ii
Dr. Nasarudin, S.Pd.I., M.Pd., Dkk
TAFSIR TARBAWI
Sumatera Barat-Indonesia
iii
TAFSIR TARBAWI
Penulis:
Dr. Nasarudin, S.Pd.I., M.Pd
Amri, S.Th.I.,M.Pd.I
Dr. Ahmad Deski, S.S.I., MA
Zulfahmi Syahri, S.Pd.I, MA
Febri Wardani, M.Ag
Riyanto, S.Pd.I., M.Pd.I
Haerudin, Lc., MA.
Dr. Nurzannah, M.Ag
Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I
Editor:
Yulda Dina Septiana, M.A.
Rahma Yani
Setting Lay Out & Cover:
Mega Azzahra
Diterbitkan Oleh:
CV. Afasa Pustaka
Perumahan Pasaman Baru Garden Blok B Nomor 8
Katimaha, Lingkuang Aua, Kecamatan Pasaman
Simpang Empat Pasaman Barat 26566
Sumatera Barat, Indonesia
Mobile: 085376322130
Email: chadijahismail@gmail.com
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit
Cetakan ke-1, November 2023
ISBN: 978-623-09-6946-1
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabiil'alamin. Puji dan syukur kepada Allah
SWT., atas terbitnya buku Tafsir Tarbawi. Penerbitan buku ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyebaran dan
pengembangan ilmiah intelektual pada perguruan tinggi.
Buku ini ditulis oleh beberapa penulis dari berbagai
perguruan tinggi di Indonesia. Tiga tulisan awal ditulis oleh
Dr. Nasarudin, S.Pd.I., M.Pd dengan judul Konsep Tarbiyah
dalam Al-Qur’an dan tulisan Amri, S.Th.I, M.Pd.I dengan
judul Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an dan tulisan Dr. Ahmad
Deski, S.S.I., MA dengan judul Konsep Tadris dalam AlQur’an. Tiga tulisan setelah itu ditulis oleh Zulfahmi Syahri,
S.Pd.I, MA dengan judul Hakikat Ilmu Dalam Al-Qur’an,
tulisan Dr. Nurzannah, M.A dengan judul Kewajiban Belajar
Dalam Al-Quran, dan tulisan Febri Wardani, M.Ag dengan
judul Kewajiban Mengajar Dalam Al-Qur’an. Buku ini diakhiri
oleh tiga tulisan berikutnya diantaranya tulisan Haerudin, Lc.,
MA. dengan judul Motivasi Belajar Dalam Al-Qur’an, tulisan
Riyanto, S.Pd.I., M.Pd.I. dengan judul Instrumen
Pembelajaran Dalam Al-Qur’an, dan tulisan Andi Abd. Muis
dengan judul Peserta Didik Dan Pendidik Dalam Al-Qur’an.
Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dan kelemahan dalam buku ini. Masukan dan
kritikan dari semua pihak sangat kami harapkan. Terimakasih.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar__ iv
Daftar Isi__v
BAB 1 Konsep Tarbiyah dalam Al-Qur’an _1
BAB 2 Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an _23
BAB 3 Konsep Tadris dalam Al-Qur’an _36
BAB 4 Hakikat Ilmu Dalam Al-Qur’an _48
BAB 5 Kewajiban Belajar Dalam Al-Quran_65
BAB 6 Kewajiban Mengajar Dalam Al-Qur’an _80
BAB 7 Motivasi Belajar Dalam Al-Qur’an _92
BAB 8 Instrumen Pembelajaran Dalam Al-Qur’an _114
BAB 9 Peserta Didik Dan Pendidik Dalam Al-Qur’an_134
BIOGRAFI PENULIS_150
1
BAB 1
KONSEP TARBIYAH DALAM AL-QUR’AN
Dr. Nasarudin, M.Pd.
A. Pendahuluan
Tafsir tarbawi adalah jenis tafsir yang berfokus pada aspek
pendidikan dan pembinaan moral dalam Al-Qur'an. Eksistensi
tafsir tarbawi sangat penting dalam konteks pendidikan Islam,
karena melalui tafsir ini, dapat dipahami konsep eksistensi
pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur'an. Tafsir tarbawi
membantu dalam memahami pesan-pesan moral yang terkandung
dalam Al-Qur'an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Tafsir ini juga membantu dalam membentuk karakter
dan kepribadian yang baik, serta membina sikap dan perilaku yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Eksistensi tafsir tarbawi juga penting dalam konteks
pendidikan formal, di mana tafsir ini dapat digunakan sebagai
sumber pembelajaran untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada
siswa. Dengan memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai moral
yang terkandung dalam Al-Qur'an, diharapkan siswa dapat
menjadi individu yang bertanggung jawab, jujur, adil, dan
memiliki sikap yang baik terhadap sesama. Selain itu, tafsir
tarbawi juga dapat menjadi pedoman dalam menghadapi berbagai
masalah dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
memahami pesan moral yang terkandung dalam Al-Qur'an,
individu dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan
bertindak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dalam konteks pendidikan Islam, eksistensi tafsir tarbawi
juga penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan yang
berbasis nilai-nilai Islam. Dengan memasukkan tafsir tarbawi
dalam kurikulum, pendidikan Islam dapat memberikan
2
pendidikan yang holistik, yang tidak hanya fokus pada aspek
akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan moral
peserta didik. Secara keseluruhan, eksistensi tafsir tarbawi sangat
penting dalam konteks pendidikan Islam. Melalui tafsir ini,
individu dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai moral
yang terkandung dalam Al-Qur'an, serta membentuk karakter dan
kepribadian yang baik.
Kajian tafsir tarbawi atau tafsir tarbiyah menjadi bidang
kajian mengupas konsep tarbiyah (pendidikan) sesuai dengan
kandungan isi Al-Qur‟an. Tarbiyah dalam Al-Quran adalah
konsep pendidikan dan pembinaan diri yang ditekankan dalam
ajaran Islam. Konsep ini mencakup pengembangan spiritual,
moral, intelektual, dan sosial individu agar mencapai
kesempurnaan sebagai hamba Allah. Dalam Al-Quran, tarbiyah
ditekankan sebagai tanggung jawab setiap individu untuk
mengembangkan diri mereka sendiri dan membantu orang lain
dalam menggali potensi terbaik mereka.
B. Makna Tarbiyah
Secara etimologi, makna tarbiyah berasal dari bahasa
Arab. Kata "tarbiyah" berasal dari akar kata "rabb" yang berarti
"Allah" atau "pemilik" dan kata kerja "tarubbu" yang berarti
ّ
"mendidik" atau "mengasuh". Kata rabba (ّ)رب
yang berarti
memelihara dan menjaga namun lebih menggunakan kata
ّ dengan bentuk
sinonimnya dalam fi‟il rubai-nya yaitu rabba (ّ)رب
masdarnya yaitu tarbiah ( )تربيةbukan menggunakan istilah tarbib
( )تربيبdari kata rabbaba () ّربب. Sehingga dalam bahasa Arab
pendidikan dikenal dengan istilah tarbiah ( )تربيةyang dalam bahasa
operasionalnya menggunakan kata ta‟lim ( )تعليمderivasi dari kata
ilmun ( )علمyang bersinonim dengan kata tadris ( )تدريسyang
3
bermakna pendidikan dan pengajaran (Nasarudin, 2023). Kata
tarbiyah yang dapat mewakili konsep pendidikan Islam (LAL,
2010).
Menurut para ahli kata tarbiyah dalam bahasa Arab
َ raba
berkaitan dengan kata dasar kata kerjanya yaitu rabiya (ّ)ر ِ ِ َب,
َ Berikut penjelasannya.
()ربا, dan rabba (ّ)رب.
1. Kata Dasar Rabiya (ََ)ر ِ ِ َب
Dalam kamus Almaany kata rabiya (ّ َ)ر ِ ِ َبberarti nasya‟a
ََ
َ - رب
( )نشأartinya tumbuh. Berikut derivasinya (ّرب
ّ َ َي- ب
ّ َ ْإر- ّ)رباء
ِِ
(Almaaniy.com, 2023). Kata ini terdapat dalam Al-Qur‟an dalam
bentuk fi‟il mazid biharf (kata kerja tambahan satu huruf) yaitu yurbi
ُ
ُ َي ْم َح ُق ه
ِّ ّإّٰلل
(ّ)يرب
َ ِ ّإلر ٰبوإّ َوي ْر
ِ ٰ dalam surat Al-Baqarah yang berbunyi (ّ ب
َ
ّ ِ )إلصدق. Artinya: Allah menghilangkan (keberkahan dari) riba dan
ت
menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang sangat
kufur lagi bergelimang dosa. (Al-Baqarah [2]:276). Ada juga dengan
ْ َ
ّ dalam surat Al-Isra‟ ayat 24 yang berbunyi (ّض
ْ إخف
kata rabba (ّ)رب
ِ و
ُّ َ َ َ َ ُ َ
َ
َّ
ْ ّإلذ ِّل ّم َن ّإلر ْح َمة َّو ُق ْل ّر ِّب
ّن ّ َص ِغ ْْ ًيإ
َْ ِ ِ ّإر َح ْم ُه َما ّك َما ّ َرب ٰي
)لهما ّجناح. Artinya:
ِ
ِ
Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “Wahai Allahku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka
berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.” (AlIsrā' [17]:24) (Kemenag, 2023).
ّ inilah yang menjadi kata asal tarbiyah yaitu
Kata rabba (ّ)رب
َ
rabba yurabbi tarbiyun (ّ رب- رب
ّ ِ ِّ ُي- رب
ّ )ت ِ يlalu berubah jadi tarbiyah
َ
(ّ )تربيةdengan mengganti huruf ya menjadi huruf ta, yang semakna
dengan kata tahzib ( )تهذيبartinya perawatan, tansyiah ()تنشئة
artinya penumbuhan, dan tanmiyah ( )تنميةartinya pengembangan.
َ ُ
Contoh dalam sebuah kalimat Ayah mendidik anaknya (ّإألبّإبنه
)رب,
maka maksudnya Ayah merawat dan mengembangkan kekuatan fisik,
4
ّ
ّ هذبه
kecerdasan dan akhlak anaknya sampai sempurna (ّ ّونّم ّقوإه
ّ
ّ
ّ
ةّك ّتبلغّكمالها
ِ )إلجسميةّوإلعقليةّوإلخلقي. Jadi, secara harfiah, tarbiyah
dapat diartikan sebagai proses mendidik atau mengasuh seseorang
untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan yang baik.
2. Kata Dasar Raba (َ)ربا
Dalam kamus Almu‟ashir kata raba ( َ)رباberarti nasya‟a ()نشأ
artinya tumbuh. Derivasinya ( ربا- َيربو- ب
ّ َ ْإر- ( َ)ربوإAnnahlawi,
1983). Kata ini terdapat dalam Al-Qur‟an dalam bentuk fi‟il madhi
(kata kerja lampau) yaitu rabat ( )ربتdalam surat Fussilat yang
َ َ َََْْ َٓ َ
ْ َ
ْ َْ ۤ ْ
berbunyi (ت
َ ّعل ْي َها ّإل َما َء ّإه زيت ّ َو َرب
)ف ِاذإ ّإنزلناArtinya: Maka apabila
Kami menurunkan air (hujan) padanya, ia pun hidup dan menjadi
subur (Fuṣṣilat [41]:39. Dan juga dalam bentuk fi‟il mudhari yaitu
ُ َٰ ٓ
yarbu ( )يربوterdapat dalam surat Arrum, yang berbunyi (َّو َماّإت ْيت ْم ِّّم ْن
ِّ ً ِّ
َْ ه
ُ َ ََ
ُ ْ َ اّل
َ ْ َ ْٓ يب َو ۟إ ز
ِّ اسّفَلّي ْرب ْواّ ِعند
ّإّٰلل
ْ )ربArtinya: Riba yang kamu berikan
ِ ّفّإمو ِإلّإلن
ِِ
agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam
pandangan Allah (Ar-Rūm [30]:39)
ّ
3. Kata Dasar Rabba (َ)رب
ّ
Dalam kamus Alwasit kata rabba (ّ)رب
berarti menjaga,
memelihara, mengusai dan menjamin. Imam Baidhawi
menafsirkan kata rabb dengan makna tarbiyah yaitu menuju ke
suatu kesempurnaan dengan bertahap (Al-Ajamiy, 2006).
ّ -ب
Derivasinya (ّرب
ّ ُّ َي ُر- ًّربا- أربابا- )ربان. Kata ini paling banyak
ّ
frekuensinya di dalam Al-Qur‟an baik dalam bentuk tunggal (ّ)رب
maupun
bentuk
jamak/banyak
()أربابا
dan
bentuk
ْ
َ
ُّ
mubalagah/melebihkan ( )رب ِانيونserta bentuk jamak dari kata rabbi
( )ربيبyaitu raba‟ib. Jika kata ini berdiri sendiri maka kata itu
mutlak maksudnya Allah swt. Kata rabb salah satu nama Allah.
5
Dalam albayan.com data rabb yang berdiri sendiri disebutkan
dalam Al-Qur‟an sebanyak 130 kali, yang bergandengan dengan
kata lain sebanyak 2954, dan yang bentuk jamak sebanyak 4 kali,
jadi keseluruhan berjumlah 3088 kali. Berikut rinciannya, kata رب
ُ ِّ
ُ َّ
َ َّ
َ َّ
َ َّ
َّ
ُ َّ
130, م
َ ْ ِب َربك5, ك
َ َرب220, م
َُ َربك102, َربنا106, َ َربنا106, م
َ ْ َرب ه111, َ َربه73,
ٓ
ُ ُّ
َ ُّ
َ ُّ
ُّ
ُّ
ِّ
َ ُّ
ُ ُّ
َ َرب220, م
ك
َْ َربك102, َربنا106, َرب ها7, م
َ ْ َرب ه111, َ َربه73, َرب َه73, ب
َ َر130,
ُ ِّ
َ ِّ
ٓ ِّ
َ َّ
ِّ
ِّ
َْ َربك102, َربنا106, م
م
َ ْ َرب ِه111, َ َربه73, َرب َه73, ب
ََ ِ ِّ َر94, ب
َْ ِ ِّ َر94, ك
َ َّرب220,
ُ ِّ
ُ ُّ
َ ِّ
َ ِّ
ِّ
ِّ
ِّ
ِّ
َ َّرب220, م
ك
َْ َّربك102, م
َ ْ َّرب ِه111, َ َّربه73, ب
َ ِل َر4, ك
َ ِ ِل َرب2, م
َْ َو َربك10, ك
َ َو َرب
َ
ً َ
11, ا ْربابا3, ربانيون3, dan ربائب1 (Albayan.com, 2023).
Semua kata rabb tersebut keseluruhannya berbentuk kata
benda tidak ada yang berbentuk kata kerja kecuali dalam sebuah
َ
َ َ َ َ
َ ُّ َ
hadis yang berbunyi ( )ه ْل ّلك ّعل ْي ِه ِّم ْن ِّن ْع َم ٍة ّت ُرب ها ّ َعل ْي ِّهArtinya: Ia
bertanya, “Hendak kemana kah kamu? Apakah kamu memelihara
(memiliki) hutang budi kepadanya sehingga kamu mengunjunginya?”
(HR. Muslim: 2567). Adapun pada surat As-Syuara ayat 18
terdapat kata nurabbikum namun tidak menggunakan kata dasar
rabba tapi kata dasar raba atau rabiya yang berbentuk fi‟il mudhari‟
ّ ُ
dari kata dasar empat huruf yaitu rabba (ّ رب- ّرب
ِ )يyang dibuang
huruf akhirnya. Bunyi ayatnya:
َ ْ َ َ ً َ َ َ ِّ ُ ْ َ َ َ َ
ُ ْ تّف َين
َّع ُمر َكّسن ز
(ّي
ْ ِ ِ ِ اّمن
ِ ِ )قالّألمّن َربك ِّفيناّو ِليدإّول ِبث.
Artinya: Firaun menjawab: "Bukankah kami telah
memeliharamu (mengasuhmu) di antara (keluarga) kami, waktu kamu
masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu.
C. Konsep Tarbiyah Dalam Al-Qur’an
Dalam konteks Islam, tarbiyah memiliki makna yang lebih
luas karena tarbiyah selalu dalam kerangka konsep rabb (Tuhan)
sehingga melahirkan konsep tarbiyah yang komprehensif.
Tarbiyah mengacu pada proses pendidikan dan pembinaan yang
6
bertujuan untuk membentuk pribadi yang baik dan berakhlak
mulia sesuai dengan ajaran agama Islam. Tarbiyah juga mencakup
pengembangan spiritual, moral, intelektual, dan sosial individu
agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam dan berkontribusi
positif dalam masyarakat. Dalam konsep tarbiyah, pendidikan
tidak hanya terbatas pada aspek akademik, tetapi juga melibatkan
pembentukan karakter, kepribadian, dan sikap hidup yang Islami.
Proses tarbiyah melibatkan berbagai metode dan pendekatan,
termasuk pengajaran, pembinaan, teladan, dan pengalaman
praktis. Tujuan utama tarbiyah adalah untuk menciptakan
individu yang bertakwa kepada Allah, memiliki pengetahuan yang
baik, berakhlak mulia, dan mampu berkontribusi dalam
membangun masyarakat yang Islami.
Konsep tarbiyah dalam Al-Qur'an sesuai dengan tujuan
penciptaan manusia adalah untuk mengembangkan potensi
manusia agar mencapai kesempurnaan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Tujuan penciptaan manusia menurut Al-Qur'an
adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah
di bumi. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah
Adz-Dzariyat ayat 56, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." Ayat ini
menunjukkan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah SWT. Selain itu, Allah SWT juga
berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 30, "Dan (ingatlah), ketika
Allahmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Ayat ini menunjukkan
bahwa manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi, yaitu sebagai
pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjaga dan mengelola
bumi sesuai dengan kehendak Allah SWT.
