Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Fenomena Seksualitas Anak Muda (Studi Kasus tentang Dispensasi Kawin pada Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama di Sleman, Yogyakarta) Abdul Jalil ABSTRAK Artikel ini mencoba menganalisis angka permohonan Dispensasi Kawin (DK) pada Pengadilan Agama (PA) di Kabupaten/Kota se D.I Yogyakarta yang selalu meningkat. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengamanatkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun, sementara penyuluhan yang digalakkan terutama bagi penggerak dan pegiat Keluarga Sejahtera telah mensosialisasikan atas pendewasaan usia perkawinan, yakni laki-laki 25 tahun dan perempuan minimal 21 tahun. Dalam realitanya, ada kecenderungan banyak yang melakukan perkawinan di bawah usia tersebut. Tulisan ini hendak melihat faktor-faktor apa saja yang mendorong perkawinan usia muda dan bagaimana dampak yang dialami oleh mereka yang melangsungkan perkawinan saat usia muda. Kata kunci: dispensasi kawin, dampak, usia muda AB S T RACT This article tries to analyze the marriage dispensation request number (DK) in the Religious Court (PA) in the District / City of Yogyakarta which is always increasing. Act 1 of 1974 mandates that marriage is only allowed if the man has reached the age of 19 (nineteen) years and the woman has reached the age of 16 (sixteen) years, while the extension to be encouraged, especially for propulsion and activists Family Prosperity has been socializing on the maturation age of marriage, the men 25 years and women at least 21 years. In reality, there is the tendency of many who do marriage under that age. This paper is going to see any factors that encourage early marriage and how it impacts experienced by those who enter into marriage at a young age. Keywords: marriage dispensation, impact, tender age PENDAHULUAN Semenjak tahun 2011, tepatnya pada bulan April sampai tahun 2014, penulis dilibatkan dalam kegiatan konsultasi hukum dalam program Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) di Pengadilan Agama Sle- man, yang salah satu tugasnya adalah memberikan konsultasi terkait hukum bagi setiap anggota masyarakat yang hendak mencari keadilan, utamanya dalam hal hak dan kewajiban rumah tangga, termasuk di antaranya adalah membantu dan JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 49 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... membuatkan surat permohoan cerai talak (suami yang mengajukan cerai) dan permohonan gugatan cerai (perceraian dengan istri yang mengajukan) untuk diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama. Berdasarkan kasus yang ditangani penulis, terdapat beberapa contoh kasus usia pernikahan usia dini. Pertama, atas nama IW nikah pada 3 November 2010, dan anak pertama lahir pada 8 Februari 2011 (selisih usia nikah dengan lahirnya anak 4 bulan), kedua, atas nama M, nikah pada 28 Juni 2008 dan anak lahir pada 20 Oktober 2008 (selisish usia nikah dengan lahirnya anak 5 bulan), dan kasus ketiga atas nama PL, nikah pada 15 Mei 2009, dan memiliki anak pertama, lahir pada 29 Oktober 2009 (selisish antara usia nikah dengan lahirnya anak 6 bulan). Dari ketiga kasus tersebut dapat dijelaskan bahwa pernikahan tersebut terjadi karena mempelai perempuan telah hamil terlebih dahulu. Terdapat beberapa faktor majelis hakim mengabulkan permintaan tersebut, antara lain agar tidak tidak berlarut-larut dalam dosa secara agama, yang kemudian dalam bahasa majelis hakim demi kemaslahatan antara kedua calon. Secara umum data Dispensasi Kawin (DK) di Pengadilan Agama (PA) kabupaten/kota se DIY dari tahun ke tahun terus meningkat. PA Gunung Kidul pada tahun 2008 yang mengajukan DK berjumlah 19, tahun 2009 meningkat menjadi 60, tahun 2010 semakin menanjak menjadi 120, tahun 2011 mencapai 145, dan pada tahun 2012 meningkat juga menjadi 172. Di Kota Yogyakarta, data Pengadilan Agama juga menunjukkan hal sama, kecenderungannya menanjak. Tahun 2008, jumlah pengajuan DK sebanyak 21 pemohon, tahun berikutnya 2009 menjadi 28 pemohon, kemudian di tahun 2010 sebanyak 36 pemohon. Kemudian di tahun 2011 kembali naik ke angka 61 pemohon dan data terakhir tahun 2012 menjadi 66 pemohon. Sementara PA Sleman, data 50 yang didapat mulai bulan Oktober tahun 2010, permohonan DK berjumlah 65, tahun 2011, naik drastis mencapai 115 pemohon. Kemudian tahun 2012, berjumlah 127 pemohon. Di tahun 2013, sejak Januari hingga Oktober sudah mencapai angka 106. Angka 106 tahun 2013 di Kabupaten Sleman tersebut belum merupakan rekap data pengajuan DK tahunan. Dari 2010 hingga 2012 tidak berbeda dengan data di wilayah lain di DIY, menunjukkan angka yang menanjak. Dan terakhir di PA Bantul, tahun 2008 masyarakat yang mengajukan DK berjumlah 70 pemohon. Tahun 2009 naik menjadi 82 pemohon. Kemudian tahun 2010 jumlahnya menyerupai daerahdaerah yang lain, 115 pemohon. Di tahun berikutnya 2011, sejak Januari hingga Oktober jumlahnya di atas tahun 2010, yakni 135 pemohon. Wacana seksualitas tentu sudah banyak yang menulis khususnya bagi penggerak kesehatan reproduksi semacam Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Salah satu rekomendasi lembaga ini adalah perlunya muatan lokal terutama kesehatan reproduksi dikenalkan sejak dini. Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan masih ada yang keberatan mengenai esensi sosialisasi kesehatan reproduksi. Dikhawatirkan hal ini disalah-artikan, terutama bagi mereka yang awalnya belum tahu kemudian ingin tahu dan mempraktikannya dengan tidak benar. Sosialisasi penting dilakukan terkait kesehatan reproduksi agar tidak mengarah pada perilaku menyimpang. Akan tetapi, di sisi lain, sangat tipis perbedaanya antara sosialisasi sebagai basis pengetahuan dengan praktik sebagai pengejawantahan atas pengetahuan yang didapatkan. DISPENSASI KAWIN ȍDKȎ DK merupakan permohonan kepada Pengadilan Agama untuk memberikan dispensasi bagi pihak yang hendak menikah JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... tetapi terhalang oleh umur. Sementara itu DK adalah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai 19 tahun dan wanita 16 tahun (Rasyid, 1998:20). DK diajukan oleh para pihak kepada Pengadilan Agama yang ditunjuk oleh orang tua masing-masing. Pengajuan perkara permohonan diajukan dalam bentuk permohonan (voluntair), dan bukan gugatan, dan jika calon suami-istri beragama non-muslim, maka pengajuan permohonannya ke Pengadilan Negeri. Adapun teknisnya adalah orang tua mengajukan permohonan, dengan kata lain pemohon DK adalah orang tuanya, baik ayah atau ibunya. Pemohon membuat surat permohonan perihal dispensasi kawin kepada pengadilan agama setempat dengan melampirkan surat penolakan pencatatan nikah dari KUA Kecamatan karena di bawah umur, kemudian dalam isi surat permohonan disebutkan identitas dari calon mempelai, serta dalil-dalil yang mendasari permohonan dispensasi. Berikut standar umum dalam dalil pembuatan dispensai kawin, antara lain: a) Bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut, baik menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi Pemohon belum mencapai umur 19 tahun. Namun pernikahan tersebut sangat mendesak untuk tetap dilangsungkan karena kami telah bertunangan sejak bulan yang lalu dan hubungan kami sudah sedemikian erat, sehingga Pemohon sangat khawatir akan terjadi perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera dinikahkan; b) Bahwa antara Pemohon dan calon istri tersebut tidak ada larangan untuk melakukan pernikahan; JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 c) Bahwa Pemohon berstatus jejaka, dan telah akil baliq, serta sudah siap untuk menjadi seorang suami dan/atau kepala keluarga serta telah bekerja dengan penghasilan tetap setiap harinya Rp. ................,- (................ rupiah). Begitupun calon istri sudah siap pula untuk menjadi seorang istri dan atau ibu rumah tangga; d) Bahwa orang tua calon istri Pemohon telah merestui rencana pernikahan tersebut dan tidak ada pihak ketiga lainnya yang keberatan atas berlangsungnya pernikahan tersebut; e) Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dalil-dalil Pemohn telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 dan peraturan lain yang berkaitan dengan itu; f) Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama ................ segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut: (1) Mengabulkan permohonan Pemohon; (2) Menetapkan, memberikan dispensasi kepada Pemohon bernama ........ bin ........ untuk menikah dengan calon istri bernama ........ binti ........; (3) Menetapkan biaya perkara menurut hukum; (4) Atau menjatuhkan keputusan lain yang seadil-adilnya. Sementara jika permohonan DK dari orang tua mempelai istri, maka hal yang ditulis selain klausul peristiwa pernikahan pemohon sendiri (ayah mempelai) dengan ibunya, juga berapa jumlah anaknya, baru kemudian anaknya yang bernama siapa dalam DK yang akan dimintakan DK, setelah itu klausul yang isinya bahwa pemohon telah mendatangi atau melapor ke KUA 51 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... kecamatan, namun ditolak karena mempelai masih di bawah umur, dan klausul-klausul lain yang mendukung, misalnya perlu disebutkan hubungan cinta calon mempelai sudah sekian tahun, bahkan sejauhmana hubungannya telah sekian tahun, atau jika memang sudah hamil juga harus disebutkan berapa bulan usia