Women's identity of Aceh is an important entity within the contemporary political condition of Ac... more Women's identity of Aceh is an important entity within the contemporary political condition of Aceh. Many problems are faced by Acehnese women, when they meet a regime having bias gender in manifesting Islamic sharī'a which is already formalized within the qanun (formal regulation in Aceh.) Many qanuns have hampered women's activities and identities. Debates arose questioning whether Islamic sharī'a should be formally legalized or it is just sosial ethics. This study, for its basic references, bases on literatures already written by researchers who studied sharī'a and Aceh. After the data found from those literatures, hence they are analyzed by textual and content analysis.
Abstrak: Identitas perempuan Aceh merupakan hal yang penting dalam kondisi politik kontemporer Aceh. Banyak persoalan yang dihadapi perempuan Aceh ketika berhadapan dengan rezim bias gender dalam menerapkan syari'ah Islam yang telah diformalkan dalam qanun. Banyak qanun yang ternyata membuat aktifitas dan identitas perempuan terkendala oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan daerah Aceh. Masalah syari'ah Islam yang debatable menjadi persoalan serius di pihak lain disebabkan banyak pemahaman tentang syari'ah Islam itu sendiri apakah harus dilegal-formalkan ataukah syari'ah itu adalah etika untuk bermasyarakat. Kajian dalam tulisan ini mendasarkan pada literatur yang telah ditulis oleh para pengaji tentang syari'ah dan Aceh sebagai rujukan utamanya. Setelah data diperoleh dari literatur maka dianalisis dengan menggunakan analisis atas teks atau content analysis.
This study examines the conflict resolution based on local wisdom in Aceh, focusing on the existe... more This study examines the conflict resolution based on local wisdom in Aceh, focusing on the existence and role of traditional institutions in building peace and a frame of reference in banning conflicts in the city of Lhokseumawe. Local wisdom can be a resolution of the conflicts in society on the one hand, while on the other hand, it can bring a better impact than the formal justice. Local wisdom is laden with religious values that become a way of life of the Acehnese, ss mentioned in hadih majah (Aceh proverb): hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut (religion and customs like substance and nature, in which they can not be separated.) This tradition is a very democratic conflict resolution without bloodshed between the two sides of the conflict, both vertically and horizontally. This research was conducted in the city Lhoksumawe using a qualitative approach and analyzed with the theory of structural functionalism. In this regard, we undertake the data collection method: in-depth interviews, focus group discussions (FGD), and document research. The results show that local wisdom still exists to resolve conflicts or disputes in society, such fighting between residents, lightweight theft (stealing) and land boundaries. While the role of traditional institutions in resolving conflicts or disputes is significant, and such traditional institutions, among others are: keuchik, tuha peut, imeum meunasah and other public figures.
Abstrak: Penelitian ini mengaji resolusi konflik berbasis kearifan lokal di Aceh, dengan fokus pada eksistensi dan peran lembaga adat dalam membangun perdamaian dan kerangka acuan dalam menyelesaian konflik di Kota Lhokseumawe. Kearifan lokal dapat menjadi resolusi konflik yang terjadi dalam masyarakat pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain ia mendatangkan dampak yang lebih baik daripada peradilan formal. Kearifan lokal ini sarat dengan nilai-nilai agama yang menjadi way of life masyarakat Aceh, sebagaimana disebutkan dalam hadih majah (pepatah Aceh): hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut (agama dan adat bagai zat dan sifat yang tidak dapat dipisahakan.) Tradisi ini merupakan resolusi konflik yang sangat demokratis tanpa pertumpahan darah dan dendam di antara kedua belah pihak yang berkonflik, baik vertikal maupun horizontal. Penelitian ini dilakukan di kota Lhokseumawe dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis dengan teori fungsionalisme struktural. Sedangkan metode pengumpulan data yakni: wawancara mendalam, FGD, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal masih eksis untuk menyelesaikan berbagai konflik atau sengketa dalam masyarakat, misalnya perkelahian antar warga, pencurian ringan dan batas tanah. Sedangkan peran lembaga adat dalam menyelesaikan konflik atau sengketa cukup signifikan, lembaga adat tersebut antara lain: keuchik, tuha peut, imeum meunasah dan tokoh masyarakat lainnya.
This writing describes a group of Abu Sayyaf (Arabic: Abű Sayyâf, means 'swordman,' or 'father of... more This writing describes a group of Abu Sayyaf (Arabic: Abű Sayyâf, means 'swordman,' or 'father of sword) from its diverse facets: leader and figures, organizational stucture, motive and political ideology, as well as strategy in conducting terrorism actions. Abu Sayyaf is an alias name for the founder, Abdulrajak Janjalani, who is born in Basilan, Philipine. Using an Arabic forename, and Philipine becoming a location for its apearance and establishment, Abu Sayyaf has relation with the struggle of Moro nation, Philipine.
Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan kelompok Abu Sayyaf (Arab: Abű Sayyâf, pembawa pedang, atau ayah dari pedang) dari sisi-sisi: pemimpin dan tokoh-tokoh, struktur organisasi, motivasi dan ideologi politik, serta strategi dalam melakukan aksi terorisme. Abu Sayyaf adalah nama alias dari Abdulrajak Janjalani, sang pendiri, yang dilahirkan di Basilan Filipina. Penggunaan nama Arab (Islam), dan Filipina sebagai lokasi kemunculannya, Abu Sayyaf punya keterkaitan dengan perjuangan bangsa Moro.