7
Dalam konteks tarbiyah, Al-Qur'an juga memberikan
petunjuk-petunjuk yang harus diikuti oleh manusia untuk
mencapai tujuan penciptaan tersebut. Misalnya, Al-Qur'an
mengajarkan tentang pentingnya beribadah kepada Allah SWT,
menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan berusaha
untuk meningkatkan kualitas diri dalam segala aspek kehidupan.
Selain itu, Al-Qur'an juga mengajarkan tentang pentingnya
mengembangkan akhlak yang baik, seperti kejujuran, keadilan,
kasih sayang, dan kesabaran. Dengan mengembangkan akhlak
yang baik, manusia dapat menjadi teladan yang baik bagi orang
lain dan dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi
dengan baik. Al-Qur'an juga mengajarkan tentang pentingnya
mencari ilmu dan pengetahuan. Allah SWT berfirman dalam
Surah Al-Mujadilah ayat 11, "Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat." Ayat ini menunjukkan bahwa mencari ilmu
pengetahuan adalah salah satu cara untuk mencapai
kesempurnaan dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
Dengan demikian, konsep tarbiyah dalam Al-Qur'an
sesuai dengan tujuan penciptaan manusia adalah untuk
mengembangkan potensi manusia agar mencapai kesempurnaan
dan ketaqwaan kepada Allah SWT melalui beribadah,
menjalankan
perintah-Nya,
menjauhi
larangan-Nya,
mengembangkan akhlak yang baik, dan mencari ilmu
pengetahuan. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk ini, manusia
dapat mencapai tujuan penciptaan mereka dan menjadi khalifah
yang bertanggung jawab di bumi.
Jika dikaji lebih mendalam hakekat konsep tarbiyah dalam
Al-Qur‟an yang didasari oleh pendalaman tujuan penciptaan
mahkhluk oleh rabbnya, maka akan terbentang garis umum
8
konsep tarbiyah dalam dua kategori, yaitu tarbiyaturrabb kepada
makhluk langit yaitu malaikat, dan tarbiyaturrabb kepada makhluk
bumi, dengan rincian sebagai berikut:
1. Konsep Tarbiyah sebagai Refleksi Hubungan Makhluk dengan
Tuhan
Untuk mewujudkan tujuan utama tarbiyah yaitu tujuan
ubudiyah, Allah telah mengambil persaksian manusia pada zaman
azali berkaitan pengakuan mereka untuk menuhankan Allah
َ ْ َ َ َ ُ َ ْ ُ ِّ َ ُ ْ َ َ
seperti dalam ayat (وإّبَل ّش ِهدنا
)ألست ِّبربكم ّقال, artinya: "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi (Al-A‟raf: 172). Maka konsep tarbiyah sesuai
ayat ini menanamkan sejak dini kepada anak rasa beketuhanan
untuk menyembah Allah sampai akhir hidupnya dengan
pendidikan itu sepanjang hayat (long life education). Konsep ini yang
selalu dikembangkan dari generasi ke generasi, terlebih banyak
teks hadits nabi berkaitan dengan konsep tarbiyah ini.
Chapman menjelaskan bahwa istilah long life learning
digunakan dalam berbagai bidang yang luas dan memiliki ranah
luas, seperti ditrapkan dalam pendidikan keluarga. Penarapan
pendidikan sepanjang hayat dalam keluarga sebagai upaya anggota
keluarga menanamkan konsep penting pendidikan kepada
anggota kelurga yang lain sepanjang hidup. Dan model penerapan
pendidikan sepanjang hayat dalam keluarga meliputi: penanaman
tujuan hidup, respon terhadap keinginan, mengatasi masalah yang
dihadapi dengan logis, merencanakan kegiatan pendidikan dengan
matang, serta menjelaskan pentingnya pendidikan untuk
kehidupan ini (Yunus & Wedi, 2019).
Dalam Surat Al-Insyiqaq ayat 6 yang berbunyi:
َ َ ُ َ ْ
َ ُّ َ َ
ُ َ ً ْ َ َ ِّ َ َ
(ّيه
ِ الق
ِ )ياّأيهاّإإلنسان ِّؤنكّك ِادح ِّؤَلّربكّكدحاّفم
9
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan
sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.
Bahwa manusia telah berusaha dengan berbuat baik dalam
beribadah untuk mendapatkan keridaan Allah, maka tarbiyah
dimaknai sebagi usaha sadar dalam mencapai sebuah tujuan
sebenarnya, sehingga banyak para ahli mendefinisikan tarbiyah
sesuai konsep ayat ini, seperti Ibn Khaldun mengatakan bahwa
pendidikan sebagai upaya mengembangkan hakekat manusia
sebagai modal penting dalam membentuk keterampilan hidup
sesuai perkembangan masyarakat, sehingga dapat memahami
tugas dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari masyarakat.
Mazoor Ahmed mendefisikan pendidikan sebagai usaha
seseorang dan masyarakat mentransmisikan nilai, kebiasaan, dan
bentuk hidup ideal ke generasi berikutnya untuk melanjutkan
hidup dengan efektif dan sukses (Ahmed, 1990).
Dalam Nasarudin (2023) menyebutkan, bahwa pendidikan
dapat dikatakan sebagai proses yang berusaha menyiapkan
lingkungan aman untuk anak didik dalam beradaptasi dan
berinterkasi dengan masyarakat sekitarnya (Izzah, 2002).
Pendidikan merupakan usaha mengembangkan kualitas diri
manusia dalam segala aspeknya. Pendidikan sebagai aktivitas yang
disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan
barbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang
lainnya, sehingga membentuk satu sistem yang saling
mempengaruhi (Haidar, 2013). Pendidikan Islam adalah usaha
seorang muslim secara sadar membimbing pertumbuhan dan
perkembangan fitrah peserta didik berlandaskan ajaran Islam
kearah yang lebih maksimal (Arifin, 2003). Pendidikan Islam
merupakan sebuah sistem yang sengaja diselenggarakan dengan
10
semangat untuk mengaktualisasikan ajaran dan nilai Islam
(Muhaimin, 2012).
2. Konsep Tarbiyah sebagai Refleksi Hubungan Malaikat dengan
Tuhan
Menurut Al-Qur‟an, malaikat adalah makhluk yang
diciptakan oleh Allah dari cahaya yang tidak terlihat oleh manusia.
Malaikat memiliki sifat-sifat khusus seperti kepatuhan,
kecerdasan, dan kekuatan yang luar biasa. Malaikat tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan dosa atau maksiat, mereka selalu
taat kepada perintah Allah. Mereka juga tidak memiliki kehendak
bebas seperti manusia, sehingga mereka tidak dapat melakukan
pilihan atau membuat keputusan sendiri. Dalam Qur‟an, malaikat
sebagai makhluk Allah yang senantiasa beribadah dan bertasbih
kepada-Nya. Namun ketika dalam Surat Al-Baqarah ayat 30
terjadi dialog, bahwa “Dan (ingatlah), ketika Allahmu berfirman
kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di dalamnya orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Allah berfirman:
'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Ayat ini menjelaskan ketika Allah berbicara kepada para
malaikat tentang rencana-Nya untuk menjadikan seorang khalifah
di muka bumi. Para malaikat merasa heran dan bertanya mengapa
Allah akan menjadikan manusia sebagai khalifah, padahal manusia
cenderung membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Allah
memberikan penjelasan bahwa Dia mengetahui hal-hal yang tidak
diketahui oleh para malaikat. Allah memiliki rencana-Nya sendiri
dalam menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, meskipun
11
manusia memiliki potensi untuk melakukan kejahatan. Ayat ini
mengajarkan bahwa Allah memiliki hikmah dan pengetahuan
yang lebih luas daripada yang kita ketahui, dan kita harus
mempercayai rencana-Nya meskipun kita belum mampu
memahami sepenuhnya.
Dalam ayat tersebut, konsep tarbiyah (rabbuka)
mengguanakan kata ta‟lim (a‟lamu) untuk lebih menambahkah
ketaatan dan pengabdian para malaikat. Jika kita melihat dari
perspektif agama Islam, ada konsep tarbiyah yang dapat ditarik
dari komunikasi Allah dengan malaikat tersebut, yaitu pentingnya
komunikasi dengan Allah. Komunikasi antara Allah dengan
malaikat menunjukkan betapa pentingnya berkomunikasi dengan
Allah dalam kehidupan kita. Melalui doa, ibadah, dan membaca
Al-Quran, kita dapat memperkuat hubungan kita dengan Allah
dan mendapatkan petunjuk serta bimbingan-Nya.
Konsep komunikasi Allah dengan malaikat juga
mengajarkan kita tentang keberadaan malaikat sebagai makhluk
yang tidak terlihat namun hadir di sekitar kita. Ini dapat
meningkatkan kesadaran kita akan keberadaan Allah dan
kekuasaan-Nya yang meliputi segala sesuatu. Dan meskipun
konsep tarbiyah ini berasal dari Al-Qur‟an, nilai-nilai seperti
ketaatan, komunikasi, keteraturan, kesadaran, dan penghormatan
dapat diterapkan dalam konteks pendidikan yang lebih luas, tidak
hanya terbatas pada agama tertentu. Inilah deretan nilai-nilai
universal yang diajarkan melalui ayat-ayat Al-Qur‟an yang dapat
menjadi nilai-nilai pendidikan konvensional.
12
3. Konsep Tarbiyah sebagai Refleksi Hubungan Rasul dengan
Tuhan
Dalam surat Al-A‟raf terdapat tiga ayat yang berbunyi
ز
(ّ)رسولّمنّربّإلعالمي
artinya Rasul dari Tuhan semesta alam. Rasul
ْ
dalam Al-Qur'an adalah utusan Allah yang dipilih dan diutus-Nya
untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia. Mereka
memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar dalam
menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia agar
mereka dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Hakekat rasul
dalam Al-Qur'an adalah mereka adalah manusia yang dipilih oleh
Allah untuk menjadi perantara antara-Nya dengan umat manusia.
Mereka memiliki sifat-sifat khusus yang membuat mereka layak
untuk menjadi rasul, seperti kejujuran, kecerdasan, kesabaran, dan
ketekunan dalam berdakwah.
Secara umum Rasul diutus untuk umat manusia memiliki
urgensi yang sangat penting, yaitu: memberikan petunjuk hidup
yang benar, mengingatkan manusia tentang tujuan hidup,
menyampaikan pesan kasih sayang Allah, menyebarkan ajaran
agama, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan. Peranan
tersebut menjadi tugas utama Rasul yang mencakup bertugas
sebagai pembawa wahyu, bertugas sebagai pendidik, bertugas
sebagai teladan, dan bertugas sebagai pembawa perubahan.
Tugas tersebut menjadi tugas profetik yang diemban
langsung dari yang Mahakuasa kepada manusia-manusia pilihan
melalui proses pewahyuan baik langsung dan tidak langsung.
Pewahyuan langsung ini tentunya menjadi peristiwa fenomenal
dalam penerimaan wahyu profetik seperti yang dialami oleh Nabi
Musa pada peristiwa tursina dan Nabi Muhammad pada peristiwa
isra‟ mi‟raj. Dalam surat Taha ayat 50:
َّ َ ُّ َ َ َ
َ َ ُ ُ َْ َ ْ َ ُ َ َْ
(ّش ٍءّخلقهّثمّهدى
ِ )قالّربناّإل ِذيّأعَطّكل
13
Artinya: Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk.
Dalam ayat ini terkandung konsep tarbiyah bahwa ada
jalan hidup yang diterangi petunjuk dalam mencapai titik akhir
kebahagiaan. Dalam perspektif Muhaimin (2012) bahwa tarbiyah
sebagai upaya menanamkan ajaran Islam termasuk nilai-nilainya
agar menjadi pandangan sikap hidup (way of life) sesorang yang
mengarahkannya
dalam
menjalani
kehidupan
dan
mengembangkan potensi sesui dengan fitrahnya.
Konsep tarbiyah mengedepankan pendidikan agama
sebagai landasan utama, mengembangkan potensi individu,
mengajarkan nilai-nilai moral dan etika Islam, serta membentuk
masyarakat yang adil dan harmonis. Imam Al-Ghazali
menekankan pentingnya pendidikan agama sebagai landasan
utama dalam pendidikan. Menurutnya, pendidikan harus
mengajarkan nilai-nilai moral dan etika Islam serta
mengembangkan akhlak yang baik. Ibnu Khaldun menekankan
pentingnya pendidikan dalam membentuk kepribadian yang baik.
Menurutnya, pendidikan harus mengembangkan potensi individu
dan mengajarkan keterampilan praktis yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari. Dan Al-Farabi menekankan pentingnya
pendidikan dalam membentuk masyarakat yang adil dan
harmonis. Menurutnya, pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai
keadilan, kebijaksanaan, dan kebaikan kepada individu dan
masyarakat. Ibnu Sina menekankan pentingnya pendidikan dalam
mengembangkan potensi intelektual individu. Menurutnya,
pendidikan harus mengajarkan pengetahuan dan keterampilan
yang berguna dalam pengembangan diri dan masyarakat
14
4. Konsep Tarbiyah sebagai Refleksi Hubungan Rasul dengan
Ummatnya
Kehidupan ummat manusia akan terus berlangsung
sampai hari kiamat nanti, sedangkan para penyampai wahyu
berakhir setelah Nabi Muhammad saw meninggalkan dunia ini.
Selama manusia ada maka tarbiyah sangat dibutuhkan untuk
melahirkan generasi yang gemilang. Pantaslah saat itu Nabi
Ibrahim berdoa untuk memiliki pelanjut misi profetik
sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayt 129 yang
berbunyi:
ْ ُ ُ ُ ِّ َ ُ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ
ْ َْ َ َ َ
َ ّإلك َت
ُ َ ْ ث ّف
(ّ اب
ِ َ يهم ّرسوال ِّمنهم ّيتلو ّعلي ِهم ّآي ِاتك ّويعلمهم
ِ ربنا ّوإبع
ِ
ْ
ْ َ ْ َ
ِّ َ ُ َ َ َ ْ ْ َ
ّ ُ يه ْم ِّؤنكّأنتّإل َع ِز ُيزّإل َح ِك
يم
ِ )وإل ِحكمةّويزك
Aratinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul
dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan AlHikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa proses tarbiyah
teraktualisasi dalam pembelajaran dan penyucian jiwa dengan
nilai-nilai rabbani tidak bersifat sementara tapi harus berkelanjutan
dari tahapan satu ke tahapan yang lain. Hal ini penting untuk
diinternalisasikan oleh ummat manusia sehingga semua merasa
tanggung jawab dalam nenciptakan masa depan yang
berkelanjutan yang cerdas, yang bijaksana, dan yang bersih.
Konsep pendidikan berkelanjutan menjiwai setiap kurikulum di
era globalisasi saat ini, termasuk kurikulum merdeka yang sedang
diterapka di Indonesia.
Pendidikan berkelanjutan (continung education) berkaitan
dengan pengembangan pribadi dan profesional yang luas. Konsep
15
pendidikan berkelanjutan adalah pendekatan dalam pendidikan
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk hidup
berkelanjutan. Konsep pendidikan berkelanjutan juga melibatkan
pembelajaran sepanjang hayat, di mana pendidikan tidak hanya
terjadi di sekolah tetapi juga di luar sekolah. Ini termasuk
pembelajaran di tempat kerja, komunitas, dan melalui pengalaman
pribadi. Tujuan utama dari pendidikan berkelanjutan adalah untuk
menciptakan individu yang sadar akan isu-isu berkelanjutan dan
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
mengatasi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat saat ini dan di
masa depan.
Al-Qur‟an memberikan pedoman yang kuat untuk
pendidikan berkelanjutan yang mencakup pendidikan religius,
pendidikan seumur hidup, pendidikan karakter, pendidikan
ilmiah, dan pendidikan sosial. Konsep-konsep ini memberikan
landasan yang kokoh bagi umat Muslim dalam mengembangkan
diri mereka secara holistik dan berkelanjutan. Al-Qur‟an juga
mendorong umat Muslim untuk mencari pengetahuan dan
mempelajari ilmu pengetahuan. Al-Qur‟an mengajarkan bahwa
pengetahuan adalah anugerah dari Allah yang harus dimanfaatkan
dengan baik. Al-Qur‟an juga menekankan pentingnya pemahaman
dan penelitian yang mendalam dalam mencari kebenaran,
sebagaimana termaktub dalam surat Al-Alaq ayat 1-5.
Surah Al-Alaq ayat 1-5 adalah ayat-ayat pertama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat ini
mengandung konsep tarbiyah yang penting dalam Islam. Perintah
membaca menjadi perintah pertama dalam agama Islam, dan
diulang sampai dua kali yang menandakan membaca adalah kunci
utama dalam ber-Islam, karena membaca adalah awal dari proses
16
belajar dan mendapatkan pengetahuan. Ayat kedua dan ketiga
menunjukkan bahwa rabb adalah sumber pengetahuan dan
pendidikan. Manusia diberikan pengetahuan melalui wahyu-Nya
dan melalui kalam-Nya (Al-Quran). Ayat ini menunjukkan bahwa
Allah SWT adalah pendidik yang mengajarkan manusia hal-hal
yang tidak diketahuinya sebelumnya. Pendidikan adalah proses
untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang baru. Ayat
ini juga menekankan pentingnya menulis dan mencatat
pengetahuan. Menulis adalah cara untuk menyimpan dan
menyebarkan pengetahuan (Munir, 2007).
