Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Etika Tenaga Medis Muslim

Etika Tenaga Medis Muslim Karisma Cahyaningrum, Sri Wahyuni Nengseh, Lailatus Syarifah Universitas Muhammadiyah Gresik Pendahuluan Bioetik islami (al-akhlaq at tibbiyyah) menunjuk kepada tuntunan islam dalam isu-isu etik atau moral yang berhubungan dengan masalah medis dan ilmu kesehatan, dan atau terkait dengan kehidupan manusia menurut tuntutan islam, kehidupan dimana semua merupakan anugerah dari Allah. Maka kita wajib menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Banyak bukti dalam ayat-ayat al Quran yang salah satunya adalah terdapat dalam Surat Al Maidah ayat 32 : Artinya : “Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena kerusakan di bumi. Maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia”. Dalam ayat di atas jelas dan sangat jelas tentang interes suatu konsep bioetik dalam islam dan di dalamnya mengandung dua prinsip penting yang menjamin kesucian kehidupan manusia, seperti berikut: 1. Menyelamatkan hidup manusia adalah suatu kewajiban. 2. Mengakhiri hidup manusia dengan sengaja sama artinya dengan membunuh. Sehingga setiap muslim perlu mengenal dan meyakini bahwa Allah SWT adalah sumber dari segala sumber kehidupan seperti diterangkan dalam Surat Al Baqarah ayat 258 : Artinya : “Ketika ibrahim berkata, Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan”. Dalam Al Quran pula digambarkan bahwa dalam diri setiap manusia wajib ditanamkan keyakinan untuk dapat membedakan antara apa yang secara moral dapat diterima atau tidak dapat diterima. Seperti dijelaskan dalam Surat Asy Syams ayat 8 : Artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. Setiap muslim memegang tanggung jawab untuk memelihara kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Islam menganjurkan kepada setiap orang untuk mencari pengobatan apabila dirinya terkena suatu penyakit dan pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan haruslah yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip islam.Etika kedokteran sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter (tenaga kesehatan) harus bertindak berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien. &adan yang mengatur dan memberikan ijin praktik medis di setiap negara bisa dan memang menghukum dokter yang melanggar etika. Namun etika dan hukum tidaklah sama. Sangat sering, bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis. Pembahasan Prinsip-prinsip Bioetik Prinsip bioetik di dunia barat dikembangkan pertama kali oleh seorang filsuf dan ahli bioetik Amerika, Tom Beuchamp dan James F. Childress dalam buku yang mereka tulis, Principles of Biomedical Ethics. Konsep prinsip-prinsip bioetik yang mereka gagas adalah murni pemikiran bioetik gaya “western” yang tidak ditemukan secara rinci dalam sistem pelayanan kesehatan islami. Prinsip-prinsip bioetik tersebut antara lain : autonomy, beneficence, non-malaficence dan justice. Prinsip tersebut sebenarnya dapat dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Quran antara lain pada Surat Ali Imran ayat 104 : Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung”. Surat An Nahl ayat 90 : Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. dan Surat Al Isra’ ayat 70 : Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. Ayat-ayat tersebut kemudian menjelma menjadi semangat dasar yang melandasi sumpah seorang dokter muslim (Oath of the Muslim Doctor) selanjutnya menjadi semacam panduan dalam hubungan antara dokter (tenaga kesehatan) dengan pasien. Isu-isu bioetik dalam konteks islam makin meningkat seiring dengan profesionalisme tenaga kesehatan muslim yang dituntut untuk memiliki kualifikasi kompetensi yang handal. Tenaga kesehatan dalam memberi pelayanan memiliki otoritas dalam menentukan apakah tindakan mereka termasuk kategori harus dilakukan, dapat direkomendasikan, netral/boleh dilakukan atau ditinggalkan, boleh dilakukan atau dilarang. Namun dalam kondisi dunia yang semakin kompleks dan modern, tenaga kesehatan perlu merangkul dan bekerjasama dalam menetapkan suatu landasan hukum untuk tindakan-tindakan terntentu. Saat ini banyak muncul isu-isu dan kasus bioetik yang rumit dan memerlukan landasan kuat dan implementasinya. Kasus-kasus aborsi, penanganan fertilitas, perencanaan keluarga, penelitian genetik, kloning, penelitian sistem sel merupakan masalah etik serius yang memerlukan landasan hukum islam yang kuat. Teori Bioetik Etik membicarakan apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq). Etik berisi kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq. Mengandung nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etik juga dapat dikatakan sebagai ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana kepatutan manusia hidup dalam masyarakat. 