Radicalism and extremism conducted at recent time by young people have reduced a quality of democ... more Radicalism and extremism conducted at recent time by young people have reduced a quality of democratic life in Indonesia. In fact, democracy requires similar human-right and freedom from threat and coercion, moreover in religious freedom. The involvement of young people in extremist conduct can be seen further from textbooks of Pendidikan Agama Islam/PAI (Education of Islamic Religion/EIR) which is used in senior high school. The goal of this research is to describe definitions of toleration, harmony, and discrimination that are explained in EIR books, and is to explore theological bases used by the books, and how those topics are interpreted. This writing uses qualitative method by an approach of content-analysis towards the books. The definition of toleration, harmony and discrimination used in those books just emphasizes the relations of inter-religions and inter-cultures. No explicit explanation deals with the importance to build toleration and harmony of intra-religion which recently gains huge attention in Indonesians for this oftenly makes conflict. The Qur'ānic verses becoming theological basis are quoted and interpreted textually. Meanwhile, stories of conduct and model are focused on classical era, in which there is no story, conduct, model or example from cases taken from Indonesian contexts.
Abstrak: Radikalisme dan ekstremisme yang terjadi akhir-akhir ini pada kaum muda telah menurunkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Padahal demokrasi mengandaikan hak dan kebebasan yang sama dari ancaman atau paksaan, terlebih dalam kebebasan beragama. Keterlibatan kaum muda terdidik dalam pelbagai tindakan ekstremis salah satunya dapat dilihat lebih jauh dari buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digunakan di Sekolah Menengah Atas. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan definisi toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang dijelaskan dalam buku-buku PAI dan memaparkan landasan teologis yang digunakan buku-buku tersebut dan bagaimana ia ditafsirkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi terhadap buku ajar. Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang digunakan hanya menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Ayat-ayat yang menjadi landasan teologis buku-buku ajar dikutip dan ditafsirkan secara tekstual. Sedangkan, kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah klasik, hampir tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia.
This writing is a proposal of a dialogue model for interreligious interests, in which it stresses... more This writing is a proposal of a dialogue model for interreligious interests, in which it stresses on communication without neglecting a faith of each religion, and at the same time it does not leave the faith itself. It is a Sufis dialog, which no longer views that some beleiver's faith is not flexible, but it is seen as a means to build an open communication, in which thence it can create a format of dialog which contributes enhancement and goodness for living together in between human beings. Therefore, this article also offers a dialogue methodology, which is the most ideal, i.e. spiritual dialog which bestows universal Sufis values that embrace all kinds of beliefs and faiths.
Abstrak: Tulisan ini merupakan sebuah tawaran model dialog antar agama yang menekankan pada bagaimana komunikasi dilakukan dengan tidak mengabaikan keimanan masing-masing, sekaligus tidak meninggalkan keimanan sendiri. Dialog sufistik tidak lagi memandang keyakinan penganut agama tertentu sebagai sesuatu yang kaku, ia dilihat sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk merajut komunikasi yang terbuka sehingga melahirkan bentuk dialog yang akan berkontribusi pada kemajuan dan kemaslahatan bersama. Selain menjabarkan aturan ketika antar agama bertemu dan menciptakan adanya dialog, tulisan ini juga membahas metodologi dialog, urgensinya dan bentuknya, yang bagi penulis adalah paling ideal, yaitu dialog spiritual yang mengedepankan nilai-nilai sufistik universal yang merangkul semua bentuk keimanan dan kepercayaan. Dialog spiritual mencoba untuk menghilangkan sekat-sekat klaim eksklusifistik yang dianut sebagian kaum beragama, menawarkan bentuk penghayatan keimanan yang melintas dan menyelam ke dalam agama-agama lain, tanpa kehilangan identitas keyakinan sendiri. Dialog spiritual diharapkan tidak saja mampu untuk menciptakan dialog yang diisi oleh nuansa keadamaian, tetapi juga mampu mendorong setiap pelaku dialog untuk menggali kekayaan tradisi agama lain sehingga memerkaya dan menyegarkan keimanannya sendiri.
Snouck Hurgronje, the advisor of Government of Netherland in Indonesia observed that Islam could ... more Snouck Hurgronje, the advisor of Government of Netherland in Indonesia observed that Islam could be seen from two aspects: ritual and politic. " Give the full freedom to the Indonesian Muslims to conduct their religious doctrines related to the spiritual aspects, and do not give them the full freedom related the political aspects, " his suggestions at the time to the General Governor of Netherland to Indonesia. His view hence inspired the future leaders of Indonesia, Soekarno and Soeharto, particularly in the New Order under the President Soeharto. In the beginnings of his power he freed from the prisons the Masyumi figures, but did not permit to this Muslim organizations to rebirth; he forced all Islamic political parties to merger under one party, the PPP; he forced all political parties and mass organizations to use Pancasila as sole basic; he build hundreds of mosques every month; he supported the formation of ICMI (Association for Indonesian Muslim Intellectuals); he hesitated to capture and sent the prisons who criticized vocally all his policies, and this sad condition goes to continue till more than 30 years of his power. The time of big mutiny come to real condition following the all university students entire the archipelago came down to the streets and demanded Soeharto to resign, or they forced him to come down, and finally the fall of his power happened in 1998 with the sad ending, and it is the logical consequence of his politicization of Islam.