5. Konsep Tarbiyah sebagai Refleksi Hubungan Keluarga
Hubunga keluarga yang paling kuat adalah hubungan
orangtua dan anak, yang tetuang dalam surat Al-Isra‟ ayat 24
dengan mendoakan orang tua dengan semoga Allah menyayangi
kedua orangtuanya karena telah berjasa mendidik anaknya.
Konsep tarbiyah dari pendidikan orang tua kepada anaknya
mencakup banyak prinsip dianataranya, yaitu:
a. Ketauhidan. Al-Qur'an mengajarkan pentingnya mengajarkan
anak-anak tentang keesaan Allah dan mengenal-Nya sebagai
satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Pendidikan anak
harus dimulai dengan memperkenalkan konsep tauhid kepada
mereka.
b. Akhlak
Mulia.
Al-Qur'an
menekankan
pentingnya
mengajarkan anak-anak untuk memiliki akhlak yang mulia.
Anak-anak harus diajarkan nilai-nilai seperti kejujuran,
kesabaran, keadilan, dan kasih sayang.
c. Pengetahuan. Al-Qur'an mendorong umat Muslim untuk
mencari ilmu pengetahuan. Pendidikan anak harus mencakup
pengajaran ilmu pengetahuan dunia dan agama. Anak-anak
17
d.
e.
f.
g.
h.
i.
harus diajarkan untuk menjadi orang yang berpengetahuan dan
berakhlak.
Keadilan dan Kesetaraan. Al-Qur'an menekankan pentingnya
keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan. Anak-anak harus
diajarkan untuk memperlakukan semua orang dengan adil dan
setara, tanpa memandang suku, ras, atau status sosial.
Tanggung Jawab. Al-Qur'an mengajarkan pentingnya
mengajarkan anak-anak untuk bertanggung jawab atas
tindakan dan keputusan mereka. Anak-anak harus diajarkan
untuk menghargai tanggung jawab mereka terhadap diri
sendiri, keluarga, masyarakat, dan Allah.
Kasih Sayang dan Pengasuhan. Al-Qur'an menekankan
pentingnya memberikan kasih sayang dan perhatian kepada
anak-anak. Orang tua dan pendidik harus memberikan
pengasuhan yang penuh kasih sayang dan perhatian kepada
anak-anak, serta mendidik mereka dengan penuh cinta.
Kemandirian. Al-Qur'an mendorong anak-anak untuk menjadi
mandiri dan bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
Pendidikan anak harus mencakup pengajaran kemandirian,
termasuk mengajarkan mereka keterampilan hidup sehari-hari
dan kemampuan mengambil keputusan yang baik.
Keseimbangan. Al-Qur'an mengajarkan pentingnya menjaga
keseimbangan dalam hidup. Pendidikan anak harus mencakup
pengajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara
ibadah, studi, pekerjaan, dan waktu bersosialisasi.
Kesabaran dan Ketekunan. Al-Qur'an mengajarkan pentingnya
kesabaran dan ketekunan dalam mencapai tujuan. Anak-anak
harus diajarkan untuk bersabar dan tekun dalam belajar,
menghadapi tantangan, dan mencapai tujuan hidup mereka.
18
j. Doa dan Tawakal. Al-Qur'an mengajarkan pentingnya berdoa
dan tawakal kepada Allah dalam segala hal. Anak-anak harus
diajarkan untuk berdoa dan bergantung pada Allah dalam
setiap aspek kehidupan mereka.
Konsep pendidikan anak menurut Al-Qur'an ini
menekankan pentingnya mengajarkan anak-anak untuk menjadi
individu yang beriman, berakhlak mulia, berpengetahuan,
bertanggung jawab, dan berkepribadian baik, atau sering disebut
dengan pendidikan karakter Rabbaniy yaitu pendidikan yang
menekankan fungsionalisasi sifat-sifat ketuhanan dalam
pendidikan (Nasarudin et al., 2018). Allah berfirman dalam surat
Ali Imran ayat 79, sbb:
ُ ُ
ُّ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ
ً
َ إلن ُبو َة ُّثم َّي ُق
ّإَّل
ّ ِ ِ وإّع َباد
ول ِّللن
شّأن ّيؤ ِتيه ّإّٰلل ّإل ِكتاب ّوإلحكم ّو
ِ اس ّكون
ٍ ماّكان ِّلب
ِ
َ ُ ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ ِّ َ ُ ْ ُ ْ ُ َ ََّ َ َ ْ ُ ُ َ ِّ ز
ُ ْ
ّ ّإّٰللّول ِكنّكونوإّرب ِاني ْي ِّبماّكنتمّتعلمونّإل ِكتابّو ِبماّكنتمّتدرس
ون
ِ ون
ِ ِمنّد
Artinya: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada
manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Dalam ayat tersebut terdapat kata rabbani atau tarbiyah,
ta‟lim atau pembelajaran, dan darsun atau belajar/mengkaji. Ketiga
kata ini menjadi satu kesatuan utuh dalam membentuk karakter
rabbani anak. Pendidikan karakter Rabbani adalah konsep
pendidikan yang berfokus pada pengembangan karakter yang
terpuji yang berlandaskan ajaran agama Islam. Konsep ini
mengacu pada pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moral,
etika, dan akhlak yang baik sesuai dengan ajaran Islam (Ahmad,
1972). Pendidikan karakter Rabbani bertujuan untuk membentuk
individu yang memiliki kepribadian yang kuat, berakhlak mulia,
19
dan berperilaku yang baik. Konsep ini mengajarkan nilai-nilai
seperti kejujuran, keadilan, kesabaran, kerja keras, rasa empati,
dan tanggung jawab. Pendidikan karakter Rabbani juga
mengajarkan pentingnya beribadah kepada Allah SWT dan
menjalankan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari
(Azra, 1999). Selain itu, konsep ini juga mengajarkan pentingnya
menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia,
lingkungan, dan alam semesta (Amrah, 2018).
6. Konsep Tarbiyah sebagai Refleksi Hubungan Sesama Makhluk
Manusia adalah makhluk Allah dengan sebaik-baik
penciptaan namun paling cepat berkeluh kesah dalam menjalani
kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Sebagai makhluk terbaik,
manusia ditugaskan menjadi khalifah di muka bumi ini untuk
mengatur manusia dan ligkungannya. Dalam surat Al-An‟am ayat
165 Allah berfirman.
َّ ُ
َ ََُْ َ
َُْ َ ُْ ز
َ ََ
َ ّخالئ
ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ ِف ّإأل ْر
ّّف َّما
َوه َوّإل ِذيّجعلكم
ٍ ض ّدرج
ِ
ِ ِ ات ِّليبلوُم
ٍ ّورفَ ّبعَكم ّفوَ ّبع
ِ
ُ ََ ُ
َ ْ ُ َ َ َ
ُْ َ
ّاب َّو ِإنهّلغفور َّر ِحيم
ِ َّسي َّإل ِعق
ِ آتاُم ِّؤنّربك
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa
di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari ayat tersebut dapat dipahami dalam menjalani
fungsinya sebagai khalifah, manusia dijadikan bermasyarakat
dengan berbagai lapisan baik pada aspek social, pendidikan,
politik, dll. Nanti secara bersama-sama menjalankan peran
kekhalifahannya dalam berbagai posisi. Peran kekhalifahan ini
akan
teraktualisasikan
dengan
efektif
jika
manusia
mempertahankan konsep tarbiyah dengan berbagai keahlian.
20
Maka konsep pendidikan dalam konsep manusia sebagai khalifah
bertujuan untuk membentuk individu yang bertanggung jawab,
peduli terhadap alam dan lingkungan, adil, dan terus belajar.
Pendidikan dalam konsep ini diharapkan dapat menciptakan
manusia yang mampu menjalankan peran sebagai khalifah dengan
baik dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan alam
semesta.
Selain itu, pendidikan dalam konsep ini juga mengajarkan
pentingnya keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Individu diajarkan untuk menghormati hak-hak orang lain,
menghargai perbedaan, dan berkontribusi dalam membangun
masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam konsep ini, pendidikan
juga tidak hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah,
tetapi juga meliputi pendidikan informal di lingkungan sekitar dan
pendidikan non-formal melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat,
maka jadilah tarbiyah berbasis masyarakat dan ummat.
Sedangkan konsep pendidikan berbasis masyarakat
(community-based education) adalah pendekatan pendidikan yang
melibatkan peran aktif masyarakat dari masyarakat oleh
masyarakat untuk masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
Konsep ini mengakui bahwa pendidikan tidak hanya terjadi dalam
suasana formal, tetapi juga melibatkan komunitas dan lingkungan
sekitar. Dalam pendidikan berbasis masyarakat, masyarakat
dianggap sebagai sumber pengetahuan dan pengalaman yang
berharga. Masyarakat memiliki keahlian dan kekayaan budaya
yang dapat diintegrasikan ke pengembangan pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat juga mendorong partisipasi aktif
masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pendidikan.
Masyarakat diajak untuk terlibat dalam pengembangan kurikulum
dan implementasinya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa
21
pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan
harapan masyarakat (LAL, 2010).
Konsep pendidikan berbasis berbasis masyarakat dalam
Al-Qur'an berbeda dengan pendapat John Dewey, Can Cleve
Morris dan Ivan Illich yang menganggap bahwa pendidikan
berbasis masyarakat bersumber dari manusia dan alam semata
dengan tujuan humanis matrialistik. Berbeda dengan Dean
Nielsen yang menganggap bahwa pendidikan berbasis masyarakat
hanya dilakukan oleh masyarakat, karena memiliki beberapa
dimensi, yaitu: dimensi spritual, dimensi relegius humanistik dan
dimensi psikologis. Dimensi spritual pada pendidikan berbasis
masyarakat bahwa dalam pembinaan pendidikan melibatkan Allah
dengannya, baik dalam proses maupun mengikuti regulasi dalam
pelaksanaannya. Kemudian dimensi religious humanistik, dimensi
ini memberdayakan kekuatan masyarakat berbasis ajaran agama
seperti tujuan dakwah, dan pemamfaatan dana ummat. Berikutnya
dimensi psikologi, dengan mengoptimalkan fitrah manusia
berdasarkan fase perkembangan saat itu (Anwar et al., 2015).
Referensi
Ahmad, A. H. bin F. I. Z. (1972). Mu‟jam al-Maqayis al-Lughah.
Musthafa al-Babi al-Halabiy wa Syarikah.
Ahmed, M. (1990). Islamic Education. Qazi Publishers.
Al-Ajamiy, M. A. S. (2006). Attarbiyah Al-Islamiyah: Al-Usul wat
Tatbiqat. Darun Nasyir Addauliy.
Albayan.com. (2023). Mu‟jam Al-Bayan. Albayan.Com.
Almaaniy.com. (2023). Mu‟jam Almaaniy. Almaaniy.Com.
Amrah, S. (2018). KARAKTER RABBANI SEBAGAI
MEDIUM
PEMBENTUKAN
KECERDASAN
SPIRITUAL DALAM PROSES PEMBELAJARAN. El-
22
Tarbawi, 11(1).
Annahlawi, A. R. (1983). Usulut Tarbiyail Islamiyati wa Asalibuha.
Darul Fikri Al Arabi.
Anwar, H., Sarnoto, A. Z., & Habiburrahmanuddin, N. (2015).
Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam Al-Qur‟an.
Jurnal.Staialhidayahbogor.Ac.Id.
Arifin, M. (2003). Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara.
Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (2nd ed.). Logos wacana Ilmu.
Haidar. (2013). Pendidikan Islam dalam lintas sejarah. Kanana.
ز
:إليبية. hakini.net
Izzah, I. (2002). ّماذإّيعنّمفهومّتربية
ِ
Kemenag. (2023). Aplikasi Qur‟an Kemenag.
LAL, A. (2010). Transformasi Pendidikan Islam. Gaung Persada.
Muhaimin. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Rajagrapindo
Persada.
Munir, A. (2007). Tafsir Tarbawi. STAIN Ponorogo Press.
Nasarudin. (2023). Urgensi Pendidikan Islam Dalam Perguruan
Tinggi. In Urgensi Pendidikan Islam Dalam Perguruan Tinggi.
Gita Lentera.
Nasarudin, Muhirdan, Wahab, A., & Husnan. (2018). Pendidikan
Karakter Dalam Hadis Nabawi Perspektif Semantik &
Pragmatik. Deepublish.
Yunus, M., & Wedi, A. (2019). KONSEP DAN PENERAPAN
PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM
KELUARGA. JINOTEP (Jurnal Inovasi Dan Teknologi
Pembelajaran) Kajian Dan Riset Dalam Teknologi Pembelajaran,
5(1),
31–37.
https://doi.org/10.17977/um031v5i12018p031
23
BAB 2
KONSEP TA’LIM DALAM AL QUR’AN
Oleh: Amri, S.Th.I, M.Pd.I
Abstrak
Belajar merupakan salah satu kegiatan yang terus di
kembangkan untuk meningkatkan sumber daya manusia melalui
pendidikan, sehingga bisa menjadikan setiap manusia untuk
memahami dan mengetahui berbabagi aspek dan pengetahuan
untuk membimbing manusia itu sendiri dalam kehidupanya.
Adapun penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai konsepsikonsepsi tentang pendidikan dalam islam ini ternyata memiliki
keunikan makna yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan hadist,
karena menunjukkan kekayaan makna lafadz-lafadz dalam ayatayatnya maupun setiap kalimatnya. Konsep atau teori pendidikan
mengalami sebuah perdebatan hangat bagi para pakar atau
ilmuwan. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan
dan menganalisis komparasi konsep Ta‟lim dalam Al Qur‟an.
Dalam tulisan ini juga, penulis akan membahas Ayat-ayat AlQur‟an yang berkaitan dengan pengetahuan (pengajaran ) sebagai
bahan rujukan dan landasan konsep Ta‟lim dalam Al-Qur‟an.
A. Pendahuluan
Agama Islam merupakan agama yang sempurna, agama
yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini diajarkan melalui
mukjizat yang berupa teks Al-Qur‟an yang merupakn rujukan dan
pedoman bagi ummat-Nya dalam seluruh aspek kehidupan
termasuk pendidikan. Sebenarnya agama islam sangat
mengutamakan proses pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari
lima ayat yang pertama kali di turunkan kepada Nabi Muhammad
24
SAW dalam surat Al-Alaq. Banyak juga hadits yang menjelaskan
tentang pentingnya pendidikan bagi manusia.
Al-Qur‟an merupakan bacaan yang sempurna dan mulia
karena sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang
lalu tidak ada satu bacaan maupun surat bahkan satu huruf pun
yang memiliki kandungan seperti Al-Qur‟an yang diciptakan oleh
manusia untuk dapat menandingi Al-Qur‟an. Tiada bacaan
melebihi Al-Qur‟an dalam perhatian, pengetahuan dan ilmu
maupun sejarahnya secara umum, tetapi juga ayat demi ayat baik
segi waktu dan saat turunnya, maupun sampai kepada sebabsebab turunnya itu dijadikan pengetahuan dan hukum. (Ridwan,
2018)
Kehadiran Al-Qur‟an memberikan pengaruh yang luar
biasa bagi lahirnya berbagai konsep yang diperlukan manusia
dalam berbagai bidang kehidupan. Al-Qur‟an bagaikan sumber
mata air yang tidak pernah kering ketika manusia mengambil dan
mengkaji hikmah isi kandunganya. Sudah tentu tergantung
kemampuan dan daya nalar setiap orang dan kapanpun masanya
akan selalu hadir secara fungsional memecahkan problem
kemanusian. (Widiani, 2018).
Kajian terhadap berbagai aspek Ta‟lim yang berdasarkan
Perspektif Al-Qur‟an lebih lanjut banyak dilakukan oleh para
ulama modern. Dengan bersandar pada ayat-ayat Al-Quran
mengkaji bagian-bagian penting dalam Ta‟lim, seperti visi misi
Ta‟lim dalam perspektif Al-Qur‟an, tujuan Ta‟lim dalam AlQur‟an dan lainya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur‟an
Sebagai berikut:
ًٍََِْٛ غ ِه
َ ََََٔ َّض ْنَُب
ْ ًُ َٔثُش ْٰشَٖ ِن ْه
َ كَ َا ْن ِك ٰحْٛ َعه
َّ ًًَٖٔ َسحْ ًَة
َّ َٔ ُْذ
َّ ٍءَْٙ َبًَبَ ِنّ ُك ِ ّمَشٛتَ ِج ْج
25
Artinya : “ Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (AlQur‟an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl:89)
Hal ini secara tidak langsung menerangkan bahwa basis
segala ilmu adalah Al-Qur‟an. Sebab nilai esensi didalamnyua akan
selalu abadi dan relevan pada setiap waktu tanpa ada perubahan
apapun. Untuk itu kali ini penulis tertarik ingin membahas
tentang “Konsep Ta‟lim dalam Al-Qur‟an” untuk menambah
wawasan penulis sendiri dan berbagi pengetahuan kepada
pembaca.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library
research), dengan mengkaji beberapa sumber yang mendukung dan
relevan terhadap penelitian. Adapun metode analisis data yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
dimana data yang diperoleh berupa deskripsi kata-kata yang
tertuang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa hadits sebagai
penguat dan mengkaji mengenai judul yang telah penulis
tetapkan.
