Kemapanan bahasa Bali Kuno sejak 804 Śaka dapat dilihat dari seni arca, bahasa, birokrasi maupun ... more Kemapanan bahasa Bali Kuno sejak 804 Śaka dapat dilihat dari seni arca, bahasa, birokrasi maupun pola hidup masyarakat yang telah mandiri meski tanpa campur tangan orang luar pemerintahan. Menariknya, penggunaannya berubah pada masa pemerintahan Guṇapriya dan Dharmmodāyana. Penelitian dilaksanakan melalui studi teks dengan metode bandingan untuk melihat pola mimesis dan framing prasasti-prasasti yang dikeluarkan raja Guṇapriya dan Dharmmodāyana. Persoalan yang mengemuka adalah terutama tentang informasi pada prasasti Bali Kuno disajikan oleh pemerintahan. Fenomena tersebut sangat menarik terutama jika dikomparasikan satu sama lain dan dengan data-data lain, seperti prasasti-prasasti yang dikeluarkan semasa pemerintahan Ugrasena untuk melihat perbedaan polanya. Selain itu, pembandingan juga dilakukan prasasti Sukabumi yang menandakan peralihan penggunaan bahasa Sanskṛta menjadi Jawa Kuno pada abad ke-9. Pola yang sama tampaknya ditirumemperlihatkan ciri-ciri mimesis akibat tren kebahasaan-untuk menegaskan 'kekuasaan' Jawa atas produk-produk kebudayaannya di masa Bali Kuno. Selanjutnya, prasasti-prasasti tersebut memperlihatkan hubungan intratekstual, ekstratekstual, intertekstual dan circumtekstual sangat erat dengan kedudukan bahasa Jawa Kuno.
Vol 23 No 2 (2023): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 2023
The studies that have been carried out on the Bhomāntaka kakawin have not yet shown who is the au... more The studies that have been carried out on the Bhomāntaka kakawin have not yet shown who is the author of this kakawin. To get an answer of this question, this research uses philological methods to examine the maṅgala of Bhomāntaka kakawin. Meanwhile, regarding the issue of the name of the author and the king who ruled at the time while kakawin was written, this research uses a library method. Based on the analysis that has been carried out, it is found that Dhairya Sahaja was a wiku and author of the Bhomāntaka who placed Jayabhaya as his lord. Jayabhaya himself was a king from the Kaḍiri period who in the Bhomāntaka is referred to Chief Judge in Poetical Affairs. Meanwhile, the iṣṭadewata worshiped in the Bhomāntaka is the god Kāma called Manobhū.
IGA Darma Putra āpan tan saka ring jitākṣara lӗwiḥ magawaya katha mӗtwa ring sabhā dening harṣa k... more IGA Darma Putra āpan tan saka ring jitākṣara lӗwiḥ magawaya katha mӗtwa ring sabhā dening harṣa kӗdö rumӗngwakӗn i sang kawi nipuna makīrti ring sarāt mwang bhaktingku sadā ri pāda nira sang guru warah ira mon prakāśita marmā ning magawe palambang angitung pawarah ira n umӗtwa ring sabhā [DŚ, 21.179] sebab bukan dari orang yang menguasai aksara, menciptakan cerita supaya ke luar ke dalam masyarakat, karena hasrat terpanggil mendengarkan sang Kawi mahir berkarya di dunia, dan baktiku senantiasa di kaki beliau sang Guru yang ajarannya bahkan terdengar jauh, sebabnya menciptakan kakawin, membentangkan ajaran beliau supaya ke luar ke dalam masyarakat [Palguna, 1999: 127] [I] IBM Dharma Palguna adalah sosok yang misterius. Itu terlihat dari apa yang dipikirkan, dikatakan serta dilakukan. Menempuh jalan yang tidak banyak ditempuh oleh kebanyakan orang. Tetapi bukannya tanpa resiko menempuh jalan yang berbeda itu. Setidaknya ada satu hal yang akan menghantui perjalanan, ia bernama kesepian. Lalu apakah beliau sedang merasa kesepian? Tentu sulit mendapatkan jawaban atas pertanyaan semacam itu, sebab yang bisa menjawab hanyalah yang merasakan. Menjawab pertanyaan tentang kesepian atau tidak, bukanlah tujuan dari tulisan ini. Tetapi ada satu petunjuk yang bisa digunakan untuk menelusuri pertanyaan tadi. Petunjuk itu adalah pertanyaan yang pernah dilontarkan kepada saya, "Apa yang bisa menyelamatkan orang dari rasa kesepian?". Kesepian seperti bencana, sehingga orang yang mengalaminya perlu diselamatkan. Cepat atau lambat, mau atau