tulisan ini berusaha mengupas tentang pentingnya skema pembiayaan dan pelaksanaan program Corpora... more Tulisan ini berusaha mengupas tentang pentingnya skema pembiayaan dan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam suatu negara dan pemerintahan demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Melalui tulisan ini, penulis memaparkan tentang kondisi dan permasalahan praktis skema pembiayaan CSR dalam konteks skala global dan regional. Pada pelaksanaan dan jalannya program CSR, ternyata perilaku perusahaan cenderung menjalankan program yang menguntungkan bagi perusahaannya secara langsung maupun tidak langsung. Kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang yang ingin melaksanakan pembangunan perkotaannya sesuai dengan Agenda Baru Perkotaan dan tearget 11 Goals SDGs. Melihat visi pembangunan Indonesia yang sedemikian rupa, dan pelaksanaan CSR yang masih dominan dengan program fisik-lingkungan dan belum menyentuh pada program sosial-budaya, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan CSR di Indonesia belum optimal dan komprehensif dalam rangka mewujudkan pembangunan perkotaannya sesuai dengan Agenda Baru Perkotaan dan tearget 11 Goals SDGs. Lebih khusus, penulis melalui tulisan ini berfokus pada kritik program CSR, peraturan hukum CSR oleh pemerintah, dan pola perilaku perusahaan yang sedemikian rupa sehingga perihal budaya khususnya arkeologi perkotaan menjadi tersingkirkan dalam proses perencanaan dan pembangunan perkotaan di Indonesia. Arkeologi seharusnya menjadi penting karena mengingat banyaknya artefak perkotaan yang berada di pusat kota dan seringkali menjadi korban dari adanya modernisasi yang mengatas-namakan pembangunan berkelanjutan. Fenomena tersebut sejatinya bertentangan dengan salah satu target 11 Goals SDGs yang menjadi acuan pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan.
Tulisan ini berusaha mengupas tentang perubahan daya dukung sumber daya air Kota
Surakarta yang ... more Tulisan ini berusaha mengupas tentang perubahan daya dukung sumber daya air Kota
Surakarta yang dipengaruhi oleh perubahan bentuk dan struktur Kota Surakarta setelah
mengalami berbagai peristiwa sejarah dari masa ke masa. Metode penelitian dilakukan
dengan pendekatan studi pustaka yang berasal dari penelitan, riset akademisi tentang Kota
Surakarta, dan beberapa sumber sejarah(babad Sala, peta lama, catatan sejarah
perkotaan). Temuan utama dari studi pengaruh perkembangan kota terhadap daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta tahun 1500-2017 adalah adanya fenomena urban sprawl
pada perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap penurunan daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta. Parameter daya dukung sumber daya air dari keterbatasan
data yang ada adalah jaringan drainase. Perkembangan Kota Surakarta yang mengarah
pada urban sprawl sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun 1755-1945 yang dipicu oleh
adanya Keraton Kasunanan dan masuknya pegaruh kolonialisme Hindia-Belanda. Urban
sprawl semakin terlihat ketika masa pembangunan pasca kemerdekaan yang dimana
pembangunan Kota Surakarta mengacu kepada pemerintah pusat. Adanya fenomena
tersebut nampaknya tidak disadari oleh pemerintah dan masyarakat Kota Surakarta,
sehingga pada kurun waktu tahun 2000-2017 bencana banjir semakin sering terjadi.
Peningkatan interval banjir Kota Surakarta dewasa ini merupakan salah satu akibat dan
penanda turunnya daya dukung sumber daya air Kota Surakarta. Pada dasarnya banjir
merupakan salah satu masalah Kota Surakarta dalam hal daya dukung lingkungan,
khususnya daya dukung sumber daya air. Pada akhirnya akumulasi permasalahan kota
tersebut menjadikan Kota Surakarta pada masa mendatang akan semmakinn memasuki
masa ke arah decline, sehingga perlu dicarikan grand-design perkotaan yang sustainable.
Mengetahui garis besar gambaran sejarah perkotaan di Pulau Jawa dari
pernyataan diatas, maka Kota... more Mengetahui garis besar gambaran sejarah perkotaan di Pulau Jawa dari pernyataan diatas, maka Kota Surakarta menjadi suatu kota yang layak dan menarik untuk dikaji lebih dalam. Hal ini dikarenakan Kota Surakarta mengalami semua tahapan periodisasi kota sejak masih kota pra-kolonial hingga modern. Kota Surakarta terbentuk karena adanya pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura pada tahun 1745 (Budi Prayitno, 2007:81). Perpindahan dilakukan oleh Paku Buwono II karena Keraton Kartasura hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang dikenal sebagai peristiwa “Geger Pecinan” pada tahun 1742. Secara geografis, Kota Surakarta terletak pada cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Gunung Lawu(±3.265 mdpl) di sebelah timur dan Gunung Merapi (±2.914 mdpl) di sebelah barat, mengakibatkan topografis relatif rendah dengan ketinggian di pusat kota ±95 meter di atas permukaan laut dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo. Kawasan inilah yang sering dikenal dengan dataran rendah di antara vulkanvulkan (intermountain-plain), sehingga mudah sekali terjadi banjir (Budi Prayitno, 2007: 83). Untuk mengetahui perkembangan struktur internal Kota Surakarta, setidaknya kita harus memahami definisi struktur kota. Menurut (Iwan K,2008) dalam konteks spasial kota dapat ditinjau sebagai nodal dan area. Dalam wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang secara internal maka kota ditinjau sebagai area. Fokus kajian dalam hal ini tentunya adalah unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota atau kawasan kota yang terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional perkotaan dan jaringan jalan. Struktur dan pola ruang kota merupakan suatu produk sekaligus proses yang dimana berbagai unsur di dalamnya saling terkait sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang kompleks. Dalam meninjau struktur internal kota dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain adalah pendekatan ekologikal, ekonomi, morfologi kota, dan sistem kegiatan. Dalam artikel ini, penulis memutuskan untuk melihat perkembangan struktur internal Kota Surakarta melalui pendekatan morfologi kota. Pendekatan tersebut pada dasarnya memfokuskan perhatian pada bentuk-bentuk fisikal kawasan perkotaan yang tercermin dari jenis penggunaan lahan, sistem jaringan jalan, dan blok-blok bangunan, townscape, urban sprawl, dan pola jaringan jalan sebagai indikator morfologi kota. Menurut Hebert (1976 dalam Yunus 2000) mengemukakan bahwa pengaruh perkembangan sarana transportasi sangat kuat terhadap morfologi kota, sehingga perubahan morfologi kota dan kondisi transportasi yang berkembang mengakibatkan kota semakin luas.
Statistik Daerah Kota Surakarta Tahun 2016 merupakan publikasi yang diterbitkan
oleh Badan Pusat ... more Statistik Daerah Kota Surakarta Tahun 2016 merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. Tujuan dari penerbitan ini adalah untuk melengkapi informasi segala bentuk data dan perkembangan daerah yang diperlukan oleh berbagai pihak. Statistik Daerah Kota Surakarta 2016 ini menyajikan kondisi Perekonomian dan Sosial Kota Surakarta secara sektoral dengan data dihimpun dari berbagai kegiatan serta survei-survei yang dilakukan oleh BPS Kota Surakarta. Data yang ditampilkan disertai dengan analisa sederhana dan grafik-grafik pada setiap pokok pembahasan.
