Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LANDASAN PENDIDIKAN

Buku chapter ini adalah kumpulan dari berbagai penulis di indonesia di fokuskan pada kajian LANDASAN PENDIDIKAN.

LANDASAN PENDIDIKAN Penulis Andri Kurniawan, S.Pd., M.Pd | Dr. Andi Fitriani Djollong, M.Pd Andi Yustira Lestari Wahab. S.Pd., M.Pd| Ariesta Setyawati, S.Pd.I., M.Pd Siti Nurislamiah, S.Pd.I., M.Pd | Dr. Raya Mangsi, S.Pd,. M. Pd.I Dr. Abdul Walid, M.A | Dr. Lina Novita, M.Pd Cynantia Rachmijati, M.M.Pd | Dr. Haimah, M.Pd Listya Endang Artiani, S.E., M.Si | Ihfa Indira Nurnaifah Idris, S.Si., M.Pd Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I | Ahmad Asroni, S.Fil., S.Th.I., M.Hum Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd | Andi Eliyah Humairah, S.Pd., M.Pd Ainul Azhari, S.Th.I, M.Ag | Dr. Nila Kencana, M.Pd Fuad Hasyim, S.S., M.A Editor Aniek Widiarti, SE. M.M | Marrieta Moddies Swara, S. Pd., M. Pd Mardiana Sari, M. Pd | Fovi Sriyuliawati, M.Pd Fidya Arie Pratama, S.Pd., M.Pd Hak Cipta Buku Kemenkum dan HAM Nomor : 000460385 2023 LANDASAN PENDIDIKAN v + 365 hlm.; 15,5 x 23 cm ISBN: 978-623-09-2774-4 : Andri Kurniawan, Andi Fitriani Djollong, Andi Yustira Lestari Wahab, Ariesta Setyawati, Siti Nurislamiah, ... [dan 14 penulis lainnya]. Editor : Aniek Widiarti, Marrieta Moddies Swara, Mardiana Sari, Fovi Sriyuliawati, Fidya Arie Pratama Tata Letak : Kacung Arie Desain Sampul : Farhan Saefullah Cetakan 1 : Maret 2023 Penulis Copyright © 2023 by Penerbit PT Arr rad Pratama All rights reserved Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektris maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit. Isi di luar tanggung jawab percetakan Penerbit PT Arr Rad Pratama Anggota IKAPI Gedung Nurul Yaqin Cirebon – Jawa Barat Indonesia 45151 Cirebon Telp. 085724676697 e-mail: ptarrradpratama@gmail.com Web : https://arradpratama.com/ ii KATA PENGANTAR Buku ini merupakan simbol semangat intelektual dalam mengakaji ilmu tentang Landasan Pendidikan yang terbit pada tahun 2023. Kontributor dari buku ini adalah para peneliti dan dosen dari berbagai kampus di Indonesia. Mereka memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Penulisan buku ini dilandasi atas pentingnya update penelitian terbaru tentang kajian ilmu pendidikan dengan tema tentang Landasan Pendidikan yang menjadi isu dan problematika saat ini. Buku ini terdiri dari 19 artikel yang dimasukan ke dalam 19 bab di dalam buku ini. Upaya penyusunan buku ini dilakukan untuk mendokumentasikan karya-karya yang dihasilkan para penulis sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca secara lebih luas. Penulisan buku juga mengandung konsekuensi untuk membangun pendidikan Indonesia yang lebih bermartabat dan berintegritas. Sebagai penutup, tiada gading yang tak retak. Tentunya banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini sehingga kritik dan masukan selalu diperlukan bagi pengembangan studi ilmu pendidikan baik secara teori maupun implementasinya. Hal-hal yang besar tentunya berawal dari yang sederhana. Semoga tulisan-tulisan dalam buku ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan hari ini dan esok. Cirebon, Maret 2023 Tim Penulis iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Bab 1 : Pengertian Landasan dan Pengertian Pendidikan Andri Kurniawan, S.Pd., M.Pd Bab 2 : Pengertian Landasan Pendidikan Dr. Andi Fitriani Djollong, M.Pd Bab 3 : Pengertian Pendidikan Menurut Para Pakar Andi Yustira Lestari Wahab. S.Pd., M.Pd Bab 4 : Sasaran dan Fungsi Pendidikan Ariesta Setyawati, S.Pd.I., M.Pd Pd Bab 5 : Komponen-Komponen dan Jenis Pendidikan Siti Nurislamiah, S.Pd.I., M.Pd Bab 6 : Pemahaman Hakikat Manusia Dr. Raya Mangsi, S.Pd,. M. Pd.I Bab 7 : Pemahaman Filsafat Pendidikan Indonesia Dr. Abdul Walid, M.A Bab 8 : Pendidikan Keanekaragaman di Indonesia Dr. Lina Novita, M.Pd Bab 9 : Pengembangan Kebudayaan Indonesia Cynantia Rachmijati, M.M.Pd Bab 10 : Sistem Pendidikan Nasional Dr. Haimah, M.Pd Bab 11 : Pendidikan Sebagai Suatu Sistem Listya Endang Artiani, S.E., M.Si Bab 12 : Standarisasi Nasional Pendidikan Ihfa Indira Nurnaifah Idris, S.Si., M.Pd Bab 13 : Pengembangan Metode Pembelajaran Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I Bab 14 : Landasan Filosofis dan Yuridis Pendidikan Ahmad Asroni, S.Fil., S.Th.I., M.Hum Bab 15 : Evaluasi Program Pendidikan Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd Bab 16 : Pengembangan Strategi Pembelajaran iv iii iv 1 14 36 50 65 81 97 116 131 145 164 179 217 231 246 257 Andi Eliyah Humairah, S.Pd., M.Pd Bab 17 : Landasan Sosial-Budaya dan Landasan Psikologi Ainul Azhari, S.Th.I, M.Ag Bab 18 : Pemahaman Teori Pendidikan Indonesia Dr. Nila Kencana, M.Pd 278 303 Bab 19 : Pembelajaran Kooperatif Berbasis Pendidikan Humanistik Fuad Hasyim, S.S., M.A 342 Profil Editor 360 v COVER BAB 1 1 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 1 PENGERTIAN LANDASAN DAN PENGERTIAN PENDIDIKAN A. Pengertian Landasan Landasan berasal dari kata dasar landas. Landasan adalah homonim karena maknanya memiliki ejaan dan pengucapan yang sama tetapi memiliki makna berbeda. Arti dari kata landasan dapat dimaknai ke dalam jenis kiasan sehingga penggunaan landasan dapat bukan dalam arti yang sebenarnya. Landasan memiliki arti dalam golongan nomina atau kata benda sehingga landasan dapat menunjukkan nama dari seseorang, tempat, atau apa saja dan segala sesuatu yang merupakan kata benda. Landasan adalah landasan untuk pijakan atau tempat dari mana suatu kegiatan dimulai. Dalam bahasa Inggris landasan disebut Foundation, yang dalam bahasa Indonesia disebut fondasi. Fondasi adalah bagian terpenting dalam memulai sesuatu. S. Wojowasito (1972) berpendapat jika landasan dapat diartikan sebagai alas, atau dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, petunjuk dan sumber. Istilah lain yang memiliki arti yang hampir identik dengan kata landasan adalah kata dasar atau basic. Kata dasar memiliki pengertian sebagai awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Pengertian dasar, lebih dekat pada referensi pokok (basic reference) dari pengembangan sesuatu. Sehingga dapat dikatakan jika kata dasar memiliki lebih luas pengertian dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata 2 | LANDASAN PENDIDIKAN fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic reference) adalah dua hal yang wujudnya berbeda, akan tetapi hubungan yang dimiliki antar keduanya sangat erat (Sanusi Uwes, 2001). Istilah landasan seringkali dikenal sebagai fondasi. Menurut pengertian tersebut, dapat dipahami jika landasan merupakan alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal, suatu titik tumpu atau titik awal dari suatu hal, atau suatu fondasi tempat dimana sesuatu berdiri. Berdasarkan sifat bentuknya, landasan dapat dibedakan dua jenis yaitu : 1. Landasan yang bersifat material Contoh dari landasan yang bersifat material yaitu berupa landasan pacu pesawat terbang dan fondasi bangunan gedung. 2. Landasan yang bersifat konseptual. Contoh dari landasan yang bersifat konseptual yaitu berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, landasan pendidikan, dan lain sebagainya. Landasan konseptual identik dengan asumsi sementara asumsi dapat dibagi menjadi tiga jenis asumsi yaitu aksioma, postulat dan asumsi tersembunyi. Landasan konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan sebagai titik awal dalam rangka berpikir dalam melakukan suatu studi dan atau dalam rangka bertindak dalam melakukan suatu praktek. Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan adalah dasar atau alas yang di atasnya berdiri sesuatu. 3 | LANDASAN PENDIDIKAN B. Pengertian Pendidikan Istilah pendidikan bukan lagi sekedar istilah yang sering kita dengar. Sebaliknya, itu bisa didengar cukup sering. Pendidikan adalah tempat untuk menciptakan citra yang baik dari seseorang sehingga mereka dapat mencapai potensi penuh mereka. UU Sisdiknas 20 tahun 2003 juga menyebutkan bahwa pendidikan adalah wadah untuk mengembangkan potensi seseorang secara utuh. Oleh karena itu, pendidikan dalam hal ini biasanya tidak terbatas pada mata pelajaran tertentu. Namun, ini mencakup semua aspek perkembangan manusia. Ini juga menciptakan materi yang berbeda yang dipelajari dalam pendidikan. Saat siswa belajar, secara tidak sengaja mereka membentuk pola pikir yang pada gilirannya membentuk kapasitas potensi mereka. Mengutip KBBI Online, pendidikan berasal dari kata didik yang artinya menerima dan memberi pelatihan. Dari akar kata tersebut, jelaslah bahwa tugas pendidikan adalah memberikan pendidikan kepada peserta didik. Pendidikan adalah sesuatu yang tidak terbatas. Pada dasarnya setiap orang membutuhkan pendidikan. Tanpa pendidikan, akan ada efek negatif pada orang-orang. Pendidikan menciptakan orang yang lebih baik dan keterampilan mereka dari waktu ke waktu yang juga berkembang saat mereka mempelajari hal-hal tertentu. Oleh karena itu tidak ada batasan untuk pendidikan. Ada juga aspek usia dimana dikatakan bahwa orang tua tetap harus belajar dan pendidikan adalah tempat untuk itu. Ada berbagai jenis pendidikan di Indonesia, antara lain sebagai berikut: 4 | LANDASAN PENDIDIKAN 1. Pendidikan formal Pendidikan formal adalah pendidikan yang memungkinkan semua komponen pendidikan yang ada didata dan diintegrasikan dengan pemerintah. Jalur pendidikan yang berjenjang dan terstruktur disebut juga dengan pendidikan formal, dimulai dari Sekolah Dasar/Mi, Sekolah Menengah Pertama/Mts, Sekolah Menengah Atas/Ma, 2. Pendidikan non formal Pendidikan nonformal adalah program pendidikan yang dirancang khusus untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Pada umumnya pendidikan nonformal digunakan sebagai penunjang/pelengkap pendidikan formal. Pengertian Pendidikan dalam arti luas, hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan (life is education and education is life). Artinya pendidikan adalah setiap pengalaman hidup (pembelajaran) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hidup dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan atau perkembangan individu. Pendidikan dalam arti luas memeiliki karakteristiknya sendiri. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup seseorang, tidak diresepkan oleh orang lain. Pendidikan terjadi sepanjang waktu, yang berarti itu terjadi sepanjang hayat (pembelajaran seumur hidup). Itulah sebabnya pendidikan berlangsung dalam konteks hubungan individu yang multidimensi, dan dalam hubungan individu dengan Tuhan, sesamanya, alam, dan dengan dirinya sendiri. 5 | LANDASAN PENDIDIKAN Dalam hubungan multidimensi ini, pendidikan berlangsung melalui berbagai aktivitas, fungsi dan peristiwa, baik yang awalnya ditujukan untuk pendidikan atau tanpa sengaja untuk pelatihan. Pelatihan ini tersedia untuk semua orang. Setiap individu - anak atau dewasa, pelajar atau bukan pelajar - dididik atau otodidak. Pelatihan terjadi di manamana. Pendidikan tidak terbatas pada sekolah. Pendidikan berlangsung dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam. Pendidik bagi individu tidak terbatas pada pendidik profesional. Pendidikan dalam arti sempit bisa dibilang identik dengan kata persekolahan (schooling), yaitu pendidikan formal dalam kondisi terkendali. Pendidikan dalam arti sempit juga memiliki karakteristiknya tersendiri. Yaitu dimana tujuan dari pendidikan dalam arti sempit ditentukan oleh pihak-pihak di luar seorang siswa. Menurut yang kita pahami, tujuan dari pendidikan di sekolah atau tujuan pendidikan pengajaran dan pembelajaran di sekolah tidak dibuat dan ditentukan oleh siswa. Lamanya pendidikan setiap seseorang dalam masyarakat sangat bermacam-macam, bisa kurang atau sama dengan enam tahun, sembilan tahun atau bahkan lebih. Namun, ada titik akhir pelatihan yang ditentukan dalam satuan waktu. Pendidikan berlangsung di sekolah atau lingkungan khusus yang sengaja dibuat untuk pengajaran sebagai bagian dari program pendidikan sekolah. Pendidikan dalam arti sempit hanya diperuntukkan bagi mereka yang menjadi pelajar (murid) pada suatu lembaga pendidikan formal (sekolah/universitas). Pendidikan mengambil bentuk kegiatan belajar mengajar yang terprogram dan merupakan pelatihan formal atau disengaja dan diawasi. Berbeda dengan pendidikan dalam arti luas, pendidikan dalam arti sempit, pendidik siswa 6 | LANDASAN PENDIDIKAN terbatas pada pendidik profesional atau biasa disebut dengan guru. Berikut ini adalah beberapa pengertian dari pendidikan melalui pendekatan-pendekatan, diantaranya yaitu sebagai berikut : 1. Pengertian pendidikan menurut pendekatan Monodisipliner Setiap disiplin ilmu memiliki tema formal yang berbeda. Setiap disiplin ilmu juga menghasilkan perbedaan ekspresi atau definisi yang identik dengan pendidikan karena temuan penelitian pada mata pelajaran formalnya. a. Berdasarkan sudut pandang dari pendekatan sosiologi, pendidikan identik dengan sosialisasi (socialization). b. Berdasarkan sudut pandang dari pendekatan antropologi, pendidikan identik dengan enkulturasi (enculturation). c. Berdasarkan sudut pandang dari pendekatan ekonomi, pendidikan identik dengan investasi pada diri manusia (human investment). d. Berdasarkan sudut pandang dari pendekatan politik, pendidikan identik dengan peradaban atau civilisasi (civilization). e. Berdasarkan sudut pandang dari pendekatan psikologis, pendidikan identik dengan individualisasi (individualization). f. Berdasarkan sudut pandang dari pendekatan biologi, pendidikan identik dengan adaptasi (adaptation). 2. Pengertian pendidikan menurut pendekatan Sistem Pendekatan sistem adalah penerapan pandangan sistem (systems view atau systems thinking) ketika mencoba 7 | LANDASAN PENDIDIKAN memahami sesuatu atau memecahkan suatu masalah. Jika kita menerapkan pendekatan sistematis dalam kajian pendidikan, maka dapat dimengerti jika pendidikan adalah suatu kesatuan yang terpadu dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsi-fungsi tertentu untuk mencapai tujuan pendidikan. Dilihat dari asal kemunculannya, pendidikan termasuk jenis sistem buatan manusia (man-made system); menurut bentuknya termasuk jenis sistem sosial; dalam perspektif hubungan dengan lingkungan termasuk dalam tipe sistem terbuka. Pendidikan (sistem pendidikan) berada pada supersistem yaitu masyarakat. Selain sistem pendidikan, masih banyak sistem lain dalam masyarakat, seperti: Sistem ekonomi, sistem politik, sistem pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya. Karena sistem pendidikan merupakan sistem terbuka, maka sistem pendidikan menerima masukan dari masyarakat dan menghasilkan hasil bagi masyarakat. Sistem pendidikan tergantung pada sistem lain, dan ada hubungan timbal balik atau interaksi antara sistem pendidikan dan sistem sosial lainnya. Pada sistem pendidikan terjadi proses perubahan, pada dasarnya merupakan suatu proses dimana input mentah (siswa) menjadi output (orang terdidik sesuai dengan tujuan pendidikan yang diberikan). Idealnya, semua bagian pendidikan harus melakukan tugasnya masing-masing dan berinteraksi satu sama lain, yang mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan. Hasilnya ditujukan untuk masyarakat atau sistem lain di atas sistem. Seperti yang telah disebutkan, sistem pendidikan memiliki kendali mutu (quality control). Pelaksanaan dalam fungsinya yaitu adalah menghasilkan timbalbalik yang 8 | LANDASAN PENDIDIKAN digunakan untuk perbaikan dalam proses perubahan berikutnya. Inilah yang diharapkan dari sistem pendidikan mampu mengatasi entropi atau mempertahankan keberadaannya dan meningkatkan prestasi. 3. Pengertian pendidikan menurut Fenomenologis: Landasan Pedagogik Dari segi pedagogik, pengertian pendidikan adalah usaha orang dewasa yang dilakukan secara sadar dalam membantu individu dari yang belum dewasa menjadi dewasa. Pendidikan berlangsung di lingkungan antara orang dewasa dan anak-anak atau orang yang belum berkembang. Karena pendidikan memang sengaja dibidik, seperti dalam kasus ini pendidik tentunya memiliki tujuan pendidikan. Untuk tercapainya tujuan tersebut, guru memilih konten pengajaran tertentu dan juga menggunakan alat pengajaran khusus. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ada enam unsur yang terlibat dalam suatu pendidikan, yaitu: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, konten pendidikan, alat peraga, dan lingkungan pendidikan. Pendidikan berlangsung bersama-sama antara orang dewasa dan anak-anak atau anak di bawah umur, tetapi tidak setiap pergaulan seperti itu dengan sendirinya memenuhi syarat sebagai pendidikan. Agar pergaulan itu tergolong pendidikan, maka harus dipenuhi dua ciri, yaitu adanya pengaruh orang dewasa yang sengaja dilakukan terhadap anak didik atau orang yang belum dewasa, dan tujuan pengaruh adalah untuk mendewasakan anak atau orang yang belum dewasa. Mengubah situasi lingkungan biasa menjadi situasi lingkungan pendidikan harus dapat diterima sehingga siswa 9 | LANDASAN PENDIDIKAN yang terlibat tidak merasakan perubahannya. Oleh karena itu, siswa cukup menerima pengaruh guru. Jika tidak, siswa dapat menghindar dan menutup diri. Pada kondisi tertentu, sosialisasi pendidikan juga harus tegas (jelas) mengenai mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah, dan lain sebagainya. Lingkungan pendidikan harus didasarkan pada kewibawaan, yaitu pada kekuatan guru yang mengakui dan menerima anak didik sedemikian rupa, sehingga karena kebebasannya mereka tunduk pada pengaruh para pendidik. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menentukan kewibawaan seorang pendidik adalah sebagai berikut: a. Keterikatan guru dengan siswa atau orang yang belum berkembang, b. Kepercayaan guru terhadap siswa/individunya yang tidak dewasa akan dapat mencapai kedewasaan c. Kematangan pendidik, d. Indetifikasi pelajar, e. Tanggung Jawab Pendidikan. Di sisi lain, faktor-faktor yang menentukan kepatuhan siswa terhadap pendidik atau guru adalah sebagai berikut: a. Kemampuan anak/orang yang belum dewasa dalam memahami bahasa, b. Kepercayaan siswa/orang yang belum dewasa terhadap guru, c. Identifikasi, d. Imitasi, e. Kasih sayang dan kebebasan siswa dalam menentukan sikap, tindakan dan masa depannya. 10 | LANDASAN PENDIDIKAN Kewibawaan merupakan syarat mutlak bagi pendidikan. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi apabila lingkungan pendidikan tidak didasarkan atas kewibawaan : a. Murid/orang yang belum dewasa menuruti pengaruh guru hanya “melalui pengaruh keterikatan mereka dengan gurunya”. Karena itu siswa/orang yang belum dewasa tidak pernah mencapai kedewasaan, mereka tetap tidak terdidik. b. Ketaatan anak didik/orang yang belum dewasa kepada pendidik didasarkan pada pemahaman pengalaman anak itu sendiri, jika demikian berarti ia sudah mandiri (dewasa), dan ini bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya sebagai orang yang benar-benar belum dewasa. Dari uraian di atas terlihat bahwa pendidikan dimulai (batas bawah pendidikan) ketika anak-anak/orang dewasa merasakan kewibawaan, sedangkan anak-anak dapat mengenali kewibawaan ketika mereka mampu memahami bahasa. Sedangkan batas atas atau akhir pendidikan tercapai ketika tujuan pendidikan tercapai, yaitu kedewasaan. Pendidik atau guru pada awalnya bertanggung jawab, tetapi ketika siswa/anak di bawah umur dewasa, tanggung jawab didelegasikan atau dipikul oleh siswa/anak di bawah umur sampai dia bertanggung jawab (dewasa). Kewibawaan ini bersifat dua arah. 11 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Ahmad Rohani, H.M. & Ahmadi, Abu. Administrasi Pendidikan Sekolah. 1990. Jakarta: Bumi Aksara. Idris, Z dan Zamal, L., (1992), Pengantar Pendidikan, PT. Grasindo, Jakarta. Langeveld, M.J., (1980), Beknopte Teoritische Paedagogiek, (terjemahan: Simajuntak), Jemmars, Bandung. Muchtar, Odang, (1976), Pendidikan nasional Indonesia, Pengertian dan Sejarah Perkembangannya, IKIP Bandung. Mudyahardjo, Redja, (1998), Filsafat Ilmu Pendidikan dan Pengembangan Fakultas Ilmu Pendidikan: Sebuah Studi Filosofis tentang Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung 12 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Andri Kurniawan, S.Pd.,M.Pd. Lahir di Tangerang tanggal 20 Desember 1989. Telah menyelesaikan studi S1 Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang Tahun 2012, serta Magister (S2) Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Indrapasta PGRI (Unindra) Jakarta Tahun 2019. Mulai Bulan Desember tahun 2019 mengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Pendidikan Bahasa Inggris Sampai Saat ini. Penulis saat ini menjadi Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Mentoring di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang. Penulis Juga aktive dalam kegiatankegiatan pengembangan kampus diantaranya menjadi Pengembang Kampus Merdeka dan Renstra Fakultas serta Universitas. Penulis sangat Aktive dalam kegiatan penelitian, Pengabdian Masyarakat dan mengisi kegiatan webinar, Seminar dan Workshop sebagai pembicara. Penulis aktive menulis buku dan sebagai editor buku. 13 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 2 14 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 2 PENGERTIAN LANDASAN PENDIDIKAN A. Pengertian Landasan Pendidikan Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan adalah proses komunikasi yang mengandung tranformasi pengetahuan, nilai dan keterampilan yang berlangsung baik di dalam maupun di luar sekolah, di masyarakat, di dalam keluarga dan pembelajaran berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena di manapun dan kapan pun di dunia terdapat pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia atau untuk memuliakan manusia. Perbuatan pendidikan diarahkan kepada kepada manusia untuk mengembagkan potensi-potensi dasar manusia agar menjadi nyata. Pendidikan adalah upaya sadar yang direncanakan dalam rangka terwujudnya waktu belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik selalu aktif untuk 15 | LANDASAN PENDIDIKAN mengembangkan potensi yang dimilikinya agar mampu mendapatkan kekuatan spritual keagamaan, mampu mengendalikan diri, memiliki kepribadian, cerdas, berakhlak baik, memiliki keterampilan yang menjadi kebutuhan dalam dirinya sehingga bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pendidikan memiliki fungsi yang besar bagi kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk menanamkan nilai dan membentuk karakter manusia serta memberikan latihan agar mempunyai kepribadian yang mandiri. Pendidikan adalah upaya merekontruksi suatu peradaban, upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan manusia dalam rangka pembentukan karakter yang sesuai dengan fitrah manusia untuk mengembangkan kehidupan manusia itu dari setiap masa ke masa menjadi lebih baik. Pendidikan merupakan aspek penting dalam rangka menjalani kehidupan manusia yang dimanfaatkan seagai bekal hidup. Pendidikan terdapat proses pembelajaran, proses pembelajaran itu mampu melakukan perubahan dan memberi arah pada pola pikir kepribadian dalam diri manusia ke arah yang lebih baik. Pendidikan terdapat proses meningkatkan rasa percaya diri peserta didik sehingga peserta didik memiliki kepercayaan diri dalam berkomunikasi, kepercayaan diri mengemukakan pendapat, kepercayaan dalam berinteraksi dengan orang lain. 16 | LANDASAN PENDIDIKAN Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas. Landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan, ini dapat bersifat material dapat pula bersifat konseptual. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi. Asumsi dapat dibedakan tiga macam yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi. Landasan pendidikan dapat dipahami dari dua sudut pandang. Pertama dari sudut pandang praktik sehingga kita mengenal praktik pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan. Praktik pendidikan adalah kegiatan seseorang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. kegiatan bantuan dalam praktik pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro) dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan atau latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan. Landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan. (Vina, 2020) Landasan pendidikan merupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama. Hal ini dimaksud untuk memberikan pemahaman tentang berbagai pandangan manusia, sistem, hakekat, lembaga dan permasalahan pendidikan dan pembangunan dan perkembangan masyarakat yang akan mendasari pandangan mahasiswa tentang pendidikan yang harus menjadi pusat perhatian dan 17 | LANDASAN PENDIDIKAN pengembangan keilmuan mereka (Novri, 2022). Landasan pendidikan adalah tumpuan, dasar atau asas konseptual yang menyelubungi pendidikan secara keseluruhan. Biasanya yang dibahas terkait landasan pendidikan adalah hakekat manusia sebagai makhluk pembelajar, situasi, proses, perubahan sosial, aliran pelaksanaan hingga permasalahanpermasalahan pendidikan (Marharetha Yulianti, 2021). Landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pendidikan yang memberikan pancaran ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan diimplementasikan dalam pendidikan. Landasan pendidikan menjadi sarana untuk bertumpu dalam melaksanakan analitis kritis yang disesuaikan dengan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Landasan pendidikan merupakan dasar untuk melaksanakan program yang mengarah kepada ketercapaian tujuan pendidikan. Landasan pendidikan menjadi tumpuan bagi penyelenggaraan pendidikan yang disesuaikan dengan falsafah bangsa, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan perubahan yang terjadi pada masyarakat yang demiian cepat. Pendidikan yang dilaksanakan perlu memiliki dasar atau pijakan yang kuat sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan nasional. Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat dimulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Landasan pendidikan adalah sebagai tempat bertumpu atau dasar dalam melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan tentang kebijakan dan praktik pendidikan. Kajian analisis kritis terhadap kaidah dan kenyataan tersebut dapat dijadikan titik tumpu atau dasar dalam upaya penemuan kebijakan dan praktik 18 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan yang tepat guna dan bernilai guna. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa landasan pendidikan merupakan dasar bagi upaya pengembangan kependidikan dalam segala aspeknya. (Rosmita, 2021). Landasan dapat diartikan sebagai dasar tempat berpijak, fondasi, alas, sumber dan pedoman untuk melakukan kegiatan, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Untuk mendapatkan pendidikan yang kukuh dan berkualitas harus dimulai dari landasan pendidikan yang kuat. Pendidikan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika landasan tidak kuat atau tidak utuh. Landasan pendidikan dalam pendidikan ibarat pondasi dasar untuk membangun pendidikan sesuai ke arah yang dicita-citakan bangsa. (Amos, 2017) Landasan pendidikan adalah seluruh pijakan yang memberikan pancaran ilmu pengetahuan yang ditransformasikan pada pendidikan. Sebagai landasan harus menjadi pijakan nilai-nilai sistem pendidikan. Landasan pendidikan mengacu kepada pencapaian tujuan pendidikan, menggabungkan semua kurikulum yang dilaksanakan pada proses pembelajaran yang mencakup materi, metode, media, penilaian, sarana prasarana. Kemajuan pendidikan era saat ini sangat berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi pada bidang pendidikan, perkembangan ilmu pengetahun tersebut berdampak positif dan negatif, olehnya itu diperlukan landasan pendidikan yang kuat untuk mengatisipasi akan munculnya dampak negatif pada bidang pendidikan. Landasan pendidikan adalah faktor strategis yang berperan penting untuk pengembangan pendidikan bagi manusia, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Landasan pendidikan dimaksudkan sebagai tempat bertumpu atau dasar dalam melakukan analisis kritis 19 | LANDASAN PENDIDIKAN terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan tentang kebijakan dan praktik kependidikan. Kajian analisis kritis terhadap kaidah dan kenyataan tersebut dapat dijadikan titik tumpu atau dasar dalam upaya penemuan kebijakan dan praktik pendidikan yang tepat guna dan bernilai guna. Landasan pendidikan merupakan dasar bagi upaya pengembangan kependidikan dalam segala aspeknya (Hani, 2022). Pengertian landasan pendidikan ditinjau dari aspek ontologi adalah bagian-bagian dasar dalam upaya, proses atau kegiatan untuk membentuk kecakapan intelektual maupun emosional seseorang agar selaras dengan alam dan sesama manusia. Pengertian landasan pendidikan ditinjau dari aspek epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu (Amos, 2017). Landasan pendidikan merupakan seperangkat asumsiasumsi yang menjadi dasar pijakan dalam rangka pelaksanaan pendidikan. landasan pendidikan ini tertuju pada pengembangan wawasan kependidikan, yaitu berkenaan dengan barbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam melaksanakan tugasnya. Kedudukan fondasi pendidikan terhadap penyelenggaraan pendidikan di masyarakat adalah sebagai dasar atau landasan yang menjadi sandaran bagaimana pendidikan diselenggarakan dan ke arah mana pendidikan hendak dibawa. Peran fondasi pendidikan bagi pengembangan pendidikan dan ilmu pendidikan yaitu berperan memberikan modal, arah, dan memberikan rambu-rambu dan garis-garis batas agar 20 | LANDASAN PENDIDIKAN penyelenggaraan pendidikan di masyarakat tidak menyimpan dari nilai-nilai yang diharapkan (Raihan, 2022) Landasan pendidikan merupakan tumpuan dasar konseptual yang dipakai dalam bidang pendidikan. landasan ini dibutuhkan dalam melaksanakan analisis kritis pada konsep-konsep dan pelaksanaan pendidikan. Jika tidak ada landasan, pelaksanaan pendidikan menjadi tidak terarah dan dapat terjadi permasalahan dan menimbulkan kesenjangan diantara manusia. Landasan pendidikan diartikan sebagai tempat bertumpu konsep, prinsip, atau teori yang difungsikan sebagai pembahasan dalam bidang pendidikan. Landasan pendidikan mengarah kepada pengetahuan tentang ilmu pendidik secara keseluruhan dari beberapa disiplin ilmu dan bidang studi. Landasan pendidikan melihat bahwa pendidikan itu bukan hanya satu bidang ilmu tetapi interdisipliner, memiliki hubungan dengan beragam bidang ilmu. Landasan pendidikan merupakan pondasi atau pijakan tentang pengetahuan dan nilai-nilai untuk pemgembangan tujuan pendidikan. Kemajuan dunia pendidikan seperti literasi digital berdampak kepada semua informasi dapat diakses di mana saja dan kapan saja, hal ini sangat diperlukan landasan pendidikan yang kuat yang mampu mengarahkan peserta didik kita mampu menyerap informasi yang baik yang didasarkan kepada norma pendidikan yang tidak keluar dari ajaran agama dan aturan serta perundang-undangan yang berlaku pada negara Republik Indonesia (Iwan, 2022) Landasan pendidikan yang kokoh dan kuat akan dapat memberikan manfaat agar dapat memberikan pemahaman terhadap berbagai konsep, prinsip, dan teori pendidikan, dapat memiliki kemampuan untuk memilih teori pendidikan yang tepat untuk dilaksanakan dan dikembangkan dalam 21 | LANDASAN PENDIDIKAN pelaksanaan kegiatan pendidikan, dapat memberikan kontribusi pada pola pikir dan pola kerja pada pelaksanaan kegiatan pendidikan, memiliki keyakinan dan penghayatan terhadap konsep, prinsip, dan teori pendidikan sehingga dapat terjadi pengembangan keteguhan diri dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan. Pendidikan yang berkualitas dan dapat meningkatkan kompetensi, kemampuan peserta didik memerlukan landasan pendidikan yang kokoh sebagai wadah berpijak bagi pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Landasan pendidikan adalah pijakan dasar dalam pelaksanaan proses pendidikan. Landasan pendidikan berfokus pada hakekat manusia sebagai individu yang selalu belajar, interaksi antar sesama, proses pembelajaran sampai persoalan yang terjadi di bidang pendidikan. Landasan pendidikan merupakan tumpuan dasar pada konsep yang dijadikan acuan dalam proses pendidikan secara menyeluruh. Landasan pendidikan mempunyai misi utama dalam pendidikan yang mengarah kepada pengembangan pengetahuan kependidikan yaitu berhubungan dengan beragam pemikiran yang sifatnya umum mengenai pendidikan yang menjadi pandangan dan pendapat tenaga kependidikan untuk dijadikan pola pikir sehingga mampu melaksanakan tugasnya. Beragam pandangan pendidikan yang menjadi pilihan oleh tenaga kependidikan akan berguna dalam pemberian dasar rujukan konseptual terhadap kegiatan pendidikan. B. Fungsi dan Tujuan Landasan Pendidikan Landasan pendidikan merupakan dasar sarana berpijak dalam dunia pendidikan. Landasan pendidikan mengarah 22 | LANDASAN PENDIDIKAN pada pengetahuan mengenai studi pendidikan secara keseluruhan dari beberapa disiplin ilmu dan bidang studi. Landasan pendidikan memiliki fungsi yakni : 1. Sebagai pijakan utama yang kokoh dan adil untuk memastikan keadilan pendidikan seperti landasan hukum pendidikan 2. Barometer utama untuk memastikan kualitas pendidikan yang terarah sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya 3. Landasan perlindungan hukum untuk menjaga keadilan dan kemerataan pendidikan 4. Perlindungan fungsi pendidikan pada pakemnya agar tidak disalahgunakan untuk hal yang buruk. (Rosmita, 2021) Landasan pendidikan adalah tumpuan, dasar atau asas konseptual yang menyelubungi pendidikan secara keseluruhan. Landasan pendidikan bukan hanya melihat dari satu bidang ilmu, akan tetapi interdisipliner atau terintegrasi dengan beragam bidang pengetahuan. Fungsi landasan pendidikan adalah : 1. Sebagai pijakan utama yang kokoh dan adil untuk memastikan keadilan pendidikan seperti dalam landasan hukum pendidikan. 2. Barometer utama untuk memastikan kualitas pendidikan yang terarah sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. 3. Landasan perlindungan hukum untuk menjaga keadilan dan kemerataan pendidikan. 4. Perlindungan fungsi pendidikan pada pakemnya agar tidak disalahgunakan untuk hal yang buruk. (Saryanto, 2021) 23 | LANDASAN PENDIDIKAN Landasan pendidikan mempunyai ruang lingkup sebagai batasan proses pembelajaran sehingga peserta didik aktif dalam pengembangan potensi diri agar mempunyai kompetensi spritual keagamaan, dapat mengendalikan diri, kepribadian, cerdas, berakhlak mulia dan trampil yang dibutuhkan diri sendiri, masyarakat dan bangsa. Landasan pendidikan memiliki fungsi sebagai : 1. Acuan konsep dan teori untuk pendidikan dalam implementasi pendidikan. 2. Konsep dan dan bersikap untuk menjalankan kewajiban kependidikan. 3. Motivator dalam penemuan dan mencari konsepkonsep pendidikan. 4. Pendorong pemikiran kritis bagi teori pendidikan dalam pemilahan sesuatu yang dapat diimplementasikan dan dikembangkan pada proses pendidikan. 5. Pembentukan pola pikir dan pola kerja terhadap pelaksanaan pembelajaran. Landasan pendidikan merupakan sesuatu yang memiliki sifat konseptual berkaitan dengan pandangan umum tentang teori pendidikan dan pengajaran. Tujuan yang ingin dicapai melalui kajian landasan pendidikan adalah : 1. Pendidikan menjadi hak seluruh manusia tanpa syarat apapun. 2. Pemerataan pendidikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas bagi seluruh umat manusia. 3. Terjaganya hak pendidkan bagi seluruh kalangan tanpa terkecuali. 4. Pendidikan berfungsi sebagaimana mestinya, yakni memajukan dan membantu manusia untuk dan tidak 24 | LANDASAN PENDIDIKAN disalahgunakan untuk hal yang negatif. (Saryanto, 2021) Landasan pendidikan sarana tumpuan dalam pelaksanaan bidang pendidikan yang menjadi titik tolak dalam pendidikan dan mengacu pada teori. Landasan pendidikan menjadi penguat mencapai sistem pendidikan yang bermutu dan menjadi pemicu tumbuhnya kecerdasan sumber daya manusia dan memiliki pengetahuan yang berwawasan luas sehingga terwujud pola kerja dan pola pikir yang sesuai dan serasa pada bidang pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Tujuan landasan pendidikan adalah : 1. Pendidikan menjadi hak seluruh manusia tanpa syarat apa pun 2. Pemerataan pendidikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas bagi seluruh umat manusia 3. Terjaganya hak pendidikan bagi seluruh kalangan tanpa terkecuali 4. Pendidikan berfungsi sebagaimana mestinya, yakni memajukan dan membantu manusia untuk dan tidak disalahgunakan untuk hal yang negatif. Landasan pendidikan merupakan tempat bertumpu dalam melaksanakan pendidikan. Tujuan landasan pendidikan yaitu: 1. Terjaganya hak pendidikan bagi seluruh kalangan tanpa terkecuali. 2. Pendidikan berfungsi sebagaimana mestinya yakni memajukan dan membantu manusia dan tidak mudah terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif serta mengurangi kebodohan. 3. Pendidikan menjadi hak seluruh manusia tanpa syarat apapun. 25 | LANDASAN PENDIDIKAN 4. Pemerataan pendidikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas bagi seluruh umat manusia. (Daryono, 2021) Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, pendidikan menjadi proses timbal balik antara pendidik dan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai itulah yang dinamakan landasan pendidikan. Landasan menjadi pijakan pendidikan seharusnya menjadi sumber nilai dan kekuatan kebenaran yang memberikan fasilitas pelaksanaan kegiatan yang diperlukan. Nilai-nilai tersebut harus tercermin pada nilai-nilai secara umum pada seluruh segi kehidupan individu, serta standar nilai yang bisa dinilai pada program pendidikan yang selama ini dilaksanakan. Landasan pendidikan dibutuhkan untuk melaksanakan analisis kritis bagi kaidah kebijakan dan praktik bidang pendidikan. Landasan pendidikan membuat implementasi bidang pendidikan menjadi terarah sehingga permasalahanpermasalahan dalam bidang pendidikan dapat teratasi dengan baik. Pendidikan akan berlangsung dengan baik dan berkualitas jika mempunyai landasan yang kokoh, kuat. Pondasi pendidikan diumpamakan pondasi dasar dalam rangka mengkontruksi pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa. Landasan pendidikan berperan penting pada aspek pendidikan yaitu untuk membangun dasar pendidikan yang kuat, pendidikan tidak dapat terlaksana dengan baik apabila landasan pendidikannya tidak kuat. Pondasi pendidikan diumpamakan pondasi dasar dalam rangka pembangunan pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan melakukan bimbingan dan pengarahan kepada generasi penerus yang sesuai dengan nilai-nilai. Untuk mewujudkan 26 | LANDASAN PENDIDIKAN tujuan pendidikan diperlukan pembangunan fondasi pendidikan yang kuat. Peningkatan kualitas pendidikan harus dilaksanakan pada semua bidang secara bersamaan dan dilaksanakan oleh beragam pelaku yang memiliki peran dalam bidang pendidikan. Olehnya itu, perlu adanya landasan pendidikan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan pada bidang pendidikan. Landasan pendidikan memiliki fungsi sebagai titik tolak dalam pelaksanaan tugas yang profesional untuk membuat perencanaan dan melakukan penilaian pendidikan. Landasan pendidikan merupakan suatu asas konseptual pada aspek pendidikan secara menyeluruh yang membahas mengenai hakikat manusia sebagai individu pembelajar, suasana belajar, aliran pelaksanaan pendidikan, proses perubahan masyarakat sampai problema pendidikan. Pendidikan memerlukan landasan yang kokoh sehingga kesenjangan pendidikan antar individu dapat diatasi dengan baik sehingga pelaksanaan aspek pendidikan berlangsung dengan lancar, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan. C. Jenis-Jenis Landasan Pendidikan Landasan pendidikan pada umumnya membicarakan mengenai hakekat peserta didik sebagai individu yang memerlukan pendidikan dalam kehidupannya, keadaan bidang pendidikan itu sendiri, proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, pelaksanaan praktik pendidikan dan problem-problem yang terdapat dalam bidang pendidikan. Landasan dalam bidang pendidikan adalah: 1. Landasan filosofis pendidikan merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakekat pendidikan, yang berusaha menelaah masalahmasalah pokok dalam pendidikan. landasan filsafat 27 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. 3. 4. 5. 6. menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia. Landasan sosiologis pendidikan merupakan peristiwa sosial yang berlangsung dalam latar interaksi sosial. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari upaya dan proses saling memengaruhi antara individu yang terlibat di dalamnya. Landasan hukum pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut dengan berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan, penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu disalurkan oleh titik tumpu hukum yang jelas dan sah. Landasan kultural peristiwa pendidikan adalah bagian dari peristiwa budaya karena pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan timbal balik. Kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pendidikan, baik pendidikan informal, formal dan nonformal. Landasan psikologis pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Landasan psikologis pendidikan terutama tertuju kepada pemahaman manusia, khususnya berkenaan dengan proses belajar manusia. Landasan ilmiah dan teknologi, pendidikan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan penting dalam pewarisan dan pengetahuan, teknologi dan seni. Landasan ilmiah dan teknologi dijadikan sebagai 28 | LANDASAN PENDIDIKAN landasan dalam menentukan kebijakan dan praktik pendidikan. 7. Landasan ekonomi, manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan ekonomi. Sebab kebutuhan dasar manusia membutuhkan ekonomi perkembangan ekonomi pun menjadi pengaruh dalam bidang pendidikan. 8. Landasan sejarah memberikan pernana penting karena dari suatu landasan sejarah itu bisa membuat arah pemikiran kepada masa kini. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. 9. Landasan religius merupakan landasan yang paling mendasari dari landasan-landasan pendidikan, sebab landasan agama adalah landasan yang diciptakan oelh Allah Swt. Pendidikan agama adalah hak setiap individu peserta didik dan bukan negara atau oraisasi keagamaan. (Rasmiati, 2021) Pendidikan sebagai wadah yang sesuai untuk pengembangan dan pembangunan karakter individu menjadi manusia yang paripurna. Manusia dan pendidikan telah ada jalinan kaitan kausalitas, karena manusia sebagai makhluk yang memerlukan pendidikan sehingga pertumbuhan dan perkembangan manusia itu berlangsung secara normal dan optimal. Landasan dalam bidang pendidikan yakni: 1. Landasan Filosofis, landasan yang berhubungan dengan makna atau hakikat pendidikan dan berupaya telaah permasalahan-permasalahan penting pada pendidikan seperti apakah itu pendidikan, mengapa diperlukan pendidikan dan apa yang ingin dicapai pada tujuan pendidikan. 29 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. Landasan sosiologis, pendidikan adalah upaya dan proses saling memberikan pengaruh antara pribadi yang satu dengan pribadi lainnya, pendidikan dimaksud sebagai peristiwa sosial yang terjadi dari adanya interaksi sosial masyarakat. 3. Landasan hukum, dengan landasan hukum segala hak dan kewajiban pendidik dan peserta didik menjadi tertata dengan baik dan diharapkan tidak menimbulkan masalah yang merugikan individu lain. Kebijakan, pelaksanaan dan pengembangan pendidikan di masyarakat mendapat tumpuan hukum yang pasti dan valid. 4. Landasan kultular, kejadian yang terjadi pada pendidikan tidak terpisahkan pada peristiwa budaya, pendidikan dan kebudayaan saling berkaitan satu sama lain. Kebudayaan akan lestari dan berkembang jika diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat pendidikan. Landasan pendidikan merupakan asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan. Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya antara lain: 1. Landasan religius pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek atau studi pendidikan. 2. Landasan filosofis pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek atau studi pendidikan. 3. Landasan ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersummber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek 30 | LANDASAN PENDIDIKAN atau studi pendidikan. Landasan ilmiah pendidikan terdiri atas (1) landasan psikologis pendidikan (2) landasan sosiologis pendidikan (3) landasan antropologis pendidikan (4) landasan historis pendidikan. 4. Landasan yuridis atau hukum pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek atau studi pendidikan. (Pupu, 2021) Pendidikan memiliki landasan yang kokoh dalam penyelenggaraannya maka akan menjadi efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kebebasan belajar menjadi landasan pendidikan di Indonesia saat ini dikemas dalam kurikulum merdeka belajar. Landasan pendidikan kurikulum merdeka belajar memberikan siswa kebebasan dan kemerdekaan dalam mengembangkan potensinya. Landasan pendidikan mempunyai peran penting dalam pondasi pendidikan di Indonesia. Manfaat landasan pendidikan sebagai berikut : 1. Pondasi pendidikan yang kokoh. Landasan pendidikan merupakan pondasi awal dari segala proses pendidikan. Pondasi merupakan tumpuan dasar yang akan menyanggah hasil dari pendidikan tersebut. Pendidikan tidak akan berjalan dengan utuh jika tidak mempunyai landasan yang baik, oleh karena itu landasan pendidikan membangun pendidikan yang kokoh. 2. Sebagai tolok ukur/dasar Landasan pendidikan menjadi tolok ukur dan indikator utama kurikulum pendidikan agar tercipta peningkatan mutu kualitas belajar. 3. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional 31 | LANDASAN PENDIDIKAN Landasan pendidikan merupakan pedoman yang disepakati untuk dianut dalam pendidikan suatu bangsa untuk mencetak generasi penerus yang berkarakter. Mewujudkan cita-cita tersebut memerlukan landasan pendidikan. 4. Pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Landasan pendidikan merupakan pedoman yang disepakati untuk dianut dalam pendidikan suatu bangsa. Kesepakatan dalam kesatuan pendapat akan menciptakan nilai luhur dalam bentuk norma yang imperatif. Imperatif adalah sesuatu yang bersifat mengikat dan mewajibkan semua pelaksana pendidikan untuk terlibat dalam pengembangan pendidikan berdasarkan landasan yang dianut. (Agung, 2022) Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia, pada hakikatnya manusia adalah makhluk berpikir membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan dan meningkatkan dirinya. Pendidikan adalah kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena pendidikan menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Pendidikan ditujukan kepada manusia dalam rangka pengembangan potensi dasar manusia itu sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangan berlangsung baik dan sesuai dengan karakteristik manusia itu. Pendidikan akan mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan perubahan dan perkembangan kehidupan manusia dan perkembangan masyarakat. Olehnya itu, pendidikan memerlukan landasan yang kuat dan kokoh untuk mengantisipasi perkembangan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga pendidikan tetap berada dalam pijakan yang sesuai dengan falsafah negara. Landasan pendidikan merupakan dasar untuk mengembangkan kependidikan dalam seluruh 32 | LANDASAN PENDIDIKAN aspeknya. Landasan pendidikan merupakan dasar pijakan dalam pengimplementasian pendidikan. Landasan pendidikan berperan penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 33 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Aprianto, Iwan, dkk. (2021). Landasan Pendidikan. Klaten: Lakeisha Daryono, dkk. (2021). Kontribusi Landasan Pendidikan Dalam Aspek Humas Pendidikan. Pasuruan: Lembaga Academic & Research Institute. Gazali, Novri. (2022). Landasan Pendidikan. Malang: Ahlimedia Press. Neolaka, Amos dan Grace Amialia A. Neolaka. (2017). Landasan Pendidikan Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Jakarta: Kencana Prihatmojo, Agung, dkk. (2022). Pengantar Landasan Pendidikan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis. Rahmat, Pupu Saeful. (2021). Landasan Pendidikan. Surabaya: Scopindo Media Pustaka. Raihan, Siti. dkk. (2022). Ilmu Pendidikan. Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi. Saryanto, dkk. (2021). Dasar-Dasar Pendidikan. Pasaman Barat : CV. Azka Pustaka. Serevina, Vina. (2020). Fundamentals of Education (Pentingnya Memahami Landasan Pendidikan). Jakarta: Elex Media Komputindo. Subakti, Hani, dkk. (2022). Landasan Pendidikan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis. Siregar, Rosmita Sari. dkk. (2021). Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis. Yulianti, Margaretha. (2021). Landasan Pendidikan. (Book Chapter Dasar-Dasar Pendidikan). Pasaman Barat: CV. Azka Pustaka 34 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Andi Fitriani Djollong, lahir di Kota Parepare Sulawesi Selatan 22 September 1971. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 47 Parepare tamat tahun 1984, Madrasah Tsanawiyah Negeri Parepare tamat tahun 1987, Pendidikan Guru Agama Negeri Parepare tamat tahun 1990, strata 1 di Institut Agama Islam Negeri Alauddin Parepare tamat tahun 1995, strata 2 di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tamat tahun 2009, strata 3 di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar tamat tahun 2020. Dosen pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Parepare sejak tahun 2001. Aktif dalam persyarikatan Muhammadiyah yaitu Nasyiyatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Aisyiyah. 35 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 3 36 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 3 PENGERTIAN PENDIDIKAN MENURUT PARA PAKAR A. Konsep Pendidikan Pendidikan anak selalu menjadi hal yang menarik dan menjadi topik perbincangan para profesional pendidikan dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan zaman. Pendidikan saat ini dikembangkan dalam teori pendidikan yang lebih menekankan kepada anak usia dini dalam menanamkan keterampilan berbagai unsur kecerdasan. Upaya mengembangkan kecerdasan dilakukan secara efektif sejak usia dini. Karena itu adalah masa keemasan atau yang sering disebut dengan Golden Age. Proses perkembangan otak saat ini relatif cepat. Dalam tahapan kehidupan manusia, usia dini merupakan usia kritis. Salah satu faktor yang akan menentukan perkembangan kehidupan anak selanjutnya adalah tahapan tersebut. Unsur-unsur kecerdasan yang dapat dikembangkan adalah kecerdasan logika aritmatika, kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan visual khusus, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalistik, dan kecerdasan eksistensial. Pada saat anak memasuki usia dini, semua unsur-unsur kecerdasan tersebut dikembangkan agar apat berkembangkan secara optimal. Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan hak setiap anak, hal ini sesuai dengan ketentuan perlindungan anak Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 37 | LANDASAN PENDIDIKAN 2002, Bab 1, Pasal 1, Ayat 2, yang berbunyi "Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Menurut KBBI, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku individu atau sekelompok orang untuk mendewasakan manusia melalui kegiatan pengajaran dan pelatihan. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, pengertian pendidikan adalah upaya sadar untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tugas-tugas masa depan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau pendidikan. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk tercapainya suasana dan proses belajar sedemikian rupa agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan aktif. . yang mereka, masyarakat, bangsa dan negara butuhkan. B. Pendidikan Menurut Amartya Sen Amartya Kumar Sen lahir pada tanggal 3 November 1933, beliau adalah seorang ekonom India. Amartya Sen dikenal karena karyanya tentang kelaparan, teori pembangunan manusia, ekonomi sosial, mekanisme dasar kemiskinan dan liberalisme politik. Peran pendidikan dalam pengentasan kemiskinan telah dipelajari oleh para ekonom seperti Arartya Sen dan Jeffery Sachs. Mengapa kemiskinan masih bertahan di banyak negara berkembang, khususnya di 38 | LANDASAN PENDIDIKAN Indonesia? Menurut Armatya Sen, ini merujuk pada kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan individu yang terbelenggu oleh sistem politik dan tidak bisa membiarkan banyak orang memilih. penderitaannya. Orang biasa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan apa yang disebut devaluasi dan keterampilan potensial orang. Deprivasi kapasitas pembangunan merupakan penyedia kapasitas manusia sebagai salah satu modal dasar pembangunan. Strategi Timur adalah strategi di mana pentingnya modal manusia dalam hal pembangunan manusia tinggi. India dan Cina sangat mementingkan pengembangan keterampilan manusia. Terdapat kaitan antara pendidikan dan pengentasan kemiskinan. Dalam buku The End of Poverty, salah satu mekanisme pengentasan kemiskinan adalah pembangunan sumber daya manusia, khususnya pendidikan dan kesehatan. Menurut Sen, pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan produktivitas. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pemikiran Sen dan Jeffery: 1. Pentingnya kemandirian dalam perkembangan kepribadian manusia, suatu proses pendidikan yang menangkap kebebasan pribadi atau tidak mengembangkan keterampilan. Tentu tidak bisa diharapkan masalah kemiskinan akan teratasi. Menurut Sen, kemiskinan tidak hanya dalam arti ekonomi, tetapi juga kemiskinan politik, pendidikan yang buruk, kesehatan yang buruk. Pendidikan untuk pembebasan rakyat sesuai dengan konsep Armatya Sen. 2. Penanggulangan kemiskinan dapat dicapai tidak hanya melalui pembangunan sektor tertentu, tetapi melalui pembangunan beberapa sektor penting yang 39 | LANDASAN PENDIDIKAN terkait dengan kepentingan masyarakat secara umum. Program penting adalah pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Jadi setiap orang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lebih produktif, yang meningkatkan pendapatan. Dengan demikian, pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan pengucilan sosial, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dari sudut pandang ini, negara memiliki kewajiban untuk memberikan layanan pendidikan kepada setiap warga negara. Setidaknya pada tingkat pendidikan dasar. Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 1948 menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh setiap negara. Itulah sebabnya ketersediaan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, telah menjadi kewajiban masyarakat internasional. Seperti yang ditunjukkan oleh KTT Pembangunan Sosial 1995 di Kompenhagen dan Forum Pendidikan Dunia 2000. C. Pendidikan Menurut Jean Jacques Rousseau Jean Jacques Rousseau atau biasa dikenal dengan J.J. Rousseau lahir dari sebuah keluarga di Jenewa, Swiss, tetapi menghabiskan sebagian besar hidupnya di Prancis. Ia dikenal karena bukunya "Emile" odu de education, di mana ia menjelaskan cara ideal untuk mendidik anak sejak lahir hingga remaja. Bukunya yang berjudul Emile tidak hanya mencerminkan perspektif pendidikan, tetapi juga menunjukkan pemikiran yang berorientasi politik. Dia 40 | LANDASAN PENDIDIKAN berkata bahwa "Tuhan menciptakan semua hal yang baik, tetapi karena adanya campur tangan manusia yang dapat menjadikannya buruk." Rousseau mengusulkan untuk kembali ke alam (return to nature) dan pendekatan pendidikan anak secara alami yang dikenal dengan naturalisme. Menurut Rousseau, anak berkembang dengan mudah dengan bantuan naturalisme. Oleh karena itu, ia menolak untuk adanya pakaian yang beseragam, wajib hadir, pengetahuan dasar minimal, tes standar dan keterampilan kelompok karena semuanya cenderung ke arah hal-hal yang tidak natural. Pendidikan yang bersifat alamiah menghasilkan dan merangsang pengembangan kualitas seperti kebahagiaan, spontanitas dan rasa ingin tahu. Buku Emile menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak ada setelah manusia dan yang dibutuhkan selama perkembangan diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan diperoleh dari alam, manusia atau benda. Rousseau percaya bahwa meskipun kita memiliki kendali yang diperoleh berdasarkan pengalaman sosial dan sensoris, kita tetap tidak dapat mengendalikan pertumbuhan alami. Pada dasarnya hal ini disebut sebagai konsep “unfolding” yang bersifat bawaan dalam diri anak terhadap apa yang terjadi, “unfolf” merupakan hasil dari kematangan yang dikaitkan dengan rencana perkembangan bawaan. Rousseau sangat yakin bahwa ibu dapat menjamin pendidikan secara alami. Sangat dianjurkan agar ibu kembali menyusui anaknya sendiri, pada saat itu banyak ibu terutama yang dari kalangan atas tidak mau menyusui anaknya sendiri padahal itu memungkinkan. Prinsip dari pendidikan menurut Rousseau adalah dalam membesarkan anak, orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. 41 | LANDASAN PENDIDIKAN D. Pendidikan Menurut John Dewey John Dewey menunjukkan bahwa konsep pendidikan adalah proses pembentukan keterampilan intelektual dan emosional dasar terhadap alam dan sesama manusia. John Dewey adalah salah satu tokoh Amerika yang mempengaruhi pendidikan di Amerika. Sebagai profesor filsafat di Universitas Chicago dan Columbia, tulisan dan pengalamannya dalam praktik pendidikan membuatnya terkenal. Teori pengajaran Dewey yang sering disebut progresivisme menekankan kepentingan siswa dan anak di atas mata pelajaran itu sendiri, dari pengertian tersebut mengalir pengertian tentang kurikulum yang berpusat pada anak dan sekolah yang berpusat pada anak (child centered curriculum dan child centered schools). Gerakan progresif mengklaim bahwa sekolah harus mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa kini, bukan masa depan yang tidak pasti. Seperti yang tertulis dalam “My Pedagogical Creed”, pendidikan adalah proses kehidupan, bukan persiapan masa depan. Di kelas yang mengikuti teori Dewey, anak-anak melakukan aktivitas fisik seperti berlari, melompat, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan ini, anak-anak melalui proses pendidikan kemudian mengembangkan minatnya di bidang lain. Anak-anak yang lebih maju belajar menggunakan alasalas dan objek-objek. Dewey mempertimbangkan ekspresi dan minat yang terkait dengan aktivitas atau pekerjaan seperti memasak dan pertukangan. Mencari minat pada halhal baru dan menggambarkan atau menjelaskan bagaimana sesuatu terjadi. Ketertarikan pada masalah sosial tercermin 42 | LANDASAN PENDIDIKAN dalam cara seseorang intrapersonal. menangani hubungan secara E. Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah pedoman dalam kehidupan tumbuh kembang anak. Tujuannya adalah untuk mengarahkan semua kekuatan alam pada anak-anak ini agar mereka dapat mencapai tingkat keamanan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat. Pendidikan adalah kunci untuk membangun sebuah bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan upaya mengarahkan segenap daya kodrat anak, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, untuk mencapai tingkat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ki Hajar Dewantara menunjukkan betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan merupakan kunci untuk membangun suatu bangsa, pendidikan memiliki proses pembelajaran yang menentukan hasil dari tujuan pendidikan, maka Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa belajar harus sesuai dengan Cipta, Rasa, dan Krasa. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang baik, harus ada rencana pembelajaran. Hal-hal yang harus dicapai untuk mencapai tujuan tersebut adalah terpenuhinya unsur-unsur pembelajaran. Unsur-unsur belajar, yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut: a. Peserta didik Manusia adalah makhluk yang berbudi luhur. Budi artinya adalah jiwa yang telah melewati ambang kecerdasan tertentu untuk menunjukkan perbedaan yang jelas dari jiwa binatang. Ketika hewan hanya berisi nasu-nafsui, naluri dan 43 | LANDASAN PENDIDIKAN kekuatan lainnya, yang semuanya tidak cukup kuat untuk melawan kekuatan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam jiwanya. Jiwa binatang hanya mampu melakukan tindakan yang diperlukan untuk mendukung kebutuhan hidupnya yang sederhana, seperti makan, minum, bersuara, berjalan, dan lain sebagainya. Manusia adalah individu yang memiliki daya cipta, rasa, tujuan, yang memahami dan menyadari keberadaannya, yang dapat mengatur, menentukan dan mengendalikan diri, yang memiliki akal dan kehendak, yang memiliki keinginan untuk mengembangkan kepribadiannya secara lebih baik dan lebih utuh. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki sifat bawaan. Hal ini juga tersirat dalam teori psikologi bahwa setiap orang memiliki karakteristik bawaan yang kemudian berkembang melalui interaksi lingkungan tanpa mempertimbangkan aspek usia seseorang. Karakter siswa yang dibawa ke sekolah merupakan akibat dari pengaruh lingkungan. Hal ini berdampak besar pada keberhasilan dan kegagalan individu selama periode perkembangan berikutnya. b. Pendidik Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dalam pengertiannya sendiri adalah proses memanusiakan manusia, yaitu mengangkat manusia ke derajat manusia. Pendidikan harus terus membebaskan manusia dari aspekaspek kehidupan batin (otonomi pemikiran dan keputusan, martabat manusia, cara berpikir, demokrasi). Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa pedoman untuk menciptakan budaya pendidik yang positif. Semboyan 44 | LANDASAN PENDIDIKAN trilogi pendidikan mencakup semua pelaku di bidang pendidikan atau guru dan siswa, yaitu: 1. Tut Wuri Handayani Ketika guru berada di belakang, guru harus bisa memberi semangat dan membimbing. 2. Ing Madya Mangun Karsa Guru perlu mengembangkan prakarsa dan gagasan di kalangan siswa. 3. Ing Ngarsa Sung Tuladha Ketika guru berada di depan, guru harus memberi contoh atau keteladanan dengan perbuatan yang baik. c. Tujuan pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah pedoman dalam kehidupan tumbuh kembang anak. Pendidikan harus mengarahkan semua kekuatan kodrat kepada anak-anak ini dengan cara yang terarah sehingga mereka dapat mencapai keamanan dan kebahagiaan yang sebesar-besarnya sebagai manusia dan anggota masyarakat. Orang yang mandiri adalah tujuan dari pendidikan Ki Hajar Dewantara. Merdeka secara fisik, mental dan spiritual. Kebebasan pribadi dibatasi oleh tatanan koeksistensi, yang mengedepankan sikap seperti keharmonisan keluarga, kebijaksanaan, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggung jawab dan disiplin. Perlu ditekankan bahwa didikan Ki Hajar Dewantara adalah tuntunan. Berdasarkan pengertian tersebut, dianggap bahwa hasil perkembangan anak didik berada di luar kuasa pendidik. Karena siswa adalah makhluk hidup yang dapat berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing. Pendidik hanya mengembangkan fitrah yang ada agar peserta didik dapat berkembang dengan baik. 45 | LANDASAN PENDIDIKAN d. Asas pendidikan Konsep pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara memiliki 5 asas diantaranya: 1. Asas kemerdekaan 2. Asas kodrat alam 3. Asas kebudayaan 4. Asas kebangsaan 5. Asas kemanusiaan Berdasarkan kelima prinsip tersebut disimpulkan bahwa belajar menurut Ki Hajar Dewantara harus didasarkan pada kemampuan pribadi yang selaras dengan kodrat dan tidak bertentangan dengan budaya toleransi dan perlindungan hak orang lain. Kemandirian atau kemampuan pribadi mengusahakan agar siswa bebas mengembangkan Cipta, Rasa, dan Krasa. Dalam proses pembelajaran, kodrat alam bertujuan agar peserta didik tidak melalaikan tanggung jawabnya, baik terhadap Tuhan, terhadap lingkungan masyarakat, maupun terhadap diri sendiri. Pendidikan juga harus sesuai dengan kebangsaan karena peserta didik akan hidup dan berinteraksi di masyarakat luas. Agar mereka dapat diterima di masyarakat setempat. e. Metode belajar Metode among adalah metode pendidikan yang diusung Ki Hajar Dewantara. Tujuan dari metode ini adalah untuk menjaga kelangsungan hidup batin para siswa dengan memantau dan membimbing mereka. Tidak hanya pengembangan internal siswa, tetapi juga untuk menjaga kondisi batin siswa dalam kondisi baik. Berdasarkan pernyataan tersebut, pendidik berkomitmen untuk mengembangkan peserta didik sesuai 46 | LANDASAN PENDIDIKAN dengan fitrah peserta didik dan karakter lingkungan budaya setempat. Tujuannya agar siswa dapat mengendalikan diri. Menurut Ki Hajar Dewantara sistem Among terbagi menjadi dua dasar, yaitu sebagai berikut: 1. Kemmerdekaan sebagai syarat untuk merangsang dan menggerakkan kekuatan fisik dan mental, agar seseorang dapat hidup mandiri dan berdiri sendiri. 2. Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupan dan berkembang untuk mecapai kemajuan secepat dan sebaik mungkin. Berdasarkan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara di atas, maka metode pembelajaran yang digunakan adalah metode yang menekankan pada kepercayaan diri setiap siswa. Hal ini terlihat dari langkahlangkah yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yang melihat pentingnya tindakan. Siswa diajari untuk bertindak berdasarkan informasi yang diterima. Hal ini menjelaskan bahwa menurut Ki Hajar Dewantara, kemandirian individu merupakan tujuan akhir pendidikan. Dari uraian pemikiran pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan suatu hal yang sangat penting. Pendidikan anak sangat menentukan kehidupan masa depan mereka. Teori-teori para ahli pada umumnya bersifat psikologis akademis, meskipun terdapat perbedaan fokus, namun dapat ditarik benang merah dari beberapa kajian tersebut, yaitu bahwa pendidikan anak harus bersifat holistik, tidak hanya bersifat psikologis atau akademik, tetapi kombinasi keduanya. 47 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Indarti S H. (2017). Pembangunan Indonesia dalam Pandangan Amartya Sen. The Indonesian Journal of Public Administration. Ustama D D. (2009) Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ilmu Administrasi dan kebijakan Publik. Mujito W E. (2014). Konsep Belajar menurut Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Kesuma D. (2003). Filsafat Pendidikan Naturalisme Rousseau. Seminar Akademis. 48 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Andi Yustira Lestari Wahab. S.Pd., M.Pd. Lahir di Makassar Sulawesi selatan 10 juni 1988. Penulis Telah menempuh Pendidikan di SD Negeri 2Terang- Terang Bulukumba (1994-2000), SMP Pesantren Pondok Madinah Makassar (2000-2003), SMA Negeri 5 Makassar (2003-2006) Menyelesaikan studi S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Malang.(UM) Pada Tahun (2006-2010), dan S2 Pendidikan Ekonomi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Tahun 2015.penulis mulai aktif sebagai dosen di Program studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Syach Yusuf (UNIS) Tangerang. Penulis juga aktif dalam kegiatan Penelitian dan pengabdian Kepada Masyarakat 49 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 4 50 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 4 SASARAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN A. Sasaran Pendidikan Sasaran pendidikan tentunya adalah manusia itu sendiri. Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuh kembangkan potensi yang ada pada diri manusia baik sumber dayanya maupun potensi jati dirinya sehingga menjadi manusia yang cerdas berguna bagi masyarakat dan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa. Oleh karenanya, pendidikan harus ditempatkan di puncak prioritas urusan pemerintah untuk kemajuan Bangsa dan Negara. Dalam khazanah Islam, pendidikan memiliki visi dan misi yang sangat ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam terkait persoalan hidup yang multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi ini. Manusia diutus dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Hujair AH. Sanaky (2003) mengatakan; Visi-misi “Rohmatan Lil ‘Alamin” sendiri dimaknai untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis. Dengan begitu, jelas sasaran dan tujuan pendidikan adalah manusia sebagai satu-satunya mahkluk di muka bumi 51 | LANDASAN PENDIDIKAN untuk menjaga dan melestarikan alam raya dengan segala kemapuan yang dimilikinya sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, maju dan selaras dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 2013 Pasal 4 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah; “Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat”. Tolok ukur kemajuan suatu bangsa adalah meningkatnya sumber daya yang berkualitas dan itu bisa dinilai dari sistem pendidikannya. Apabila sistem pendidikannya berlangsung dengan baik serta berkembang maka keberhasilan pendidikan akan tercapai jika mutu penddikannya meningkat. Daud dan M. Nor (1998) menjelaskan, terdapat dua pandangan teoretis tentang tujuan pendidikan secara umum. Pertama, berorientasi kepada masyarakat, pandangan ini menganggap bahwa pendidikan itu adalah sarana utama dalam menciptakan rakyat yang baik, baik untuk sistem pemerintahan yang demokratis, oligarkis maupun monarkis. Kedua, berorientasi kepada individual, dan terbagi ke dalam dua pandangan pula, pertama: bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan ekonomi dan bermasyarakat, jauh lebih berhasil dari apa yang dicapai pendahulu mereka. Dalam arti kata, pendidikan adalah jenjang mobilitas sosialekonomi suatu masyarakat tertentu. Kedua, adalah lebih 52 | LANDASAN PENDIDIKAN menekankan pada peningkatan aspek intelektual, aspek kekayaan dan keseimbangan jiwa peserta didik itu sendiri. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional dinyatakan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi untuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut di atas melalui tiga model pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah yang berjenjang, pendidikan informal adalah pendidikan yang berlangsung di lingkungan keluarga sedari lahir, sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang berlangsung di lingkungan masyarakat sekitar dalam wadah kearfan lokal yang dilakukan pegiat pendidikan di lingkungannya. Setiap kegiatan pendidikan adalah suatu proses yang menuju ke suatu tujuan dan sangat ditentukan oleh tujuantujuan akhir. Lumrahnya tujuan tersebut ditentukan oleh esensi di lingkungan masyarakat misalnya integritas dan kematangan seseorang, kesempurnaan pribadi—kalau dalam Islam—disebut kepribadian muslim misalnya integritas jasmani, rohani emosional dan etis dari indivisu ke manusia paripurna. Tujuan pendidikan akan terus terikat dengan zamannya. Di beberapa Negara pendidikan selalu menyatu 53 | LANDASAN PENDIDIKAN dengan unsur filsafat, budaya yang dominan dimana ia berada. Misalnya sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan di Amerika adalah: The Objective of self-realization; The objective human relationship; the objective of economic efficiency; The objective of civic responsibility. 2. Tujuan pendidikan di Jerman Barat adalah: kesehatan dan kecakapan; kesanggupan untuk hidup bermasyarakat dan pendidikan untuk berpolitik; membawa anak secara humanitis ke dunia kerohanian; memahami agama dan melaksanakannya sebaik mungkin; 3. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi untuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dalam membina manusia tidak bertumpu pada tujuan akhir saja, diperlukan rincian dalam ilmu pendidikan berupa tujuan-tujuan khusus. Muhammad Anwar (2015) mengutip Herbert Spencer menjelaskan tujuh prinsip utama pendidikan yaitu; (1) Health (pendidikan); (2) Command of fundamental process, not ably the three R’s (menguasai 3R: membaca, menulis, aritmatik); (3) Worthy home membership (anggota keluarga yang berguna); (4) Vacation (pekerjaan); (5) 54 | LANDASAN PENDIDIKAN Civilization (fungsi kewarganegaraan); (6) Worthy use of leisure time (pendayagunaan waktu luang); (7) Ethical Character (etika susila). Dalam taksonomi tujuan pendidikan dapat diperinci meliputi: (1) Pembinaan kepribadian (nilai formal) yang terdiri dari sikap, daya piker rasional, objektivitas, loyalitas kepada ideology bangsa dan ideologi dan sadar nilai-nilai agama dan moral. (2) Pembinaan aspek pengetahuan (nilai material) yaitu nilaiilmu itu sendiri; (3) Pembinaan aspek kecakapan, ketrampilan dan nilai-nilai praktis dan (4) Pebinaan jasmani yang sehat. Dapat ditarik kesimpulan dari tujuan pendidikan nasional Indonesia sesuai dengan undang-undang No. 20 tahun 2003, pendidikan diupayakan berawal dari manusia apa adanya (aktualisasi) dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada (potensialitas), kemudian diarahkan menuju terwujudnya manusia yang seharusnya atau semestinya (idealitas). Tujuan pendidikan tiada lain adalah agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kapada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang mulia, sehat, cerdas, peduli, mempunyai keinginan kuat, dan berkarya; sanggup memenuhi berbagai kebutuhan secara wajar, sanggup mngendalikan egonya; berkepribadian, berbaur dengan bermasyarakat serta berbudaya. Sedangkan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, pendidikan dan kebudayaan, dirumuskanlah bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan pembukaan UUD 1945. Selanjutnya dalam UU No. 2 tahun 1989 dikuatkan lagi bahwa pendidikan nasional itu bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan 55 | LANDASAN PENDIDIKAN bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab dalam kemasyarakatan dan kebangsaan. B. Fungsi Pendidikan Fungsi pendidikan dijelaskan dalam pasal 3 undangundang No. 20 tahun 2003 yaitu ’’Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi pendidikan adalah bertujuan menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi yang diurakan diatas jelas menunjukan bahwa pendidikan nasional Indonesia lebih mengedepankan pembangunan karakater, sikap dan transformasi nilai-nilai filosopis bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan nasionalisme warganya dan mampu berani bersaing di kancah global. 56 | LANDASAN PENDIDIKAN Idi (2001) menyebutkan ada beberapa pengertian dan pemahaman terkait dengan fungsi dan tujuan pendidikan bagi masyarakat yang akan dijelaskan sebagai berikut; Pertama, fungsi pendidikan sebagai alat sosialisasi. Pada zaman pra industri, generasi baru selalu mengikuti cara hidup generasi sebelumnya. Generasi kita selalu meniru pendahulunya dengan terjun langsung kedalam fenomena yang ingin diketahuinya. Dimulai dengan mengamati sampai meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Dengan begitu para anak-anak dapat mengenali simbol, bahasa yang berlaku di dalam ruang lingkup orang-orang dewasa. Majunya suatu masyarakat ditandai oleh kemajuan budayanya dan saling berkaitan antara kelompok masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya yang kemudian perubahan kebudayaan itu telah mempengaruhi perubahan sosial. Transformasi tersebut tentunya membutuhkan tempat agar terjadi perubahan budaya yang baik, efisien dan tersistematis yaitu dengan menggunakan sarana pendidikan formal seperti sekolah-sekolah dan didukung oleh pendidikan non formal lainnya. Idi (2014) menyatakan, pendidikan juga mempromosikan terkait cita-cita sosial yang akan dicapainya. Peserta didik didorong dan diarahkan untuk mengikuti kegiatan yang telah dilakukan oleh generasi pendahulunya karena dianggap sebagai budaya yang sedang berlaku. Dengan cara demikian anak-anak diarahkan berperilaku sopan, hormat dan patuh kepada orang tua dan norma-norma yang berlaku. Kedua, Fungsi pendidikan sebagai kontrol sosial. Jeane H. Ballantine (1983) mengemukakan pendapat Emil Durkheim bahwa pendidikan moral digunakan untuk meredam keegoisan dan kerakusan individual menjadi 57 | LANDASAN PENDIDIKAN manusia yang berintegral serta memilki tanggung jawab dan kesadaran sosial. Melalui pendidikan tersebut, setiap orang akan berupaya menerapkan nilai-nilai kedalam kehidupan sehari-hari serta memberikan dukungan untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berfungsi untuk menjaga dan mengembangkan tatanan sosial dan kontrol sosial tersebut dengan mengasimilasi nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Di Negara kita, sekolah harus menanamkan nilai-nilai filosofis Pancasila kepada peserta didik sebagai landasan bangsa. Ketiga, fungsi pendidikan sebagai pelestari budaya. Sekolah selain berperan penting dalam mempersatukan budaya bangsa, sekolah juga menjadi sarana pelestari budaya yang masih dipertahankan. Misalnya muatan-muatan local yang ada di sekolah Seperti bahasa daerah, kesenian daerah dan budi pekerti. Fungsi sekolah sebagai wahana konservasi nilai-nilai budaya daerah diantaranya meliputi; (a) salah satu lembaga masyrakat dalam rangka mempertahankan nilai-nilai tradisonal di daerahnya, (b) sekolah memiliki tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa untuk menyatukan nilai-nilai yang beragam demi kepentingan nasional. Untuk memenuhi dua tuntutan itu perlu disusun kurikulum yang baku dan berlaku disemua daerah yang memiliki kesesuaian terhadap nilai-nilai dan kearifal lokal. Artinya sekolah bertanggung jawab mendidik siswa menjadi generasi yang cinta daerah, bangsa, dan tanah airnya. Keempat, fungsi pendidikan sebagai seleksi. Sekolah sebagai lembaga pelatihan dan pengembangan memiliki dua unsur yang meliputi (1) sekolah digunaakan untuk 58 | LANDASAN PENDIDIKAN menyiapkan tenaga kerja yang professional, maka sekolah membuka berbagai jurusan untuk menyiapkan tenaga ahli dibidagnya. (2) sekolah digunakan sebagai alat untuk memotifasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap karir dan pekerjaannya. Sekolah memiliki fungsi pengajaran, pelatiham, dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga kerja yang kompeten dibidangnya. Fungsi pelatihan untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil di bidangnya, sedangkan fungsi pendidikan untuk mempersiapkan pribadi yang baik dan seorang pekerja yang sesuai dengan bidangnya. Kelima, fungsi pendidikan sebagai perubahan sosial. Pendidikan memiliki fungsi dan tujuan untuk melakukan perubahan sosial, yang meliputi : a) Reproduksi budaya. Di dalam pendidikan sekolah siswa akan diajarakan kebiasaan-kebiaasaan baru yang dapat merubah kebiasaan lama menjadi lebih modern, kebiasaan tersebut meliputi orientasi ekonomi, kemandirian, kompetensi, sikap dan lain-lain. Usahausaha tersebut berdasarkan dengan pola pikir ilmiah yang secara nyata itu meruapakan lawan bagi pola pikir yang lama, sehingga seseorang akan dapat dengan mudah melakukan pandangan yang objektif dan mempermudah manusia menguasai alam sekitarnya. b) Defusi budaya. Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil berdasarkan dari hasil budaya dan defusi budaya. Sekolah-sekolah juga akan menanamkan nilai-nilai baru guna mempermudah siswa untuk menjadi bagian anggota masyarakat. Keenam, fungsi pendidikan sebagai partner masyarakat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah 59 | LANDASAN PENDIDIKAN partner masyarakat karena adanya timbal balik antara sekolah dengan masyarakat. Kedua pihak memiliki manfaat dan peran penting bagi pembinaan moral, material, dan pemanfaatan masyarakat sebagai sumber belajar. Mulyasa (2008) menjelaskan, Jenis hubungan pengembangan adalah salah satu yang ada antara sekolah dan masyarakat, membantu siswa tumbuh. Menurut teori fungsional struktural Tallcot Parson, sekolah dalam hal ini merupakan sistem sosial integral dari suatu jenis masyarakat. Sementara itu, pemerintah menggunakan pendidikan karena merupakan salah satu cara untuk melaksanakan keberpihakan dan proses pembentukan bangsa yang baik bagi negara. Dalam hal ini, pendidikan berfungsi sebagai katalis untuk berbagai kepentingan, termasuk kepentingan sosial dan politik. Peran pemerintah dalam pendidikan pada hakekatnya adalah untuk melatih generasi penerus menjadi warga negara yang lebih baik dengan cara-cara sebagai berikut: Pertama, menciptakan generasi penerus bangsa. mampu menghasilkan anggota generasi penerus yang dapat diandalkan dalam berbagai bidang. Hal ini terkait dengan fakta bahwa ada berbagai tingkat pendidikan dan jurusan yang tersedia, yang dapat membantu menghasilkan sejumlah besar anak muda yang bergantung pada bidang yang mereka pelajari, bermanfaat bagi banyak orang. Kedua, pendidikan sebagai sarana evaluasi kepedulian terhadap generasi penerus bangsa. UU No. menyatakan hal ini. Pasal 4 ayat 6 UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan oleh masyarakat. Diharapkan masyarakat menyadari pentingnya memelihara dan mengembangkan bakat generasinya untuk menuju masyarakat yang lebih baik sebagai hasil kontribusi 60 | LANDASAN PENDIDIKAN masyarakat yang signifikan terhadap penyelenggaraan sistem pendidikan nasional Indonesia. Ketiga, sebagai alat untuk mengubah nilai. Di Indonesia, pendidikan tidak hanya menitikberatkan pada peningkatan kemampuan kognitif siswa tetapi juga pada pendidikan sesuai dengan pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 yang menekankan pada kesesuaian pendidikan dengan nilai, norma, dan budaya masyarakat. Hal ini bertujuan agar output pendidikan tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat. sehingga dalam pelaksanaannya menekankan pada perubahan nilai, norma, dan budaya lingkungan sekolah. Idi (2014) mengemukakan, Masyarakat sangat diuntungkan dengan menggunakan pendidikan untuk mengubah nilai-nilai tersebut karena memungkinkan nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat diwariskan kepada generasi berikutnya. sehingga nilai-nilai masyarakat dapat terus eksis. Keempat, menyampaikan pengetahuan dan pemahaman. Setiap siswa pengetahuan dan pemahaman ilmu pengetahuan secara keseluruhan dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Ini adalah tujuan utama dan manfaat pendidikan, menjadikannya salah satu aspek yang paling signifikan. Setiap siswa akan mendapat manfaat dari pendidikan dalam memahami dan menjadi akrab dengan berbagai ilmu yang berkembang. Kelima, menghentikan kejahatan. Seseorang akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, dengan pendidikan. Tentunya hal ini akan berdampak dan juga membantu dalam pencegahan kejahatan. 61 | LANDASAN PENDIDIKAN Keenam, membentuk identitas bangsa. Pembentukan karakter bangsa yang bermartabat merupakan fungsi pendidikan selanjutnya. Pendidikan juga harus berperan dalam pembangunan karakter bangsa yang bermartabat, bermoral, dan berakhlak mulia sesuai dengan tujuannya. Secara alami, etika kebangsaan memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan bangsa secara keseluruhan. 62 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Anwar, Muhammad (2015) Filsafat Pendidikan; Jakarta: Kencana Daud, W & Nor, W.M. (1998). Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam; Syed M. Naquib al-Attas. Bandung: Mizan Idi, Abdullah. (2001) The Conditions For Learning at University: A Comparasion Between Indonesia and Tasmania, Australia; Palembang: Unsri Pers Idi, Abdullah. (2014) Sosiologi Pendidikan; Jakarta: Rajawali Pers. Mulyasa. (2008) Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan; Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyasa. (2012) Manajemen Pendidikan Karakter; Jakarta: Bumi Aksara. Sanaky, Hujair AH. (2003) Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI Sastrawijaya, A.Tresna. 1991. Pengembangan Program Pembelajaran; Jakarta: Rineka Cipta. 63 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Ariesta Setyawati lahir di Jakarta, 21 Juli 1992. Perempuan yang hoby memasak ini menyelesaikan pendidikan di SMK Manbaul Ulum Ashiddiqiyah 2 Tangerang, kemudian melanjutkan jenjang S-I Pendidikan Agama Islam di Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang dan S-2 di UIN SMH Banten pada jurusan yang sama. Selain aktif mengajar di UNIS sebagai dosen FAI dan MKDUPAI, beliau juga aktif pada Karang Taruna Kota Tangerang Bidang Organisasi dan Kelembagaan dan Karang Taruna Provinsi Banten Bidang Pemberdayaan Perempuan. Kecintaannya kepada organisasi dan kegiatan sosial melibatkan dirinya aktif di berbagai organisasi lainnya seperti KNPI Kec Periuk, Panwaslu Kecamatan Periuk dan organisasi lain yang berhubungan langsung dengan sosial kemasyarakatan. Bungsu dari dua bersaudara ini juga kerap hadir pada kegiatan-kegiatan kemanusiaan seperti bakti sosial, donor darah, Taruna Tanggap Bencana serta kegiatan lain yang menurutnya memerlukan bantuan langsung dan penanganan segera untuk menyelamatkan nyawa manusia. Karena prinsip dasar manusia baginya adalah “Sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan manfaat bagi manusia, lingkungan dan sekitarnya” 64 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 5 65 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 5 KOMPONEN-KOMPONEN DAN JENIS PENDIDIKAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya atau ada atau tidaknya proses pendidikan. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan adalah; tujuan pendidikan, peserta didik, pendidikan, orang tua, guru/ pendidik, pemimpin masyarakat dan keagamaan, interaksi edukatif peserta didik dan pendidik, isi pendidikan. Komponen-komponen tersebut mendukung dan menopang sistem pendidikan agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil maksimal. 66 | LANDASAN PENDIDIKAN A. Komponen-Komponen Pendidikan Komponen merupakan bagian dari suatu system yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja Pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut. Menurut Hidayat & Abdillah (2019) komponen pendidikan terdiri atas: pendidik, peserta didik, metode pendidikan, materi pendidikan, lingkungan pendidikan, alat dan fasilitas pendidikan, dan evaluasi Pendidikan. Komponen – komponen Pendidikan sebagai berikut : 1. Tujuan Menurut Supiana (2008) dalam sistem madrasah unggulan Tujuan pendidikan berfungsi sebagai arah yang ingin dituju dalam akifitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman kepada tujuan, sehingga efektifitas proses pendidikannya selalu diukur apakah dapat mencapai tujuan atau tidak. Kartini (1992) Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam pendidikan. Sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-acakan, tanpa arah, bahkan bisa sesat atau salah langkah. Oleh karena itu perumusan tujuan dengan jelas dan tegas, menjadi inti dari seluruh pemikiran pedagogis dan perenungan filosofis. 2. Siswa Siswa/ peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses 67 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Pendidik adalah individu yang bertanggung jawab penuh dalam kegiatan pembelajaran Syam, dkk (2021) Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang ada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Wina Snjaya (2011) Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, maka proses pengembangan perencanaan dan desain pembelajaran, siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek juga sebagai subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam proses pendidikan, maka ia harus memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya. 3. Pendidik Zakiah Daradjat (1987) Pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkahlaku peserta didik. Terdapat dua kategori pendidik yaitu pendidik menurut kodrat (orang tua) dan pendidik menurut jabatan (guru). Abudin Nata (2019) menjelaskan bahwa “dari komponen-komponen pendidikan, guru merupakan komponen pendidikan terpenting, terutama dalam menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu Pendidikan”. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan 68 | LANDASAN PENDIDIKAN pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Tuhan dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri Sedangkan tugas guru (pendidik) yang utama, menurut Imam al Ghazali adalah “menyempurnakan, membersihkan dan menyucikan serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri pada Allah Swt.” Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat dan negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan siswa. Dalam lembaga pendidikan formal seorang pendidik dikatakan baik jika memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Khanifatul (2013) Menurut Mustaqim dalam Psikologi pendidikan, ada tiga bagian utama kompetensi yang harus dikuasai seorang guru untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan materi ajar, dan kompetensi cara mengajar. Penguasaan materi pelajaran diperlukan agar peserta didik dibimbing untuk mampu menguasai penyampaian informasi dalam bentuk ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan baik. Kompetensi cara mengajar sangat dibutuhkan agar guru terampil dalam perencanaan pembelajaran, merancang strategi pembelajaran yang tepat, mampu 69 | LANDASAN PENDIDIKAN melaksanakan dengan baik, dan mengevaluasinya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, menurut peraturan Pemerintah No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa guru wajib memiliki empat kompetensi, yaitu: a. kompetensi pedagogic b. kompetensi professional c. kompetensi kepribadian d. kompetensi social Kometensi kepribadian penting dikuasai seorang guru karena dengan kompetensi kepribadian inilah memungkinkan guru meramu berbagai potensi yang dimilikinya sehingga pembelajaran menjadi efektif. 4. Materi/Isi Pendidikan (Kurikulum) Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Membicarakan masalah kurikulum pendidikan yang dikaitkan dengan madrasah diniyah sebenarnya merupakan sesuatu hal yang tabu dikalangan ini terutama madrasah diniyah yang berada dikawasan pondok pesantren salaf/tradisional. Dalam dunia pendidikan kurikulum bisa diartikan secara sempit maupun secara luas. Secara sempit kurikulum diartikan hanya sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di madrasah atau perguruan tinggi. 70 | LANDASAN PENDIDIKAN Dari pengertian kurikulum secara sempit menurut Supiana adalah sejumlah materi/isi pelajaran. Materi/isi pendidikan adalah segala sesuatu pesan yang disampaikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Rusnawati (2020) Materi pelajaran berada dalam ruang lingkup isi kurikulum. Karena itu pemilihan materi pelajaran tertentu saja harus sejalan dengan ukuran-ukuran (kriteria), Yakni kriteria tujuan instruksional, materi pelajaran terjabar, relevan dengan kebutuhan siswa, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, materi pelajaran mengandung segi-segi etik, materi pelajaran tersusun sistematik dan logis dan materi pelaran bersumber dari buku sumber yang baku. Secara lebih luas Nurdin dan Basyirudin mengartikan kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih luas daripada itu: kurikulum diartikan merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan madrasah dalam rangka memengaruhi peserta didik dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya kegiatan pembelajaran, mengatur strategi dalam pembelajaran, cara mengevaluasi program pengembangan pembelajaran dan sebagainya. Konsep kurikulum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 ayat 11: menyatakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Definisi di atas menjadi pedoman bagi konsep kurikulum setiap jenis dan jenjang lembaga pendidikan di Indonesia. Dengan demikian kurikulum merupakan rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran yang terwujud 71 | LANDASAN PENDIDIKAN dokumen tertulis dan sekaligus sebagai pedoman penyelenggaraan kegiata pembelajaran. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah dan di masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan bahan/materi pendidikan yaitu: 1) materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan, 2) materi harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Materi pelajaran dapat dibedakan menjadi: pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan menunjuk pada informasi yang disimpan dalam pikiran siswa, dengan demikian pengetahuan berhubungan dengan berbagai informasi yang harus dihafal dan dikuasai oleh siswa. Keterampilan menunjuk pada tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dengan cara yang kompeten untuk mencapai tujuan tertentu. Sikap menunjuk pada kecenderungan seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini kebenaranya oleh siswa. 5. Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan adalah suatu ruang dan waktu yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu lingkungan, baik lingkungan keluaga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Haidar Putra Daulay (2004) Lingkungan ada dua macam, lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yakni suasana dan keadaan berlangsungnya pendidikan. Lingkungan sosial yakni iklim dan suasana kependidikan. Siswa dengan berbagai potensinya akan berkembang maksimal jika berada dalam sebuah lingkungan yang kondusif. Iklim yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan adalah merupakan kurikulum tersembunyi bagi pencapaian tujuan pendidikan. 72 | LANDASAN PENDIDIKAN Iklim lingkungan kelas yang kondusif merupakan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik bagi proses pembelajaran. Iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta kreativitas peserta didik. Lingkungan kelas yang kondusif, nyaman, menyenangkan, bersih, dan rapi berperan penting dalam menunjang efektifitas pembelajaran. 6. Alat Pendidikan Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan materi pendidikan, oleh pendidik kepada siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam prakteknya ada dua macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran. Media pembelajaran memiliki peranan yang penting sebagai salah satu komponen pembelajaran. Tanpa media pembelajaran, proses pembelajaran sebagai proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara maksimal. Menurut Omar Hamalik dalam bukunya Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, “media dalam proses belajar mengajar memiliki dua peranan penting: 1) media sebagai alat bantu mengajar, 2) media sebagai sumber 73 | LANDASAN PENDIDIKAN belajar yang digunakan sendiri oleh peserta didik secara mandiri.” Dengan adanya uraian komponen-komponen pendidikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memerhatikan komponenkomponen dalam pendidikan adalah sangat penting dilakukan karena adanya hubungan antara satu dengan yang lain dan membentuk suatu sistem, sebagai suatu sistem tentunya setiap komponen memberikan sumbangan bagi keberhasilan pengajaran sesuai dengan fungsi masing-masing. B. Jenis-Jenis Pendidikan 1. Menurut Tingkat dan Sistem Persekolahan Setiap Negara mempunyai sistem persekolahan yang berbeda-beda, baik mengenai tingkat maupun jenis sekolah. a. Tingkat prasekolah seperti taman kanak-kanak. b. Tingkat sekolah dasar dibedakan atas : sekolah dasar umum, sekolah luar biasa. c. Tingkat sekolah menengah pertama, seperti SMP dan MTS. d. Tingkat sekolah menengah atas, seperti SLTA, SMK, SMEA dan MA. e. Tingkat perguruan tinggi  Jalur gelar (S1, S2, S3)  Jalur non gelar (D1. D2, D3) 2. Menurut Tempat Berlangsungnya Pendidikan Menurut Kihajar Dewantara pendidikan menurut tempatnya di bedakan menjadi tiga macam dan di sebut juga dengan tripusat pendidikan yaitu: a. Pendidikan dalam keluarga b. Pendidikan dalam sekolah c. Pendidikan dalam masyarakat 74 | LANDASAN PENDIDIKAN 3. Menurut Cara Berlangsung Pendidikan a. Pendidikan fungsional yaitu, pendidikan yang berlansung secara naluriah tanpa terencana dan tanpa tujuan tetapi berlangsung begitu saja, yang termasuk pendidikan fungsional adalah pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat. b. Pendidikan internasional, yaitu lawan dari nasional yaitu pendidikan yang program tujuannya sudah di rencanakan. Contoh dalam pendidikan dalam sekolah. 4. Menurut Aspek Pribadi Dilihat dari kepribadian anak didik seperti: pendidikan olah raga, pendidikan kesenian, pendidikan moral dan pendidikan sosial. 5. Menurut Sifat Pendidikan a. Pendidikan Informal Soelaiman Joesoef (2004) Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berlangsung dalam keluarga, sasarannya tidak hanya kategori sosial dari kelompok usia tertentu, tetapi meliputi berbagai usia tegasnya semua kelompok usia. Dalam hal ini yang dimaksud pendidikan informal adalah pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang dialami oleh anak. Karena dalam keluarga inilah anak pertama kali mendapat pendidikan dan bimbingan. Tugas utama dari keluarga ini adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan, karena anak dapat mencontoh dari kedua orang tuanya sebagai pendidikan kodrati dan anggota keluarga lainnya. Dalam melaksanakan pendidikan dirumah tangga, yang menjadi pendidik adalah kedua orang tuanya, karena 75 | LANDASAN PENDIDIKAN merekalah yang pertama kali mengembangkan potensipotensi yang ada pada anak, baik psikis, fisik, emosi, sikap, moral, dan susila, sebagaimana yang dikemukakan oleh Zakiah Drajat (2016) bahwa orang tua adalah pembina yang utama dalam hidup seorang anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu. b. Pendidikan Formal Adapun yang disebut pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung di sekolah. Sekolah merupakan lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam, dalam bidang pengajaran yang tidak dapat secara sempurna dilakukan dalam rumah tangga. Bagi umat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan adalah lembaga pendidikan Islam, artinya bukan sekedar lembaga yang di dalamnya diajarkan pelajaran agama Islam, melainkan suatu lembaga pendidikan yang secara keseluruhannyabernafaskan Islam. Secara sederhana, sekolah merupakan pendidikan tempat peserta didik melakukan interaksi proses belajar mengajar menurut tingkat/ jurusan tertentu secara optimal. Batasan ini memberikan suatu fenomena, bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pelaksana internalisasi nilai-nilai dari suatu kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan memiliki tujuan. c. Pendidikan Non Formal Istilah pendidikan non formal sering juga disebut dengan pendidikan luar sekolah. Menurut Coombs seperti dikutip Sardiman Kadir (1983) bahwa pendidikan non formal adalah suatu aktivitas pendidikan yang diatur diluar sistem pendidikan formal baik yang berjalan dengan sendirinya atau 76 | LANDASAN PENDIDIKAN sebagai suatu bagian yang penting dalam aktivitas yng lebih luas, yang ditujukan untuk melayani anak didik yang dikenal dan untuk tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Ramayulis (2019) pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan terencana diluar kegiatan lembaga sekolah. Pendidikan sebagai sistem adalah pendidikan sendiri terdiri dari elemen-elemen atau unsur-unsur pendididkan yang dalam kegiatannya saling terkait secara fungsional, sehingga merupakan satu kesatuan yang terpadu dan diharapkan dapat mencapai tujuan.dalam proses atau kegiatan pendidikan terdapat beberapa komponen yang harus dimiliki seperti tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, metode, media dan alat pendidikan, materi pendidikan, serta lingkungan yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari suatu pendidikan. Pada saat sekarang ini sistem pendidikan di Indonesia masih menganut sistem pendidikan nasional yang mana pemerintah lebih memliki peran yang paling banyak dalam menjalankan sistem pendidikan. Sistem pendidikan dikelola secara sentralistik dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, yang mana semua komponen pendidikan dan proses pendidikannya diatur oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk semua sekolah di ndonesia termasuk sekolah yang di pelosok tanah air 77 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Abudin Nata. (2019) Paradigma Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo. Haidar Putra Daulay. (2004) Pendidikan Islam dalam Pencapaian Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana. Hidayat, R.,& Abdillah. (2019). Ilmu pendidikan: konsep, teori, dan aplikasinya. Medan: Penerbit LPPPI. Kartini Kartono. (1992) Pengantar Ilmu Pendidikan Teoritis. Bandung: Mandar Maju. Khanifatul. (2013). Pembelajaran Inovatif: Strategi Mengelola Kelas Secara Efektif dan Menyenangkan. Jogjakarta: ArRuzz Media M. Sardiman Kadir. (1983). Perencanaan Pendidikan Non Formal. Surabaya: Usaha Nasional. Ramayulis. (2015). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Rusnawati. (2020). Komponen-Komponen Dalam Operasional Pendidikan. Jurnal Azkia Vol. 15 No. 2 Soelaiman Joesoef. (2004). Konsep Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, Supiana. (2008). Sistem Pendidikan Madrasah Unggulan. Bengkulu: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI Syam, dkk. (2021). Pengantar ilmu pendidikan. Medan: Yayasan Kita Menulis. Wina Sanjaya. (2011). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana 78 | LANDASAN PENDIDIKAN Zakiah Daradjat, (2016). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Zakiyah Daradjat. (1987). Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan. Jakarta: Bulan Bintang 79 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Siti Nurislamiah lahir di Tangerang, 04 Maret 1992. Merupakan anak Pertama dari 4 bersaudara. Ayahnya Ahmad Sulaiman Kurdi, seorang wiraswasta, dan ibunya, Musrifah, seorang ibu rumah tangga. Sejak awal ia menaruh ketertarikan terhadap Pendidikan Islam. Ketertarikannya terhadap Pendidikan Islam tidak terlepas dari latar belakang pendidikannya yang telah ia tempuh. Setelah lulus dari SD Negeri Pakulonan Barat 1 dan melanjutkan ke MTsN 1 Tangerang, lalu MAN 1 Tangerang, kemudian untuk memperdalam ilmu Pendidikan Islamnya beliau melanjutkan kuliah S-1 di Jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang dan S-2 di UIN SMH Banten pada jurusan yang sama. Beliau aktif mengajar di UNIS sebagai dosen FAI dan MKDU-PAI, selain itu karena kecintaan beliau terhadap Pendidikan Islam, beliau ingin memberantas buta aksara Al-Qur’an di masyarakat. Sehingga beliau mengabdikan dirinya di masyarakat untuk mengajar baca tulis al-Qur’an dari mulai anak-anak sampai orang tua. Karena ilmu bermanfaat merupakan salah satu amalan yang tak akan pernah terputus dan sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari al-Qur’an dan Mengajarkannya. 80 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 6 81 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 6 PEMAHAMAN HAKIKAT MANUSIA A. Pendahuluan Manusia adalah perpaduan antara Jasmani dan rohani yang dalam pandangan para ahli filasafat menyebutkan hakikat manusia berdasarkan aktifitas yang dapat dilihat seperti homo sapiens atau mahluk yang memiliki budi, homo faber atau mahluk memiliki keterampilan, homo religious atau mahluk yang memiliki keyakinan dan beberapa istilah lain yang disebutkan oleh para ahli filasafat. Dari berbagai defenisi tersebut belum ditemukan satu istilah yang benarbenar menjelaskan definisi manusia atau hakikat manusia secara totalitas yang dapat memberikan pemahaman yang sama tentang hakikat manusia. Abd Latif (2012: 14) ketika menjelaskan tentang hakikat manusia, hanya memberikan perbandingan-perbanding pemikiran para pakar filsafat terdahulu tentang hakikat manusia. Belum diketemukan satu pengertian yang jelas tentang hakikat manusia. Putra Daulay (2014 : 39) mengemukakan bahwa kesulitan mendefenisikan tersebut tidak lepas dari adanya dan bahkan banyaknya rahasia (mesterius) yang belum terpecahkan secara tuntas tentang manusia. Al - qur’an menjelaskan bahwa tujuan manusia diciptakan adalah sebagai khalifah sebagaimana disebutkan dalam qs. al-baqarah (2) : 30 “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak 82 | LANDASAN PENDIDIKAN menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Ayat diatas, sejalan dengan qs. Al-an’am (6) : 165 “ Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Shihab (2006 : 142) mengemukakan bahwa kekhalifaan mengharuskan mahluk yang diserahi tugas itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan petunjuk Allah yang memberikan tugas dan wewenang. Kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kehendakNya adalah pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan. Pada ayat lain dijelaskan bahwa jin dan manusia diciptakan oleh Allah untuk menjalankan ketetapan Allah, sebagimana firman Allah dalam Qs. Azd-Dzariat (51) : 56 “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Dari penjelasan singkat diatas diatas dapat memberikan pemahaman bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk mengemban misi kekhalifahan yang dijalankan berdasarkan ketentuan yang berlaku antara sang pencipta dengan yang diciptakan. Untuk lebih menguatkan dan menambah wawasan pemahaman tentang hakikat manusia, dan agar pengertian hakikat manusia lebih mudah untuk didefinisikan, maka penulis akan memberikan peristilahan yang digunakan oleh Allah dalam menyebutkan manusia berdasarkan beberapa nash-nash dalam Al-Qur’an 83 | LANDASAN PENDIDIKAN yang terkait dengan penyebutan manusia. Hal ini dimaksudkan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk lebih memahami hakikat manusia sebagai mahluk yang memiliki tingkat kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. B. Sebutan Manusia Dalam Al-Qur’an Allah Swt menyebut manusia dalam al-Qur’an dengan berbagai sebutan. Sebutan tersebut mengarah pada posisi manusia sebagai ciptaan Allah yang memiliki tugas, fungsi dan status manusia itu dalam kehidupan. Sebutan tersebut memberikan gambaran bahwa manusia itu memiliki perbedaan. Baik dalam hal pola pikir, sikap, tingkat keimanan dan potensi yang dimiliki oleh manusia. Istilah-istilah tersebut meliputi 1) Bani Adam, 2) An-nas, 3) Al- Ins, 4) AlInsan, dan 5) Al- basyar. 1. Bani Adam Sebutan Bani Adam kepada manusia adalah sebuah penjelasan bahwa manusia itu merupakan keturunan Adam As. Penyebutan Bani Adam Al-Qur’an diantaranya dapat di temui dalam Qs. Al-A’raf (7) : 31, Allah Swt berfirman “ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan”. Ada 2 hal hal yang disebutkan pada ayat diatas yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kebiasaan manusia yaituh kebutuhan akan pakaian dan kebutuhan akan makanan. 2 hal tersebut sudah menjadi kebiasaan manusia untuk memiliki pakaian yang indah dan memilih makanan yang lezat. Hal ini sudah menjadi ciri has setiap manusia sejak zaman nabi Adam sampai akhir kehidupan manusia. 84 | LANDASAN PENDIDIKAN Penyebutan selanjutnya dapat ditemui dalam Qs. AlIsra’ (17) : 70 “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. Salah satu karakter dasar yang dimiliki oleh manusia adalah ingin di mulaikan dan di hargai dalam kehidupan. Sehingga untuk memperoleh derajat tersebut manusia berupaya untuk mendapatkan kemulian hidup di dunia melalui berbagai cara yang mereka lakukan, salah satu yang disebutkan Allah pada ayat diatas dengan bahasa “ dan kami angkut mereka di daratan dan di lautan “ penyebutan ini memberikan gambaran bahwa orang akan merasa mulia jika mereka memiliki kendaraan yang mampu membawa mereka kemana mereka inginkan. Orang yang memiliki kendaran sepeda akan merasa lebih mulia dari orang yang hanya mampu berjalan kaki, sementara orang yang berkendaraan sepeda motor akan merasa mulia dibandingkan dengan orang yang hanya berkendaraan sepeda. Demikian selanjutnya ke atas berdasarkan kualitas dan jenis kendaraan yang dimiliki oleh manusia. Selanjtnya Penyebutan Bani Adam dapat dijumpai dalam Qs. Maryam (19) : 58 “ Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayatayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”. Salah satu ciri mahluk hidup adalah mereka dapat berketurunan atau berkembang biak dan ini adalah 85 | LANDASAN PENDIDIKAN merupakan ciri keturunan Adam, mereka dapat berkembang biak, melahirkan keturunan agar tidak terjadi kepunahan. Keturunan Adam oleh Allah diberikan kelebihan masingmasing sesuai dengan potensi dasar yang telah dimasukkan Allah kedalam diri setiap manusia. Kemudian dalam Qs. Yasin (36) : 60, “ Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", Sebagai mahluk terakhir yang diciptakan Allah Swt, manusia diberikan kebebasan untuk melakukan aktifitas keseharian, namun demikian Allah juga telah memberikan rambu-rambu yang harus diikuti oleh manusia, ada yang menjadi perintah Allah dan ada yang menjadi larangan Allah Swt. Perintah Allah merupakan jalan ketaqwaan dan larangan Allah merupakan jalan kesesatan. Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang lemah sehingga kadang mereka melanggar dari larangan Allah tersebut. Mereka memperturutkan hawa nafsuh, mengikuti langkah-langkah syaitan. Karakter tersebut menjadi ciri dari anak keturunan Adam as. Manusia dalam Al-quran di sebut Bani Adam merujuk pada: a. Bahwa manusia adalah mahluk yang berkebutuhan dan memiliki kebiasaan. kebutuhan dan kebiasaan manusia tersebut meliputi kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan akan pakaian dan kebutuhan akan makanan. b. Bahwa manusia ingin di mulaikan dan di hargai dalam kehidupan. c. Bahwa mereka dapat berketurunan atau berkembang biak 86 | LANDASAN PENDIDIKAN d. Bahwa manusia itu senantiasa diperintahkan untuk taat kepada Allah Swt, namun demikian ada yang lalai. Kelalaian manusia kepada perintah dan larangan Allah akan diampuni jika manusia itu bertobat. 2. An-Nas Kata An – Nas (manusia) dalam Al-qur’an dapat ditemui pada Qs. Al- Baqarah (2) : 21, Allah Swt, berfirman “ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,”. Kemudian dalam Qs. An-Nisaa (4) : 1 Allah Swt berfirman “ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Selanjutnya disebutkan dalam Qs. Al-Hujarat (49) : 13, “ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Kata An-nas selanjut dapat ditemui dala Qs. An- nas (114) 1- 6. Sebutan An- nas bagi manusia merujuk pada iman untuk menjadi orang bertaqwa, atau ukuran taqwa sesorang yang diukur pada tingkat keimanan (keyakinan). Sebutan annas bagi manusia lebih diarahkan pada: a. Agar manusia senantiasa mengingat kepada Allah. 