tidak, siap atau tidak, akan tiba saatnya orang merasa kesepian. Kawan seperjuangan sudah mulai habis, ilmu kanuragan sudah melemah, segala macam pelajaran mulai terlupakan karena pikun. Mata merabun, telinga menuli, tubuh melemah dan ruang gerak sudah sangat terbatas. Pada posisi semacam itu, apa atau siapa yang bisa menyelamatkan manusia dari kesepian? Untuk mendapatkan juru selamat, secara alamiah manusia akan meminta perlindungan dari yang memiliki kekuatan. Dalam sebuah diskusi, IBM menyebut perlindungan itu penting didapat oleh manusia yang merasa akan dikalahkan. Perlindungan itulah kekuatan, dan kekuatan didapat dari banyaknya kawan [bala], banyaknya harta [dana], dan juga pengetahuan, intelektual, kecerdasan [widya]. Ketiga kekuatan ini juga yang mesti dimiliki oleh pemimpin, terutama pada zaman kambing hitam bernama zaman Kali. Apakah tiga perlindungan itu bisa menyelamatkan manusia dari kesepian? Bala bisa menyelamatkan dari kesepian, sebab jika banyak orang itu artinya ramai. Ramai adalah pasangan setia sepi. Jika punya harta, orang bisa melakukan apa saja, termasuk mengusir kesepian. Sayangnya kedua perlindungan itu bisa dikalahkan oleh Kala [waktu]. Semakin hari Bala semakin berkurang, karena dimakan waktu. Harta juga tidak bisa menyelamatkan manusia dalam jangka
Oleh IGA Darma Putra I. Pendahuluan Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal ... more Oleh IGA Darma Putra I. Pendahuluan Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Sekiranya dalam teks Kala Tattwa dapat dicari penjelasan tentang penggambaran stereotip Kala ini, sebab Kala adalah nama lain dari waktu. Kelahiran Kala dapat diartikan sebagai kelahiran waktu, dan waktu menjadi salah satu elemen penting dalam pelaksanaan ritus keberagamaan. Bahkan, ada teks yang secara khusus mengatur waktu pelaksanaan upacara semisal teks-teks wariga yang memuat tentang baik buruknya sebuah hari. Kala adalah anak dari Siwa. Sebab Siwa yang menciptakan Kala, maka Siwa juga disebut Mahakala. Sebagai orang tua, ada beberapa anugerah yang diberikan Siwa kepada Kala. Anugerah itu berkaitan dengan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Kala di dunia. Teks Kala Tattwa seperti teks sasana jika dipandang dari sudut anugerah Siwa itu. Setelah Kala mendapatkan anugerah dari Siwa, Kala juga mendapatkan anugerah dari Giri Putri. Giri Putri adalah nama lain dari Parwati. Anugerah-anugerah yang diberikan oleh Giri Putri ini juga menjadi salah satu bagian penting untuk memahami terminologi serta tattwa tentang Kala. Tattwa dalam hal ini bisa diterjemahkan menjadi filsafat atau inti ajaran. Kala Tattwa menjadi penting untuk diperhatikan dalam khazanah kesusastraan yang diwariskan di Bali, sebab teks inilah yang menegaskan pengetahuan tentang waktu. Teks Kala Tattwa ini pula yang menjelaskan bagaimana pandangan waktu dalam paradigma manusia Bali khususnya. II. Pembahasan Terdapat beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh kedua orang tuanya yakni Bhatara Siwa dan Bhatari Giri Putri. Beberapa anugerah tersebut, disebutkan di dalam teks Kala Tattwa. Untuk lebih jelasnya, maka anugerah tersebut dalam penelitian ini dipisahkan antara anugerah yang diberikan oleh Siwa dan anugerah yang diberikan oleh Giri Putri. Berikut ini adalah anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala sebagaimana terdapat di dalam teks Kala Tattwa. mangke hana panganugrahan kwa ri kita, jah tasmat umangguhang kita kasidyan, umawak kita sarwa ning mambekan, kapisara kita mangke. Mahyun kita mejaha wenang, mahyun sira nguripa wenang, apan kita anak ingsun, ya tiki ibun ta Bhatari Uma Dewi". Mangkana ling Bhatara. Terjemahan: sekarang ada anugerahku kepadamu, semoga engkau memperoleh kemampuan (kasidian), engkau merasuk pada semua yang berpikir, terserahlah kamu sekarang. Bila engkau ingin membunuhnya boleh, bila kau ingin menghidupkan juga boleh, sebab engkau anakku, ini ibumu Bhatari Uma Dewi". Demikian sabda Bhatara Siwa.
Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan ... more Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan Teks Candrȃgni belum banyak dibicarakan dalam studi komprehensif. Teks ini sangatlah menarik, sebab di dalamnya termuat istilah-istilah penting dalam kesusastraan Bali maupun Jawa Kuna. Dilihat dari contentnya, teks Candrȃgni berisi ragam istilah yang bisa dimanfaatkan dalam memetakan pola kebahasaan yang terjadi di Bali. Tentu saja studi singkat semacam ini tidak akan mampu menjawab beragam permasalahan kebahasaan, terutama bahasa Bali. Tapi setidaknya, hasil studi ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk nyata dari gagasan mempertahankan bahasa daerah. Meski sesungguhnya mempertahankan bahasa tidak cukup hanya dengan memperbanyak studi tentangnya, tapi dengan menggunakannya. Gagasan mempertahankan, selalu diikuti dengan gagasan kehancuran. Kehancuran berarti ancaman, sedangkan mempertahankan berarti perlindungan. Penyederhanaan kasus seperti itu perlu diadakan terus menerus, agar gagasan mempertahankan dan kehancuran tidak hanya menjadi buih-buih kata dari ombak kalimat yang bersumber dari laut pikiran. Candrȃgni dengan demikian adalah salah satu perlindungan yang disediakan oleh tradisi. Tradisilah yang melahirkan teks-teks, tradisi yang merawatnya, tradisi juga yang menghancurkannya. Konsekuensi dilahirkannya teks oleh tradisi, adalah diikatnya kemudian tradisi oleh teks. Teks dalam pengertian ini, tidak lagi dalam bentuk naskah berupa buku, lontar, gebang, tembaga, emas dan lain sebagainya, tapi dunia ide. Lalu bagaimana dunia ide yang dilahirkan pada masa lalu itu, dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di masa kini dan masa depan? II. Pembahasan 2.
Penjelasan tentang Bhasma Mantra disampaikan oleh Bhatara kepada Bhatari. Narasi ini tampak sanga... more Penjelasan tentang Bhasma Mantra disampaikan oleh Bhatara kepada Bhatari. Narasi ini tampak sangat berbeda dengan bagian awal teks Bhūwana Kosha. Bhasma Mantra adalah bab VII dari XI bab yang terdapat di dalam Bhūwana Kosha. Bab VII ini terdiri dari 30 sloka. Bhasma Mantra adalah salah satu bagian dalam teks Bhūwana Kosha yang menerangkan perihal bhasma [abu]. Abu yang dimaksudkan adalah Ongkara sebagai hasil pembakaran Brahma mantra ke dalam Api Dampati. Api Dampati itu tersusun atas dua pasangan yakni Ongkara [Purusha] dan Ukara [Pradhana]. Bhasma Mantra sendiri adalah badan dari Shiwa. Ajaran ini disampaikan oleh Shiwa kepada Uma. Praktiknya dapat ditemukan dalam ritual pemujaan yang dilakukan oleh para Pandhita atau sadhaka. Pengertian bhasma tidak hanya berhenti pada abu. Bhasma tersebut pada tahap selanjutnya dibagi menjadi dua pengertian, yakni sakala bhasma dan niskala bhasma. Bhasma Sakala adalah tubuh, sedangkan bhasma niskala adalah jñāna.
JURNAL KAJIAN BALI Vol. 13, No. 02, Oktober 2023, 2023
Saṅ Sevaka Dharma" in The Aji Sarasoti Merapi-Merbabu Manuscript Sevaka Dharma means servant of t... more Saṅ Sevaka Dharma" in The Aji Sarasoti Merapi-Merbabu Manuscript Sevaka Dharma means servant of truth. This phrase only occurs in the Aji Sarasoti Merapi-Merbabu (MM) manuscript. This paper aims to elaborate on the phrase saṅ sevaka dharma (a person who is honored for serving the truth) which is mentioned in the first line of the text so that the concept of saṅ sevaka dharma can be understood correctly. Aji Sarasoti text which is used as the material object in this paper is the Merapi-Merbabu manuscript, which is stored in the National Library of Indonesia, code PNRI 11 L. 254. The method used is the basic method, while the theory used is hermeneutic. The PNRI 11 L. 254 manuscript contains not only the Aji Sarasoti text but also the Aji Panarawangan and Aji Pangsoluan Raga. Likewise, other Aji Sarasoti manuscripts were published together with other texts in one file. Meanwhile, the Saṅ Sevaka Dharma which is mentioned in the Aji Sarasoti text refers to someone who is having to understand the teachings. The teaching in question is the teaching of liberating knowledge (jñāna).
Vol 23 No 1 (2023): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 2023
The discourse of yoga always develops along with the trend of authoritative discourse possibly by... more The discourse of yoga always develops along with the trend of authoritative discourse possibly by the inclusive nature of Hindu-Shivaistic teachings in Bali. This article aims to elaborate on the development of this yoga discourse in the 20th century Tutur/Tattva texts: Siwāgama, Aji Sangkya, and Rsi Yadnya Sangkya dan Yoga. In that context, the qualitative approach with an emphasis on stylistics and hermeneutics with comparative perspective in understanding texts was applied for description and interpretation purposes. Having elaborated the discourse, it can be understood that the three texts show each version of yoga discourse which is understood according to the reading (intertextuality) used in the framework of its process of compiling. This, in addition to confirming the basic view of discourse trends, also implies that the intentionality of the authors with their respective reading horizons greatly influences the construction of the Tutur/Tattva texts eclectically, which in this case is to reinforce the position of Balinese Hinduism.