Memahami sejarah adalah merekonstruksi jejak-jejak penanda yang tercipta dari peristiwa-peristiwa... more Memahami sejarah adalah merekonstruksi jejak-jejak penanda yang tercipta dari peristiwa-peristiwa historis yang menciptakannya. Memahami peran strategis dari Dalem Jayadipuran berarti berusaha mengumpulkan aneka data yang terserak, menganalisis dan memaknai arti pentingnya di dalam sejarah pergerakan nasional. Dari pengamatan yang ada, Dalem Jayadipuran merupakan salah satu poros penting pergerakan nasional di Yogyakarta di awal abad ke-20. Laporan ini akan membahas tentang peran historis Dalem Jayadipuran, kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta saat ini, dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Pabrik Gula dan Pabrik Spritus (PGPS) Madukismo dibangun pada 14 Juni1955, merupakan prakarsa Sri... more Pabrik Gula dan Pabrik Spritus (PGPS) Madukismo dibangun pada 14 Juni1955, merupakan prakarsa Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau menginginkan adanya sebuah pabrik gula yang bisa menggantikan fungsi 17 pabrik gula peninggalan Belanda yang hancur selama Perang Kemerdekaan 1945-1949. Pembangunan PGPS Madukismo mendapatkan bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Kontraktor pembangunannya adalah sebuah perusahaan dari Jerman Timur bernama Saarhausen. PT P2G Madu Baru adalah perusahaan yang dibentuk untuk mengelola PGPS Madukismo
Taman Sari merupakan salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta. Sebagai sebuah monumen yang me... more Taman Sari merupakan salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta. Sebagai sebuah monumen yang menyimpan kisah sejarah, Taman Sari senantiasa dipelihara secara detail pada semua aspek bagian bangunan. Tamansari dibangun pada tahun 1765 ditandai dengan candrasengkala yang terdapat pada gerbang masuk yang berbunyi "Lunging Sekar Sinesep Peksi". Lung berarti 1, sekar berarti 9, sinesep berarti 6, and peksi berarti 1 dibaca secara terbalik menjadi tahun jawa 1691. Tamansari menempati lahan seluas 15 ha. Tamansari dirancang oleh Tumenggung Mangundipura dan Demang Tegis, seorang berkebangsaan Portugis yang diberi pangkat Demang oleh Sultan Hamengku Buwana I (Dwidjasaraya, 1935: 16) sehingga tampak pengaruh gaya arsitektur portugis pada beberapa sisi Taman Sari. Tamansari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Sebuah fakta yang luar biasa tentang sejarah Indonesia kuno,terutama tentang Kerajaan Mataram Kun... more Sebuah fakta yang luar biasa tentang sejarah Indonesia kuno,terutama tentang Kerajaan Mataram Kuno.Hal yang dibahas di sini adalah perpindahan pusat pemerintahan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Dalam sejarah peradaban manusia, alam merupakan hal yang amat penting dan tak terpisahkan bagi ke... more Dalam sejarah peradaban manusia, alam merupakan hal yang amat penting dan tak terpisahkan bagi keberlangsungan hidup manusia. Interaksi antara alam dengan manusia sudah tercipta sejak manusia pertama kali diciptakan di bumi. Kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh alam dan lingkungannya, dan begitu juga sebaliknya. Pengaruh alam dan lingkungan dalam perkembangan peradaban manusia menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Lanskap atau bentanglahan merupakan komponen alam yang cukup menonjol dalam mempengaruhi kehidupan peradaban manusia dari masa prasejarah hingga sekarang. Lanskap secara umum memiliki makna yang hampir sama dengan istilah ‗bentanglahan' atau ‗fisiografis' dan ‗lingkungan'. Perbedaan diantara ketiganya terletak pada aspek interpretasinya. Bentang lahan di dalamnya terdapat unit-unit bentuklahan (landform) merupakan dasar lingkungan manusia dengan berbagai keseragaman (similaritas) maupun perbedaan (diversitas) unsur-unsurnya. Kondisi bentang lahan seperti ini memberikan gambaran fisiografi suatu wilayah. Wilayah yang mempunyai karakteristik dalam hal bentuklahan, tanah, vegetasi dan atribut (sifat) pengaruh manusia, yang secara kolektif ditunjukkan melalui kondisi fisiografi dikenal sebagai suatu lanskap (Vink dalam Yuwono, 2007: 5).
Penelitian ini membahas model kepranataan kota pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Perso... more Penelitian ini membahas model kepranataan kota pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Persoalan penelitian adalah belum adanya model kepranataan kota pusaka dalam pengelolaan kawasan berbasis penataan dan pelestarian pusaka di Kota Surakarta. Tujuan penelitian adalah merumuskan model kepranataan kota pusaka dalam pengelolaan kawasan berbasis penataan dan pelestarian pusaka di Kota Surakarta. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penalaran induktif yang bersifat deskriptif eksplanatori. Tahapan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data secara studi pustaka dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa model kelembagaan yang dapat dilakukan secara kerjasama antar berbagai aktor-stakeholders
Cagar Budaya merupakan sesuatu yang ditransmisikan atau diperoleh dari sebuah peradaban dan tergo... more Cagar Budaya merupakan sesuatu yang ditransmisikan atau diperoleh dari sebuah peradaban dan tergolong sebagai sumber daya tak terbarukan. Setiap cagar budaya membutuhkan strategi pengelolaan yang berbeda sesuai dengan konteks cagar budaya. Keberadaan bangunan dan Kawasan Cagar Budaya menjadi permasalahan tersendiri bagi perkembangan Kota Surakarta. Sampai saat ini, Kota Surakarta belum memiliki strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan pengelolaan Kawasan Cagar Budaya belum terintegrasi. Penelitian merumuskan strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya yang terintegrasi di Kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah eksploratif kualitatif dengan pendekatan induktif. Data primer diperoleh dari observasi KCB dan wawancara dengan narasumber dari Solo Heritage Society, Disbud, DPUPR, TACB Kota Surakarta, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen RAKP Surakarta 2015-2035, RTRW, RPJMD. Strategi pengelolaan ditujukan masyarakat dan Pemerintah Kota Surakarta, sehingga variabel internal adalah kondisi empat aspek strategi pengelolaan yang dimiliki masyarakat dan Pemkot, sedangkan variabel eksternal adalah kondisi empat aspek strategi pengelolaan dari luar masyarakat dan Pemkot. Penelitian ini menghasilkan 73 rumusan strategi yang kemudian diringkas menjadi 43 rumusan berdasarkan kesamaan predikat dan makna. Peruntukan strategi terbagi dalam; 13 strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya untuk skala Kota Surakarta, 30 strategi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya untuk setiap kawasan. Integrasi pengelolaan dapat diketahui dari adanya 17 strategi yang merupakan ringkasan dari 43 strategi dan digolongkan sesuai aspek pengelolaan Kawasan Cagar Budaya.
Penelitian ini membahas model kepranataan Kota Pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Hal t... more Penelitian ini membahas model kepranataan Kota Pusaka dalam program P3KP di Kota Surakarta. Hal tersebut dikaji berdasarkan peran dan fungsi Kota Surakarta sebagai anggota dan promotor Kota Pusaka, serta adanya program penataan pelestarian kota pusaka (P3KP) dari Kementrian PUPR. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah belum dikembangkannya model kepranataan kota pusaka dalam pengelolaan Kawasan berbasis penataan dan pelestarian pusaka di Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan hingga saat ini, pengelolaan masih sebatas pelestarian asset pusaka yang lebih menekankan pada pengembangan aspek fisik(revitalisasi bangunan), sehingga dapat dikatakan pengelolaan secara keseluruhan belum terjadi secara optimal. Tujuan diadakannya penelitian adalah untuk mengidentifikasi tentang isu, persoalan dalam aspek kelembagaan serta memberikan gambaran kedudukan dan peranan setiap aktor dalam pengelolaan kota pusaka di Kota Surakarta. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penalaran induktif yang bersifat deskriptif. Tahapan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data secara studi pustaka dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa model kelembagaan yang dapat dilakukan secara kerjasama antar berbagai aktor-stakeholders. Model kemitraan tersebut telah dirokemendasikan dalam dokumen "pedoman teknis penataan dan pelestarian Kota Pusaka" yang dibuat oleh Kementrian PUPR.