Abstrak: Snouck Hurgronje, penasehat pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia melihat Islam dari dua aspek: ritual dan politik. " Berilah kebebasan sepenuhnya kepada umat Islam Indonesia untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya yang bersifat ritual, seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya. Tetapi jangan berikan kebebasan yang penuh kepada mereka dalam hal politik, " sarannya ketika itu. Pendapat ini rupanya menginspirasi presiden Soekarno dan Soeharto di masa berikutnya dalam memerintah rakyat Indonesia. Terutama di zaman Orba, ketika mulai berkuasa, Soeharto membebaskan tokoh-tokoh Masyumi dari penjara, tetapi tetap tidak mengizinkan parpol Masyumi berdiri lagi; menyederhanakan parpol yang beraliran Islam untuk bergabung di PPP; memberlakukan Asas Tunggal bagi semua parpol dan ormas; membangun puluhan masjid setiap bulan; mendukung pendirian ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) untuk menghibur umat Islam Indonesia, dan lain sebagainya. Namun krisis ekonomi dan pengangguran semakin meningkat di setiap kota. Bagi yang melakukan kritik akan ditangkap dan dipenjaran, dan keadaan ini terus berlangsung lebih dari 30 tahun hingga banyak rakyat menderita, pada akhirnya melahirkan protes dan gelombang demonstrasi besar-besaran di seantero Nusantara, dan mengakibatkan kekuasaan Orba tumbang di tahun 1998. Kenyataan pahit ini merupakan akibat logis dari sistem pemerintahannya yang selalu melakukan politisasi terhadap Islam Indonesia.
Using a socio-historical approach, this paper aims to describe the history of social and intellec... more Using a socio-historical approach, this paper aims to describe the history of social and intellectual of Spanish (Andalusian) Moslems, since its natal, advance, and decay. The conclusion of this paper shows that Islam, in the Medieval Europe, has taken root in Spain. How was the Spain Islam established? What are the rudiments that created Andalus cultivated through centuries? However, why thence it experienced disintegration, ruined and disappeared? Even though Andalus has vanished, Muslims of Spain has their contribution for the European and Western countries, and the world civilization in general.
Abstrak: Melalui pendekatan sosio-historis, makalah ini menggambarkan sejarah sosial dan intelektual Islam Spanyol, dari sejak kelahiran, kemajuan hinga keruntuhan. Bagaimana Islam Spanyol dibangun? Apa saja faktor-faktor membuatnya maju selama berabad-abad? Tetapi kenapa kemudian mengalami disintegrasi, runtuh, dan lenyap? Sekalipun telah lenyap, tak dapat dipungkiri Islam Spanyol telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan Eropa dan Barat pada umumnya.
This writing is a mapping of philosophical notions by Sunnī 'ulamā' (scholars) on leadership (imā... more This writing is a mapping of philosophical notions by Sunnī 'ulamā' (scholars) on leadership (imāmah, imamate) within Islam. The argumentation of imamate embraces seven topics: 1) the necessity of imamate, 2) imamate election, 3) imām's qualification, 4) religious authority vs. temporal, 5) the true imamate vs. monarchy, 6) single or plural imām, 7) imām's tasks. The article also questions a referred model of ancient imamate, the so called caliphate-state, which quarrels with the temporary system, nation-state.
Abstrak: Tulisan ini merupakan pemetaan pandangan falsafi para ulama Sunnī mengenai kepemimpinan dalam Islam. Pembahasan falsafat kepemimpinan (imāmah) mencakup tujuh topik: 1) perlu tidaknya imamah, 2) penunjukan imam, 3) kualifikasi imam, 4) otoritas religius versus otoritas temporal, 5) imamah yang benar versus kerajaan, 6) imam tunggal atau banyak, 7) tugas-tugas imam. Artikel ini juga menyoroti model rujukan kepemimpinan masa lalu, negara khilafah, berbenturan dengan sistem masa kini, negara bangsa.
Women's identity of Aceh is an important entity within the contemporary political condition of Ac... more Women's identity of Aceh is an important entity within the contemporary political condition of Aceh. Many problems are faced by Acehnese women, when they meet a regime having bias gender in manifesting Islamic sharī'a which is already formalized within the qanun (formal regulation in Aceh.) Many qanuns have hampered women's activities and identities. Debates arose questioning whether Islamic sharī'a should be formally legalized or it is just sosial ethics. This study, for its basic references, bases on literatures already written by researchers who studied sharī'a and Aceh. After the data found from those literatures, hence they are analyzed by textual and content analysis.
Abstrak: Identitas perempuan Aceh merupakan hal yang penting dalam kondisi politik kontemporer Aceh. Banyak persoalan yang dihadapi perempuan Aceh ketika berhadapan dengan rezim bias gender dalam menerapkan syari'ah Islam yang telah diformalkan dalam qanun. Banyak qanun yang ternyata membuat aktifitas dan identitas perempuan terkendala oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan daerah Aceh. Masalah syari'ah Islam yang debatable menjadi persoalan serius di pihak lain disebabkan banyak pemahaman tentang syari'ah Islam itu sendiri apakah harus dilegal-formalkan ataukah syari'ah itu adalah etika untuk bermasyarakat. Kajian dalam tulisan ini mendasarkan pada literatur yang telah ditulis oleh para pengaji tentang syari'ah dan Aceh sebagai rujukan utamanya. Setelah data diperoleh dari literatur maka dianalisis dengan menggunakan analisis atas teks atau content analysis.
This study examines the conflict resolution based on local wisdom in Aceh, focusing on the existe... more This study examines the conflict resolution based on local wisdom in Aceh, focusing on the existence and role of traditional institutions in building peace and a frame of reference in banning conflicts in the city of Lhokseumawe. Local wisdom can be a resolution of the conflicts in society on the one hand, while on the other hand, it can bring a better impact than the formal justice. Local wisdom is laden with religious values that become a way of life of the Acehnese, ss mentioned in hadih majah (Aceh proverb): hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut (religion and customs like substance and nature, in which they can not be separated.) This tradition is a very democratic conflict resolution without bloodshed between the two sides of the conflict, both vertically and horizontally. This research was conducted in the city Lhoksumawe using a qualitative approach and analyzed with the theory of structural functionalism. In this regard, we undertake the data collection method: in-depth interviews, focus group discussions (FGD), and document research. The results show that local wisdom still exists to resolve conflicts or disputes in society, such fighting between residents, lightweight theft (stealing) and land boundaries. While the role of traditional institutions in resolving conflicts or disputes is significant, and such traditional institutions, among others are: keuchik, tuha peut, imeum meunasah and other public figures.