kehamilannya. Termasuk jika yang mengajukan adalah orang tua pihak istri. Dalam hal penolakan KUA terkait permohonan pernikahan anaknya yang secara umur tidak dibenarkan oleh peraturan, maka dalam isi surat penolakan berupa Pemberitahuan adanya halangan/ kekurangan persyaratan terlebih dahulu, semisal redaksi yang sering digunakan bahwa “setelah adanya pemeriksaan terhadap segala persyaratan oleh undangundang dan peraturan yang berlaku tentang perkawinan, ternyata kehendak pernikahan yang disampaikan belum memenuhi persyaratan” baru surat yang berikutnya perihal Penolakan Pernikahan, dalam surat ini diawali dengan surat sebelumnya terkait pemberitahuan kehendak nikah tidak bisa diproses karena terhalang dengan persyaratan sebagaimana UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, terutama usia di bawah batas minimal. Baru dijelaskan bahwa permohonan nikah oleh KUA ditolak, dan dalam kalimat berikutnya, “apabila saudara tidak dapat menerima penolakan tersebut, dipersilahkan mengajukan keberatan kepada Pengadilan Agama setempat”. Secara Yuridis, UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 6 ayat 2 bab II Syarat-syarat perkawinan disebutkan Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Sementara pada pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun, namun pada pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa apabila terjadi penyimpangan dalam hal tersebut, maka dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak laki-laki dan perempuan. Dari isi pasal tersebut, masih banyak ruang untuk didiskusikan, meskipun sekilas maknanya saling memperkuat, padahal sangat banyak tafsir. Misalnya, jika pasal 6 ayat 2 ini dihubungkan dengan pasal 7 ayat 1, bisa diinterpretasikan kalau pria belum berusia 21 tahun maka diperbolehkan kawin selama mendapat izin orang tua. Tetapi jika kemudian dilihat pasal berikutnya (7 ayat 1), seakan-akan diperbolehkannya kawin sebelum usia 21 tahun adalah usia 19 tahun plus mendapat izin orang tua. Padahal pasal 6 ayat 2 ini sebenarnya makna umum tidak membatasi batas minimal usia atau 19 tahun sebagaimana pasal 7 ayat 1, yaitu tidak menyebut minimal usia 19 tahun, berapapun usia asal mendapat izin orang tua diperbolehkan. Kalau pasal 7 ayat 2, sangat jelas bahwa pria usia 19 tahun dan wanita 16 tahun, kurang dari aturan ini, maka diperlukan dispensasi. Persoalannya peraturan-peraturan perundangan termasuk pasal yang di bawahnya lebih khusus daripada pasal sebelumnya. Melihat hal ini, maka pasal 7 ayat 2 ini yang akan dioperasikan dari pada pasal 6 ayat 1 yang umum. Ketentuan ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam KHI pada Bab IV Rukun dan syarat perkawinan di pasal 15 ayat 1 dijelaskan bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974, yakni calon suami sekurang- 52 JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 POLEMIK PENENTUAN USIA NIKAH Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... kurangnya beruur 19 tahun dan calon istri passekurang-kurangnya berumur 16 tahun, pada ayat 2 pasal ini juga sama isinya dengan pasal 6 UU No. 1 tahun 1974, yakni bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin. Sementara menurut PKBI DIY UU No.1 tahun 1974 terutama pasal 7 seyogyanya direvisi karena sangat bertentangan dengan UU perlindungan anak. Dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 berbunyi, usia minimal menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Pasal ini tentu bertentangan dengan UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 pasal 1, di mana menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Jika UU Perkawinan tetap membolehkan perempuan usia 16 tahun menikah, maka sama saja dengan melegalkan pernikahan bagi anak-anak. Dalam UU Perlindungan Anak juga disebutkan hak anak antara lain mendapatkan pendidikan dan pengajaran serta terhindar dari kekerasan dan diskriminasi. Jika dalam usia anak sudah menikah, maka hak tersebut akan tercerabut darinya. Selain bertentangan dengan UU Perlindungan Anak, pernikahan usia dini juga bertentangan dengan Hak Kesehatan Reproduksi Remaja yang berbunyi bahwa remaja usia 10-24 tahun memiliki hak untuk menentukan pernikahannya. Secara risiko, perilaku seksual dini (sebelum 20 tahun) juga terbukti memiliki andil dalam kasus kanker leher rahim yang berakibat kematian perempuan. Fakta Pernikahan Dini Data Susenas dari Badan Pusat Statistik Propinsi DIY tahun 2009 menunjukkan perempuan yang menikah usia di bawah 16 tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 8,74% dengan prosentase terbesar di Kabupaten Gunungkidul (15,40%) diikuti oleh Kabupaten Sleman (7,49%). Prosentase tersebut meningkat pada tahun 2010 menjadi 