Tulisan ini berusaha mengupas tentang pentingnya skema pembiayaan dan pelaksanaan program Corpora... more Tulisan ini berusaha mengupas tentang pentingnya skema pembiayaan dan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam suatu negara dan pemerintahan demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Melalui tulisan ini, penulis memaparkan tentang kondisi dan permasalahan praktis skema pembiayaan CSR dalam konteks skala global dan regional. Pada pelaksanaan dan jalannya program CSR, ternyata perilaku perusahaan cenderung menjalankan program yang menguntungkan bagi perusahaannya secara langsung maupun tidak langsung. Kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang yang ingin melaksanakan pembangunan perkotaannya sesuai dengan Agenda Baru Perkotaan dan tearget 11 Goals SDGs. Melihat visi pembangunan Indonesia yang sedemikian rupa, dan pelaksanaan CSR yang masih dominan dengan program fisik-lingkungan dan belum menyentuh pada program sosial-budaya, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan CSR di Indonesia belum optimal dan komprehensif dalam rangka mewujudkan pembangunan perkotaannya sesuai dengan Agenda Baru Perkotaan dan tearget 11 Goals SDGs. Lebih khusus, penulis melalui tulisan ini berfokus pada kritik program CSR, peraturan hukum CSR oleh pemerintah, dan pola perilaku perusahaan yang sedemikian rupa sehingga perihal budaya khususnya arkeologi perkotaan menjadi tersingkirkan dalam proses perencanaan dan pembangunan perkotaan di Indonesia. Arkeologi seharusnya menjadi penting karena mengingat banyaknya artefak perkotaan yang berada di pusat kota dan seringkali menjadi korban dari adanya modernisasi yang mengatas-namakan pembangunan berkelanjutan. Fenomena tersebut sejatinya bertentangan dengan salah satu target 11 Goals SDGs yang menjadi acuan pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan.
Tulisan ini berusaha mengupas tentang perubahan daya dukung sumber daya air Kota
Surakarta yang ... more Tulisan ini berusaha mengupas tentang perubahan daya dukung sumber daya air Kota
Surakarta yang dipengaruhi oleh perubahan bentuk dan struktur Kota Surakarta setelah
mengalami berbagai peristiwa sejarah dari masa ke masa. Metode penelitian dilakukan
dengan pendekatan studi pustaka yang berasal dari penelitan, riset akademisi tentang Kota
Surakarta, dan beberapa sumber sejarah(babad Sala, peta lama, catatan sejarah
perkotaan). Temuan utama dari studi pengaruh perkembangan kota terhadap daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta tahun 1500-2017 adalah adanya fenomena urban sprawl
pada perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap penurunan daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta. Parameter daya dukung sumber daya air dari keterbatasan
data yang ada adalah jaringan drainase. Perkembangan Kota Surakarta yang mengarah
pada urban sprawl sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun 1755-1945 yang dipicu oleh
adanya Keraton Kasunanan dan masuknya pegaruh kolonialisme Hindia-Belanda. Urban
sprawl semakin terlihat ketika masa pembangunan pasca kemerdekaan yang dimana
pembangunan Kota Surakarta mengacu kepada pemerintah pusat. Adanya fenomena
tersebut nampaknya tidak disadari oleh pemerintah dan masyarakat Kota Surakarta,
sehingga pada kurun waktu tahun 2000-2017 bencana banjir semakin sering terjadi.
Peningkatan interval banjir Kota Surakarta dewasa ini merupakan salah satu akibat dan
penanda turunnya daya dukung sumber daya air Kota Surakarta. Pada dasarnya banjir
merupakan salah satu masalah Kota Surakarta dalam hal daya dukung lingkungan,
khususnya daya dukung sumber daya air. Pada akhirnya akumulasi permasalahan kota
tersebut menjadikan Kota Surakarta pada masa mendatang akan semmakinn memasuki
masa ke arah decline, sehingga perlu dicarikan grand-design perkotaan yang sustainable.
Mengetahui garis besar gambaran sejarah perkotaan di Pulau Jawa dari
pernyataan diatas, maka Kota... more Mengetahui garis besar gambaran sejarah perkotaan di Pulau Jawa dari pernyataan diatas, maka Kota Surakarta menjadi suatu kota yang layak dan menarik untuk dikaji lebih dalam. Hal ini dikarenakan Kota Surakarta mengalami semua tahapan periodisasi kota sejak masih kota pra-kolonial hingga modern. Kota Surakarta terbentuk karena adanya pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura pada tahun 1745 (Budi Prayitno, 2007:81). Perpindahan dilakukan oleh Paku Buwono II karena Keraton Kartasura hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang dikenal sebagai peristiwa “Geger Pecinan” pada tahun 1742. Secara geografis, Kota Surakarta terletak pada cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Gunung Lawu(±3.265 mdpl) di sebelah timur dan Gunung Merapi (±2.914 mdpl) di sebelah barat, mengakibatkan topografis relatif rendah dengan ketinggian di pusat kota ±95 meter di atas permukaan laut dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo. Kawasan inilah yang sering dikenal dengan dataran rendah di antara vulkanvulkan (intermountain-plain), sehingga mudah sekali terjadi banjir (Budi Prayitno, 2007: 83). Untuk mengetahui perkembangan struktur internal Kota Surakarta, setidaknya kita harus memahami definisi struktur kota. Menurut (Iwan K,2008) dalam konteks spasial kota dapat ditinjau sebagai nodal dan area. Dalam wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang secara internal maka kota ditinjau sebagai area. Fokus kajian dalam hal ini tentunya adalah unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota atau kawasan kota yang terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional perkotaan dan jaringan jalan. Struktur dan pola ruang kota merupakan suatu produk sekaligus proses yang dimana berbagai unsur di dalamnya saling terkait sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang kompleks. Dalam meninjau struktur internal kota dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain adalah pendekatan ekologikal, ekonomi, morfologi kota, dan sistem kegiatan. Dalam artikel ini, penulis memutuskan untuk melihat perkembangan struktur internal Kota Surakarta melalui pendekatan morfologi kota. Pendekatan tersebut pada dasarnya memfokuskan perhatian pada bentuk-bentuk fisikal kawasan perkotaan yang tercermin dari jenis penggunaan lahan, sistem jaringan jalan, dan blok-blok bangunan, townscape, urban sprawl, dan pola jaringan jalan sebagai indikator morfologi kota. Menurut Hebert (1976 dalam Yunus 2000) mengemukakan bahwa pengaruh perkembangan sarana transportasi sangat kuat terhadap morfologi kota, sehingga perubahan morfologi kota dan kondisi transportasi yang berkembang mengakibatkan kota semakin luas.
Statistik Daerah Kota Surakarta Tahun 2016 merupakan publikasi yang diterbitkan
oleh Badan Pusat ... more Statistik Daerah Kota Surakarta Tahun 2016 merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. Tujuan dari penerbitan ini adalah untuk melengkapi informasi segala bentuk data dan perkembangan daerah yang diperlukan oleh berbagai pihak. Statistik Daerah Kota Surakarta 2016 ini menyajikan kondisi Perekonomian dan Sosial Kota Surakarta secara sektoral dengan data dihimpun dari berbagai kegiatan serta survei-survei yang dilakukan oleh BPS Kota Surakarta. Data yang ditampilkan disertai dengan analisa sederhana dan grafik-grafik pada setiap pokok pembahasan.