Abstrak: Penelitian ini mengaji resolusi konflik berbasis kearifan lokal di Aceh, dengan fokus pada eksistensi dan peran lembaga adat dalam membangun perdamaian dan kerangka acuan dalam menyelesaian konflik di Kota Lhokseumawe. Kearifan lokal dapat menjadi resolusi konflik yang terjadi dalam masyarakat pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain ia mendatangkan dampak yang lebih baik daripada peradilan formal. Kearifan lokal ini sarat dengan nilai-nilai agama yang menjadi way of life masyarakat Aceh, sebagaimana disebutkan dalam hadih majah (pepatah Aceh): hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut (agama dan adat bagai zat dan sifat yang tidak dapat dipisahakan.) Tradisi ini merupakan resolusi konflik yang sangat demokratis tanpa pertumpahan darah dan dendam di antara kedua belah pihak yang berkonflik, baik vertikal maupun horizontal. Penelitian ini dilakukan di kota Lhokseumawe dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis dengan teori fungsionalisme struktural. Sedangkan metode pengumpulan data yakni: wawancara mendalam, FGD, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal masih eksis untuk menyelesaikan berbagai konflik atau sengketa dalam masyarakat, misalnya perkelahian antar warga, pencurian ringan dan batas tanah. Sedangkan peran lembaga adat dalam menyelesaikan konflik atau sengketa cukup signifikan, lembaga adat tersebut antara lain: keuchik, tuha peut, imeum meunasah dan tokoh masyarakat lainnya.
This writing describes a group of Abu Sayyaf (Arabic: Abű Sayyâf, means 'swordman,' or 'father of... more This writing describes a group of Abu Sayyaf (Arabic: Abű Sayyâf, means 'swordman,' or 'father of sword) from its diverse facets: leader and figures, organizational stucture, motive and political ideology, as well as strategy in conducting terrorism actions. Abu Sayyaf is an alias name for the founder, Abdulrajak Janjalani, who is born in Basilan, Philipine. Using an Arabic forename, and Philipine becoming a location for its apearance and establishment, Abu Sayyaf has relation with the struggle of Moro nation, Philipine.
Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan kelompok Abu Sayyaf (Arab: Abű Sayyâf, pembawa pedang, atau ayah dari pedang) dari sisi-sisi: pemimpin dan tokoh-tokoh, struktur organisasi, motivasi dan ideologi politik, serta strategi dalam melakukan aksi terorisme. Abu Sayyaf adalah nama alias dari Abdulrajak Janjalani, sang pendiri, yang dilahirkan di Basilan Filipina. Penggunaan nama Arab (Islam), dan Filipina sebagai lokasi kemunculannya, Abu Sayyaf punya keterkaitan dengan perjuangan bangsa Moro.
Radicalism and extremism conducted at recent time by young people have reduced a quality of democ... more Radicalism and extremism conducted at recent time by young people have reduced a quality of democratic life in Indonesia. In fact, democracy requires similar human-right and freedom from threat and coercion, moreover in religious freedom. The involvement of young people in extremist conduct can be seen further from textbooks of Pendidikan Agama Islam/PAI (Education of Islamic Religion/EIR) which is used in senior high school. The goal of this research is to describe definitions of toleration, harmony, and discrimination that are explained in EIR books, and is to explore theological bases used by the books, and how those topics are interpreted. This writing uses qualitative method by an approach of content-analysis towards the books. The definition of toleration, harmony and discrimination used in those books just emphasizes the relations of inter-religions and inter-cultures. No explicit explanation deals with the importance to build toleration and harmony of intra-religion which recently gains huge attention in Indonesians for this oftenly makes conflict. The Qur'ānic verses becoming theological basis are quoted and interpreted textually. Meanwhile, stories of conduct and model are focused on classical era, in which there is no story, conduct, model or example from cases taken from Indonesian contexts.
Abstrak: Radikalisme dan ekstremisme yang terjadi akhir-akhir ini pada kaum muda telah menurunkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Padahal demokrasi mengandaikan hak dan kebebasan yang sama dari ancaman atau paksaan, terlebih dalam kebebasan beragama. Keterlibatan kaum muda terdidik dalam pelbagai tindakan ekstremis salah satunya dapat dilihat lebih jauh dari buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digunakan di Sekolah Menengah Atas. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan definisi toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang dijelaskan dalam buku-buku PAI dan memaparkan landasan teologis yang digunakan buku-buku tersebut dan bagaimana ia ditafsirkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi terhadap buku ajar. Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang digunakan hanya menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Ayat-ayat yang menjadi landasan teologis buku-buku ajar dikutip dan ditafsirkan secara tekstual. Sedangkan, kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah klasik, hampir tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia.
This writing is a proposal of a dialogue model for interreligious interests, in which it stresses... more This writing is a proposal of a dialogue model for interreligious interests, in which it stresses on communication without neglecting a faith of each religion, and at the same time it does not leave the faith itself. It is a Sufis dialog, which no longer views that some beleiver's faith is not flexible, but it is seen as a means to build an open communication, in which thence it can create a format of dialog which contributes enhancement and goodness for living together in between human beings. Therefore, this article also offers a dialogue methodology, which is the most ideal, i.e. spiritual dialog which bestows universal Sufis values that embrace all kinds of beliefs and faiths.