1. Teori Deontologi Kata “deon” berarti kewajiban, “logos” adalah ilmu. Norma dan aturan kewajiban manusia yang satu dengan yang lain saling ketergantungan sehingga mempunyai komitmen dan rasa tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban terhadap orang lain. Teori ini menitik beratkan pada kemungkinan manusia dan memerhatikan terhadap tindakan yang dilakukan dan bukan hasil akhir atau akibat dari suatu tindakan. Suatu tindakan dikatakan baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Prinsip tindakan dalam teori ini adalah : a. Agar tindakan memiliki nilai moral, tindakan harus dijalankan berdasarkan kewajiban. Islam menegaskan dalam Al-Quran Surat Al A’raf ayat 33 : “Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan yang keji, baik yang nampak ataupun tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”. b. Nilai moral dari tindakan tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan tersebut melainkan bergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tersebut. Kalaupun tujuan dan tindakan tersebut tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 195 yang artinya : “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. 2. Teori Teleologi Berasal dari kata “telos” yang berarti akhir, tujuan, maksud. “logos” berarti perkataan. Teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan. Perbedaan besar nampak antara teleologi dan deontologi dilihat dari perbedaan prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita melihat prinsip benar – salah, sedangkan dalam teleologi yang menjadi dasar adalah baik – buruk. Teleologi mengerti mana benar, mana salah. Namun bukan itu ukurannya, akan tetapi tujuan dan akibat dari akibatnya. Berapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, akan tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran ini sangat berbahaya karena mungkin muncul cara-cara untuk menghalalkan segala tindakan. Dalam sebuah hadits dikatakan : “Kalau kamu sudah tidak mempunyai malu lagi (tidak mempunyai akhlaq), lakukanlah apa yang kamu kehendaki” (HR. Bukhori). Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah dengan deontologis. Prinsip-prinsip Etik A. Autonomy (self-determination) Kata autos berarti sendiri, nomos mempunyai arti aturan. Maksud kata tersebut adalah mengatur diri sendiri. Tenaga kesehatan harus menghargai pasien sehingga memperlakukan mereka sebagai seorang yang mempunyai harga diri, martabat dan mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Dalam Al-Quran diterangkan bahwa manusia mempunyai hak memilih yang terbaik untuk dirinya, seperti dijelaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 147 yang artinya : “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. Kata ragu ditafsirkan ulama sebagai usaha yang sungguh untuk menetapkan mana yang terbaik untuk dirinya. Dalam praktik pelayanan kesehatan, dapat dicontohkan antara lain tenaga kesehatan menghargai harkat dan martabat pasien sebagai individu yang dapat memutuskan yang terbaik untuk dirinya. Tenaga kesehatan perlu melibatkan pasien berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Dengan prinsip otonomi berarti menyerahkan secara moral semua tindakan yang tidak melibatkan pasien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Tindakan yang mencerminkan sikap tenaga kesehatan dalam memberikan otonomi: 1. Melakukan sesuatu kepada pasien dengan memberitahukan sebelumnya. 2. Mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang sulit. 3. Memberi informasi yang relevan yang penting diketahui pasien sehingga mereka dapat membuat suatu pilihan. 4. Memberi tahu pasien tentang kondisi yang dialami. 5. Memberikan informasi yang lengkap walaupun pasien mungkin tidak meghendaki informasi tersebut. 6. Menghargai setiap informasi yang disampaikan pasien, walaupun kadang mereka tidak bersedia menjelaskannya. 7. Menunjukkan kepercayaan dan saling menghormati dalam hubungan dengan pasien. 8. Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh. 9. Mempertimbangkan masalah biaya dan hambatan lain dalam memberikan pelayanan kesehatan serta dampaknya. 10. Menunjukkan pengakuan bahwa tiap individu mempunyai kontribusi dan peran yang berharga tanpa memandang status sosial. B. Beneficence (doing good) Prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lain atau tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain. Dalam Surat Al Luqman Ayat 17 Allah berfirman : Artinya : “Dan surulah (manusia) mengerjakan yang baik dan (cegalah) mereka dari perbuatan yang mungkar. Hal ini tenaga kesehatan secara moral berkewajiban membantu orang lain melakukan sesuatu yang menguntungkan dan mencegah timbulnya bahaya. Beberapa etik yang mengandung prinsip doing good antara lain : 1. Menunjukkan sikap yang sesuai kode etik. 2. Menerapkan standart keselamatan pasien. 3. Menganalisis secara sistematis dan mempertahankan pilihan etik dalam pengobatan setiap individu pasien. 4. Mempertimbangkan aspek etis dalam penanganan pasien sesuai standart profesi. 5. Berperan serta dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan para petugas kesehatan lainnya. 6. Mengenali dan berusaha menjadi penengah ketika terjadi konflik. 