Memahami sejarah adalah merekonstruksi jejak-jejak penanda yang tercipta dari peristiwa-peristiwa... more Memahami sejarah adalah merekonstruksi jejak-jejak penanda yang tercipta dari peristiwa-peristiwa historis yang menciptakannya. Memahami peran strategis dari Dalem Jayadipuran berarti berusaha mengumpulkan aneka data yang terserak, menganalisis dan memaknai arti pentingnya di dalam sejarah pergerakan nasional. Dari pengamatan yang ada, Dalem Jayadipuran merupakan salah satu poros penting pergerakan nasional di Yogyakarta di awal abad ke-20. Laporan ini akan membahas tentang peran historis Dalem Jayadipuran, kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta saat ini, dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Pabrik Gula dan Pabrik Spritus (PGPS) Madukismo dibangun pada 14 Juni1955, merupakan prakarsa Sri... more Pabrik Gula dan Pabrik Spritus (PGPS) Madukismo dibangun pada 14 Juni1955, merupakan prakarsa Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau menginginkan adanya sebuah pabrik gula yang bisa menggantikan fungsi 17 pabrik gula peninggalan Belanda yang hancur selama Perang Kemerdekaan 1945-1949. Pembangunan PGPS Madukismo mendapatkan bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Kontraktor pembangunannya adalah sebuah perusahaan dari Jerman Timur bernama Saarhausen. PT P2G Madu Baru adalah perusahaan yang dibentuk untuk mengelola PGPS Madukismo
Taman Sari merupakan salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta. Sebagai sebuah monumen yang me... more Taman Sari merupakan salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta. Sebagai sebuah monumen yang menyimpan kisah sejarah, Taman Sari senantiasa dipelihara secara detail pada semua aspek bagian bangunan. Tamansari dibangun pada tahun 1765 ditandai dengan candrasengkala yang terdapat pada gerbang masuk yang berbunyi "Lunging Sekar Sinesep Peksi". Lung berarti 1, sekar berarti 9, sinesep berarti 6, and peksi berarti 1 dibaca secara terbalik menjadi tahun jawa 1691. Tamansari menempati lahan seluas 15 ha. Tamansari dirancang oleh Tumenggung Mangundipura dan Demang Tegis, seorang berkebangsaan Portugis yang diberi pangkat Demang oleh Sultan Hamengku Buwana I (Dwidjasaraya, 1935: 16) sehingga tampak pengaruh gaya arsitektur portugis pada beberapa sisi Taman Sari. Tamansari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Sebuah fakta yang luar biasa tentang sejarah Indonesia kuno,terutama tentang Kerajaan Mataram Kun... more Sebuah fakta yang luar biasa tentang sejarah Indonesia kuno,terutama tentang Kerajaan Mataram Kuno.Hal yang dibahas di sini adalah perpindahan pusat pemerintahan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Dalam sejarah peradaban manusia, alam merupakan hal yang amat penting dan tak terpisahkan bagi ke... more Dalam sejarah peradaban manusia, alam merupakan hal yang amat penting dan tak terpisahkan bagi keberlangsungan hidup manusia. Interaksi antara alam dengan manusia sudah tercipta sejak manusia pertama kali diciptakan di bumi. Kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh alam dan lingkungannya, dan begitu juga sebaliknya. Pengaruh alam dan lingkungan dalam perkembangan peradaban manusia menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Lanskap atau bentanglahan merupakan komponen alam yang cukup menonjol dalam mempengaruhi kehidupan peradaban manusia dari masa prasejarah hingga sekarang. Lanskap secara umum memiliki makna yang hampir sama dengan istilah ‗bentanglahan' atau ‗fisiografis' dan ‗lingkungan'. Perbedaan diantara ketiganya terletak pada aspek interpretasinya. Bentang lahan di dalamnya terdapat unit-unit bentuklahan (landform) merupakan dasar lingkungan manusia dengan berbagai keseragaman (similaritas) maupun perbedaan (diversitas) unsur-unsurnya. Kondisi bentang lahan seperti ini memberikan gambaran fisiografi suatu wilayah. Wilayah yang mempunyai karakteristik dalam hal bentuklahan, tanah, vegetasi dan atribut (sifat) pengaruh manusia, yang secara kolektif ditunjukkan melalui kondisi fisiografi dikenal sebagai suatu lanskap (Vink dalam Yuwono, 2007: 5).
Tujuan&Metode Analisis kualitatif adalah suatu analisis dengan menitik beratkan analisis pada kua... more Tujuan&Metode Analisis kualitatif adalah suatu analisis dengan menitik beratkan analisis pada kualitas data dari narasumber dan datanya berupa realitas dan gejala sosial yang bersifat unik dan rumit. Pada dasarnya analisis kualitatif ini bersifat stimulan dan bolak-balik. Tujuan melakukan analisis kualitatif adalah untuk menemukan pola atau regularitas dalam sebuah study kasus atau artikel yang dibaca ataupun ditulis peneliti. Analisis kualitatif tentunya berhubungan dengan penelitian kualitatif, adapun penelitian dan analisis kualitatif mempunyai kemiripan yang sangat tinggi. Kedua hal tersebut membutuhkan waktu penelitian yang lama, serta objek penelitian yang sama(gejala sosial). Dalam melakukan analsis kualitatif, kali ini peneliti mencoba menggunakan metode coding(memberi tanda) kepada kata kunci atau kata yang ingin diteliti dalam sebuah artikel. Teknik koding adalah langkah yang dilakukan seorang peneliti untuk mendapatkan gambaran fakta sebagai satu kesatuan analisis data kualitatif dan teknik mengumpulkan serta menarik kesimpulan analisis psikologis terhadap data yang diperoleh. Koding dimaksudkan sebagai cara mendapatkan kata atau frase yang menentukan adanya fakta psikologi yang menonjol, menangkap esensi fakta, atau menandai atribute psikologi yang muncul kuat dari sejumlah kumpulan bahasa atau data visual. Kode dengan demikian merupakan proses transisi antara koleksi data dan analisis data yang lebih luas.
Analisis time series merupakan salah satu metode peramalan kuantitatif yang bertujuan untuk menem... more Analisis time series merupakan salah satu metode peramalan kuantitatif yang bertujuan untuk menemukan pola dalam sederetan data historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut di masa yang akan datang. Analisis data deret waktu pada dasarnya digunakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data-data yang dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu, bisa dalam jam, hari, minggu, bulan, kuartal dan tahun, bisa dilakukan analisis menggunakan metode analisis data deret waktu. Analisis data deret waktu tidak hanya bisa dilakukan untuk satu variabel (Univariate) tetapi juga bisa untuk banyak variabel (Multivariate). Selain itu pada analisis data deret waktu bisa dilakukan peramalan data beberapa periode ke depan yang sangat membantu dalam menyusun perencanaan ke depan.
Analalisis regresi linear berganda adalah analisis multivariant yang bertujuan untuk mengukur int... more Analalisis regresi linear berganda adalah analisis multivariant yang bertujuan untuk mengukur intensitas hubungan antara 2 variabel dan membuat prediksi maupun dugaan variabel dependen atas dasar nilai independen. Pada dasarnya analisis regresi berinti siapa yang kuat maka dia akan mendapatkan porsi yang terbanyak. Regresi adalah proses memasukkan seperangkat prediktor ke dalam persamaan regresi untuk menjelaskan variabel, dan dalam hal ini adadua jenis regresi yaitu regresi manual dan regresi otomatis. Penelitian kali ini menggunakan regresi otomatis dengan software SPSS dan menggunakan metode stepwise. Dalam SPSS dikenal beberapa metode antara lain ENTER, STEPWISE, FORWARD, dan BACKWARD.