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra, 2019
Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman... more Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Kewenangan itulah yang didapat oleh Kala sebagai salah satu anugerah dari orang tuanya. Sesungguhnya ada beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh Siwa dan Giri Putri. Anugerah itu dalam tulisan ini dibagi menjadi dua yakni anugerah yang diberikan secara khusus oleh Siwa, dan juga anugerah dari Giri Putri. Penting mengetahui anugerah itu untuk memetakan bagaimana sesungguhnya Kala dalam pandangan orang Bali. Beberapa anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala di antaranya ialah keberhasilan, dapat menyusup ke dalam segala yang berpikir, boleh membunuh dan menghidupkan, dan berhak untuk tinggal di desa-desa tempat manusia hidup. Anugerah dari Giri Putri atau Durgaadalah nama, aturan tentang yang boleh dan tidak bole...
Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan ... more Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan Teks Candrȃgni belum banyak dibicarakan dalam studi komprehensif. Teks ini sangatlah menarik, sebab di dalamnya termuat istilah-istilah penting dalam kesusastraan Bali maupun Jawa Kuna. Dilihat dari contentnya, teks Candrȃgni berisi ragam istilah yang bisa dimanfaatkan dalam memetakan pola kebahasaan yang terjadi di Bali. Tentu saja studi singkat semacam ini tidak akan mampu menjawab beragam permasalahan kebahasaan, terutama bahasa Bali. Tapi setidaknya, hasil studi ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk nyata dari gagasan mempertahankan bahasa daerah. Meski sesungguhnya mempertahankan bahasa tidak cukup hanya dengan memperbanyak studi tentangnya, tapi dengan menggunakannya. Gagasan mempertahankan, selalu diikuti dengan gagasan kehancuran. Kehancuran berarti ancaman, sedangkan mempertahankan berarti perlindungan. Penyederhanaan kasus seperti itu perlu diadakan terus menerus, agar gagasan mempertahankan dan kehancuran tidak hanya menjadi buih-buih kata dari ombak kalimat yang bersumber dari laut pikiran. Candrȃgni dengan demikian adalah salah satu perlindungan yang disediakan oleh tradisi. Tradisilah yang melahirkan teks-teks, tradisi yang merawatnya, tradisi juga yang menghancurkannya. Konsekuensi dilahirkannya teks oleh tradisi, adalah diikatnya kemudian tradisi oleh teks. Teks dalam pengertian ini, tidak lagi dalam bentuk naskah berupa buku, lontar, gebang, tembaga, emas dan lain sebagainya, tapi dunia ide. Lalu bagaimana dunia ide yang dilahirkan pada masa lalu itu, dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di masa kini dan masa depan? II. Pembahasan 2.
Data tulisan ini dibatasi hanya dua kelompok prasasti saja yakni Trunyan AI dan Trunyan B. Pejaba... more Data tulisan ini dibatasi hanya dua kelompok prasasti saja yakni Trunyan AI dan Trunyan B. Pejabat yang dinyatakan menerima perintah raja (ājñā syuhunaṅ) di dalam kedua prasasti ini sama, yakni Ser Paṅhurwan Saṅ Pule Pañjaṅ. Meskipun telah diketahui bahwa pejabat ser memang bertugas pada tingkat daerah dan membawahi beberapa desa, tugas dan fungsi Ser Paṅhurwan Pule Pañjaṅ sama sekali belum dijelaskan secara khusus. Untuk menelusuri hal itu, digunakan metode filologi yang mencermati teks prasasti. Metode historis guna menelusuri sumber-sumber sejarah, serta memberikan penilaian secara kritis dan menyajikan sintesis tertulis. Berdasarkan kedua metode tersebut, diketahuilah bahwa Ser Paṅhurwan Pule Pañjaṅ bertugas untuk menyelesaikan konflik-konflik antar desa serta mengawasi peraturan yang telah ditetapkan di paṅlapuan oleh para pejabat-pejabat. Peraturan yang dimaksud termasuk aturan pajak yang dimuat di dalam prasasti. Pajak-pajak tersebut tidak saja berupa benda maupun uang, tetapi juga jasa dan tenaga.
Bhaṭārī Durgā tidak disebut secara eksplisit di dalam Prasasti Kehen C. Istilah yang muncul adala... more Bhaṭārī Durgā tidak disebut secara eksplisit di dalam Prasasti Kehen C. Istilah yang muncul adalah Bhaṭāra Guru yang merujuk kepada seorang perempuan bernama Sri Adi Kunti Ketana.a Perempuan bergelar maskulin [bhaṭāra] bukan feminim [bhaṭārī].