C. Hasil Dan Pembahasan
1. Defenisi At-Ta‟lim
Kata Ta‟lim ini termasuk kata yang juga popular
sebagaimana kata tarbiyah. Banyak kegiatan pendidikan yang
menggunakan kata Ta‟lim. Di Indonesia misalnya, kita jumpai kata
Ta‟lim seperti majelis ta‟lim yang mengacu kepada tempat untuk
melakukan melakukan aktifitas pengajaran. Di kalangan para ahli
pendidikan dizaman klasik, pemakaian kata Ta‟lim banyak
dijumpai pada saat mebicarakan guru dan murid. Seorang guru
26
mereka sebut Al-Mu‟allim, sedangkan seorang murid mereka
sebut Al –Muta‟allim.
Ta‟lim secara sederhana didefenisikan sebagai proses
Transfer of Knowlegde (Transfer Ilmu Pengetahuan) yang mencakup
domain kognisi peserta didik. kata Ta‟lim berasal dari kata „allama,
artinya mengetahui. Kata „Allama bermakna menjadikan orang
lain yang asalnya tidak tahu menjadi mengetahui. (Mandzur, 1990)
Sama halnya dari penjelasan diatas, mengutip dari kamus
Indonesia Arab (Mahmud Yunus, 2010: 277) kata Ta‟lim secara
bahasa dipetik dari kata dasar „allama-yu‟allimu-ta‟liman. secara rinci
mempunyai makna sebagai berikut: mengerti, mengetahui sesuatu
atau memberi tanda. Dalam bahasa Indonesia pula istilah ta‟lim
adalah Pengajaran. Dari dua pengertian diatas, makna ta‟lim
mempunyai pengertian: “usaha untuk menjadikan seorang
mengenal tanda–tanda yang membedekan sesuatu dengan lainnya,
dan mempunyai pengetahuan serta pemahaman yang benar
tentang sesuatu.”
Sebagaimana ditunjukkan dalam Q.S al-Baqarah :31,
ْ عهَّ َىَ َءا َد َو
َ ع ًَب ٓ َءَ ُكهََّٓبَث ُ َّىَع ََش
َع ًَب ِٓء
َ َض ُٓ ْى
َ َٔ
ْ َ عهََٗٱ ْن ًَ ٰهَٓئِ َك ِةَفَقَبلََأ َ َۢجِـََُِٕٔٗثِؤ
ْ َ َٱْل
ََ ِٛص ِذق
ٍ
َ ٰ َٰ َْٓؤ ََُل ِٓءَ ِإٌَكُُح ُ ْى
Artinya: Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat,
seraya berfirman, “sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu
benar!” (Q.S al-Baqarah :31).
Menunur Qurais Shihab dalam Tafsir Al Misbah
menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut adalah pengajaran yang
diberikan oleh Allah kepada manusia dengan segala potensinya
untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik bendabenda. Setelah itu disebutkan benda-benda tersebut sesuai yang
ditanyakan. Beliau menambahkan, dalam surat selanjutnya kata
“al-„alim” yang berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. (Quraish Shihab : 2002)
Selanjutnya dalam Q.S. Yunus : 5
27
ََع َذد
َ ََأَقَذ ََّسََِٗ َيَُ ِبصلََ ِنح َ ْعهَ ًُ ْٕا
َّ َٔا ْنقَ ًَ َشََُ ْٕ ًس
َّ َ ۤب ًءَٛض
ِ ظ
َ ًَّْ َِ٘ َجعَمََانش
ْ ْ ََُٕانَّز
ٰ
ٰ ْ صم
َۗ
ْ
ْ
َۗ
َ
َ
َ
َّ
َك
ٌََْٕ ًُ ََّ ْعهَٚثَِ ِنقَ ْٕ ٍوٰٚ َُاَل
ف
ٚ
َ
ح
ن
ب
ث
َ
َِل
ا
َ
ن
َر
ََّٰللا
ق
ه
خ
َب
ي
َ
بة
غ
ح
ن
ا
َٔ
ّ ِ ُ ِ ِّ َق
ِ ُه
ّ ِ ان
َ َ َ ِ َ ٍَْٛ ُِ غ
Artinya: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat
orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan
(waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan
benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui. ( Q.S. Yunus : 5)
Dalam ayat ini, Allah telah mengajari manusia melalui
ciptaan-Nya berupa peredaran matahari dan bulan agar
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu dan Allah
menjelaskan suatu perkara kepada orang-orang yang terus –
menerus berupaya ingin mengetahui. Sebab, manusia itu
dikaruniai akal pikiran dan selalu memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi. Jadi kata “lita‟allamu” seakar dengan kata “ya‟lamuun” dari
fiil(kata kerja) “allama-ya‟lamu” dengan wazan “fa‟ala-yyafalu”, disini
bermakna “mengetahui”.
Dalam Kitab Al-Qur‟an kata Ta‟lim disebut 42 kali untuk
makna yang pada umumnya berarti mengajarkan. Diantaranya
yaitu dalam (Q.S. Almaidah : 110, Q.S. Almaidah : 4, Q.S. Al
Baqarah : 32, Q.S. Yusuf : 101, Q.S. An-Nisa‟ : 13, Q.S.Al
Baqarah : 239, Q.S.Thaha : 71, Q.S. Yusuf : 68, Q.S.Al Baqarah :
281, Q.S.Ar-Rahman : 4, Q.S. Ali Imran : 16, Q.S. Al Hujurat :
16, Q.S. Yusuf : 21, Q.S.Al Baqarah : 151). (Abudin Nata: 2005).
2. Konsep Ta‟lim dalam Al Qur‟an
Sebagai mana penulis jelaskan diatas, bahwa konsep Ta‟lim
dalam Al Qur‟an itu sendiri sangat luas, diantaranya digambarkan
dalam Al-Qur‟an:
Konsep Ta‟lim untuk mengajarkan kitab Al Qur‟an
َ ََّذج ُّكََٚٔ ِن َذجِكَ َ ِإ ْرَأ
َ َٔ
َ ََِٗ َىَٱ ْرك ُْشََِ ْع ًَحٚغَٗٱ ْثٍَ َ َي ْش
َ َٛ ِعٰٚ َََُٱَّلل
َّ ِإ ْرَقَبل
َ ٰ ٰٗ َعه
َ َكْٛ َعه
ٰ
َََٔٱ ْن ِح ْك ًَة
ْ
ْ
ْ
َّ
ّ
ُ
َّ
َ ََۖٔإِر
َ َ عه ًْح ُكَ َٱن ِكح
ِ ثِ ُشٔحَٱ ْنقذ
َ ت
َ ََِٔ َكٓ ًًْل
َ بطَفَِٗٱن ًَ ْٓذ
َ ُُطَج ُ َك ِه ُىَٱن
28
ََٓبِٛ ِْشَثِ ِئ ْرََِٗفَحَُفُ ُخَفْٛـَٔ ِةَٱن َّطَٛٓ ٍَ َكٛ
ِ َۖٔإِ ْرََج َ ْخهُق
َ َ َمَٛج
َ ََٔٱنح َّ ْٕ َس ٰىة
ِ ْ َٔ
ِ َُيٍَ َٱن ِ ّط
ِ ٱْل
ْ
ْ
َ
َ
ْ
ْ ا
َٰٗ َ َۖٔإِرَج ُْخ ِشجَُٱ ْن ًَ ْٕج
َ َٔ ْٱْلث َْش
ُ َۖٔجُج ِْش
َ ََِٗصَ ِث ِئر
َ ًََّ َٱْل ْك
َ ََِٗ ۢ ًْشاَ ِث ِئرٛفَحَكٌَُُٕ َط
ٰ
۟ ٍَ َ َكفَ ُشَُِّٚثَِفَقَبلََٱنَّ ِزَََٛجئْح َ ُٓىَثِٲ ْنج
َٔا
ْ َِۖٔإِ ْرَ َكفَ ْفثُ َثَُِ َٓٗإ
َ ََِٗثِ ِئ ْر
ِ مََعَُكَ َإِ ْرٚع ٰ َٓش ِء
ٰ
َ
ٌَ ِِٛي ُْ ُٓ ْىَإِ ٌَْ َْزآَإِ ََّلَعِحْ ٌشَ ُّيج
ٍ
Artinya: (Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa
Putra Maryam, Ingatlah nikmatku kepadamu dan kepada ibumu
diwaktu aku menguatkan kamu dengan ruhul kudus. Kamu dapat
berbicara dengan manusia diwaktu masih dalam buaian dan
sesudah dewasa, dan (ingatlah) diwaktu aku mengajar kamu
menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan ingatlah pula diwaktu
kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung
dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk
itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan
(ingatlah) diwaktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak
dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan
seizin-Ku, dan (ingatlah) diwaktu kamu mengeluarkan orang mati
dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah)
diwaktu aku menghalai Bani Israil (dari keinginan mereka
membunuh kamu) dikala kamu mengemukakan kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara
mereka berkata: “ ini tidak lain melainkan sihir yang nyata”. (Q.S.
Al-Ma‟idah : 110)
a) Konsep Ta‟lim untuk pengetahuan tentang makanan yang
halal dan baik
َ ٍَْٛ ِحَ ُي َك ِهّج
َ ََٔ َيب
ْ َٚ
َ ُِّ ٰج ُۙثٛغـَٔهُ ََْٕكَ َ َيبرَآَا ُ ِحمََّنَ ُٓ َۗ ْىَقُمَْا ُ ِحمََّنَ ُك ُىَان َّط
ّ ِ عهَّ ًْح ُ ْى
ِ َيٍَ َا ْنج ََٕ ِاس
ْ
َ
َ َِّ َۖٔاَج َّقُٕاْٛ َعه
َ ََِّٰللا
َ َ ٍَْغك
َ ََي ًَّب
ْ َٔارك ُُشٔاَا
ِ ْٕ َُّٰللاَُف ُكه
ِ ٍَُّٓ ََْٕ ًُ ّجُعَ ِه
َ اَي ًَّآَا َ ْي
َ ُك ْىْٛ َعه
ع َى ه
عهَّ ًَ ُك ُى ه
ْ
َِ غب
ة
َ ُعَان ِحْٚ ع ِش
َ َََّٰللا
ّٰللاَََۗاٌَِّ ه
ه
Artinya: mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “
Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” katakanlah, “yang
dihalalkan bagimu adalah makanan yang baik-baik dan (buruan
29
yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah diajarkan
Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya
untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan
bertawakkal lah kepada Allah, sungguh Allah sangat cepat
Perhitugan-Nya.” (Q.S. Al-Ma‟idah : 4)
b) Konsep Ta‟lim untuk menunjukkan pada suatu dzikir yang
pernah diajarkan Allah SWT.
ً َخ ْفح ُ ْىَفَ ِشج
ٌََْٕ ًُ َعهَّ ًَ ُك ْىَ َّيبَنَ ْىَجَك َُُْٕ ْٕاَجَ َ ْعه
َ َٔاَّٰللاََ َك ًَب
َس ْكجَبًَبََۚفَ ِبرَآَا َ ِي ُْح ُ ْىَفَب ْرك ُُش
ِ ٌِْ فََب
ُ ْٔ َ َبَلَا
ه
Artinya : “ Jika kamu takut (ada bahaya), Shalatlah sambil
berjalan kaki atau berkendara. Kemudian apabila telah aman,
maka ingatlah Allah (Shalatlah), sebagaimana dia telah
mengajarkan kepadamu apa yang kamu tidak ketahui.(Q.S. AlBaqarah : 239)
c) Konsep Ta‟lim Untuk menggambarkan pemberian
Pengetahuan yang dimiliki oleh tukang sihir.
ََ ُك ْىٚ ِذْٚ َ غِحْ ۚ َشَفَ ًَلُقَ ِ ّطعٍََّ َا
َ َِ٘
ّ عهَّ ًَ ُك ُىَان
ْ ُْش ُك ُىَانَّزِٛقَبل ََٰا َي ُْح ُ ْىَنَََّٗقَ ْجمََا َ ٌْ َٰارٌََ َنَ ُك َۗ ْىَاََََِّّٗنَ َكج
ٗبَٔا َ ْث َٰق
َ َُّشذ
َ َ َُُّب َٓاََٚٔنَح َ ْعهَ ًٍَُّ َا
َ َُٔ ََل
ِ ٍْ َٔا َ ْس ُجهَ ُك ْىَ ِ ّي
َّ ًعزَاث
َ عَانَُّ ْخ ۖ ِم
َّ ٍَخ ًَلف
ِ ْٔ َُ ُجزْٙ ِص ِهّجََُّ ُك ْىَف
Artinya: Dia (Fir‟aun) berkata, “ Apakah kamu telah
beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu?
Sesungguhnya dia itu pemimpinmu yang mengajarkan sihir
kepadamu. Maka Sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu
secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal
pohon kurma dan sungguh, kamu pasti akan mengetahui siapa
diantara kita akan lebih pedih dan lebih kekal siksaan-Nya. (Q.S.
Taha : 71)
30
d) Konsep
Ta‟lim
untuk
menggambarkan
pemberian
pengetahuan kepada umat manusia
۟ َُٔنَ ًَّبَ َد َخه
ُ َٛي ٍَْ َح
ًََيٍَش َْٗءٍ َ ِإ ََّلَحَبجَة
َ َُِٗ ُ ْغَٚ ٌَْثَأ َ َي َش ُْ ْىَأَثُُْٕىَ َّيبَكَب
ِ َِٱَّلل
ِ ٕا
َّ ٍَع ُْ ُٓىَ ِ ّي
ٰ
ٰ
ًٌََُٕ ََ ْعهَٚبط َََل
َ ََۚٔإََُِّّۥَنَزَُٔ ِع ْه ٍىَ ِنّ ًَب
ِ ََُّٔنَ ِكٍَّ َأ َ ْكث َ َشَٱن
َ َُ ْعقَٚفَََِٗ ْف ِظ
َ ًَُُّْ َّعه
َ َٕةَقَض َٰىَٓب
Artinya : “Dan tatkala mereka masuk menurut yang
diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu)
tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan
tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya‟kub yang telah
ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan,
karena kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Q.S. Yusuf : 68)
e) Konsep Ta‟lim untuk menyatakan pengajaran yang diberikan
oleh Allah kepada yang dikehendakinya
ٌََْٕ ًُ َُ ْلهََٚٔ ُْ ْى َََل
َ َّٰٗللاَََِۗث ُ َّىَج َُٕفهَٗ ُكمَََُّ ْف ٍظَ َّيب َك
َ ْغجَث
َِّاِنَ هْٛ َِ ْٕ ًيبَج ُْش َجعُ ٌَْٕ َفََٚٔاجَّقُ ْٕا
Artinya: Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap diberi balasan yang
sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukanya. Dan mereka
tidak didzalimi (dirugikan). (Q.S. Al-Baqarah : 280)
f) Konsep Ta‟lim untuk menyatakan bahwa Allah mengajarkan
Al Qur‟an
ٌََعهَّ َىَٱ ْنقُ ْش َءا
َ
Artinya: “ yang telah mengajarkan Al-Qur‟an ( Q.S. ArRahman : 2 )
g) Konsep Ta‟lim untuk menyatakan bahwa Allah mengajarkan
keterangan ( Al-Bayan) kepada umat manusia
ََ َبَٛعهَّ ًََُّٱ ْنج
ٌ
َ
Artinya: “ Mengajarnya Berbicara. (Q.S. Ar-Rahman : 4)
31
h) Konsep Ta‟lim untuk menyatakan bahwa tentang Agama yang
diajarkan oleh Allah
ۡ َِٔ َيبَ ِف
َّٰللاَُ ِث ُك ِ ّم
َ َض
َّ َ ۡعهَ ُىَ َيبَ ِفَٗانَُّٰٚللا
ِ َٗاَلَ ۡس
َ غًٰ ٰٕت
َٗ َٔ ه
ـ ُِكُىۡ َََٗ َٔ هِٚۡ َّٰللاََ ِثذ
قُ ۡمَاَجُعَ ِهّ ًُ ٌَٕۡ ه
ٌَىٛۡ ع ِه
َ َ ٍش َۡٗء
Artinya: Katakanlah (kepada mereka), “Apakah kamu
akan memberitahu kepada Allah tentang Agamamu
(keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”. (Q.S. Hujarat : 16).
i) Konsep Ta‟lim untuk menyatakan tentang pengajaran berupa
takwil mimpi
ۡ
ٓ ٰ ص َش ََِل ۡي َشاَجَِّٗ َۤٗا َ ۡك ِش ِي َۡٗ َي ۡث ٰٕىَُّع
ۡ َي ٍَۡ ِ ّي
ََََِّٗ ۡـُفَعََُ ۤبَا َ َََۡٔـح َّ ِخزٌَٚۡ َ َغَٗا
َٔقَبلََانَّز
ِ َُِّٖاشح َ ٰشى
ٰ
ۡ
ۡ
ۡ
َ َُّٰللا
َت
ِ ِٚۡ ِمَاَلَحَبدٚۡ ِٔ َٔ ِنُُعَ ِهّ ًَََّٗ ِي ٍَۡجَب
ُ ٕۡ َُٛٔنَذًاََََٗ َٔكَز ِنكَ َ َي َّكَُّبَ ِن
ٌ غب ِن
ِ فَفَِٗاَلَ ۡس
َ ع
َ ض
ثَََٗ َٔ ه
ٌََٕۡ ًُ ََ ۡعهَٚبط َََل
ِ َُّع َٰهَٓٗا َ ۡي ِشََِٗ َٔ ٰنـ ِكٍَّ َا َ ۡكث َ َشَان
Artinya: Dan orang dari mesir yang membelinya berkata
kepada istrinya, “ Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan)
yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita
pungut dia sebagai anak.” Dan demikianlah kami memberikan
kedudukan kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami ajarkan
kepadanya takwil mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusanurusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (Q.S.