Teknik skalogram berusaha mengidentifikasikan suatu skala tunggal, sepanjang ukuran efektif sikap... more Teknik skalogram berusaha mengidentifikasikan suatu skala tunggal, sepanjang ukuran efektif sikap dalam suatu keadaan yang ada dan dapat diperoleh. Tujuan teknik skalogram adalah untuk menentukan peringkat suatu objek tertentu. Prinsipnya adalah konsistensi. Metode yang digunakan kali ini adalah analisis skalgoram. Data awal untuk skalogram adalah data cluster berdasarkan faktor. Ini diperoleh dari data faktor yang merupakan hasil dari proses Analisis faktor dengan SPSS, yaitu sebagai berikut: Tabel 1 Data Analisis Cluster Sumber : Output SPSS
Analisis cluster adalah teknik multivariant, analisis yang meniliti seluruh hubungan interdepende... more Analisis cluster adalah teknik multivariant, analisis yang meniliti seluruh hubungan interdependensi, tidak ada pembedaan variabel bebas dan tak bebas(independent and dependent variables). Tujuan utama analisis cluster adalah mengklasifikasi objek (kasus/elemen) seperti orang, produk(barang), toko, perusahaan ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti. Objek di dalam kelompok harus relatif mirip(relatively similiar) atau cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh dengan objek dari cluster lainnya. Analisis cluster juga disebut analisis klasifikasi atau taksonomi numeric. Pada dasarnya clus yang baik adalah cluster yang memiliki tingkat homogenitas tinggi atau heterogenitas yang tinggi antar cluster dengan cluster yang lain. Dalam analisis cluster dikenal dengan dua metode yaitu metode hirarki, dan metode non hirarki yang berciri khas hasil dendogram. Dalam metode hirarki cluster, ada dua tipe dasar yaitu aglomerative dan divisive. Dalam aglomerative ada lima metode(Single Linkage; Complete Linkage; Average Linkage; Ward's Method; Centroid Method).
Analisis faktor merupakan suatu kelas prosedur yang dipergunakan untuk mereduksi dan meringkas da... more Analisis faktor merupakan suatu kelas prosedur yang dipergunakan untuk mereduksi dan meringkas data. Setiap variabel dinyatakan sebagai kombinasi linear dari faktor yang mendasari. Faktor-faktor diekstraksi sedemikian rupa sehingga faktor yang pertama menyumbang(memberikan andil) terbesar terhadap seluruh varian dari semua variabel asli, faktor kedua penyumbang terbesar kedua, dan begitu seterusnya. Pada dasarnya analisis faktor didasarkan pada suatu matriks korelasi antar-variabel asli, sehingga variabel ini harus diukur menggunakan skala interval-ratio sebagai data matriks. Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur hubungan di antara banyak variabel dalam bentuk faktor. Faktor yang terbentuk merupakan besaran acak yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur atau ditentukan secara langsung.
Arkeologi Perkotaan adalah sub disiplin ilmu arkeologi yang mengkhususkan diri pada kajian masa l... more Arkeologi Perkotaan adalah sub disiplin ilmu arkeologi yang mengkhususkan diri pada kajian masa lalu kota-kota dan tempat tinggal manusia jangka panjang yang sering kali meninggalkan bekas atau catatan masa lalu yang kaya(Grimes,1995:139-145). Secara pragmatis, pandangan masyarakat terhadap ilmu arkeologi akan selalu berorientasi kepada masa lalu dan sejarah dengan objek kajian berupa artefak, arca, fossil,dll. Pada perkembangannya ilmu arkeologi, terutama di eropa telah menjadi ilmu yang berorientasi ke masa depan yang dipelopori oleh para arkeolog Inggris pada tahun 1919. Paradigma arkeologi yang berorientasi ke masa depan kebanyakan mengkaji perkotaan atau permukiman manusia, oleh karena itu maka disebut arkeologi perkotaan(urban archaeology). Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki seseorang atau ahli arkeologi perkotaan. Mengingat banyaknya situs arkeologi atau cagar budaya(heritage) yang terletak di kawasan perkotaan Indonesia, maka seharusnya ilmu arkeologi perkotaan menjadi penting dalam keberlanjutan kota di Indonesia. Pada dasarnya pembangunan dan perencanaan kota di Indonesia kebanyakan menjadi otoritas bagi para planner dan arsitek perkotaan yang dalam proses penyusunannya sangat sedikit melibatkan ahli sejarah kota tersebut. Dalam sudut pandang sosial-kebudayaan, sejarah sebuah kota menjadi penting karena menyangkut identitas dan jati diri sebuah kota. Wujud nyata berbagai peristiwa sejarah perkotaan biasanya diwakili oleh sebaran bangunan tua (bangunan cagar budaya) yang berada di kawasan lama sebuah kota. Paradigma arkeolog perkotaan secara pragmatis akan selalu berupaya melestarikan berbagai bangunan tua tersebut demi menjaga identitas dan jati diri dari sebuah kota. Hal ini akan bertentangan dengan paradigma para planner dan arsitek dalam proses pembangunan dan perencanaan sebuah kota yang selalu berpandangan visioner dan mengarah pada modernisasi dengan prinsip efisiensi dalam setiap aspek perkotaanya. Adanya fenomena tersebut dalam proses perencanaan dan pembangunan perkotaan di Indonesia, dan tidak adanya ahli arkeologi perkotaan maka diperlukan sinergi antara ahli sejarah sosial-budaya, dan arkeologi dengan para planner dan arsitek yang mempunyai paradigma yang berbeda. Sinergi yang baik antara kedua pihak tersebut menjadi penting untuk meminimalisasi terjadinya konflik kepentingan dan sebagai upaya menjaga identitas dan jati diri setiap kota di Indonesia. Pentingnya aspek historis dalam perkembangan perkotaan dikarenakan cikal bakal sebuah " kota " adalah permukiman. Singkat kata, Lewis Mumford melalui bukunya The City in History(1961) mengatakan bahwa " kota " adalah perubahan dari gua ke perkempungan. Hal tersebut sangat relevan dengan kajian arkeologi, dimana manusia purba(prasejarah) selalu hidup nomaden(berpindah-pindah) dan setelah mengenal teknologi alat batu(zaman neolitikum) manusia mulai menetap secara komunal yang membentuk perkampungan. Dalam analisis lokasional, perkempangun awal dalam peradaban manusia selalu terletak di daerah yang subur dan mempunyai persediaan air yang cukup(pinggiran sungai). Dalam permukiman awal, manusia masih dominan dengan kegiatan pertaniannya sehingga mumford berpendapat bahwa daerah perkotaan yang kemudian terbentuk dan daerah desa pedalamannya merupakan bagian dari satu kesatuan yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan binatang yang pada nantinya akan mendorong produksi pertanian(Gallion, 1986). Pada perkembangannya, seiring majunya teknologi alat batu(neolitikhum) yang beralih menjadi teknologi logam(bronze age) yang pada akhirnya akan mengarah pada teknologi
PENDAHULUAN
Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah dengan perkembangan ekonomi y... more PENDAHULUAN Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah dengan perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Sebagai kota skala sedang, Kota Surakarta ditopang oleh berbagai sektor perekonomian seperti perdagangan, industri, dan pariwisata. Pada dasarnya wisata Kota Surakarta terbagi menjadi wisata kuliner, wisata sejarah dan budaya, dan wisata belanja. Dalam hal ini penulis akan mengkaji perkembangan wisata belanja, khususnya pada pasar tradisional di Kota Surakarta. Destinasi wisata belanja Kota Surakarta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional Kota Surakarta adalah Pasar Gede, Pasar Kliwon, Pasar Triwindu, dan Pasar Depok. Untuk pasar modern Kota Surakarta didominasi oleh industri retail seper Solo Grand Mall, Solo Square, dan Paragon Mall. Sejak tahun 2011 hingga 2016 keberadaan pasar tradisional merupakan pendukung perekonomian kota yang berbasis ekonomi kerakyatan yang dimana di dalamnya termasuk sumbangan ke pendapatan asli daerah1. Secara keseluruhan Kota Surakarta mempunyai 43 pasar tradisional. Besarnya retribusi pasar tradisional terhadap PAD Kota Surakarta menjadikan pasar tradisional menarik untuk dikaji. Hal ini mengingat banyaknya konflik sosial-ekonomi antara pedagang-konsumen-pemerintah yang terjadi di pasar tradisional yang pada dasarnya dipengaruhi oleh ketimpangan spasial2. Untuk meminimalisasi konflik dalam pasar tradisional, sehingga retribusi pasar tradisional menjadi lebih tinggi maka dirumuskan permasalah “Bagaimana pengaruh persebaran pasar tradisional terhadap fluktuasi harga lahan perkotaan Kota Surakarta?”. Rumusan masalah dapat menggambarkan ketimpangan spasial yang terjadi di Kota Surakarta. Dengan demikian, maka diharapkan pemkot Surakarta dapat membuat berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi pada pemerataan pembangunan Kota Surakarta.