Kemapanan bahasa Bali Kuno sejak 804 Śaka dapat dilihat dari seni arca, bahasa, birokrasi maupun ... more Kemapanan bahasa Bali Kuno sejak 804 Śaka dapat dilihat dari seni arca, bahasa, birokrasi maupun pola hidup masyarakat yang telah mandiri meski tanpa campur tangan orang luar pemerintahan. Menariknya, penggunaannya berubah pada masa pemerintahan Guṇapriya dan Dharmmodāyana. Penelitian dilaksanakan melalui studi teks dengan metode bandingan untuk melihat pola mimesis dan framing prasasti-prasasti yang dikeluarkan raja Guṇapriya dan Dharmmodāyana. Persoalan yang mengemuka adalah terutama tentang informasi pada prasasti Bali Kuno disajikan oleh pemerintahan. Fenomena tersebut sangat menarik terutama jika dikomparasikan satu sama lain dan dengan data-data lain, seperti prasasti-prasasti yang dikeluarkan semasa pemerintahan Ugrasena untuk melihat perbedaan polanya. Selain itu, pembandingan juga dilakukan prasasti Sukabumi yang menandakan peralihan penggunaan bahasa Sanskṛta menjadi Jawa Kuno pada abad ke-9. Pola yang sama tampaknya ditirumemperlihatkan ciri-ciri mimesis akibat tren kebahasaan-untuk menegaskan 'kekuasaan' Jawa atas produk-produk kebudayaannya di masa Bali Kuno. Selanjutnya, prasasti-prasasti tersebut memperlihatkan hubungan intratekstual, ekstratekstual, intertekstual dan circumtekstual sangat erat dengan kedudukan bahasa Jawa Kuno.
Vol 23 No 2 (2023): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 2023
The studies that have been carried out on the Bhomāntaka kakawin have not yet shown who is the au... more The studies that have been carried out on the Bhomāntaka kakawin have not yet shown who is the author of this kakawin. To get an answer of this question, this research uses philological methods to examine the maṅgala of Bhomāntaka kakawin. Meanwhile, regarding the issue of the name of the author and the king who ruled at the time while kakawin was written, this research uses a library method. Based on the analysis that has been carried out, it is found that Dhairya Sahaja was a wiku and author of the Bhomāntaka who placed Jayabhaya as his lord. Jayabhaya himself was a king from the Kaḍiri period who in the Bhomāntaka is referred to Chief Judge in Poetical Affairs. Meanwhile, the iṣṭadewata worshiped in the Bhomāntaka is the god Kāma called Manobhū.
IGA Darma Putra āpan tan saka ring jitākṣara lӗwiḥ magawaya katha mӗtwa ring sabhā dening harṣa k... more IGA Darma Putra āpan tan saka ring jitākṣara lӗwiḥ magawaya katha mӗtwa ring sabhā dening harṣa kӗdö rumӗngwakӗn i sang kawi nipuna makīrti ring sarāt mwang bhaktingku sadā ri pāda nira sang guru warah ira mon prakāśita marmā ning magawe palambang angitung pawarah ira n umӗtwa ring sabhā [DŚ, 21.179] sebab bukan dari orang yang menguasai aksara, menciptakan cerita supaya ke luar ke dalam masyarakat, karena hasrat terpanggil mendengarkan sang Kawi mahir berkarya di dunia, dan baktiku senantiasa di kaki beliau sang Guru yang ajarannya bahkan terdengar jauh, sebabnya menciptakan kakawin, membentangkan ajaran beliau supaya ke luar ke dalam masyarakat [Palguna, 1999: 127] [I] IBM Dharma Palguna adalah sosok yang misterius. Itu terlihat dari apa yang dipikirkan, dikatakan serta dilakukan. Menempuh jalan yang tidak banyak ditempuh oleh kebanyakan orang. Tetapi bukannya tanpa resiko menempuh jalan yang berbeda itu. Setidaknya ada satu hal yang akan menghantui perjalanan, ia bernama kesepian. Lalu apakah beliau sedang merasa kesepian? Tentu sulit mendapatkan jawaban atas pertanyaan semacam itu, sebab yang bisa menjawab hanyalah yang merasakan. Menjawab pertanyaan tentang kesepian atau tidak, bukanlah tujuan dari tulisan ini. Tetapi ada satu petunjuk yang bisa digunakan untuk menelusuri pertanyaan tadi. Petunjuk itu adalah pertanyaan yang pernah dilontarkan kepada saya, "Apa yang bisa menyelamatkan orang dari rasa kesepian?". Kesepian seperti bencana, sehingga orang yang mengalaminya perlu diselamatkan. Cepat atau lambat, mau atau