Abstrak: Tulisan ini merupakan sebuah tawaran model dialog antar agama yang menekankan pada bagaimana komunikasi dilakukan dengan tidak mengabaikan keimanan masing-masing, sekaligus tidak meninggalkan keimanan sendiri. Dialog sufistik tidak lagi memandang keyakinan penganut agama tertentu sebagai sesuatu yang kaku, ia dilihat sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk merajut komunikasi yang terbuka sehingga melahirkan bentuk dialog yang akan berkontribusi pada kemajuan dan kemaslahatan bersama. Selain menjabarkan aturan ketika antar agama bertemu dan menciptakan adanya dialog, tulisan ini juga membahas metodologi dialog, urgensinya dan bentuknya, yang bagi penulis adalah paling ideal, yaitu dialog spiritual yang mengedepankan nilai-nilai sufistik universal yang merangkul semua bentuk keimanan dan kepercayaan. Dialog spiritual mencoba untuk menghilangkan sekat-sekat klaim eksklusifistik yang dianut sebagian kaum beragama, menawarkan bentuk penghayatan keimanan yang melintas dan menyelam ke dalam agama-agama lain, tanpa kehilangan identitas keyakinan sendiri. Dialog spiritual diharapkan tidak saja mampu untuk menciptakan dialog yang diisi oleh nuansa keadamaian, tetapi juga mampu mendorong setiap pelaku dialog untuk menggali kekayaan tradisi agama lain sehingga memerkaya dan menyegarkan keimanannya sendiri.
Snouck Hurgronje, the advisor of Government of Netherland in Indonesia observed that Islam could ... more Snouck Hurgronje, the advisor of Government of Netherland in Indonesia observed that Islam could be seen from two aspects: ritual and politic. " Give the full freedom to the Indonesian Muslims to conduct their religious doctrines related to the spiritual aspects, and do not give them the full freedom related the political aspects, " his suggestions at the time to the General Governor of Netherland to Indonesia. His view hence inspired the future leaders of Indonesia, Soekarno and Soeharto, particularly in the New Order under the President Soeharto. In the beginnings of his power he freed from the prisons the Masyumi figures, but did not permit to this Muslim organizations to rebirth; he forced all Islamic political parties to merger under one party, the PPP; he forced all political parties and mass organizations to use Pancasila as sole basic; he build hundreds of mosques every month; he supported the formation of ICMI (Association for Indonesian Muslim Intellectuals); he hesitated to capture and sent the prisons who criticized vocally all his policies, and this sad condition goes to continue till more than 30 years of his power. The time of big mutiny come to real condition following the all university students entire the archipelago came down to the streets and demanded Soeharto to resign, or they forced him to come down, and finally the fall of his power happened in 1998 with the sad ending, and it is the logical consequence of his politicization of Islam.
Abstrak: Snouck Hurgronje, penasehat pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia melihat Islam dari dua aspek: ritual dan politik. " Berilah kebebasan sepenuhnya kepada umat Islam Indonesia untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya yang bersifat ritual, seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya. Tetapi jangan berikan kebebasan yang penuh kepada mereka dalam hal politik, " sarannya ketika itu. Pendapat ini rupanya menginspirasi presiden Soekarno dan Soeharto di masa berikutnya dalam memerintah rakyat Indonesia. Terutama di zaman Orba, ketika mulai berkuasa, Soeharto membebaskan tokoh-tokoh Masyumi dari penjara, tetapi tetap tidak mengizinkan parpol Masyumi berdiri lagi; menyederhanakan parpol yang beraliran Islam untuk bergabung di PPP; memberlakukan Asas Tunggal bagi semua parpol dan ormas; membangun puluhan masjid setiap bulan; mendukung pendirian ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) untuk menghibur umat Islam Indonesia, dan lain sebagainya. Namun krisis ekonomi dan pengangguran semakin meningkat di setiap kota. Bagi yang melakukan kritik akan ditangkap dan dipenjaran, dan keadaan ini terus berlangsung lebih dari 30 tahun hingga banyak rakyat menderita, pada akhirnya melahirkan protes dan gelombang demonstrasi besar-besaran di seantero Nusantara, dan mengakibatkan kekuasaan Orba tumbang di tahun 1998. Kenyataan pahit ini merupakan akibat logis dari sistem pemerintahannya yang selalu melakukan politisasi terhadap Islam Indonesia.
Using a socio-historical approach, this paper aims to describe the history of social and intellec... more Using a socio-historical approach, this paper aims to describe the history of social and intellectual of Spanish (Andalusian) Moslems, since its natal, advance, and decay. The conclusion of this paper shows that Islam, in the Medieval Europe, has taken root in Spain. How was the Spain Islam established? What are the rudiments that created Andalus cultivated through centuries? However, why thence it experienced disintegration, ruined and disappeared? Even though Andalus has vanished, Muslims of Spain has their contribution for the European and Western countries, and the world civilization in general.
Abstrak: Melalui pendekatan sosio-historis, makalah ini menggambarkan sejarah sosial dan intelektual Islam Spanyol, dari sejak kelahiran, kemajuan hinga keruntuhan. Bagaimana Islam Spanyol dibangun? Apa saja faktor-faktor membuatnya maju selama berabad-abad? Tetapi kenapa kemudian mengalami disintegrasi, runtuh, dan lenyap? Sekalipun telah lenyap, tak dapat dipungkiri Islam Spanyol telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan Eropa dan Barat pada umumnya.
This writing is a mapping of philosophical notions by Sunnī 'ulamā' (scholars) on leadership (imā... more This writing is a mapping of philosophical notions by Sunnī 'ulamā' (scholars) on leadership (imāmah, imamate) within Islam. The argumentation of imamate embraces seven topics: 1) the necessity of imamate, 2) imamate election, 3) imām's qualification, 4) religious authority vs. temporal, 5) the true imamate vs. monarchy, 6) single or plural imām, 7) imām's tasks. The article also questions a referred model of ancient imamate, the so called caliphate-state, which quarrels with the temporary system, nation-state.