Analisis faktor merupakan suatu kelas prosedur yang dipergunakan untuk mereduksi dan meringkas da... more Analisis faktor merupakan suatu kelas prosedur yang dipergunakan untuk mereduksi dan meringkas data. Setiap variabel dinyatakan sebagai kombinasi linear dari faktor yang mendasari. Faktor-faktor diekstraksi sedemikian rupa sehingga faktor yang pertama menyumbang(memberikan andil) terbesar terhadap seluruh varian dari semua variabel asli, faktor kedua penyumbang terbesar kedua, dan begitu seterusnya. Pada dasarnya analisis faktor didasarkan pada suatu matriks korelasi antar-variabel asli, sehingga variabel ini harus diukur menggunakan skala interval-ratio sebagai data matriks. Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur hubungan di antara banyak variabel dalam bentuk faktor. Faktor yang terbentuk merupakan besaran acak yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur atau ditentukan secara langsung. Dalam kasus ini, peneliti ingin memahami perilaku konsumsi kerang penghuni situs Gua Here Sorot Entapa, NTB berdasarkan analisis variabel data temuan dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan. Data temuan pada situs ini ada 13 variabel dan 16 objek, dalam hal ini objek adalah kedalaman galian dimana objek nomer 1 berarti kedalaman 10cm. Dengan adanya analisis ini maka diharapkan dapat mengetahui pola konsumsi dan variabel apa yang dikosumsi secara dominan oleh penghuni Gua Here Sorot Entapa, sehingga dapat memperkuat penjelasan arkeologis khususnya secara kuantitatif. Rumusan Masalah: 1. Bagaimana perilaku konsumsi kerang penghuni situs Gua Here Sorot Entapa? Metode: Metode dalam penelitian ini menggunakan metode PCA. PCA atau Principal Component Analysis adalah salah satu pendekatan dalam analisis faktor, melalui pendekatan ini peneliti dapat menentukan banyaknya faktor yang diekstrasi minimum(sedikit mungkin) tetapi menyerap sebagian besar informasi yang terkandung pada semua variabel asli atau menyumbang sebagian besar varian pada data untuk analisis multivariate selanjutnya.
Salah satu sektor yang memiliki peranan cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adala... more Salah satu sektor yang memiliki peranan cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Tidak hanya nasional, tetapi juga pembangunan perekonomian daerah. Sektor pariwisata menjadi primadona dalam usaha peningkatan perekonomian berbagai daerah di Indonesia. Meningkatnya kecenderungan orang untuk bepergian menyebabkan setiap daerah di Indonesia berrsaing menawarkan berbagai potensi daerahnya untuk dikelola dan dikunjungi. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup masyarakat, dan menggerakkan ribuan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke kawasan-kawasan lainnya sebagai destinasi pariwisata. Pergerakan ribuan manusia selanjutnya mengerakkan mata rantai ekonomi yang saling berkaitan menjadi industri jasa yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian daerah, hingga peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat masyarakat. Bagi Daerah, pembangunan pariwisata memiliki kontribusi yang signifikan dalam Pembangunan ekonomi daerah sebagai instrumen peningkatan pendapatan Daerah. Sementara dari perspektif pembangunan sumber daya manusia, pariwisata mempunyai potensi untuk dijadikan instrumen dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya penduduk sekitar Destinasi Pariwisata. Dengan demikian, pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan saja kesejahteraan material dan spiritual, tetapi juga sekaligus meningkatkan kesejahteraan kultural dan intelektual. Destinasi pariwisata yang dikembangkan dengan baik akan memberikan dampak positif secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kegiatan pariwisata akan menyerap banyak tenaga kerja pada proyek-proyek pembangunan di destinasi wisata, hotel, restoran serta transportasi. Secara tidak langsung, pengembangan sektor pariwisata diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang selanjutnya akan berdampak pada permintaan-permintaan baru terhadap hasil-hasil pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan maupun industri rumah tangga.
Survey yang dilakukan di Kawasan Strategis Pariwisata Kota Surakarta, mencakup beberapa aspek ya... more Survey yang dilakukan di Kawasan Strategis Pariwisata Kota Surakarta, mencakup beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam melakukan survey. Fokus dalam masing-masing obyek survey adalah kepada: a. Penilaian Kondisi Luar Obyek b. Penilaian Kondisi Internal Obyek c. Penilaian Aksesibilitas dan Komunikasi d. Penilaian Fasilitas Umum di Sekitar Obyek Berikut kondisi infrastruktur pariwisata di masing-masing obyek pariwisata di Kota Surakarta.
Berdasarkan dokumen peraturan daerah tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah tahu... more Berdasarkan dokumen peraturan daerah tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah tahun 2016-2026, dirumuskan 7 (tujuh) Kawasan Strategis Pariwisata Kota Surakarta yaitu sebuah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata Daerah yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Penjabaran dari masing-masing kawasan adalah sebagai berikut.
This study discusses the changes and developments in Tirtonadi dam along the drainage network in ... more This study discusses the changes and developments in Tirtonadi dam along the drainage network in residential areas in Mangkunegaran Palace. It is assessed based on the role development and functions of the Tirtonadi dam along the drainage network from the beginning of development in 1910 - 2016 as the year of implementation of this study. The problems discussed in this study is the background construction of the Tirtonadi dam and the drainage network at the beginning of the XX century in the Mangkunegaran Palace region and how the construction influence of dam tirtonadi and drainage network in the settlements Mangkunegaran Palace since 1910-2016. The objective of this study is to provide an overview of the factors underlying the construction of Tirtonadi dam, as well as to construct the chronology and understand the developments that occurred between the dam and drainage network Tirtonadi towards the settlements in Mangkunegaran Palace from the year 1910 until 2016. This study is using qualitative method of inductive reasoning which is common in descriptive science. The steps being taken in this study, among others are; collecting data through observation and library research, descriptive interpretative analysis (architecture data, spatial data, and historical data). The results of this study indicate that the Tirtonadi dam construction and drainage networks in the early twentieth century were influenced by four factors. These factors are historical factors, geographical factors, economic factors, and functional factors. The degree of relatedness between Tirtonadi dam and the drainage network in the settlements of Praja Mangkunegaran is very high, but in the the dynamic development of settlements in Praja Mangkunegaran was not followed by the development of the drainage infrastructure. That led to a certain areas of the settlements in Praja Mangkunegaran become prone to flood disaster in the rainy season.
The Splendid Cultural Heritage of Surakarta, The Spirit of Java, Wayang Orang Sriwedari, 2023
Wayang Orang is the intangible cultural heritage in Indonesia that the existing is still remainin... more Wayang Orang is the intangible cultural heritage in Indonesia that the existing is still remaining until right now. In the past, Wayang Orang performance could only be enjoyed by the Royal Family and Noble Family. Meanwhile, wayang orang performances in Surakarta began to be introduced to the public starting in 1900.
The main goal in this conservation is to increase the interest of the community, especially children and young people so that the important values in wayang orang Sriwedari can be absorbed and embedded in everyday life. These values then become the roots of behaving and making life decisions so that it will create a balance between the environment and nature. These values will help control selfishness and greed that have an impact on climate change, environmental damage, and others.