10,81% dengan prosentase terbesar di Kabupaten Gunungkidul (16,24%), diikuti oleh Kabupaten Kulonprogo (10,81%) dan Kabupaten Sleman (9,12%). Fakta yang terjadi di DIY juga menjadi gambaran bagi daerah lainnya, mengingat belum ada kebijakan nasional mengenai penerapan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual di sekolah sehingga fakta perilaku remaja bisa jadi tidak jauh berbeda. Pernikahan dini selalu berbanding lurus dengan angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Walaupun ini bukan satu-satunya penyebab pernikahan dini. Data diatas menunjukkan pernikahan dini selalu didahuli oleh KTD. Menurut Putri Khatulistiwa, Koordinator Program Lentera Sahaja, selama ini remaja KTD cenderung didorong untuk melakukan pernikahan dini oleh orang dewasa (keluarga, guru) karena pertimbangan agama dan sosial. Pernikahan hampir menjadi solusi satusatunya bagi remaja yang mengalami KTD. Namun demikian, ada juga beberapa kasus KTD yang tidak berakhir dengan pernikahan, misalnya korban memilih untuk menghentikan kehamilan atau meneruskan kehamilan dan masuk shelter atau tempat pembinaan. Menurut Putri, ada juga kasus KTD yang berakhir menikah namun terlebih dahulu diadakan Perjanjian Pra Nikah yang mengatur soal pembiayaan anak serta pilihan hidup bersama atau tidak pasca menikah. Pernikahan dini selain berdampak terputusnya hak anak, juga akan menyebabkan berbagai persoalan sosial lainnya seperti tingginya angka perceraian, KDRT serta pengangguran. Hal ini karena anak-anak belum siap membangun keluarga karena ketidaksiapan secara ekonomi, fisik dan mentalnya. Lebih lanjut terkait hal pencatatan nikah, dalam pasal 2 PP No. 9 tahun 1975, disebutkan pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat nikah yang diangkat oleh menteri agama atau oleh pegawai yang JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 53 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... ditunjuk olehnya, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk. Pencatatan bukanlah suatu hal yang menentukan sah atau tidak sahnya suatu perkawinan, perkawinan sah jika telah dilakukan menurut ketentuan agamanya masing-masing, walaupun tidak atau belum didaftar. Dalam surat keputusan Mahkamah Islam Tinggi, pada tahun 1953 No. 23 menegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak didaftarkan, maka nikahnya tetap sah, sedangkan yang bersangkutan di kenakan denda. Tentu putusan ini berbeda dengan PP No.48 tahun 2014 tentang penerimaan negara bukan pajak yang mulia berlaku sejak 10 Juli 2014, lebih lanjut, peraturan ini menjelaskan bahwa nikah atau rujuk di KUA pada hari dan jam kerja dikenakan tarif 0 (nol rupiah), jika nikah diluar KUA dan atau di luar hari dan jam kerja, dikenakan tarif Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah), dan bagi warga yang tidak mampu secara ekonomi dan warga yang terkena bencana alam dikenakan tarif 0 (nol) rupiah, dengan melampirkan persyaratan surat keterangan dari lura/desa. Adapun waktu pemberitahuan kepada petugas pencatat nikah kurang lebih 10 hari. PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM Tugas pokok Peradilan Agama sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, hal ini sesuai pasal 17 ayat 1 UU N0. 4 tahun 2004. Dalam memeriksa dan mengadili perkara, hakim wajib untuk: pertama, Mengkonstatir. Artinya, membuktikan benar tidaknya peristiwa/fakta yang diajukan para pihak dengan pembuktian melalui alat-alat bukti yang sah, menurut hukum pembuktian, yang diuraikan dalam duduknya perkara, dan berita acara persidangan (BSAP); kedua, Mengkualifisir 54 fakta/peristiwa yang telah terbukti, yaitu menilai sebuah peristiwa tertentu, apakah termasuk hubungan hukum apa atau yang mana, menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatiring untuk kemudian dituangkan dalam pertimbangan hukum; ketiga, Mengkonstituier, yaitu menetapkan hukumnya yang kemudian dituangkan dalam amar putusan. Selain itu dalam produk Hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan, memiliki 3 macam, yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian.1 Hakim dalam memberikan putusan terkait DK juga mempertimbangkan dan menggunakan kaidah fiqh berupa maslahah mursalah, di mana demi kepentingan umum terkait kasus ini maka diperlukan putusan secepatnya dengan mengacu aturan yang ada dan tidak melanggar dan benturan dengan aturan yang ada. salah satu yang disebutkan pasal 53 ayat 1, 2, dan 3 di Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Ayat 2, perkawinan dengan wanita hamil pada ayat 1, dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya; dan ayat 3 juga berbunyi, dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim menimbang, bahwa Majelis Hakim 1 Lebih lanjut dapat dijelaskan produk Hakim tersebut, putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Sementara Penetapan berarti pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara perohonan (voluntair). Adapun akta perdamaian berarti pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil telah dicapai perdamaian antara kedua pihak yang sengketa. JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... Secara umum, bukan berarti perkawinan usia muda selalu berdampak negatif terutama yang secara usia sudah dibenarkan oleh undang-undang, tetapi banyak juga yang langgeng alias positif. Penulis mencoba melihat faktor apa saja yang melatarbelakangi perkawinan usia muda. Berikut beberapa faktor yang penulis temukan terkait uraian di depan, antara lain: pergaulan bebas, pengaruh lingkungan, faktor ekonomi, pendidikan rendah, faktor agama, faktor sosial budaya, dan kurangnya pemahaman UU perkawinan. Usia remaja merupakan fase kritis, rasa keingintahuan khususnya dalam aspek seksualitas idealnya dapat difasilitasi oleh orang tua. Di sisi lain, dengan perkembangan teknologi informasi, maka remaja mendapatkan kesempatan luas untuk mengakses informasi tentang konten-konten berbau pornografi, baik di media cetak maupun elektronik, bahkan melalui warung internet. Tidak jarang terjadi, warung internet memungkinkan penggunanya untuk berhubungan seksual di bilik-bilik tertutup. Secara umum, perceraian di Pengadilan Agama Sleman lebih banyak diajukan oleh pihak perempuan atau yang umum disebut sebagai permohonan cerai gugat. Dari beberapa alasan yang mendasari permohonan cerai gugat, bahwa selain suami kurang tanggung jawab, misalnya ijin sama istrinya untuk bekerja, namun hasil pendapatannya tidak pernah diberikan oleh istri, bahkan ada yang tidak kembali lagi dan tidak diketahui keberadaanya (ghoib), sampai kemudian diajukan permohonan oleh istri. Selain itu, faktor sifat “pemberani” yang dimiliki oleh perempuan-perempuan pada masyarakat Sleman untuk melakukan cerai gugat. Hal inilah yang menjadikan budaya patriarki pada masyarakat Jawa sudah sedikit luntur oleh arus gelombang globalisasi atau masyarakat era digital. Pada saat yang sama, perempuan yang melakukan cerai gugat juga telah memiliki pekerjaan yang notabene cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik menjadi pekerja sebagai ibu rumah tangga atau membuka usaha lain yang dirasa untuk bisa survive di kemudian hari. Tentu kebutuhannya juga masih ditanggung oleh keluarga terdekat dari pihak Istri yang melakukan cerai gugat, terutama jika telah JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 55 telah berusaha memberikan nasehat kepada Pemohon dan anaknya agar menunda pelaksanaan perkawinannya sampai mencapai usia perkawinan menurut undang-undang yaitu 19 tahun, akan tetapi Pemohon maupun anaknya tersebut menyatakan tetap segera untuk melangsungkan pernikahannya dan tetap mohon dispensasi kawin dari Pengadilan Agama Sleman. Selain itu, alasan Mejelis Hakim yang tidak mengabulkan atau menolak permohonan dispensasi kawin, biasanya karena bertentangan dengan pasal 53 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam sebagaimana bunyi diatas. Dalam hal ini, penulis mengamati bahwa terdapat beberapa dampak yang umumnya terjadi dari dikabulkannya Dispensasi Kawin, salah satunya adalah perceraian. Aspek fisik calon mempelai yang belum siap untuk membina rumah tangga disinyalir menjadi penyebab perceraian. Selain itu, fertilitas yang tinggi dari perempuan kawin dalam usia muda, angka kematian bayi dan anak cukup tinggi, kesulitan dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan keluarga akhirnya menimbulkan perceraian. Belum lagi masalah ekonomi yang menjadi salah stau penyebab perceraian. Usia pernikahan yang tergolong dini membuat pasangan tersebut belum memiliki pendapatan yang tetap sehingga rentan timbulnya konflik dan berujung pada perceraian. FAKTOR YANG MENDORONG DAN DAMPAK PERKAWINAN USIA MUDA Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... Pernikahan usia muda, dalam hal ini meningkatnya permohonan dispensasi kawin pada Pengadilan Agama menunjukkan bahwa usia remaja sebagai masa transisi dari anak-anak menuju dewasa sangat rentan terhadap sesuatu yang baru, termasuk hal-hal yang sangat dekat dengan dunianya, yaitu pertemanan dan teknologi. Pertemanan yang dibangun oleh mereka para remaja sangat identik dengan hal-hal yang menyenangkan, misalnya dalam ranah keistimewaan Yogyakarta sebagaimana program pada sektor Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KBKS) perlunya program Kesehatan Reproduksi Remaja. Program semacam ini diperlukan bagi remaja agar