Abstrak: Tulisan ini merupakan pemetaan pandangan falsafi para ulama Sunnī mengenai kepemimpinan dalam Islam. Pembahasan falsafat kepemimpinan (imāmah) mencakup tujuh topik: 1) perlu tidaknya imamah, 2) penunjukan imam, 3) kualifikasi imam, 4) otoritas religius versus otoritas temporal, 5) imamah yang benar versus kerajaan, 6) imam tunggal atau banyak, 7) tugas-tugas imam. Artikel ini juga menyoroti model rujukan kepemimpinan masa lalu, negara khilafah, berbenturan dengan sistem masa kini, negara bangsa.
Uploads
Papers by ILMU USHULUDDIN
Abstrak: Identitas perempuan Aceh merupakan hal yang penting dalam kondisi politik kontemporer Aceh. Banyak persoalan yang dihadapi perempuan Aceh ketika berhadapan dengan rezim bias gender dalam menerapkan syari'ah Islam yang telah diformalkan dalam qanun. Banyak qanun yang ternyata membuat aktifitas dan identitas perempuan terkendala oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan daerah Aceh. Masalah syari'ah Islam yang debatable menjadi persoalan serius di pihak lain disebabkan banyak pemahaman tentang syari'ah Islam itu sendiri apakah harus dilegal-formalkan ataukah syari'ah itu adalah etika untuk bermasyarakat. Kajian dalam tulisan ini mendasarkan pada literatur yang telah ditulis oleh para pengaji tentang syari'ah dan Aceh sebagai rujukan utamanya. Setelah data diperoleh dari literatur maka dianalisis dengan menggunakan analisis atas teks atau content analysis.
Abstrak: Penelitian ini mengaji resolusi konflik berbasis kearifan lokal di Aceh, dengan fokus pada eksistensi dan peran lembaga adat dalam membangun perdamaian dan kerangka acuan dalam menyelesaian konflik di Kota Lhokseumawe. Kearifan lokal dapat menjadi resolusi konflik yang terjadi dalam masyarakat pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain ia mendatangkan dampak yang lebih baik daripada peradilan formal. Kearifan lokal ini sarat dengan nilai-nilai agama yang menjadi way of life masyarakat Aceh, sebagaimana disebutkan dalam hadih majah (pepatah Aceh): hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut (agama dan adat bagai zat dan sifat yang tidak dapat dipisahakan.) Tradisi ini merupakan resolusi konflik yang sangat demokratis tanpa pertumpahan darah dan dendam di antara kedua belah pihak yang berkonflik, baik vertikal maupun horizontal. Penelitian ini dilakukan di kota Lhokseumawe dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis dengan teori fungsionalisme struktural. Sedangkan metode pengumpulan data yakni: wawancara mendalam, FGD, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal masih eksis untuk menyelesaikan berbagai konflik atau sengketa dalam masyarakat, misalnya perkelahian antar warga, pencurian ringan dan batas tanah. Sedangkan peran lembaga adat dalam menyelesaikan konflik atau sengketa cukup signifikan, lembaga adat tersebut antara lain: keuchik, tuha peut, imeum meunasah dan tokoh masyarakat lainnya.
Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan kelompok Abu Sayyaf (Arab: Abű Sayyâf, pembawa pedang, atau ayah dari pedang) dari sisi-sisi: pemimpin dan tokoh-tokoh, struktur organisasi, motivasi dan ideologi politik, serta strategi dalam melakukan aksi terorisme. Abu Sayyaf adalah nama alias dari Abdulrajak Janjalani, sang pendiri, yang dilahirkan di Basilan Filipina. Penggunaan nama Arab (Islam), dan Filipina sebagai lokasi kemunculannya, Abu Sayyaf punya keterkaitan dengan perjuangan bangsa Moro.
Abstrak: Radikalisme dan ekstremisme yang terjadi akhir-akhir ini pada kaum muda telah menurunkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Padahal demokrasi mengandaikan hak dan kebebasan yang sama dari ancaman atau paksaan, terlebih dalam kebebasan beragama. Keterlibatan kaum muda terdidik dalam pelbagai tindakan ekstremis salah satunya dapat dilihat lebih jauh dari buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digunakan di Sekolah Menengah Atas. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan definisi toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang dijelaskan dalam buku-buku PAI dan memaparkan landasan teologis yang digunakan buku-buku tersebut dan bagaimana ia ditafsirkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi terhadap buku ajar. Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang digunakan hanya menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Ayat-ayat yang menjadi landasan teologis buku-buku ajar dikutip dan ditafsirkan secara tekstual. Sedangkan, kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah klasik, hampir tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia.
Abstrak: Tulisan ini merupakan sebuah tawaran model dialog antar agama yang menekankan pada bagaimana komunikasi dilakukan dengan tidak mengabaikan keimanan masing-masing, sekaligus tidak meninggalkan keimanan sendiri. Dialog sufistik tidak lagi memandang keyakinan penganut agama tertentu sebagai sesuatu yang kaku, ia dilihat sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk merajut komunikasi yang terbuka sehingga melahirkan bentuk dialog yang akan berkontribusi pada kemajuan dan kemaslahatan bersama. Selain menjabarkan aturan ketika antar agama bertemu dan menciptakan adanya dialog, tulisan ini juga membahas metodologi dialog, urgensinya dan bentuknya, yang bagi penulis adalah paling ideal, yaitu dialog spiritual yang mengedepankan nilai-nilai sufistik universal yang merangkul semua bentuk keimanan dan kepercayaan. Dialog spiritual mencoba untuk menghilangkan sekat-sekat klaim eksklusifistik yang dianut sebagian kaum beragama, menawarkan bentuk penghayatan keimanan yang melintas dan menyelam ke dalam agama-agama lain, tanpa kehilangan identitas keyakinan sendiri. Dialog spiritual diharapkan tidak saja mampu untuk menciptakan dialog yang diisi oleh nuansa keadamaian, tetapi juga mampu mendorong setiap pelaku dialog untuk menggali kekayaan tradisi agama lain sehingga memerkaya dan menyegarkan keimanannya sendiri.