Uploads
Papers by Pratomo Aji
Surakarta yang dipengaruhi oleh perubahan bentuk dan struktur Kota Surakarta setelah
mengalami berbagai peristiwa sejarah dari masa ke masa. Metode penelitian dilakukan
dengan pendekatan studi pustaka yang berasal dari penelitan, riset akademisi tentang Kota
Surakarta, dan beberapa sumber sejarah(babad Sala, peta lama, catatan sejarah
perkotaan). Temuan utama dari studi pengaruh perkembangan kota terhadap daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta tahun 1500-2017 adalah adanya fenomena urban sprawl
pada perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap penurunan daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta. Parameter daya dukung sumber daya air dari keterbatasan
data yang ada adalah jaringan drainase. Perkembangan Kota Surakarta yang mengarah
pada urban sprawl sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun 1755-1945 yang dipicu oleh
adanya Keraton Kasunanan dan masuknya pegaruh kolonialisme Hindia-Belanda. Urban
sprawl semakin terlihat ketika masa pembangunan pasca kemerdekaan yang dimana
pembangunan Kota Surakarta mengacu kepada pemerintah pusat. Adanya fenomena
tersebut nampaknya tidak disadari oleh pemerintah dan masyarakat Kota Surakarta,
sehingga pada kurun waktu tahun 2000-2017 bencana banjir semakin sering terjadi.
Peningkatan interval banjir Kota Surakarta dewasa ini merupakan salah satu akibat dan
penanda turunnya daya dukung sumber daya air Kota Surakarta. Pada dasarnya banjir
merupakan salah satu masalah Kota Surakarta dalam hal daya dukung lingkungan,
khususnya daya dukung sumber daya air. Pada akhirnya akumulasi permasalahan kota
tersebut menjadikan Kota Surakarta pada masa mendatang akan semmakinn memasuki
masa ke arah decline, sehingga perlu dicarikan grand-design perkotaan yang sustainable.
pernyataan diatas, maka Kota Surakarta menjadi suatu kota yang layak dan
menarik untuk dikaji lebih dalam. Hal ini dikarenakan Kota Surakarta mengalami
semua tahapan periodisasi kota sejak masih kota pra-kolonial hingga modern.
Kota Surakarta terbentuk karena adanya pemindahan pusat pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura pada tahun 1745 (Budi Prayitno,
2007:81). Perpindahan dilakukan oleh Paku Buwono II karena Keraton Kartasura
hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang dikenal sebagai peristiwa
“Geger Pecinan” pada tahun 1742. Secara geografis, Kota Surakarta terletak pada
cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Gunung Lawu(±3.265 mdpl) di
sebelah timur dan Gunung Merapi (±2.914 mdpl) di sebelah barat, mengakibatkan
topografis relatif rendah dengan ketinggian di pusat kota ±95 meter di atas
permukaan laut dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan
Solo. Kawasan inilah yang sering dikenal dengan dataran rendah di antara vulkanvulkan
(intermountain-plain), sehingga mudah sekali terjadi banjir (Budi
Prayitno, 2007: 83).
Untuk mengetahui perkembangan struktur internal Kota Surakarta, setidaknya
kita harus memahami definisi struktur kota. Menurut (Iwan K,2008) dalam
konteks spasial kota dapat ditinjau sebagai nodal dan area. Dalam wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang secara internal maka kota ditinjau sebagai
area. Fokus kajian dalam hal ini tentunya adalah unsur-unsur pembentuk struktur
tata ruang kota atau kawasan kota yang terdiri dari pusat kegiatan, kawasan
fungsional perkotaan dan jaringan jalan. Struktur dan pola ruang kota merupakan
suatu produk sekaligus proses yang dimana berbagai unsur di dalamnya saling
terkait sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang kompleks. Dalam
meninjau struktur internal kota dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan
antara lain adalah pendekatan ekologikal, ekonomi, morfologi kota, dan sistem
kegiatan.
Dalam artikel ini, penulis memutuskan untuk melihat perkembangan struktur
internal Kota Surakarta melalui pendekatan morfologi kota. Pendekatan tersebut
pada dasarnya memfokuskan perhatian pada bentuk-bentuk fisikal kawasan
perkotaan yang tercermin dari jenis penggunaan lahan, sistem jaringan jalan, dan
blok-blok bangunan, townscape, urban sprawl, dan pola jaringan jalan sebagai
indikator morfologi kota. Menurut Hebert (1976 dalam Yunus 2000)
mengemukakan bahwa pengaruh perkembangan sarana transportasi sangat kuat
terhadap morfologi kota, sehingga perubahan morfologi kota dan kondisi
transportasi yang berkembang mengakibatkan kota semakin luas.
oleh Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. Tujuan dari penerbitan ini adalah untuk
melengkapi informasi segala bentuk data dan perkembangan daerah yang diperlukan oleh
berbagai pihak.
Statistik Daerah Kota Surakarta 2016 ini menyajikan kondisi Perekonomian dan
Sosial Kota Surakarta secara sektoral dengan data dihimpun dari berbagai kegiatan serta
survei-survei yang dilakukan oleh BPS Kota Surakarta. Data yang ditampilkan disertai
dengan analisa sederhana dan grafik-grafik pada setiap pokok pembahasan.
Laporan ini akan membahas tentang peran historis Dalem Jayadipuran, kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta saat ini, dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Pembangunan PGPS Madukismo mendapatkan bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Kontraktor pembangunannya adalah sebuah perusahaan dari Jerman Timur bernama Saarhausen. PT P2G Madu Baru adalah perusahaan yang dibentuk untuk mengelola PGPS Madukismo
Tamansari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Drafts by Pratomo Aji
Surakarta yang dipengaruhi oleh perubahan bentuk dan struktur Kota Surakarta setelah
mengalami berbagai peristiwa sejarah dari masa ke masa. Metode penelitian dilakukan
dengan pendekatan studi pustaka yang berasal dari penelitan, riset akademisi tentang Kota
Surakarta, dan beberapa sumber sejarah(babad Sala, peta lama, catatan sejarah
perkotaan). Temuan utama dari studi pengaruh perkembangan kota terhadap daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta tahun 1500-2017 adalah adanya fenomena urban sprawl
pada perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap penurunan daya dukung
sumber daya air Kota Surakarta. Parameter daya dukung sumber daya air dari keterbatasan
data yang ada adalah jaringan drainase. Perkembangan Kota Surakarta yang mengarah
pada urban sprawl sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun 1755-1945 yang dipicu oleh
adanya Keraton Kasunanan dan masuknya pegaruh kolonialisme Hindia-Belanda. Urban
sprawl semakin terlihat ketika masa pembangunan pasca kemerdekaan yang dimana
pembangunan Kota Surakarta mengacu kepada pemerintah pusat. Adanya fenomena
tersebut nampaknya tidak disadari oleh pemerintah dan masyarakat Kota Surakarta,
sehingga pada kurun waktu tahun 2000-2017 bencana banjir semakin sering terjadi.
Peningkatan interval banjir Kota Surakarta dewasa ini merupakan salah satu akibat dan
penanda turunnya daya dukung sumber daya air Kota Surakarta. Pada dasarnya banjir
merupakan salah satu masalah Kota Surakarta dalam hal daya dukung lingkungan,
khususnya daya dukung sumber daya air. Pada akhirnya akumulasi permasalahan kota
tersebut menjadikan Kota Surakarta pada masa mendatang akan semmakinn memasuki
masa ke arah decline, sehingga perlu dicarikan grand-design perkotaan yang sustainable.
pernyataan diatas, maka Kota Surakarta menjadi suatu kota yang layak dan
menarik untuk dikaji lebih dalam. Hal ini dikarenakan Kota Surakarta mengalami
semua tahapan periodisasi kota sejak masih kota pra-kolonial hingga modern.