lebih dini untuk mengetahui segala sesuatu terkait kesehatan reproduksi, meskipun istilah ini sebenarnya lebih difokuskan pada usia remaja yang telah dahulu membina rumah tangga, tanpa menilai perilaku remaja tertentu negatif. Selain itu, pemateri atau penyuluh terkait program ini, biasanya kader seusia mereka atau para kader yang secara psikologi lebih mengetahui dunia remaja, agar materi dan program cepat diterima. Konsep interaksi oleh remaja dewasa ini, tentu tidak bisa lepas dengan media komunikasi, baik melalui handphone maupun teknologi lain. Semakin tinggi status sosial remaja, semakin canggih teknologi yang dimilikinya. Persoalannya, tidak banyak para remaja di era Masyarakat Ekonomi Asean ini yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada sebagai sesuatu yang menunjang pada hal-hal yang positif, sebaliknya, teknologi seringnya lebih banyak dimanfaatkan sebagai hal-hal yang kurang positif dan umumnya konsumtif, lain ceritanya jika kecanggihan teknologi yang dimiliki bisa digunakan secara positif dan produktif. Menurut data BPPM DIY 2011, disebutkan bahwa hasil survei kesehatan reproduksi dikalangan remaja menunjukkan fakta sebagai berikut: • Perilaku seks pra nikah: 10,10%; • Kehamilan di luar nikah: 10,53%; • Informasi pubertas bagi remaja paling banyak diperoleh dari guru (93,26%) dan buku (83,94%); • Informasi sistem reproduksi paling dominan dari guru (92,48%), dari buku (79,27%) dan dari internet (51,30%); • Sumber informasi hubungan dengan lawan jenis tidak terlihat yang dominan meski guru tetap terbanyak (65,28%) disusul buku (61,92%) dan teman (53,89%); • Sebanyak 77, 98% remaja di DIY memiliki pengalaman berpacaran di mana sebanyak 44,30% di antaranya masih aktif berpacaran. Perilaku pacaran menjadi semakin mungkin dilakukan dengan semakin umur bertambah; • Aktifitas/perilaku selama pacaran berupa berpegang tangan dan atau berpelukan dilakukan oleh sebagian besar remaja DIY yang berpacaran (88,70%). Mencium bibir pacar dilakukan oleh 49, 17% remaja berpacaran di DIY; • Sebanyak 13,29% remaja menyatakan melakukan aktifitas menyentuh alat kelamin atau disentuh, sementara 9,63% remaja menyatakan pernah melakukan masturbasi/onani; • Sebanyak 12,29% dari remaja yang berpacaran menyatakan pernah melakukan hubungan badan dengan pacar; • Sebanyak 10%, remaja di DIY telah melakukan hubungan badan (52% lakilaki, 40% perempuan). Umur termuda adalah umur 12 tahun (12,7%). • Kehamilan remaja yang pernah berhubungan badan mencapai 10,53% yang merupakan hal tidak direncanakan. Dari sejumlah remaja yang pernah hamil/ 56 JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 memiliki anak dan banyak kebutuhan yang dikeluarkan terutama kebutuhan sekolah. Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... remaja, khususnya di Yogyakarta, yang sedikit banyak telah luntur nilai-nilai yang telah lama disandang sebagai kota Budaya, Kota Pendidikan, dan Kota yang penuh Toleransi. menghamili, 75% status hubungan dengan pasangannya adalah sebagai pacar. Dari sejumlah remaja yang menyatakan pernah hamil atau menghamili, prosentasenya seimbang antara lakilaki dan perempuan, dan 25% masih berumur di bawah 17 tahun, 50% masih berstatus sebagai pelajar, di mana 75% di antaranya masih bersekolah di SMA. Seluruh kehamilan dari remaja responden berakhir dengan aborsi. • Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan data usia perkawinan anak muda DIY antara tahun 2010 dan tahun 2011. Data ini didapat ketika penulis juga terlibat dalam draf penyusunan Sektor KBKS dalam bingkai keistimewaan. Perbedaan usia pernikahan di beberapa wilayah DIY yang berbeda antara lakilaki dan perempuan terlihat berubahubah. Namun kecenderungan yang bisa dilihat di sini adalah di perkawinan di bawah 16 tahun terjadi di Kabupaten Bantul tahun 2010 kemudian digantikan Meski demikian, sebagai masyarakat umum Yogyakarta perlu mengklarifikasi sejauh mana metode dan penggunaan survey ini. Artinya jika memang benar data yang ada, diperlukan kewaspadaan bagi orang tua dan siapapun yang memiliki anak usia Tabel 1 Jumlah Pernikahan Menurut Usia Perkawinan, Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 Kab/Kota Yogyakarta Bantul Kulon P Gunung K Sleman DIY Usia Perkawinan (Tahun) >16 >19 17-21 19-21 Pr Lk Pr Lk 22-25 26-30 31-35 Lk Pr Lk Pr 1. 035 2. 210 1. 255 1. 259 2. 097 847 1. 853 797 1. 613 2. 565 24 93 19 42 22 27 52 44 36 28 416 1. 531 382 1. 674 1. 309 175 845 781 676 652 598 2. 082 996 1. 741 2. 301 782 2. 306 1. 170 1. 977 1. 927 200 187 5. 312 3. 129 7. 344 8. 162 7. 856 Lk >36 Pr Lk Pr 401 278 871 770 528 344 538 677 911 1. 235 401 772 385 368 929 278 523 265 482 969 7. 675 3. 249 3. 304 2. 855 2. 