Yusuf : 21)
j) Konsep Ta‟lim untuk menyatakan pengajaran kandungan AlKitab
۟ َُحْهََٕٚلَ ِ ّيُ ُك ْى
َََٔٱ ْن ِح ْك ًَة
ً ع
َ َٕا
َ َك ًَب َٓأ َ ْس
ُ َس
َ َ ُعَ ِهّ ًُ ُك ُىَٱ ْن ِك ٰحَٚٔ
َ ت
َ ُك ْىُٛ َض ِ ّكَٚٔب
َ ََُِحٰٚ ُك ْىَ َءاْٛ َعَه
َ ُك ْىِٛع ْهَُبَف
۟ َُُُٕعَ ِهّ ًُكُىَ َّيبَنَ ْىَجَكَٚٔ
ًٌََُٕ َٕاَج َ ْعه
Artinya: “ Sebagaimana (kami telah menyempurnakan
nikmat kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
32
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami telah mengutus
kepada Kamu dan mensucikan kami dan mengajarkan kepadamu
Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah : 151)
k) Konsep Ta‟lim tentang pengajaran Ilmu
َي ٍَْنَّ ُذََّبَ ِع ْه ًًب
َ َٔب
َ َفَ َٕ َجذَا
ِ ُُّٰ ًْ َّعه
َ َََسحْ ًَةًَ ِ ّي ٍَْ ِع ُْ ِذ
َ ُُّْٰ َٛع ْجذًاَ ِ ّي ٍَْ ِعجَب ِدََب َٰٓاج
Artinya: “ Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang
hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan
rahmat Kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
ilmu kepadanya dari sisi Kami. (Q.S. Al-Kahfi : 65)
l) Konsep Ta‟lim yang mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya
َ ْعهَ َۗ َْىَٚغبٌَ َ َيبَنَ ْى
َ
َ َْ َاَل
ِ ْ عهَّ َى
Artinya : “Dia mengajarkan Manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Banyaknya ayat-ayat yang membedah terminologi
pendidikan sebagai ta‟lim. Sehingga memberikan kewenangan
kepada setiap Muslim yang untuk senantiasa mengkaji, merenung,
dan mengamalkan makna-maknanya. Berbicara khusus mengenai
pendidikan dalam terminologinya sebagai ta‟lim. Perlu kiranya
lembaga-lembaga pendidikan Islam mengembangkan sebuah
sistem atau metode pendidikan yang sesuai dengan nafas Islam,
berdasarkan kepada Alquran dan As-Sunnah.
Dari beberapa gambaran penjelasan konsep Ta‟lim diatas,
dapat dipahami bahwa konsep Ta;lim itu sendiri nengandung
berbagai pengetahuan dan pengajaran dari semua hal yang ada.
Baik dari segi pengetahuan umunya maupun khusus yang
tercantum dalam Al-Qur‟an. sehingga konsep Ta‟lim dalam AlQur‟an merupakan bentuk-bentuk pengajaran dan pembelajaran
33
yang merujuk pada Al-Qur‟an dimana sudah jelas bahwa apa yang
Allah Gambarkan pada setiap ilmu-illmu yang dibutuhkan oleh
setiap ummat-Nya dan para Nabi Sebelumnya.
D. Kesimpulan
„Allama (akar kata ta‟lim) dalam kamus diartikan sebagai
mendidik, mengajar, memberi tanda. Bentuk „allama (atau ta‟lim
dalam bentuk ism masdar-nya) inilah yang kemudian sering
digunakan sebagai terminology pendidikan islam. Menurut
konsep Al Qur‟an, kata Ta‟lim yang memiliki objek manusia
adalah mengandung bentuk kegiatan pendidikan, seperti
pengenalan / pemberitahuan, pemberdayaan potensi-potensi, dan
internalisasi pengetahuan, nilai-nilai kebudayaan dari suatu
generasi ke generasi berikutnya dari berbagai macam derivasi
lafadz Ta‟lim dalam Al-Qur‟an menggunakan tafsir tematik
dengan konsep taksonomi bloom, menghasilkan kesimpulan
bahwa kata ta‟lim mencerminkan kompleksitas proses pendidikan.
Kompleksitas ini tercermin dalam tiga domain sebagaimana
gagasan Benjamin S. Bloom yakni, pertama, domain kognitif,
ْ عهَّ َىَ َءا َد َو
redaksi ayat yang termasuk didalamnya adalah ع ًَب ٓ َءَ ُكهََّٓب
َ َٔ
ْ َ َٱْل
yang terdapat dalam Surah Al Baqarah Ayat 31 serta َغبٌَ َ َيب
َ
َ َْ َاَل
ِ ْ عهَّ َى
َ ْعهَ َۗ َْىَٚ نَ ْىyang merupakan potongan Ayat dalam Surah Al-Alaq Ayat
5; domain efektif yang ditunjuk dalam ayat ٌََعهَّ َى َٱ ْنقُ ْش َءا
َ yang
terdapat dalam Surah Ar-Rahman Ayat 2, Domain Psikomotorok
yang ditunjuk oleh redaksi Ayat ٌَََبَٛعهَّ ًَُّ َٱ ْنج
َ yang terdapat dalam
Surah Ar-Rahman Ayat 4 dan sebagaimana contoh-contoh lain
yang terdapat diayat Al-Qur‟an diatas.
34
Referensi
Aziz, Abdullah, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah An-Nahl, Ayat :
89, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah al-Baqarah, Ayat
: 31, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Yunus, Ayat : 5,
2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Al-Baqarah,
Ayat : 280, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Al-Baqarah,
Ayat :151, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Al-Baqarah,
Ayat:239, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Al-Kahfi, Ayat :
65, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Al-Ma‟idah,
Ayat: 110, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Ar-Rahman,
Ayat : 2, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Ar-Rahman,
Ayat : 4, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Hujarat, Ayat :
16, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Taha, Ayat : 71,
2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Yusuf, Ayat :
21, 2021
____________, Al-Qur‟anul dan terjemahan, Surah Yusuf, Ayat:68,
2021
35
Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al Qur‟an, Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2005
M.Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, (Jakarta: Lentera, 2010)
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: PT. Mahmud
Yunus Wa Dzurriyyah, 2010
Mandzur Ibnu, Lisan Arobi, Kamus Bahasa Arab, 1990
Ridwan Muhammad, Konsep Tarbiyah, Ta‟lim dan Ta‟dib dalam AlQur‟an, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.1, No.1, 2018, Hal
38
Widieni Desti, Konsep Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol.1, No.2, 2018, Hal.185
36
BAB 3
KONSEP TADRIS DALAM AL QUR’AN
Oleh: Dr. Ahmad Deski, S.S.I., MA
A. Latar belakang
Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi manusia dalam
mengarungi kehidupan di Dunia. Manusia akan bisa menjadikan
al-Qur‟an sebagai petunjuk ketika mampu memahami ayat demi
ayat dalam al-Qur‟an tersebut. Al-Qur‟an yang terdiri dari 2636
ayat membahas berbagai persoalan terkait dengan hubungan
manusia dengan Rabb, hubungan manusia sesama manusia, dan
hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Kehadiran al-Qur‟an memberikan pengaruh yang luar
biasa bagi lahirnya berbagai konsep yang diperlukan manusia
dalam berbagai bidang kehidupan. Al-Qur‟an bagaikan sumber
mata air yang tidak pernah kering ketika manusia mengambil dan
mengkaji hikmah isi kandungannya. Sudah tentu tergantung
kemampuan dan daya nalar setiap orang dan kapan pun masanya
akan selalu hadir secara fungsional memecahkan problem
kemanusiaan. (Hamzah Djunaid:2014:139)
Dasar ideal pendidikan Islam adalah yang berasal dari alQur‟an dan Sunnah sebagaimana keduanya adalah sebagai
petunjuk dan pedoman hidup manusia. Kemudian dasar dari alQur‟an dan Sunnah tersebut dikembangkan dalam ijtihad para
ulama dalam bentuk Ijma‟ sehingga melahirkan konsep
pendidikan Islam.
Konsep pendidikan Islam bersumber dari Al-Qur‟an dan
Sunnah melahirkan berbagai teori dan sistem pendidikan yang
bersifat komprehensif, integralistik, dan holistik. Pendidikan
Islam bersifat komprehensif diartikan melingkupi seluruh ranah
37
pendidikan. Pendidikan Islam integralistik diartikan tidak
mengenal dikotomi antara ilmu pengetahuan non agama dan
pengetahuan agama. Pendidikan Islam bersifat holistik dalam
pengertian meliputi seluruh aspek kehidupan dengan prinsip
pendidikan seumur hidup (long life education) yang dimulai sejak
hidup dalam kandungan hingga berakhirnya kehidupan.(Rosyadi,
2014)
Al Qur‟an merupakan sumber pokok Pendidikan Islam,
dapat dipahami dalam firman Allah dalam al Qur‟an, diantaranya
surat an Nahl ayat 64:
ْ ِّٓلٓ ِلتُبَ ٌِّنَٓٓلَ ُه ُمٓٓالَذِى
ٓ َٓٓاختَلَفُ ْوآفِ ٌْ ِٓهٓ َو ُهدًىٓ َو َرحْ َم ٓةًٓ ِلّمَ ْومٌُّٓٓؤْ ِمنُ ْون
َٓ بٓا
َٓ علٌَْنَٓٓ ْال ِك ٰت
َ َٓو َمآٓا َ ْنزَ ْلنَا
Artinya : tidak menurunkan Kitab (Al-Qur‟an) ini kepadamu
(Nabi Muhammad), kecuali agar engkau menjelaskan kepada mereka apa
yang mereka perselisihkan serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman.
Dan surat Shad ayat 29 :
ٓ ٓب
ِٓ ِك ٰتبٓٓا َ ْنزَ ْل ٰن ٓهُٓاِلٌَْنَٓٓ ُم ٰب َرنٓٓ ِلٌَّ َدب َُر ْوآ ٰا ٌٰتِهٓٓ َو ِلٌَت َ َذ َك َٓرٓاُولُوآ ْاّلَ ْلبَا
Artinya : Al-Qur‟an ini adalah) kitab yang Kami turunkan
kepadamu (Nabi Muhammad) yang penuh berkah supaya mereka
menghayati ayat-ayatnya dan orang-orang yang berakal sehat mendapat
pelajaran.
Kajian terhadap berbagai aspek pendidikan yang berdasarkan
perspektif al-Qur‟an lebih lanjut banyak dilakukan oleh para
ulama modern. Dengan bersandar pada ayat-ayat al-Qur‟an,
mengkaji bagian-bagian penting dalam pendidikan, seperti visi
misi pendidikan dalam perspektif al-Qur‟an, tujuan pendidikan
dalam perspektif al-Qur‟an, serta teknik-teknik pendidikan yang
38
meliputi teladan, nasihat, hukuman, cerita, kebiasaan dll. Dalam
tulisan ini, penulis akan membahas ayat-ayat al-Qur‟an yang
berkaitan dengan dunia pendidikan yang meliputi istilah-istilah
pendidikan dalam perspektif al Qur‟an.
Abudin Nata menyebutkan bahwa istilah yang berkaitan
dengan pendidikan diantaranya adalah al tarbiyah, al ta‟lim, al
tazkiyah, al tadris, al tafaqquh, al ta‟aqqul, al tadabbur, al tadzkirah, al
tafakkur, al mau‟idzah. (Nata, 2005) Dalam tulisan ini, penulis akan
membahas terkait dengan konsep tadris dalam al Qur‟an.
B. Pembahasan
1. Pengertian Tadris
Al tadris merupakan bahasa Arab dalam bentuk mashdar
dari kata – دزض
بٛدزض – ردزظٚ
ّ
ّ (darrasa-yudarrisu-tadrisan). Secara
bahasa, kata darasa dipahami dengan mempelajari. Raghib al
Asfahani menyebutkan bahwa kata darasa artinya adalah tersisa
bekas atau meninggalkan bekas.(al-Asfahaniy, 1997) Seperti
ungkapan kata darasa dalam kalimat دزض اندازyang maknya adalah
ِ أصسٙ ثق, artinya rumah itu masih ada bekasnya. Jika di idhofah kan
dengan kata al ilmu seperti ungkapan دزظذ انؼهى, maka maknanya
sama dengan رُبٔنذ أصسِ ثبنحفػyang artinya saya mendapatkan
bekasnya dengan menghafal.
Berdasarkan makna kata darasa secara harfiyah di atas,
maka bisa dipahami bahwa darasa adalah kegiatan mencari ilmu
yang berbekas hasilnya dan berpengaruh terhadap orang yang
mencarinya. Artinya, belajar itu tidak hanya sekedar sebuah
kegiatan, tetapi harus bisa memberikan pengaruh dan perubahan
kepada orang yang belajar tersebut.
Kemudian, muncul kata mudarris yang merupakan isim fa‟il
dari darrasa. Rusiadi berpendapat bahwa dalam kata mudarris
39
merupakan kata yang berasal dari darasa-yadrusu-darsan-durusandirasatan, artinya terhapus, hilang bekasnya, mengahapus, melatih
dan mempelajar. Dengan demikian, maka guru adalah orang yang
berusaha untuk mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan
ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta melatih
keterampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.
(Rusiadi, 2012) Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbaruhi pengetahuan dan
keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan
peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih
keterampilan
sesuai
dengan
bakat,
minat,
dan
kemampuannya.(Ridwan, 2011)
2. Tadris dalam al-Qur‟an
Kata darasa dalam al-Qur‟an ditemukan sebanyak enam
ayat, lima dalam bentuk kata kerja dan satu dalam bentuk masdar.
Lima yang dalam bentuk kata kerja itu, dua di antaranya
menggunakan fi‟il madli dan tiga lainnya menggunakan fi‟il mudlari‟.
Kata tersebut terdapat dalam QS. Al-An‟am ayat 105, QS. AlA‟raf ayat 169, QS. Ali Imran ayat 79, QS. Al-Qalam ayat 37, QS.
Saba ayat 44 dan QS. Al-An‟am ayat 156. (al Baqi, 1364)
Berdasarkan makkiyah dan madaniyah, ayat-ayat tentang
tadris di atas terbagi kepada empat surat merupakan ayat
makkiyah, yaitu yang turun sebelum Nabi Hijarah ke Madinah
dan dua ayat lainnya merupakan ayat madaniyah, yaitu ayat yang
turun kepada Nabi setelah Hijrah ke kota Madinah. Empat ayat
makkiyah itu adalah surat al An‟am ayat 105, al Qalam ayat 37,
surat Saba‟ ayat 44, dan surat al An‟am ayat 156. Sedangkan ayat
madaniyah yaitu surat al A‟raf ayat 169 dan surat Ali Imran ayat 79
(al Baqi, 1364).
40
3. Penafsiran ayat-ayat tadris
a. Surat al An‟am ayat 105
ْٰ ف
ٓ َٓو ِلنُبَ ٌِّنَهٗ ٓ ِلمَ ْومٌَٓ ْعلَ ُم ْون
ُ ص ِ ّر
َ َُوك َٰذلِنَ ٓن
َ َِٓو ِلٌَمُ ْولُ ْوآ َد َرسْت
َ ٓاّل ٌٰت
Artinya : Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang ayatayat Kami (agar orang-orang beriman mengambil pelajaran darinya) dan
agar mereka (orang-orang musyrik) mengatakan, “Engkau telah
mempelajari (ayat-ayat itu dari Ahlulkitab),” dan agar Kami
menjelaskannya (Al-Qur‟an) kepada kaum yang mengetahui.
Kata darasa dalam ayat di atas merupakan kata kerja (ٓفعل
)ماض, kata kerja yang menunjukkan peristiwa atau kegiatan yang
sudah berlalu. Quraish Shihab menyebutkan bahwa makna Kata
( درستdarasta) terambil dari kata ( درسdarasa) yang berarti engkau
pelajari, yakni membaca dengan seksama untuk menghafal dan
mengerti.(Shihab, 2002)
Ada juga yang membaca dengan memanjangkan huruf dal,
yakni دارستdaarasta dalam arti engkau membaca dan dibacakan.
Kemudian ada juga yang membaca ( درستdarasat) dalam arti telah
berulang. Bacaan mayoritas adalah yang berarti engkau pelajari.
(Shihab, 2002) Ini serupa dengan firman-Nya:
ٓسان
َ ٓو ٰهذَآ ِل
َ ً
َ َولَمَ ْد ٓنَ ْٓعلَ ُم ٓاَنَ ُه ْم ٌَٓمُ ْولُ ْونَ ٓاِنَ َمآٌُعَ ِلّ ُمهٗ ٓبَش ٌَۗر ٓ ِل
ْ سانُ ٓالَذ
ٌّ ِي ٌٓ ُْل ِحد ُْونَ ٓاِلَ ٌْ ِه ٓا َ ْع َج ِم
ًٓٓ ُّمبٌِْن
َ
ٌّ ِع َرب
Artinya: Sungguh, Kami benar-benar mengetahui bahwa mereka
berkata, “Sesungguhnya ia (al-Qur‟an) hanyalah diajarkan kepadanya
(Nabi Muhammad) oleh seorang manusia.” Bahasa orang yang mereka
tuduh (bahwa Nabi Muhammad belajar kepadanya) adalah bahasa ajam
(bukan bahasa Arab). Padahal, ini (al-Qur‟an) adalah bahasa Arab yang
jelas.