Kota Surakarta terbentuk karena adanya pemindahan pusat pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura pada tahun 1745 (Budi Prayitno,
2007:81). Perpindahan dilakukan oleh Paku Buwono II karena Keraton Kartasura
hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang dikenal sebagai peristiwa
“Geger Pecinan” pada tahun 1742. Secara geografis, Kota Surakarta terletak pada
cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Gunung Lawu(±3.265 mdpl) di
sebelah timur dan Gunung Merapi (±2.914 mdpl) di sebelah barat, mengakibatkan
topografis relatif rendah dengan ketinggian di pusat kota ±95 meter di atas
permukaan laut dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan
Solo. Kawasan inilah yang sering dikenal dengan dataran rendah di antara vulkanvulkan
(intermountain-plain), sehingga mudah sekali terjadi banjir (Budi
Prayitno, 2007: 83).
Untuk mengetahui perkembangan struktur internal Kota Surakarta, setidaknya
kita harus memahami definisi struktur kota. Menurut (Iwan K,2008) dalam
konteks spasial kota dapat ditinjau sebagai nodal dan area. Dalam wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang secara internal maka kota ditinjau sebagai
area. Fokus kajian dalam hal ini tentunya adalah unsur-unsur pembentuk struktur
tata ruang kota atau kawasan kota yang terdiri dari pusat kegiatan, kawasan
fungsional perkotaan dan jaringan jalan. Struktur dan pola ruang kota merupakan
suatu produk sekaligus proses yang dimana berbagai unsur di dalamnya saling
terkait sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang kompleks. Dalam
meninjau struktur internal kota dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan
antara lain adalah pendekatan ekologikal, ekonomi, morfologi kota, dan sistem
kegiatan.
Dalam artikel ini, penulis memutuskan untuk melihat perkembangan struktur
internal Kota Surakarta melalui pendekatan morfologi kota. Pendekatan tersebut
pada dasarnya memfokuskan perhatian pada bentuk-bentuk fisikal kawasan
perkotaan yang tercermin dari jenis penggunaan lahan, sistem jaringan jalan, dan
blok-blok bangunan, townscape, urban sprawl, dan pola jaringan jalan sebagai
indikator morfologi kota. Menurut Hebert (1976 dalam Yunus 2000)
mengemukakan bahwa pengaruh perkembangan sarana transportasi sangat kuat
terhadap morfologi kota, sehingga perubahan morfologi kota dan kondisi
transportasi yang berkembang mengakibatkan kota semakin luas.
oleh Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. Tujuan dari penerbitan ini adalah untuk
melengkapi informasi segala bentuk data dan perkembangan daerah yang diperlukan oleh
berbagai pihak.
Statistik Daerah Kota Surakarta 2016 ini menyajikan kondisi Perekonomian dan
Sosial Kota Surakarta secara sektoral dengan data dihimpun dari berbagai kegiatan serta
survei-survei yang dilakukan oleh BPS Kota Surakarta. Data yang ditampilkan disertai
dengan analisa sederhana dan grafik-grafik pada setiap pokok pembahasan.
Laporan ini akan membahas tentang peran historis Dalem Jayadipuran, kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta saat ini, dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Pembangunan PGPS Madukismo mendapatkan bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Kontraktor pembangunannya adalah sebuah perusahaan dari Jerman Timur bernama Saarhausen. PT P2G Madu Baru adalah perusahaan yang dibentuk untuk mengelola PGPS Madukismo
Tamansari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah dengan perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Sebagai kota skala sedang, Kota Surakarta ditopang oleh berbagai sektor perekonomian seperti perdagangan, industri, dan pariwisata. Pada dasarnya wisata Kota Surakarta terbagi menjadi wisata kuliner, wisata sejarah dan budaya, dan wisata belanja. Dalam hal ini penulis akan mengkaji perkembangan wisata belanja, khususnya pada pasar tradisional di Kota Surakarta. Destinasi wisata belanja Kota Surakarta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional Kota Surakarta adalah Pasar Gede, Pasar Kliwon, Pasar Triwindu, dan Pasar Depok. Untuk pasar modern Kota Surakarta didominasi oleh industri retail seper Solo Grand Mall, Solo Square, dan Paragon Mall.
Sejak tahun 2011 hingga 2016 keberadaan pasar tradisional merupakan pendukung perekonomian kota yang berbasis ekonomi kerakyatan yang dimana di dalamnya termasuk sumbangan ke pendapatan asli daerah1. Secara keseluruhan Kota Surakarta mempunyai 43 pasar tradisional. Besarnya retribusi pasar tradisional terhadap PAD Kota Surakarta menjadikan pasar tradisional menarik untuk dikaji. Hal ini mengingat banyaknya konflik sosial-ekonomi antara pedagang-konsumen-pemerintah yang terjadi di pasar tradisional yang pada dasarnya dipengaruhi oleh ketimpangan spasial2. Untuk meminimalisasi konflik dalam pasar tradisional, sehingga retribusi pasar tradisional menjadi lebih tinggi maka dirumuskan permasalah “Bagaimana pengaruh persebaran pasar tradisional terhadap fluktuasi harga lahan perkotaan Kota Surakarta?”.
Rumusan masalah dapat menggambarkan ketimpangan spasial yang terjadi di Kota Surakarta. Dengan demikian, maka diharapkan pemkot Surakarta dapat membuat berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi pada pemerataan pembangunan Kota Surakarta.
Bagi Daerah, pembangunan pariwisata memiliki kontribusi yang signifikan dalam Pembangunan ekonomi daerah sebagai instrumen peningkatan pendapatan Daerah. Sementara dari perspektif pembangunan sumber daya manusia, pariwisata mempunyai potensi untuk dijadikan instrumen dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya penduduk sekitar Destinasi Pariwisata. Dengan demikian, pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan saja kesejahteraan material dan spiritual, tetapi juga sekaligus meningkatkan kesejahteraan kultural dan intelektual. Destinasi pariwisata yang dikembangkan dengan baik akan memberikan dampak positif secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kegiatan pariwisata akan menyerap banyak tenaga kerja pada proyek-proyek pembangunan di destinasi wisata, hotel, restoran serta transportasi. Secara tidak langsung, pengembangan sektor pariwisata diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang selanjutnya akan berdampak pada permintaan-permintaan baru terhadap hasil-hasil pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan maupun industri rumah tangga.
a. Penilaian Kondisi Luar Obyek
b. Penilaian Kondisi Internal Obyek
c. Penilaian Aksesibilitas dan Komunikasi
d. Penilaian Fasilitas Umum di Sekitar Obyek
Berikut kondisi infrastruktur pariwisata di masing-masing obyek pariwisata di Kota Surakarta.
The problems discussed in this study is the background construction of the Tirtonadi dam and the drainage network at the beginning of the XX century in the Mangkunegaran Palace region and how the construction influence of dam tirtonadi and drainage network in the settlements Mangkunegaran Palace since 1910-2016. The objective of this study is to provide an overview of the factors underlying the construction of Tirtonadi dam, as well as to construct the chronology and understand the developments that occurred between the dam and drainage network Tirtonadi towards the settlements in Mangkunegaran Palace from the year 1910 until 2016.
This study is using qualitative method of inductive reasoning which is
common in descriptive science. The steps being taken in this study, among others are; collecting data through observation and library research, descriptive interpretative analysis (architecture data, spatial data, and historical data).
The results of this study indicate that the Tirtonadi dam construction and drainage networks in the early twentieth century were influenced by four factors. These factors are historical factors, geographical factors, economic factors, and functional factors. The degree of relatedness between Tirtonadi dam and the drainage network in the settlements of Praja Mangkunegaran is very high, but in the the dynamic development of settlements in Praja Mangkunegaran was not followed by the development of the drainage infrastructure. That led to a certain areas of the settlements in Praja Mangkunegaran become prone to flood disaster in the rainy season.
The main goal in this conservation is to increase the interest of the community, especially children and young people so that the important values in wayang orang Sriwedari can be absorbed and embedded in everyday life. These values then become the roots of behaving and making life decisions so that it will create a balance between the environment and nature. These values will help control selfishness and greed that have an impact on climate change, environmental damage, and others.