517 Sumber: Kantor Kementerian Agama Kab/Kota Tabel 2 Jumlah Pernikahan Menurut Usia Perkawinan, Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Tahun 2011 Usia Perkawinan (Tahun) No Kab/Kota 1 2 3 4 5 Yogyakarta Bantul Kulon P Gunung K Sleman DIY >16 >19 17-21 19-21 P L P L 14 42 30 59 25 428 32 105 1. 679 26 290 68 1. 906 46 1. 297 170 184 855 870 988 689 22-25 L 26-30 P L 31-35 P L >36 P 630 1923 1172 2153 2101 742 2. 225 1. 056 1. 971 1. 914 978 1. 985 1. 194 1. 240 2. 025 780 2. 036 825 1. 518 2. 523 388 787 543 543 871 309 807 291 612 1. 138 277 5. 600 3. 586 7. 819 7. 908 7. 422 7. 682 3. 132 3. 157 L P 400 696 502 496 508 317 685 321 584 872 2. 662 2. 779 Sumber: Kantor Kementrian Agama Kab/Kota JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 57 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... oleh Kabupaten Gunung Kidul pada tahun berikutnya. Kabupaten Sleman cenderung usia pernikahan perempuan adalah 22-25 tahun ke atas. Kemudian untuk tahun 2011 kebanyakan perempuan di DIY menikah pada usia tersebut. Di sisi lain, dengan perkembangan teknologi informasi, maka remaja mendapatkan kesempatan luas untuk mengakses informasi tentang konten-konten berbau pornografi, baik di media cetak maupun elektronik, bahkan melalui warung internet. Tidak jarang terjadi, warung internet memungkinkan penggunanya untuk berhubungan seksual di bilik-bilik tertutup. Pernikahan dini, sebagaimana telah diuraikan di atas rentan terhadap perceraian. Secara umum faktor penyebab perceraian berdasarkan informasi Pengadilan Agama Sleman, didapat beberapa alasan di antaranya: Poligami Tidak Sehat, Krisis Akhlak, Cemburu, Kawin Paksa, Faktor Ekonomi, Tidak Ada Tanggung Jawab, Kawin di Bawah Umur, Kekejaman Jasmani, Kekejaman Mental, Dihukum, Cacat Biologis, Politis, Gangguan Pihak Ketiga, Dan Tidak Ada Keharmonisan. Maksud dari poligami tidak sehat misalnya dengan memalsukan identitas, dengan mengaku masih perjaka/ duda ketika melakukan pernikahan dengan istri kedua. Pemalsuan identitas ini tentunya akan merugikan istri kedua di kemudian hari. Dari berbagai problema dari poligami tidak sedikit wanita yang memilih untuk bercerai atau bercerai dikemudian hari setelah terjadi konflik dalam pernikahan poligami yang telah dijalani. Alasan mengapa poligami sering menimbulkan konflik di kemudian hari adalah faktor keadilan yang tidak bisa dipenuhi oleh laki-laki.2 Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam (pasal 36, UU No.1 2 Panani, Problematika Poligami, http:// ri kaanisa.blogdetik.com/2012/10/08/ problematika-poligami, diakses pada 11 Desember 20014. 58 tahun 1974) yang secara kompetensinya menyidangkan perkara antara orang Islam, termasuk ketika problem ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang salah satunya adalah faktor ekonomi rumah tangga, lebih ditekankan sebagai tanggug jawab suami. Dalam pasal 31 ayat 3 UU No.1 tahun 1974 disebutkan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Meskipun pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa kewajiban suami melindungi istri dan memberi segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Artinya secara eksplisit, aturan ini menekankan bahwa eonomi menjadi kewajiban suami, bagaimana jika penghasilan istri justru lebih tinggi dari pada suami, misalnya istri karirnya lebih dahulu dibanding suami. Hal ini yang secara etika, belum bisa dibenarkan mengapa para istri-istri justru lebih banyak yang mengajukan cerai gugat, jika ekonomi hanya dibenarkan oleh undang-undang sebagai tanggung jawab suami, menururt hemat penulis berdasarkan pengalaman di Posbakum bahwa seringnya para istri sudah mandiri dan memiliki usaha yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, selain itu memang ada karakter dari individu pada perempuan tersebut sebagai Perempuan yang “pemberani” untuk mengajukan cerai gugat. ALTERNATIF PENDEWASAAN BERPERILAKU DAN BERSIKAP BAGI REMAJA YOGYAKARTA Masa remaja ditandai dengan fase pubertas menjadi titik kritis bagi remaja dalam proses sosialisasi pendidikan seksualitas dan reproduksi. Pada masa ini, banyak sekali perubahan yang terjadi pada diri seseorang, baik secara fisik maupun psikis, terutama pada alat reproduksi. Dengan aktifnya hormon seksual (sementara organ reproduksi sudah mulai berfungsi) maka JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... mulai muncullah dorongan seksual yang menggebu-gebu pada remaja. Jika tidak dikendalikan dan difasilitasi bisa saja menyebabkan beragam permasalahan, seperti kehamilan yang tidak diinginkan, tertular infeksi menular seksual seperti HIV/ AIDS, terkena infeksi saluran reproduksi sampai pada timbulnya tumor atau kanker. Term