7. Bekerja dalam berbagai tim pelayanan kesehatan secara efektif. C. Justice (treating people fairlyme) Prinsip untuk belaku adil terhadap semua pasien, artinya setiap pasien mendapatkan tindakan dan perlakuan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan berarti kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan orang lain. Prinsip keadilan dilihat dari alokasi sumber-sumber yang tersedia tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis. Akan tetapi dapat diartikan bahwa setiap pasien mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai kebutuhannya. Dalam hadits disebutkan, adil berada ditengah-tengah, jujur, lurus dan tulus. Prinsip adil telah dijelaskan dalam Al-Quran Surat An Nahl ayat 90 : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku berbuat kebajikan”. Beberapa tindakan etik yang mengandung prinsip justice antara lain : 1. Menghormati setiap orang tanpa membedakan status sosial. 2. Mengenali dan berusaha menjadi penengah ketika terjadi konflik. 3. Menunjukkan kepercayaan dan saling menghormati dalam hubungan dengan pasien. 4. Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh. D. Veracity (truth telling) Tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya kepada pasien atau tidak membohongi pasien. Kejujuran merupakan hal yang sangat mendasar dalam membangun hubungan dengan pasien dan keluarga. Kewajiban mengatakan yang sebenarnya didasarkan pada penghargaan atas otonomi kepada pasien dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang masalah yang sebenarnya terjadi. Nilai kejujuran diterapkan dalam Al-Quran Surat Maryam ayat 50 : “Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi”. Kejujuran merupakan simbol islam dan neraca keimanan, pondasi agama, dan menjadi tanda kesempurnaan orang yang memiliki sifat ini. Ia menempati kedudukan yang tinggi di dalam agama dan dalam urusan dunia. Hubungan tenaga kesehatan dengan pasien didasarkan hubungan saling percaya sehingga mengatakan yang sebenarnya sangat penting dalam membina hubungan tersebut. Kadang tenaga kesehatan tidak memberikan informasi kepada pasien, apabila dipertimbangkan bahwa dalam kondisi pasien masih lemah atau mereka tidak ingin diberitahukan kondisi yang sebenarnya. E. Avoiding Killing Allah SWT berfirman dalam Surat An Nisa ayat 92 : “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)”. Selanjutnya dalam Surat Al Maidah ayat 32 dijelaskan : “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. Berdasarkan ayat tersebut sebenarnya mengandung prinsip yang menekankan kewajiban tenaga kesehatan untuk menghargai nyawa pasien, tidak membunuh dan atau mengakhiri hidup pasien. Apabila kewajiban tenaga kesehatan melakukan hal-hal yang menguntungkan pasien, haruskah tenaga kesehatan membantu pasien mengatasi penderitaannya? Haruskah dipercepat kematiannya? Masalah etik sering muncul dalam praktik pelayana kesehatan karena kompleknya pelayanan yang diberikan. Kewajiban tenaga kesehatan adalah menghargai eksistensi kemanusiaan, mempunyai konsekuensi untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan dengan berbagai cara. F. Fidelity (keeping promises) Kewajiban tenaga kesehatan untuk tetap setia pada komitmen pelayanan, yaitu kewajiban mempertahankan hubungan saling percaya dengan pasien. Kewajiban ini tercermin dalam tindakan menepati janji, menyimpan rahasia pasien serta caring terhadap pasien dan keluarga. Allah menegaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 40 : “Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu”. Selanjutnya pada Surat Al Isra’ ayat 34 : “Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak sempurna iman bagi orang yang tidak amanat” (HR Thabrani). Masalah yang timbul dalam praktik ialahtenaga kesehatan tidak menepati janji dan tidak menyimpan rahasia pasien bila dibutuhkan demi pihak ketiga (walaupun secara moral dapat diterima), misalnya pasien menderita penyakit menular. Kewajiban untuk bersikap caring merupakan prinsip fidelity. caring sangat dibutuhkan pasien dan keluarga untuk perkembangan diri sehingga dalam pelayanan tenaga kesehatanwajib melakukan berbagai cara demi kebaikan pasien. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Menjalin hubungan saling percaya antara tenaga kesehatan dengan pasien. 2. Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien. Kesimpulan Penggunaan kaidah dasar bioetika merupakan salah satu metode tang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan klinis yang etis. Dengan meningkatkan pemahaman dan pelatihan penggunaan kaidah dasar bioetika dalam kehidupan sehari-hari diharapkan akan mampu menjaga hubungan tenaga medis dengan pasien dengan baik. Daftar Pustaka Afandi dedi. “Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang etis”. Majalah Kedokteran Andalas vol. 40, no 02 (2017) : 111-121 Beuchamp TL, childress JF. The principle of biomedical ethics, ed 3rd. New York: Oxford University Press; 2001 Depkes. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Depkes Diab, Ashadi L. 2017. Maqashid Kesehatan & Etika Medis dalam Islam. Yogyakarta : CV. Budi Utama