Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Dermatitis kontak akibat kerja

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan perkembangan industri dan adanya perubahan gaya hidup masyarakat terutama pada masyarakat ibukota yang lebih menyukai hal-hal yang praktis membawa efek positif pada usaha penyedia jasa. Jenis usaha penyedia jasa yang berkembang dan semakin menjamur dikalangan masyarakat, salah satunya adalah usaha penyedia jasa pencucian mobil atau dikenal dengan istilah car wash. Hal ini memberikan konsekuensi semakin banyak orang yang bekerja dibidang jasa pencucian mobil, sehingga semakin banyak pula kemungkinan orang yang berisiko terkena penyakit kulit akibat kerja, mengingat bekerja di pencucian mobil akan berkontak langsung dengan bahan-bahan yang memiliki potensi menimbulkan penyakit kulit akibat kerja (Djunaedi, 2003) Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan kulit diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah2 dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor dkk, 2008). Data dari United Stases Bureau of Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi, 2003). Dermatitis kontak adalah dermatitis disebabkan bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi: rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg, 2003). Prevalensi dermatitis kontak di Indonesia sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi3 epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Di Bandar Lampung sendiri, sekitar 63% kejadian dermatitis kontak menurut survailence tahunan yang dilakukan oleh dinas kesehatan kota Badar Lampung pada tahun 2012 dan menjadi peringkat pertama penyakit kulit yang paling sering dialami (Dinkes, 2012). Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orangorang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain (Orton, 2004) Sebelumnya, sudah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, seperti penelitian pada pegawai salon yang dilakukan oleh Mulyaningsih didapatkan hasil kelompok usia dengan angka kejadian tertinggi yaitu pada pegawai usia 20-30 tahun (54,2%), wanita (70,8%) dibandingkan pria (20,9%), kelompok dengan paparan ulang terhadap agen (70,8%), lokasi tersering adalah telapak tangan dan sela jari (73%), serta terdapat pengaruh penggunan alat pelindung diri sebagai faktor protektif (Mulyaningsih, 2005). Terdapat juga penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis pada pekerja pencuci mobil di bengkel sehat 4 Kota Medan didapatkan hasil pekerja yang mengalami kejadian dermatitis sebanyak 82% dengan angka kejadian tertinggi pada kelompok usia >20 tahun (80%), dan masa kerja >1 tahun (75%), lokasi tersering adalah bagian kaki (47%) (Kesuma, 2012). Kemudian, penelitian pada satu tempat pencucian mobil di daerah Raja Basa Bandar Lampung yang telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa fakultas kedokteran universitas lampung dalam kegiatan walk through survey, dalam hal ini didapatkan hasil 85% pegawai yang bekerja sebagai pencuci mobil mengalami masalah pada kulit daerah tangan dan kaki (Pratiwi, 2013). Melihat hal diatas, bahwa karyawan pencucian mobil memiliki potensi lebih untuk mengalami dermatitis kontak, sedangkan penelitian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada karyawan pencucian mobil masih terbatas. Penelitian ini untuk mencari faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil. B. Rumusan Masalah Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil di Kelurahan Sukarame Bandar Lampung.5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil di Kelurahan Sukarame Bandar Lampung. 2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui hubungan faktor langsung berupa lama kontak dengan paparan terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil di Kelurahan Sukarame Bandar Lampung. b. Untuk mengetahui hubungan faktor tidak langsung berupa usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan alat pelindung diri terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil di Kelurahan Sukarame Bandar Lampung.6 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil 2. Bagi Pemilik Usaha dan Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada pekerja dan pemilik usaha jasa pencucian mobil khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan dan juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi tempat usaha dalam mengupayakan tindakan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif dalam rangka meningkatkan kesehatan para pekerjanya. 3. Bagi Peneliti Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai penyakit kulit akibat kerja terutama dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja pencucian mobil di Kelurahan Sukarame Bandar Lampung.7 E. Kerangka Teori (Djuanda, 2007; Fredberg, 2003) Jenis Pekerjaan Dermatitis Kontak Akibat Kerja Faktor Langsung: Bahan kimia (ukuran molekul, daya larut, dan konsentrasi) Lama Kontak Faktor Tidak Langsung: Suhu Kelembaban Masa Kerja Usia Jenis Kelamin Riwayat penyakit kulit sebelumnya Personal hygiene Penggunaan Alat Pelindung Diri8 F. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen G. Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara variabel lama kontak terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencuci mobil. 2. Terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, dan penggunaan alat pelindung diri, terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencuci mobil. Faktor Langsung: Lama Kontak Dermatitis Kontak Akibat Kerja `Faktor Tidak Langsung: Usia Jenis Kelamin Masa Kerja Riwayat Penyakit kulit sebelumnya Personal Hygiene Penggunaan APD