Kemudian, Thabrani sebagaimana dikutip oleh Ibnu
Katsir menyebutkan bahwa kata darasa dalam ayat ini maknanya
adalah kamu membaca dan kamu saling berdebat. (Ibn Kathsīr,
41
tt). Al alusi (al-Alusi, tt) menyebutkan bahwa makna dari kata
darasa adalah membaca dan mempelajari. Abu al Hasyim
menyebutkan bahwa kata darasa maknanya adalah menguasai
sesuatu dengan jalan banyak membaca, sehingga sesuatu itu
dengan mudah dan tanpa disadari tersimpan dalam ingatannya.
Darasa itu merupakan latihan yang dikerjakan sebanyak mungkin
sampai hafal.
Berdasarkan uraian di atas, maka hakikat dari kata darasa
itu adalah membaca sesuatu sebanyak mungkin dan
memperdebatkannya, sehingga bisa dikuasai dengan baik bahkan
tanpa disadari sudah terekam di memori manusia dengan
sempurna.
b. Surat al Qalam ayat 37
ٓ َس ْون
ُ ا َ ْمٓلَ ُك ْمٓ ِك ٰتبٓفِ ٌْ ِهٓتَد ُْر
Artinya : Atau, apakah kamu mempunyai kitab (yang
diturunkan Allah) yang kamu pelajari?
Menurut Ibnu „Asyur (Ibn-ʿĀšūr, 1997), kata ٌَْٕ ظ
ُ رَد ُْز
maknanya adalah mempelajari secara mendalam dengan penuh
perhatian terhadap apa yang terkandung dalam sebuah kitab.
Sedangkan Sayyid Thanthawi (Tanthawi, tth) menyebutkan bahwa
makna kata darasa dalam ayat ini adalah membaca dan
memikirkannya dengan penuh perhatian.
Berdasarkan uraian di atas, maka makna kata darasa dalam
surat al-Qalam ayat 37 adalah membaca, mempelajari, dan
memikirkannya dengan kesungguhan yang tinggi.
c. Surat Saba‟ ayat 44
ٓٓم ْنٓنَ ِذٌ ٌْۗر
ِ َس ْلنَآاِلَ ٌْ ِه ْمٓلَ ْبلَن
ُ َو َما ٰٓات َ ٌْ ٰن ُه ْمٓ ِ ّم ْنٓ ُكتُبٌَٓد ُْر
َ آو َمآا َ ْر
َ س ْونَ َه
42
Artinya : Tidaklah Kami berikan kepada mereka kitab apa pun
yang mereka pelajari dan tidak (pula) Kami utus seorang pemberi
peringatan kepada mereka sebelum engkau (Nabi Muhammad).
Quraish Shihab (Shihab, 2002) menjelaskan bahwa
maksud kata دزظىُٓبٚ (yadrusunaha) terambil dari kata ( دزضdarasa)
yang berarti membaca secara perlahan disertai dengan upaya
sungguh-sungguh untuk memahami, yakni mempelajari dengan
tekun.
Al Alusi menyebutkan bahwa makna kata ٌٕدزظٚ dalam
ayat di atas adalah saling mempelajari dan mempelajari sesuatu
secara berulang kali. (al-Alusi, tt) dengan demikian, maka makna
darasa dalam ayat ini adalah mempelajari sesuatu dengan tekun,
berulang kali dan didiskusikan. Ketika proses ini dilakukan, maka
akan sampai pada pemahaman yang sempurna.
d. Surat al An‟am ayat 156
ْ ا َ ْنٓتَمُ ْولُ ْوآاِنَ َمآا ُ ْن ِزل
َ ٓع ٰلى
ٓ َستِ ِه ْمٓلَ ٰغ ِفِٓلٌْن
ِ ط ۤا ِٕىفَتٌَ ِْن
ُ َٓال ِك ٰت
َ ٓٓوا ِْنٓ ُكنَا
َ ٓب
َ ع ْنٓد َِرا
َ ٓم ْنٓلَ ْب ِلن َۖا
Artinya: (Kami turunkan Al-Qur‟an itu) supaya kamu (tidak)
mengatakan, “Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan sebelum
kami (Yahudi dan Nasrani) dan sesungguhnya kami lengah dari apa yang
mereka baca,”
Kata dirasah dalam ayat ini merupakan bentuk mashdar dari
kata darasa. Quraish Shihab menyebutkan bahwa kata دزاظخ
)dirasah) dalam ayat ini berarti mengulang-ulangi membaca dengan
penuh perhatian, untuk memahami atau menghafalnya. (Shihab,
2002) al Biqa‟i juga berpendapat bahwa maksud kata dirasah dalam
ayat ini adalah membaca berulang kali.(al-Biqa‟i, 2000). Dengan
demikian, maka kata tadris dalam ayat ini maknanya adalah
membaca sesuatu berulangkali sampai paham, bahkan bisa hafal.
43
e. Surat al A‟raf ayat 169
ْ ُ ٓو ِرث
ْ َٓهذ
ٰ ض
ٓسٌُ ْغف َُرٓلَن َۚا
ِ ف
َ ٓ َبٌَٓأ ْ ُخذُ ْون
َ وآال ِك ٰت
َ ٓ َىٓوٌَمُ ْولُ ْون
َ ٓم ْۢ ْنٓ َب ْع ِد ِه ْمٓخ َْلف
َ ع َر
َ َفَ َخل
َ آاّلَ ْد ٰن
ْ اق
َ ب ٓا َ ْن
ُ َ علَ ٌْ ِه ْم ٓ ِ ّم ٌْث
ِٰٓ ٓ علَى
ّٓللا
َ ّٓٓل ٌَٓمُ ْولُ ْوا
ِ ٓال ِك ٰت
َ ٓ ع َرض ٓ ِ ّمثْلُهٗ ٌَٓأ ْ ُخذُ ْو ٌۗهُ ٓاَلَ ْم ٌُٓؤْ َخ ْذ
َ ٓ َوا ِْن ٌَٓأ ْ ِت ِه ْم
ٰ ْ َار
ْ ا َِّل
ٓ َٓاّل ِخ َرةُٓ َخٌْر ِٓلّلَ ِذٌْنَ ٌَٓتَمُ ْو ٌۗنَ ٓاَفَ ََلٓت َ ْع ِملُ ْون
ُ ٓو َد َر
ُ ٓوالد
َ س ْوآ َمآ ِف ٌْ ٌِۗه
َ ٓال َح َك
Artinya: Kemudian, setelah mereka, datanglah generasi (yang lebih
buruk) yang mewarisi kitab suci (Taurat). Mereka mengambil harta benda
(duniawi) yang rendah ini (sebagai ganti dari kebenaran). Lalu, mereka
berkata, “Kami akan diampuni.” Jika nanti harta benda (duniawi) datang
kepada mereka sebanyak itu, niscaya mereka akan mengambilnya (juga).
Bukankah mereka sudah terikat perjanjian dalam kitab suci (Taurat)
bahwa mereka tidak akan mengatakan kepada Allah, kecuali yang benar,
dan mereka pun telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Negeri
akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu
mengerti?
Kata darasa dalam ayat ini bentuknya adalah fi‟il madhi. Al
Baghawi (al Baghawi, 1993) menyebutkan bahwa makna kata
darasa dalam ayat ini adalah membaca dan men-tadabburi-nya
berkali-kali.
f. Surat Ali Imran ayat 79
ْ ُُّٓللا
ٓٓم ْن
ِ ًْ ّاسٓ ُك ْونُ ْوآ ِعبَادًآ ِل
ٰ َمآ َكانَ ٓ ِلبَشَرٓا َ ْنٌُّٓؤْ ِتٌَه
ِ َٓوالنُّب َُوة َٓث ُ َمٌَٓمُ ْولَٓ ِللن
َ ٓال ِك ٰت
َ ٓو ْال ُح ْك َم
َ ب
ْ َآربَا ِنٌّنَ ٓ ِب َمآ ُك ْنت ُ ْمٓتُعَ ِلّ ُم ْون
ٓٓ َس ْون
ُ ٓو ِب َمآ ُك ْنت ُ ْمٓتَد ُْر
ٰ د ُْو ِن
َ ٓال ِك ٰت
َ ِٓو ٰل ِك ْنٓ ُك ْٓونُ ْو
َ ب
َ ّٓللا
Artinya: Tidak sepatutnya seseorang diberi Alkitab, hukum, dan
kenabian oleh Allah, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah
kamu para penyembahku, bukan (penyembah) Allah,” tetapi (hendaknya
dia berkata), “Jadilah kamu para pengabdi Allah karena kamu selalu
mengajarkan kitab dan mempelajarinya!”
Menurut Musthafa al-Maraghi (al-Maraghiy, tt), ayat ini
menjelaskan bahwa Nabi yang telah diberi al-Kitab dan al-hikmah
memerintahkan agar menjadi manusia yang rabbani secara lansung,
44
tidak melalui perantara atau tawasul. Nabi memberikan petunjuk
kepada mereka pada wasilah hakiki yang dapat mengantarkan
seseorang ke arah rabbani, yaitu mengajarkan al-Kitab dan
mempelajarinya. Sebab, dengan ilmu al-kitab, mengajarkan, dan
mengamalkannya seorang bisa menjadi rabbani yang diridlai Allah.
Ilmu yang tidak bisa membangkitkan amal bukanlah ilmu yang
benar.
Menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah swt. berfirman:
Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya. Akan tetapi seseorang Rasul akan berkata kepada
manusia, “Jadilah kamu orang-orang rabbani! ”yakni, Ulama‟ yang
ahli fiqih, ahli ibadah dan bertaqwa. (Ibn Kathsīr, tt)
Dengan demikian manusia rabbani harus menjadi contoh
dan teladan bagi umat yang dipimpinnya. Pendapat ini lebih
menekankan agar manusia rabbani selalu bertaqwa, beriman
kepada Allah dimanapun tempatnya dan selalu mempelajari segala
ilmu yang berkaitan dengan pengetahuan sehingga akan menjadi
orang yang alim.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: karena
kalian
selalu
mengajarkan
AlKitab dan disebabkan kalian tetap mempelajarinya. (Ali Imran: 79)
Bahwa makna yang dimaksud ialah sudah merupakan suatu
keharusan bagi orang yang memahami Al-Qur'an menjadi orang
yang ahli fiqih. Tu'allimuna di sini menurutnya dibaca ta'lamuna,
yang artinya memahami maknanya. Menurut qiraat lain
dibaca tu'allimuna yang artinya mempelajarinya, sedangkan
makna tadrusuna ialah hafal lafaz-lafaznya.
45
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
beberapa makna tadris sebagai berikut:
1. Tadris adalah membaca dengan tekun berulang kali sampai
menguasai dan hafal. Membaca tidak bisa sekali untuk
mendapatkan pemahaman yang sempurna. Semakin banyak
membaca sesuatu itu, maka akan semakin terungkap makna
yang tersirat dalam bacaan itu.
2. Kegiatan tadris itu tidak hanya membaca, tapi harus bisa
diperdebatkan. Perdebatan atau diskusi yang terjadi antara
siswa dan guru atau siswa dengan siswa lainnya akan
menambah pemahaman.
3. Tujuan tadris adalah penguasaan terhadap materi yang sedang
dipelajari. Banyak membaca merupakan jalan untuk sampai
kepada penguasaan itu.
4. Tadris merupakan latihan yang dikerjakan sebanyak mungkin
sampai hafal. Dalam kegiatan tadris perlu banyak latihan.
Latihan yang banyak akan memberikan pemahaman yang
sempurna kepada peserta didik.
5. Tadris itu pada hakikatnya adalah mempelajari sesuatu secara
mendalam dengan penuh perhatian.
6. Dalam tadris itu peserta didik bisa sampai hafal materi yang
sedang dipelajari, karena dia membaca dan memikirkannya
dengan penuh perhatian.
7. Dalam proses tadris, pembelajaran mempunyai dua subjek yaitu
pendidik (guru) dan siswa (peserta didik). Namun berbeda
dengan ta‟lim, tadris dalam proses pembelajaran menunjukkan
bahwa siswa (peserta didik) sekaligus sebagai subjek sekaligus
objek aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan pendidik
(guru) hanya sekedar sebagai orang pendukung, bertanggung
46
jawab atas bimbingan dan bimbingan selama proses
pembelajaran.
8. Selama proses pembelajaran, pendidik harus mampu
menciptakan kegiatan belajar yang aktif sehingga peserta didik
dapat proaktif dalam proses pembelajaran, menyempurnakan
potensi kognitif, emosional dan psikomotoriknya, serta ritualritual selama proses pembelajaran ta'lim. yaitu selalu diawali
dan diakhiri dengan doa dan dzikir kepada Allah SWT sumber
ilmu yang utama.
Referensi
al-Alusi, M. (tt). Ruh al-Ma‟ani fi Tafsir al-Qur‟an al-Adhim wa al-Sab‟
al-Matsani. Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabi.
al-Asfahaniy, R. (1997). Mu‟jam al-Mufradat li Alfazh al- Qur‟an. Dar
al Qalam.
al Baghawi, A. M. al H. bin M. al F. (1993). Ma‟alim al Tanzil. Dar
Al-Kitab Al-„Ilmiah.
al Baqi, M. F. A. (1364). „Al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur‟an.‟
Dar al Hadis
al-Maraghiy, A. M. (tt). Tafsir al-Maraghi. Dar al Turats al Arabi.
al-Biqa‟i, I. bin ‟Umar bin H. ar-R. bin A. bin A. B. (2000). Nazm
ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar. Maktabah
Syamilah.
Ibn Kathsīr, I. (tt). Tafsir al-Qur‟an al-Azhim. Muassasah alRayyaān.
Ibn-ʿĀšūr, M. aṭ-Ṭāhir. (1997). Tafsīr at-taḥrīr wa-‟t-tanwīr. Dār
Sūḥnūn li-n-Našr wa-‟t-Tauzīʿ.
Nata, A. (2005). Pendidikan Dalam Perspektif al Qur‟an.
Prenadamedia Group.
47
Ridwan, Y. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Sedaun.
Rosyadi, R. (2014). Pendidikan Islam dalam Perspektif Kebijakan
Pendidikan Nasional. PT Penerbit IPB Press.
Rusiadi. (2012). Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Sedaun.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al
Qur‟an. Lentera Hati.
Tanthawi, S. (tth). Tafsir Al-Wasith Li Quran Al Karim. Dar Al-Fikr.
48
BAB 4
HAKIKAT ILMU DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Zulfahmi Syahri, S.Pd.I, MA
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang memiliki ilmu merupakan
pondasi yang bisa untuk mengetahui hal-hal yang urgen dalam
kehidupannya. Ilmu didefenisikan sebagai mengetahui sesuatu
sesuai dengan hakikatnya. Karena ilmu itu bisa menjadikan
manusia lebih berbudaya, beretika, beradab dan beprilaku dan
berhubungan dengan Allah SWT dan makhluknya. Dari masa ke
masa ilmu sangat mengalami perkembangan dan kemajuan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
manusia bisa mengembangkan ilmu mereka sesuai dengan potensi
yang dimiliki sehingga mengantarkan manusia kepada orangorang yang ditinggikan derajatnya disisi Allah swt dan manusia.
Pada sisi historisnya, Ayat al-Quran yang pertama
diturunkan ke hati Rasulullah saw, menunjuk pada keutamaan
ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkannya membaca,
sebagai kunci ilmu pengetahuan dan menyebutkan Qalam sebagai
alat transformasi ilmu pengetahuan
Allah SWT menurunkan al-Qur‟an kepada hamba-Nya
guna untuk petunjuk bagi alam semesta, di dalam al-Qur‟an
dirangkum dengan kajian hukum-hukum, Aqidah, akhlak, ilmu,
mu‟amalah, sosial, politik dan lain-lain, berkenaan dengan ilmu di
dalam al-Qur‟an banyak hal yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Sesuai dengan yang termaktub di dalam al-Qur‟an surat alAnkabut ayat 43: “dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan
untuk manusia dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu”, juga dinyatakan dalam surat az-Zumar ayat 9: “…adakah
49
sama orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui”. Disinilah
gambaran bahwa di dalam al-Qur‟an orangyang berilmu
mendapatkan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT karena
orang-orang yang berilmu sangat meyakini akan adanya sang
pencipta sehingga mengantarkan mereka kepada ketundukan dan
kepatuhan dan menjauhkan diri mereka dari jalan yang tidak
lurus.
B. Ilmu
1. Hakikat Ilmu
Manusia adalah makhluk yang sempurna dari makhluk
lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Dimensi perbedaan itu
terletak pada akal dan hawa nafsu yang melekat pada manusia.
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya” (at-Tin 95:4)
Akal itu terbagi kepada tiga bagian, sebahagian untuk
mengenal Allah, sebahagian untuk ta‟at kepada Allah dan
sebahagian lagi untuk sabar (dapat menahan hati) dari pada
ma‟siat akan Allah (Hamka, 1984: 64).
Akal dan hawa Nafsu merupakan dua kekuatan yang
bertempur di dalam diri manusia, akal selalu menimbang antara
buruk dan baik, sedangkan nafsu yang jahatlah yang dipilihnya
(Hamka, 1984: 64).
Akal merupakan bagian dari inmateri yang ada pada tubuh
manusia, akal yang ada pada manusia bisa untuk mencapai dan
mendapatkan berbagai ilmu bahkan Allah SWT menegaskan
meninggikan hambanya yang memilki ilmu sesuai dengan firman
Allah SWT: … “Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
50
beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Surah al-Mujadalah 58:11).
Ilmu dalam Bahasa arabnya adalah bentuk mufrad dari
kata “al-‟Ilmu” sedangkan bentuk jama‟nya adalah “‟Ulum” yang
berarti al-ma‟rifatu, secara etimologis merupakan bentuk Masdar
yang berarti pengetahuan, pemahaman, keyakinan. (Munawwir,
1997: 966), sedangkan secara terminology ahli hukum
mendefenisikan pengetahuan terhadap Allah dan hal-hal yang
berhubungan dengan keagungan sifat-Nya dan kebijakan-Nya
serta pengetahuan tentag kehalalan dan keharaman, juga
didefenisikan pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun
secara bersistim menurut metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan
itu. (Maskur, 1992).