kesehatan reproduksi sering diidentikkan dengan masalah Penyakit Menular Sek (PMS), free sex, merebaknya pelacuran, meningkatnya kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD), aborsi, pelecehan seksual dan tingginya angka kematian ibu, anehnya masalah-masalah tersebut secara kuantitatif selalu meningkat jumlahnya. Keadaan remaja khususnya remaja Yogyakarta membutuhkan bantuan guna menyelesaikan berbagai persoalan, yang tidak sekedar mendengarkan atau curhat tetapi perlu merombak dan memasukkan mindset dan pola pikir yang penuh dengan tanggung jawab melalui pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi, tentu juga perlu proses pendampingan terkait pemahaman dan pengetahuan dasar terkait organ-organ reproduksi dll. Kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir apa yang menjadi kegelisahan para aktivis dan pegiat kesehatan reproduksi—bukan sesuatu yang bersifat anatomis tetapi pengetahuan dan pentingnya memahami sejak dini terkait kesehatan reproduksi. Perbaikan kurikulum lebih mendorong pemerintah daerah maupun pimpinan perguruan tinggi agar memberikan muatan lokal pada pentingnya mata pelajaran/ mata kuliah kesehatan reproduksi dengan melibatkan LSM/pemerinta yang konsen dibidang ini, seperti PKBI dan BKKBN/ BPPM, dengan harapan anak-anak didik lebih dini mengetahui dan memahami pentingnya wawasan tentang kesehatan reproduksi, khususnya anak didik perempuan, dengan metode mensinergikan dengan materi lain, misalnya Biologi. JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014 Sementara mindset dan pola pikir seseorang, perlu diarahkan agar dikemudian hari mengenal budayanya. Tugas berat ini tidak dapat dibebankan seorang guru atau orang tua saja, tetapi semua lapisan masyarakat dan dari berbagai organisasi, misalnya KUA, BP4, Kevikepan, Organisasi Wanita Pemuda Katolik, di lingkungan Pendeta, Organisasi Wanita Pemuda Kristen, Remaja Masjid, melalui Muhammadiyah, LKKNU, Parisada Hindu, Budha, dll karena masing-masing memiliki man power/sumber daya manusia yang potensial menyebarluaskan, mengedukasi, dan saling mengingatkan anak-anak yang perilakunya kurang sesuai dengan norma di masyarakat. Contoh yang sering terjadi di lingkungan sekitar, misalnya jam bertamu bagi lawan jenis, selain hari Sabtu adalah maksimal jam 21.30 WIB, namun aturan hanya sebatas aturan tanpa diindahkan oleh pelanggar. Contoh lain dalam tertib lalu lintas, sering diantara saudara kita yang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Perilaku salah meskipun kecil, jika tidak diluruskan mulai sekarang akan menjadi budaya dan membentuk pola pikir bahkan mindset yang sukar untuk diperbaiki, yang ada hanya menyalahkan orang tanpa introspeksi diri. DAFTAR PUSTAKA Administrator UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta website, Tingkat Perceraian Pasangan Muslim Berpendidikan Tinggi Makin Tinggi, 22 November 2011, (online), <http://pps.uin-suka. ac.id/index.php?option=com_con tent&view=article&id=250:tingk at-perceraian-pasangan-muslimberpendidikan-tinggi-makinmeningkat&catid=1:berita-terkini>, diakses pada 19 Desember 2014 Anwar, Syamsul. 2007. Hukum Perjanjian Syari’ah-Studi tentang Teori Akad 59 Abdul Jalil, Fenomena Seksualitas Anak Muda ... dalam Fiqh Mu’amalat, Jakarta: PT Raja Grafindo. BKKBN. 2010. Buku Pedoman Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja. Semarang: BKKBN Kutipan Penetapan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan Nomor: 0176/ Pdt.P/2011/PA.Btl tentang Dispensasi Kawin pada Direktori Putusan Mahkamah Agung RI. BPPM DIY. 2011. Data Pilah Gender dan Anak Provinsi DI Yogyakarta Tahun 2011. Yogyakarta: BPPM DIY Jalil, Abdul. 2011. “Dana Pensiun Dalam Perspektif Syari’ah”. Rihlah-Jurnal Studi Islam, vol.1 No.1 Muktiarto. 2000. Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mukhotib dan Putri Khatulistiwa, Mendesak: Revisi UU Perkawinan, dalam dokumen PKBI DIY, 2013 Rasyid, Roihan A. 1998. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo. Thalib, Sayuti. 1974. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: UI Press. Moeliono, Laurike. 2004. Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN Waluyo, Pristy. 2005. Buku Pedoman Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja. Semarang: BKKBN Website Pengadilan Agama Kota Malang, Blanko Dispensasi Kawin, 18 November 2010, (online), <http://www. pa-malangkota.go.id/index.php/ layanan-publik/layanan-pengaduan/ blanko-surat/209-dk>, diakses pada 15 September 2014 Peraturan Perundangan: UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Kumpulan Draf Permohonan Dispensasi Kawin pada PA Sleman 2014. 60 JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014