87 | LANDASAN PENDIDIKAN b. Bahwa manusia itu ada yang beruntung dan ada yang rugi c. Agar manusia itu saling memperingati dalam hal kebaikan dan kesabaran sebagaimana yang diingatkan Allah dalam Qs. Al-ashar (103) : 3 “ dan nasehat menasehati dalam kebenaran, dan nasehat menasehati dalam kesabaran d. Manusia itu adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. e. Manusia itu adalah mahluk yang berpasangan, ada laki-laki da nada perempuan. 3. Al-Ins Al-Ins merupakan sebutan yang lain bagi manusia. Kata Al-Ins dapat ditemukan dalam Qs. Al An’am (6) : 112, 128, 130, “ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”. (112) “ Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawankawan meraka dari golongan manusia: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (128) 88 | LANDASAN PENDIDIKAN “ Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir”.(130) Sebutan Al- Ins bagi manusia, selanjutnya dapat ditemukan dalam Qs. Azd-Dzariat (51) : 56 Allah Swt berfirman “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Selanjutnya dalam Qs. Ar – rahman (55) : 33 “ Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. Penyebutan Al- Ins oleh Allah dalam Al-quran terhadap manusia berkaitan dengan: a. Berbarengan dengan penyebutan jin. b. Mahluk Allah yang memiliki aktifitas kehidupan yang sama. Jin dan manusia adalah mahluk yang diserahi amanah dan memiliki kemampuan yang sama. Ada yang muslim, dan ada yang kafir. c. Berkaitan dengan ketaatan dan keingkaran kepada Allah, yang taat disebut muslim dan yang ingkar disebut kafir. d. Bahwa manusia dan jin itu butuh semangat yang melahirkan kekuatan untuk melakukan perubahan, khususnya semangat berilmu pengetahuan. 4. Al-Insan Al Insan adalah istilah yang digunakan oleh Allah Swt untuk menggambarkan tentang karakter manusia dalam 3 89 | LANDASAN PENDIDIKAN (tiga) aspek yaitu Aspek Fikir, aspek zikir dan aspek nafsu. Kata al-insan dapat ditemui pada beberapa ayat dalam Alquran diantaranya adalah dalam Qs. Al- Isra’ (17) : 11, 13, “ Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa”. (11) “ Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka”. (13) Sebutan al- Insan selanjutnya dapat ditemuai dala Qs. Al- Mu’minum (23) : 12, “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah”. Selanjutnya dalam Qs. An- Najm (53) : 39, “ dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. Allah Swt, menyebut kata Al – Insaan dalam QS. AlInsaan (76) itu sendiri : 1-2, “ Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut”. (1) “ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (2) Kemudian kata al-insaan disebutkan oleh Allah Swt dalam Qs. Al Infitar (82) : 6, Al- Insyiqaq (84) : 6, At- Thariq (86) : 5, Al – Fajar (89) : 15. “ Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah”, (Al - Infitar: 6). “ Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (Al- Insyiqaq : 6), “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?” (At- Thariq : 5), “ Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya 90 | LANDASAN PENDIDIKAN lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Al – Fajar : 15. Kata Al-insan juga dapat dilihat dalam Qs. At-Tin (95) : 4, dan Qs. Al-a’laq (96) : 2, 5, 6. Penyebutan Al- Insan oleh Allah Swt terhadap manusia merujuk pada asal muasal dan sifat dasar manusia seperti : a. Proses kejadian manusia sebagai mahluk b. Mahluk yang dimuliakan oleh Allah atau yang dihinakan, c. Memiliki keunggulan atau tidak, berkemajuan atau tertinggal, yang optimis atau pesimis, yang siaga atau terlena dan yang cerdas atau bodoh. d. Tugas manusia untuk menjaga keseimbangan alam semesta. e. Menjaga keseimbangan akal, iman dan nafsuh f. Senantiasa berkeluh kesah 5. Al-Basyar Al – Basyar adalah sebutan lain Allah Swt kepada manusia. Istilah Al-Basyar dapat ditemukan dalam Qs. AlHijr (15) : 28 dan 33 “ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”. (28), “ Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".(33) Selanjutnya disebutkan oleh Allah dalam Qs. Al Kahfi (18) :110, sebagaimana firmanNya “ Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap 91 | LANDASAN PENDIDIKAN perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Penyebutan Al- Basyar terhadap manusia merujuk pada: a. Bahwa semua manusia memiliki asal muasal yang sama yaitu dari Adam As. b. Semua manusia itu memiliki proses kejadian yang sama berawal dari tanah yang dibentuk (Adam As), atau bahwa setiap manusia merupakan keturunan Adam As. c. Manusia setelah Adam dan Hawa mengalami proses kejadian yang sama yaitu dari sari pati tumbuhan. Pada laki-laki sari pati berubah menjadi sperma sdan pada perempuan berubah menjadi ovum. Hanya saja dalam kehidupan manusia ada yang dilebihkan oleh Allah atas yang lain. Ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang berikan wahyu atau petunjuk ada yang tidak. Ada yang di berikan kekuasaan (khalifah) ada yang menjadi rakyat biasa. C. Penutup Penyebutan manusia yang berbeda-beda, merupakan penggambaran bahwa manusia itu adalah makhluk yang memeiliki keistimewaaan di banding dengan mahkluk lainnya. Hal ini dikarenakan manusia mampu mempelajari tentang dirinya, berbeda dengan makhluk lainnya. Hal inilah yang menyebabkan sehingga manusia secara individu dikatakan sebagai miniatur alam semesta, miniatur ilmu pengetahuan dan miniatur kekhalifahan (sistem kepemimpinan). 92 | LANDASAN PENDIDIKAN Manusia dikatakan sebagai miniature alam semesta karena pada hakikatnya ada hubungan antara aktifitas keseharian manusia dengan sistem kerja alam semesta. Roda kehidupan manusia bergerak seiring dengan perputaran bumi mengelilingi matahari yang biasa di sebut revolusi bumi, berdampak pada terjadinya siang dan malam atau terjadinya perbedaan waktu yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, terjadinya gerhana matahari dan bulan. Hal tersebut berpengaruh pada waktu-waktu ibadah yang dilakukan oleh manusia (umat islam) seperti shalat, puasa dan ibadah haji. Demikian pula halnya dengan rotasi bumi pada porosnya memiliki hubungan dengan aktifitas ibadah yang dilakukan oleh manusia (islam) seperti tata cara melaksanakan shalat, tata cara melaksanakan ibadah haji, puasa dan haji. Manusia dikatakan sebagai miniatur ilmu pengetahuan karena pada diri manusia dapat ditemukan simbol-simbol ilmu yang menjadi kajian manusia pada alam nyata yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Baik yang sifatnya ilmu eksakta seperti matematika, fisika, biologi atau ilmu sosial seperti ilmu bahasa, manajemen, hukum, tata negara dan ilmu lainnya yang terkait. Dimensi ilmu itu tersebut dapat di lihat ketika manusia mempelajari bahasa. Bahasa sebagai sebuah sistem atau simbol bunyi pada hakikatnya langsung berkaitan terhadap manusia sebagai sumber bunyi yang dinyatakan melalui simbol-simbol bunyi yang memiliki struktur bahasa. Simbolsimbol bunyi tersebut berhubungan langsung dengan beberapa bagian yang terdapat di area mulut, seperti lidah, gigi dan bibir. Bentuk bibir ketika seseorang menyebutkan sesuatu itu menjadi simbol bunyi. Dari fenomena tentang sumber bunyi dan struktur kata tersebut kemudian 93 | LANDASAN PENDIDIKAN melahirkan beberapa kajian yang terkait dengan kebahasaan, misalnya ilmu linguistik, ilmu struktur bahasa, ilmu pengucapan bahasa. Tata cara seseorang dalam menyampaikan bahasa telah melahirkan ilmu psikologi bahasa. Karakter manusia dalam menyampaikan sesuatu dapat menggambarkan tentang sifat seseorang. Dengan memahami psikologi bahasa, maka karakter seseorang dapat dilihat dari cara manusia itu mengungkapkan bahasanya dalam bentuk berkomunikasi atau menyampaikan ide dan pikirannya. Sistem kerja yang diperankan oleh tubuh manusia menggambarkan tentang mekanisme atau tatanan kepemimpinan yang berjalan dan bekerja secara sistematis, dimana satu anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya saling topang dan bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya tanpa saling iri. Sistem kerja yang terkoneksi antara satu bagian tubuh dengan tubuh yang lain merupakan gambaran model kepemimpinan dengan alur kerja yang sistematis dimana setiap anggota tubuh memahami tugas dan fungsinya dan saling menopang. Hakikat Manusia adalah mahluk yang memiliki alur, potensi, arah dan capaian pada setiap fasenya yang berkembang berdasarkan alur fitrahnya, memiliki tujuan hidup dan beraktifitas berdasarkan takdir yang dimilikinya. 94 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Abdul Latif. Juraid (2012) “ Manusia, Filsafat, dan Sejarah” Bumi Aksara. Jakarta Daulay, Haidar Putra (2014) “ Pendidikan Islam dalam Persfektif Filasafat “ Kencana. Prenada media Group. Jakarta Halim. Rahman (2018) “ Hakikat Kehalifahan Manusia ” Zada haniva. Solo Jawa Tengah Hamang, Nasri (2020) “ Membentuk Muslim Berkarakter Kaffah” Studi tematik Ajaran Pokok-pokok Alqu’an (Akidah, Ilmu, Ibadah, dan Ukhuwah) Idi. Abdullah & Safarina. (2013). “ Sosiologi Pendidikan” Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Rajawali Press. Jalaluddin. (2003) “ Teologi Pendidikan” Rajawali Press Shihab. M. Quraish (2006) “ Tafsir Al-Misbah” Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Qur’an. Lentera Hati 95 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Raya Mangsi. Tempat & Tanggal lahir Parombean, 7 Juni 1977. Alamat BTN Mitra Lapadde Blok C.1 No. 15 Parepare sulawasi Selatan. Alamat E-Mail rayamangsi@gmail.com Riwayat Pendidikan SDN 73 Parepare Tahun 1989, Madrasah Stanawiyah Negeri Parepare Tahun 1992, Madrasah Aliyah Wotu Kabupaten Luwu Timur Tahun 1996. Sarjana UM Parepare Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Tahun 2001. Program Starata Dua (S.2) Program Studi manajemen Pendidikan Islam 2008. Program Strata Tiga (S.3) Program Studi Pendidikan Agama Islam 2021. Riwayat Pendidikan Non Formal & Kegiatan Ilmiah Pelatihan Pembelajaran Bahasa Asing tahun 2003. Pelatihan Nasional Intstruktur Muhammadiyah tahun 2010. Pelatihan Nasional Orientasi Pembinaan Kemahasiswaan 2012. Mengikuti pertemuan nasional penguatan LPTK PTMA 2014. Mengukuti Pelatihan nasional Peran Masjid dan Mushollah PT tahun 2015. Karya Ilmiah Yang Di Puplikasikan Kurikulum PAI yang Rahmatan Lil Alamin: aman dan sehat bagi perkembangan peserta didik tahun 2017. The Effect of paired Conversation Activity By Utilizing News-Based Materials in Improving The Students’ Speaking Skill tahun 2017. 96 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 7 97 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 7 PEMAHAMAN FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA Penerapan dalam sebuah sistem pendidikan tentu memiliki hubungan erat terhadap filsafat, dalam bab ini diuraikan tentang pemahaman filsafat pendidikan Indonesia khususnya pemahaman filsafat, pemahaman pendidikan, Pendidikan di Indonesia, dan pemahaman filsafat pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan suatu upaya dan proses untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita mulia negara Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan nagara yang besar baik dari segi wilayah, penduduk, dan kekayaan alam. Rahayu, (2017) dan Sulfemi (2019). Semua kekayaan itu seharusnya dikelola dengan baik oleh seluruh putra-putri terbaik bangsa Indonesia, namun secara realitasnya SDA sebagian besar dikuasai dan dikelola oleh orang-orang asing. Filsafat sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang menjiwai seluruh proses pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran melalui pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara juga sebagai landasan filosofis. Semadi (2019). Landasan filosofis akan memberikan kekuatan, untuk menjawab tantangan dan permasalahanpermasalahan pendidikan yang timbul dalam pelaksanaannya. Febriansyah, (2017). Itulah sebabnya lahirlah filsafat pendidikan sebagai jawaban atas persoalanpersoalan pendidikan yang secara utuh dalam pelaksanaannya. 98 | LANDASAN PENDIDIKAN A. Pemahaman Filsafat Filsafat pendidikan dapat dipahami secara spesifik, yaitu; filsafat dan pendidikan. Karena kedua hal tersebut begitu esensi maka dapat dipahami istilah filsafat yang berasal dari bahasa yunani yaitu philos dan sophia, yang berarti cinta akan kebijaksanaan, pengetahuan dan pengalaman yang praktis. Harisah (2018). Melalui pengertian secara bahasa tersebut dapat dipahami bahwa filsafat adalah sebuah kajian yang menyadari tidak adanya kesempurnaan dalam jiwa manusia maupun lingkungannya, karena filsafat akan dimulai dari keraguan dan akan berakhir pada keraguan pula. Socrates sebagai bapak filsafat mendefinisikan filsafat sebagai suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the just and happy life). Junaedi (2017). Melihat makna filsafat yang diungkapkan oleh sokrates tersebut, maka tidak berlebihan jika mengeluarkan statement: the examined life is not worth living, bahwa kehidupan yang tidak teruji dan tak pernah dipertanyakan, merupakan kehidupan yang tidak berharga. Sidik (2020). Pendapat sokrates tersebut membuka cakrawala berpikir bahwa semua yang ada di dunia ini memberi makna dan menunggu untuk ditemukan apa yang ada di balik itu semua. Mencoba menilik sejarah kembali jauh sebelum Socrates berfilsafat sesungguhnya Adam dan Hawa sebagai manusia pertama telah berfilsafat, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya di bumi, berfilsafat untuk memperoleh keturunan sebagai generasi penerus, semua itu merupakan hasil dari berpikir yang dalam, seluas-luasnya, setinggitingginya, itulah yang dimaksud dengan filsafat. Usman (2020). 99 | LANDASAN PENDIDIKAN Menarik juga hikmah dari pendahulu kita Rasulullah Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi umat Islam dan rahmat bagi alam semesta, ketika pertama kali diangkat menjadi Rasul, maka perintah yang pertama kali yang beliau dapatkan adalah Iqro’ yang artinya bacalah. Boli (2020). Bukan hanya sekedar baca saja, namun dibalik itu semua baca mengandung makna yang universal, dibalik hikmah semua itu juga perintah untuk mengenal lingkungan dan keadaan sekitarnya. Anshori (2018). Semua itu merupakan bagian dari filsafat. Doraini (2018). Filsafat menuntun manusia untuk tetap mampu berdiri tegak dan eksis di muka bumi ini. Hablumminallah dan wahablumminnas, hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia, ini merupakan salah satu bentuk pemahaman filsafat yang harus di implementasikan dalam setiap kehidupan. Harold H Titus dalam Sarinah (2017) dengan karya filosofinya, persoalan-persoalan filsafat, menurunkan setidaknya lima macam pengertian filsafat. 1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis. 2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. 3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan 4. Filsafat adalah sebagian analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang kata dan konsep. 5. Filsafat adalah sekumpulan masalah yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan 100 | LANDASAN PENDIDIKAN jawabannya oleh para ahli filsafat. Komarudin & Muliadi (2019). Mustar, Dkk (2020) merumuskan mengenai berbagai pendapat khusus mengenai filsafat antara lain: 1. Rasionalisasi menggunakan akal 2. Materialisme yang menggunakan materi 3. Idealisme yang menggunakan ide 4. Hedonisme yang menggunakan kesenangan 5. Stoikisme mengagungkan tabiat saleh Aliran tersebut jelas mempunyai kekhususan dan menekankan kepada sesuatu yang dianggap sebagai inti permasalahan hidup yaitu; akal, kebendaan, pikiran, kesenangan, kesolehan, semua merupakan esensi yang sangat lumrah dalam menghadapi kehidupan ini jika dikaji secara filsafat. Oleh sebab itu dari beberapa pendapat ahli di atas mengenai filsafat dapatlah dirangkum menjadi beberapa poin saja antara lain: 1. Filsafat adalah hasil pemikiran manusia yang paling kritis secara sedalam dalamnya, seluas luasnya, sebesar-besarnya dalam bentuk yang sistematis. 2. Filsafat merupakan refleksi dari ilmu pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. 3. Filsafat adalah pandangan hidup 4. Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia secara dalam, luas, mendasar sampai keakar-akarnya, dan menyeluruh yang melibatkan semua unsur. Menjadi sebuah keniscayaanlah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih aplikatif dan normatif, setiap ilmuwan maupun individu dituntut untuk terus berfilsafat, dalam rangka memenuhi basic need manusia 101 | LANDASAN PENDIDIKAN itu sendiri, sampai kepada kesejahteraan yang didambakan oleh manusia. B. Pemahaman Pendidikan Berbicara mengenai pendidikan merupakan sebuah bahasan dan kegiatan yang tiada habis-habisnya untuk dibahas, karena memang sesungguhnya pendidikan itu berlangsung sepanjang kahidupan manusia. Oleh sebab itu tidaklah salah jika pepatah mengatakan tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Alquran sebagai kitab suci jelas mengabadikan dan menjanjikan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang berilmu. Perlu disadari ilmu yang didapat bisa merupakan bagian dari pendidikan. Mulai dari pendidikan yang paling terkecil adalah keluarga oleh ayah dan ibu, kemudian lingkungan sekolah dan luar sekolah, semua membaur menjadi satu dalam rangka membentuk karakter anak sehingga menghasilkan generasi yang cerdas dalam pusaran pendidikan. Pendidikan secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu to educate yaitu kata kerja yang berarti mendidik, oleh sebab itu secara terminologis. Nofiaturrahmah (2014). pendidikan menjadi sebuah pengertian yang sangat luas. Rulianto (2018) Indonesia sebagai negara yang berdaulat sangat mengakui dan menyadari bahwa pendidikan merupakan hak yang wajib diterima oleh setiap warga negara. Ini berarti hak memperoleh pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya merupakan hak setiap individu yang dijamin oleh undang-undang dan dilindungi oleh hukum. Pengertian pendidikan dari sudut pandang kajian para ahli. Istilah pendidikan dalam terminologi agama disebut dengan tarbiyah, yang mengandung arti dasar sebagai pertumbuhan, peningkatan, atau membuat sesuatu yang 102 | LANDASAN PENDIDIKAN lebih tinggi Parid & Rosadi (2020). Karena makna dasarnya adalah pertumbuhan dan peningkatan, maka dengan asumsi positif bahwa pada hakikatnya manusia memiliki nilai-nilai kebaikan yang ada di dalam dirinya. Dengan demikian pendidikan merupakan sebuah upaya dan proses meningkatkan potensi-potensi positif yang ada di dalam diri individu setinggi-tingginya, dan proses itu akan berlangsung dari kelahiran sampai pada kematian. Menurut Suhartono makna pendidikan dapat dilihat dari dua perspektif yang luas dan arti sempit. Dalam arti luas, pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan potensi yang ada dalam diri individu. Pristiwanti, Dkk (2022). Secara sederhana pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dalam arti sempit, pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya, itulah sebabnya di awal dijelaskan bagaimana negara melindungi hak asasi warga negara Indonesia melalui pendidikan. Dari pendapat tersebut dapatlah dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar dengan segala daya dan upaya untuk membentuk manusia menjadi lebih baik dengan memaksimalkan segala potensi-potensi positif yang telah dimilikinya. Dengan demikian jelaslah proses pendidikan itu merupakan sebuah kebudayaan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia, oleh sebab itu tidaklah salah lagi pendidikan dapat diartikan sebagai pembudayaan kehidupan manusia. Dapatlah disimpulkan bahwa 103 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan merupakan suatu kegiatan enkulturasi budaya untuk menjadikan manusia menjadi manusia yang seutuhnya. C. Pendidikan di Indonesia Indonesia secara yuridis formal perolehan hak asasi manusia di bidang layanan pendidikan telah termuat dalam UUD 1945, UU No. 2 tahun 1989 tentang SISDIKNAS, ataupun GBHN 1993 sampai kepada yang terakhir adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Rangkuti & Ramadhani (2021). Berikut dokumen formal yang memuat garapan pendidikan sebagai hak asasi segenap bangsa Indonesia, yaitu : 1. Pembukaan UUD 1945, alinea keempat yang menyatakan, melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,”semenjak Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, unsur memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa telah merupakan komitmen pokok sebagai pintu gerbang utama untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. 2. Dalam bagian lain UUD 1945, pasal 31 ayat 1, dinyatakan bahwa “tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Pasal ini merupakan jaminan atas hak segenap bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan. 3. GBHN 1993, antara lain mengungkapkan bahwa pembangunan pendidikan dan pengembangan generasi muda merupakan bagian integral dari upaya pengembangan sumber daya manusia di berbagai 104 | LANDASAN PENDIDIKAN bidang yang pada hakikatnya bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dan kehidupan masyarakat yang utuh menyeluruh. Sedangkan “pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani. 4. Undang-Undang SPN No. 2 Tahun 1989: a. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan (Bab III pasal 5) b. Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. (Bab III Pasal 6) c. Warga negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa 5. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 105 | LANDASAN PENDIDIKAN Pendidikan di Indonesia mengalami perjalanan dari masa ke masa sebagai refleksi awal dalam memberikan gambaran utuh mengenai pendidikan dimulai dari cakrawala berpikir pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan. Dari pengertian pendidikan menurut para ahli dan UUSPN No. 20 tahun 2003, dapatlah ditarik sebuah pemahaman yang luas, bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dengan seluruh daya dan upaya untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar dalam rangka memaksimalkan potensi-potensi positif manusia, yang akan berguna bagi pribadi, masyarakat, maupun bangsa dan negara. D. Pemahaman Filsafat Pendidikan di Indonesia Filsafat mengajarkan manusia, untuk berpikir secara holistik dengan menggunakan berbagai sudut pandang, sebelum akhirnya membuat suatu keputusan, ini berarti tanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab dalam berfilsafat. Filsafat membantu menjamin agar tujuan selalu menentukan pilihan-pilihan sarana, mempertajam dan menjelaskan seni, dan menumbuhkan keterampilan. Permadi, Dkk (2021). Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan dalam diri peserta didik kebebasan sehingga membentuk subjek moral yang bertanggung jawab. Rosala (2017). Ilmu pengetahuan yang memungkinkan untuk menjelaskan, mengontrol, dan memprediksi tetap mendasarkan diri pada ideal moral untuk mendidik para individu yang berkarakter, mandiri dan mampu mengendalikan dirinya. Mengapa ilmu pendidikan selalu mengandalkan filsafat sebagai landasan utama, karena memang landasan filosofis sebagai landasan dasar akan membantu menjawab 106 | LANDASAN PENDIDIKAN permasalahan-permasalahan pendidikan yang menyangkut ranah antropologi, epistemik, dan politik. Pertama lapis antropologis bertitik tolak dari pengandaian bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi dan harus dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan menjadi kekhasan manusia yang hidup dalam budaya dan bahasa. Bahasa yang menjadi kekhasan manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Lubis, N. A. F. (2015). Pendidikan membantu manusia untuk mengatur dirinya sendiri dan mengatur hubungannya dengan orang lain. Oleh sebab itu kajian-kajian masyarakat secara kolektif dalam pendidikan perlu menjadi kajian utama, karena dalam masyarakat kolektif akan banyak timbul keinginan-keinginan setiap individu yang akan berpadu, sehingga filsafat akan membantu pendidikan dalam menyelesaikan masalah yang timbul akibat permasalahan kolektif dari masyarakat tersebut. Kedua, lapis epistemik menjadi penting karena masyarakat modern membawa kekhasan analisis dan pertanyaan yang selalu timbul dalam benak mereka. Lapis epistemik memperhitungkan keseluruhan pengetahuan atau struktur pemaknaan yang khas bagi suatu kelompok masyarakat tertentu. Latif 2013). Sebagian pendidikan berlangsung di sekolah. Sekolah tidak bisa dipisahkan dari penggunaan metode, tapi subjek rasional harus tetap diperhitungkan sebagai faktor utama dalam penyebaran dan penerapan pengetahuan. Tingkat budaya yang lebih luas, dalam struktur kognitif masyarakat akan lebih banyak berbicara, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan bukanlah sebuah pengajaran yang absolut dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran, tetapi memerlukan diskusi yang panjang 107 | LANDASAN PENDIDIKAN melalui dari orang tua, guru, kepala sekolah, sampai kepada pemerintah. Dengan demikian maka pendidikan akan dirasakan sebagai tanggung jawab bersama sebagai tanggung jawab kolektif, sehingga pengawasan yang baik akan mendukung pelaksanaannya. Siswa tidak lagi diibaratkan sebagai gelas kosong, tetapi lebih dari sekedar itu, siswa merupakan aktor yang akan menentukan masa depannya, sekolah diharapkan hanya sebagai fasilitator dalam megembangkan keterampilan, bakat, minat, karakter anak dengan berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Ketiga disebut sebagai lapis politik karena pendidikan telah menjadi ranah dan bagian politik pemerintahan, karena pendidikan utama diselenggarakan oleh negara, jelas dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan tentulah melewati kebijakan-kebijakan politik terlebih dahulu . Irianto & Jurdi (2022). Hal itu merupakan hal yang wajar dalam tatanan masyarakat demokrasi seperti Indonesia. Oleh sebab itu pada lapis politik ini pendidikan diharapkan akan memungkinkan terlaksananya tiga unsur integrasi yaitu : 1. Integrasi budaya bangsa sebagai kesatuan politik 2. Integrasi sosial karena berkat pendidikan seorang bisa sukses di masyarakat 3. Integrasi subjektif yang mendefinisikan nilai-nilai moral yang memungkinkan setiap individu bisa mandiri sebagai makhluk sosial. Sumar (2018). Ketiga integrasi ini menunjukkan bahwa kebahagiaan masyarakat bisa dicapai melalui pendidikan. Pendidikan kemudian menjadi imperatif dan tidak bisa ditawar lagi bagi suatu bangsa. Dalam konteks ini, rumusan tentang kebutuhan dasar untuk belajar seperti dideklarasikan dalam 108 | LANDASAN PENDIDIKAN the world confrence on education for all menjadi sangat berarti. Septiyantono (2017). Dalam pernyataannya dikatakan: Kebutuhan dasar belajar itu meliputi baik sarana belajar yang pokok (membaca dan menulis, kemampuan berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah) maupun isinya (pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap) yang diperlukan manusia agar bisa bertahan, untuk bisa mengembangkan kemampuan-kemampuan secara penuh, hidup dan bekerja sesuai dengan martabatnya, ambil bagian secara penuh dalam pembangunan, meningkatkan kualitas hidup mereka, memperoleh informasi untuk keputusan mereka dan selalu belajar dan berkelanjutan. Betapa mulianya sebenarnya tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh negara, karena negara menyadari bahwa individu-individu merupakan generasi penerus yang tutut mengembangkan negara pada masa kini maupun yang akan datang. Menilik sejarah bahwa sesungguhnya pendidikan di zaman dahulu aksesnya sangat terbatas, yang membedakan manusia-manusia berdasarkan posisiposisinya, peran filsafat sebagai penyelaras perbedaan, sehingga pendidikan untuk semua yang selama ini menjadi slogan pendidikan, bukan hanya slogan semata tetapi benarbenar terwujud dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Filsafat adalah induknya semua ilmu pengetahuan, dengan sudut pandang yang komprehensif yang disebut dengan hakikat Tarigan, Dkk (2022). Artinya filsafat memandang setiap objek dari segi hakikatnya. Sedangkan pendidikan adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang tujuan utamanya adalah mengembangkan potensi individu sehingga mewujudkan pribadi yang matang bukan hanya dari sisi akademis juga sisi mentalitas yang mampu mandiri 109 | LANDASAN PENDIDIKAN dan mengendaikan diri. Sudah jelas bahwa filsafat pendidikan memandang persoalan sentral berupa hakikat pematangan manusia. Tradisi filsafat adalah selalu berpikir dialektis dari tingkat metafisis, teoritis, sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut aspek ontologi, tingkat teoritis disebut epistimologi, dan tingkat praktis disebut aspek aksiologi. Kegiatan pendidikan, aspek ontologi adalah proses pendidikan dengan penekanan pada pendirian filsafat hidup, suatu pandangan hidup yang dijiwai dengan nilai keluhuran budaya dan nilai-nilai moral budaya Hidayat & Wijaya (2016). Dari filsafat hidup tersebut, diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan spritual dan emosional setiap diri individu. Aspek epistimologi pendidikan menekankan sistem kegiatan pendidikan pada pembentukan sikap ilmiah, suatu yang dijiwai oleh nilai kebenaran, dari sikap ilmiah itu, diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan intelektual, berupa kreativitas dan keterampilan hidup. Sedangkan aspek aksiologi pendidikan menekankan pada sistem kegiatan pada pengembangan perilaku dan tanggung jawab, suatu perilaku yang dijiwai dengan nilai keadilan. Dan akan memberikan manfaat bukan hanya kepada individu itu sendiri tetapi lebih jauh kepada masyarakat, bangsa dan negara. sistem pendidikan saling berhubungan antara satu aspek dengan yang lainnya secara kausalistik. Aspek ontologi mendasari aspek epistimologi, dan aspek epistimologi memberikan jalan atau metode kepada aspek aksiologi yang menghasilkan produk dari pendidikan, yaitu individu yang matang dan dewasa dalam kepribadiannya. Selanjutnya dapat diasumsikan bahwa Astuti, P. (2018) jika paradigma filosofi pendidikan tersebu dipergunakan sebagai landasan 110 | LANDASAN PENDIDIKAN penyelenggaraan pendidikan di Indonesia baik di dalam keluarga, sekolah, maupun dalam kehidupan masyarakat, dapat diharapkan kehidupan masyarakat bisa meliputi nilainilai kejujuran, kebenaran, kearifan loka, spritual keagamaan dalam bingkai pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sudah bisa dipastikan pendidikan di Indonesia akan menjadi sebuah model pendidikan yang khas dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri. Filsafat pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat menyelaraskan gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana menyeluruh, menjelaskan istilah-istilah pendidikan, mengajukan prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar tempat tegaknya pernyataanpernyataan khusus mengenai pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi yang berhubungan antara pendidikan dan bidang-bidang kepribadian manusia. Filsafat pendidikan sejatinya dapat menjiwai seluruh pelaksanaan pendidikan di Indonesia, terutama menyangkut falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia tetap akan berlandaskan pada kedua hal tersebut. Dan filsafat pendidikan lahir untuk menjawab permasalahanpermasalahan pendidikan yang timbul dalam pelaksanaannya baik menyangkut desain kurikulum, pembelajaran, penyampaian guru. Semua itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi pelaksanaan pendidikan terkhusus di Indonesia. 111 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Anshori, A. G. 2018. Filsafat hukum. Ugm Press. Astuti, P. 2018. Nilai-nilai profetik dan implikasinya bagi pengembangan kurikulum pendidikan agama islam (studi pemikiran kuntowijoyo) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung). Boli, M. 2020. Pentingnya Sejarah Nabi Muhammad Saw dan Sumbernya Untuk Memahami Islam. el-Idarah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 6(2), 52-71. Doraini, A. I. 2018. Tafsir Ayat Pendidikan Dalam QS Al‘Alaq Ayat 1-5 Menurut Quraish Shihab (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung). Febriansyah, F. I. 2017. Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar Filosofis Dan Ideologis Bangsa. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 13(25), 1-27 Anshori, A. G. 2018. Filsafat hukum. Ugm Press. Astuti, P. 2018. Nilai-nilai profetik dan implikasinya bagi pengembangan kurikulum pendidikan agama islam (studi pemikiran kuntowijoyo) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung). Boli, M. 2020. Pentingnya Sejarah Nabi Muhammad Saw dan Sumbernya Untuk Memahami Islam. el-Idarah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 6(2), 52-71. Doraini, A. I. 2018. Tafsir Ayat Pendidikan Dalam QS Al‘Alaq Ayat 1-5 Menurut Quraish Shihab (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung). Febriansyah, F. I. 2017. Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar Filosofis Dan Ideologis Bangsa. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 13(25), 1-27. 112 | LANDASAN PENDIDIKAN Harisah, A. 2018. Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar Pengembangan. Deepublish. Hidayat, R., & Wijaya, C. 2016. Ilmu pendidikan Islam: menuntun arah pendidikan Islam di Indonesia. Irianto, H. E. S., & Jurdi, S. 2022. Politik Perpajakan Kontemporer: Pertautan Ekonomi, Politik, Dan Demokrasi. Prenada Media. Junaedi, M. 2017. Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam. Kencana. Komarudin, D., & Muliadi, M. 2019. Simbol Budaya Agama Islam Wetu Telu. Latif, Y. 2013. Genealogi Intelegensia: Pengetahuan & Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX. Kencana. Lubis, N. A. F. 2015. Pengantar filsafat umum. Perdana Publising. Mustar, M., Purba, D. W., Supriadi, M. N., Kusumadewi, Y., Sutrisno, E., Juliana, J & Tamrin, A. F. 2020. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yayasan Kita Menulis. Nofiaturrahmah, F. 2014. Metode pendidikan karakter di Pesantren. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 11(2), 201216. Parid, M., & Rosadi, R. 2020. Aliran Filsafat dalam Pendidikan Islam Ditinjau dari Perspektif Muhammad Jawwad Ridla. Journal of Islamic Education Policy, 4 (2). Permadi, Y. A., Purba, R. A., Saputro, A. N. C., Panggabean, S., Herlina, E. S., Kholifah, N., ... & Fauzi, A. 2021. Pengantar Pendidikan. Yayasan Kita Menulis. Pristiwanti, D., Badariah, B., Hidayat, S., & Dewi, R. S. 2022. Pengertian Pendidikan. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6), 7911-7915. 113 | LANDASAN PENDIDIKAN Rahayu, A. S. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Bumi Aksara. Rangkuti, A., & Ramadhani, P. E. 2021. Kebijakan Sistem Pendidikan di Kabupaten Aceh Tengah Ditinjau dari Undang-Undang dan Fiqih Siyasah. Rosala, D. 2017. Pembelajaran seni budaya berbasis kearifan lokal dalam upaya membangun pendidikan karakter siswa di sekolah dasar. Ritme, 2 (1), 16-25. Rulianto, R. 2018. Pendidikan Sejarah Sebagai Penguat Pendidikan Karakter. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 4 (2), 127134. Sarinah, M. D. (2017). Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (PPKN Di Perguruan Tinggi). Deepublish. Semadi, Y. P. (2019). Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan Di Indonesia Menuju Bangsa Berkarakter. Jurnal Filsafat Indonesia, 2(2), 82-89. Septiyantono, T. 2017. Konsep Dasar Literasi Informasi. Jakarta: Universitas Terbuka. Sidik, M. A. 2020. Paradigma Studi Islam Di Tengah Pendidikan Modern dan Generasi Millennial (Internet) Konteks Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). TANJAK: Journal of Education and Teaching, 1 (1), 27-43. Sulfemi, W. B. 2019. Modul Pembelajaran PerundangUndangan Pendidikan. Sumar, W. T. 2018. Strategi Pemimpin dalam Penguatan Iklim Sekolah Berbasis Budaya Kearifian Lokal:(Budaya Huyula). Deepublish. Tarigan, M., Yasmin, F. A., Rifai, A., Yusriani, Y., & Azmi, K. 2022. Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan. Mahaguru: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(1), 175-182. 114 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Abdul Walid lahir di Pinrang pada tanggal 07 Desember 1984. Alamat tinggal jalan Anoa No. 30 Pinrang. Menempuh pendidikan formal pertama pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 120 Pinrang, dan melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsannawiyah DDI Kaballangan Kabupaten Pinrang dan selesai pada tahun 2001. Tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Parepare dan selesai tahun 2003. Dengan tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi tahun 2003 di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Melanjutka pendidikan (S2) di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Tahun 2014 melanjutkan pendidikan ke jenjang Program Doktor S3 mengambil Konsentrasi Ilmu Pendidikan dan Keguruan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Profesi sebagai Dosen Tetap Yayasan Perguruan Tinggi DDI Pinrang, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Darud’Wah wal Irsyad (STKIP-DDI) Pinrang, tahun 2013. Aktif dalam melaksanakan tridarma perguruan tinggi, salah satunya aktif menulis yang di terbitkan pada jurnal Nasional secara online. Selain aktif menulis juga pernah diberikan amanah untuk menjabat sebagai Sekretaris Jurusan MIPA, pernah menjabat sebagai Wakil Ketua I Bidang Akademik dan sekarang menjabat sebagai Ketua STKIP Darud Da’wah wal Irsyad Pinrang Periode 2022-2026 115 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 8 116 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 8 PENDIDIKAN KEANEKARAGAMAN DI INDONESIA A. Pengantar Secara empirik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Dalam kajian Furnival (Semadi & Sastra, n.d.) masyarakat majemuk (plural society) adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen atau tatanan sosial yang hidup berdampingan, namun tanpa membaur dalam satu unit politik yang tunggal. Bangsa Indonesia, bukan saja multietnis (seperti Dayak, Kutai, Makasar, Bugis, Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), tetapi juga mendapatkan pengaruh multimental dan ideologi (seperti India, Cina, Belanda, Portugis, Hinduisme, Budhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalisme, dan seterusnya). Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk tersebut, terdapat dua istilah yang penting dipahami yaitu kemajemukan (pluralitas) dan keanekaragaman (heterogenitas). Pluralitas sebagai kontraposisi dari singularitas mengindikasikan adanya suatu situasi yang terdiri dari kejamakan, dan bukan ketunggalan. Artinya, dalam “masyarakat Indonesia” dapat dijumpai berbagai subkelompok masyarakat yang tidak bisa disatukelompokkan satu dengan yang lainnya. Sementara itu heterogenitas yang merupakan kontraposisi dari homogenitas mengindikasikan suatu kualitas dari keadaan 117 | LANDASAN PENDIDIKAN yang menyimpan ketidaksamaan dalam unsur-unsurnya (Rustanto, 2016: 45). Artinya, masing-masing subkelompok masyarakat itu beserta kebudayaannya bisa sungguh sungguh berbeda satu dari yang lainnya. Keanekaragaman dalam KBBI berasal dari kata aneka ragam, yang diartikan hal atau keadaan beraneka ragam. Pengertian “Keberagaman ” secara luas mencakup pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia, gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras, dan berkebutuhan khusus. Pendidikan keanekaragaman dapat dimaknai sebagai pendidikan yang beaneka ragam. Dalam konteks ini akan dibahas keanekaragaman pada aspek guru dan peserta didik dalam pembelajaran yang mengacu pada tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Menurut ketentuan pasal 1 (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya UNESCO merekomendasikan empat pesan dalam pendidikan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya 118 | LANDASAN PENDIDIKAN meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, keempat, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara(Sanjaya, 2015). Mengacu pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa keberagaman lembaga pendidikan merupakan suatu paham atau situasi-kondisi masyarakat yang tersusun dan banyak kebudayaan. Keragaman juga sering merupakan perasaan nyaman yang dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu proses komunikasi yang efektif, dengan setiap orang dan sikap kebudayaan yang ditemui dalam setiap situasi dengan melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakang kebudayaannya. Keberagaman sebagai sebuah paham menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak dan ekstensi budaya yang ada. B. Dasar dan Tujuan Keanekaragaman dalam Pendidikan Pendidikan pada dasarnya beraneka ragam, jika semua gejala yang menunjukkan keanekaragaman proses pendidikan akan didapati lebih banyak lagi. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang komplek (rumit), namun dengan maksud yang sama, yaitu memberi pengalaman belajar pada siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan yang akan dicapai merupakan acuan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran, tujuan yang hendak dicapai berbagai 119 | LANDASAN PENDIDIKAN macam, maka cara mencapainya pun berbagai macam pula. Kunandar (2016) menguraikan dasar dari keanekaragaman pendidikan sebagai berikut: 1. Kesadaran Nilai Penting Keragaman Budaya; memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis kegiatan pendidikan sebagai bagian integral dan kebudayaan universal. 2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan; ditujukan agar tidak ada kesenjangan sosial dan diskriminasi di masyarakat. Contohnya seperti kesenjangan ketika muncul fenomena sekolah favorit yang didominasi oleh golongan orang kaya karena ada kebijakan lembaga yang mengharuskan untuk membayar uang pangkal yang mahal untuk bisa masuk ke sekolah favorit itu. Sedangkan siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu. 3. Proses Pendidikan; merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak akan pernah terealisasikan secara penuh. Pendidikan keberagaman harus dipandang sebagai suatu proses yang terus menerus, dan bukan sebagai sesuatu yang langsung bisa tercapai. Tujuan utama dan pendidikan multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara utuh bukan sekadar meningkatkan skor. Dalam UU no 20 tahun 2003 Bab 2 pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara 120 | LANDASAN PENDIDIKAN yang demokratis serta bertanggung jawab. Mengacu pada fungsi dan tujuan nasional, maka tujuan keberagaman pendidikan yaitu : a. Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya; Mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dan berbagai kelompok etnis mayoritas dan minoritas. b. Perkembangan Pribadi; Menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. c. Klarifikasi Nilai dan Sikap; Merupakan langkah kunci dalam proses melepaskan potensi kreatif individu untuk memperbarui diri dan masyarakat untuk tumbuh-kembang lebih lanjut. d. Kompetensi Keberagaman; Dengan mengajarkan keterampilan dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif, analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap, harapan, dan perilaku. e. Kemampuan Keterampilan Dasar; Untuk memfasilitasi pembelajaran untuk melatih kemampuan keterampilan dasar dan siswa yang berbeda secara etnis dengan memberi materi dan teknik yang lebih bermakna untuk 121 | LANDASAN PENDIDIKAN kehidupan dan kerangka berpikir dan siswa yang berbeda secara etnis. f. Persamaan dan Keunggulan Pendidikan; Tujuan persamaan keberagaman berkaitan erat dengan tujuan penguasaan keterampilan dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan sumbangan komparatif terhadap kesempatan belajar, pendidik harus memahami secara keseluruhan bagaimana budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan pendidikan. g. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial; Tujuan terakhir dan Pendidikan keberagaman adalah memulai proses perubahan di sekolah yang pada akhimya akan meluas ke masyarakat. Tujuan mi akan melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan keterampilan siswa sehingga mereka menjadi agen perubahan sosial (sosial change agents ) yang memiliki komitmen yang tinggi dengan reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak berdasarkan komitmen mi. Untuk melakukan itu, mereka perlu memperbaiki pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan, keterampilan tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan komitmen moral atas harkat dan persamaan. (Suparjdo, 2016 ) h. Memiliki Wawasan Kebangsaan; Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh rasa kebangsaan yang kuat. Rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu Pendidikan 122 | LANDASAN PENDIDIKAN Multikultural perlu menambahkan materi, program dan pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan stereotype. Surahman (2015) mengatakan bahwa lintas budaya ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia. Namun siswa harus tetap di kenalkan dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya. Masyarakat diajak berpikir secara berkelanjutan dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan situasi yang ada di sekitarnya. i. Hidup Berdampingan secara Damai; Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok lain dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan secara damai. Dasar dan tujuan keberagaman pendidikan tersebut jika dicermati dapat menjadikan pendidikan di Indonesia sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu perlu adanya toleransi antar semua aspek dalam pendidikan, seperti peserta didik, guru, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. C. Peran Guru dalam Pendidikan Keanekaragaman Guru sebagai pendidik perlu menyadari bahwa di sekolah atau di dalam kelas terdiri dari beranekaragam ras, suku, bahasa dan budaya dan tradisi-tradisi yang memiliki nilai yang berbeda pula. Sekolah yang demikian mengharuskan guru mernpunyai sikap dan wawasan yang luas terhadap budaya yang ada dan harus menghilangkan pandangan stereotipe terhadap suatu budaya tertentu 123 | LANDASAN PENDIDIKAN terhadap peserta didiknya. Arends (2012:127) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan sekolah atau kelas multicultural seperti berikut. Pertama: mengernbangkan pemahaman yang lebih luas dan kesadaran diri terhadap budaya lain adalah strategi yang harus dilakukan untuk mendapatkan program kerja yang efektif dalam sekolah yang multikultural. Para guru pemula dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka terhadap budaya yang beragam, harus sensitif terhadap latar budaya yang berbeda dari siswanya, dan bagaimana budaya itu dapat berpengaruh terhadap tingkah laku siswa dalam kelas. Kedua; mernbuat keputusan yang tepat untuk membuat kurikulum yang dapat mengakomodasi secara adil dan relevan bagi peserta didik yang beragam budaya adalah sesuatu yang sangat penting. Dengan cara seperti itu, rnaka sekolah multikultural akan dapat berjalan dengar1 baik dan lancar. Ketiga; dalam menciptakan sekolah yang berbasis pendidikan multicultural para pendidik harus menggunakan cara mengajar atau ilmu mendidik yang sesuai dengan kebutuhan dari budaya yang beragam. Dengan demikian, peserta didik tidak rnerasa asing dan atau merasa dominan yang dapat menimbulkan adanya tirani mayoritas. Keempat; demokratisasi di sekolah atau kelas harus dipelihara dan dikelola dengan baik dalam rangka menghindari bias budaya atau prasangka- prasangka budaya yang dapat nlerusak kelancaran sekolah yang beorientasi pendidikan multikultural. Sekolah akan lebih baik dalam pembelajaran bila komunitas menjadi demokratis yang memberikan kesempatan bagi sernua anak untuk mengajukan pandangan 124 | LANDASAN PENDIDIKAN dan perilakunya di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Kelima; sekolah dalam kerangka Pendidikan nultikulturalakan lebih maju dan berjalan lancar bila dalam pelaksanaannya juga memperhatikan dan mempertimbangkan isu-isu di sekitar sekolah yang berpengaruh. Keenam; faktor lainnya yang harus dipertimbangkan adalah melakukan penilaian terhadap pembelajaran. D. Keanekaragaman tipe belajar peserta didik Apabila guru mengenali tipe belajar masing-masing peserta didik, hal tersebut akan mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran (Rusydie, 2011). Guru dapat memilih media yang paling tepat sesuai dengan karakteristik peserta didik dalam kelasnya. Jika mayoritas peserta didik merupakan tipe visual guru dapat menggunakan media yang cenderung mempermudah mereka menangkap pelajaran, namun tetap memperhatikan peserta didik dengan tipe atau gaya belajar auditory dan kinestetik, yang dapat dilakukan dengan memberikan inovasi pada media tersebut. Misalkan dalam pembelajaran matematika (bangun datar) dengan media gambar, tidak hanya gambar bangun datar yang dicetak besar, namun tampilkan dalam slide power point yang disisipi rekaman suara yang akan mempermudah kelompok auditory. Sedangkan untuk peserta didik dengan gaya belajar kinestetik, dapat ditunjukkan dengan contoh langsung benda nyata. Penerapan strategi ataupun model pembelajaran harus selaras dengan media pembelajaran yang digunakan, agar berdampak pada ketercapaian tujuan pembelajaran. Keuntungan memahami tipe balajar anak bukan hanya bermanfaat bagi guru tapi untuk anak sendiri dan orang tua (Ragazzi et al., 2012; Rusdiana, n.d.; Suknaisith et al., 2014). 125 | LANDASAN PENDIDIKAN Ketika peserta didik memahami tipe belajarnya, maka peserta didik akan belajar memahami sesuatu dengan caranya sendiri. Misalnya seorang auditory kesulitan belajar jika hanya membaca berlembar-lembar tulisan dalam buku, peserta didik dengan gaya belajar ini akan membaca sambil bersuara kemudian direkam dan didengarkan berulangulang. Bagi orang tua, memahami tipe balajar anaknya, bertujuan agar dapat mengarahkan cara belajar anak. Contoh, orang tua yang memiliki seorang kinestetik, mereka harus memahami bahwa anak kinestetik memang memiliki kesulitasn belajar. Kebanyakan masalah yang terjadi akibat ketidakpahaman orang tua terhadap fenomena seperti ini, sehingga banyak yang menganggap anak tersebut tidak mampu secara kognitif tanpa diberi motivasi atau pun penyelesaian. Ketika orang tua memahami cara belajar anak, ia akan menuntun mereka perlahan, membimbing, mengarahkan dan hal terlarang tidak menuntut anak dengan ekspektasi yang tinggi. Tuntutan yang berlebihan atau ekspektasi berlebihan akan membuat anak bekerja keras, akan mengalami kejenuhan, dan frustasi karena tidak bisa melakukan apa yang diharapkan orang lain. Hak orang dewasa dalam hal ini guru dan orang tua bukan mengatur, namun mengarahkan dan membimbing (Chaplain, n.d.; Khiyarusoleh, 2016). E. Penutup Pendidikan keanekaragaman secara luas mencakup pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia, gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras, dan berkebutuhan khusus. Pendidikan keanekaragaman memiliki dasar sebagai kesadaran nilai 126 | LANDASAN PENDIDIKAN penting keragaman budaya, gerakan pembaharuan pendidikan, proses pendidikan. Pendidikan keberagaman bertujuan dalam pengembangan literasi etnis dan budaya, perkembangan pribadi, larifikasi nilai dan sikap,kemampuan keterampilan dasar, persamaan dan keunggulan pendidikan, memperkuat pribadi untuk reformasi sosial, memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh, memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai warga dunia, hidup Berdampingan secara damai. Pendidikan keberagaman memiliki fungsi dalam memberi konsep yang jelas, membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dan sejarahnya, membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap masyarakat, membantu mengembangkan pembuatan keputusan, partisipasi sosial, dan keterampilan kewarganegaraan, Mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa. Paradigma pendidikan keanekaragaman dalam menghadapi fluralisme budaya diperlukan paradigma baru yang lebih toleran yaitu paradigma pendidikan keberagaman. Paradigma pendidikan itu penting sebab dapat mengarahkan peserta didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis, maupun agama. Oleh sebab itu sekolah sebagai satuan pendidikan perlu memberikan fasilitas dalam pengembangan pendidikan yang beranekaragam. 127 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Arends, R I. (2012). Learning to Teach ninth edition. New York : McGraw-Hill Chaplain, R. (n.d.). Teaching Without Disruption in the Primary School: A model for managing pupil behaviour. Hasibuan, Nugroho. 2018. Pola dan Sistem Pedidikan Keberagaman. UNINUS Bandung Khiyarusoleh, U. (2016). Konsep Dasar Perkembangan Kognitif Pada Anak Menurut Jean Piaget. Dialektika PGSD, 5(1), 1–10. Kunandar. (2016). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mahfud, Choirul. 2014. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Maslikhah. 2012. Pendidikan Mulikultural. PT. Temprina Media Grafika. Ragazzi, S., Crescentini, A., & Castelli, L. (2012). Evaluation and Monitoring of Innovation in school: A Case Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 69(Iceepsy), 414–421. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.11.428 Rusdiana, Dr. H. A. (n.d.). Pengelolaan Pendidikan. Pusaka Setia. Rustanto, Bambang. 2015. Masyarakat Multikultur di Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rusydie, S. (2011). Prinsip-prinsip Manajemen Kelas (1st ed.). Diva Perss. 128 | LANDASAN PENDIDIKAN Sanjaya, W. (2015). Model Pengajaran Dan Pembelajaran (1st ed.). CV. Pustaka Setia. Semadi, I. G., & Sastra. (n.d.). Kesatuan Bangsa. 1–20. Suknaisith, A., Wongwanich, S., & Piromsombat, C. (2014). Development of Teacher Performance in Educational Measurements and Evaluation through Self-monitoring Strategies. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 116, 1683–1688. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.456. Surahman. 2015. Teknologi Dalam Pembelajaran. UNJ Jakarta. Sutamo. 2010. Pendidikan Multikultural. Kalimantan Selatan : Dinas Pendidikan dan FKIP Unlam. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 129 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Dr. Lina Novita, S.Sn., M.Pd. Merupakan pengajar tetap di Program Studi PGSD dan Pascasarjana Universitas Pakuan semenjak tahun 2010. Menyelesaikan Program sarjana pada jurusan seni teater di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, program magister Pendidikan Dasar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan program doktoral di program studi Manajemen Pendidikan Universitas Pakuan. Menulis buku diantaranya Komik Digital Ilmu Pengetahuan Sosial (2017), Pengantar Kajian Seni (2019), Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (2019), Multimedia Interaktif dan Jenis-jenis Aplikasi (2020), Keterampilan Dasar Mengajar (2020), Produktivitas Karya Ilmiah Dosen (2022), Panduan Penggunaan E-Book (Flipbook) terintegrasi Aplikasi Text to Speech berbasis Case Method bagi Mahasiswa Slow Learner (2022), Menulis Modul Prinsip Pembelajaran dan Asesmen 1 (2022), sebagai bahan belajar peserta PPG yang diinisaisi GTK Kemdikbud. Aktif dalam menulis book chapter. 