tidak, siap atau tidak, akan tiba saatnya orang merasa kesepian. Kawan seperjuangan sudah mulai habis, ilmu kanuragan sudah melemah, segala macam pelajaran mulai terlupakan karena pikun. Mata merabun, telinga menuli, tubuh melemah dan ruang gerak sudah sangat terbatas. Pada posisi semacam itu, apa atau siapa yang bisa menyelamatkan manusia dari kesepian? Untuk mendapatkan juru selamat, secara alamiah manusia akan meminta perlindungan dari yang memiliki kekuatan. Dalam sebuah diskusi, IBM menyebut perlindungan itu penting didapat oleh manusia yang merasa akan dikalahkan. Perlindungan itulah kekuatan, dan kekuatan didapat dari banyaknya kawan [bala], banyaknya harta [dana], dan juga pengetahuan, intelektual, kecerdasan [widya]. Ketiga kekuatan ini juga yang mesti dimiliki oleh pemimpin, terutama pada zaman kambing hitam bernama zaman Kali. Apakah tiga perlindungan itu bisa menyelamatkan manusia dari kesepian? Bala bisa menyelamatkan dari kesepian, sebab jika banyak orang itu artinya ramai. Ramai adalah pasangan setia sepi. Jika punya harta, orang bisa melakukan apa saja, termasuk mengusir kesepian. Sayangnya kedua perlindungan itu bisa dikalahkan oleh Kala [waktu]. Semakin hari Bala semakin berkurang, karena dimakan waktu. Harta juga tidak bisa menyelamatkan manusia dalam jangka
Oleh IGA Darma Putra I. Pendahuluan Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal ... more Oleh IGA Darma Putra I. Pendahuluan Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Sekiranya dalam teks Kala Tattwa dapat dicari penjelasan tentang penggambaran stereotip Kala ini, sebab Kala adalah nama lain dari waktu. Kelahiran Kala dapat diartikan sebagai kelahiran waktu, dan waktu menjadi salah satu elemen penting dalam pelaksanaan ritus keberagamaan. Bahkan, ada teks yang secara khusus mengatur waktu pelaksanaan upacara semisal teks-teks wariga yang memuat tentang baik buruknya sebuah hari. Kala adalah anak dari Siwa. Sebab Siwa yang menciptakan Kala, maka Siwa juga disebut Mahakala. Sebagai orang tua, ada beberapa anugerah yang diberikan Siwa kepada Kala. Anugerah itu berkaitan dengan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Kala di dunia. Teks Kala Tattwa seperti teks sasana jika dipandang dari sudut anugerah Siwa itu. Setelah Kala mendapatkan anugerah dari Siwa, Kala juga mendapatkan anugerah dari Giri Putri. Giri Putri adalah nama lain dari Parwati. Anugerah-anugerah yang diberikan oleh Giri Putri ini juga menjadi salah satu bagian penting untuk memahami terminologi serta tattwa tentang Kala. Tattwa dalam hal ini bisa diterjemahkan menjadi filsafat atau inti ajaran. Kala Tattwa menjadi penting untuk diperhatikan dalam khazanah kesusastraan yang diwariskan di Bali, sebab teks inilah yang menegaskan pengetahuan tentang waktu. Teks Kala Tattwa ini pula yang menjelaskan bagaimana pandangan waktu dalam paradigma manusia Bali khususnya. II. Pembahasan Terdapat beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh kedua orang tuanya yakni Bhatara Siwa dan Bhatari Giri Putri. Beberapa anugerah tersebut, disebutkan di dalam teks Kala Tattwa. Untuk lebih jelasnya, maka anugerah tersebut dalam penelitian ini dipisahkan antara anugerah yang diberikan oleh Siwa dan anugerah yang diberikan oleh Giri Putri. Berikut ini adalah anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala sebagaimana terdapat di dalam teks Kala Tattwa. mangke hana panganugrahan kwa ri kita, jah tasmat umangguhang kita kasidyan, umawak kita sarwa ning mambekan, kapisara kita mangke. Mahyun kita mejaha wenang, mahyun sira nguripa wenang, apan kita anak ingsun, ya tiki ibun ta Bhatari Uma Dewi". Mangkana ling Bhatara. Terjemahan: sekarang ada anugerahku kepadamu, semoga engkau memperoleh kemampuan (kasidian), engkau merasuk pada semua yang berpikir, terserahlah kamu sekarang. Bila engkau ingin membunuhnya boleh, bila kau ingin menghidupkan juga boleh, sebab engkau anakku, ini ibumu Bhatari Uma Dewi". Demikian sabda Bhatara Siwa.
Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan ... more Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan Teks Candrȃgni belum banyak dibicarakan dalam studi komprehensif. Teks ini sangatlah menarik, sebab di dalamnya termuat istilah-istilah penting dalam kesusastraan Bali maupun Jawa Kuna. Dilihat dari contentnya, teks Candrȃgni berisi ragam istilah yang bisa dimanfaatkan dalam memetakan pola kebahasaan yang terjadi di Bali. Tentu saja studi singkat semacam ini tidak akan mampu menjawab beragam permasalahan kebahasaan, terutama bahasa Bali. Tapi setidaknya, hasil studi ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk nyata dari gagasan mempertahankan bahasa daerah. Meski sesungguhnya mempertahankan bahasa tidak cukup hanya dengan memperbanyak studi tentangnya, tapi dengan menggunakannya. Gagasan mempertahankan, selalu diikuti dengan gagasan kehancuran. Kehancuran berarti ancaman, sedangkan mempertahankan berarti perlindungan. Penyederhanaan kasus seperti itu perlu diadakan terus menerus, agar gagasan mempertahankan dan kehancuran tidak hanya menjadi buih-buih kata dari ombak kalimat yang bersumber dari laut pikiran. Candrȃgni dengan demikian adalah salah satu perlindungan yang disediakan oleh tradisi. Tradisilah yang melahirkan teks-teks, tradisi yang merawatnya, tradisi juga yang menghancurkannya. Konsekuensi dilahirkannya teks oleh tradisi, adalah diikatnya kemudian tradisi oleh teks. Teks dalam pengertian ini, tidak lagi dalam bentuk naskah berupa buku, lontar, gebang, tembaga, emas dan lain sebagainya, tapi dunia ide. Lalu bagaimana dunia ide yang dilahirkan pada masa lalu itu, dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di masa kini dan masa depan? II. Pembahasan 2.
Penjelasan tentang Bhasma Mantra disampaikan oleh Bhatara kepada Bhatari. Narasi ini tampak sanga... more Penjelasan tentang Bhasma Mantra disampaikan oleh Bhatara kepada Bhatari. Narasi ini tampak sangat berbeda dengan bagian awal teks Bhūwana Kosha. Bhasma Mantra adalah bab VII dari XI bab yang terdapat di dalam Bhūwana Kosha. Bab VII ini terdiri dari 30 sloka. Bhasma Mantra adalah salah satu bagian dalam teks Bhūwana Kosha yang menerangkan perihal bhasma [abu]. Abu yang dimaksudkan adalah Ongkara sebagai hasil pembakaran Brahma mantra ke dalam Api Dampati. Api Dampati itu tersusun atas dua pasangan yakni Ongkara [Purusha] dan Ukara [Pradhana]. Bhasma Mantra sendiri adalah badan dari Shiwa. Ajaran ini disampaikan oleh Shiwa kepada Uma. Praktiknya dapat ditemukan dalam ritual pemujaan yang dilakukan oleh para Pandhita atau sadhaka. Pengertian bhasma tidak hanya berhenti pada abu. Bhasma tersebut pada tahap selanjutnya dibagi menjadi dua pengertian, yakni sakala bhasma dan niskala bhasma. Bhasma Sakala adalah tubuh, sedangkan bhasma niskala adalah jñāna.
JURNAL KAJIAN BALI Vol. 13, No. 02, Oktober 2023, 2023
Saṅ Sevaka Dharma" in The Aji Sarasoti Merapi-Merbabu Manuscript Sevaka Dharma means servant of t... more Saṅ Sevaka Dharma" in The Aji Sarasoti Merapi-Merbabu Manuscript Sevaka Dharma means servant of truth. This phrase only occurs in the Aji Sarasoti Merapi-Merbabu (MM) manuscript. This paper aims to elaborate on the phrase saṅ sevaka dharma (a person who is honored for serving the truth) which is mentioned in the first line of the text so that the concept of saṅ sevaka dharma can be understood correctly. Aji Sarasoti text which is used as the material object in this paper is the Merapi-Merbabu manuscript, which is stored in the National Library of Indonesia, code PNRI 11 L. 254. The method used is the basic method, while the theory used is hermeneutic. The PNRI 11 L. 254 manuscript contains not only the Aji Sarasoti text but also the Aji Panarawangan and Aji Pangsoluan Raga. Likewise, other Aji Sarasoti manuscripts were published together with other texts in one file. Meanwhile, the Saṅ Sevaka Dharma which is mentioned in the Aji Sarasoti text refers to someone who is having to understand the teachings. The teaching in question is the teaching of liberating knowledge (jñāna).
Vol 23 No 1 (2023): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 2023
The discourse of yoga always develops along with the trend of authoritative discourse possibly by... more The discourse of yoga always develops along with the trend of authoritative discourse possibly by the inclusive nature of Hindu-Shivaistic teachings in Bali. This article aims to elaborate on the development of this yoga discourse in the 20th century Tutur/Tattva texts: Siwāgama, Aji Sangkya, and Rsi Yadnya Sangkya dan Yoga. In that context, the qualitative approach with an emphasis on stylistics and hermeneutics with comparative perspective in understanding texts was applied for description and interpretation purposes. Having elaborated the discourse, it can be understood that the three texts show each version of yoga discourse which is understood according to the reading (intertextuality) used in the framework of its process of compiling. This, in addition to confirming the basic view of discourse trends, also implies that the intentionality of the authors with their respective reading horizons greatly influences the construction of the Tutur/Tattva texts eclectically, which in this case is to reinforce the position of Balinese Hinduism.