Abstrak: Snouck Hurgronje, penasehat pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia melihat Islam dari dua aspek: ritual dan politik. " Berilah kebebasan sepenuhnya kepada umat Islam Indonesia untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya yang bersifat ritual, seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya. Tetapi jangan berikan kebebasan yang penuh kepada mereka dalam hal politik, " sarannya ketika itu. Pendapat ini rupanya menginspirasi presiden Soekarno dan Soeharto di masa berikutnya dalam memerintah rakyat Indonesia. Terutama di zaman Orba, ketika mulai berkuasa, Soeharto membebaskan tokoh-tokoh Masyumi dari penjara, tetapi tetap tidak mengizinkan parpol Masyumi berdiri lagi; menyederhanakan parpol yang beraliran Islam untuk bergabung di PPP; memberlakukan Asas Tunggal bagi semua parpol dan ormas; membangun puluhan masjid setiap bulan; mendukung pendirian ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) untuk menghibur umat Islam Indonesia, dan lain sebagainya. Namun krisis ekonomi dan pengangguran semakin meningkat di setiap kota. Bagi yang melakukan kritik akan ditangkap dan dipenjaran, dan keadaan ini terus berlangsung lebih dari 30 tahun hingga banyak rakyat menderita, pada akhirnya melahirkan protes dan gelombang demonstrasi besar-besaran di seantero Nusantara, dan mengakibatkan kekuasaan Orba tumbang di tahun 1998. Kenyataan pahit ini merupakan akibat logis dari sistem pemerintahannya yang selalu melakukan politisasi terhadap Islam Indonesia.
Abstrak: Melalui pendekatan sosio-historis, makalah ini menggambarkan sejarah sosial dan intelektual Islam Spanyol, dari sejak kelahiran, kemajuan hinga keruntuhan. Bagaimana Islam Spanyol dibangun? Apa saja faktor-faktor membuatnya maju selama berabad-abad? Tetapi kenapa kemudian mengalami disintegrasi, runtuh, dan lenyap? Sekalipun telah lenyap, tak dapat dipungkiri Islam Spanyol telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan Eropa dan Barat pada umumnya.
Abstrak: Tulisan ini merupakan pemetaan pandangan falsafi para ulama Sunnī mengenai kepemimpinan dalam Islam. Pembahasan falsafat kepemimpinan (imāmah) mencakup tujuh topik: 1) perlu tidaknya imamah, 2) penunjukan imam, 3) kualifikasi imam, 4) otoritas religius versus otoritas temporal, 5) imamah yang benar versus kerajaan, 6) imam tunggal atau banyak, 7) tugas-tugas imam. Artikel ini juga menyoroti model rujukan kepemimpinan masa lalu, negara khilafah, berbenturan dengan sistem masa kini, negara bangsa.
Abstrak: Identitas perempuan Aceh merupakan hal yang penting dalam kondisi politik kontemporer Aceh. Banyak persoalan yang dihadapi perempuan Aceh ketika berhadapan dengan rezim bias gender dalam menerapkan syari'ah Islam yang telah diformalkan dalam qanun. Banyak qanun yang ternyata membuat aktifitas dan identitas perempuan terkendala oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan daerah Aceh. Masalah syari'ah Islam yang debatable menjadi persoalan serius di pihak lain disebabkan banyak pemahaman tentang syari'ah Islam itu sendiri apakah harus dilegal-formalkan ataukah syari'ah itu adalah etika untuk bermasyarakat. Kajian dalam tulisan ini mendasarkan pada literatur yang telah ditulis oleh para pengaji tentang syari'ah dan Aceh sebagai rujukan utamanya. Setelah data diperoleh dari literatur maka dianalisis dengan menggunakan analisis atas teks atau content analysis.
Abstrak: Penelitian ini mengaji resolusi konflik berbasis kearifan lokal di Aceh, dengan fokus pada eksistensi dan peran lembaga adat dalam membangun perdamaian dan kerangka acuan dalam menyelesaian konflik di Kota Lhokseumawe. Kearifan lokal dapat menjadi resolusi konflik yang terjadi dalam masyarakat pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain ia mendatangkan dampak yang lebih baik daripada peradilan formal. Kearifan lokal ini sarat dengan nilai-nilai agama yang menjadi way of life masyarakat Aceh, sebagaimana disebutkan dalam hadih majah (pepatah Aceh): hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut (agama dan adat bagai zat dan sifat yang tidak dapat dipisahakan.) Tradisi ini merupakan resolusi konflik yang sangat demokratis tanpa pertumpahan darah dan dendam di antara kedua belah pihak yang berkonflik, baik vertikal maupun horizontal. Penelitian ini dilakukan di kota Lhokseumawe dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis dengan teori fungsionalisme struktural. Sedangkan metode pengumpulan data yakni: wawancara mendalam, FGD, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal masih eksis untuk menyelesaikan berbagai konflik atau sengketa dalam masyarakat, misalnya perkelahian antar warga, pencurian ringan dan batas tanah. Sedangkan peran lembaga adat dalam menyelesaikan konflik atau sengketa cukup signifikan, lembaga adat tersebut antara lain: keuchik, tuha peut, imeum meunasah dan tokoh masyarakat lainnya.
Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan kelompok Abu Sayyaf (Arab: Abű Sayyâf, pembawa pedang, atau ayah dari pedang) dari sisi-sisi: pemimpin dan tokoh-tokoh, struktur organisasi, motivasi dan ideologi politik, serta strategi dalam melakukan aksi terorisme. Abu Sayyaf adalah nama alias dari Abdulrajak Janjalani, sang pendiri, yang dilahirkan di Basilan Filipina. Penggunaan nama Arab (Islam), dan Filipina sebagai lokasi kemunculannya, Abu Sayyaf punya keterkaitan dengan perjuangan bangsa Moro.
Abstrak: Radikalisme dan ekstremisme yang terjadi akhir-akhir ini pada kaum muda telah menurunkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Padahal demokrasi mengandaikan hak dan kebebasan yang sama dari ancaman atau paksaan, terlebih dalam kebebasan beragama. Keterlibatan kaum muda terdidik dalam pelbagai tindakan ekstremis salah satunya dapat dilihat lebih jauh dari buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digunakan di Sekolah Menengah Atas. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan definisi toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang dijelaskan dalam buku-buku PAI dan memaparkan landasan teologis yang digunakan buku-buku tersebut dan bagaimana ia ditafsirkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi terhadap buku ajar. Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang digunakan hanya menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Ayat-ayat yang menjadi landasan teologis buku-buku ajar dikutip dan ditafsirkan secara tekstual. Sedangkan, kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah klasik, hampir tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia.
Abstrak: Tulisan ini merupakan sebuah tawaran model dialog antar agama yang menekankan pada bagaimana komunikasi dilakukan dengan tidak mengabaikan keimanan masing-masing, sekaligus tidak meninggalkan keimanan sendiri. Dialog sufistik tidak lagi memandang keyakinan penganut agama tertentu sebagai sesuatu yang kaku, ia dilihat sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk merajut komunikasi yang terbuka sehingga melahirkan bentuk dialog yang akan berkontribusi pada kemajuan dan kemaslahatan bersama. Selain menjabarkan aturan ketika antar agama bertemu dan menciptakan adanya dialog, tulisan ini juga membahas metodologi dialog, urgensinya dan bentuknya, yang bagi penulis adalah paling ideal, yaitu dialog spiritual yang mengedepankan nilai-nilai sufistik universal yang merangkul semua bentuk keimanan dan kepercayaan. Dialog spiritual mencoba untuk menghilangkan sekat-sekat klaim eksklusifistik yang dianut sebagian kaum beragama, menawarkan bentuk penghayatan keimanan yang melintas dan menyelam ke dalam agama-agama lain, tanpa kehilangan identitas keyakinan sendiri. Dialog spiritual diharapkan tidak saja mampu untuk menciptakan dialog yang diisi oleh nuansa keadamaian, tetapi juga mampu mendorong setiap pelaku dialog untuk menggali kekayaan tradisi agama lain sehingga memerkaya dan menyegarkan keimanannya sendiri.
Abstrak: Snouck Hurgronje, penasehat pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia melihat Islam dari dua aspek: ritual dan politik. " Berilah kebebasan sepenuhnya kepada umat Islam Indonesia untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya yang bersifat ritual, seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya. Tetapi jangan berikan kebebasan yang penuh kepada mereka dalam hal politik, " sarannya ketika itu. Pendapat ini rupanya menginspirasi presiden Soekarno dan Soeharto di masa berikutnya dalam memerintah rakyat Indonesia. Terutama di zaman Orba, ketika mulai berkuasa, Soeharto membebaskan tokoh-tokoh Masyumi dari penjara, tetapi tetap tidak mengizinkan parpol Masyumi berdiri lagi; menyederhanakan parpol yang beraliran Islam untuk bergabung di PPP; memberlakukan Asas Tunggal bagi semua parpol dan ormas; membangun puluhan masjid setiap bulan; mendukung pendirian ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) untuk menghibur umat Islam Indonesia, dan lain sebagainya. Namun krisis ekonomi dan pengangguran semakin meningkat di setiap kota. Bagi yang melakukan kritik akan ditangkap dan dipenjaran, dan keadaan ini terus berlangsung lebih dari 30 tahun hingga banyak rakyat menderita, pada akhirnya melahirkan protes dan gelombang demonstrasi besar-besaran di seantero Nusantara, dan mengakibatkan kekuasaan Orba tumbang di tahun 1998. Kenyataan pahit ini merupakan akibat logis dari sistem pemerintahannya yang selalu melakukan politisasi terhadap Islam Indonesia.
Abstrak: Melalui pendekatan sosio-historis, makalah ini menggambarkan sejarah sosial dan intelektual Islam Spanyol, dari sejak kelahiran, kemajuan hinga keruntuhan. Bagaimana Islam Spanyol dibangun? Apa saja faktor-faktor membuatnya maju selama berabad-abad? Tetapi kenapa kemudian mengalami disintegrasi, runtuh, dan lenyap? Sekalipun telah lenyap, tak dapat dipungkiri Islam Spanyol telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan Eropa dan Barat pada umumnya.
Abstrak: Tulisan ini merupakan pemetaan pandangan falsafi para ulama Sunnī mengenai kepemimpinan dalam Islam. Pembahasan falsafat kepemimpinan (imāmah) mencakup tujuh topik: 1) perlu tidaknya imamah, 2) penunjukan imam, 3) kualifikasi imam, 4) otoritas religius versus otoritas temporal, 5) imamah yang benar versus kerajaan, 6) imam tunggal atau banyak, 7) tugas-tugas imam. Artikel ini juga menyoroti model rujukan kepemimpinan masa lalu, negara khilafah, berbenturan dengan sistem masa kini, negara bangsa.