130 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 9 131 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 9 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN INDONESIA A. Pengertian kebudayaan Internet merubah banyak hal bagi masyarakat. Dari pengetahuan seputar Indonesia saja dan kehidupan serta kebudayaan Indonesia kini berubah drastis dan semakin berkembang. Kemudahan informasi yang didapat dari internet membuat kebudayaan semakin berkembang dan meluas hingga ke manca negara. Indonesia sendiri terdiri dari berbagai kawasan dan wilayah yang kaya akan berbagai budaya dan bahasa daerah. Dengan perkembangan zaman dan meluasnya penggunaan internet, kini bahkan Indonesia juga mulai dikenalkan dengan berbagai kebudayaan lain misalnya budaya Jepang, Korea, Thailand dan lainnya. Kebudayaan luar Indonesia tidak hanya dikenalkan dari lagu, film, makanan, pakaian. Kini banyak festival, konser, dan berbagai event yang diadakan di Indonesia dari berbagai belahan wilayah, budaya dan negara dan membuat budaya Indonesia juga semakin kaya dan berkembang. Pendidikan dan kebudayaan erat kaitannya dan tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain. Pendidikan mengikuti perkembangan kebudayaan, perkembangan di masyarakat dan hal itu saling berpengaruh bahkan pada kurikulum yang akhirnya menjadi inti dari pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan dan budaya adalah dua hal yang saling terkait (Normina, 2017). Pendidikan dan budaya selalu 132 | LANDASAN PENDIDIKAN bertransformasi dan berevolusi. Pendidikan bersifat progresif karena selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai dengan tuntutan perkembangan kebudayaan. Dalam hal ini, pendidikan dan budaya selalu berubah karena pendidikan selalu berubah sesuai dengan evolusi dan perkembangan jaman. Keduanya saling berkaitan erat. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “budhhayah” dalam bentuk jamak serta “buddhi” yang artinya budi atau akal. Bisa disimpulkan, kebudyaan adalah perkembangan majemuk dari suatu majemuk budi daya yang diartikan daya dari budi. Sehingga budaya diartika sebagai cipta, karsa, karya dan rasa (Koentjaraningrat, 1986). Budaya menjadi cermin bangsa yang membuat perbedaan sistem, isi, pengajaran, pendidikan dan budaya. Baik pendidikan dan kebudayaan saling bergantung satu sama lain, karena pendidikan dapat membentuk manusia yang berbudaya. Demikian juga kebudayaan dapat membimbing manusia untuk hidup menurut aturan atau kepada standar yang menjadi pedoman hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesa, kebudayaan terdiri dari berbagai unsur yang mengandung makna totalitas. Dan keseluruhan unsur-unsur itu terdapat unsurunsur kebudayaan universal diantaranya adalah : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa dan kesenian (Widyosiswoyo, 1996) Berdasarkan paparan tersebut bisa dilihat bahwa pendidikan dan berbagai unsur kebudayaan yang beragam ini saling terkait dan untuk membangun bangsa yang besar membutuhkan kerja sama antara satu dan lainnya. 133 | LANDASAN PENDIDIKAN B. Pengertian kebudayaan Budaya adalah hasil kerja manusia yang merupakan hasil dari akal, perasaan dan kehendak manusia (Surajiyo, 2019). Karenanya budaya terus berkembang dan tidak berhenti terus menerus melewati zaman dan melalui proses perkembangan terus menerus. Budaya merupakan suatu sistem dan nilai dan perilaku di masyarakat (Wulandari , 2021). Adanya nilai-nilai dan norma pada budaya memudahkan masyarakat sebagai kelompok serta mengatur individu anggot masyarakat agar mengarah pada tujuan berperilaku tertentu. Upaya pelestarian budaya ini dilakukan sebagai bentuk untuk mempertahankan masyarakat agar mengarah pada cita-cita ideal masyarakat, misalnya tutur kata dan sopan santun. Nilai-nilai budaya tersebut merupakan prototipe ideal dalam berperilaku dalam suatu lingkungan, sehingga budaya bisa menjadi identitas dari suatu anggota masyarakat. Dunia pendidikan harus mampu berperan dalam penyiapan sumber daya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan untuk para siswanya, baik level lokal, regional, nasional maupun internasional. Tidak cukup hanya sekedar menguasai teori tapi juga sebaiknya mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial , namun juga mampu memecahkan masalah yang ada dalam kehidupannya sehari-hari. Sumber daya manusia tersebut sebagaimana diuraikan diatas dapat diperoleh melalui pendidikan yang diarahkan agar memiliki jiwa kewirausahaan. Jiwa keberanian dan kewirausahaan ini adalah semangat yang kuat untuk mengatasi masalah dan solusi yang ada dalam hidupnya . Dan jiwa kewirausahaan dan keberanian tersebut adalah 134 | LANDASAN PENDIDIKAN karakter yang bisa dikembangkan yang berasal dari budaya bangsa (Suyitno, 2012). Definisi kebudayaan dari berbagai ahli sangat beragam sehingga mendefinisikan kebudayaan yang tepat cukup sulit untuk disampaikan. Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli mengenai kebudayaan (Widyosiswoyo, 1996) dalam (Surajiyo, 2019) : a. Ki Hajar Dewantoro. Kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. b.Sutan Takdir Alisyahbana STA mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup didalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup didalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk didalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran. c.Malinowski Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat itu nmenghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia akan 135 | LANDASAN PENDIDIKAN keselamatanyya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu seperti lembaga . Dari paparan para ahli tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa budaya adalah hasil cipta karya manusia yang dapat diungkapkan dalam bentuk sikap, perbuatan, hasil ataupun cara pikir. C. Langkah penerapan pengembangan kebudayaan Langkah-langkah pengembangan kebudayaan nasional (Daruni & Asdi, Seri 8 Tahun 1991) antara lain adalah : 1. ilmu dan kegiatan keilmuan disesuaikan dengan kebudayaan yang ada dalam masyarakat kita dengan pendekatan edukatif dan persuasif dan menghindari konflik-konflik. 2. Menghindari “scientisme” dan pendasaran terhadap akal sebagai satu-satunya sumber kebenaran 3. Meningkatkan integritas ilmuwan dan lembaga keilmuan dan melaksanakannya dengan konsekuen kaidah moral kegiatan keilmuan 4. Pendidikan keilmuan sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Etika dalam kegiatan keilmuan mempunya kaidah imperatif. 5. Pengembangan ilmu disertai pengembangan bidang filsafat 6. Filsafat ilmu hendaknya diberikan di pendidikan tinggi. Dengan tahapan pelaksanaan tersebut diharapkan adanya pengaruh hubungan timbal balik antara keilmuan sistem pengetahuan yang bersamaan dengan perkembangan budaya, terutama budaya nasional. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, kebudayaan nasional Indonesia yang juga dinamakan Kebudayaan 136 | LANDASAN PENDIDIKAN Indonesia Raya (Supriyoko, 2013) sebagai suatu bagian yang sebaiknya diciptakan dari gabungan antara budaya bangsa dan banyak unsur dari kebudayaan Barat. Unsur-unsur kebudayaan Barat tersebut antara lain adalah teknologi, orientasi ekonomi, ketrampilan berorganisasi dan ilmu pengetahuan. Strategi pengembangan kebudayaan menurut (Sutrisno, 1985), antara lain : 1. Akulturasi, berarti pencampuran dua atau lebih kebudayaan yang dalam percampurannya masingmasing unsurnya lebih tampak. 2. Progresivitas, berarti maju yang artinya kebudayaannya bergerak lebih maju. Dan menerapkan budaya teknologi dan pemikiran tentang ekonomi yang telah diperoleh oleh bangsa asing dan dikembangkan demi kejayaan masa depan. 3. Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menanamkan kebudayaan sosial. Karena itu humaniora perlu diberikan kepada para pelajar agar mereka memperoleh pemahaman yang tepat terkait kebudayaan. 4. Kebijaksanaan bahasa nasional, dimana dilakukan komunikasi yang baik dan efektif. 5. Sosialisasi Pancasila sebagai dasar negara dengan melalui pendidikan moral Pancasila . Dengan rakyat sebagai pendukung budaya, kebudayaan dapat lebih lestari dalam kehidupan masyarakat. Selain kelima langkah tersebut sebagai upaya dan langkah strategi pengembangan kebudayaan, Langkah lain yang perlu ditempuh antara lain adalah meningkatkan keterlibatan rakyat dalam upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan tersebut. Karena bagaimanapun, 137 | LANDASAN PENDIDIKAN rakyat adalah pendukung utama kebudayaan nasional negara. Ditengah gempuran budaya luar baik dari Korea, Jepang, Thailand dan lainnya, rakyat Indonesialah yang sebaiknya berjuang untuk mengembangkan dan melestarikan. Dengan rakyat sebagai pendukung budaya, maka kebudayaan dapat lebih lestari dalam kehidupan masyarakat. Dalam tahapan pengembangannya, maka untuk mencapai kesejahteraan budaya pada konteks pengembangan masyarakat Indonesia ada empat komponen pembangunan budaya yang perlu diperhatikan (Wulandari , 2021) yakni antara lain : pengembangan budaya lokal, pengembangan budaya nasional dalam lingkup kehidupan komunitas lokal, pengembangan multikulturalisme budaya dalam interaksi antar budaya-budaya lokal lainnya serta pengembangan budaya-budaya baru berbasis nilai-nilai universal yang menunjang pengembangan masyarakat. Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan berpengaruh yang dinamakan sebagai cultural wellbeing. Pengembangan budaya lokal dan budaya nasional tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal yang ada pada norma-norma masyarakat . Pada komunitas yang budaya lokalnya tidak mendukung pada tujuan pembangunan maka perlu dilakukan pembangunan budayabudaya baru berbasis nilai universal yang wujudnya disesuaikan pada masyarakat tersebut. Untuk pengembangan kebudayaan, perlu lebih diperkuat lagi dari perkembangannya di masyarakat. Perkembangan kebudayaan perlu ditingkatkan lagi agar masyarakat memiliki dasar fondasi yang kuat dalam mengembangkan dan melestarikan budaya yang sudah dikembangkan tersebut. 138 | LANDASAN PENDIDIKAN Banyak peluang yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kebudayan sekaligus melibatkan masyarakat dan bangsa agar lebih berkembang dari segi budaya nasional serta peningkatan cultural wellbeing tersebut, seperti yang disampaikan (Astawa & Sukerti , 2022) peluang tersebut antara lain : 1. Mengembangkan kebebasan untuk berkreasi dalam kesenian dari berbagai inspirasi dengan tetap mengacu pada etika, moral, estetika, agama dengan tetap memberikan perlindungan dan penghargaan bagi setiap karya cipta tersebut. 2. Mengembangkan kebudayaan lokal melalui media perfilman Indonesia yang dilakukan secara sehat melalui berbagai promosi di media massa sebagai ajang pengembangan ilmu pengetahuan serta peningkatan dari segi faktor ekonomi. 3. Dengan keanekaragaman budaya, maka bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang maju dan berkembang tanpa terpengaruh dari budaya luar. 139 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Arrends, R. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill. Astawa, I. T., & Sukerti , N. W. (2022). Perkembangan budaya lokal dalam kemajuan budaya nasional . Jurnal ilmiah ilmu agama dan ilmu sosial budaya Vol 17 No 1 . Cahyo, E. D. (2019). Penggunaan model pembelajaran direct instruction untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Jurnal Penelitian Ilmiah Vol 3 No 1, 39-59. Daruni , E., & Asdi. (Seri 8 Tahun 1991). Hubungan ilmu dan kebudayaan. Majalah Jurnal Filsafat. Engelman, P., Weil, M., & Calhoun, E. (1972). Models of teaching. New Jersey: Pearson Education Inc. Esai Edukasi. (2020). Retrieved 2022, from Pembelajaran langsung atau direct instruction : dinamika dan pengertiannya: https://www.esaiedukasi.com/2020/09/pembelajara n-langsung-direct-instruction-model.html Gayatri, I. S., Dyah, D. J., & Jufri, A. W. (2013). Efektifitas pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan strategi kooperatif terhadap kemampuan menyelesaikan masalah dan hasil belajar kognitif biologi ditinjau dari kemampuan akademik awal siswa kelas X SMAN 3 Mataram. Jurnal Pijar Mipa Vol 8 No 2, 41-46. Harahap, M. A. (2019). Strategi pembelajaran langsung dengan metode drill untuk meningkatkan aktivitas belajar dan ketrampilan ibadah pokok bahasan 140 | LANDASAN PENDIDIKAN pengurusan jenazah di MTS Al-Mashum Rantauprapat. Jurnal Pendidikan Agama dan Sains Vol 3 No 1, 25-29. Heinich, R., Molenda, M., & Russel, J. (2009). Instructional Media and New Technologies of Instruction. New Jersey: Prentice Hall Inc. Joyce, D. (2009). Models of teaching. Jogjakarta: Pustaka Belajar. Koentjaraningrat. (1986). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Aksara Baru 1 . Leksono, I. P., Dageng, I. S., Ardhana, I. W., & Setyosari , P. (2018). Pengaruh strategi pembelajaran realistik versus pembelajaran langsung dan tingkat perkembangan kognitif ala Piaget terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas V sekolah dasar. Jurnal Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Universitas Negeri Malang , 1-19. Mambau, S. S. (2009). Penerapan model pembelajaran langsung (direct instruction) dengan media kartu aksara untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Jawa peserta didik kelas IV MI belajar hidayatullah thullab kamulan durenan trenggalek. Jurnal Didaktis Vol 8 No 2. Munashir, S. S. (2020). Penerapan strategi pembelajaran langsung dan tidak langsung pada mata pelajaran PAI di SDIT Al-Farabi Kecamatan Pomalaa kabupaten Kulaka (Studi kasus di kelas VI SDIT Al Farabi Pomalaa). Jurnal Teknologi Pendidikan Madrasah, 5468. Mustaridi. (2020). Upaya meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan komputer pada pembelajaran melalui pelatihan TIK di SMK Negeri 1 Mesuji Raya. Jurnal Edukasi Vol 6 No 2, 200-210. 141 | LANDASAN PENDIDIKAN Normina. (2017). Pendidikan dalam kebudayaan. ITTIHAD Jurnal Kopertais Vol 15 No 28, 17-28. Nurrita, T. (2018). Pengembangan Media Pembelelajaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Misykat Vol 3 No 1, 171-187. Priyanto, D. (2009). Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Komputer. Jakarta: Insania. Rusmi, N. (2017). Penerapan model pembelajaran langsung untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD Negeri 003 Pulau Jambu. Jurnal Pajar (Pendidikan dan Pengajaran) Vol 1 No 2, 161-169. Smart Team, L. (2020). Western Sydney University Study Guide. Retrieved Mei 8, 2022, from Digital Literacy: westernsydney.edu.au/studysmart/home/study-skillguide/digital-literacy Supriyoko. (2013). Sistem pendidikan nasional dan peran budaya dalam pembangunan berkelanjutan. Seminar Pembangunan hukum nasional VIII. Jakarta: Perum percetakan negara Republik Indonesia. Surajiyo. (2019). Hubungan dan peranan ilmu terhadap pengembangan kebudayaan nasional . Jurnal IKRAITH Humaniora Vol3 No 3, 62-70. Sutopo, A. H. (2021). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sutrisno, S. (1985). Sorotan budaya Jawa dan yang lainnya, resensi buku, manudia dan kebudayaan, politik dan pembangunan, ilmu, filsafat dan agama . Yogyakarta: ANDI. Suyanto, A. (2005). Universitas Gajah Mada. Retrieved Mei 8, 2022, from Mengenal E-Learning: http://www.asephs.web.ugm.ac.id 142 | LANDASAN PENDIDIKAN Suyitno, I. (2012). Pendidikan berkarakter dan budaya bangsa berwawasan kearifan lokal . Jurnal Pendidikan Karakter Vol3 No 1 . Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik . Jakarta: Prestasi Pustaka. Warsita, B. (2011). Pendidikan Jarak Jauh. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Widyosiswoyo, S. (1996). Ilmu budaya dasar . Jakarta: Ghalia Indonesia. Wulandari , S. D. (2021). Pengembangan budaya Islam pada masyarakat multikultural Indonesia menjadi cultural wellbeing. FIKRI : Jurnal kajian agama, sosial, budaya Vol 6 No 2. 143 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Penulis bernama Cynantia Rachmijati, lahir dan besar di Bandung dan di waktu senggangnya suka membaca buku dan menonton film. Penulis menyelesaikan studi S1 pada tahun 2006, lalu melanjutkan pendidikan graduate diploma pada 2008 dan menyelesaikan studi S2 pada 2013. Penulis adalah dosen di Program Studi Bahasa Inggris IKIP Siliwangi yang telah melakukan berbagai kegiatan Tri Dharma diantaranya adalah pengajaran, penelitian, serta pengabdian masyarakat. Penulis bisa dihubungi melalui email di cynantia.rachmijati@gmail.com atau melalui blog https://cynantia.wordpress.com 144 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 10 145 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 10 SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Pendahuluan Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga orde reformasi saat ini, kebijakan pendidikan nasional kita selalu mengalami perubahan (berinovasi) kearah yang jauh lebih baik. Gunawan (1986) membagi sejarah kebijakan pendidikan Indonesia berdasarkan kurun-kurun waktu yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Indonesia sebagai berikut : 1. Periode/kurun waktu 1945- 1950. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja tetapi juga dalam bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan bersifat mendasar yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita dari suatu bangsa dan negara yang merdeka. Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-cita Bangsa Indonesia yang merdeka itula maka bidang pendidikan mengalami perubahan terutama pada landasan Idiilnya, tujuan pendidikan, sistem persekolahan dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia. Landasan Idiil pendidikan di Indonesia adalah Pancasila. Tujuan pendidkan 146 | LANDASAN PENDIDIKAN pada masa ini penekanannya adalah pada penanaman semangat patriotisme dan peningkatan kesadaran nasional, sehingga dengan semangat kemerdekaan dapat dipertahankan dan dapat diisi. Pada tanggal 5 April 1950 lahir Undang-undang Nomor 4 tahun 1950 mengenai dasar-dasar endidikan dan pengajaran, dan tujuan pendidikan nasional mengalami peubahan menjadi membentuk manusia yang susila, cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejatraan masyarakat dan tanah air. Sedangkan sistem persekolahan pada saat itu adalah: a. Pendidikan Rendah ang terdiri dari taman kanakkanak ( 1 tahun) dan sekolah dasar (6 tahun). b. Pendidikan Menengah yang terdiri dari sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dengan masa belajar masingmasing 3 tahun serta masing- masing jenjang terdidiri atas sekolah umum dan kejuruan. C. Pendidikan tinggi yang berbentuk Universitas/ Perguruan Tinggi dan Akademi. 2. Periode 1950 – 1959. Pada kurun waktu ini ternyata tidak banyak kebijakan pendidikan yang dapat dicatat, kurun waktu ini diakhiri dengan dekrit Presiden 5 juli 1959,Negara kembali ke UU D 1945 dan kebijakan pendidikan kembali ke UU.No.4 tahun 1950. 3. Periode 1959-1966. Kebijakan pendidikan pada masa ini diatur berdasarkan keputusa presiden Nomor 145 tahun 1965, yang tujuannya adalah melahirkan warga negara yang sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat 147 | LANDASAN PENDIDIKAN sosialis Indonesia, adil dan makmur spiritual maupun material dan yang berjiwa Pancasila. 4. Periode 1966-1998. Masa ini Bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang dikenal dengan nama Orde Baru.pada ketetapan MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 tujuan pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undangundang Dasar 1945. MPR hasil pemilihan umum 1973 mengeluarkan ketetapan Nomor IV /MPR/1973 yang dikenal dengan Garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang juga merumuskan tujuan pendidikan nasional, sebagai berikut:Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Rumusan selanjutnya ditetapkan dalam TAP Nomor IV /MPR / 1978 yang berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap tuhan yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti , memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia- manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Pada Tap MPR Nomor II/MPR/1983, hanya ada tambahan kata, semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dst. Pada tahun 1989 lahir Undang- Undang pendidikan yang baru yaitu UU RI NO. 2 Tahun 1989 dalam undang-udang tersebut dinyatakan bahwa 148 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Mah Esa dan yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dan sebagaimna kita ketahui bersama pada tahun1998 orde baru tumbang dan berganti dengan yang kita kenal dengan orde Reformasi sampai sekarang , pada tanggal 8 Juli 2003 Undang- undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan tidak berlaku lagi, sebagai penggantinya adalah Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional . Dalam undang- undang no.20 Tahun 2003, menyatakan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. B. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional Sebelum membahas lebih jauh tentang pengertian sistem pendidikan nasional, sekilas kita pahami terlebih dahulu apa sebenarnya arti kata sistem , dengan memahami 149 | LANDASAN PENDIDIKAN pengertian sistem maka akan memudahkan kita untuk memahami pengertian sistem pendidikan nasional. Kata sistem berasal dari bahasa latin systema dan bahasa yunani sistema yang memiliki arti himpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ) sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Kazik (1969) mendefinisikan sistem sebagai organisme yang dirancang dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-komponen yang berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang tetapkan sebelumnya. Definisi lain dari sistem sebagai mana dikemukakan oleh Sutarbi (2012) bahwa sistem adalah suatu kumpulan atau himpunan dari suatu unsur, komponen atau variabel yang terorganisasi saling berinteraksi , saling bergantung satu sama lain dan terpadu. Dari definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa sistem adalah sebuah totalitas atau keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi dan berinterelasi atau saling bertergantungan dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Terkait dengan sistem pendidikan nasional artinya pendidikan nasional merupakan sebuah totalitas atau keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi dan punya ketergantungan satu sama lain dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 sistem pendidikan nasional didefisikan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tirtaraharja dan La 150 | LANDASAN PENDIDIKAN Sula (2000) menyebutkan unsur-unsur pendidikan terdiri dari: 1. Subyek yang dibimbing (peserta didik). 2. Orang yang membimbing (pendidik). 3. Interaksi anatara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif). 4. Kearah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan). 5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan). 6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode). 7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan). DEPDIKBUD dalam Sumantri dan Yatimah menyebutkan unsur-unsur pokok sistem pendidikan nasional sebagai berikut : 1. Tujuan dan prioritas, fungsinya adalah untuk mengarahkan kegiatan sistem. 2. Anak didik (siswa), fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan. 3. Pengelolaan, fungsinya adalah merencanakan , mengkoordinasikan, mengarahkan dan menilai sistem. 4. Struktur dan jadwal, fungsinya adalah mengatur waktu dan mengelompokan anak didik berdasarkan tujuan-tujuan tertentu. 5. Isi (kurikulum), fungsinya sebagai bahan yang dipelajari anak didik. 151 | LANDASAN PENDIDIKAN 6. Pendidik (guru), fungsinya untuk menyediakan bahan, menciptakan kondisi belajar, dan menyelenggarakan pendidikan. 7. Alat bantu belajar, fungsinya memungkinkan proses belajar dan mengajar sehingga menarik, lengkap dan bervariasi. 8. Fasilitas, berfungsi sebagai tempat terselenggarannya pendidikan. 9. Teknologi, komponen ini berfungsi mempermudah dan memperlancar pendidikan. 10. Pengawasan mutu, berfungsi membina peraturanperaturan dan standar pendidikan ( peraturan penerimaan anak didik, pemberian nilai ujian, krtieria baku). Dari kedua pendapat diatas maka dapat kita lihat bahwa banyak sekali komponen-komponennya yang semua komponen tersebut saling punya ketergantungan satu sama lain, dengan kata lain komponen-komponen tersebut saling berinteraksi dan berinterelasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. C. Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional telah diatur dalam Undang-Undang, dan yang berlaku saat ini adalah UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989. 1. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Dasar Pendidikan nasional yaitu berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, dan Fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat 152 | LANDASAN PENDIDIKAN dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peseta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, shat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2. Kelembagaan , Program dan Pengelolaan Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai- nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sedangkan sistem pendidikan nasional aalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. a. Kelembagaan Pendidikan. Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga pendidikan dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar. Berdasarkan UU RI No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, kelembagaan pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan, program serta pengelolaan pendidikan. 1.) Jalur Pendidikan. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses 153 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Adapun jalur pendidikan Nasional menurut UURI No. 20 Tahun 2003 terdiri atas Pendidikan formal, non formal , dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidkan dasar diselenggarakan untuk memberi bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dasar. Disamping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. OLEH KARENANYA PENDIDIKAN DASAR MENYEDIAKAN Kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar, dan wajib bagi setiap warga negara menempuh pendidikan dasar yang dikenal dengan wajib belajar sembilan tahun. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, dan 154 | LANDASAN PENDIDIKAN berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar diselenggarakan di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat. Dalam hubungannya kebawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungannya ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi atau memasuki dunia kerja. Pendidikan Tinggi, Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian, yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, spesialia, dan Doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendididkan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pngetahuan, teknologi dan kesenian tertentu. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu atau bidang tertentu. Institut adalah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. Universitas ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan 155 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan akademi dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu Selanjutnya pada pasal 20 ayat 2 Undang- Undang NRI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dan ayat 3 nya menyatakan Perguruan Tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan/atau vokasi. Autput pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat. Pendidikan Non Formal diatur dalam pasal 26 Undang- Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah jalur pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan Formal berfungsi mengembangkan potensi pesrta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional sreta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan, dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraaan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk pengembangan kemampuan peserta didik.Satuan pendidikan non formal terdieri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim serta satuan 156 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan yang sejenis.Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, ketrampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandri, dan/atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses peilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dalam pasal 27 Undag- Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasioanl dinyatakan kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkngan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (ayat1). Hasil pendidikan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. b. Program dan pengelolaan pendidikan. 1) Jenis program Pendidikan, Dalam ketentuan umum Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasioanl, yang dimaksud dengan Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Adapun jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, pokasi , keagamaan, dan khusus. Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada 157 | LANDASAN PENDIDIKAN tingkat-tingkat akhir masa pendidikan, Yang berfungsi sebagai sebagai acuan umum bagi jenis pendidikan yang lainnya.Yang termasuk pendidikan umum adalah SD, SMP, SMA, dan Universitas. Pendidikan kejuruan adalah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu, seperti bidang jasa boga, dan busana, perhotelan, kerajinan, administrasi perkantoran, dan bidang teknik (teknik mesin, teknik elektro dan lain-lain) dan lembaga pendidikannya adalah SMK. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan departemen atau lembaga pemerintah non departemen seperti Institut pemerintahan dalam negeri (IPDN), yang dikelola Kementerian Dalam Negeri, Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) yang dikelola Kementrian Keuangan Negara, dan banyak lagi sekolah dinas lainnya. Di Indonesia lebih kurang duapuluhan pendidikan ikatan dinas yang dekelola berbagai macam instansi pemerintah baik Departemen maupun Non Departemen. Pendidikan keagamaan diselenggarakan pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai degan peraturan perundang- undangan. Pendidikan keagamaam berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan antara lain terdiri atas jenjang pendidikan dasar seperti MI, MTS, pendidikan menengah seperti MA dan pendidikan tinggi seprti IAIN, IHD dan lainlain. Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat deselenggarakan melalui jalur formal non formal, dan in formal. Pendidikan anak usia 158 | LANDASAN PENDIDIKAN dini pada jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur non formal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman penitipan anak (TPA) atau benyuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan in formal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggaraka oleh lingkungan. Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, fungsinya memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk dan cakupan yang didukung sarana dan layanan belajar serta sistem sreta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sossial dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan layan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 2). Kurikulum Program pendidikan Konsep sistem pendidikan nasional direalisasikan melalui kurikulum pada setiap jenjang dan jenis satuan pendidikan yang berisi baik berupa pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Dalam upaya mencapai tujuan 159 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan nasional yang dirumuskan pada setiap priode dan zamannya kurikulumpun mengalami perubahanperubahan mulai darikurikulum 1968, 1975, kurikulum 1984 dan seterusnya yang samapaila pada saat ini yang sedang diuji cobakan disemua jenjang pendidikan terutama di perguruan tinggi yang dikenal dengan kurikulum Merdeka Belajar. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasioanal. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan , potensi daerah dan peserta didik. Dalam pasal 36 ayat (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :a). Peningkatan iman dan taqwa. b). Peningkatan ahklak mulia. c). Peningkatan potensi kecerdasan dan minat peserta didik. d). Keragaman potensi daerah dan lingkungan. e). Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. F). Tuntutan dunia kerja. g). Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, h). Agama. I). Dinamika perkembangan global. J). Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, ketrampilan kejuruan, dan muatan lokal. Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat : pendidkan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa. Jadi tujuan pendidikan nasional diberlakukan untuk semua satuan pendidikan dari pendidikan pra sekolah 160 | LANDASAN PENDIDIKAN samapai dengan pendidikan tinggi, pendidikan persekolahan dan pendidikan non formal serta pendidikan informal demikian juga pada semua jenis pendidikan. Bertolak dari hal tersebut maka tujuan pendidikan nasional itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum masig-masing satuan pendidikan. Kaitannya antara tujuan pendidikan nasional dan tujuan satuan pendidikan dapat dilihat dalam bagan berikut: 161 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Departemen Pendidikan Nasional. Fajri Em Zul dkk, Tanpa tahun. Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Tanpa nama kota : Difa Publisher. Gunawan,ary , 1986. Kebijakan –kebijakan Pendidikan di Indonesia: Jakarta: Bina Aksara http:// bpakhm.unp.ac.id Sumantri dkk, 2017. Pengantar Pendidikan . Tangerang Selatan: Universitas terbuka. Tirtaraharja umar dan La Sula , 2017. Pengantar Pendidikan: Jakarta: PT Reneka Cipta 162 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Dr. Haimah, M.Pd lahir di Sukanegeri, Manna, Bengkulu Selatan pada tanggal 18 Agustus 1959. Penulis adalah Dosen tetap pada Program Studi Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Prof. DR. Hazairin, SH Bngkulu. Pendidikan S1 tahun 1985 di FKIP universitas Lampung, S2 tahun 2009 di Universitas Bengkulu, Prodi Manajemen dan Administrasi Pendidikan FKIP dan S3 tahun 2022 di Program Studi Doktor Pendidikan dengan Program Kekhususan Manajemen Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu. 163 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 11 164 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 11 PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM A. Pendahuluan Sistem pendidikan merupakan struktur yang diciptakan oleh negara untuk menyiapkan pendidikan bagi sumber daya manusia masa depan (Hudson, Leask & Youni, 2020). Secara universal, setiap negara memiliki sistem pendidikannya sendiri dan merupakan salah satu fungsi pemerintah. Organisasi, manajemen, dan pengaturan disetap negara sangat berbeda dan ini mencerminkan masyarakat yang dilayani oleh sistem pendidikannya (Shrestha, Williams, Al-Samarrai, Geldermalsen, and Zaidi, 2019). . Ada aspek-aspek lain dari sistem pendidikan yang belum tentu menjadi bagian dari ketentuan negara. Misalnya, dalam banyak sistem pendidikan terdapat universitas, pusat pendidikan usia dini, sekolah, dan lembaga kegiatan pendidikan lainnya yang tidak didanai, oleh negara. Sistem pendidikan lain dapat berkembang yang tidak terkait langsung dengan intervensi negara atau pemerintah. Disetiap negara terdapat peluang untuk pendidikan yang tidak berhubungan dengan negara dan peningkatan teknologi telah menyediakan lebih banyak peluang untuk pendidikan lintas batas negara. Mengembangkan pendidikan ber "kelas dunia" adalah tantangan, tetapi tanpa reformasi mendasar dibidang lain, seperti pendidikan dasar, manajemen dan kepemimpinan, hal itu bisa menjadi bumerang. Pendidikan "lintas batas" 165 | LANDASAN PENDIDIKAN tidak bisa dihindari, tetapi bagaimana negara dan institusi mendekati peluang akan mempengaruhi hasil yang diperoleh . Sistem Pendidikan memerlukan pemantauan (monitoring support) dan dilaksanakan sebagai alat untuk menentukan efektivitas program pendidikan dan memberikan informasi kepada semua pemangku kepentingan pendidikan tentang efektivitas dan kualitas program pendidikan (Fegan & Field, 2009). B. Pengertian Sistem Pendidikan Ada berbagai macam sistem pendidikan diseluruh dunia, bervariasi dalam skala, tujuan, dan cara pengoperasiannya. Skala penyediaan pendidikan biasanya berhubungan langsung dengan kemampuan negara untuk mendukung kebutuhan perencanaan dan pelaksanaan. Tujuan Pendidikan yang berbeda berhubungan dengan pandangan pemerintah tentang sistem pendidikan nasionalnya. Variasi terjadi dari tingkat kontrol pusat oleh pemerintah hingga intervensi pemerintah dan dukungan untuk tujuan pendidikan yang lebih berbasis lokal. Oleh karena itu, cara-cara dimana sistem pendidikan beroperasi akan sangat bervariasi. Kebijakan nasional tentang pendidikan selalu terkait dengan kebijakan pemerintah. Ada berbagai tingkat intervensi dan kontrol oleh pemerintah disetiap negara dan ini tunduk pada perubahan dan perkembangan yang berkelanjutan. Hal ini terutama berlaku dibidang-bidang seperti pembangunan berkelanjutan, yang dibeberapa negara sangat terorganisir dan berkembang dengan baik, sedangkan dinegara lain merupakan bidang penyelenggaraan pendidikan yang kurang terorganisir. 166 | LANDASAN PENDIDIKAN Disetiap negara juga terdapat sektor swasta atau independen dalam sistem pendidikan yang menawarkan kesempatan untuk pendidikan yang melengkapi ketentuan pendidikan negara. Aspek-aspek pendidikan ini mungkin berbeda dalam visi, nilai, dan pelaksanaan dari ketentuan negara. Pada umumnya sistem pendidikan diatur berdasarkan usia anak-anak yang memasuki sistem tersebut. Oleh karena itu, sangat umum ditemukan bahwa sistem pendidikan dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan “dasar”, “menengah”, dan “tinggi”. Meskipun hal ini tidak berlaku secara universal, secara umum ditemukan bahwa pembagian ini memungkinkan organisasi atau lembaga yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya. Dibeberapa negara secara umum organisasi mengedepankan aspek keahlian mata pelajaran atau spesialisasi untuk menciptakan centers of excellence. (El-Eshmawi , Castillo, Tang , and Adams, 2018) C. Sistem Pendidikan Nasional Sistem pendidikan nasional biasanya terdiri dari lembaga-lembaga yang dibiayai oleh pemerintah, berdampingan dengan lembaga swasta. Institusi pemerintah biasanya merupakan kekuatan dominan untuk pendidikan disuatu negara, tetapi mereka tidak serta merta beroperasi secara terpisah dari swasta. Sistem Pendidikan nasional seringkali dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi disuatu negara dan mencerminkan keadaan sosial negara tersebut. Sejauh mana pemerintah pusat mempengaruhi masing-masing sekolah hingga perguruan tinggi sangat bervariasi. Dibanyak negara terdapat area pelimpahan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. 167 | LANDASAN PENDIDIKAN Pola pendelegasian ini sangat umum karena mengakui bahwa semua pendidikan bersifat lokal dan bergantung pada komunitas lokal. (UNESCO, 2021) Dibeberapa negara, aspek sistem pendidikan dilimpahkan ke lembaga lain. Misalnya, dinegara-negara tertentu otoritas atau kelompok tertentu memiliki peran penting dalam menyediakan pendidikan untuk dan atas nama negara. Sejauh mana pendidikan swasta memiliki peran penting sangat bervariasi.. Lembaga swasta mempunyai peran penting dalam pengembangan kebijakan dibanyak negara. Ini sering berpengaruh dalam mengembangkan kebijakan dan dalam membangun hubungan penting lintas batas negara. D. Struktur Internasional dan Transnasional dalam Pendidikan Beberapa organisasi yang memiliki peran penting dalam perkembangan Pendidikan internasional dan transnasional dalam. Misalnya, UNESCO, Uni Eropa, dan badan-badan internasional lainnya dapat memainkan peran penting dalam membangun jalur siswa lintas batas negara dan dalam menetapkan pola prioritas yang luas untuk pendidikan diberbagai negara khususnya dinegara dunia ketiga. Terdapat beberapa fitur struktural tertentu dari pendidikan yang memiliki signifikansi internasional. Misalnya, sistem penilaian General Certificate of Education dari Inggris digunakan disejumlah negara. (https://help.cambridgeinternational.org/hc/engb/ar ticles/203544642-What-certificates-are-issued-for-eachqualification-) 168 | LANDASAN PENDIDIKAN International Baccalaureate adalah contoh lain dari dampak bagian dari suatu sistem yang melintasi batas negara. (Queensland Academies, 2023) E. Struktur yang Berkembang Pola sistem pendidikan tidak statis. Ada sejumlah perubahan dalam struktur sistem pendidikan yang ditemukan dibanyak negara dan peran swasta sangat penting. Adalah umum untuk menemukan perusahaan multinasional besar yang menawarkan kesempatan bagi masyarakat transnasional untuk dididik dalam satu negara, dan dipindahkan antar negara. Ini adalah bagian dari kebijakan "berinvestasi pada orang" diseluruh dunia, yang mengakui pentingnya peluang pendidikan internasional dan multinasional. Munculnya "universitas korporat" semakin penting dalam sistem pendidikan, dan ini beroperasi di luar sistem pendidikan nasional. (Cascio and Boudreau, 2014) Ada juga perubahan peran negara dalam pendidikan, dimana terdapat peningkatan minat dalam pengembangan warga negara dengan “keterampilan inti” atau “keterampilan yang dapat ditransfer” atau tentang berbagai hal yang harus dipelajari. Adalah umum untuk menemukan negara menentukan penyediaan pendidikan dasar dinegaranya dan mendanai penyediaannya sendiri. Munculnya “kurikulum nasional” atau kurikulum yang ditentukan oleh negara adalah hal yang biasa. Terjadi pula perubahan dalam perkembangan penyelenggaraan pendidikan yang didalamnya terdapat pengakuan belajar sepanjang hayat dan kontribusi negara terhadap pembangunan warga negaranya pada semua tahapan kehidupannya. 169 | LANDASAN PENDIDIKAN F. Beberapa Tujuan Sistem Pendidikan Sistem pendidikan yang berbeda di negara yang berbeda memiliki banyak tujuan yang berbeda, semuanya terkait dengan konsep luas tentang apa artinya menjadi warga negara yang terdidik. Tujuan dari sistem pendidikan biasanya untuk mendukung negara dengan memahami warisan negara, dengan mengembangkan basis pengetahuan negara itu, dan dengan mengembangkan kewarganegaraan aktif di antara orang-orang di negara itu. Di banyak negara ini telah menjadi pendidikan pendekatan "berbasis pengetahuan" dan terkait dengan produk nasional bruto negara tersebut. Di negaranegara lain ada perhatian yang lebih besar untuk mendukung kebutuhan individu ketika mereka berkembang sebagai warga negara itu, dengan perhatian yang lebih luas untuk pendidikan mereka di bidang-bidang seperti seni, humaniora, waktu luang, pendidikan teknologi, pemikiran ilmiah, dll— lebih merupakan kepedulian terhadap pendidikan sebagai landasan bagi pendidikan yang liberal dan masyarakat yang manusiawi. (Svetsky S., Moravcik O., Shyshkina M., Červeňanská Z., and Kotianova J., , 2021) Di negara-negara tertentu kontribusi terbuka dan khas dari sistem pendidikan adalah untuk memastikan bahwa mereka yang dididik di negara tersebut adalah warga negara yang terdidik secara jelas dengan implikasi politik dan sosial yang ditimbulkannya. Di negara-negara tertentu hal ini dapat menjadi pertimbangan yang dikontrol dengan cukup hatihati dan sejauh mana keinginan pemerintah agar ada partisipasi aktif dalam hal-hal seperti pendidikan lingkungan akan sangat bervariasi. Ini adalah masalah penilaian apakah pemerintah suatu negara ingin atau tidak mengontrol atau mempengaruhi cara warganya berpikir tentang, berperilaku, 170 | LANDASAN PENDIDIKAN dan mengambil bagian aktif dalam mengembangkan lingkungan. Pendanaan dan penelitian sistem pendidikan juga sangat penting dan seringkali menentukan sejauh mana negara ingin mempengaruhi perilaku warga negara dalam kaitannya dengan pertimbangan lingkungan. Sistem pendidikan seringkali didanai secara independen dari pertimbangan pendanaan negara lainnya (Karimov, 2021) . Hal ini dapat berarti bahwa sistem pendidikan tidak secara langsung berkaitan dengan kebijakan yang dikembangkan di bidang-bidang seperti pertanian, industri, transportasi, perubahan iklim, dan pertimbangan bidang lain yang akan mempengaruhi lingkungan. Salah satu kekuatan pendorong untuk memastikan pembelajaran yang tepat oleh kaum muda adalah kurikulum. Kurikulum di beberapa negara diarahkan secara terpusat dan hanya ada sedikit ruang bagi sekolah atau guru untuk menyimpang dari kurikulum sebagaimana ditentukan oleh negara. Resep ini sering didorong oleh pertimbangan politik, sosial, atau keuangan dan mengarah pada pemikiran sentralis dalam proses belajar dan mengajar. Sejauh mana proses ini berhubungan dengan pertimbangan lingkungan sangat bervariasi. Di beberapa negara kebijakan yang diberikan dari pemerintah ditawarkan secara profesional dan seringkali diterima oleh profesi guru. Di negara-negara lain, ada tingkat akuntabilitas guru yang lebih tinggi untuk perincian khusus pembelajaran dan pengajaran yang ditentukan oleh pemerintah. Sistem pendidikan bervariasi secara signifikan dalam sejauh mana mereka berusaha untuk mengontrol pembelajaran siswa di sekolah dan universitas. Otonomi pelajar dan guru dalam sistem pendidikan tercermin dalam tingkat kontrol yang akan dilakukan oleh pemerintah. Sejauh mana guru dididik secara profesional 171 | LANDASAN PENDIDIKAN seringkali menentukan otonomi yang mereka miliki sebagai praktisi di sekolah dan lembaga lainnya. Di negara-negara tertentu di mana ada fokus terbatas pada pendidikan guru, ada tingkat “pengajaran” yang lebih besar dan ruang lingkup lebar pembelajaran dapat dibatasi. Di negara-negara seperti itu, fokus pada literasi dan numerasi dapat menjadi signifikan dan hal ini seringkali merugikan pertimbangan yang berkaitan dengan lingkungan. Sistem pendidikan seringkali sangat memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan mutu. Pemerintah pada umumnya berusaha untuk memastikan bahwa dana yang diberikan kepada sekolah digunakan sebaik-baiknya sesuai kemampuan sistem pendidikan dan hal ini biasanya membutuhkan tingkat penjaminan mutu. Kadang-kadang hal ini dapat mengarah pada penunjukan inspektur sekolah dan pengaturan negara bagian lainnya, tetapi mungkin juga terkait dengan jenis pengaturan penjaminan mutu lainnya seperti organisasi profesi. Secara universal ada kepedulian terhadap kualitas, dan cara pencapaiannya berbeda dari satu negara ke negara lain. Ada sejumlah struktur pendukung yang berhubungan dengan sistem pendidikan. Ini termasuk pembentukan LSM, badan profesional, dan badan pemeriksaan yang bertanggung jawab untuk memastikan beberapa tingkat standar nasional dalam pendidikan. Dalam kasus-kasus tertentu badan pemeriksa dan organisasi profesi lainnya tidak serta merta menjamin atau bertindak sebagai pemelihara mutu, melainkan merupakan organisasi yang dalam arti tertentu “mengukur mutu”. (Akinde, 2016) 172 | LANDASAN PENDIDIKAN G. Lingkup Sistem Pendidikan Biasanya, sistem pendidikan adalah, atau berusaha untuk menjadi, bersifat komprehensif karena mencakup kebutuhan utama semua warga negara. Namun, tidak ada kesempatan di setiap negara bagi anak-anak untuk bersekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Kecenderungan di seluruh dunia menuju pendidikan universal terus berlanjut tetapi ada kesulitan nyata di daerahdaerah yang kekurangan sumber daya, tradisi, dan kebutuhan yang dirasakan untuk pendidikan semua orang muda. Ini bukan berarti bahwa semua pendidikan perlu dilakukan dalam pengaturan institusional tertentu, tetapi sistem pendidikan umumnya mempromosikan pandangan pendidikan ini sebagai layanan sosial. Kurikulum diberbagai negara bervariasi dalam fokusnya pada masalah lingkungan dan ekologi. Di banyak negara diperkirakan bahwa pembangunan warga suatu negara akan mencakup kepedulian terhadap masalah lingkungan dan memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan. Ini bukan inti dari kebijakan pemerintah tentang pendidikan, tetapi merupakan bidang pertimbangan yang dianggap memainkan peran penting dalam pendidikan kaum muda. Ada berbagai cara warga negara dididik, tetapi diterima secara luas bahwa warga negara aktif yang terdidik adalah orang yang peka terhadap kebutuhan pertimbangan lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Di negara-negara tertentu persyaratan pendidikan guru dan pendidikan siswa di sekolah menempatkan pembangunan berkelanjutan dan pendidikan lingkungan dekat dengan inti kurikulum. Ini sebagian besar merupakan perkembangan sejak KTT Bumi di Rio De Janeiro 1992. 173 | LANDASAN PENDIDIKAN Tujuan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan adalah untuk membantu kaum muda memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman untuk membantu mereka mengambil keputusan yang lebih tepat, baik secara korporat, atau atas nama orang lain, atau secara individu dalam kehidupan mereka sendiri. Ini adalah upaya untuk memastikan bahwa mereka dapat bertindak dengan cara yang konsisten dengan masa depan yang berkelanjutan bagi dunia. Bagian dari pendidikan ini adalah untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk dapat menghargai pentingnya prinsip-prinsip biologi, ekologi, sosial, dan ekonomi yang bertindak dalam kombinasi untuk menghasilkan masyarakat dan lingkungan yang harmonis satu sama lain. Penting juga bahwa pendidikan membantu kaum muda untuk belajar bagaimana belajar tentang lingkungan yang sedang berkembang dan cara-cara yang dapat ditingkatkan untuk kepentingan masyarakat tanpa menjadi tidak berkelanjutan. Yang penting, pendidikan juga harus memastikan bahwa generasi muda dapat beroperasi di dalam lingkungan sehingga mereka dapat meningkatkannya untuk generasi mendatang. Penting untuk digarisbawahi dimana pendidikan kaum muda sebagai warga negara yang tahu bagaimana menjadi bagian dari lingkungan dan tidak memperlakukannya seolah-olah sebagai sumber daya yang dapat digunakan atau disalahgunakan dengan bijaksana. Pendidikan juga harus mendukung generasi muda dalam kemampuan mereka untuk mengembangkan lingkungan dengan cara yang akan meningkatkannya untuk generasi mendatang. Kaum muda harus bertindak dengan cara yang berkelanjutan dan akan beroperasi lintas generasi. Ini adalah aspek waktu yang penting dari pengelolaan 174 | LANDASAN PENDIDIKAN lingkungan dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Ini terkait waktu; itu terkait dengan generasi yang berbeda; itu dinamis dan selalu berubah dalam bentuk, gaya, dan kecepatan. 175 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Akinde T.A, (2016) . Types and Use of Educational Support Systems by Library Educators in Universities in Nigeria: Towards Quality and Effective Teaching Practices. International Journal of Academic Library and Information Science. Vol.4(6) : 158-171 Cascio W, and Boudreau J,. (2014) Investing in Peolple Financial Impact of Human Resource Initiatives. Pearson Education, Inc Eisner E. (1994). Ethos and Education. Edinburgh: Scottish Consultative Council on the Curriculum. El-Eshmawi A, Castillo JG, Tang GHL, Adams DH. Developing a mitral valve center of excellence. Curr Opin Cardiol. 2018; 33(2) :155-161 Fegan, J., & Field, M. H. (2009). Education across Borders: Politics, Policy and Legislative Actions. Springer. Hudson B., Leask M.G., and Younie S. (2020). Education System Design: Foundations, Policy Options and Consequences. Routledge Hicks D., ed. (1994). Preparing for the Future: Notes and Queries for Concerned Educators, 160 pp. London: Adamantine Press. Hicks D. and Holden C. (1995). Vision of the Future: Why We Need to Teach for Tomorrow, 139 pp. Stoke-on-Trent: Trentham. Huckle J. and Sterling S., eds. (1996). Education for sustainability, 236 pp. London: Earthscan. 176 | LANDASAN PENDIDIKAN Karimov F. (2021). Ways and Problems of Financing Public Education Institutions. International Journal of Orenge Technology. Volume: 03 Issue: 9 |Sep 2021 Kelly A.V. (1999). The Curriculum: Theory and Practice, 244 pp. 4th ed. London: Paul Chapman. Lynch J. (1992). Education for Citizenship in a Multicultural Society, 122 pp. London/New York: Cassell. Moon B. and Murphy P., eds. (1999). Curriculum in Context, 280 pp. London: Paul Chapman. Oxfam (1997). A Curriculum for Global Citizenship: Oxfam’s Development Education Programme, 28 pp. Oxford: Oxfam Palmer J. (1998). Environmental Education in the 21st Century: Theory, Practice, Progress and Promise, 282 pp. London/New York: Routledge. Queensland Academies., (2022). International Baccalaureate Handbook 2023 Svetsky S., Moravcik O., Shyshkina M., Červeňanská Z., and Kotianova J., (2021) . The Knowledge-Based Design of Educational Technology . Proceedings of the Future Technologies Conference (FTC) 2021, Volume 3 Shrestha U., Williams T.P., Al-Samarrai. S., Geldermalsen A.V., and Zaidi A., (2019). What is the relationship between politics, education reforms, and learning? Evidence from a new database and nine case studies. Background Paper for World Development Report 2018. World Bank UNESCO .,(2021). Non-State Actors in Education: Who Choses? Who Loses? Global Education Monitoring Report 2021/2 177 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Listya Endang Artiani, S.E., M.Si adalah dosen di Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia. Pendidikan S1 ditempuh di Universitas Islam Indonesia, S2 di Universitas Gadjah Mada. 178 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 12 179 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 12 STANDARISASI NASIONAL PENDIDIKAN A. Definisi Standar Nasional Pendidikan Kata standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”. Istilah “norme” berarti standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon” berarti standar fisis atau standar pengukuran. Untuk membedakan definisi dari istilah standar tersebut, maka istilah “standard” diberi makna sebagai “norme”, sedangkan ‘etalon” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “measurement standard”. Dalam bahasa Indonesia, kata standar pada dasarnya adalah dokumen dengan persyaratan tertentu, yang disusun dengan suara bulat oleh pemangku kepentingan dan disetujui oleh lembaga yang diakui (Purwanggono, 2009). Sumber lain menyebutkan bahwa standar adalah satuan ukuran yang digunakan sebagai pedoman pembanding kuantitas, kualitas, nilai, hasil karya yang ada. Sebisa mungkin, standar harus diikuti agar sebuah kegiatan maupun hasilnya boleh dikatakan dapat diterima secara umum oleh pihak-pihak terkait (Peni, 2013). Menurut Sulastri (2012), standar adalah perjanjian terdokumentasi yang terdiri antara lain spesifikasi teknis atau kriteria yang tepat yang digunakan sebagai aturan, pedoman atau definisi tertentu untuk memastikan bahwa suatu produk, produk, proses atau layanan sesuai dengan apa yang diklaim. Standar dalam dunia industri merupakan suatu kebutuhan sebagai dasar 180 | LANDASAN PENDIDIKAN dalam memudahkan proses produksi dalam menjamin kualitas yang memuaskan sehingga bebas dari kekurangan dan hal tersebut juga masuk dalam bidang pendidikan (Tilaar, 2012). Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (Purwanggono, 2009). Dari beberapa pengertian tersebut dapat diasumsikan bahwa standar adalah kesepakatan mengenai satuan ukuran mengenai spesifikasi teknis atau kriteria yang akurat yang digunakan sebagai pembanding kuantitas, kualitas, nilai hasil karya, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. Sedangkan pengertian dari standarisasi yaitu: Standarisasi merupakan penentuan ukuran yang harus diikuti dalam memproduksikan sesuatu, sedang pembuatan banyaknya macam ukuran barang yang akan diproduksikan merupakan usaha simplifikasi. Standarisasi adalah proses pembentukan standar teknis, yang bisa menjadi standar spesifikasi, standar cara uji, standar definisi, prosedur standar (atau praktik), dan lain-lain (Peni, 2013). Standardisasi merupakan pengejewantahan dari “semua dapat diukur”, dan ketika semua dapat diukur maka akan tercapai efisiensi dan diketahui kualitas suatu produk atau jasa (Tilaar, 2012). Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara 181 | LANDASAN PENDIDIKAN tertib melalui kerjasama dengan semua pihak yang berkepentingan (PP No. 102 Tahun 2000). Maka Standar Nasional Pendidikan dapat diartikan sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan utama yang mengatur tentang standar minimal yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sekolah oleh segenap penyelenggara sekolah, yaitu guru dan kepala sekolah (Nasyirwan, 2015). B. Komponen Standar Nasional Pendidikan Standar Pendidikan di Indonesia diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada delapan Standar Pendidikan Nasional (SNP). Standar tersebut adalah standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar evaluasi, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana. Kedelapan standar harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan pada setiap satuan pendidikan. (Alawiyah, 2017). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah NKRI, yang meliputi 8 (delapan) muatan standar, yaitu (Purwanggono, 2009): 1) Standar Kompetensi Lulusan (SKL), untuk pendidikan dasar dan menengah melaksanakan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah serta Peraturan Menteri Pendidikan 182 | LANDASAN PENDIDIKAN 2) 3) 4) 5) 6) Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah Standar Isi (SI), mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Proses (SP), pada satuan pendidikan merupakan pelaksanaan proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SPTK), di mana pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Standar Sarana dan Prasarana (SSP), Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar Pengelolaan (SPl), dalam satuan pendidikan dilakukan oleh manajemen sekolah yang memiliki kewenangan untuk mengelola sekolah sedemikian rupa. 183 | LANDASAN PENDIDIKAN 7) Standar Pembiayaan (SPb), yang dilakukan dalam manajemen sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan terdiri atas biaya investasi bantuan pendidikan, biaya personal biaya operasional satuan pendidikan. 8) Standar Penilaian Pendidikan (SPP), yang dilakukan di sekolah dasar mengacu pada sistem penilaian berkelanjutan yang dikembangkan oleh tim jaringan kurikulum. Standar penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Standar penilaian pendidikan yang dilakukan di SD dilakukan melalui penilaian tertulis, lisan dan praktek. Untuk mengukur, menilai dan mengevaluasi mutu pendidikan, dikembangkan delapan standar yang hasilnya menjadi acuan dalam pengembangan program peningkatan mutu pendidikan. Mengingat kondisi pendidikan di Indonesia yang sangat berbeda, maka SNP tidak menjamin keseragaman, tetapi mengakomodir keberagaman, memastikan agar pendidikan tetap berada dalam standar mutu sehingga setiap satuan pendidikan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Alawiyah, 2017). Pada Gambar 1, delapan standar tersebut membentuk sebuah sistem penyelenggaraan pendidikan melalui rangkaian komponen input yang terdiri dari pengelolaan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, dan pembiayaan. Komponen proses yang terdiri dari isi, proses, dan penilaian, serta komponen output yaitu kompetensi 184 | LANDASAN PENDIDIKAN lulusan. Kompetensi lulusan akan memiliki nilai yang tinggi bila input terpenuhi sepenuhnya dan proses berjalan dengan baik (Alawiyah, 2017). Kedelapan standar tersebut tertuang dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 yang kemudian terdapat beberapa perubahan yang tertuang dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 dan PP Nomor 13 Tahun 2015. Komponenkomponen setiap standar tertuang dalam beberapa peraturan menteri. Gambar 1. Ilustrasi Komponen SNP 1. Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Rosnawati, 2005). Standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua 185 | LANDASAN PENDIDIKAN Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Tujuan dari rumusan dalam standar kompetensi lulusan adalah sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Standar kompetensi lulusan merupakan tujuan akhir dari serangkaian standar dalam SNP lainnya. SKL tentunya harus mengacu pada sumber daya manusia yang seperti apa yang diharapkan setelah mengikuti pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Alawiyah, 2017). Standar kompetensi lulusan telah tertuang dalam Peraturan Pemendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam Permendikbud tersebut, standar kompetensi lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ketercapaianannya dilakukan dengan adanya kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memastikan apakah lulusan pada tingkat satuan pendidikan telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara berkala yang hasilnya akan menjadi input dalam penyempurnaan standar kompetensi lulusan berikutnya. Dalam komponen standar kompetensi lulusan terdapat tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ketiga dimensi ini membentuk satu kesatuan yang utuh dalam peserta didik (Alawiyah, 2017). Standar kompetensi lulusan dimensi sikap adalah perilaku siswa yang mencerminkan sikap keimanan dan 186 | LANDASAN PENDIDIKAN ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti, berintegritas dan peduli, bertanggung jawab, pembelajar sejati sepanjang hayat serta sehat jasmani dan rohani sesuai dengan tumbuh kembang anak. Cakupannya disesuaikan dengan ruang lingkup pendidikan pada semua jenjang, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, daerah dan internasional. Standar kompetensi lulusan lainnya adalah dimensi pengetahuan. Dalam dimensi informasi, setiap level berbeda dengan level teknis dan turunannya. Gambaran standar kompetensi lulusan dimensi pengetahuan ini adalah lulusan harus memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detail, dan kompleks dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora. Mampu mengaitkan informasi di atas dalam konteks diri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara dan ranah regional dan internasional. Dimensi ketiga adalah dimensi kompetensi. Pada dimensi ini, lulusan harus memiliki kemampuan berpikir dan bertindak kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif dan komunikatif dengan pendekatan akademik. Di sekolah dasar pendekatan saintifik didasarkan pada tingkat perkembangan anak yang berkaitan dengan tugas, di sekolah menengah atas dan sejenisnya. pendekatan saintifik didasarkan pada apa yang dipelajari secara mandiri dalam satuan pelajaran dan dari sumber lain, sedangkan di sekolah menengah atas atau sejenisnya pendekatan saintifik adalah pengembangan pembelajaran dalam satuan pembelajaran dan mandiri dari sumber lain (Alawiyah, 2017). Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kesatuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian kemampuan 187 | LANDASAN PENDIDIKAN Peserta Didik dari hasil pembelajarannya pada akhir Jenjang Pendidikan. Standar kompetensi lulusan dirumuskan berdasarkan (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. tujuan Pendidikan nasional; b. tingkat perkembangan Peserta Didik; c. kerangka kualifikasi nasional Indonesia; dan d. jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman dalam penentuan kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan dalam pengembangan (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. standar isi; b. standar proses; c. standar penilaian Pendidikan; d. standar tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana; f. standar pengelolaan; dan g. standar pembiayaan. Ketercapaian standar kompetensi lulusan ditentukan berdasarkan data komprehensif mengenai Peserta Didik yang diperoleh secara berkesinambungan selama periode pembelajaran. Ketercapaian standar kompetensi lulusan ditentukan berdasarkan data komprehensif mengenai Peserta Didik yang diperoleh secara berkesinambungan selama periode pembelajaran. a. Standar kompetensi lulusan pada pendidikan anak usia dini merupakan standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini. Standar tingkat 188 | LANDASAN PENDIDIKAN b. c. d. e. pencapaian perkembangan anak usia dini difokuskan pada aspek perkembangan anak yang mencakup: 1) nilai agama dan moral; 2) fisik motorik; 3) kognitif; 4) bahasa; dan 5) sosial emosional. Standar kompetensi lulusan pada Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan dasar difokuskan pada penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila serta kompetensi literasi dan numerasi Peserta Didik. Standar kompetensi lulusan pada Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan menengah umum difokuskan pada pengetahuan untuk meningkatkan kompetensi Peserta Didik agar dapat hidup mandiri dan mengikuti Pendidikan lebih lanjut. Standar kompetensi lulusan pada Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan menengah kejuruan difokuskan pada keterampilan untuk meningkatkan kompetensi Peserta Didik agar dapat hidup mandiri dan mengikuti Pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Standar kompetensi lulusan pada Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan tinggi difokuskan pada persiapan Peserta Didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahLlan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan. 189 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. Standar Isi Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Rosnawati, 2005). Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender akademik. Kurikulum pendidikan dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu isi (content) dan proses. Kurikulum sebagai proses pendidikan terkait dengan independensi materi yang disajikan guru (bagaimana disampaikan) kepada peserta didik, sedangkan isi kurikulum berhubungan dengan relevansi, kondisi interdisiplin dan karakteristik pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan apa yang dipelajari peserta didik. “Siapa yang menetapkan kurikulum?” Apakah guru pendidik ? atau kurikulum itu sendiri ? atau pemerintah ? Kurikulum bukan hanya isi dan materi namun tujuan dan sasaran sekolah serta strategi penilaian bagaimana mencapainya. Kurikulum mencakup juga, teknik dan strategi mengajar, kegiatan belajar berupa pemanfaatan ruang dan waktu atau keseluruhan aktivitas siswa yang direncanakan. 190 | LANDASAN PENDIDIKAN Pendapat lain dari Klein M.F., bahwa campur tangan kebijakan pemerintah dalam bentuk regulasi program pemerintah, prosedur adopsi buku, petunjuk kurikulum, standar evaluasi guru, ujian dan mekanisme akuntabilitas, prasyarat akademik lainnya, kontrol terpusat lebih banyak jeleknya dari baiknya. Mengembalikan otoritas kepada pendidik lokal (guru) lebih menjanjikan tidak terjadinya kejelekan. Jika dianalisa dari aspek ketentuan aturan, konsistensi, otoritas dan power maka kebijakan pengendalian kurikulum oleh negara nampak melepaskan sejumlah keleluasaan bagi sekolah, daerah dan guru. Kontrol dan pengendalian kurikulum oleh negara, secara khusus dilakukan terhadap beberapa unsur penting. Unsur dimaksud termasuk : syarat kelulusan, tes hasil belajar, petunjuk dan kurikulum mata pelajaran nasional, evaluasi dan sertifikasi sekolah, proses pemilihan materi, syarat sertifikasi guru, dan sistem informasi manajemen sekolah. Persyaratan-persyaratan di atas dari waktu kewaktu diperluas dan diperkuat oleh aturan kebijakan nasional, meskipun dalam pengendalian dan kontrol terhadap praktek dan penyelenggaraan lokal (sekolah, daerah) atau dalam membatasi keleluasaan lokal tidak jauh dari lengkap. Standar isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Pengaturan mengenai standar isi tertuang dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar isi disesuaikan dengan isi tujuan pendidikan nasional yang dijabarkan dalam bidang intelektual dan sosial sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar isi 191 | LANDASAN PENDIDIKAN dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi sesuai dengan kompetensi lulusan, yaitu. sikap, pengetahuan dan keterampilan, sebagaimana dirumuskan dalam standar kompetensi program. Cakupan materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, konsep keilmuan dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Standar isi diterjemahkan secara khusus mata pelajaran dalam kaitannya dengan standar kualifikasi lulusan. Standar isi merupakan kriteria minimal yang mencakup ruang lingkup materi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi merupakan bahan kajian dalam muatan pembelajaran. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. muatan wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. konsep keilmuan; dan c. jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan. 3. Standar Proses Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Standar proses adalah standar pelaksanaan pembelajaran pada suatu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Rosnawati, 2005). 192 | LANDASAN PENDIDIKAN Standar proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan mengenai standar proses telah teruang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses menjelaskan bahwa pembelajaran dilaksanakan di satuan pendidikan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang yang mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan keterampilan, minat dan fisik serta psikis. perkembangan Hal ini sesuai dengan prinsip belajar aktif (Silberman, 2009). Pembelajaran aktif cepat, menyenangkan, merangsang dan menarik karena setiap saat siswa tidak hanya duduk di kursi, tetapi bergerak dan berpikir bersama mereka. Standar proses merupakan kriteria minimal proses pembelajaran berdasarkan jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar proses meliputi: a. perencanaan pembelajaran; meliputi silabus pembelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran (sekurang-kurangnya memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian. b. pelaksanaan pembelajaran; Pelaksanaan pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran per peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik 193 | LANDASAN PENDIDIKAN per pendidik, serta mengembangkan budaya membaca dan menulis. c. penilaian proses pembelajaran. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Penilaian berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan dan kelompok. d. Pengawasan proses pembelajaran Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Perencanaan pembelajaran merupakan aktivitas dilakukan oleh pendidik untuk merumuskan: a. cara untuk mencapai tujuan belajar; dan b. cara menilai ketercapaian tujuan belajar. Pelaksanaan pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang oleh pendidik dengan memberikan keteladanan, pendampingan: a. interaktif; b. inspiratif; c. menyenangkan; d. menantang; e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik. Penilaian proses pembelajaran merupakan asesmen terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. 194 | LANDASAN PENDIDIKAN Penilaian proses pembelajaran dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan. Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran selain dilaksanakan oleh pendidik, dapat dilaksanakan oleh (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015): a. sesama pendidik Penilaian proses pembelajaran oleh sesama pendidik merupakan asesmen oleh sesama pendidik atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan. b. Kepala satuan pendidikan Penilaian proses pembelajaran oleh kepala Satuan Pendidikan merupakan asesmen oleh kepala Satuan Pendidikan pada Satuan Pendidikan tempat pendidik yang bersangkutan atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan. c. Peserta Didik Penilaian proses pembelajaran oleh Peserta Didik sebagaimana merupakan asesmen oleh Peserta Didik yang diajar langsung oleh pendidik yang bersangkutan atas pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya. Proses pendidikan merupakan kunci berlangsungnya proses belajar, dimana program pendidikan dimplementasikan. Bryk dan Hermanson menjelaskan “inti dari persekolahan adalah peningkatan akademik serta proses yang secara instrumental terkait di dalamnya.” Proses pembelajaran yang belum lancar dan kurang baik di banyak sekolah kita, menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. 195 | LANDASAN PENDIDIKAN Mutu proses pembelajaran sangat tergantung pada berbagai aspek, terutama fasilitas pendukung termasuk gedung, dan fasilitas peralatan, dan yang terutama adalah guru dan suasana pembelajaran (Lubis, 2013). Efektivitas sekolah dipengaruhi oleh persoalan epistemologi dan ganjalan politik yang sering kurang serius mengarahkan kebijakan. Efektivitas dan efisiensi sekolah adalah cerminan dari tujuan-tujuan dan pencapaiannya (hasil belajar). Madaus et al., dalam (Lubis, 2013) menekankan bahwa variabel proses yang penting dalam pendidikan adalah suasana kelas dan lingkungan sekolah, standar fasilitas dan pengelolaannya, serta interaksi antarindividu dan lingkungan. Chapman and Aspin (Lubis, 2013), menggaris-bawahi masalah utama kualitas berhubungan dengan sistem nilai, kode etik, prilaku standar yang wajar dari peserta didik baik di sekolah dan dalam masyarakat luas perlu dilibatkan dalam kebijakan dan praktek penilaian. Selain faktor-faktor di atas, kenyataan pada banyak sekolah dimana proses pembelajaran dalam suasana kondusif tidak terwujud, oleh karena kelemahan guru yang mengajar dengan cara-cara lama serta kurang melibatkan peserta didik secara aktif. Juga karena kemampuan, kompetensi dan sikap guru yang kurang mendukung terciptanya proses pembelajaran yang bermutu. Jadi, proses pendidikan sangat ditentukan oleh variabel-variabel atau indikator pendidikan lainnya seperti : daya dukung fasilitas, suasana atau iklim belajar yang kondusif, juga oleh faktor kompetensi dan sikap guru. Pada dasarnya pembelajaran ditujukan kepada siswa, karena belajar dan belajar bukanlah keinginan guru, melainkan keinginan siswa. Belajar berkaitan dengan beberapa ciri proses berpikir, penggunaan potensi otak dan 196 | LANDASAN PENDIDIKAN belajar sepanjang hayat. Prinsip pembelajaran ditekankan dalam proses standar (Sanjaya, 2008). Dan hal tersebut dituangkan dalam langkah proses pembelajaran mulai dari perencanaan yang mencangkup penyusunan silabus dan RPP, pelaksanaan proses pembelajaran yang meliputi persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran serta pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dengan penilaian terhadap proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh, dan pengawasan proses pembelajaran yang meliputi pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan yang dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Pendidik adalah guru yang berperan penting dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan tenaga kependidikan terdiri dari pengawas sekolah, kepala sekolah, tenaga tata usaha, tenaga perpustakaan dan tenaga laboratorium. Standar bagi 197 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidik dan guru tertuang dalam berbagai peraturan, antara lain (Alawiyah, 2017): a. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas yaitu kompetensi kepribadan, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta kompetensi sosial. b. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yaitu kompetensi kepribadan, manajerial, kewirausahaan, supervisi, serta sosial. c. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Standar Guru yang berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. d. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah yang berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga administrasi sekolah yaitu kompetensi kepribadian, sosial, teknis, dan manajerial. e. Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang berisikan kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki tenaga perpustakaan yaitu kompetensi manajerial, pengelolaan informasi, 198 | LANDASAN PENDIDIKAN kependidikan, kepribadian, sosial, serta pengembagan profesi. f. Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah tenaga laboratorium harus memliki kualifikasi akademik yang sesuai serta empat kompetensi utama yaitu kompetensi kepribadian, sosial, administratif, dan profesional. Guru sebagai pendidik memegang peranan penting dalam proses pendidikan, guru berada di garda terdepan pendidikan karena bersinggungan langsung dengan peserta didik. Guru adalah pelatih profesional yang peran utamanya mendidik, mengajar, memimpin, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Kusnandar, 2009). Profesi guru ditandai dengan kompetensi. Kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan dan keterampilan yang diperlukan seorang guru untuk menjadi efektif, akurat dan efisien. Instruktur yang berkualitas dengan mudah memberikan pelatihan yang tidak hanya kompeten tetapi juga relevan. Demikian pula tenaga pendidik dalam peranannya merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembentukan satuan pendidikan, baik dalam hal kepemimpinan, manajemen, administrasi dan tugas-tugas teknis lainnya. Pendidik dan tenaga kependidikan masing-masing memiliki peran dan tugas yang saling terkait satu dan lainnya serta saling mendukung. Pendidik dan tenaga kependidikan berperan penting dalam menciptakan lingkungan dan masyarakat belajar di satuan pendidikan (Alawiyah, 2017). Standar pendidik merupakan kriteria minimal kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki pendidik untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai teladan, perancang 199 | LANDASAN PENDIDIKAN pembelajaran, fasilitator, dan motivator Peserta Didik (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021). Kriteria minimal kompetensi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kriteria minimal kualifikasi pendidik merupakan kualifikasi akademik minimal yang harus dipenuhi oleh pendidik yang dibuktikan dengan (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. ijazah; b. ijazah dan sertifikat keahlian. Kriteria minimal kualifikasi pendidik meliputi: a. sarjana untuk pendidik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, dan pendidik pada Jenjang Pendidikan dasar dan menengah jalur formal; b. magister atau magister terapan untuk pendidik pada Jenjang Pendidikan tinggi program diploma dan sarjana; c. doktor atau doktor terapan untuk pendidik pada Jenjang Pendidikan tinggi program magister dan doktor; dan d. magister atau magister terapan berpengalaman kerja minimal 2 (dua) tahun yang relevan dengan program studi untuk pendidik pada pendidikan profesi. Standar tenaga kependidikan selain pendidik merupakan kriteria minimal kompetensi yang dimiliki tenaga kependidikan selain pendidik sesuai dengan tugas dan fungsi dalam melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses Pendidikan pada Satuan Pendidikan. 200 | LANDASAN PENDIDIKAN Kompetensi tenaga kependidikan meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional untuk menunjang proses Pendidikan pada Satuan Pendidikan. Tenaga kependidikan selain pendidik jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan dan penyelenggaraan di Satuan Pendidikan. 5. Standar Sarana dan Prasarana Standar adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Setiap tingkat satuan pendidikan memiliki kriteria minimum yang berbeda sesuai dengan kebutuhan setiap jenjang seperti pengaturan mengenai jumlah minimal yang dapat dilayani dari tingkat SD minimal enam rombongan belajar sampai tingkat SMP dan SMA minimal tiga rombongan belajar. Lahan dan bangunan pun harus sesuai dengan standar termasuk standar keselamatan, kesehatan, aksesibilitas, kenyamanan, keamanan, kekuatan bangunan yang harus bisa bertahan paling tidak 20 tahun, sesuai dengan izin 201 | LANDASAN PENDIDIKAN penggunaan, serta persyaratan lainnya. Satuan pendidikan setidaknya harus memiliki ruang kelas, perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang beribadah, ruang UKS, jamban gudang ruang sirkulasi, tempat bermain atau berolahraga, ruang konseling, ruang tata usaha, ruang organisasi kesiswaan, laboratorium biologi, fisika, kimia, komputer, bahasa, ruang praktik teknis. Masing-masing berbeda kebutuhannya sesuai dengan tingkat pendidikan (Alawiyah, 2017). Sarana merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dan perlengkapan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Prasarana merupakan fasilitas dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi Satuan Pendidikan. Standar sarana dan prasarana ditentukan dengan prinsip (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. menunjang penyelenggaraan pembelajaran yang aktif, kreatif, kolaboratif, menyenangkan, dan efektif; b. menjamin keamanan, kesehatan, dan keselamatan; c. ramah terhadap penyandang disabilitas; dan d. ramah terhadap kelestarian lingkungan. Sarana dan prasarana harus tersedia pada Satuan Pendidikan dan disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan. 6. Standar Pengelolaan Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan 202 | LANDASAN PENDIDIKAN (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Standar yang mengatur perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan (Rosnawati, 2005). Pengaturan mengenai standar pengelolaan tertuang dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan yang meliputi perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah/madrasah, sistem informasi manajemen, serta penilaian khusus yaitu keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada SNP dapat memperoleh pengakuan pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP. Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan Pendidikan pada pendidikan anak usia dini dan Jenjang Pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan. Pendidikan pada Jenjang Pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan kegiatan Pendidikan bertujuan untuk peningkatan kualitas proses dan hasil belajar secara berkelanjutan berdasarkan evaluasi diri Satuan Pendidikan. Perencanaan kegiatan Pendidikan dituangkan dalam rencana kerja jangka pendek dan rencana kerja jangka menengah. Rencana kerja jangka pendek sebagaimana dimaksud 203 | LANDASAN PENDIDIKAN merupakan rencana kerja tahunan sebagai penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah Satuan Pendidikan. Rencana kerja jangka menengah merupakan perencanaan kegiatan Pendidikan yang disusun untuk periode 4 (empat) tahun. Pelaksanaan kegiatan Pendidikan merupakan tindakan untuk menggerakkan dan menggunakan seluruh sumber daya yang tersedia di Satuan Pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan kegiatan Pendidikan merupakan kegiatan pemantauan, supervisi, serta evaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Pengawasan kegiatan Pendidikan bertujuan untuk memastikan pelaksanaan Pendidikan yang transparan dan akuntabel serta peningkatan kualitas proses dan hasil belajar secara berkelanjutan. Pengawasan kegiatan Pendidikan dilaksanakan oleh (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. kepala Satuan Pendidikan; b. pemimpin perguruan tinggi; c. komite sekolah/madrasah; d. Pemerintah Pusat; dan/atau e. Pemerintah Daerah. 7. Standar Pembiayaan Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Standar yang mengatur 204 | LANDASAN PENDIDIKAN komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun (Rosnawati, 2005). Biaya operasional nonpersonal adalah biaya standar yang diperlukan untuk membiayai kegiatan material dalam rangka dana pelatihan selama satu tahun agar unit pelatihan dapat melaksanakan kegiatan pelatihan secara teratur dan berkesinambungan sesuai SNP. Pembiayaan pendidikan terdiri dari biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan modal kerja (Alawiyah, 2017). Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Pembiayaan pendidikan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan (Fattah dalam Nurdin, 2015). Fattah menyebutkan terdapat beberapa komponen pembiayaan yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas pendidian yaitu gaji dan kesejahteraan, biaya pembinaan guru, pengadaan bahan pelajaran, pembinaan kesiswaan, dan biaya pengelolaan sekolah. Nurdin dan Sibaweh (2015) menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan harus mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi upaya peningkatan akses, mutu, dan tata kelola pendidikan. 205 | LANDASAN PENDIDIKAN Pembiayaan pendidikan juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Masyarakat meliputi satuan pendidikan yang didirikan masyarakat, peserta didik, orang tua atau wali peserta didik, serta pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Pembiayaan Pendidikan terdiri atas (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. biaya investasi, meliputi komponen biaya: 1) investasi lahan; 2) penyediaan sarana dan prasarana; 3) penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia; dan 4) modal kerja tetap. b. biaya operasional, meliputi komponen biaya: 1) personalia 2) nonpersonalia 8. Standar Penilaian Standar Penilian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik (“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,” 2015). Standar yang mengatur mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian prestasi belajar peserta didik Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas (Rosnawati, 2005) : a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil yang digunakan 206 | LANDASAN PENDIDIKAN untuk menilai pencapaian kompetensi, bahan pelaporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan mata pelajaran yang tidak diujikan pada ujian nasional dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah. Peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP. c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu dalam bentuk ujian nasional yang ditugaskan kepada BSNP dan diadakan sekurangkurangnya 1 kali dan sebanyak-banyaknya 2 kali dalam satu tahun pelajaran serta dilaksanakan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri atas pertama, penilaian hasil belajar oleh pendidik yang bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Bentuk penilaian pendidik dapat berupa evaluasi hasil belajar berupa tes, tugas, dan/atau bentuk lain yang hasilnya digunakan untuk mengukur kinerja kompetensi peserta didik, untuk meningkatkan pembelajaran dan menciptakan kemajuan pembelajaran. laporan. Kedua, evaluasi hasil belajar satuan pendidikan yang bertujuan untuk menilai ketercapaian persyaratan kualifikasi lulusan pada semua mata pelajaran dilakukan melalui ujian sekolah untuk menentukan tamat 207 | LANDASAN PENDIDIKAN satuan pendidikan. Selain itu, evaluasi unit pelatihan berfungsi untuk memastikan kualitas dengan menetapkan kriteria kesempurnaan minimum dan kriteria promosi. Ketiga, penilaian pemerintah terhadap hasil belajar. Tujuan pengendalian keberhasilan belajar negara adalah untuk menilai kinerja kualifikasi lulusan pada mata pelajaran tertentu secara nasional dalam bentuk ujian nasional atau bentuk lain yang hasilnya digunakan untuk memetakan mutu, pertimbangan pilihan untuk jenjang berikutnya, pengawasan dan pemberian Bantuan Pembangunan. kualitas pendidikan (Alawiyah, 2017). Penilaian pendidikan diartikan sebagai suatu proses pengukuran yang pada umumnya berkenaan dengan data kuantitatif untuk mendapatkan informasi yang diukur, yang biasanya diperlukan alat bantu misalnya berupa tes atau intrumen pengukuran lainnya (Sanjaya, 2008). Thorndhike dan Ebel dalam Sudjana (2001) menjelaskan penilaian dilakukan untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok dalam kemampuan serta minat dan sikap yang digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik, bimbingan, perencanaan pendidikan bagi sisiwa itu sendiri. Selanjutnya, Print dalam Sanjaya (2008) juga membagi evaluasi menjadi dua yaitu evaluasi summative dengan evaluasi formative. Evaluasi summative dilakukan untuk menilai keberhasilan siswa setelah berakhir suatu program pembelajaran yang bila dilihat dari standar penilaian dalam Permendikbud masuk ke dalam penilaian yang dilakukan oleh satuan pendidikan. Sementara evaluasi formative dilakukan selama program pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh pendidik selama program pembelajaran berlangsung. 208 | LANDASAN PENDIDIKAN Penilaian memiliki manfaat terutama bagi guru. Dari hasil penilaian, guru dapat mengetahui peserta didik yang berhak melanjutkan pelajaran maupun siswa yang belum dapat melanjutkan, guru juga dapat menilai apakah materi yang diajarkan tepat atau tidak, dan guru juga dapat menilai metode yang diajarkan sudah tepat atau belum (Daryanto, 2007). Saat ini kurikulum di Indonesia telah berubah arah dari kurikulum yang berorientasi pada pelajaran menjadi kurikulum yang berorientasi pada kompetensi. Hal ini berpengaruh juga pada penilaian dan penentuan kriteria keberhasilan di mana bagaimana sebuah kurikulum berdampak pada perubahan perilaku sehari-hari (Sanjaya, 2008). Prinsip-prinsip penilaian yang mengacu pada standar kompetensi lulusan dan standar isi dalam sesuai dengan standar penilaian harus sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, sistematis, beracuan kriteria, akuntabel. Dan apabila mengacu pada prinsip penilaian berbasis kelas selain prinsip tadi juga harus ada prinsip motivasi, validitas, berkesinambungan, bermakna, serta edukatif (Sanjaya, 2008). Prinsip penilaian tersebut haruslah terakomodir dalam kegiatan penilaian di satuan pendidikan baik pendidikan yang dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, maupun oleh pemerintah. Penilaian menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian pendidikan, kualitas mutu pendidikan, serta menjadi acuan dalam upaya perbaikan pendidikan. Standar penilaian Pendidikan merupakan kriteria minimal mengenai mekanisme penilaian hasil belajar Peserta Didik. Mekanisme merupakan prosedur dalam melakukan penilaian yang meliputi (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): 209 | LANDASAN PENDIDIKAN a. perumusan tujuan penilaian; b. pemilihan dan/atau pengembangan instrumen penilaian; c. pelaksanaan penilaian; d. pengolahan hasil penilaian; dan e. pelaporan hasil penilaian. Penilaian hasil belajar Peserta Didik dilakukan sesuai dengan tujuan penilaian secara berkeadilan, objektif, dan edukatif. Penilaian hasil belajar Peserta Didik dilakukan oleh pendidik. Penilaian hasil belajar Peserta Didik berbentuk (Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, 2021): a. penilaian formatif, yang bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran serta mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran. b. penilaian sumatif, pada Jenjang Pendidikan dasar dan Jenjang Pendidikan menengah bertujuan untuk menilai pencapaian hasil belajar Peserta Didik sebagai dasar penentuan: 1) kenaikan kelas; dan 2) kelulusan dari Satuan Pendidikan. Penilaian sumatif pada Jenjang Pendidikan tinggi bertujuan untuk menilai pencapaian hasil belajar Peserta Didik sebagai dasar penentuan: 1) kelulusan dari mata kuliah; dan 2) kelulusan dari program studi. Penilaian hasil belajar Peserta Didik untuk penentuan kelulusan dari Satuan Pendidikan dilakukan melalui mekanisme yang ditentukan oleh Satuan Pendidikan dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan. 210 | LANDASAN PENDIDIKAN C. Tujuan Standar Nasional Pendidikan Pengembangan Standar Nasional Pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global (Rosnawati, 2005). Dengan adanya SNP maka satuan pendidikan dapat menggunakan SNP sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan, SNP juga dijadikan sebagai dasar monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia khususnya pada satuan pendidikan yang memudahkan untuk mengukur . dan mengevaluasi kualitas mereka. Pencapaian standar dapat menjadi tolok ukur untuk menentukan tindakan korektif dan kebijakan yang akan diterapkan dalam meningkatkan mutu pendidikan (Alawiyah, 2017). SNP disusun oleh Badan Standard Nasional Pendidikan (BSNP) yang merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah sesuai dengan amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 35 ayat (3) yang berisikan tentang pengembangan SNP serta pemantauan dan pelaporan pencapaian secara nasional dilaksanakan oleh 211 | LANDASAN PENDIDIKAN suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. BSNP merupakan lembaga independen dan profesional yang mengemban misi untuk mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi pelaksanaan standar nasional pendidikan. Perlunya standar pendidikan untuk beberapa alasan, pendidikan standardisasi nasional pertama-tama merupakan persyaratan politik untuk menilai sejauh mana warga negara memiliki kesamaan visi dan pengetahuan serta keterampilan yang terkait dengan pembangunan negara. Kedua, standardisasi pendidikan nasional merupakan tuntutan globalisasi, dimana Indonesia bersaing sebagai bagian dari dunia dan perlu terus meningkatkan kualitasnya agar tidak menjadi budak bangsa lain. Ketiga, standardisasi pendidikan nasional memerlukan kemajuan, dengan Indonesia sebagai negara berkembang terus meningkatkan kualitas dan meningkatkan martabatnya menjadi negara maju dengan sumber daya manusia berkualitas yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Tilaar, 2012). Standar menjadi patokan dalam menentukan acuan penyelenggaraan pendidikan dalam upaya mencapai tujuan. Penyelenggaraan pendidikan bukan hanya terbatas pada terselenggaranya pendidikan tetapi lebih pada pendidikan yang bermutu. Pendidikan di Indonesia telah disusun dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, karena SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. SNP ditetapkan pemerintah dan harus dipenuhi oleh satuan pendidikan serta semua pemangku kepentingan dalam mengelola dan Terdapat alasan mengapa standar nasional pendidikan diperlukan di Indonesia yaitu pertama, Indonesia sebagai negara berkembang di mana, komitmen 212 | LANDASAN PENDIDIKAN pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengeluarkan dana pendidikan masih sangat minim. Kedua, sebagai negara kesatuan diperlukan suatu penilaian dari sistem kinerja Sisdiknas. Ketiga, Indonesia sebagai anggota masyarakat global berada dalam pergaulan bersama negara lainnya agar dapat dilihat kebutuhan akan sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan negara lain sehingga kualitas pendidikan menjadi indikator mutlak yang harus dipenuhi. Keempat, fungsi SNP untuk melakukan pengukuran kualitas pendidikan, dengan adanya standar yang bukan merupakan ukuran yang statis akan tetapi akan terus meningkat. Kelima, fungsi standar adalah untuk pemetaan masalah pendidikan. Keenam, fungsi SNP dalam rangka menyusun strategi dan rencana pengembangan setelah diperoleh data dari evaluasi belajar (Tilaar, 2012). Pentingnya standar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sebagai acuan merupakan hal yang harus dipenuhi. SNP berfungsi sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan dan kepemimpinan pendidikan dalam rangka penyelenggaraan pendidikan kerakyatan yang bermutu, SNP juga berupaya menjamin mutu pendidikan kerakyatan untuk meningkatkan kehidupan kerakyatan dan membentuk karakter kerakyatan yang bernilai dan memajukan peradaban. . Dengan adanya SNP maka satuan pendidikan dapat menggunakan SNP sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan, SNP juga dijadikan sebagai dasar monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia khususnya pada satuan pendidikan yang memudahkan untuk mengukur. dan mengevaluasi kualitas mereka. 213 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Alawiyah, F. (2017). Standar nasional pendidikan dasar dan menengah. Aspirasi, 8(1), 81–92. Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Kusnandar. 2009. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lubis, A. (2013). Pelaksanaan Standar Nasional dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Pendidikan Teknik Bangunan, 1–17. Nasyirwan. (2015). Pencapaian 8 (delapan) standar nasional pendidikan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan mutu lulusan. Manajer Pendidikan, 9(6), 724–736. Nurdin, Diding dan Imam Sibaweh. 2015. Pengelolaan Pendidikan dari Teori Menuju Implementasi, Jakarta: Rajawali Pers. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. (2015). In Lembaran Negara RI. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. (2021). Purwanggono, B. (2009). Buku Pengantar Standardisasi. Rosnawati. (2005). Standar Nasional Pendidikan ( Snp ). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 1–71. Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 214 | LANDASAN PENDIDIKAN Silberman, Melvin L. 2009. Active Learning. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Tilaar, HAR. 2012. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta 215 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Penulis bernama lengkap Ihfa Indira Nurnaifah Idris, putri pertama pasangan H.Idris, S.Pd dan Hj. Rasma, S.Pd. Lahir dan dibesarkan di Pinrang, sebuah kabupaten yang terletak di ujung utara Sulawesi Selatan16 Januari 1991. Baru pada tahun 2008 penulis hijrah ke Makassar untuk kuliah di jurusan Fisika Universitas Hasanuddin. Sejak lulus kuliah, penulis bekerja sebagai tenaga harian bagian administrasi rektorat di Universitas Hasanuddin. Akan tetapi, karena latar belakang kedua orang tua penulis adalah bidang pendidikan, penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2014 sebagai mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Negeri Makassar dan selesai pada tahun 2016. Sejak tahun 2017, penulis mengabdi sebagai dosen di Program Studi Pendidikan Fisika STKIP Darud Da’wah wal Irsyad Pinrang hingga saat ini 216 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 13 217 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 13 PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Efektifitas proses pembelajaran disekolah harus diciptakan, karena masih terdapat sebuah pembelajaran yang belum menggunakan metode yang tepat dan kurang bervariasi, pembelajaran yang di kelola oleh guru masih terkesan belum memuaskan, karena belum maksimalnya metode yang di terapkan oleh guru dalam proses pembelajaran dan masih terkesan monoton pada satu metode saja sehingga peserta didik menjadi jenuh dan kurang berminat dalam belajar. Olehnya itu harus ada pengembangan dalam menggunakan metode sehingga metode yang digunakan akan selalu menglami peningkatan. Kecenderungan guru dalam proses pembelajaran hanya melakukan transfer ilmu pengetahuan tanpa ingin lebih meningkatkan metode pengajaran yang lebih menarik peserta didik dalam peroses pembelajaran. Andi Abd. Muis dan Arifuddin 2017. B. Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam Secara faktual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan modernisasi ini. Untuk mengaktualisasikan pelaksanaan tersebut dalam Pendidikan Agama Islam, pendidik atau gurulah yang 218 | LANDASAN PENDIDIKAN mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan tersebut. Dengan ini, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge), tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value) pada peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi: nilai etika (akhlak), estetika sosial, ekomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan nilai ilahiyyah. Pendidik pada umumnya bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Untuk menjadi pendidik yang profesional tidaklah mudah, karena ia harus memiliki berbagai kompetensi kompetensi keguruan. Menurut Andi Abd. Muis (2014) Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Hal tersebut karena kompetensi itu merupakan tempat dan bahan untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan yang datang darinya. Oleh karena itu, seorang pendidik sebaiknya mempunyai persiapan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya, agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan, harapan, dan mimpi mimpi peserta didiknya. Sebelum berbicara terkait metode pembelajaran maka, perlu diketahui syarat-syarat Guru yang terkait dengan kemampuan mengajar, sebagai berikut: Andi Abd. Muis (2014) 219 | LANDASAN PENDIDIKAN a. Kemampuan dalam Menguasai Materi Pelajaran. Materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sulit dibayangkan, bila seorang guru mengajar tanpa menguasai materi pelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai hasil yang lebih baik, guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu yang merupakan bagian dari suatu mata pelajaran saja tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri agar dapat mencapai hasil yang lebih baik. b. Kemampuan dalam menguasai metode mengajar. Seorang pendidik harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang diajarkan. Harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak, psikologi belajar, agar guru dapat menempatkan diri dalam kehidupan peserta didik dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak didik. c. Kemampuan Menerapkan Prinsip-Prinsip Psikologi. Mengajar pada intinya bertalian dengan proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik perlu menerapkan prinsip-prinsip psikologi, terutama yang berkaitan dengan belajar agar seorang guru dapat mengetahui keadaan peserta didik d. Kemampuan Menyelenggarakan proses pembelajaran. Kemampuan menyelenggarakan proses pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Oleh sebab itu, lembagalembaga pendidikan lebih fokus dalam menyiapkan 220 | LANDASAN PENDIDIKAN calon guru dengan memberikan bekal-bekal teoritis dan pengalaman praktek kependidikan. e. Kemampuan Menyesuaikan Diri dengan Berbagai Situasi Baru. Secara formal maupun profesional tugas guru seringkali menghadapi berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesionalnya. Perubahan pada bidang kurikulum, pembaharuan dalam sistem pengajaran, serta anjuran-anjuran dari atas untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam pelaksanaan tugas, seperti CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), sistem belajar tuntas, sistem evaluasi, dan sebagainya seringkali mengejutkan. Hal ini membawa dampak kebingungan para guru dalam melaksanakan tugas. Kemampuan dan Keterampilan Teknik Seorang guru dalam melaksanakan tugas mendidik baru dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan bila terkandung tiga aspek yaitu: 1) Motivasi; 2) Dilaksanakan karena sengaja dan direncanakan; 3) Adanya tujuan yang luhur;. Sebagai guru muslim pekerja dalam rangka meningkatkan kemampuan danketerampilan adalah merupakan suatu upaya yang sungguh sungguh, dengan mengerahkan seluruh tenaga, pikiran dan dzikirnya untuk menempatkan dirinya sebagai hamba Allah. Seorang guru Pendidikan Agama Islam bukan sebagai pengekor, tetapi sebagai guru yang mau melatih diri untuk berpikir kritis, analisis, karena ia sadar bahwa seluru hidupnya akan dipertang-gungjawabkan kepada Allah. Dalam upaya mengembangkan diri terkait dengan kemampuan dan keterampilan guru harus memiliki semangat bertanding dan bersaing dalam segala lapangan kebajikan dan meraih prestasi. Andi Abd. Muis (2014) 221 | LANDASAN PENDIDIKAN C. Pengertian Metode Pembelajaran. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Menurut Andi Abd. Muis dan Arifuddin (2018) dalam bukunya metode mengajar guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah mengemukakan bahwa metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pembelajaran, metode diperlukan oleh guru di sekolah dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak akan mampu melaksanakan proses pembelajaran apabila belum menguasai menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa metode Pembelajaran adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai, sehingga semakin baik penggunaan metode mengajar akan semakin berhasil capaian tujuan pembelajaran. Dalam interaksi tersebut, peserta didik diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran melalui metode dan alat untuk pembelajaran yang dipelajari peserta didik dengan menggunakan metode dan alat untuk kemudian dinilai ada tidaknya perubahan pada diri peserta didik setelah ia menyelesaikan proses pembelajaran. Andi Abd. Muis dan Arifuddin (2018). Wina Senjaya (2011), mengemukakan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Seiring dengan hal tersebut Anurrahman 222 | LANDASAN PENDIDIKAN (2010), mengemukakan bahwa metode pembelajaran yang baik harus didukung pula oleh berbagai faktor penunjang seperti perhatian serta dukungan orang tua, keadaan lingkungan serta kesehatan yang baik dan gizi anak yang cukup. Dari beberapa pengertian metode pembelajaran menurut para ahli, menurut penulis perlu diketahui tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metodemetode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula sebuah metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadangkadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain. Adakalanya seorang guru perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu pokok bahasan tertentu. dalam mengembangkan metode perlu adanya variasi beberapa metode yang digunakan dalam mengajar di sekolah agar penyajian pembelajaran menjadi lebih hidup. Misalnya pada awal pembelajaran, guru memberikan suatu uraian dengan metode ceramah, kemudian menggunakan contohcontoh melalui peragaan dan diakhiri dengan diskusi atau tanya-jawab. Di sini bukan hanya guru yang aktif berbicara, melainkan peserta didik pun termotivasi untuk berpartisipasi. Andi Abd. Muis dan Arifuddin (2018). Metode pembelajaran merupakan teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, baik secara individual ataupun secara kelompok agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh peserta didik 223 | LANDASAN PENDIDIKAN dengan baik. Jadi metode pembelajaran menurut penulis adalah cara yang efektif digunakan oleh guru dalam memberikan materi atau bahan pelajaran kepada peserta didik dalam suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini dapat memotivasi seorang guru untuk mencari metode yang tepat dalam penyampaian materinya agar dapat diserap dengan baik oleh peserta didik, mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran. Oemar Hamalik (2006) mengemukakan ada lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam memilih suatu metode mengajar yaitu: 1. Kemampuan guru dalam menggunakan metode. 2. Tujuan pengajaran yang akan dicapai. 3. Bahan pengajaran yang perlu dipelajari siswa. 4. Perbedaan individual dalam memanfaatkan inderanya. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah. D. Ragam Pengembangan Metode Pembelajaran dari zaman kezaman Metode mengajar guru sangat banyak ragamnya. Adapun metode pembelajaran yang sering diterrapkan di kelas oleh guru, ketika dilaksanakan sebaik-baiknya, besar manfaatnya untuk menarik serta meningkatkan minat dan perhatian peserta didik antara lain ialah: Andi Abd. Muis dan Arifuddin (2018) a. Metode Pembelajaran ceramah (Lecture) Metode ceramah adalah metode yang paling sering digunakan. Guru menjelaskan tentang mata pelajaran di 224 | LANDASAN PENDIDIKAN depan kelas dan para siswa memperhatikan dan mendengarkan guru menjelaskan. b. Metode Pembelajaran diskusi (Discussion) metode ini biasanya dilakukan untuk memecahkan masalah. Wina Sanjaya (2009) Siswa biasanya melakukan pembahasan soal dengan dibimbing oleh guru. Tetapi guru hanya sebagai pendamping dan bukan yang menjawab semua soal. c. Metode Pembelajaran demonstrasi metode ini sering di terapkan melalui gambar-gambar maupun skema. Misal penggambaran pada gerak bebas beraturan. Dengan dilakukan penggambaran maka siswa dapat membayangkan kejadian benda yang bergerak bebas beraturan tersebut. d. Metode Pembelajaran resitasi metode ini dilakukan dengan cara siswa membuat resume pelajaran dengan bahasanya sendiri. e. Metode Pembelajaran Kelompok pendengar (Listening Teams) Guru membacakan sebuah laporan atau naskah dengan membagi murid menjadi dua atau beberapa kelompok. Mintalah setiap kelompok menyimak butir-butir penting yang telah ditentukan (misalnya kelompok pertama memperhatikan hal yang positif, sedangkan kelompok dua memperhatikan hal yang negatif). Kemudian setiap kelompok harus kembali memberikan laporan kepada guru dan teman-teman sekelasnya. Setelah itu baru mengadakan diskusi f. Metode Pembelajaran Simposium Simposium adalah serangkaian ceramah pendek yang disampaikan oleh sekelompok kecil orang kepada seluruh murid. Boleh mengundang para ahli sebagai pembicara, atau 225 | LANDASAN PENDIDIKAN meminta murid untuk mempersiapkan terlebih dahulu bagan-bagan yang berbeda. Kemudian mereka masingmasing menyampaikan segi-segi dan konsep-konsep di bawah pimpinan seorang pemimpin. g. Metode Pembelajaran Kerja kelompok Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompokkelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa fäktor misalnya tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di dalam keIas. h. Metode Pembelajaran Problem solving Problem solving, adalah suatu cara menyajikan bahan penlajaran dengan jalan dimana siswa dihadapkan dengan kondisi masalah. Dari masalah yang sederhana, menuju kepada masalah yang sulit/muskil. Dapat juga diartikan dengan berpikir dalam memecahkan masalah. Andi Abd. Muis (2014). i. Metode Pembelajaran inquiry Inquiry yaitu salah satu pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa kepada siswa yang menimbulkan teka-teki, dan motivasi siswa untuk mencari pemecahan masalah. j. Metode Pembelajaran Mandiri belajar mandirimerupakan proses belajar yang dirintismelalui bekerja sendiri danmenemukan sendiri, bahwa belajarmandiri adalah kegiatan belajar aktifyang didorong oleh motif yangmenguasai suatu kompetensi 226 | LANDASAN PENDIDIKAN dandibangun dengan bekal pengetahuanatau kompetensi yang telah dimiliki. k. Metode Pembelajaran Drill (latihan) Drill merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. l. metode pembelajaran samawi atau Qur’ani adalah suatu cara atau tindakan dalam lingkup peristiwa pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an dan asunnah Rasul. m. metode uswah (keteladanan) adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan; n. metode targib adalah janji yang disertai dengan bujukan sedangkan tarhib adalah suatu ancaman atau siksaan sebagai akaibat melakukan dosa atau kesalahan; o. metode pembelajaran modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan; p. metode uswah (keteladanan) adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. (Andi Abd. Muis 2014). Kunci keberhasilan tergantung pada diri guru Pendidikan Agama Islam dan peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berupa keterampilanketerampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian, yang saling berhubungan satu sama lain. (Andi Abd. Muis 2014). Guru 227 | LANDASAN PENDIDIKAN Pendidikan Agama Islam menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing. Pembelajaran yang tidak didesain secara sistematis tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada sejauhmana pembelajaran itu direncanakan, olehnya itu Guru Pendidikan Agama Islam hendaknya memahami karakteristik desain pembelajaran sebagai berikut: 1) berpusat pada peserta didik; 2) berorientasi tujuan; 3) terfokus pada pengembangan atau perbaikan kinerja peserta didik; 4) mengarahkan hasil yang dapat diukur melalui cara yang valid dan dapat dipercaya; 5) bersifat empiris, berulang, dan dapat dikoreksi sendiri; 6) upaya bersama dalam tim. 228 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Andi Abd. Muis dan Arifuddin, (2017) Pengembangan Metode Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 9 Parepare. Jurnal Tarbawi Vol. 14. No. 1. Andi Abd. Muis, (2014) Implementasi Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Makassar Panrita Globa Media. Andi Abd. Muis dan Maryam, (2020) Efektifitas Metode Belajar Mandiri Terhadap Perkembangan KreatifitasBerfikir pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 8 Enrekang. Al-Ibrah, Volume IX Nomor 01. A. Baki, Nasir, (2014) Metode Pembelajaran Agama Islam, Yogyakarta, Eja-Publiser. Aunurrahman, (2010) Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Ngalim Purwanto, (2007) Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Syaiful Bahri Djamarah, (2010) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Wina Sanjaya, (2011) Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Cet. IV; Kencana. Wina Sanjaya, (2009) Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Pendidikan Prenada Media Grup. Oemar Hamalik, (2006) Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. Bumi Aksara 229 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Andi Abd. Muis Lahir di Tuju Tuju Kajuara Kabupaten Bone pada taggal 12-12-1982. Istri Bernama Imrawati dan dikaruniai dua anak yaitu Andi Kafi El Azam Muis dan Andi Arsyi Maziyah Muis. Penulis menempuh pendidikan sarjana (S1) di PRODI Pendidikan Agama Islam Fakultas Agam Islam Universitas Muhammadiyah Parepare, Program Magister (S2) di PRODI PAI Program Pascasarjana UM Parepare, dan Program Doktor (S3) di PRODI PAI UM Parepare. Penulis pernah mengajar di Pondok Pesantren Pendidikan Islam Darul Abrarar Kahu Palattae Bone, mengajar di SDN 66 Kota Parepare, mengajar di SMP PGRI Kota Parepare, mengajar di SMP Muhammadiyah Parepare, Staf PPs-UMPAR, dan Kini Menjadi Dosen Tetap Yayasan di UM Parepare dan mengajar di PRODI PAI FAI dan PRODI PAI Program Pascasarjana UM Parepare. Adapun karya yang dihasilkan oleh penulis selama menjadi Dosen dapat dilihat pada link (1) Andi Abd. Muis | Universitas Muhammadiyah Parepare-Academia.edu dan Andi Abd. Muis (Orcid.org/0000-0003-0919-3593) Indonesia Google Cendekia. Penulis juga aktif dalam melaksanakan penelitian pengabdian kepada masyarakat dan mengikuti seminar, pelatihan dan worshop yang berskala lokal, regional, nasional, dan internasional 230 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 14 231 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 14 LANDASAN FILOSOFIS DAN YURIDIS PENDIDIKAN A. Pendahuluan Kendatipun pendidikan merupakan entitas yang penting dalam kehidupan umat manusia, namun tidak banyak orang yang memahami landasan filosofis dan yuridis/hukum pendidikan. Oleh karena itu, praktik dan pengembangan pendidikan di Indonesia acapkali keluar dari spirit filosofis dan aturan hukum. Salah satu indikatornya dapat ditilik dari merebaknya praktik komersialisasi di Indonesia. Pendidikan yang sejatinya menjadi instrumen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kini seolah-olah telah bermetamorfosis menjadi lahan basah untuk mengais pundi-pundi uang. Alhasil, pendidikan yang seharusnya dapat diakses semua lapisan masyarakat, tak terkecuali kaum miskin, kini telah berubah menjadi sesuatu yang elitis, yang hanya dapat dinikmati kelompok masyarakat berduit atau kaum borjouis saja. Indikator lainnya yang dapat dijadikan indikator untuk melihat betapa banyaknya praktik pendidikan yang tercerabut dari akar filosofis dan yuridis adalah mengguritanya paradigma kognitivistik di ranah pendidikan. Yakni, suatu pemahaman bahwa penyelenggaraan pendidikan dapat dikatakan berhasil manakala ia mampu menghasilkan manusia-manusia yang cerdas secara intelektual. Aspek kognitiflah yang menjadi orientasi dan penekanan paradigma pendidikan semacam ini. Sebaliknya, 232 | LANDASAN PENDIDIKAN mengabaikan atau setidaknya menomorduakan arti pentingnya penanaman nilai-nilai moralitas kepada anak didik. Jenis manusia yang akan dilahirkan dari paradigma pendidikan semacam ini adalah manusia-manusia yang cerdas secara intelektual, akan tetapi culas secara moral. Sekedar contoh out-put paradigma kognitivistik ini adalah koruptor. Telah menjadi rahasia umum, para pelaku korupsi di Indonesia sebagian besar –kalau tidak mau dikatakan seluruhnya— adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Tidak sedikit para perampok uang rakyat tersebut bergelar sarjana, master, doktor, bahkan profesor. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan tidak selalu berbanding lurus dan berkorelasi secara positif terhadap integritas moral seseorang. Selain menjamurnya komersialisasi pendidikan dan mengguritanya paradigma kognitivistik di dunia pendidikan, fakta lain yang memprihatinkan adalah tidak kedapnya pendidikan dari kepentingan ideologi dan politik. Kenyataan bahwa pendidikan telah terbebani oleh politik, memang cukup ironis dan bahkan merupakan sesuatu yang timpang. Paulo Freire dan Ivan Illich yang mengecam dan mengkritik tajam bahwa pendidikan yang selalu dimuliakan dan diasumsikan netral, sakral, dan mengandung kebajikan itu ternyata membawa penindasan (oppression). Semua itu, karena pendidikan dalam setiap langkahnya lebih sering terbebani peran produksi dan reproduksi dari bentuk ideologi dan politik. Freire kemudian merancang model pendidikan sebagai aksi kultural dan transformasi sosial. Usaha Freire tersebut melahirkan apa yang disebut dengan model pendidikan "yang membebaskan". Melihat realitas bahwa pendidikan di Indonesia telah banyak tercerabut dari akar filosofis dan yuridis (hukum), 233 | LANDASAN PENDIDIKAN alangkah baiknya bilamana kita mencoba merefleksikan kembali makna pendidikan di Indonesia, baik secara filosofis maupun secara hukum. Dengan demikian, pendidikan nasional yang dikembangkan tidak tercerabut dari akar budaya nusantara. Selain itu, tidak kehilangan orientasi, tujuan, dan visi-misi kemanusiaannya serta selaras dengan peraturan/regulasi yang berlaku di Indonesia. B. Landasan Filosofis Pendidikan Nasional Menurut Binti Maunah (2009: 31), landasan filosofis merupakan landasan yang berhubungan dengan hakikat atau makna pendidikan. Ada hubungan yang erat antara pendidikan dengan filsafat. Sebab, filsafat berupaya merumuskan persepsi manusia dan masyarakat, sementara pendidikan berupaya merealisasikan persepsi itu sendiri. Sementara itu, menurut Riza Zahriyal Falah (2017: 376), landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang berasal dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Seperangkat asumsi tersebut dideskripsikan dari sistem gagasan filsafat secara umum meliputi metafisika, epistemologi, dan aksiologi yang dirumuskan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Oleh karena itu, ada relasi implikatif antara kepercayaan-kepercayaan/ide-ide dalam kajian filsafat (metafisika, epistemologi, dan aksiologi) terhadap teori dan praktik pendidikan. Dalam konteks ini, landasan filosofis pendidikan dikaji oleh filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aktivitas kefilsafatan yang menaruh perhatian pada persoalan-persoalan dunia pendidikan dan pemecahannya. Berbasis pada proses berpikir yang menggabungkan aktivitas diri, sikap diri, dan juga sifat berpikir, filsafat pendidikan senantiasa mengorientasikan pendidikan agar berfungsi 234 | LANDASAN PENDIDIKAN sebagai pendidikan dan juga memecahkan problem serta mengembangkan teorinya. Proses berpikir filosofis terdiri dari serangkaian aktivitas yang mencakup aktivitas menggabungkan (mensintesiskan), merefleksikan, menentukan, dan menganalisis, sikap diri yang meliputi kesadaran diri, pendalaman, pemahaman, dan fleksibilitas, serta sifat berpikir yang meliputi berpikir radikal, sistematis, bebas, koheren, konsisten, dan bertanggung jawab. Dengan proses berpikir tersebut, filsafat pendidikan menjadi referensi pengembangan pendidikan, baik secara teoritis maupun secara praktis (Falah, 2017: 377). Menurut John Dewey (dalam Arifin, 1993), filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia, maka filsafat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. Sedangkan dalam perspektif Pidarta (2001), filsafat pendidikan merupakan hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam hingga akar-akarnya tentang pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar berbagai persoalan pendidikan. Kajiankajian yang dilakukan oleh cabang-cabang filsafat memiliki pengaruh yang besar terhadap pendidikan lantaran prinsipprinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diimplementasikan dalam bidang filsafat (Maunah, 2009: 31). Peranan filsafat dalam bidang pendidikan berhubungan dengan hasil kajian di antaranya tentang: (1) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini; (2) Masyarakat dan kebudayaannya; (3) Keterbatasn manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan; dan (4) Perlunya landasan pemikiran dalam pelerjaan, terutama filsafat pendidikan (Barnadib, 235 | LANDASAN PENDIDIKAN 1999: 45). Hasil dari kajian filsafat tersebut, terutama tentang konsepsi manusia dan dunianya memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pendidikan. Kebudayaan dapat diciptakan, dilestarikan, dan dikembangkan melalui pendidikan. Baik pendidikan yang berbentuk idela atau kelakukan maupun teknologi dapat diwujudkan melalui proses pendidikan (Maunah, 2009: 32). Ada sejumlah aliran filsafat pendidikan. Menurut George F. Kneller (1971: 42-65). Pertama, aliran perenialisme menghendaki kesetiaannya pada prinsip-prinsip absolut. Aliran perenialisme menyatakan bahwa keabadian lebih riil daripada perubahan. Pada sebuah dunia yang tidak menentu dan sulit tak ada yang lebih menguntungkan daripada kesetiaan pada tujuan pendidikan dan stabilitas perilaku pendidikan. Kedua, aliran progresivisme yaitu aliran filsafat pendidikan yang menyatakan bahwa perubahan merupakan esensi realitas. Progresivisme dalam bentuk murninya menyatakan bahwa pendidikan selalu merupakan proses perkembangan. Pendidik harus siap memodifikasi metodemetode dan kebijakan-kebijakan dipandang dari sudut pengetahuan baru dan perubahan-perubahan dalam lingkungan. Ketiga, aliran esensialisme. Aliran filsafat pendidikan ini menekankan pada upaya-upaya untuk: (1) mengkaji ulang soal kurikulum; (2) mendistingsikan yang esensial dan yang non-esensial dalam program-program lembaga pendidikan; (3) membangun kembali otoritas pendidik di kelas. Keempat, aliran rekonstruksionisme. Aliran rekonstruksionisme kurang lebih menekankan pentingnya “pembaharuan” dalam dunia pendidikan. Dalam konteks ini, rekonstruksionisme menginginkan kita untuk melihat kembali bagaimana kurikulum disusun, isi mata pelajaran/kuliah, metode-metode pendidikan, struktur 236 | LANDASAN PENDIDIKAN administrasi, dan bagaimana guru dilatih. Semua ini harus direkonstruksi sesuai dengan teori yang menyatukan hakikat manusia yang diperoleh secara rasional dan ilmiah. Dalam konteks Indonesia, filsafat pendidikan nasional berbasis pada nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Pancasila (Munib, 2008). Nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level dan jenis pendidikan (Azmi, 2018: 4). Menurut Jumali, dkk. (2004: 54), Ada dua hal penting yang mesti dipertimbangkan dalam menetukan landasan filosofis pendidikan nasional. Pertama, pandangan tentang manusia Indonesia. Filosofi pendidikan nasional memandang bahwa manusia Indonesia sebagai: (1) Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya; (2) Makhluk individu dengan segala hal dan kewajibannya; (3) Makhluk sosial dengan segala tanggung jawab hidup dalam masyarakat yang majemuk, baik dari sisi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup, dan sisi kemajuan NKRI di tengah-tengah masyarakat global yang terus berkembang dengan segenap tantangannya. Kedua, pandangan tentang pendidikan nasional itu sendiri. Dalam pandangan filsafat, pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang senantiasa berinteraksi dengan lembaga sosial lainnya dalam masyarakat. Terkait dengan landasan filosofis pendidikan nasional, implementasi pendidikan didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan bertujuan membentuk manusia Indonesia yang Pancasilais. Hal ini merujuk pada Ketetapan MPR No. II/MPR/1993, pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia serta berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 diorientasikan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, 237 | LANDASAN PENDIDIKAN mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Pancasila sebagai landasan filosofis pendidikan nasional mengandung pengertian bahwa: (1) Dalam merumuskan tujuan, metode, materi, dan pengelolaan belajar dan mengajar dijiwai dan didasarkan pada Pancasila; (2) Sistem penyelenggaraan, pembinaan, dan pengembangan pendidikan nasional haruslah berlandaskan Pancasila; (3) Hakikat manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk religius, haruslah diwujudkan melalui upaya pendidikan, sehingga tercipta integritas kepribadian manusia Indonesia sesuai dengan yang dicitacitakan oleh Pancasila (https://lmsspada.kemdikbud. go.id/pluginfile.php/547937/mod_resource/content/1/Per temuan%203%20Landasan%20Pendidikan.pdf). Filsafat Pancasila mencakup nilai yang dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman perbuatan dan tingkah laku bagi setiap warga negaranya. Dengan demikian, dalam keseluruhan proses pendidikan, pendidik mesti memiliki perspektif tentang gambaran masyarakat yang dicita-citakan dan bagaimanakah gambaran manusia yang harus dibentuknya. Selain itu, landasan filosofisnya menjadi acuan dalam menentukan tujuan, corak, metode, dan alat pendidikan. Selanjutnya, orientasi pendidikan hendaknya bermuara pada tiga aspek yaitu: aspek integralistis (individu dan sosial), aspek etis (taat pada norma-norma Pancasila), dan aspek religius (kebebasan beragama dan taat pada norma-norma agama yang dipeluk) 238 | LANDASAN PENDIDIKAN pluginfile. (https://lmsspada.kemdikbud.go.id/ php/547937/mod_resource/content/1/Pertemuan%203%20 Landasan%20Pendidikan.pdf). C. Landasan Yuridis Pendidikan Nasional Menurut Made Pidarta (2007), landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan aktivitas-kativitas tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Landasan yuridis/hukum pendidikan merupakan asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku, yang dijadikan titik tolok ukur dalam penyelenggaraan pendidikan. Peranan landasan yuridis dalam pendidikan adalah memberikan rambu-rambu tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan diselenggarakan sesuai dengan regulasi (peraturan) yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia ada beberapa landasan yuridis pendidikan antara lain: 1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan terdapat Bab XIII Pasal 31 dan Pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan merupakan dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, dasar, fungsi dan tujuan 239 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. 3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. 4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, 240 | LANDASAN PENDIDIKAN 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksana Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23. Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kepala Sekolah. Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 tentang Guru. Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan. Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana. Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 tentang Standar Isi. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 tentang Tata Usaha (TU). 241 | LANDASAN PENDIDIKAN 17. Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Perpustakaan. 18. Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Laboratorium. 19. Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Kesiswaan. 20. Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tunjangan Tenaga Kependidikan. 21. Keputusan Menteri No. 34/U/03 Pengangkatan Guru Bantu. tentang tentang tentang tentang tentang Penyelenggaraan pendidikan nasional harus diselenggarakan berdasarkan undang-undang (Suardi, dkk., 2016). Landasan yuridis/hukum menjadi sangat penting karena menjadi pedoman penyelenggaran pendidikan di seluruh Indonesia. Landasan yuridis bukan semata-mata acuan/pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan saja, namun juga dapat dijadikan instrumen untuk mengatur pengelolaan pendidikan. Dalam konteks ini, bilamana ditemui penyimpangan dalam penyelenggaraan pendidikan, maka pelakunya dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia. Menurut Made Pidarta (1997: 40), selain dalam bentuk tertulis, hukum juga seringkali berbentuk lisan yang diakui dan ditaati oleh masyarakat. Contohnya adalah hukum adat yang diturunkan secara verbal/lisan dan mengikat kuat masyarakat. Hukum semacam itu juga dapat dijadikan landasan pendidikan D. Penutup Berangkat dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis dan yuridis sangat penting bagi penyelenggaraan nasional agar pendidikan tidak tercerabut 242 | LANDASAN PENDIDIKAN dari jati diri dan budaya bangsa Indonesia, yang terefeleksikan dalam Pancasaila dan selaras dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Landasan filosofis dan yuridis saat ini menemukan signifikansi dan urgensinya karena belakangan ini di Indonesia ditemukan cukup banyak kasus penyimpangan dalam dunia pendidikan, seperti komersialisasi pendidikan, kognitivisme pendidikan, politisasi pendidikan, jual-beli ijazah palsu, jual-beli karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, artikel jurnal ilmiah), dan sebagainya. Keberadaan landasan filosofis dan yuridis dalam pendidikan diharapakan mampu mengembalikan praktik pendidikan di Indonesia ke khittah-nya yang sejati yakni membangun karakter dan memanusiakan manusia Indonesia. 243 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Arifin, H.M. (1993) Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bina Aksara. Azmi, A. (2018) “Peranan Filsafat Pancasila dalam Pengembangan Pendidikan Nasional dan Pembentukan Karakter Kebangsaan Indonesia”. Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Falah, R.Z. (2017) “Landasan Filosofis Pendidikan Perspektif Filsafat Pragmatisme dan Implikasinya dalam Metode Pembelajaran”. Jurnal Elementary. Vol. 5. No. 2. https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/547937/ mod_resource/content/1/Pertemuan%203%20Landas an%20Pendidikan.pdf. Jumali, dkk, (2004) Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Kneller, G.F. (1971) Introduction to the Philosophy of Education. Yakima: Horizon Pubs & Distributors Inc. Maunah, B. (2009) Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Teras. Munib. A. (2008) Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UNNES Press. Pidarta, M. (2001) Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Suardi, dkk. (2016) Dasar-Dasar Pendidikan. Yogyakarta: Parama Ilmu 244 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Ahmad Asroni adalah dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Ia lahir di sebuah desa kecil di kota ukir, Jepara pada 6 Desember 1981. Ia mengenyam pendidikan sarjana di Fakultas Filsafat UGM dan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijga. Kemudian melanjutkan studi di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Saat ini sedang menimba ilmu di Program Doktor (S3) UIN Sunan Kalijaga. Sejumlah gagasannya pernah dipublikasikan dalam bentuk buku (ajar, referensi, monograf), jurnal ilmiah, majalah, dan media online. Selain itu, ia juga cukup sering mengisi kegiatan ilmiah dan memenangi lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional. Ia berdomisili di Kalangan UH V No. 754 RT 17 RW 04 Pandeyan, Umbulharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55161. Ia dapat dihubungi melalui 081328426798 (Telp/WA) dan E-mail: ahmad.asroni@uii.ac.id 245 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 15 246 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 15 EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN A. Pengertian Evaluasi Program Pendidikan Sebelum membicarakan tentang pengertian evaluasi, penting diketahui tentang definisi dari instrumen, penilaian dan pengukuran, karena keempat hal tersebut saling berkaitan erat satu dengan lainnya. Pengertian instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu (KBBI, 2022). Instrumen berupa tes atau non tes dipakai untuk melaksanakan pengukuran. Adapun pengukuran yaitu membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria yang dianggap lebih baku sedangkan penilaian merupakan upaya menjelaskan hasil pengukuran dan evaluasi merupakan penetapan nilai-nilai atau implikasi suatu perilaku. Sifat hierarki ini menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi melibatkan pengukuran dan penilaian (Heri Retnawati, 2013). Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan (UU No.20 tahun 2003, 2003). Hubungan antara instrumen, pengukuran, penilaian dan evaluasi dapat dilihat pada gambar berikut ini : 247 | LANDASAN PENDIDIKAN Evaluasi Instrumen Pengukuran Penilaian Gambar 1. Hubungan Instrumen, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Program pendidikan merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu (Heri Retnawati, 2013). Program-program terobosan Kemendikbud Ristek yang dilaksanakan Kemendikbud Ristek di tahun 2022 antara lain (Echo, 2022): 1. Mengundang Praktisi Mengajar ke Kampus 2. Program Kewirausahaan 3. Digitalisasi Pendidikan 4. Aplikasi Merdeka Mengajar 5. Memperbesar Anggaran Matching Fund 6. Mendorong Kegiatan Belajar di Luar Kampus 7. Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi (LPDP dan KIP) Evaluasi program merupakan suatu metode untuk mengetahui kinerja suatu program dengan membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan atau tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang dicapai (Heri Retnawati, 2013). Jadi evaluasi program pendidikan adalah pengukuran dan penilaian keseluruhan kegiatan pendidikan dengan membandingkan standar dan tujuan yang ditetapkan dengan pencapaian akhir. 248 | LANDASAN PENDIDIKAN B. Ruang Lingkup Evaluasi Program Pendidikan Evaluasi program bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan program atau aspek-aspek program untuk membuat keputusan yang terkait dengan program (Heri Retnawati, 2013). Namara mengidentifikasi beberapa pertanyaan terkait dengan program sebagai berikut (Heri Retnawati, 2013). 1. Apakah tujuan yang ditetapkan sudah tepat dan dapat diwujudkan, seberapa efektif proses yang dilaksanakan. 2. Bagaimanakah kondisi kemajuan program dalam mencapai tujuan. 3. Akankah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan waktu yang ditentukan, jika tidak tercapai, apa yang menyebabkannya? 4. Apakah sumber daya yang ada mampu untuk mencapai tujuan? 5. Hal apa sajakah yang mendesak untuk dibenahi agar lebih fokus pada pencapaian tujuan? 6. Bagaimanakah waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan program disesuaikan? 7. Bagaimanakah seharusnya tujuan ditetapkan di masa mendatang? Terkait dengan hal-hal tersebut, informasi dari evaluasi digunakan untuk membuat keputusan dalam memperbaiki program terkait dengan tujuan, proses, waktu, sumber daya, prioritas perubahan, dan penetapan tujuan di masa mendatang. C. Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program Pendidikan Tujuan Evaluasi menurut Scriven mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formatif dan sumatif. Fungsi formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan 249 | LANDASAN PENDIDIKAN kegiatan yang sedang berjalan, sedangkan fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan (Rusydi Ananda, 2017). Sukmadinata (2006:121) menjelaskan tujuan evaluasi program adalah (Rusydi Ananda, 2017) : 1. Membantu perencanaan untuk pelaksanaan program 2. Membantu dalam penentuan keputusan penyempurnaan atau perubahan program 3. Membantu dalam penentuan keputusan berkelanjutan atau penghentian program 4. Menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program 5. Memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, sosial, politik dalam pelaksanaan program serta faktor-faktor yang mempengaruhi program Roswati (2008:66-67) memaparkan tentang manfaat dari evaluasi program (Munthe, 2015): 1. Memberikan masukan apakah suatu program dihentikan atau diteruskan, 2. Memberitahukan prosedur mana yang perlu diperbaiki, 3. Memberitahukan stategi, atau teknik yang perlu dihilangkan/diganti, 4. Memberikan masukan apakah program yang sama dapat diterapkan di tempat lain, 5. Memberikan masukan dana harus dialokasikan ke mana, 6. Memberikan masukan apakah teori/pendekatan tentang program dapat diterima/ditolak. D. Prinsip Dasar Evaluasi Program Pendidikan Purwanto dan Suparman (1999 : 7-8) memaparkan 7 prinsip dasar evaluasi sebagai berikut (Rusydi Ananda, 2017): 1. Evaluasi harus dilakukan secara sistematis 250 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. Evaluasi dilaksanakan sesuai prinsip dasar dan berkaitan dengan seluruh aspek dalam sistem instruksional 3. Evaluasi program dilaksanakan dengan menggunakan standar tertentu yang relevan dengan program yang dievaluasi 4. Sumber kesalahan dapat diidentifikasi 5. Kesalahan dapat dikurangi 6. Kesalahan dapat dihitung 7. Seberapapun tingkat kehati-hatian dalam mengumpulkan informasi, kesalahan dapat saja terjadi E. Karakteristik Evaluasi Program Pendidikan Arikunto dan Jabar (2009 : 8-9) menjabarkan 8 karakteristik evaluasi program sebagai berikut (Rusydi Ananda, 2017) : 1. Proses kegiatan evaluasi program tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya 2. Dalam melaksanakan evaluasi program, peneliti harus berpikir secara sistematis 3. Perlu identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai penentu bagi keberhasilan program 4. Menggunakan standar, kriteria atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan 5. Kesimpulan atau hasil evaluasi program digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan 6. Perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program yang dievaluasi 251 | LANDASAN PENDIDIKAN 7. Standar, kriteria atau tolak ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan 8. Dari hasil evaluasi program harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat F. Model Evaluasi Program Pendidikan Beberapa model yang banyak dipakai untuk mengevaluasi program pendidikan antara lain (Darodjat and M, 2015): 1. Evaluasi Model CIPP. Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Process and Product) pertama kali dikenalkan oleh Stufflebeam (1985:153) pada 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). 2. Evaluasi Model Provus (Discrepancy Model) Kata discrepancy berarti kesenjangan, model ini menurut Madaus, Sriven & Stufflebeam (1993: 79-99) berangkat dari asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara apa yang seharusnya diharapkan terjadi (standard) dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance), untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy). Model ini dikembangkan oleh Malcolm Provus, bertujuan untuk menganalisis suatu program apakah program tersebut layak diteruskan, ditingkatkan, atau dihentikan. 3. Evaluasi Model Stake (Countenance Model) Model ini dikembangkan oleh Robert E. Stake dari University of Illinois. Menurut Worthen & Sanders (1981: 113), Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam 252 | LANDASAN PENDIDIKAN evaluasi, yaitu description dan judgement, dan membedakan adanya tiga tahap, yaitu: antecedent (context), transaction/process, dan outcomes. 4. Evaluasi Model Kirkpatrick Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick ini telah mengalami beberapa penyempurnaan, terakhir diperbarui tahun 1998 yang dikenal dengan Evaluating Training Programs: the Four Levels atau Kirkpatrick‟s evaluation model. Evaluasi terhadap program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu: (a) reaction, (b) learning, (c) behavior, dan (d) result. 5. Evaluasi Model Brinkerhoff Brinkerhoff, et.al., (1983: 37) mengemukakan tiga pendekatan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu: (1) Fixed vs Emergent Evaluation Design; (2) Formative vs Sumative Evaluation dan (3) Experimental & Quasi-Experimental Designs vs. Unobtrusive Inquiry. 6. Measurement Model Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah penilaian dan lebih banyak dikenal di dalam proses penilaian pendidikan. Tokoh-tokoh penilaian yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah R. Thorndike dan R.I. Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses evaluasi. 7. Congruence Model Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembangan model ini antara lain W. Tyler, John B. Carrol, dan Lee J. Cronbach. Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat tiga hal yaitu: tujuan 253 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian terhadap hasil belajar. 8. Illuminative Model Model illuminatif ini lebih menekankan pada penilaian kualitatif. Tujuan evaluasi model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem maupun program yang bersangkutan, yang meliputi: (1) bagaimana implementasi program di lapangan, (2) bagaimana implementasi dipengaruhi oleh situasi sekolah tempat program yang bersangkutan dikembangkan, (3) apa kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahannya dan bagaimana program tersebut mempengaruhi pengalamam-pengalaman belajar para siswa. 9. Model Logik (Logic Model) Model logik adalah suatu penggambaran program yang logis dan tepat menurut kondisi tertentu dalam rangka memecahkan problem. Pada umumnya bentuk penggambaran menggunakan diagram alur yang menjelaskan aktivitas yang direncanakan dan outcome yang diharapkan dari model evaluasi ini (Bickman, 1987; Dwyer, 1997; McLaughlin, & Jordan, 1999). 254 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Darodjat, D. and M, W. (2015) ‘Model Evaluasi Program’, Jurnal Pemikiran Islam, Volume XIV(1), pp. 1–28. Echo, P. (2022) ‘Program Terobosan Kemdikbudristek bagi Dunia Pendidikan di Tahun 2022’. Available at: https://www.umko.ac.id/2022/01/05/programterobosan-kemdikbudristek-bagi-dunia-pendidikan-ditahun-2022/. Heri Retnawati (2013) Evaluasi Program Pendidikan, Universitas Terbuka. doi: 10.47200/aoej.v3i1.82. KBBI (2022) KBBI daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id. Munthe, A. P. (2015) ‘PENTINGYA EVALUASI PROGRAM DI INSTITUSI PENDIDIKAN: Sebuah Pengantar, Pengertian, Tujuan dan Manfaat’, Scholaria : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 5(2), p. 1. doi: 10.24246/j.scholaria.2015.v5.i2.p1-14. Rusydi Ananda (2017) Pengantar Evaluasi Program Pendidikan. Edited by C. Wijaya. Medan: Perdana Publishing. UU No.20 tahun 2003 (2003) ‘UU No.20 Tahun 2003’, Ristekdikti, (1), pp. 6–8. doi: 10.16309/j.cnki.issn.10071776.2003.03.004. 255 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada bulan Juni 2007 penulis menikah dan bulan Desember 2009 dianugerahi putra pertama. Bulan Juli 2012 dianugerahi seorang putri. Penulis tinggal bersama keluarga besar di Badung, Bali. Penulis yang menyukai mata pelajaran matematika dan memang memiliki cita-cita ingin menjadi seorang pendidik, maka penulis menempuh pendidikan sarjana serta lulus S1 Pendidikan Matematika dari IKIP PGRI Bali tahun 2009. Penulis melanjutkan ke jenjang S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (S2 PEP) di Undiksha pada tahun 2010 serta lulus di tahun 2012. Ketertarikan penulis untuk memperdalam tentang pendidikan agama Hindu sebagai alasan utama bagi penulis untuk melanjutkan studi S3 Pendidikan Agama Hindu saat ini di Universitas Hindu Indonesia (UNHI Denpasar). Penulis menjadi dosen di UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar dari tahun 2019 – sekarang. Pada bulan Februari 2021 – sekarang, penulis menjadi sekretaris jurusan Pendidikan Agama di UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Penulis telah menghasilkan beberapa artikel di jurnal yang terakreditasi Sinta, prosiding skala nasional dan internasional serta book chapter. Motto penulis adalah kesuksesan hidup bisa tercapai apabila selalu berdoa kepada Tuhan, meminta restu keluarga dan berusaha dengan giat 256 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 16 257 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 16 PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Strategi pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu cara, seperangkat cara, teknik yang dilakukan dan ditempuh oleh seorang guru atau siswa dalam melakukan upaya terjadinya suatu perubahan tingkah laku atau sikap. Strategi pembelajaran merupakan salah satu cara yang digunakan guru dalam penyampaian materi pembelajaran, sehingga dapat diserap dan dipahami oleh siswa yang akan berdampak terhadap tujuan yang hendak dicapai pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan bagi siswa, strategi pembelajaran dapat mempermudah proses pembelajaran dan mempercepat memahami isi pembelajaran. Keberhasilan belajar seorang peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya motivasi belajar dari peserta didik itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal misalnya lingkungan dan juga kemampuan professional guru. Untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas/unggul, maka perlu dirancang strategi yang inovatif. Pembelajaran Unggul adalah proses belajar mengajar yang kembangkan dalam rangka membelajarkan semua siswa berdasarkan tingkat keunggulannya untuk menjadikannya beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasi ilmu pengetahuan 258 | LANDASAN PENDIDIKAN dan teknologi secara mandiri namun dalam kebersamaan, mampu menghasilkan karya yang terbaik dalam menghadapi persaigan pasar bebas. Merujuk pada konsepsi di atas, perlu ditegaskan bahwa pembelajaran unggulan bukanlah pembelajaran yang secara khusus dirancang dan dikembangkan hanya untuk siswa yang unggul dari sisi akademik semata, melainkan lebih merupakan pembelajaran yang secara metodologis maupun psikologis dapat membuat semua siswa mengalami belajar secara maksimal dengan memperhatikan kapasitasnya masing-masing. B. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Pendapat para ahli tentang strategi pembelajaran: Sulistyono, bahwa strategi pembelajaran adalah tindakan khusus yang dilakukan seseorang untuk mempermudah, mempercepat dan lebih mudah memahami secara langsung, lebih efektif dan mudah di transfer kedalam situasi yang baru Kozma dan Gofur, bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Gerlach dan Ely, bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Yang meliputi sifat, lingkup, urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Dick Carey, bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau 259 | LANDASAN PENDIDIKAN tahapan kegiatan yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Gropper, bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah cara atau teknik yang dipilih dan digunakan untuk mempermudah peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Secara teoretik strategi pembelajaran terdiri dari: 1. Expository learning X Discovery learning, pengembangan pembelajaran yang dilakukan dengan mengekspos pengetahuan-pengetahuan jadi kepada peserta didik X kebalikannya discovery learning adalah pengembangan pembelajaran kebalikan dari model ekspository learning, siswa disuruh mencari sendiri sumber-sumber belajar, berdasarkan panduan belajar (learning guide) yang dikembangkan guru. 2. Individual learning X Group learning; 3. Root learning X Meaningfull learning. Komponen umum dalam strategi pembelajaran yaitu, a. Kegiatan pra-instruksional, meliputi (motivasi, tujuan, tingkah laku) b. Penyajian informasi (deskripsi pembelajaran) c. Peran serta pembelajaran (latihan dan umpan balik) d. Tes (tes awal maupun tes akhir) e. Kegiatan tindak lanjut (pengayaan, pendalaman) f. Strategi Pembelajaran yang dipilih oleh seorang guru hendaknya didasari berbagai pertimbangan sesuai 260 | LANDASAN PENDIDIKAN dengan situasi, kondisi dan lingkungan yang dihadapinya. g. Pemilihan strategi pembelajaran umumnya bertolak dari h. Rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan i. Analisis kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihasilkan j. Jenis materi pembelajaran yang dikomunikasikan. Menurut Sanjaya ada beberapa strategi pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru: a. Strategi pembelajaran ekspositori b. Strategi pembelajaran inquiry c. Strategi pembelajaran berbasis masalah d. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir. C. Tujuan Strategi Pembelajaran Strategi dalam pembelajaran tentunya digunakan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran, tujuan utama dari penggunaan strategi pembelajaran adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik agar dapat belajar berdasarkan kemauan dan kemampuannya sendiri. Tujuan dari strategi pembelajaran antara lain : 1. Dapat mendiagnosis situasi pembelajaran dengan baik 2. Memilih strategi berdasarkan permasalahan belajar peserta didik 3. Memantau keefektifan strategi pembelajaran yang dipilih 261 | LANDASAN PENDIDIKAN D. Jenis – Jenis Strategi Pembelajaran Adapun jenis – jenis strategi pembelajaran antara lain, 1. Strategi Inquiry Learning, pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri, dalam artian luas ingin melihat apa yang tejadi, ingin melakukan sesuatu, ingin mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, mrnghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang dtemukan dengan yang ditemukan orang lain 2. Strategi Problem Based Learning (PBL), metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata ssebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan 3. Strategi Project Based Learning, pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk belajar 4. Strategi Saintifik Learning, proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep. E. Jenis – Jenis Strategi pembelajaran secara Khusus Dalam pelaksanaan pendidikan tentunya banyak contoh strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Ada 262 | LANDASAN PENDIDIKAN beberapa jeis strategi yang bisa diterapkan untuk peserta didik atara lain: 1. Metode Ceramah Jenis strategi pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah yatitu penuturan materi dalam bahan ajar secara lisan yang dilakukan oleh guru. Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan metode pembelajaran yaitu, a. Kelebihan 1. Dapat menyajikan materi pelajaran secara luas dan lebih detail 2. Guru dapat mengontrol keadaan kelas dengan lebih mudah b. Kekurangan 1. Materi yang diserap siswa hanyalah apa yang diajarkan guru di dalam kelas 2. Tidak ada peragaan khusus dari setiap materi yang disajikan 3. Siswa sering merasa bosan jika guru tidak memiliki kemampuan berbahasa yang baik 4. Lebih sulit untuk mendeteksi tingkat pemahaman siswa 2. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan jenis pembelajaran yang menyajikan materi kepada siswa yang digabungkan dengan penjelasan. Tujuannya agar siswa dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran yang dijelaskan. a. Kelebihan 1. Siswa tidak akan ketinggalan pemahaman karena penjelasan disertai dengan latihan. 263 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. Proses pembelajaran juga akan lebih menarik karena siswa tidak hanya mendengarkan 3. Dengan proses mengamati, siswa dapat mengembangkan pola berpikirnya dalam menghubungkan antara teori dan praktik b. Kekurangan Memerlukan persiapan yang lebih matang dari segi bahan, dan peralatan karena jika tidak maka akan berdampak pada keefektifan proses pembelajaran. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan khusus. F. Tips Menjalankan Strategi Pembelajaran yang Benar 1. Mendorong Komunikasi Kelompok Tanyakan kepada siswa apa yang ingin mereka capai melalui belajar dan seperti apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikannya. Pendidik atau guru dapat meminta para siswa untuk dapat terbuka dan jujur mengenai tantangan yang mereka hadapi. Dengan demikian, para guru dapat memberikan solusi terbaik demi terwujudnya aktivitas belajar mengajar yang menyenangkan. 2. Cari Tahu Teknik Belajar yang Tepat Guru diharuskan untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh para siswa untuk memaksimalkan waktu belajar. Setelah mendapatkan informasi tersebut, kamu dapat membujuk mereka untuk menuju pengembangan pendekatan baru. Beberapa pendekatan yang bisa digunakan antara lain: a. Permainan belajar, yaitu dengan mengisi beberapa kegiatan dengan permainan belajar sehingga mengurangi suasana pembelajaran. 264 | LANDASAN PENDIDIKAN b. Menciptakan suasana yang bebas gangguan. Suasana yang nyaman dalam arti mencakup banyak hal, mulai dari kebersihan dasar sehingga menjalankan kegiatan belajar mengajar dalam suasana yang nyaman dan bebas gangguan c. Fokus pada eksplorasi dan pemecahan masalah. Kebanyakan manusia menyukai tantangan, terutama hal – hal baru yang memberikan manfaat bagi kehidupan. Strategi pembelajaran yang cerdas dapat mencakup memanfaatkan website pencarian dan melakukan kegiatan berbasis penyelesaian masalah dalam kegiatan belajar siswa d. Pemicu motivasi belajar. Memiliki tujuan dan gagasan yang jelas menjadi landasan besar untuk mencapai keberhasilan. Para guru juga dapat memberikan apresiasi kepasa siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik. Dengan begitu, akan memberikan motivasi kepada para sswa untuk belajar lebih giat lagi. e. Berbagi pendapat. Setiap peserta didik memiliki kemampuan untuk berpikir kritis tentang apa yang diajarkan dengan meminta mereka untuk menjelaskan dengan kata – katanya sendiri. G. Macam – macam Strategi Pembelajaran Agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih optimal, pendidik atau guru dapat menerapkan berbagai macam strategi pembelajaran, seperti : 1. Strategi inquiry atau SPI Strategi inquiry atau SPI atau strategi bertanya meliputi sejumlah kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada proses berpikir analitis dan kritis dalam mencari dan 265 | LANDASAN PENDIDIKAN menjawab pertanyaan. Sedangkan tanya jawab sering diajukan anatar siswa dan guru untuk proses berpikir ini. 2. Strategi ekspositori atau SPE Sistem pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada proses pemberian pengetahuan atau materi yang diberikan secara lisan oleh guru kepada siswa yang ingin membantu siswa menguasai materi secara efektif. 3. Strategi berdasarkan strategi atau SPBM Pembelajaran SPBM merupakan strategi pembelajaran yang memadukan beberapa kegiatan pembelajaran yang menonjolkan proses pemecahan masalah ilmiah. SPMB di dasarkan pada psikologi kognitif yang dapat dibebaskan dari asumsi bahwa belajar adalah proses mengubah perilaku melalui pengalaman. 4. Strategi koperasi atau DSS Metode pembelajaran jenis ini termasuk dalam rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi sistem pembelajaran kooperatif menggunakan kelompok kecil atau tim yang terdiri ari empat sampai enam orang yang memiliki latar belakang akademis, ras, atau gender. 5. Meningkatkan keterampilan berpikir atau SPPKB Jenis strategi ini diterapkan dalam menonjolkan kemampuan berpikir siswa. Materi yang disajikan dapat berupa membimbing siswa melalui proses menemukan konsep sendiri yang harus dikuasai dengan terus menghadapi proses dialog dan menggunakan pengalaman siswa. Agar strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru dapat berjalan maksimal, maka pihak lembaga sangat 266 | LANDASAN PENDIDIKAN penting untuk meningkatkan sarana dan prasaranayang ada di sekolah seperti mengembangkan perpustakaan, renovasi ruang kelas. H. Mengembangkan Strategi Pembelajaran Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri.Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati. Berdasarkan pada pengertian pembelajaran, maka diperlukan sekurang-kurangnya lima kriteria yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran atau pengembangan pembelajaran yaitu: 1) mempunyai tujuan; 2) keserasian dengan tujuan; 3) sistematik; 4) mempunyai kegiatan evaluasi; dan 5) menyenangkan. Oleh karena itu, sistem pembelajaran dapat diibaratkan sebagai proses produksi yang terdiri dari bagian input- proses-output, yang saling terintegrasi. Model dick and carey digolongkan sebagai model yang berorientasi pada dua hal, yaitu: a. Pengetahuan, apabila model tersebut dipakai sebagai sumber informasi tentang konsep-konsep, prinsipprinsip perencenaan instruksional dan langkah – langkahya. b. Hasil, dengan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip perancangan yang menghasilkan suatu bahan instruksional yang dapat dipakai belajar secara mandiritanpa bantuan guru. Disini pun evaluasi dilaksanakan berulangkali sampai dapat diperoleh hasil yang memuaskan. 267 | LANDASAN PENDIDIKAN Seperti model-model pengembangan lainnya, disinipun dick dan carey menerapkan pendekatan sistem untuk perancang sistem instruksional dengan langkah langkah: 1. Penentuan tujuan instruksional (tujuan terminal) yang menyatakan apa yang dapat dilakukan oleh siswa setelah mengikuti program instruksional tersebut. Penentuan tujuan ini dapat bersumber dari penilaian kebutuhan tujuan-tujuan yang ada, atau pengalaman praktis dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar, analisis suatu tugas, dan sebagainya. Berbeda dengan tujuan umum pada taksonomi bloom, disini tujuan terminal perlu dinyatakan dalam bentuk yang dapat dilihat dan diukur seperti yang dinyatakan oleh mager.hal ini untuk mempermudah keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan instruksional tersebut. 2. Setelah penenetuan tujuan terminal ialah menentukan macam belajar apa yang akan dipelajari siswa berdasarkan klasifikasi Gagne (lima macam belajar). Untuk itu tujuan instraksional dipecah pecah menjadi ketrampilan-ketrapilan yang perlu dipelajari siswa dalam mencapai tujuan instruksional. 3. Identifikasi kemampuan awal siswa dan karakteristik siswa. Disini ialah menentukan ketrampilan ketrampilan apa yang telah dimiliki siswa agar dpt mengikuti program instruksional. serta karakteristik siswa secara umum dan gaya belajar siswa 4. Merumuskan tujuan instruksional khusus, tujuantujuan khusus ini harus relevan dengan ketrampilan ketrampilan yang telah di identivikasikan dalam analisis tugas. 268 | LANDASAN PENDIDIKAN 5. Patokan-patokan yang dipakai untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan instruksional khusus ini dapat dikonsultasikan pada para ahli. 6. Pengembangan butir-butir tes berdasarkan acuan patokan, yang selanjutnya akan dipakai untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan instruksional. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan penampilan siswa dalam pengujian dengan patokan yang telah ditentukansebelumnya. Disini Dick dan carey menyatakan adanya empat macam tes yaitu: a. Tes untuk mengukur kemampuan awal yang merupakan prasyarat bagi program instruksional tersebut. b. Tes awal untuk mengukur sejauh mana siswa telah menguasai materi yang akan diajarkan c. Tes selama siswa sedang didalam proses belajar untuk melihat apakah siswa dapat menangkap apa yang telah diajarkan d. Tes akhir untuk mengukur semua tujuan instruksional yang ada. 7. Pengembangan strategi instruksional yang akan memberikan kegiatan-kegiatan dan pengalaman belajar pada siswa. Disini diterapkan prinsip-prinsip belajar serta hasilhasil penelitian di bidang psikologipendidikan serta teknologi instruksional. Langkah ini terdiri dari empat macam langkah kegiatan, yaitu: a. Aktifitas pre-instruksional yang mencakup cara menarik perhatian dan membangkitkan motivasi siswa, penyampaian tujuan pembelajaran pada peserta didik. 269 | LANDASAN PENDIDIKAN b. Presentasi informasi disini diberikan materi yang diurut berdasarkan analisis hirarki tugas (dari muda ke yang sulit) c. Partisipasi siswa yang merupakan bagian terpenting dalam proses belajar disini perlu dipilih aktivitas-aktivitas untuk siswa yang relevan dengan tujuan instruksional yang harus dicapai siswa disini perlu dilakukan penguatan guna untuk keberhasilan dalam proses belajar. d. Pengujian dilakukan aktifitas untuk menguji keberhasilan siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. e. Aktivitas lanjutan ini menyangkut pertanyaan pertanyaan apakah ada perlu remedial, langkah ini dilakuakan apabila ada umpan balik dari hasil uji coba dilapangan. f. Perencanaan instruksional ini adalah pengembangan dan pemilihan bahan atau materi instruksional terdapat tiga kemungkinan: i. Bahan dapat dipelajari secara individual tanpa bantuan guru ii. Bahan diberikan guru seluruhnya, sesuai dengan strategi yang telahdikembangkan iii. Guru memakai bermacam macam sumber, yang dapat dipelajari secara individual maupun tanpa bantuan guru. 8. Mengadakan evaluasi vormative yang dapat dipakai untuk umpan balik sistem yang dirancang sehingga dapat berfungsi secara lebih efetif dan efisien 9. Revisi sistem yang dilakukan berdasarkan umpan balik yang dilakkan berdasarkan umpan balik yang 270 | LANDASAN PENDIDIKAN diperoleh selama evaluasi formatif disini terdapat dua macam revisi yaitu: a. Perubahan dalam isi dalam substansi sehingga dapat lebih efektif b. Perubahan prosedur 10. Evaluasi sistem sumatif yang dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan instruksional terminal. Disamping itu evaluasi sumatif dipakai juga untuk mengukur keefektifan system instruksional yang dirancang sendiri. Kekuatan model ini terletak pada analisis tugas secara terperinci serta penysunan tugas tugas tersebut serta tujuan instruksional khusus secara hirarkis. Dengan demikian telah diketahui dengan pasti langkah –langkah yang harus dilakukan oleh sisiwa untuk mencapai tujuan terminal system. Disamping itu ada ujian berulangkali menyebabkan hasil yang akan diperoleh system dapat diandalkan. Karena ujian ini dilakukan berulang kali inilah maka modeltersebut digolongkan kepada model yang berorientasi pada hasil. Hanry Lehman, bahwa analisis pembelajaran mencakup delapan tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Melakukan analisis kebutuhan pembelajaran (needs analysis) 2. Menetapkan tujuan pembelajaran 3. Menganalisis hambatan, tantangan, kekuatan, dan kelemahan pembelajaran 4. Merancang disain pembelajaran berdasarkan tujuan yang ditetapkan 5. Implementasi pembelajaran 6. Mengevaluasi kegiatan penerapoan pembelajaran 271 | LANDASAN PENDIDIKAN 7. Merevisi disain pembelajaran berdasarkan hasil evaluasi, dan 8. Memodifikasi disain pembelajaran. 9. Sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kontekstual pengembangan pembelajaran Hanry Lehman di atas dapat dimodifikasi sebagai berikut: a. Analisis kebutuhan pembelajaran, terdiri dari kegiatan: i. Analisis prilaku dan karakteristik siswa, ii. Menganalisis hambatan, tantangan, dan peluang pembelajaran b. Merancang desain pembelajaran, teidiri dari kegiatan; i. Menetapkan tujuan pembelajaran ii. Memilih dan mengembangkan bahan ajar iii. Memilih dan merancang strategi, metode pembelajaran iv. Memilih dan mengembangkan sistem evaluasi c. Implementasi pembelajaran sambil dievaluasi d. Refleksi dan modifikasi desain, sesuai hasil evaluasi pembelajaran. I. Pemilihan Bahan Ajar Memilih dan mengembangkan bahan ajar, sangat bergantung pada tujuan pembnelajaran. Pengembangan bahan ajar berkaitan dengan dua aspek mendasar yakni skup dan sequence bahan ajar (keluasan/ ruang-lingkup bahan ajar dan tahapan-tahapan hierarkhis bahan ajar). Skop atau ruang-lingkup bahan ajar berkaitan dengan keluasan bahan ajar yang dipandang relevan untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan, dan sequence abahan ajar 272 | LANDASAN PENDIDIKAN menyangkut tahapan-tahapan struktural bahan ajar dengan pertimbangan kapan bahan ajar perlu didahulukan atau diakhirkan untuk dipelajari siswa. Pengembangan sequence bahan ajar terdapat beberapa model yakni; 1. Sequence logis; yakni pengembangan bahan ajar dimulai dari yang mudah menuju yang kompleks, dari bagian-bagian menuju keseluruhan 2. Sequence psikologis yakni; pengembangan bahan ajar kebalikan dari nomor 1 di atas. 3. Sequence historis; pengembangan bahan ajar sesuai dengan fenomena-fenomena kesejarahan, yuang bergerak maju dari fenomena awal meunju berikutnya. 4. Sequence kronologis; pengembangan bahan ajar sesuai dengan krponologis kejadiannya secara berurutan, hamper sama dengan sequence historis tapi bukan kesejarahan. 5. Sequence kausal; yakni pengembangan bahan ajar didasarkan pada kasus- atau fenomena tertentu yang dipandang sebagai penyebab perlu dipelajari lebih dahulu sebelum sesuatu yang dianggap sebagai akibat. 