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra, 2019
Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman... more Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Kewenangan itulah yang didapat oleh Kala sebagai salah satu anugerah dari orang tuanya. Sesungguhnya ada beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh Siwa dan Giri Putri. Anugerah itu dalam tulisan ini dibagi menjadi dua yakni anugerah yang diberikan secara khusus oleh Siwa, dan juga anugerah dari Giri Putri. Penting mengetahui anugerah itu untuk memetakan bagaimana sesungguhnya Kala dalam pandangan orang Bali. Beberapa anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala di antaranya ialah keberhasilan, dapat menyusup ke dalam segala yang berpikir, boleh membunuh dan menghidupkan, dan berhak untuk tinggal di desa-desa tempat manusia hidup. Anugerah dari Giri Putri atau Durgaadalah nama, aturan tentang yang boleh dan tidak bole...
Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan ... more Candrȃgni [Pusaran Bahasa dan Gagasan Mempertahankan] Oleh I Gde Agus Darma Putra I. Pendahuluan Teks Candrȃgni belum banyak dibicarakan dalam studi komprehensif. Teks ini sangatlah menarik, sebab di dalamnya termuat istilah-istilah penting dalam kesusastraan Bali maupun Jawa Kuna. Dilihat dari contentnya, teks Candrȃgni berisi ragam istilah yang bisa dimanfaatkan dalam memetakan pola kebahasaan yang terjadi di Bali. Tentu saja studi singkat semacam ini tidak akan mampu menjawab beragam permasalahan kebahasaan, terutama bahasa Bali. Tapi setidaknya, hasil studi ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk nyata dari gagasan mempertahankan bahasa daerah. Meski sesungguhnya mempertahankan bahasa tidak cukup hanya dengan memperbanyak studi tentangnya, tapi dengan menggunakannya. Gagasan mempertahankan, selalu diikuti dengan gagasan kehancuran. Kehancuran berarti ancaman, sedangkan mempertahankan berarti perlindungan. Penyederhanaan kasus seperti itu perlu diadakan terus menerus, agar gagasan mempertahankan dan kehancuran tidak hanya menjadi buih-buih kata dari ombak kalimat yang bersumber dari laut pikiran. Candrȃgni dengan demikian adalah salah satu perlindungan yang disediakan oleh tradisi. Tradisilah yang melahirkan teks-teks, tradisi yang merawatnya, tradisi juga yang menghancurkannya. Konsekuensi dilahirkannya teks oleh tradisi, adalah diikatnya kemudian tradisi oleh teks. Teks dalam pengertian ini, tidak lagi dalam bentuk naskah berupa buku, lontar, gebang, tembaga, emas dan lain sebagainya, tapi dunia ide. Lalu bagaimana dunia ide yang dilahirkan pada masa lalu itu, dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di masa kini dan masa depan? II. Pembahasan 2.
Data tulisan ini dibatasi hanya dua kelompok prasasti saja yakni Trunyan AI dan Trunyan B. Pejaba... more Data tulisan ini dibatasi hanya dua kelompok prasasti saja yakni Trunyan AI dan Trunyan B. Pejabat yang dinyatakan menerima perintah raja (ājñā syuhunaṅ) di dalam kedua prasasti ini sama, yakni Ser Paṅhurwan Saṅ Pule Pañjaṅ. Meskipun telah diketahui bahwa pejabat ser memang bertugas pada tingkat daerah dan membawahi beberapa desa, tugas dan fungsi Ser Paṅhurwan Pule Pañjaṅ sama sekali belum dijelaskan secara khusus. Untuk menelusuri hal itu, digunakan metode filologi yang mencermati teks prasasti. Metode historis guna menelusuri sumber-sumber sejarah, serta memberikan penilaian secara kritis dan menyajikan sintesis tertulis. Berdasarkan kedua metode tersebut, diketahuilah bahwa Ser Paṅhurwan Pule Pañjaṅ bertugas untuk menyelesaikan konflik-konflik antar desa serta mengawasi peraturan yang telah ditetapkan di paṅlapuan oleh para pejabat-pejabat. Peraturan yang dimaksud termasuk aturan pajak yang dimuat di dalam prasasti. Pajak-pajak tersebut tidak saja berupa benda maupun uang, tetapi juga jasa dan tenaga.
Bhaṭārī Durgā tidak disebut secara eksplisit di dalam Prasasti Kehen C. Istilah yang muncul adala... more Bhaṭārī Durgā tidak disebut secara eksplisit di dalam Prasasti Kehen C. Istilah yang muncul adalah Bhaṭāra Guru yang merujuk kepada seorang perempuan bernama Sri Adi Kunti Ketana.a Perempuan bergelar maskulin [bhaṭāra] bukan feminim [bhaṭārī].
Uploads