Pendapat lain mengatakan, bahwa ilmu dilihat dari
sumbernya terdiri dari dua macam yaitu: a. ilmu yang bersumber
dari Tuhan yang sering disebut dengan Ma‟rifah al-Ilahiyah, dan b.
ilmu yang bersumber dari manusia yang sering juga disebut
dengan Ma‟rifah al-Insaniyah, dalam daripada itu iman adalah asas
dari kedunya. (al-Bahi, t.th)
Ilmu juga didefenisikan dengan penjelasan tentang sesuatu
dengan cara mengetahui sesuatu tersebut atau sampaunya jiwa
kepada pemahaman makna sesuatu. (al-Quwasiny, t.th)
Dalam kontek ini ilmu dikenal sebagai Ilmu Baru atau
“Hadits” sebab ilmu dilihat dari segi waktu terbagi menjadi Ilmu
Qadim (Ilmu Allah SWT), dan Ilmu al-Hadits (Ilmu “Baru”) yaitu
ilmu yang dimiliki manusia.
Sedangkan menurut pendapat Syarif Ali bin Muhammad
Al-Jurjani mengemukakan pengertian ilmu sebagai berikut:
a) Suatu keyakinan yang pasti sesuai dengan kenyataan
51
b) Perolehan gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal
c) Hasil pemahaman sesuatu sesuai denga napa adanya (secara
objektif)
d) Hilangnya kesamaran/keraguan dalam menjelaskan objek yang
dijelaskan
e) Sifat yang melekat pada jiwa yang dapat mengetahui sesuatu
secara global dan parsial
f) Sampainya jiwa pada makna sesuatu
g) Keterangan mengenai penyandaran yang khusus antara yang
memahami dan yang diapahami
h) Keterangan mengenai sifat yang mempunyai sifat
Al-jurjani menjelaskan bahwa ilmu al-hadits terbagi kepada
tiga macam:
a) Ilmu al-hadits Badihi yaitu ilmu yang langsung dipahami
b) Ilmu al-hadits Dharuri yaitu ilmu yang terpahami melalui indra
c) Ilmu al-hadits istidlali yaitu yang terpahami melalui penalaran
Sementara Hilal al-Askari menjelaskan pengertian imu
dengan rumusan “Ma‟rifa al-Syai.i „ala ma huwa bini wa I‟tiqadihi”
artinya mengetahui dan meyakini sesuatu menurut apa adanya
(objektif). (al-Asyakri, t.th)
Muhammad Nur al-Ibrahim mengemukakan pengertian
ilmu menurut ahli mantiq Pencapaian objek yang belum diketahui
dengan cara meyakini atau menduga yang keadaannya bisa cocok
dengan kenyataan atau sebaliknya: (al-Ibrahim, 7)
Selanjutnya ilmu terbagi kepada dua macam:
a) Ilmu Tashawur, yaitu mengetahui hakikat-hakikat objek
tunggal dengan tidak menyertakan penetapan sesuatu
kepadanya atau meniadakan penetapan darinya, contoh:
pemahaman terhadap kata Ahmad saja, atau kata Pelajar saja
atau makna kata Mahasiswa saja
52
b) Ilmu Tashdiq, yaitu mengetahui hubungan yang sempurna
antara dua objek yang tunggal atau menghukumi hakikat objek
dengan menetapkan sesuatu kepadanya atau meniadakan
penetapan darinya. Contoh: mengerti makna Ahmad Adalah
Mahasiswa, Ahmad Adalah Pelajar. Predikat Mahasiswa atau
Pelajar ditetapkan kepada Ahmad, Ahmad menerima penetapan
itu.
Kemudian ilmu Tashawur ini terbagi kepada dua:
a) Tasawur Badihi, yaitu pemahaman terhadap satu objek tidak
memerlukan pemikiran yang mendalam atau pengertiannya
dengan mudah dapat dicapai.
b) Tashawur Nazhari, yaitu pemahaman terhadap objek
memerlukan pemikiran yang mendalam
Ilmu Tashdiq juga terbagi kepada dua macam:
a) Tashdiq Badihi, Yaitu Pemahaman terhadap dua objek yang
tunggal tidak memerlukan penalaran yang mendalam
b) Tashdiq Nazhari Yaitu Pemahaman terhadap dua objek yang
tunggal memerlukan penalaran yang mendalam
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa Ilmu
Tashawur
berarti
proses
pembentukan
pengertian
(Konseptualisasi) sedangka Ilmu Tashdiq berarti proses
pembentukan keputusan (Proposisi).
Imam al-Razi menjelaskan bahwa Tashdiq adalah
himpunan dari empat pengertian: Pertama, pengertian subjek
(Maudhu‟). Kedua, pengertian predikat (Mahmul). Ketiga, pengertian
hubungan antara maudhu‟ dan mahmul. Keempat, pengertian adatidak adanya hubungan antara maudhu‟ dan mahmul dalam realitas
objektif. (Sambas, 2009)
53
2. Keutamaan Ilmu
Ilmu memiliki keutamaan yang mendasar, diantara
keutamaan dari ilmu sebagaimana berikut:
a) Ilmu harus lebih dahulu daripada amal, yaitu bekas yang
terlukis di dalam otak orang yang berilmu itu di dalam perkara
yang telah diketahuinya
b) Di dalam al-Qur‟an tersebut bahwasanya ilmu yang diberikan
Allah SWT kepada hambanya hanya sedikit. Walaupun telah
sampai kemana ilmu manusia. Pada abad ke 20 dinamai orang
abad ilmu pengetahuan, kemudian abad atom, kemudian abad
apollo namu menurut henry foincare tetap mengatakan bahwa
ilmu yang didapat manusia sekarang ini, barulah laksana
beberapa butir lokan Mutiara yang dibongkar ombak dari dasar
laut lalu diantarkannya ke tepi. Itulah yang diperebutkan
Bersama-sama
c) Ilmu meninggikan derajat orang alim, sehingga merekalah yang
menjadi bintang di dalam masyarakat, 1.000 orang bodoh mati
dalam sehari tidak ada yang tahu, tetapi kematian seorang alim
menggerkan dunia
d) Tidak ada agama selain Islam, tidak ada kitab suci selain alQur‟an demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan,
mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang
menguasainya. Termasukd alam menjelaskan ilmu dan
pengaruhnya di dunia dan akhirat, mendorong untuk belajar
dan mengajar serta meletakkan kaidah-kaidah yang pasti untuk
tujuan tersebut dalam sumber-sumber Islam yang asasi: alQur‟an dan As-sunnah
54
C. Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Qur‟an secara Etimologi
Al-Qur‟an merupakan salah satu kitab suci agama samawi
yang menjadi pedoman bagi seluruh manusia dalam perihal
kehidupan di dunia dan di akhirat. Al-Qur‟an al-Karim
merupakan kitab suci yang dengan kekuasaan Allahlah ia ada dan
dimuliakan. Ia merupakan kitab suci yang di dalamnya tidak
pernah tercampur dengan kebatilan, dari manapun
kedatangannya.
Secara Etimlogi, Lafaz al-Qur‟an sama kedudukannya
dengan lafaz Qira‟at yang merupakan bentuk mashdar yang
berarti membaca, kemudian diberikan makna "bacaan atau yang
dibaca" dalam bentuk polah isim maf‟ul (al-Qaththan, t.th: 20).
Al-Qur‟an juga disimpulkan memiliki makna dasar
“menghimpun dan mengumpulkan”. Didasarkan kepada asumsi
bahwa al-Qur‟an merupakan Musytaq dari Qara‟a atau Qara‟na,
dengan demikian lafaz al-Qur‟an secara Bahasa berarti
menghimpun dan memadukan Sebagian huruf-huruf dan katakata dengan Sebagian lainnya jadi al-Qur‟an berarti “kumpulan”
dan “gabungan” (al-Zarqani, 1996).
Al-Lihyani berpendapat bahwa kata al-Qur‟an adalah
mashdar dari “Qara‟a” yang berarti “Tala/bacaan”. Kemudian
pengertian mashdar ini ditransfer menjadi suatu nama untuk
ungkapan yang diturunkan kepada nabi kita Muhammad SAW.
Hal ini berarti Maqru‟ (sesuatu yang dibaca) sebagaimana firman
Allah SWT: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, apabila kami telah
selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu” (al-Qiyamah
75:17-18)
55
Al-Zujaj berpendapat bahwa kata al-qur‟an adalah sifat
sebagaimana halnya kata fu‟lan. Ia merupakan derifasi (kata jadi)
dari kata “al-Qar‟u” yang berarti al-jam‟u (Kumpulan), kemudian
menjadi kalam yang diturunkan kepada nabi Muhammad, karena
ia menghimpun berbagai surat dan ayat, kisah, perintah dan
larangan atau karena ia menghimpun intisari kitab-kitab
sebelumnya. (Muhammad, 2002)
2. Pengertian Al-Qur‟an secara Terminology
Al-Qur‟an secara terminology adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad dan beribadah membacanya
(al-Qathan, t.th: 21) Juga didefenisikan Al-qur‟an adalah kitab suci
umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk
menjadi pedoman bagi hidup manusia (Wahid, 2002).
Defenisi lainnya, al-Qur‟an adalah kalamullah yang tiada
tandingannya (mu‟jizat) diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, penutup para nabi dan Rasul dengan perantara malaikat
Jibril yang dimulai dari surat al-fatihah sampai surat an-Nas dan
ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara
Mutawatir, serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah (AshShabuny, 1999)
Unsur penting untuk menentukan Batasan yang disebut
al-Qur‟an dengan kriteria sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Firman Allah SWT
Harus berbahasa arab
Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Dengan perantara malaikat Jibril
Diterima secara mutawatir
Tertulis dalam bentuk mashaf (usmani)
56
g) Tidak dapat ditiru
h) Dimulai dari surat al-fatihah ditutup dengan surat an-nas
Jika berlawanan dengan yang disebutkan diatas maka itu
bukanlah dinamakan dengan al-Qur‟an, sehingga dengan Batasan
tersebut tertutup kemungkinan bahwa al-Qur‟an akan dapat
dipalsukan atau dirobah oleh golongan yang tidak bertanggung
jawab dan menyesatkan.
D. Hakikat Ilmu Dalam Al-Qur’an
1. Etos ilmu dalam Islam
Ilmu yang padanannya dalam Bahasa inggris adalah science,
sedangkan di dalam Bahasa jerman wissenschaft, dan dalam Bahasa
belanda watenschap. Pada umumnya ilmu didefenisikan sebagai
sejenis pengetahuan tetapi bukan sembarang pengetahuan,
melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara tertentu,
berdasarkan kesepakatan di antara para ilmuan, sehingga ilmu
dibagi dalam menjadi tiga bagian: ilmu-ilmu pasti dan alam, ilmuilmu social dan humaniora, diantara ketiganya yang diakui paling
ilmiah atau benar-benar science adalah yang pertama.
Di dalam tatanan Bahasa Indonesia kata “ilmu” juga
berasal dari kata asing yaitu dari Bahasa arab. Ilmu berasal dari
kata „ilm, terambilkan dari kata „alima-ya‟lamu menjadi „ilm-un,
ma‟lum-um, „alim-un. Tiga kata yang terakhir menjadi kata
Indonesia: ilmu, maklum, dan alim ulama. Dalam Bahasa arab
„alima sebagai kata kerja berarti tahu atau mengetahui. Ilmu,
sebagaimana halnya science atau scientia berarti juga pengetahuan.
Ilmu yang sudah menjadi Bahasa Indonesia, bukan hanya
sekedar Bahasa arab, tetapi juga tercantum dalam al-Qur‟an.
Dalam Bahasa arab sehari-hari sebelum turunnya al-Qur‟an, ilmu
hanya bermakna pengetahuan biasa. Tetapi melalui ayat-ayat al-
57
Qur‟an yang turun tahap demi tahap, kata ini berproses dan
membentuk makna dan pengertian tersendiri, yang terstruktur.
Kata ilmu tidak hanya diartikan sebagai pengetahuan biasa saja
tetapi bisa lebih dari itu, tergantung dari pemahaman orang
terhadap makna kata tersebut. Jika pemahaman itu dilakukan
dengan mempelajari dan mendalami implikasi maknawi yang
terkandung dalam berbagai penggunaan kata itu dalam al-Qur‟an
maka kata-kata itu bisa berkembang menjadi etos. Hal ini
berkembang karena pernyataan Nabi Muhammad SAW yang
mengandung anjuran, bahkan perintah seperti kita kenal, “mencari
ilmu itu wajib bagi setiap muslim”, “carilah ilmu walaupun samapai ke
negeri cina, “carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat”, “barang
siapa mati Ketika sedang mengembangkan ilmu untuk menghidupkan
Islam, maka di surga ia sederajat di bawah para Nabi”, “para ilmuwan
adalah pewaris (tugas) para nabi”; “ilmu pengetahuan itu adalah milik
orang mukmin yang hilang, dimana saja ia mendapatkannya, maka ia lebih
berhak memilikinya dan yang lain”. Pernyataan-pernyataan nabi ini
diperkuat firman Allah SWT dalam al-Qur‟an surat al-mujadalah:
58: 11: “Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu
beberapa derajat”. Juga di dalam al-Qur‟an surat Thaha:20:114: “ya
Tuhanku, tambahkanlah padaku ilmu pengetahuan”.
2. Ilmu dalam al-Qur‟an
Di dalam al-Qur‟an akan didapati materi ilmu, baik dalam
surat makiyah maupun madaniyah secara seimbang dengan semua
kata jadiannya, sebagai kata benda, kata kerja, atau kata
keterangan beberapa ratus kali.
Kata kerja ta‟limun yang berarti “kamu mengetahui”
ditunjukkan untuk orang kedua jamak, terulang sebanyak 56 kali
dalam al-Qur‟an. Ditambah 3 kali dengan redaksi fasata‟lamun
58
“maka kalian akan mengetahui”, 9 kali dengan redaksi ta‟lamu
“kalian mengetahui”, 85 kali dengan redaksi ya‟lamun “mereka
mengetahui” dan sekitar 47 kali terulang kata kerja „allama beserta
kata kejadiannya (Qardhawi, 1996).
Kata sifat „alim, secara nakiah dan ma‟rifah, terulang
sebanyak 140 kali. Dan kata „ilm, secara nakirah dan ma‟rifah
terulang sebanyak 80 kali. Juga ada beberapa bentuk kata lainnya
yang sering terulang.
Dalam al-Qur‟an, kata „ilmu ternyata memang banya
disebut, yaitu sebanyak 105 kali, lebih banyak dari penyebutan
kata al-din yang sebanyak 103 kali. Tetapi dengan kejadinnya, ia
disebut tidak kurang dari 744 kali. Untuk menyebutkan secara
terinci, kata-kata jadinnya itu disebut dalam bentuk dan frekuensi
sebagai berikut (Raharjo, 1996):
a) „alima sebanyak 35 kali
b) Ya‟lam-u sebanyak 215 kali
c) I‟lam sebanyak 31 kali
d) Yu‟lam-u sebanyak 1 kali
e) „Ilm sebanyak 18 kali
f) Ma‟lum sebanyak 13 kali
g) „alamin sebanyak 73 kali
h) „alam sebanyak 3 kali
i) A‟lam sebanyak 49 kali
j) „alim atau „ulama sebanyak 163 kali
k) „allam sebanyak 4 kali
l) „allama sebanyak 12 kali
m) Yu‟allim-u sebanyak 16 kali
n) „ulima sebanyak 3 kali
o) Mu‟allam sebanyak 1 kali
p) Ta‟allam sebanyak 2 kali
59
Dari kata jadian tersebut, timbul berbagai pengertian
seperti: mengetahui, pengetahuan, orang yang berpengetahuan,
yang tahu, terpelajar, paling mengetahui, memahami, mengetahui
segala sesuatu, lebih tahu, sangat mengetahui, cerdik, mengajar,
belajar, orang yang menerima peajaran atau diajari, mempelajari,
juga pengertian-pengertian seperti tanda („alam), Alamat, tanda
batas, tanda peringatan, segala kejadian alam, segala yang ada dan
segala yang dapat diketahui.
Untuk mengetahui dan menemukan pengertian ilmu
dalam al-Qur‟an, tidak hanya cukup kalau dicari pengertiannya
dari kata-kata yang berasal dari akar kata „a-l-m, sebab kata “tahu”
itu tidak hanya diwakili oleh kata tersebut. Paling tidak ada
beberapa kata yang mengandung pengertian “tahu” seperti‟arafa,
dara, khabara, sya‟ara, ya‟isa, Ankara, bashirah dan hakim. Dalam alQur‟an misalanya kata „arafa disebutkan sebanyak 34 kali dengan
hal itu maka menurut Rosenthal, kata „Ilmu adalah sinonim dari
kata ma‟rifah.