6. Sequence spiral; yakni pengembangan pembelajaran sesuai dengan sesuatu atau fakta tertentu yang sangat berdekatan dengan siswa, kemudian dikembangkan menuju kepada yang lebih luas dan lebih tinggi. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran, yaitu: 1. Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau 273 | LANDASAN PENDIDIKAN ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. 2. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. 3. Prinsip Kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. J. Penutup 1. Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikn sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. 2. Berdasarkan pada pengertian pembelajaran, maka diperlukan sekurang-kurangnya lima kriteria yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran atau pengembangan pembelajaran yaitu: 1) mempunyai tujuan; 2) keserasian dengan tujuan; 3) sistematik; 4) mempunyai kegiatan evaluasi; dan 5) menyenangkan 3. Memilih dan mengembangkan bahan ajar, sangat bergantung pada tujuan pembnelajaran. Pengembangan bahan ajar berkaitan dengan dua aspek mendasar yakni skup dan sequence bahan ajar (keluasan/ ruang-lingkup bahan ajar dan tahapan- 274 | LANDASAN PENDIDIKAN tahapan hierarkhis bahan ajar). Skop atau ruanglingkup bahan ajar berkaitan dengan keluasan bahan ajar yang dipandang relevan untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan, dan sequence abahan ajar menyangkut tahapan- tahapan struktural bahan ajar dengan pertimbangan kapan bahan ajar perlu didahulukan atau diakhirkan untuk dipelajari siswa 275 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Hamalik, Oemar, psikologi belajar & mengajar, bandung: sinar baru algensindo, 2012. Mahmud, psikologi pendidikan, bandung: pustaka setia, 2009. http://lathifatuss.blogspot.com/2013/06/teori-belajar.l http://tutorial pendidikan kewarganegaraan.blogspot.com/2011/09/tutorialpendidikanhttps://pintek.id/blog/strategi-pembelajaran/, diakses tanggal 3 Januari 2023 276 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Andi Eliyah Humairah, S.Pd., M.Pd lahir di Barabba, 02 Maret 1992. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Aisyiyah Barabba (1996-1997), SDN 185 Bialo (1997-2003), SMP Negeri 5 Bulukumba (2003-2006), SMA Negeri 1 Bulukumba (20062009). Menyelesaikan Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun (20092013) dan gelar Magister Pendidikan IPS kekhususan IPS Ke SD-an tahun (2014-2016) diraih oleh penulis di Universitas yang sama. Saat ini penulis aktif sebagai dosen tetap Yayasan STAI Al-Gazali Bulukumba dan menjabat sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) 277 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 17 278 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 17 LANDASAN SOSIAL-BUDAYA DAN LANDASAN PSIKOLOGI A. Konsep Sosial Budaya Pendidikan Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Di sini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai (Suprani, 2019 : 12). Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat 279 | LANDASAN PENDIDIKAN proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaanitu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Sebagai unsur vital dalam kehidupan manusia yang beradab, sosial budaya mengambil unsur-unsur pembentuknya dari segala ilmu pengetahuan yang dianggap betul-betul vital dan sangat diperlukan dalam menginterpretasi semua yang ada dalam kehidupannya. Hal ini diperlukan sebagai modal dasar untuk dapat berdaptasi dan mempertahankan kelangsungan hidup (survive). Dalam kaitan ini sosial budaya di pandang sebagai nilainilai yang diyakini bersama dan terinternalisasi dalam diri individu sehingga terhayati dalam setiap perilaku. Nilainilai yang dihayati ataupun ide yang diyakini tersebut bukanlah ciptaan sendiri dari setiap individu yang menghayati dan meyakininya, semuanya itu diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar merupakan cara untuk mewariskan nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi. Proses pewarisan tersebut dikenal dengan proses sosialisasi atau enkulturasi (proses pembudayaan). Proses pembudayaan (enkulturasi) adalah upaya membentuk perilaku dan sikap seseorang yang didasari oleh ilmu pengetahuan, keterampilan sehingga setiap individu dapat memainkan perannya masing-masing. Dengan demikian, ukuran keberhasilan pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan perilaku siswa. Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu pun dengan aspek budaya dalam pendidikan. Dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anakanak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatankegiatan mereka dan bentuk-bentuk 280 | LANDASAN PENDIDIKAN yang dikerjakan juga budaya. Maka dalam pada itu, dapat dirumuskan bahwa sosiologi pendidikan adalah pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan persekolahan sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia dengan pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi: 1. Interaksi guru-siswa 2. inamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah; 3. Struktur dan fungsi sistem pendidikan; 4. Sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan. Proses sosial merupakan suatu cara berhubungan antar idividu, antar kelompok atau antara individu dan kelompok yang menghasilkan bentuk hubungan tertentu. Interaksi dan proses sosial dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu atau gabungan dari faktor-faktor berikut: 1. Imitasi; imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif; 2. Sugesti; sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandanganatau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas; 3. Identifikasi; seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi yang mencobamenyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar; 4. Simpati; simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Adapun, sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut: 281 | LANDASAN PENDIDIKAN 1. Empiris; bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan; 2. Teoretis; merupakan peningkatan fase penciptaan, bisa disimpan dalam waktu lama, dan dapat diwariskan kepada generasi muda; 3. Kumulatif; berkumulasi mengarah kepada teori yang lebih baik; 4. Nonetis; menceritakan apa adanya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk. Untuk memudahkan terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu menciptakan situasi, terutama pada dirinya, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak. Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat berikut: (1) kontak sosial. Kontak sosial bisa menghasilkan interaksi positif atau interaksi negatif. Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu (a) kontak antar individu; (2) kontak antara individu dengan kelompok atau sebaliknya; dan (3) kontak antar kelompok. Sedangkan beberapa interaksi yang dilakukan dalam sosial budaya yakni komunikasi yakni proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai mengadakan komunikasi. Beberapa bentuk komunikasi tersebut di antara; (1) kerjasama; (2) akomodasi; (3) asimilasi; (4) persaingan; dan (5) pertikaian. Konsep sosial budaya dalam perspektif pendidikan berangkat dari sudut pandang bahwa pendidikan tidak pernah bisa lepas dari pengaruh sosial budaya yang mengajarkan nilai-nilai fundamental kebudayaan sebagai upaya membentuk perilaku dan sikap seseorang. 282 | LANDASAN PENDIDIKAN B. Landasan Sosial-Budaya dalam Pendidikan Pendidikan berlangsung dalam konteks sosial budaya dan sarat dengan muatan sosial budaya. Faktor sosial budaya mempengaruhi pemikiran dan praktik pendidikan, demikian pula pemikiran dan praktik pendidikan mempengaruhi perubahasn sosial budaya suatu masyarakat. Pengaruh lingkungan sosial budaya terhadap pendidikan misalnya era internet dan smartphone sekarang ini mempengaruhi tingkah laku siswa dalam belajar di kelas, bahkan lebih luas lagi mempengaruhi perilakku orang tua, guru dan penyelenggaraan pendidikan (Hidayah, 2014 : 3). Pendidikan timbul dan berkembang dengan latar belakang keadaan dan kejadian di masyarakat. Perubahan masyarakat pada kurun waktu tertentu, dapat mempengaruhi anggota-anggotanya misalnya dalam cara berpikir, keyakinan dan tingkah laku, dan sebaliknya anggota-anggota itu juga berperan membentuk dan mengubah masyarakat tempat ia hidup. Pendidikan adalah salah satu aspek kehidupan masyarakat yang perkembangannya dipengaruhi oleh sekaligus juga mempengaruhi perkembangan masyarakat. Masyarakat akan terus berubah dan berkembang, oleh karenanya pendidikan bagi anak juga akan terus berubah dan berkembang. Pada dasarnya pendidikan adalah mendidik peserta didik yang merupakan generasi muda yang mampu survive, yakni mampu beradaptasi, hidup dan berkembang sesuai dengan perubahan tuntutan dalam zamannya. Oleh karenanya, berbagai kecakapan atau keterampilah tentang kehidupan yang diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya juga akan selalu berubah. Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antar individu. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi 283 | LANDASAN PENDIDIKAN di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat (Hasan, 2021 : 12). Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya yang meliputi: 1. Paham individualisme, yang dilandasi oleh teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis. 2. Paham kolektivisme, yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. 3. Paham integralistik, yang menyatakan bahwa asingmasing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Jika dilihat dari nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia, landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut 284 | LANDASAN PENDIDIKAN paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat, yang meliputi (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat; (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat; (3) negara melindungi warga negaranya; dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya. C. Definisi Landasan Psikologi dan Pendapat Para Ahli Dalam Istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa manusia berkembang sejalan dengan pertumbuhan jasmani. Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seyogianya anak-anak belajar, sebab pada masa ini anak-anak peka untuk belajar. Oleh karena itu, layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat agar pelajaran itu dapat dipahami oleh anak-anak. Bertingkat-tingkat yang dimaksud dalam hal ini yaitu jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan kemudian perguruan tinggi. Materi yang ada di dalam tingkatan tersebut juga naik, dari SD yang materinya rendah hingga perguruan tinggi yang materinya semakin kompleks sehingga cara memberikan materi ini pun juga akan berbeda- 285 | LANDASAN PENDIDIKAN beda karena karakter dari subjek didik tiap tingkatannya juga berbeda (Made Pidarta, 2007: 194) Terkait dengan landasan pendidikan ini, ada hal yang akan dibahas lebih dalam yaitu psikologi perkembangan. Menurut Sukmadinata (2008), terdapat tiga teori atau pendekatan mengenai psikologi perkembangan, yang terdiri atas pendekatan penahapan (memandang bahwa perkembangan individu berjalan melalui tahapan tertentu yang berbeda), pendekatan diferensial (memandang individu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan yang akan menghasilkan kelompok-kelompok), dan pendekatan ipsatif (berusaha melihat karakterisitk setiap individu). Dalam hal ini, pokok materi yang akan dibahas adalah pendekatan penahapan karena pada pendekatan tiap tahapan memiliki ciri khusus yang berbeda dengan tahapan lainnya. Ciri inilah yang penting untuk diketahui sebagai bekal untuk menentukan sikap kepada peserta didik sehingga setiap tahapan yang dilalui oleh peserta didik dapat terlewati dengan baik, meski tidak memungkiri bahwa dua pendekatan lainnya tersebut juga penting. Pendekatan penahapan ini berkaitan dengan berbagai pendapat para ahli, di antaranya adalah Piaget, Bloom, dan Eric Erikson (Mustadi, dkk, 2018: 68). 1. Jean Piaget Piaget menjelaskan tentang pendekatan penahapan secara khusus yaitu kognisi. Menurut Piaget, tahap perkembangan kognisi ini meliputi empat tahap diantaranya adalah sensorik motor, pra operasional, operasi konkret, dan operasi formal (Desmita, 2011). a. Tahap Sensory Motor ( berkisar antara usia sejak lahir sampai 2 tahun). 286 | LANDASAN PENDIDIKAN Gambarannya, bayi bergerak dari pergerakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Reaksi intelektual hampir seluruhnya karena rangsangan langsung dari alat-alat indera, punya kebiasaan memukul-mukul dan bermain-main dengan permainannya. Pertumbuhan kemampuan anak terlihat dari kegiatan/aktivitas motoriknya. Jadi pada tahap sensori motor, kemampuan kognisi anak hanya terbatas dari reflek karena pemahamannya dibangun melalui koordinasi pengalaman indera mereka yaitu melihat dan mendengar dengan gerakan seperti menggapai dan menyentuh. b. Tahap Pre-Operational (berkisar antara 2-7 tahun). Gambarannya, anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar (kata dan gambar menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis). perkembangan bahasa anak ini sangat pesat. Peranan intuisi dalam memutuskan sesuatu masih besar, menyimpulkan hanya berdasarkan sebagian kecil yang diketahui. Namun, analisis rasional belum berjalan pada tahap pra operasional. Anak pada periode pra operasional sudah mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu mengekspresikan kalimat pendek secara efektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan kemampuan berbahasa dan pemikiran simbolisnya. Anak mendapatkan kemampuan bahasanya ketika mereka suka berbicara dengan dirinya sendiri, kemudian mereka mulai berinteraksi dengan orang tuanya. Jadi anak mengembangkan bahasanya melalui pengalamannya sendiri. Selain itu pemikiran anak masih terbatas pada egosentris dan animisme. Anak juga sudah mulai bisa mengetahui sesuatu, namun tanpa pemikiran yang rasional. Jadi anak mampu memusatkan perhatiannya pada suatu karakteristik dan mengabaikan karakteristik lainnya. 287 | LANDASAN PENDIDIKAN c. Tahap Concrete Operarational (berkisar antara 7-11 tahun). Gambarannya, anak dapat berpikir secara logis mengenai hal yag konkret dan mengklasifikasikan benda ke dalam bentuk yang berbeda. Anak sudah bisa berpikir logis, sistematis, dan memecahkan masalah yang bersifat konkret. Anak sudah mampu mengerjakan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Masa ini merupakan masa dimana anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat kongkrit karena anak belum mampu berpikir secara abstrak misalnya klasifikasi secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang kongkrit maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik. Jadi, meskipun intelegensi anak pada tahap ini sudah sangat maju, cara berpikir anak masih tetap terbatas. (Made Pidarta, 2007: 202). d. Tahap Formal Operational (berkisar antara 11-15 tahun). Gambarannya, remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan idealistis. anak sudah dapat berpikir logis terhadap masalah baik yang konkret maupun yang abstrak. Anak juga sudah dapat membentuk ideide dan masa depannya secara realistis. Hal ini menyebabkan inteligensi anak menjadi lebih maju dan tidak hanya terpaut pada halhal yang bersifat konkret, namun sudah meliputi hal-hal yang sifatnya abstrak, idealis, dan logis. (Made Pidarta, 2007: 202). 2. Benyamin Samuel Bloom Bloom membagi sistematika perilaku manusia yang lebih dikenal dengan taksonomi perilaku. Pembagian tersebut dibedakan menjadi: cognitive domain, affective domain, dan psychomotor domain. 288 | LANDASAN PENDIDIKAN Ranah kognitif merupakan segi kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek pengetahuan, penalaran, atau pikiran. Hierarki Cognitive domain terdiri atas: a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya (Dimyati, 2009: 27). b. Pemahaman (comperhension) Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap makna dan arti tentang hal yang dipelajari (Winkel, 1987: 150). Adanya kemampuan dalam menguraikan isi pokok bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (1). c. Penerapan (application) Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode untuk menghadapi suatu kasus atau problem yang konkret atau nyata dan baru (Winkel, 1987: 150). Kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur metode, rumus, teori dan sebagainya. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. Misalnya menggunakan prinsip. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (2). d. Analisis (analysis) Di tingkat analisis, sesorang mampu memecahkan informasi yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan 289 | LANDASAN PENDIDIKAN mengaitkan informasi dengan informasi lain (Santrock, 2007: 468). Kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (3). e. Sintesis (synthesis) Kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagianbagian dihubungkan satu sama lain (Winkel, 1987: 151). Kemampuan mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana penyusunan satuan pelajaran. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (4). f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang diketahui, dipahami, dilakukan, dianalisis dan dihasilkan (Yaumi, 2013: 92). Kemampuan untuk membentuk sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menentukan penilaian terhadapa sesuatu. Hierarki untuk affective domain, terdiri atas: recieving (menerima), yaitu kemampuan menerima kehadiran aksi dalam lingkungannya; responding (menanggapi), yaitu kemampuan mereaksi dengan cara tertentu terhadap aksi yang timbul; valuing (menghargai), yaitu kemampuan menempatkan diri terhadap nilai sesuatu gejala, organization 290 | LANDASAN PENDIDIKAN (membentuk), yaitu kemampuan mempadukan nilai-nilai yang berserakan hingga membentuk suatu sistem nilai baru; dan characterization (berpribadi), yaitu kemampuan merumuskan sistem nilai baru yang terorganisasi dan dijadikan sebagai milik pribadinya. Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya (Dimyati, 2009: 28). Selanjutnya, ranah psikomotor kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motor dengan pendidikan fisik dan atletik, tetapi banyak subjek lain, seperti menulis dengan tangan dan pengolahan kata juga membutuhkan gerakan (Santrock, 2007: 469). Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan jasmani. Psychomotor domain, mempunyai hierarki sebagai berikut: perception, yaitu penggunaan panca indera tubuh untuk memperoleh pegangan dalam membimbing kegiatan motoris; set, yaitu kesiapan yang bertindak; guided response, yaitu peniruan dan pengurangan tindakan yang konkret, mechanism, yaitu membiasakan tindakan-tindakan dan memvariasikan tindakan tersebut ke arah yang lebih luas, complexevertresponse, yaitu kemampuan melakukan tindakan yang sudah berpola, lancar, cepat, dan cermat; adaptation, yaitu kemampuan melakukan gerakan dengan dimodifikasikan pada tuntutan keadaan, origination, yaitu kemampuan menciptakan gerakan baru untuk menyesuaikan diri pada situasi yang khusus, dimana tingkat ini di dasarkan atas kreativitas keahlian. Dari aspek afektif dan psikomotor, dapat diketahui bahwa masing-masing memiliki tingkatannya. Perlu diketahui bahwa pendidik dalam 291 | LANDASAN PENDIDIKAN mendidik peserta didik juga harus memperhatikan tingkatan dalam aspek afektif dan psikomotor anak, sehingga perhatian pendidik tidak hanya terpusat pada aspek kognitif (Burhanuddin Salam, 2002: 92). 3. Eric Erikson Pendapat Erikson sering disebut dengan psikososial. Lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan seseorang. Menurutnya, setiap tahap perkembangan dari seseorang itu saling berkaitan satu sama lain. Pada tiap tahapannya pun ada semacam keberhasilan dan kegagalannya atau sering disebut dengan Versus. (Izzaty, 24: 2013). Ada 8 tahap perkembangan psikologis menurut Erikson. Pertama, trust vs mistrust (percaya vs tidak percaya). Hal ini dapat diistilahkan sebagai bersahabat vs menolak. Tahap ini berlangsung pada usia 0-1 tahun ketika bayi yang diasuh dengan kasih sayang serta kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi akan merasa percaya/bersahabat dengan orangorang di sekitarnya. Namun, apabila dia disia-siakan dan kebutuhannya tidak terpenuhi, maka ia akan tidak percaya atau menentang lingkungannya. Perasaan-perasaan ini akan dibawa ke tingkat perkembangan selanjutnya. Kedua, autonomy vs shame and doubt (otonomi vs malu dan ragu-ragu). Tingkatan ini berlangsung pada akhir masa bayi atau usia 1-3 tahun ketika anak merasa mulai memiliki otonomi berjalan, memanjat, membuka, mendorong, dan lain sebagainya. Anak merasa dapat mengendalikan dirinya sendiri dalam lingkungannya, mulai menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka, serta sudah menyadari akan kemauan mereka. Apabila orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri dia 292 | LANDASAN PENDIDIKAN atas kaki mereka sendiri, sambil melatih kemampuan mereka, maka anak akan merasa memiliki autonomi atau kekuasaan atas dirinya sendiri. Sebaliknya, apabila orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak, maka anak akan memiliki perasaan malu dan ragu-ragu dalam bertindak atas dirinya sendiri. Ketiga, initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah) yang terjadi pada tahun-tahun pra sekolah atau usia 3-5tahun. Anak sangat aktif, suka berlari, memanjat dan suka menantang lingkungannya. Apabila orang tua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan dan perasaan inisiatif menjadi semakin kuat. Sebaliknya, apabila orang tua kurang memahami, kurang sabar, bahkan memberi hukuman, serta menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat, maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif untuk mendekati apa yang diinginkannya kemudian akan timbul perasaan bersalah. Keempat, industry vs inferiority (perasaan produktif vs rendah diri) yang berlangsung kira-kira pada saat sekolah dasar atau usia 6-12 tahun dimana anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dasar dengan segala peraturan yang ada. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan kognitif. Anak mulai memproduksi/menghasilkan suatu karya, baik itu berbentuk tugas dari guru, maupun tulisannya. Dalam hal ini, jika anak dihargai maka akan mengembangkan peran produktifnya, akan tetapi apabila anak merasa bahwa mereka tidak bisa menghasilkan apa-apa, maka anak akan merasa rendah diri. 293 | LANDASAN PENDIDIKAN Kelima, identity vs confusion (identitas diri vs kebingungan) berlangsung selama masa remaja atau usia 1218 tahun ketika anak dihadapkan dengan pencarian jati diri. Mereka mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa mereka adalah individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti di tengah masyarakat. Disisi lain, karena kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di pihak lain, maka anak akan mengalami krisis identitas. Bila krisis ini tidak segera diatasi maka anak akan mengalami kebingungan peran atau kekacauan identitas, yang dapat menyebabakan anak terisolasi. Singkatnya, apabila anak tidak mampu beradaptasi dalam fasenya menuju remaja utnuk mencari jati dirinya, maka ia akan mengalami kebingungan terkait dengan jati dirinya. Keenam, intimacy vs isolation (intim vs mengisolasi diri), terjadi selama tahun-tahun awal dewasa atau usia 19-25 tahun. Pada tahap ini individu mulai membentuk relasi intim dengan orang lain yang menuntut perkembangan seksual dan mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Akibat dari tidak tercapainya keintiman selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari hubungan secara intim dengan orang lain. Ketujuh, generativity vs stagnation (generasi vs kesenangan pribadi) yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa atau usia 25-45 tahun dengan ciri utamanya yaitu perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis pedoman untuk generasi mendatang. Kepedulian seseorang terhadap pengembangan generasi muda ini yang diistilahkan oleh Erikson dengan “generativitas”. Apabila generativitas lemah atau tidak 294 | LANDASAN PENDIDIKAN diungkapkan maka kepribadian akan mundur dan Mangalam kemiskinan stagnasi. Terakhir, integrity vs despair (integritas vs putus asa) yang berlangsung selama akhir masa dewasa atau usia 45 tahun. Terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Tetapi, bagi orangtua yang memiliki perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya, maka ia akan merasa putus asa (Made Pidarta, 2007: 203-205). D. Landasan Psikologis Pendidikan Landasan psikologis mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik. Hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia akan mengalami perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun kejiwaan. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang terus-menerus. Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan, bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimiliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahanperubahan yang selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang 295 | LANDASAN PENDIDIKAN didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Husamah, 2015 : 73). Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fiik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada didalam kehidupan anak, yakni orang yang bergaul dengan anak, melakukan kegiatan bersama atau bekerja sama. Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar pertumbuhan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu, diperlukan pngetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan. a. Tiap-Tiap anak Memiliki Sifat Kepribadian yang Unik Anak didik merupakan pribadi yang sdang bertumbuh dan berkembang. Apabia kita amati secara seksama, mungkin kita menghadapidua anak didik yang tidak sama benar. Di samping memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masingmasing punya sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh diri masing-masing. Dikatakan, bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya anak memiliki sifatsifat khas yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain. Keunikan sifat pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni: (1) keturunan/heredity, (2) lingkungan/ environment, (3) diri/self. b. Faktor Keturunan Sejak terjadinya konsepsi, yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang merupakan 296 | LANDASAN PENDIDIKAN potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) yang sukar berubah baik melalui usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu pengetahuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik, mental, maupun sifat kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok untuk dunia hewan. Namun demikian, dalam lingkungan kehidupan manusia biasanya potensi individu juga merupakan masalah penting. Sedang para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang dalam pertumbuhannya cenderung mengecilkan pengaruh pembawaan ini (naïve endowment). Mereka lebih menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang dapat bertumbuh secara sehat dengan penyesuaian hidup secara baik. c. Faktor Lingkungan Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri dari lingkungan yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan ibu, anak mendapat pengaruh dari sekitarnya. Macam dan jumlah makanan yang diterimanya, keadaan panas lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan. Sama pentingnya dengan kondisi lingkungan anak yang berupa sikap, perilaku orangorang di sekitar anak. Kebiasaan makan, berjalan, berpakaian, itu bukan pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh dan dipelajari anak dari lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk menyerap kebudayaan masyarakat dimana anak tinggal. Tidak saja 297 | LANDASAN PENDIDIKAN makna hafiah kata yang terdapat dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam perbuatan. d. Faktor Diri Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan anak ialah faktor diri (self), yaitu faktor kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan itu terdiri dari perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap, dan anggapan yang semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila dapat dipahami diri seseorang, maka dapat dipahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup seseorang akan dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi tujuan orang itu di balik perbuatan yang dilakukan. Seringkali kita menginterpretasikan pengaruh pembawaan dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor lain yang tidak kurang pentingnya bagi pertumbuhan anak, yaitu diri (self). Memang pengaruh pembawaan dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan dan saling melengkapi; tetapi masalah pertumbuhan belum berakhir tanpa memperhitungkan peranan self, yakni bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dan lingkungannya. Di sinilah pemahaman tentang self atau pola hidup dapat membantu memahami seseorang. Self mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan. Contoh yang ekstrim ada anak yang cacat fisik, tetapi beberapa fungsinya tetap berdaya guna, sedang anak cacat yang lain menggunakan kecacatannya sebagai suatu alasan untuk ketidakmampuannya. Ini tidak lain karena pernana self. Self berinteraksi dengan pembawaan dan lingkungan yang membentuk pribadi seseorang. 298 | LANDASAN PENDIDIKAN e. Tiap Anak Memiliki Kecerdasan yang Berbeda-Beda Sebagaimana diterangkan di atas, sejak anak dilahirkan, mereka itu memiliki potensi yang berbeda-beda dan bervariasi. Pendidikan memberi hak kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Kalau kita perhatikan siswasiswa, kita akan segera mengetahui bahwa mereka memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun mereka mempunyai usai kalender yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama. Dikatakan mereka memiliki usia kronologis yang sama, tetapi usia kecerdasan yang tidak sama. Jadi setiap anak memiliki indeks kecerdasan yang berbeda-beda. Indeks kecerdasan atau IQ diperoleh dari hasil membagi usia kecerdasan denga usia kalender (usia senyatanya) dikalikan 100. Baik usia kecerdasan maupun usia kronologis (usia senyatanya) dinyatakan dalam satuan bulan. Contohnya: Seorang anak dengan usia kecerdasan 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan) diambil dari hasil tes intelegensi yang valid dan reliabel. Usia kronologisnya 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan), maka IQ anak tersebut 100. Untuk kepentingan praktis IQ normal ditentukan antara 90 – 10. Dengan melihat indeks kecerdasan anak, kita dapat mengklasifikasi anak itu pada kecerdasan tertentu. Anak golongan idiot mempunyai kemampuan mental yang paling rendah. Golongan ini tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya atau melayani kebutuhan dirinya sendiri. Umurnya biasanya tidak panjang dan hanya mampu menumbuhkan kemampuan mentalnya pada tingkat usia 4 tahun. Golongan imbicile satu tingkat lebih baik daripada golongan idiot. Anak golongan imbicile dapat dilatih untuk melayani kebutuhan dirinya dan menguasai ketrampilan sederhana dengan bimbingan khusus. Anak golongan ini dapat mencapai usia dewasa, tetapi jarang sekali mencapai 299 | LANDASAN PENDIDIKAN usia kecerdasan lebih dari tingkatan usia 8 tahun. Sedangkan golongan moron mampu melayanai kebutuhan dirinya. Dengan pendidikan sekolah yang direncanakan dengan seksama, mereka dapat mempelajari hal-hal yang sederhana dan menguasai ketrampilan yang terbatas untuk lapangan pekerjaan yang sederhana. Usia mental golongan moron jarang sekali mencapai tingkat usia 12 tahun. Terbuka kemungkinan memasuki lapangan pekerjaan yang menguntungkan dirinya sendiri dan yang mengerjakannya. Golongan genius pada waktu sekarang lebih mendapat perhatian para ahli daripada sebelumnya. Kemampuan berpikir dan penalaran golongan pada tingkatan kemampuan mental yang tinggi, sehingga mampu melakukan kegiatan yang bersifat kreatif dan invertif. Anak-anak berbakat ini ditemukan ada pada semua bangsa dan pada semua tingkatan sosial ekonomi dan semua jenis (laki-laki atau perempuan). Berdasarkan data yang ada ternyata jumlah jenius laki-laki lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan penyelidikan Terman; anak-anak berbakat, kondisi fisiknya lebih baik dari yang normal, lebih kuat dan sehat dari umumnya anakanak pada usia yang sama. Dalam hal penyesuaian sosial sama baiknya. f. Tiap Tahap Pertumbuhan Mempunyai Ciri-Ciri Tertentu Karena tiap tahap pertumbuhan itu memiliki ciri-ciri tertentu hal ini dapat membantu pendidik untuk mengatur strategi pendidikan dengan kesiapan anak muda untuk menerima, memahami dan menguasai bahan pendidikan sesuai dengan kemampuan. Jadi strategi pendidikan untuk siwa Sekolah Taman Kanak-kanak akan berbeda dengan strategi yang diperuntukkan siswa Sekolah Dasar. Demikian juga dengan jenjang persekolahan yang lain. 300 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hasan, Muhammad. (2021). Landasan Pendidikan. Klaten: Tahta Media Grup. Hidayah, Nur dan Adi Atmoko. (2014). Landasan Sosial Budaya dan Psikologis Pendidikan: Terapannya di Kelas. Malang: Gunung Samudera. Husamah, dkk. (2015). Pengantar Pendidikan. Malang: UMM Press. Mustadi, Adi, dkk. (2018). Landasan Pendidikan Sekolah Dasar, Yogyakarta: UNY Press. Pidarta, Made. (2000). Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. _______. (2007). Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Sukmadinata, N.S. (2008). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Suparni. (2019). Konteks Sosial Budaya dan Inovasi Pendidikan. Medan: Harapan Cerdas 301 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Ainul Azhari, S.Th.I., M.Ag., kelahiran Demak, 10 Juli 1994, merupakan putri pertama dari Nurcholish Zuhdi dan Ita Supriana. Menyelesaikan pendidikannya baik formal maupun non formal di pondok pesantren, sehingga mendapatkan Beasiswa Santri Berprestasi untuk melanjutkan pendidikan tingginya Strata 1 di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang dengan Program Studi Tafsir Hadis konsentrasi dalam Ilmu Hadis. Pada pendidikan S1-nya ini hanya diselesaikan selama 3.5 tahun (7 semester) dengan mendapatkan penghargaan Wisudawan Terbaik. Mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya di almamater yang sama. Selama kuliah, ia tinggal di pondok pesantren khusus menghafal AlQuran sambil menghafalkannya. Pada tahun 2017 ikut menulis buku dengan judul “Hafal Al-Quran Meski Sibuk Sekolah”. Sekarang aktif mengajar MKDU dan Dosen tetap di UNIS Tangerang Fakultas Agama Islam dan juga aktid dalam berbagai kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar serta membimbing tahfidz al-Quran anak-anak. 302 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 18 303 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 18 PEMAHAMAN TEORI PENDIDIKAN INDONESIA A. Pengertian Pendidikan Secara etimologi, pendidikan merupakan nomina atau kata benda yang yang terbentuk dari afiksasi awalan “pe”, kata dasar “didik” dan akhiran “an”, yang mengarah pada suatu hasil dari sebuah proses atau cara, dalam hal ini cara mendidik. Pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, dan seterusnya. Kata pendidikan secara bahasa berasal dari kata pedagogi/“Pedagogy” yakni “paid” yang berarti anak dan “agogos” yang berarti membimbing, jadi pedagogi adalah ilmu dalam membimbing anak. Banyak ahli yang menjelaskan pengertian pendidikan. Secara umum, pendidikan merupakan usaha membina dan mengembangkan kepribadian manusia baik rohaniah maupun jasmaniah, baik fisik maupun mental (Erica et al., 2019). Beberapa orang ahli mengemukan pengertian pendidikan. Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang untuk membuat dewasa melalui pengajaran dan pelatihan (Temon Astawa, 2016). Dengan pendidikan kita bisa lebih dewasa karena pendidikan tersebut memberikan dampak yang sangat positif bagi kita, dan juga pendidikan tersebut bisa memberantas buta huruf dan akan memberikan keterampilan, kemampuan mental, dan lain sebagainya. UU No.20 tahun 2003 mengamanatkan pendidikan sebagai usaha 304 | LANDASAN PENDIDIKAN dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan Negara (Toenlioe, 2014). Bila melihat lembar UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, 2015). Prof. H. Mahmud Yunus dan Martinus Jan Langeveld mengatakan pendidikan adalah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. Agar anak tesebut memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukannya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Selain dari itu Pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya secara mandiri dan bertanggung jawab dan pendidikan merupakan usaha manusia dewasa dalam membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan. (Hasan, M., Harahap, T. K., Sos, S., Inanna, M. S. D., & Pd, 2021). Sementara itu, H. Horne, mengatakan pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian 305 | LANDASAN PENDIDIKAN yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi (terwujud) dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Setiap negara maju tidak akan pernah terlepas dengan dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dapat memajukan dan mengharumkan bangsanya (Rahman et al., 2022). Pendidikan merupakan faktor penting bagi masyarakat, demi maju mundurnya kualitas masyarakat atau bangsa sangat bergantung pada pendidikan yang ada pada rakyat bangsa tersebut.3 Seperti yang dikatakan oleh harahap dan poerkatja, pendidikan adalah usaha yang secara sengaja dari orang tua yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Yang dimaksudorang tua tersebut adalah orang tua anak itu atau orang yang mempunyai kewajiban untuk mendidik tersebut seperti guru, pendeta, dan seorang kiai. Pendidikan akan memberikan dampak positif bagi para generasi muda dan juga pendidikan akan meyiapkan generasi yang baik dan bagus bagi Negaranya. Maka dari itu para pendidik harus membutuhkan keuletan dan kesabaran didalam mengajarnya (Rahman et al., 2022). Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Nasional Indonesia mengatakan pendidikan tersebut adalah merupakan tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksuddari pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak tersebut agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Menurut Heidjrachman dan Husnah (1997:77) pendidikan adalah suatu kegiatan untukmeningkatkan 306 | LANDASAN PENDIDIKAN pengetahuaan umum seseorang termasuk di dalam peningkatan penguasaan teori dan keterampilan, memutuskan dan mencari solusi atas persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan di dalam mencapai tujuannya, baik itu persoalan dalam dunia pendidikan ataupun kehidupan sehari-hari (Hamengkubuwono, 2016). Sedangkan menurut (Wijaya, 2018) kalau pendidikan formal dalam suatu organisasi merupakan suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan Para masyarakat mengartikan pendidikan adalah pengajaran yang di lakukan disekolah yang mana sekolah tersebut sebagai tempat terjadinya pengajaran atau pendidikan formal. Jadi pendidikan tidak seluruhnya terjadi disekolah tetapi pendidikan bisa jadi di rumah yang mana orang tua yang menjadi gurunya. Pendidikan adalah sebuah program yang mengandung komponen tujuan, proses belajar mengajar antara muriddan gurunya sehingga, akan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) menjadi lebih baik. Apalagi kita hidup dijaman sekarang ini pendidikan sangatlah diperlukan karena pendidikan itu akan membawa kita tidak ketinggalan jaman tetapi kita bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik bagi kita(Harefa, A., & Daliwu, 2020). Plato (427-327) menjelaskan bahwa pendidikan dikonsepsikan sebagai proses penyiapan manusia sebagai warga pendukung terwujudnya negara ideal.16 Pendidikan seyogyanyalah menjadi desain percontohan yang berdaya saing. Dalam falsafah kehidupan bernegara dan berbangsa pada Sila ke satu Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa; Sila ke dua Pancasila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; Sila ke lima Pancasila Keadilan sosial bagi seluruh Bangsa Indonesia. Maka pendidikan mempunyai korelasi signifikan 307 | LANDASAN PENDIDIKAN dengan falsafah Bangsa dan Negara Indonesia tersebut (Yuberti, 2014). Pendidikan merupakan suatu proses yang tidak bisa dipisahkan dengan manusia yang menjadi subyek dan obyek dari upaya pendidikan itu sendiri, karena mencakup 3 (tiga) aspek dasar dalam diri manusia. Pentingnya pendidikan ini bagi masyarakat tergambar dari peranan yang dibawa dalam kegiatan pendidikan dalam kaitannya dengan perkembangan seseorang (Rahmat, 2013). Pendidikan dinyatakan secara langsung mendorong perubahan kemampuan seseorang, seperti yang dikemukakan oleh (Rahmat, 2013), bahwa dapat dikatakan pentingnya pendidikan adalah secara langsung mendorong terjadinya perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, selanjutnya peningkatan dalam ketiga macam kawasan tersebut tidak sekedar untuk meningkatkan belaka, tetapi suatu peningkatan yang hasilnya dapat dipergunakan untuk lebih meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, pekerja/profesional, warga masyarakat dan warga negara dan makhluk Tuhan. Undang undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Konsep pendidikan tersebut yang memerlukan ilmu dan seni ialah proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia dimana warga masyarakat yang lebih dewasa dan berbudaya 308 | LANDASAN PENDIDIKAN membantu pihak-pihak yang kurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik. Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam mencapai disiplin yang lebih luas. Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu sendiri, yaitu faktor manusianya. Konsep pengajaran (yang makro) berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung hasilnya dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang tentu asas Tut Wuri Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan sekedar upaya sadar menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan peserta didik mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan peserta didiknya (Wijaya, 2018). Carter V. Good (2005) dalam (Anwar, 2017) merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut: a. Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching. b. The systematizedlearning or instruction concerning principles andmethods of teaching andof student control andguidance, largely replacedby the term education. Artinya pendidikan ialah : a. Seni, praktek, atau profesi sebagai pengajar; b. Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan. 309 | LANDASAN PENDIDIKAN Mengutip rumusan pengertian dalam Dictionary of Education, Nanang Fattah dalam (Anwar, 2017) menjelaskan bahwa pendidikan adalah: a. proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup, b. proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata lain, pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahanperubahan yang sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah laku, pikiran, dan sikapnya. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang dialami individu dalam perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya. Dari penjelasan di atas, dapat simpulkan beberapa ciri pendidikan, antara lain, yaitu: a. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup. b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik penilaiannya yang sesuai. c. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (formal dan non formal). 310 | LANDASAN PENDIDIKAN Apabila dikaitkan dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, pendidikan diarahkan untuk pembentukan kepribadian manusia, yaitu mengembangkan manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial, makhluk susila, dan mahluk beragama (religius) (Hasan, M., Harahap, T. K., Sos, S., Inanna, M. S. D., & Pd, 2021). Dari beragam batasan pendidikan yang diberikan oleh para ahli, bahwa meskipun berbeda secara redaksional namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Karena itu, dengan memperhatikan batasan-batasan pendidikan tersebut, ada beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami, yaitu: a. Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik yang berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa susila. Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Bila anak didik sudah mencapai pribadi dewasa susila, maka ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakatnya. b. Pendidikan merupakan perbuatan manusiawi. Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatukesatuan hidup. Tindakan mendidik yang dilakukan oleh orang dewasa dengan sadar dan sengaja didasari oleh nilainilai kemanusiaan. Tindakan tersebut menyebabkan orang yang belum dewasa menjadi dewasa dengan memiliki nilai-nilai kemanusiaan, dan hidup menurut nilai-nilai tersebut. Kedewasaan diri merupakan 311 | LANDASAN PENDIDIKAN tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui perbuatan atau tindakan pendidikan. c. Pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik. Dalam pergaulan terjadi kontak atau komunikasi antara masing-masing pribadi. Hubungan ini jika meningkat ke taraf hubungan pendidikan maka menjadi hubungan antar pribadi pendidik dan pribadi si anak didik, yang pada akhirnya melahirkan tanggung jawab pendidikan dan kewibawaan pendidikan. Pendidik bertindak demi kepentingan dan keselamatan anak didik, dan anak didik mengakui kewibawaan pendidik dan bergantung padanya. d. Tindakan atau perbuatan mendidik menuntun anak didik mencapai tujuan- tujuan tertentu, dalam hal ini tampak pada perubahan-perubahan dalam diri anak didik. Perubahan sebagai hasil pendidikan merupakan gejala kedewasaan yang secara terusmenerus mengalami peningkatan sampai penentuan diri atas tanggung jawab sendiri oleh anak didik atau terbentuknya pribadi dewasa susila. Aspek-aspek penting dari pendidikan, di antaranya : a. Pendidikan merupakan proses, usaha dan bimbingan; b. Pendidikan meningkatkan kecakapan intelektual dan emosional peserta didik; c. Pendidikan memanusiakan manusia; d. Pendidikan mempunyai tujuan tertentu. Penjabaran mengenai hakikat perbuatan pembimbingan, apa tujuannya, dan bagaimana hakikat pendidik dan peserta didik; semuanya sangat bergantung kepada dasar filsafah yang dianut oleh orang yang 312 | LANDASAN PENDIDIKAN merumuskannya. Dengan demikian, perumusan itu sangat beragam. Dengan rumusan yang lebih luas, pendidikan adalah upaya sadar untuk menyiapkan peningkatan kehidupan peserta didik yang mandiri dan berbudaya harmonis, yaitu memiliki moral dan akhlak mulia, profesi yang dilandasi ilmu pengetahuan, teknologi dan atau seni tepat guna, dan memiliki kreativitas terpuji yang menyejukkan dan membawa kedamaian yang bernilai indah, sehingga kehidupannya lebih baik. Pendidikan dalam artian tersebut menjadi tanggung jawab bersama, antara keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui sekolah, baik yang dikelola oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Untuk memperluas wawasan dan lebih memahami pengertian pendidikanini, penulis juga merangkum beberapa pandangan para ahli dari berbagai sumber (Rahman et al., 2022): 1. Rochaety mengemukakan pendidikan berperan dalam menentukan pola sikap dan perilaku masa kini, hari demi hari, dan perilaku. 2. Owen mengungkapkan pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan seseorang yang nantinya diterapkan dalam masyarakat. Proses sosial seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang terbimbing (terutama di lingkungan pendidikan). 3. Godfrey mengatakan pendidikan merupakan pengaruh lingkungan pada kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan perasaannya. 4. Syaibani mengemukakan perilaku individu peserta didik terhadap kehidupan pribadi, komunitas, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan aktivitas manusiawi dan profesional di antara banyak profesi di dalam masyarakat. 313 | LANDASAN PENDIDIKAN 5. Peursen, mengartikan pendidikan sebagai 1) kegiatan menerima dan memberi ilmu sehingga budaya dapat diwariskan. 2) sebuah proses. Melalui proses ini, individu diajari kesetiaan dan kemauan untuk mengikuti aturan. 3) Pemaknaan dan menambah kemampuan untuk memberikan arahan untuk pengalaman berikutnya. 4) Pendidikan adalah sebuah proses. 6. John Dewey mengartikan sebagai keterampilan intelektual dan emosional dasar di antara manusia. 7. Martimer J Adler mendefinisikan pendidikan adalah proses segala yang diciptakan dan digunakan oleh siapa saja dalam membentuk tingkah laku yang terbentuk dengan baik. 8. Aristoteles (filosof terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM - 322 SM) mengatakan bahwa "Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran”. 9. Ibnu Muqaffa (salah seorang toko bangsa Arab yang hidup tahun 106 H-143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa: "Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani." 10. Rousseau (filosof Francis, 1712-1778 M) mengatakan bahwa: ''Pendidikan ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya diwaktu dewasa". 314 | LANDASAN PENDIDIKAN 11. James mill (filosof Inggris, 1773-1836) mengatakan bahwa: "Pendidikan itu harus menjadikan seseorang cakap agar dia menjadi orang yang senantiasa berusaha mencap.ai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang lain selainnya". 12. Darnelawati berpendapat bahwa pendidikan formal adalah pendidikan disekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syaratsyarat yang jelas dan ketat. Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti, pengetahuan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. 13. Gunning dan Kohnstamm berpendapat ''Pendidikan adalah proses pembentukan hati nurani. Sebuah pembentukan dan penentuan diri secara etis yang sesuai dengan hati nurani. 14. Thedore Brameld menyatakan istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. 15. Stella Van Petten Henderson mengatakan bahwa ''Pendidikan yaitu suatu kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. 16. Encydopedia Americana 1978, mengatakan pendidikan adalah proses yang digunakan setiap individu untuk mendapatka pengetahuan, wawasan serta mengembangkan sikap dan keterampilan. 17. Dalam pandangan Islam, definisi pendidikan adalah Menurut Zakiah Daradjat pendidikan 315 | LANDASAN PENDIDIKAN agama Islam atau At-Tarbiyah Al-Islamiah adalah usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup. 18. Sedangkan menurut Ahmad D.Marimba (dalam Umi Uhbiyat) pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam.6 Pendidikan agama Islam adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan orang-orang beragama, dengan demikian pendidikan agama petlu diarahkaan ke arah pertumbuhan moral dan karakter. Disimpulkan dari berbagai ahli di atas, bahwa pendidikan berperan dalam menentukan pola sikap dan perilaku masa kini, hari demi hari, dan perilaku, mengembangkan kemampuan seseorang yang nantinya diterapkan dalam masyarakat yang merupakan pengaruh lingkungan pada kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan perasaan. Pendidikan harus melalui berbagai proses, proses sosial seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan yang terbimbing (terutama di lingkungan pendidikan); proses kegiatan menerima dan memberi ilmu sehingga budaya dapat diwariskan; proses individu diajarkan kesetiaan dan kemauan untuk mengikuti aturan, pemaknaan dan menambah kemampuan untuk memberikan arahan untuk pengalaman berikutnya; proses pembentukan hati nurani, pembentukan dan penentuan diri secara etis yang sesuai dengan hati nurani. pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat 316 | LANDASAN PENDIDIKAN yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat dan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial; proses yang digunakan setiap individu untuk mendapatka pengetahuan, wawasan serta mengembangkan sikap dan keterampilan intelektual dan emosional dasar di antara manusia dan proses segala yang diciptakan dan digunakan oleh siapa saja dalam membentuk tingkah laku yang terbentuk dengan baik. Proses-proses di atas harus dilakukan dengan teratur, dan bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat, berkesinambungan, terukur, dengan pengawasan, menggunakan aktivitas manusiawi dan profesional; harus juga dapat merubah perilaku individu peserta didik terhadap kehidupan pribadi, komunitas, dan alam sekitarnya; harus merupakan kegiatan menerima dan memberi ilmu sehingga budaya dapat diwariskan, menyiapkan akal untuk pengajaran”. yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani." pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya diwaktu dewasa; harus menjadikan seseorang cakap agar dia menjadi orang yang senantiasa berusaha mencap.ai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang lain selainnya". Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti, pengetahuan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan itu adalah satu 317 | LANDASAN PENDIDIKAN upaya yang dilakukan secara sadar, terencana untuk terwujudnya proses belajar dan pembelajaran untuk mengembangkan potensi jasmani dan rohani dan potensi lainnya, sehingga dapat berkembang dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor serta dapat hidup secara harmonis dalam hidup dan kehidupan. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. B. Teori-Teori Pendidikan Menurut Nana S. Sukmadinata (1997) dalam (Toenlioe, 2014) ada 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu : 1. Pendidikan klasik, 2. Pendidikan personal 3. Pendidikan teknologi, 4. Pendidikan interaksional, Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Unsur dari teori pendidikan ini meliputi materi, yaitu pengetahuan yang berguna bagi siswa terorganisasi secara 318 | LANDASAN PENDIDIKAN logis dan jelas; guru, berperan sebagai ahli dan model dan siswa, yaitu sebagi objek dan merupakan individu yang pasif. Pendidikan personal, adalah teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik. Teori pendidikan personal menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. Yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis). Pada teori ini, unsur pendidikan meliputi Materi, yang dimaknai sebagai Student’s experiences; Guru sebagai fasilitator dan Siswa, sebagai suatu pribadi yang utuh atau Whole person (Ayu, 2011). Pendidikan teknologi merupakan sebuah konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam pendidikan teknologi, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan 319 | LANDASAN PENDIDIKAN yang yang mengarah kepada kemampuan vocational. Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan (Ellington, 1998). Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan denganlingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan (Anwar, 2017). (Temon Astawa, 2016) dalam artikelnya menjelaskan tentang beberapa teori pendidikan modern yang berkembang seiring perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi. 320 | LANDASAN PENDIDIKAN 1) Teori Humanisme Sodirdjo (1980) dalam (Temon Astawa, 2016) mengatakan teori pendidikan modern pertama adalah teori Humanisme, untuk itu akan dibahas tentang bagaimana munculnya humanisme dan tujuan pendidikan humanisme. Kemajuan Ilmu pengatahuan dan teknologi bagaikan pisau bermata dua, dalam arti kemajuan teknologi memiliki nilai positif dan dampak yang negatif. Kemajuan ilmu pengtahuan dan teknologi terutama menjadi terasa dekat waktu dan masa menjadi memadat oleh kesibukan-kesibukan manusia dalam menggarap dan memanfaatkan iptek tersebut. Namun disisi lain hati nurani kemnusiaannya mengeluh karena beradaptasi dengan iptek yang tidak lagi Human Centric melainkan Tekno Centric . (Wijaya, 2018) mengatakan manusia tidak lagi secara otonom dikontrol oleh nurani pribadinya melainkan dikontrol oleh faktor eksternal yaitu iptek, manusia secara makro benar-benar telah menyandarkan segala harapannya kepada hasil iptek. Lebih lanjut dikatakan musuh utama manusia bukan lagi binatang buas di hutan tetapi dirinya sendiri dan rekan sesamanya. Dalam batas-batas tertentu dampak destruktif iptek telah menundukkan manusia, manusia sangat tergantung padanya, dan manusia tidak lagi mampu mengendalikan hasil perbuatannya tetapi seakan didikte oleh hasil produknya sendiri, manusia menjadi robot dari mahluk raksasa yang bernama iptek. Dari perspektif humanisasi iptek yang demikian sejalan dengan proses dehumanisasi agar tidak terjadi demikian. Hal ini perlu dilakukan terapi melalui pendidikan karena sains dan teknologi berkembang melalui pendidikan. Maka lahirlah pendidikan humanistic. Pendidikan humanistik yang meletakan manusia sebagai titik tolak dan sebagai titik tujuan, menurut (Anwar, 2017) 321 | LANDASAN PENDIDIKAN mengatakan: paradigma pendidikan humanistik terdapat dua harapan besar yakni: nilai- nilai pragmatis iptek tidak akan mematikan kepentingan-kepentingan kemanusiaan, dan akan dapat terhindar dari tirani teknologi dan dapat hidup sejahtera dan kondusif. Tujuan pendidikan humanistik yaitu membentuk manusia yang memiliki komitmen humaniter sejati, yakni manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab sebagai mahluk individual maupun sebagai mahluk sosial mengatakan tujuan pertama humanisme Italia adalah “cita-cita Yunani mengenai pendidikan liberal, yaitu perkembangan harmonis dari akal, jasmani dan moral. Perkembangan ideal bagi para humanist Italia adalah pribadi yang mempunyai perkembangan bulat dan lengkap dalam semua aspek kehidupan manusia. Isi atau jenis pendidikan humanistic adalah pendidikan jasmani, kesusasteraan, kesenian, musik, drama, keindahan, perilaku dan kesehatan. Peendidikan keindahan memegang peranan penting karena sempat diabaikan pada abad pertengahan. Proses belajar dalam humanisme, adalah belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dibandingkan dengan teori lain, teori humanistik yang paling abstrak dan paling mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan. Meskipun teori ini sangat mementingkan pentingnya isi dari pada proses, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian. Wajar teori ini sangat bersifat eklektik. Kenyataannya teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan 322 | LANDASAN PENDIDIKAN untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri) (Wijaya, 2018). Tokoh teori ini Bloom dan Krathwohl, Kolh, Honey, Mumford dan Harbermas. Bloom dan Krathwohl menekankan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang mencakup tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Taksonomi Bloom berhasil memberi inspirasi kepada pakar lain untuk mengembangkan teoriteori belajar dan pembelajaran (teori ini menjadi amat terkenal) Pada tingkatan yang lebih praktis, Taksonomi Bloom telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional dan dapat diukur. Dari beberapa taksonomi belajar, Taksonomi Bloom ini yang paling terkenal dan populer (setidaknya di Indonesia). Taksonomi Bloom banyak dijadikan pedoman untuk menyusun butir-butir soal ujian, termasuk orang-orang pendidikan yang sering mengkritik Taksonomi Bloom. Sedangkan Kolh membagi tahapan belajar menjadi: 1) Pengalaman konkrit, 2) Pengamatan aktif dan reflektif, 3) Konseptualisasi, dan 4) Eksperimentasi aktif. Honey dan Mumford berdasarkan teori Kolh, membagi tipe siswa yaitu aktivis, refektor, teoris dan pragmatis. Tipe siswa yang aktivis adalah tipe siswa suka melibatkan diri pada pengalaman – pengalaman baru. Siswa cendrung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog (identik dengan sifat mudah dipercaya) Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya, cendrung sangat berhati-hati mengambil langkah, suka menimbang baik-buruk suatu keputusan..Tipe siswa teoris, biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif, curiga dan 323 | LANDASAN PENDIDIKAN tidak menyukai hal- hal yang bersifat spekulatif. Tipe siswa pragmatis adalah menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Belahar menurut Harbernes sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun sesama manusia. Habermas membagi tipe belajar adalah belajar teknis, belajar praktis dan belajar emansipatoris (Anderson et al., n.d.). Dalam perkembangan selanjutnya selain teori Humanisme sebagai teori modern pertama, teori-teori pendidikan modern yang lain adalah teori–teoripendidikan yang tergolong kedalam pendidikan pasca klasik. Teori-teori pendidikan klasik adalah behaviorisme (yang fokus pada proses dan hasil belajar), teori kognitivisme (yang fokus pada prosesbelajar), humanistik (fokus pada isi/apa yang dipelajari) dan teori sibernetik (yang fokus pada sistem informasi yang dipelajari) 2) Teori Bahaviorisme Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat darri interaksi antara stimulus dan respon. Penganut teori ini setuju premis dasar perubahan tingkah laku, namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal penting. a. Thorndike : Belajar adalah proses interaksi antara stimulus (mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan atau gerakan). Perubahan tingkah laku berwujud suatu yang konkrit (dapat diamati) atau non konkrit (tak teramati). Thorndike tak menyebutkan cara mengukur tingkah laku, sehingga menjadi obsesi ahli behavior selanjutnya, Teori ini disebut juga Koneksionisme. 324 | LANDASAN PENDIDIKAN b. Watson : Stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable), perubahan mental diabaikan; faktor tersebut tidak dapat menjelaskan apakah proses belajar telah terjadi atau belum. Hanya mementingkan perubahan tingkah laku yang bisa diukur (pengukuran hanya tingkah laku nyata) meskipun mengakui semua hal penting. c. Clark Hull (Neo Behaviorisme/aliran tingkah laku baru) : Sangat terpengaruh oleh teori Charles Darwin/evolusi. Semua tingkah laku bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup. Untuk itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus/rangsangan hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, meskipun respon berbeda bentuknya. Setelah Skinner, teori ini tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, kecuali dalam eksperimen di lab. d. Edwin Guthrie : Stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan biologis, yang penting hubungan stimulus dan respon bersifat sementara. Diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Respon akan lebih kuat (menjadi kebiasaan) bila berhubungan dengan berbagai stimulus (banyak rangsangan agar tingkah laku berubah ke arah positif) e. Skinner : Hubungan stimulus dan respon dalam perubahan perilaku, tidak sederhana; tapi stimulus yang diberikan berinteraksi satu sama lainnya, dan interaksi tersebut mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan juga menghasilkan 325 | LANDASAN PENDIDIKAN berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa. 3) Teori Kognitivisme Ciri khas kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat komplek (erat hubungannya dengan teori Sibernetik). Teori ini mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus dan bagaimana siswa sampai pada respon tertentu (pengaruh teori behavior masih tampak), lambat laun perhatian mulai bergeser, perhatian teori ini terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Teori Kognitif menekankan pada ilmu pengetahuan dibangun dalam diri siswa melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungannya. Proses belajar tidak berjalan terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, berkesinambungan dan menyeluruh sebagai satu kesatuan yang utuh masuk dalam pikiran dan perasaan siswa. Seperti membaca buku, bukan alfabet yang terpisah yang diserap oleh pikiran, tapi kata, kalimat, paragraf yang semuanya menjadi satu, mengalir, menyerbu secara total bersamaan. Dalam praktek teori ini berwujud : 1) Tahaptahap perkembangan (Jean Piaget). 2) Belajar bermakna atau Meaningful learning (Ausubel) 3) Belajar penemuan secara bebas (Jerome Bruner) . Menurut Piaget proses belajar terdiri dari tiga tahap yaitu Asimilasi, Akomodasi, dan Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang 326 | LANDASAN PENDIDIKAN sudah ada dalam benak siswa (Koerniantono, 2019). Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Proses belajar siswa harus disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, yakni : tahap sensorimotor (1,5 – 2 tahun), tahap praoperasional (2/3 – 7/8 tahun), tahap operasional konkret (7/8 – 12/14 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun ke atas). Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika bahan ajar dan informasi lainnya mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Manfaat bahan ajar dan informasi yang lengkap di sampaikan kepada siswa yaitu : 1) dapat menyediakan kerangka konseptual untuk bahan ajar yang akan dipelajari siswa, 2) dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan bahan ajar yang dipelajari saat ini dengan yang akan datang, 3) dapat membantu siswa memahami bahan ajar secara lebih mudah. Bruner, mengatakan proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya (free discovery learning), dengan pola berpikir “Induktif” (apreori= sebelum) teori. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep “kejujuran” siswa tidak dimulai dengan menghapal definisinya, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh tersebut siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”. Lawannya dari teori ini adalah belajar ekspositori (belajar dengan cara menjelaskan) dengan pola berpikir “deduktif” (sesudah 327 | LANDASAN PENDIDIKAN teori). Siswa diberi bahan ajar yang berbentuk “definisi kejujuran” dari definisi tersebut siswa diminta untuk mencari contoh konkret tentang kejujuran. 4) Teori Sibernetik Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses itu, informasi tersebut yang akan menentukan proses. Asumsi lain teori sibernetik adalah tidak ada satu proses belajarpun yang ideal dengan segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Informasi akan dipelajari oleh siswa dengan satu macam proses belajar, informasi yang sama itu akan dipelajari oleh siswa lain melalui proses belajar yang berbeda hal ini disebabkan oleh (perbedaan tipe siswa yang belajar, perbedaan seni guru mengajar). Dalam bentuk yang lebih praktis, teori sibernetik telah dikembangkan oleh : Landa (pendekatan algoritmik dan heuristik) dan Pask dan Scott (pendekatan menyeluruh/wholist dan bagian/serialis). Ada dua macam proses berpikir yaitu proses berpikir algoritmik dan heuristic. Algoritmik adalah proses berpikir linier, konvergen, logis, lurus menuju kesuatu target tertentu. Heuristik yaitu proses berpikir divergen, tidak linier, tidak lurus, tidak logis, kreatif menuju kebeberapa target sekaligus. Proses belajar akan berjalan dengan baik, jika apa yang hendak dipelajari itu, merupakan masalah yang hendak dipecahkan, sistem informasi yang hendak dipelajari diketahui ciri – cirinya, suatu yang lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, substansial, suatu hal yang lebih 328 | LANDASAN PENDIDIKAN tepat disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus matematika disajikan secara algoritmik. Pendekatan serialis (Pask dan Scott) sama dengan algoritmik, namun Wholist tidak sama dengan Heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cendrung melompat ke depan lansung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi, seperti melihat sebuah lukisan, bukan detil-detil yang diamati lebih dahulu, tetapi keseluruhan lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil. Pendekatan yang beroreintasi pada pengolahan informasi menekankan pada ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang yang berkaitan dengan apa yang terjadi di otak dalam proses pengolahan informasi. Proses belajar dapat berjalan dengan optimal, bukan hanya cara kerja otak yang perlu dipahami, tetapi lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itupun perlu diketahui (Anwar, 2017). C. Tujuan, Fungsi dan Jenis Pendidikan di Indonesia Fungsi Pendidikan di Indonesia Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan di Indonesia, ada baiknya mengetahui tujuan pendidikan global yang dirancang oleh UNESCO dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan, UNESCO juga merancang empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yaitu: 1. Learning to know (belajar untuk mengetahui). 2. Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu). 3. Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu). 329 | LANDASAN PENDIDIKAN 4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama). Dari rancangan tujuan pendidikan menurut UNESCO di atas dapat dimaknai bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk mmeningkatkan kualitas suatu bangsa yang ditandai dengan baiknya kualitas masyarakat, lebih fokus baiknya kualitas individu atau orang sebagai anggota dalam suatu masyarakat. UNESCO memberikan arah untuk mencapai tujuan itu dengan adanya proses belajar, baik belajar untuk mengetahui, melakukan, menjadi sesuatu dan belajar hidup bersama. Proses belajar inilah yang diadaptasi oleh bangsa-bangsa di dunia untuk dituangkan pada sistem pendidikan nasional masing-masing negara sesuai dasar dan ideaologi negara tersebut (Soeprapto, 2013). Negara Republik Indonesia memiliki tujuan Pendidikan Nasional yang tertera secara jelas pada kalimat “Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 yang merupakan tujuan utama nasional, menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini, mestinya berfokus tentang bagaimana cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun sekelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan. Pendidikan yang baik dibutuhkan untuk membentuk sebuah negara yang maju dan membentuk peradaban yang baik. 330 | LANDASAN PENDIDIKAN Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional dengan jelas yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang penting dalam pendidikan, karena tujuan pendidikan merupakan arah yang hendak dicapai. Dilansir dari buku Ilmu Pendidikan oleh Rahmat Hidayat dan Abdillah, sejak awal berdiri, rumusan mengenai tujuan pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kehidupan bermasyarakat. Tujuan pendidikan nasional tersebut harus diusahakan untuk dapat dicapai oleh semua penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, terutama bagi pendidikan formal. Untuk mencapainya, dibutuhkan waktu dan cara mendidik yang tepat. Menurut Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak. Hal ini dimaknai sebagai usaha untuk membimbing para peserta didik sesuai dengan kemampuan alamiahnya dengan tujuan agar seluruh anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan tertinggi dalam hidupnya (Toenlioe, 2014). 331 | LANDASAN PENDIDIKAN Fungsi Pendidikan di Indonesia Mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 3, menyatakan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Selain itu, masih ada beberapa fungsi lain dari pendidikan. Dikutip dari laman Fakultas PGSD Universitas PGRI Yogyakarta, berikut ini adalah fungsi pendidikan (Soeprapto, 2013): 1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk bisa mandiri dan mampu mencari nafkah sendiri. 2. Membangun dan mengembangkan minat dan bakat setiap manusia untuk kepuasan pribadi dan kepentingan umum. 3. Melaksanakan pelestarian budaya masyarakat. 4. Memberikan sumber inovasi sosial dalam masyarakat. Jenis-Jenis Pendidikan di Indonesia Setelah mengetahui fungsi dan tujuan pendidikan, kamu juga harus mengetahui beberapa jenis pendidikan. Berikut Ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis pendidikan (Gunawan & Palupi, 2015): 1. Pendidikan umum, yaitu pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan 332 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. 3. 4. 5. 6. 7. pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan kejuruan, yaitu pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja di bidang tertentu. Pendidikan Akademik, yaitu pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan,teknologi, dan ata seni tertentu (program sarjana dan pascasarjana). Pendidikan profesi, yaitu pendidikan tinffi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan vokasi, yaitu pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu yang setara dengan program sarjana. Pendidikan keagamaan, yaitu pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan tentang ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama. Contohnya seperti Pesantren, MI, MTS, MA, MAK, dan Sekolah Tinggi Theologia. Pendidikan khusus, yaitu pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif. 333 | LANDASAN PENDIDIKAN D. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem Pendidikan sebagai suatu sistem memiliki beberapa bagian yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, bila bagian yang satu tidak diperhatikan/ lemah maka akan mempengaruhi keseluruhan dari sistem tersebut. Para pendidik perlu untuk memahami pendidikan sebagai suatu sistem sehingga dalam melaksanakan proses belajar mengajarnya akan memperoleh hasil yang maksimal bila pendidik memperhatikan unsur-unsur/bagian-bagian yang ada yang sangat mempengaruhi proses pendidikan (kegiatan belajar mengajar) yang akan dilakukannya (Koerniantono, 2019). Mengacu pada fungsi dan tujuan Pendidikan dapat dikemukakan unsur-unsur penting dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut: a. Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem merupakan satuan kegiatan antara alat dan tujuan yg sangat penting mencapai cita-cita nasional. Satuan pendidikan sebagai alat dan kegiatan dapat berupa sekolah, kursus, kelompok belajar dsb. b. Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta diartikan terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia dan berlaku di seluruh Indonesia. UUSPN menyatakan setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Menyeluruh mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sedangkan terpadu diartikan saling keterkaitan antara sistem pendidikan dengan seluruh usaha pembangunan nasional. c. Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem harus dilihat sebagai keseluruhan unsur dan kegiatan 334 | LANDASAN PENDIDIKAN pendidikan yang saling berkaitan satu sama lain dan saling menunjang dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan: sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Unsur-unsur pendidikan terdiri atas beberapa bagian, sebagaimana dijelaskan berikut ini (Koerniantono, 2019): 1) Peserta Didik Peserta didik berstatus sebagai subjek didik dalam suatu pendidikan. Peserta didik merupakan seseorang yang memiliki potensi fisik dan psikis, seorang individu yang berkembang serta individu yang membutuhkan bimbingan dan perlakuan manusiawi. Peserta didik juga memiliki kemampuan untuk mandiri. Peserta didik juga tidak memandang usia. 2) Pendidik Pendidik adalah orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Pendidik bisa berasal dari lingkungan pendidikan yang berbeda, misalnya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, seorang pendidik bisa berupa orang tua, guru, pemimpin masyarakat dan lain-lain. Pendidik juga harus memiliki kewibawaan dan kedewesaan, baik rohani maupun jasmani. 3) Interaksi Edukatif Interaksi edukatif adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara 335 | LANDASAN PENDIDIKAN optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode serta alat-alat pendidikan. Ketika pendidik memberi bahan ajar berupa materi pelajaran dan contoh-contoh, diharapkan adanya respon yang baik dari para peserta didik dengan tetap menjunjung sifat saling mengharia satu sama lain. 4) Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan hal yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran dan tujuan ke arah mana bimbingan ditujukan. Secara umum tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu. Tujuan pendidikan juga bertujuan untuk membangkitkan, memicu, dan menyegarkan kembali materi-materi yang telah dibahas agar peserta didik semakin memahaminya. 5) Materi Pendidikan Materi pendidikan merupakan bahan ajar dalam suatu pendidikan dan merupakan pengaruh yang diberikan dalam bimbingan. Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Kurikulum ini menampung materi-materi pendidikan secara terstruktur. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. 336 | LANDASAN PENDIDIKAN 6) Alat dan Metode Pendidikan Alat dan metode pendidikan adalah segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan merupakan jenisnya sedangkan metode pendidikan melihat efisiensi dan efektifitasnya. Contoh alat pendidikan adalah komputer, sosial media, buku ajar dan alat peraga. Sedangkan metode pendidikan merupakan cara penyampaian materi pendidikan dari pendidik pada peserta didik. 7) Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan merupakan tempat dimana peristiwa bimbingan atau pendidikan berlangsung. Secara umum lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiganya sering disebut sebagai tri pusat pendidikan. 337 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., & Bloom, B. S. (n.d.). A taxonomy for learning, teaching, and assessing : a revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives (L. W. Anderson, D. R. Krathwohl, & B. S. (Benjamin S. Bloom (eds.); Complete ed.) [Book]. Longman. Anwar, C. (2017). Buku Terlengkap Teori-Teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer. IRCiSoD. Ayu, D. (2011). Teori Pendidikan Behaviorisme. https://dnoeng.wordpress.com/2010/06/15/teoripendidikan-behaviorisme/#:~:text=Teori belajar Behavioristik adalah teori,pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.&text=Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan. Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan P. T. R. I. (2015). Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. In Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti: Vol. Dokumen 00. Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Ellington, H. dan F. P. (1998). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga. Erica, D., Haryanto, H., Rahmawati, M., & Vidada, I. . (2019). Peran orang tua terhadap pendidikan anak usia dini dalam pandangan islam. Perspektif Pendidikan dan Keguruan, 10(2), 58-66. Universal Pendidikan, april 2017, 8–22. 338 | LANDASAN PENDIDIKAN Gunawan, I., & Palupi, A. R. (2015). Taksonomi Bloom- Revisi Ranah Kognitif. 1, 16–40. Hamengkubuwono. (2016). Ilmu Pendidikan dan Teori-teori Pendidikabn (pp. 1–2). Harefa, A., & Daliwu, S. (2020). Teori Pendidikan Pancasila Yang Terintergrasi Pendidikan Anti Korupsi. Lutfi Gilang. Hasan, M., Harahap, T. K., Sos, S., Inanna, M. S. D., & Pd, U. K. M. (2021). Landasan pendidikan. Tahta Media Group. Koerniantono, M. E. K. (2019). Pendidikan Sebagai Suatu Sistem. Jurnal Kateketik Dan Pastoral, 4(1), 59–70. Rahman, A., Munandar, S. A., Fitriani, A., Karlina, Y., & Yumriani. (2022). Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan. Al Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 1–8. Rahmat, A. (2013). Pengantar Pendidikan Teori, Konsep, dan aplikasi. Journal of Chemical Information and Modeling, 9, 1689–1699. https://id.id1lib.org/book/18179945/48cd87 Soeprapto, S. (2013). Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan. Cakrawala Pendidikan, 0(2), 266–276. Temon Astawa, I. N. (2016). Teori - Teori Dalam Dunia Pendidikan Modern. Jurnal Penjaminan Mutu, 1(1), 67. https://doi.org/10.25078/jpm.v1i1.40 Toenlioe, A. J. (2014). Teori dan Filsafat pendidikan. PENERBIT GUNUNG SAMUDERA [GRUP PENERBIT PT BOOK MART INDONESIA]. Wijaya, H. (2018). Peranan teori pendidikan dalam mengatasi anak putus sekolah di Indonesia. Al-’Ulum, Vol. 1(January). 339 | LANDASAN PENDIDIKAN https://repository.sttjaffray.ac.id/media/publications /269455-peranan-teori-pendidikan-dalam-mengatasia80ae748.pdf Yuberti. (2014). Teori Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan 340 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Dr. Nila Kencana, M.Pd., dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH., Bengkulu sejak tahun 2000 hingga sekarang. Lahir di Bengkulu, pada tanggal 22 September 1974, Pendidikan yang ditempuh adalah Strata 1 pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Bengkulu pada tahun 1999, strata 2 pada program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sriwijaya pada Tahun 2010 dan program Doktor pada Program studi Linguistik terapan Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2022. Berdomisili di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. 341 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER BAB 19 342 | LANDASAN PENDIDIKAN BAB 19 PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBASIS PENDIDIKAN HUMANISTIK A. Landasan Filosofis dan Historis Menciptakan proses pembelajaran yang aktif dan humanis merupakan tujuan semua pemangku kepentingan, baik itu guru, orang tua, peserta didik, maupun pemerintah. Dengan proses belajar yang ideal tersebut, maka pendidikan akan menghasilkan lulusan yang berkualitas sekaligus berkarakter. Untuk alasan itulah, berbagai program pendidikan diselenggarakan, seperti remedi, bimbingan belajar, ekstrakurikuler dan program pengembangan lain sejenis. Namun, harapan akan kualitas pembelajaran yang ideal tersebut tidak sesederhana membalikkan tangan. Hal inilah persoalan yang jamak terjadi di banyak lembaga pendidikan saat ini. Salah satu penyebabnya adalah pemilihan model dan media pembelajaran yang tidak tepat, dalam arti, sesuai dengan karakteristik peserta didik. Masih banyak pengajar saat ini yang tidak memperhatikan kondisi psikologis peserta didik. Padahal, proses pendidikan seharusnya memberikan pengelaman psikologis baru bagi peserta didik yang bersifat positif sehingga mereka dapat mengembangkan sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif. Dalam situasi pendidikan tersebut, peserta didik akan menemukan perwujudan dari dirinya yang disesuaikan dengan keunikan dan kemampuan 343 | LANDASAN PENDIDIKAN dasar mereka. Dalam konteks inilah, pembelajaran hendaknya bersifat humanis, menekankan pada pentingnya emosi, melibatkan komunikasi secara terbuka, dan memperhatikan nilai- nilai pada peserta didik. (Mahendra et al., 2019) Bagi seorang guru, menentukan model pembelajaran yang tepat memang bukan perkara yang sederhana, karena guru atau pendidik harus terlebih dahulu memiliki cara pandang terhadap proses pembelajaran yang benar. Dengan demikian, demi mewujudkan proses pembelajaran yang aktif dan inovatif, seorang guru harus melihat pembelajaran sebagai proses yang mampu memberdayakan seluruh potensi peserta didik, sehingga mereka dapat ikut terlibat secara aktif dalam transfer nilai dan pengetahuan dari suatu materi pembelajaran. Untuk tujuan ini, model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model yang cukup relevan untuk mengembangkan pendidikan berbasis nilai- nilai humanistik. Model ini telah banyak digunakan dan dikembangkan karena mendorong siswa belajar bersama-sama dalam kelompok secara lebih aktif. Pembelajaran kolaboratif adalah model pembelajaran yang mendorong siswa bekerja sama, saling membantu, dalam menggali nilai dan pengetahuan baru secara aktif. Prinsip dasar model pembelajaran ini adalah meraih sukses bersama. (Widodo, 2006) Hal ini dilakukan dengan meminta siswa berbagi pengetahuan dengan lainnya. Oleh karena itu, model ini umumnya disebut dengan tutorial teman sebaya. Untuk menciptakan suasana kelas yang lebih dinamis, hasil diskusi kelompok dipresentasikan untuk didalami dan mendapat tanggapan siswa lain. 344 | LANDASAN PENDIDIKAN Inovasi pembelajaran kooperatif muncul sekira tahun 1970, kemudian mencapai puncak popularitasnya sejak tahun 1980. Sejak saat itu, model tersebut berkembang menjadi model pembelajaran yang adaptif hingga sekarang. Tokoh utama pengembang model pembelajaran adalah Johnson dan Johnson, Elliot Aronson, Robert Slavin, Elizabeth Cohen, dan Spencer Kagan. (Warsono & Hariyanto, 2017) Namun demikian, filosofi model pembelajaran kooperatif telah lama berkembang jauh sebelum nama model tersebut muncul secara definitif. Nama-nama besar seperti John Dewey, Kurt Lewin, dan Morton Deutsh telah lama dikenal dengan prinsip urgensi siswa mengembangkan kecakapan sosial untuk diimplementasikan dalam kehidupan di luar sekolah. Hal itu bisa dilakukan melalui diskusi aktif dalam sebuah kelompok. Model pembelajaran kolaboratif, menurut Tukiran Tanireja (2011), memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, belajar bersama teman. Pembelajaran model ini menjadikan keberhasilan individu sebagai keberhasilan kelompok. Dalam prosesnya, setiap siswa didorong untuk berbagi dan berkontribusi untuk mempelajari dan menyelesaikan tugas bagi kelompok kecil. Pada tugas- tugas yang bersifat kompetitif, siswa tidak bekerja untuk kepentingan diri sendiri, namun bekerja sama, saling membantu menjadi juara, mendapatkan nilai tinggi, dan bersama-sama menjadi kelompok pemenang. Walaupun demikian, setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab, dan berperan aktif dalam menyelesaikan tugas. Oleh karena itu, guru memberikan penilaian secara individual. Kedua, belajar dalam kelompok kecil. Sebuah kelompok kecil memungkinkan siswa untuk berinteraksi lebih aktif dan dinamis. Setiap siswa akan memiliki kesempatan lebih besar untuk berbicara dan mengemukakan pendapat mereka. 345 | LANDASAN PENDIDIKAN Selain itu, guru juga akan lebih mudah mengamati kontribusi siswa pada hasil pekerjaan kelompok. Walaupun demikian, setiap kelompok kecil harus terdiri dari anggota yang heterogen dalam segi karakteristik dan kemampuan belajar. Ketiga, keputusan tergantung siswa sendiri. Dalam proses penyelesaian tugas kelompok, guru mengurangi intervensi pada keputusan kelompok. Oleh karena itu, guru berperan sebagai motivator, evaluator, dan instruktur. Dalam model pembelajaran ini, siswa didorong mengembangkan kemandirian belajar dan kemampuan bekerja sama dalam proses belajar dan menyelesaikan tugas. B. Prinsip Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan uraian ciri pembelajaran kooperatif di atas, Barrie Bennett menyimpulkan lima prinsip- prinsip dalam pelaksanaan model pembelajaran (Isjoni, 2014): a. Positive interdependence : Model pembelajaran ini menekankan spirit saling berbagi yang didasarkan pada kepentingan untuk meraih keberhasilan secara bersama. Oleh sebab itu tidak ada keberhasilan yang bersifat individu. Keberhasilan adalah milik bersama karena dihasilkan oleh kontribusi setiap anggota. Meskipun praktiknya terdapat anggota kelompok yang dominan dalam menyelesaikan setiap tugas, hal itu tetap bukan menjadi alasan untuk dirinya merasa sebagai satu- satunya yang terbaik. b. Interaction face to face : Model ini akan berjalan secara optimal jika terjadi komunikasi secara intensif sesama siswa. Melalui komunikasi tersebut akan terjalin kerja sama, saling berbagi, dan adu opini dalam mengambil keputusan yang terbaik. Meskipun komunikasi dan interaksi dapat terjadi melalui media dalam jaringan 346 | LANDASAN PENDIDIKAN (online), namun kualitas interaksi tidak akan seoptimal seperti pada komunikasi tatap muka di luar jaringan internet. c. Hubungan timbal balik : Dalam model pembelajaran kooperatif, guru harus memastikan bahwa setiap individu mampu berkontribusi terhadap keputusan atau tugas kelompok secara signifikan. Hal itu sesuai dengan kapasitas atau potensi optimal setiap siswa. Dalam hal ini, guru dapat memberikan motivasi atau inspirasi. Dengan demikian, dominasi salah satu siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok tidak terjadi. d. Tanggung jawab pribadi : Meskipun model ini menekankan pada aktivitas berbasis kelompok, akan tetapi, setiap individu siswa harus memiliki rasa tanggung jawab pada setiap keputusan yang diambil oleh forum kelompok. Oleh karena itu, kontribusi signifikan setiap individu menjadi sangat penting. e. Kerja sama : Sebuah kelompok tidak akan bekerja secara efektif tanpa prinsip kolaborasi. Oleh karena itu, pada awal pembentukan kelompok, guru harus menanamkan nilai kerja sama di tengah anggota kelompok yang beragam kualifikasi dan kompetensi. Tanpa hal tersebut, setiap anggota akan mendahulukan ego pribadi dan keinginan saling mendominasi. C. Kelebihan dan kekurangan Sekalipun model ini telah menjadi pilihan utama bagi para guru dalam mengembangkan pembelajaran yang aktif, akan tetapi para guru juga perlu menyadari bahwa model 347 | LANDASAN PENDIDIKAN pembelajaran tersebut, di samping memiliki kelebihan, juga terdapat beberapa kekurangan. Secara garis besar, menurut Sanjaya (2011), kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran kooperatif sangat erat kaitannya dengan karakteristik utama pembelajaran tersebut, yaitu menekankan pada peran aktif siswa dalam belajar mengajar secara kolektif. Pertama, kemandirian belajar berkelompok pada model pembelajaran kooperatif menjadikan siswa tidak tergantung pada guru sebagai satusatunya sumber pengetahuan. Dengan demikian, siswa akan semakin percaya diri untuk menemukan pengetahuan baru secara mandiri dan mengoptimalkan berbagai media sebagai sumber pengetahuan baru. Apalagi dengan ketersediaan jaringan internet, siswa akan semakin mampu menemukan pengetahuan baru dengan atau tanpa panduan dari guru. Kedua, Aktivitas siswa untuk berdiskusi dalam sebuah kelompok kecil sangat positif bagi pengembangan kemampuan peserta didik dalam mengungkapkan ide dan gagasan secara verbal. Di samping itu, para peserta didik juga akan terbiasa dengan keragaman karena perbedaan pendapat. Hal ini berpengaruh positif terhadap penalaran kritis mereka kepada pikiran orang lain. Ketiga, Interaksi interpersonal dalam sebuah kelompok kecil dapat melatih setiap siswa untuk menghormati pendapat orang lain, sekaligus menyadari akan adanya keterbatasan pada setiap diri individu. Oleh karena itu, siswa akan semakin terbiasa untuk menerima perbedaan. Keempat, dalam jangka panjang, model ini dapat berperan dalam penyeimbangan prestasi siswa di bidang akademik dan sosial. Pada tahap berikutnya model ini akan memperkuat karakter positif seperti kepercayaan diri, 348 | LANDASAN PENDIDIKAN tanggung jawab, mengelola waktu, mengenali diri, dan kemandirian. Adapun kekurangan dari model pembelajaran kooperatif berkaitan erat dengan implementasi di level teknis dan dasar filosofinya yang kadang tidak mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, faktor durasi waktu dan evaluasi pembelajaran pada setiap individu siswa juga menjadi kendala pembelajaran tersebut. Beberapa kekurangan tersebut meliputi : pertama, pada tahap awal pembelajaran, filosofi pembelajaran kooperatif yang tidak mudah dipahami oleh setiap siswa, khususnya siswa pintar. Sehingga mereka akan menganggap dihambat oleh siswa lain yang kurang mampu secara akademik. Oleh karena itu, durasi pembelajaran ini harus panjang karena sebelum proses pembelajaran dimulai, guru harus menanamkan nilai dan tujuan pembelajaran ini secara mendalam. Kedua, prinsip tutor sebaya (peer teaching) pada model pembelajaran kooperatif bukan tidak mungkin akan gagal jika aktivitas tersebut tidak berjalan dengan optimal dan efektif. Pendampingan yang tidak tepat dari guru, dan kesadaran siswa yang rendah terhadap urgensi kegiatan adalah faktor yang menyebabkan model ini berjalan tidak efektif. Kecuali itu, pembagian kelompok dengan komposisi latar belakang dan kompetensi siswa yang proporsional akan sangat menentukan efektivitas kegiatan tutor sebaya. Ketiga, karakteristik utama pembelajaran kooperatif adalah dominasi kegiatan yang berbasis pada kelompok kecil. Hal ini pada kondisi tertentu akan sedikit sulit untuk mengevaluasi target ketercapaian setiap individu. Dengan demikian, dibutuhkan instrumen kompleks untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, untuk memenuhi proses evaluasi pembelajaran terhadap individu juga membutuhkan 349 | LANDASAN PENDIDIKAN waktu yang lebih panjang dan tidak mungkin melampaui ketercapaian dalam satu kali penerapan. Dengan demikian, walaupun setiap aktivitas bersifat kerja sama namun harus tetap dapat mencerminkan kemampuan secara individual. D. Apek Humanistis Pada Pembelajaran Kooperatif Mewujudkan pembelajaran yang mengedepankan kondisi psikologis siswa merupakan konsep baru yang saat ini sedang banyak dikembangkan. Pembelajaran tersebut lazim disebut dengan pendidikan humanistik. Pendidikan ini menaruh perhatian pada pola hubungan pendidikan dan siswa yang demokratis dan transparan. Relasi tersebut dikemas dengan sikap guru yang ramah dan siswa yang santun, saling hormat menghormati, serta mengeliminasi sikap otoriter dan feodalistik seorang guru. (Ta’rifin, 2009) Dengan demikian, siswa akan lebih terbuka, nyaman dan aktif dalam pembelajaran. Secara umum, pendidikan humanistik didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang dapat menunjukkan penghargaan yang tinggi kepada siswa sebagai umat manusia dan hamba tuhan. Hal itu diwujudkan dengan kesadaran bahwa mereka memiliki keterbatasanketerbatasan namun memiliki kebebasan untuk menunjukkan eksistensi mereka yang hakiki. (Maliki, 2018) Definisi ini menggunakan pendekatan transendental yang menempat manusia dalam hubunganya dengan Tuhan. E. Langkah-Langkah Perkembangan model pembelajaran kooperatif telah memunculkan bermacam tipe pembelajaran dengan sintak yang semakin variatif. Tipe- tipe tersebut muncul dengan karakteristik yang khas, sesuai dengan sasaran dan bidang 350 | LANDASAN PENDIDIKAN keilmuan. Namun secara umum, langkah- langkah model pembelajaran kooperatif, dari berbagai tipe yang ada, meliputi empat prosedur, yaitu : penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian, dan pengakuan kelompok. (Hamdayama, 2016) Hal tersebut, secara umum dapat diimplementasikan ke dalam enam fase berikut : 1. Penyampaian tujuan dan motivasi Pada fase ini, guru berperan penting dalam mengarahkan jalanya pembelajaran, yakni menjelaskan urgensi, tujuan dan aturan main pembelajaran yang akan dilakukan. Penekanan pada prinsip kerja sama harus dilakukan agar siswa sungguh-sungguh memahami nilai filosofi pembelajaran tersebut. 2. Penyajian informasi Untuk menghindari terjadinya diskusi tanpa arah, seorang guru harus menyediakan instruksi yang lengkap dan jelas terkait penugasan yang harus diselesaikan oleh siswa di tiap kelompok. Instruksi yang dimaksud adalah target pembelajaran (learning outcome), pengantar materi, tugas, dan teknis evaluasi yang akan diimplementasikan. 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok Fase ini adalah saat bagi guru untuk menentukan komposisi anggota setiap kelompok. Hal utama yang harus diperhatikan oleh guru adalah heterogenitas siswa pada sisi kemampuan akademik, komunikasi, kematangan sikap, dan jenis kelamin. Heterogenitas ini akan menentukan efektivitas praktik tutor sebaya (peer teaching). 4. Bekerja kelompok Fase ini merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kooperatif, yaitu ketika siswa berdiskusi dan bekerja sama menyelesaikan tugas kelompok. Melalui kelompok ini pula, setiap individu harus bekerja dan berkontribusi untuk 351 | LANDASAN PENDIDIKAN membawa kelompok mereka menjadi yang terbaik. Pada saat yang sama, guru dapat mengarahkan setiap kelompok agar mampu menyelesaikan tugas secara tepat, sesuai dengan waktu yang ditentukan. 5. Evaluasi Evaluasi terhadap kerja kelompok dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, guru dapat menilai secara subyektifkualitatif terhadap dinamika diskusi yang berjalan pada setiap kelompok. Adapun penilaian objektif-kuantitatif terhadap capaian individu dan kelompok dilakukan melalui instrumen penilaian yang telah disusun sebelumnya. Hasil evaluasi tersebut menjadi pertimbangan dalam menentukan kelompok atau siswa terbaik pada setiap pertemuan. 6. Penghargaan terhadap kelompok terbaik Fase akhir ini merupakan bentuk apresiasi terhadap individu atau kelompok terbaik. Bentuk penghargaan atau hadiah diberikan untuk menguatkan motivasi siswa untuk belajar dan bekerja yang usaha terbaik pada pertemuan berikutnya. F. Tipe- Tipe Pembelajaran Implementasi model pembelajaran kooperatif dalam berbagai konteks, tempat atau waktu, telah memunculkan tipe- tipe pembelajaran yang beragam. Dengan mempelajari macam- macam tipe pembelajaran kooperatif berikut, para guru diharapkan menentukan sendiri pilihan terbaik sesuai objek studi dan karakteristik siswa masing-masing. Berikut adalah tipe pembelajaran kooperatif yang paling banyak dikembangkan dalam praktik pembelajaran maupun penelitian pendidikan. 352 | LANDASAN PENDIDIKAN 1. Jigsaw Sesuai dengan namanya, Jigsaw adalah sebuah teka-teki berbentuk potongan gambar, jika berhasil disatukan, ia akan membentuk sebuah pola atau gambar tertentu. Demikian halnya sebagai tipe pembelajaran, Jigsaw merupakan strategi menyatukan pengetahuan atau kemampuan siswa untuk menyelesaikan sebuah tugas pembelajaran. Untuk melakukan hal tersebut, para siswa harus terlibat dalam kerja sama menyelesaikan tugas dari seorang guru. Dalam aktivitas tersebut, mereka diberi ruang untuk saling berpendapat, bantu-membantu, dan saling mengajar (peer teaching) tentang topik tertentu. Tipe pembelajaran Jigsaw dikenalkan oleh Elliot Aronson dari Universitas Texas, yang kemudian dikembangkan oleh Robert Slavin. (Lubis & Harahap, 2016) Pelaksanaan tipe ini dilakukan dengan membagi siswa ke dalam kelompok asal (home) dan kelompok ahli (expert). Adapun kelompok asal dapat terdiri dari 5-6 siswa dengan latar belakang dan karakteristik yang harus beragam. Pada setiap kelompok, guru menunjuk salah satu siswa sebagai ketua, yaitu siswa yang biasanya lebih bersikap lebih dewasa dibanding anggota lain. Guru kemudian membagi pertemuan ke dalam 5-6 segmen (pembahasan) sesuai dengan jumlah siswa pada kelompok asal. Masing-masing siswa pada setiap kelompok diminta untuk mempelajari materi dari satu segmen sebagai ahli (expert). Secara berurutan, para ahli berkumpul dengan para ahli dengan segmen yang sama untuk berdiskusi memahami materi yang mereka dapatkan. Tahap berikutnya mereka akan mempresentasikan pemahaman mereka sebagai hasil diskusi dengan kelompok ahli sebelumnya. 353 | LANDASAN PENDIDIKAN 2. STAD Tipe pembelajaran ini adalah akronim dari (Students Team Achievement Divisions). Seperti model pembelajaran kooperatif pada umumnya, tipe ini dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa. Pembagian dilakukan dengan menekankan keharusan siswa memahami semua materi, sehingga siswa tersebut bertanggung jawab kepada kelompok dan teman lain yang belum menyelesaikan tugas yang ditentukan. (Dedek Andrian et al., 2020) Kegiatan pembelajaran terdiri dari beberapa sintak, dimulai dari penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kerja kelompok, kuis, diakhiri dengan penghargaan terhadap kelompok dan individu sesuai dengan kinerjanya. Spirit utama dari tipe pembelajaran ini adalah mengembangkan iklim kompetisi siswa melalui kerja sama di setiap kelompok. Melalui proses tersebut, siswa diharapkan memiliki semangat yang tinggi untuk memahami materi dan berprestasi. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe yang paling banyak dikembangkan oleh para pengajar, karena tipe STAD dianggap paling sederhana dan mudah diimplementasi pada mata semua pelajaran. Berbagai riset juga telah mengadaptasi pada berbagai pelajaran seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, teknik, di semua jenjang pendidikan. (Esminarto et al., 2016) Implementasi penelitian tentang tipe STAD, sebagian besar, dilakukan melalui model penelitian tindakan kelas (PTK). 3. Group Investigation (GI) Tidak berbeda dengan tipe lainnya, tipe group investigation (GI) juga melibatkan siswa ke dalam sebuah kelompok heterogen dengan mempertimbangkan berbagai 354 | LANDASAN PENDIDIKAN aspek yang ditentukan. Pada prosesnya, mereka diminta untuk menyelesaikan penyelidikan atau investigasi terhadap suatu topik atau tugas yang telah ditentukan oleh guru atau instruktur. Aspek utama dalam tipe GI adalah perencanaan, yakni guru menilai kemampuan siswa secara akurat sebelum membagi kelompok dan menyusun tugas yang harus diselidiki oleh mereka. Keberhasilan dan efektivitas proses investigasi oleh siswa sangat ditentukan ketepatan menyusun tugas tersebut. (Hartoto, 2016) Selain itu, penilaian yang tepat juga akan memengaruhi heterogenitas komposisi siswa dalam setiap kelompok. Tipe pembelajaran ini terdiri dari 6 sintak : pengelompokan, perencanaan, penyelidikan, pengorganisasian, mempresentasikan, pengevaluasian. (Buaton et al., 2021) Sintak tersebut bersifat fleksibel dan dapat diadaptasi sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, yakni dengan mempertimbangkan jenjang, mata pelajaran, dan jumlah peserta didik. G. Penutup Pada prinsipnya, pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada proses kerja sama siswa dalam belajar. Prinsip ini tidak hanya mengembangkan aspek kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik siswa. Dengan demikian, evaluasi terhadap capaian pembelajaran melalui model ini juga harus mencakup pada tumbuhnya karakter positif para siswa, seperti kepemimpinan, empati, dan penyelesaian masalah. Untuk itu, agar model pembelajaran kooperatif dalam berjalan dengan efektif, seorang guru harus memahami filosofi dan elemen pokok dalam pembelajaran tersebut. 355 | LANDASAN PENDIDIKAN Dalam semua tipe pembelajaran kooperatif, elemen utama yang harus dikuasai oleh guru adalah pengelompokan yang heterogen, dan evaluasi yang menyeluruh, baik terhadap kinerja kelompok ataupun individu. Evaluasi tersebut harus dilakukan dengan mempersiapkan portofolio yang komprehensif. 356 | LANDASAN PENDIDIKAN DAFTAR PUSTAKA Buaton, R. A., Sitepu, A., & Tanjung, D. S. (2021). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar. EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 3(6), 4066–4074. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i6.1398 Dedek Andrian, Astri Wahyuni, Syarul Ramadhan, Fini Rezy Enabela Novilanti, & Zafrullah. (2020). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Peningkatan Hasil Belajar, Sikap Sosial, dan Motivasi Belajar. INOMATIKA, 2(1), 65–75. https://doi.org/10.35438/inomatika.v2i1.163 Esminarto, E., Sukowati, S., Suryowati, N., & Anam, K. (2016). IMPLEMENTASI MODEL STAD DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SIWA. Briliant: Jurnal Riset Dan Konseptual, 1(1), 16. https://doi.org/10.28926/briliant.v1i1.2 Hamdayama, J. (2016). Metodologi Pembelajaran. Bumi Aksara. Hartoto, T. (2016). MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SEJARAH. HISTORIA, 4(2), 131. https://doi.org/10.24127/hj.v4i2.553 Isjoni. (2014). Cooperative learning : Mengembangkan kemampuan belajar berkelompok. Alfabeta. Lubis, N. A., & Harahap, H. (2016). Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Jurnal As-Salam, 1(1), 96–102. 357 | LANDASAN PENDIDIKAN Mahendra, H. H., Winarti, D., Febriani, D., Universitas, ), & Tasikmalaya, P. (2019). PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA MATA PELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR. Jurnal Tunas Bangsa, 6(1), 7–14. Maliki, N. (2018). Pendidikan Humanistik Ala Ali Syari’ati. Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 1–21. Sanjaya, W. (2011). Strategi Pembelajaran. Kencana. https://www.kajianpustaka.com/2021/12/pembelaja ran-kooperatif.html Taniredja, T. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta . Ta’rifin, A. (2009). Membangun Interaksi Humanistik Dalam Proses Pembelajaran. Forum Tarbiyah, 7(1), 99–115. Warsono, & Hariyanto. (2017). Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Remaja Rosdakarya. Widodo, S. F. A. (2006). MENERAPKAN METODE COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. HUMANIKA, 6(1). https://doi.org/10.21831/hum.v6i1.3808 358 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL PENULIS Fuad Hasyim lahir di Magelang 11 september 1982. Ia adalah dosen tetap Mata Kuliah Universitas pada Program Studi Manajemen Universitas Islam Indonesia. Ia mengampu beberapa mata kuliah seperti Academic Reading, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia. Ia menamatkan pendidikan S1 jurusan Sastra Inggris di Universitas Ahmad Dahlan, kemudian S2 pada Jurusan Pengkajian Amerika Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat ini sedang melanjutkan S3 pada Jurusan Pengkajian Amerika di UGM. Penulis memiliki ketertarikan pada riset di bidang pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing (TEFL), Sastra Inggris, dan Kajian Amerika. Ia aktif juga aktif workshop dan seminar di tingkat daerah dan nasional di bidang literasi digital, pengembangan pembelajaran berbasis digital, dan keislaman. Untuk berinteraksi dengan penulis dapat melalui social media Instagram: @fuad_has, atau melalui Email: fuad.hasyim@uii.ac.id 359 | LANDASAN PENDIDIKAN COVER EDITOR 360 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL EDITOR Aniek Widiarti, S.E., MM. Lahir pada 04 April 1970 di Malang Jawa Timur. Lulus S-1 di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universtias Negeri Jember tahun 1994. Lulus Magister Manajemen (S2) tahun 2013 di Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang. Mulai mengajar di Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang tahun 2014 di Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi Pendidikan Ekonomi. Saat ini menjabat sebagai Ketua Program Pendidikan Pendidikan Ekonomi periode 2021 – 2024 361 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL EDITOR Marrieta Moddies Swara, M.Pd. lahir pada tanggal 22 Maret 1983 di Tangerang, Banten. Berasal dari keluarga yang berkultur MinangSunda dan guru. Selepas menjadi sarjana Pendidikan Bahasa Inggris melanjutkan bekerja di In-House Training Jakarta kemudian melanjutkan mengajar Bahasa Inggris di SMAN 10 Kota Tangerang, SMKN 6 Kota Tangerang, dan UNIS Tangerang sambil menyelesaikan studi S2 Pendidikan Bahasa Inggris di UHAMKA Jakarta. Marrieta Moddies Swara pun merupakan salah satu alumni Magang Dosen DIKTI tahun 2017 yang ditempatkan di salah satu universitas negeri di Surabaya, UNESA. Hingga saat ini Marrieta Moddies Swara masih menjadi pengajar tetap di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang 362 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL EDITOR Mardiana Sari, M.Pd Lahir di Palembang 27 Desember 1984 Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Prodi PGPAUD Universitas PGRI Palembang, terkadang sering mengikuti event lomba puisi maupun berpartisipasi dalam mengirimkan karya puisi ke berbagai event yang diselenggarakan seperti ikutlomba.com, LCPN, dan sebagainya. Penulis berhasil membukukan karyanya bersama penulis lainnya dengan judul buku Rembulan Tak Boleh Padam tahun 2019 diterbitkan oleh Tasik Zona Barokah dengan judul puisi Bulan Merindu dan Rembulanku sedangkan buku Kumpulan Karya Sastra Covid-19 tahun 2020 diterbitkan oleh Yaguwipa (Yayasan Guna Widya Parameswara) puisinya berjudul Mahluk Kecil itu Bernama Corona. Selain bukubuku sastra penulis pun menulis buku mengenai hasil penelitiannya seperti “Wacana Unsur Eksternal pada Film Contagion” dan buku “Perkembangan Bahasa Anak 1-3 Tahun” yang kedua buku tersebut diterbitkan oleh penerbit NEM pada tahun 2021. Selain menjadi penulis juga menjadi editor pada bukubuku pendidikan, ekonomi dan ilmu teknologi. Pendidikan yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut; SD. Negeri 545 Palembang (1990-1996), SMP Negeri 2 Palembang (1996-1999), SMA Tri Dharma Palembang (1999-2002), Universitas PGRI Palembang Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia (2002-2006) dan Pascasarjana Universitas PGRI Palembang Pendidikan Bahasa Indonesia (20072009). 363 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL EDITOR Fovi Sriyuliawati, M.Pd. was born in Kuningan on October 9th 1987. She holds a Master's degree in English Education from Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka University, Jakarta. She is a lecturer at the Islamic University of Al-Ihya Kuningan. She has written articles in scientific journals with the title The Effect of Learning Methods and Students’ Learning Style Toward The Students’ Writing Skill on the 11th Grade of SMAN 3 Kuningan”, Unisa Edu. Her email is fovisriyuliawati@gmail.com 364 | LANDASAN PENDIDIKAN PROFIL EDITOR Fidya Arie Pratama, M.Pd lahir di Mayung Kecamatan Gunung Jati yaitu sebuah Desa Kecil di Kabupaten Cirebon pada tanggal 31 Maret 1990. Mengawali karir sebagai Editor di Beberapa penerbit nasional pada tahun 2013-sekarang. Kemudian berkiprah dalam dunia Perbankan dan Lembaga Keuangan pada tahun 2014-2016. Mengawali karir sebagai Dosen LP3i Indramayu, Universitas Muhammadiyah Cirebon, STKIP Al-Amin Indramayu, STMIK IKMI Cirebon dan Homebase sekarang di Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon. Sebagai seorang penulis juga telah menerbitkan 64 karya tulisan dalam bentuk buku dari tahun 2014 sampai sekarang. Dalam dunia penelitian juga telah mendapatkan beberapa dana hibah penelitian DRPM dari Badan Riset dan Inovasi Nasional dengan skema PDP dan Program Pengabdian Kepada Masyarakat. Beberapa karya penelitian juga telah dipublikasikan dalam jurnal internasional terindex scopus dan jurnal nasional terakreditasi sinta. Dalam organisasi juga aktif sebagai anggota dalam ASEAN Lecture Community. Serta dalam dunia Open Journal System juga merupakan editor dan reviewer di berbagai Jurnal Terakreditasi di Indonesia. Id Google Scholar QKajqDgAAAAJ untuk korespondensi dapat melalui email fidyaarie@gmail.com 365 | LANDASAN PENDIDIKAN 366 | LANDASAN PENDIDIKAN