Berikut ini gambaran tentang hakikat ilmu dalam alQur‟an (Raharjo, 1996):
1) Ilmu bermakna „arafa atau „arif
Salah satu kata jadian dari „arafa dalam Bahasa Indonesia
yang sudah dikenal dengan kata „arif yang diartikan sebagi orang
yang memiliki pengetahuan yang tertinggi, jika orang yang telah
sampai pada tahap ma‟rifah, walaupun hal ini lebih dikenal di
dunia tasawuf. Dalam al-qur‟an terdapat sebuah ayat yang
melukiskan hal ini, umpamanya dalam al-Qur‟an surat alMaidah:5:83:
ط يٍ انديغ يًب ػسفٕا يٍ انحقُٛٓى رفٛٔإذا ظًؼٕا يآ اَصل انٗ انسظٕل رسٖ أػ
)5:83:(انًبئدح
60
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada
nabi (wahyu), kamu melihat mereka mencucurkan air mata, disebabkan
kebenaran yang telah diketahui”
2) Ilmu bermakna Hikmah
Pengertian ilmu pengetahuan terdapat pula dalam kata
hikmah yang sudah menjadi kata Indonesia. Biasanya kata hikmah
dipakai langsung tanpa terjemahan dan pengertiannya adalah
“pelajaran”. Orang yang bisa “memetik hikmah” adalah orang
yang bisa “mengambil Pelajaran” dari pengalaman. Tetapi hikmah
bisa juga diterjemahkan sebagai “kebijaksanaan” atau
pengetahuan tertinggi. Dalam alqur‟an sendiri kata hikmah
memang berkaitan dnegan hasil pemikiran seseorang dan sebagai
hasil pemikiran, hikmah merupakan sesuatu yang sangat berharga,
seperti tercermin dalam al-Qur‟an surat al-baqarah:2:269:
ركس إال أٔنٕاٚ سا ٔيبٛسا كضٛ خٙؤد انحكًخ فقد أٔرٚ ٍشآء ٔيٚ ٍؤرٗ انحكًخ يٚ
)2:269:األ نجبة (انجقسح
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang mendapatkan hikmah, sungguh ia telah diberi
kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil Pelajaran
(dzikr) kecuali orang yang berakal (ulul albab)”
3) Ilmu bermakna Ulum albab
Pengertian ilmu pengetahuan terdapat juga dalam defenisi
ulul albab yaitu orang-orang yang melakukan pemikiran secara
berulang-ulang dan terus menerus, sehingga akhirnya bisa meraih
pengetahuan yang tertinggi atau hikmah. Contoh dalam al-Quran
terdapat kata “ayah atau ayat” bentuk jamak “ayaat”/ kata ini
disebut sebanyak 392 kali dalam al-Qur‟an. Kata ini sering
ditafsirkan dua macam yaitu: pertama, ayat-ayat yang merupakan
61
wahyu Allah yang tersurat dala al-Qur‟an, kedua, juga diartikan
sebagai tanda-tanda atau simbol-simbol yang terdapat dalam alam
semesta dan diri manusia sebagai makhluk biologis yang
merupakan dari alam semesta yang disebut dengan ayat-ayat
kauniyah. Serangkaian ayat-ayat yang berkaitan dengan aktivitas
mental yang disebut “pikir” dan “dzikr”. Orang yang memiliki
aktivitas mental dan menggunankannya untuk menatap ayat-ayat
tuhan ini disebut dengan ulul albab sebagaimana dalam al-Qur‟an
surat Ali- Imran:3:190:
بد ألٔنٗ األنجبةٜٚ م ٔانُٓبزٛإٌ فٗ خهق انعًٕاد ٔاألزض ٔاخزالف انه
“sesungguhnya dalam terciptanya langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang, adalah pertanda (ayat) bagi orang yang
memiliki akal (ulul albab)”
Ulul albab ini disebut dalam al-Qur‟an sebanyak 16 kali
dalam konteks yang berbeda-beda.
4) Ilmu bermakna dzikr dan berpikir
Muhammad Ali mengatakan bahwa konsekuensi berpikir
dan berdzikir adalah menuntut ilmu. Pengetahuan yang
berhubungan dengan aktivitas pikir dalam al-Qur‟an disebut
sebanyak 18 kali, sedangkan yang berkaitan dengan dzikir yang
antara lain dapat juga diartikan sebagai “mengambil Pelajaran”
disebut dalam al-Qur‟an sebanyak 285 kali. Dalam al-Qur‟an surat
Ali Imran:3:191:
زفكسٌٔ فٗ خهق انعًٕاد ٔاالزضٚٔ بيب ٔقؼٕدأػهٗ جُٕثٓىٛركسٌٔ هللا قٚ ٍٚانر
زثُب يب خهقذ ْرا ثبغال ظجحبَك فقُب ػراة انُبز
Artinya: “orang-orang yang melakukan refleksi tentang Allah
(dzikir) Ketika mereka itu sedang berdiri, sedang duduk, sedang berbaring
di atas lambung mereka, dan mereka memikirkan (tafakkur) tentang
kejadian langit dan bumi. (dan merekapun berkata): tuhan kami, engkau
62
tidak menciptakannya tanpa tujuan, maha suci engkau selamatkan kami
dari siksa neraka”
Di dalam al-Qur‟an terdapat nuansa-nuansa pengertian
yang berkaitan dengan metodologi ilmu pengetahuan,
sebagaimana yang dapat ditangkap dari arti dan pengertian istilahistilah seperti: fahhama, „aqala, bashir, faqiha, khabara,halama, albab
atau nuha. Dari segi metodologi, pengertian keilmuan terkandung
dalam istilah-istilah seperti: ikala, kala, qadara, qaddara, wazana,
taffafa, istawfa, mikyal, dan miqdar
Semua pengulangan materi ini dan kata jadiannya
menunjukkan dengan pasti akan keutamaan ilmu pengetahuan,
dan keutamaan itu amat jelas dalam pandangan al-Qur‟an.
3. Ilmu dan Agama
Dr. Muhammad Hatta menyatakan secara khusus sangat
perlu membahas hubungan antara ilmu dan agama, sebab
hubungan itu telah terjadi banyak kesalahpahaman, sumbernya
terletak pada Sejarah ilmu dan agama itu sendiri. Ada pertalian
antara ilmu dan agama yang sangat dominan, ilmu berkaitan
dengan ilmu pengetahuan sedangkan agama berkaitan dengan
masalah kepercayaan. Hatta juga berpendapat bahwa hubungan
antara ilmu dan agama bukanlah dari titik pertentangan melainkan
perbedaan bidang Garapan. Misalnya adanya keterbatasan akal
dan adanya hal-hal manusia tidak bakal tahu, sebagaimana berikut
ini (Raharjo, 1996):
a) terbatasnya pegetahuan manusia tentang kapan datangnya hari
kiamat. dijelaskan dalam al-Qur‟an surat al-a‟raf:7:187
.ْٕٓب نٕقزٓب إالٛجؼهٚ الٙبٌ يسظٓب قم إًَب ػهًٓب ػُد زثٚعؤنَٕك ػٍ انعبػخ أٚ
“mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: bialakah terjadinya.
Katakanlah: seungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada
63
tuhanku; tidak seorangpun dapat menjelaskan waktu kedatangannya
selaian dia”
b) terbatasnya pengetahuan manusia tentang Ruh. Di dalam alQur‟an surat al-Isra‟: 17:85 dijelaskan:
.الٛزى يٍ انؼهى إال قهٛ ٔيب أٔرٙعؤنَٕك ػٍ انسٔح قم انسٔح يٍ أيس زثٚٔ
“mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ruh itu
termasuk urusan tuhanku dan tiadalah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit”
Referensi
Al-Bahi, Muhammad, Wajib al-Ulama dalam Muhadharah Ummah
Al-Quwaisiny, Darwisy, Syarah Matn Al-Sulam Fi Al-Mantiq,
Surabaya
Al-Asykari, Hilal, Al-Luma‟ah Min Al-Furuq, Surabaya
Al-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi Ulum Al-Qur‟an, Beirut: Dar AlKitab Al-Ilmiyah, 1996
Ash-Shabuny, Studi Ilmu Al-Qur‟an, Bandung: Pustaka Setia, 1996
Hamka, Falsafah Hidup, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1994
Munawir, Kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997
Maskur, Pokok-Pokok Ulum Al-Qur‟an, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1992
Quthan, Mana‟ul, Pembahasan Ilmu Al-Qur‟an 2, Jakarta: PT Rineka
Cipta
Qardhawi, Yusuf, Al-qur‟an Berbicara tentang Akal dan Ilmu
Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani Press, 1996
Raharjo, M. Dawam, Ensiklopedi Al-Qur‟an Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam. Bandung:
Pustaka Setia
Sambas, Syukriadi, Mantik Kaidah Berpikir Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009
Umar Muhammad, Abu, Studi Al-Qur‟an al-Karim, Bandung:
Pustaka Setia, 2002
64
Wahid, Abdul, Ulum Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Grapindo Persada,
2002
Zaini, Hasan dan Hasnah, Radhiatul, „Ulumul Qur‟an. Batu
Sangkar: STAIN Batusangkar Press, 2011
65
BAB 5
KEWAJIBAN BELAJAR DALAM AL-QURAN
Oleh: Nurzannah
A. Hakikat Belajar
Belajar pada hakikatnya merupakan proses evolusi yang
dilakukan
seseorang
untuk
memperoleh
pengalaman,
pengetahuan, pemahaman, kemudian mengaplikasikannya dalam
hidup sehari-hari. Belajar menurut banyak pakar pendidikan
adalah proses bimbingan yang dilakukan orang dewasa kepada
peserta didik untuk mencapai kedewasaan dalam arti luas. Dewasa
dalam berfikir, berkomunikasi, maupun bertindak. Selain itu para
pakar juga menyebutkan bahwa belajar merupakan upaya untuk
mengubah ketidaktahuan seseorang terhadap sesuatu menjadi
tahu, mengubah perilaku buruk menjadi baik dan bahkan dapat
menjadi lebih baik. Belajar merupakan proses untuk mengetahui
sesuatu atau untuk memperbaiki perilaku menjadi postitif. Proses
tersebut sangat terkait dengan kemauan dan kemampuan
seseorang serta kesadaran jiwa seseorang dalam mengolah akal
fikirannya agar mau melakukan sesuatu, baik secara konkrit
maupun secara abstrak. Memang tidak semua Manusia dapat
dikategorikan mampu mengolah akal fikirannya untuk melakukan
pembelajaran secara maksimal. Karena fase-fase hidup Manusia
yang membatasi hal tersebut. Akan tetapi, belajar merupakan
sesuatu yang menantang bagi seseorang yang memiliki kesadaran
yang tinggi untuk belajar. Meskipun demikian, belajar merupakan
kebutuhan setiap Manusia, untuk menjadikannya lebih baik dalam
konteks yang lebih luas.
Secara umum belajar dimaknai sebagai sebuah perubahan
yang terjadi pada seseorang melalui pengalaman, bukan karena
66
pertumbuhan dan perkembangan fisik atau karakteristik
seseorang sejak lahir. Pada hakikatnya, Manusia belajar sejak usia
0 tahun, bahkan Manusia sudah mulai belajar sejak masih dalam
kandungan, (Al-Tabany, 2013). Belajar merupakan upaya sadar
untuk meningkatkan kualitas diri dengan memiliki sejumlah
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai, serta sikap,
(Prawira, 2013). Belajar adalah proses seseorang untuk mencapai
berbagai Kompetensi, keterampilan, dan sikap, (Baharuddin
&Wahyuni, 2015). Belajar juga merupakan perubahan tingkah
laku sebagai pengaruh dari adanya interaksi antara stimulus dan
respons. Pendapat ini disinyalir berasal dari teori belajar
behaviorisme (Yaumi, 2014). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
belajar merupakan sebuah proses, aktivitas, bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan sekedar mengingat, tetap lebih luas dari itu,
yakni mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan terhadap
sebuah latihan, tetapi perubahan perilaku, (Hamalik, 2014).
Pengertian belajar yang dikemukakan oleh para pakar
dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan
upaya Manusia yang sifatnya berkesimbungan untuk
meningkatkan Kompetensi kognitif, afektif (perilaku), dan
psikomotorik (amalan/Konasi). Proses yang berkesinambungan
tersebut memunculkan konsep belajar tanpa memandang usia.
Namun, idealnya bahwa proses belajar itu dimulai sejak usia awal
anak, bahkan sejak usia kandunganpun proses belajar dapat
terjadi. Karena, menurut ilmu kedokteran bahwa anak dalam
Rahim ibu yang masih berusia 6 bulan, sudah dapat
mendengarkan aktivitas dan suara yang terjadi di luar kandungan.
Hal ini dapat dideteksi melalui sentuhan dan suara si ibu, yang
akan direspon oleh si bayi dari dalam perut ibunya (Bela, 2023),
(Upahita, 2022).
67
Belajar dalam konteks pendidikan secara umum adalah
mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan melalui berbagai bentuk.
Ada yang berbentuk informal, formal, maupun non-formal.
Belajar melalui jalur informal merupakan cara belajar yang
umumnya dijalani setiap individu, baik secara sadar maupun tidak
sadar. Belajar yang bersifat informal menurut pakar adalah belajar
yang dijalani seseorang dalam keluarganya. Artinya, keluargalah
yang pertama sekali membentuk seorang anak untuk mengetahui
sesuatu. Ketika anak lahir ke dunia, keluarga harus menjadi ّيدزظ
ٗ األٔنmadrasatul uula (sekolah yang pertama) bagi anak untuk
belajar hal-hal awal, memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar
tentang dunia sekitar anak, membentuk akhlak Islami, dan lain
sebagainya. Belajar dalam bentuk formal dijalani seseorang secara
berjenjang, mulai dari pra sekolah, sekolah dasar, menengah
sampai ke perguruan tinggi. Dan belajar dalam bentuk nonformal adalah belajar dalam artian yang cukup luas. Dimana saja,
kapan saja, apa saja pun yang dipelajari, namun tidak memiliki
jenjang yang berbatas. Semua bentuk atau cara belajar dimaksud
tidaklah menjadi masalah, yang terpenting adalah proses yang
dijalani, yang mampu menambah atau mengembangkan potensi
seseorang kea rah yang lebih baik dari sebelumnya.
Islam sendiri sangat mendorong umat manusia untuk
terus belajar dan belajar. Memang secara eksplisit, tidak ada
perintah dalam al-quran yang menyatakan “belajarlah kamu”.
Akan tetapi, sangat banyak kalimat dalam alquran secara implisit
mengandung perintah untuk belajar. Hal itu dapat ditemukan
dalam al-Quran beberapa istilah yang dapat dikategorikan sebagai
signal kepada Manusia agar belajar, diantaranya; افال, ٌٔأفأل رزفكس
ٌٔ افال رر ّكس,ٌٔ افال ردثّس,ٌٕ( رغقهApakah kamu tak berfikir? Apakah
kamu tak berakal?. Apakah kamu tak merenung?, apakah kamu
68
tak mengingat? Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Allah
melalui signal-signal istilah di atas, merupakan beberapa indikasi
adanya penekanan untuk mengaktifkan akal fikiran yang dapat
dikategorikan sebagai proses belajar.
B. Kewajiban Belajar dalam Al-Quran
Al-Quran adalah sebuah kitab Suci yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad Rasulullah Saw, yang mengandung
penjelasan tentang berbagai aspek dalam kehidupan, termasuk
aspek pendidikan. Pendidikan dalam Islam dimulai sejak
seseorang masih berusia sangat dini, bahkan bayi 0 (nol) bulan.
Sebagaimana ketika anak baru dilahirkan, harus dilantunkan
ditelinganya kalimat tauhid. Artinya, bayi tersebut sudah dituntun
untuk belajar, terutama belajar kalimat-kalimat tauhid, (Ulwan,
2015). Batas akhir dari pendidikan Manusia adalah ketika
seseorang menjelang ajal atau sakaratul maut. Proses pendidikan
ini disebut dengan pendidikan atau belajar sepanjang hayat (long
life education).
Pertanyaannya adalah mengapa manusia perlu belajar?
Jawabannya, karena ketika Manusia lahir, tidak memiliki
pengetahuan apapun atau zero knowledge. Hal ini dijelaskan Allah
dalam firman-Nya berikut ini.
ج ؼ َ َم
َ َٔ ْ ئ ً بٛ َ ج ك ُ ْى ِي ٍْ ث ُ ط ُ ٕ ٌِ أ ُ هي َٓ ب ر ِ ك ُ ْى َال ر َؼ ْ ه َ ًُ ٕ ٌَ ش
َ َٔ َّللاه ُ أ َ ْخ َس
ْ َٔ األ َث ْ صَ ب َز
ْ َٔ ن َ ك ُ ىُ ان ع ه ًْ َغ
ٌَ ٔ األ َف ْ ئ ِ د َ ح َ ن َ ؼ َ ه ه ك ُ ْى ر َ شْ ك ُ ُس
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
kondisi tidak mengetahui sesuatu apapun dan Allah memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur (Q.S. An-Nahl:
78).
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya ketika manusia
dilahirkan, tidak memiliki pengetahuan sama sekali. Tetapi karena
69
maha kasihnya Allah, Dia menyertakan kelahiran Manusia
tersebut dengan indra pendengaran, indra penglihatan, dan hati.
Indahnya bahasa Al-Quran, bukan menyebutkan dengan telinga
ataupun mata. Karena, bisa saja orang lahir tanpa mata, tetapi dia
bisa melihat (tentunya dengan mata batin). Orang bisa juga lahir
tanpa telinga, tetapi dia bisa mendengarkan firman-firman Allah.
Hal ini dapat kita saksikan banyak orang buta, dan tuli, namun
mereka mampu membaca dan menghafal al-Quran, serta memilik
perasaan yang halus. Itu membuktikan bahwa ketiga indra yang
disertakan Allah bersamaan dengan lahirnya seseorang,
merupakan fasilitas untuk belajar. Belajar dalam hal ini adalah
sebagai upaya untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan yang
dapat menjadikan fungsi manusia sebagai khalifah (atau pengganti
Allah, pemimpin di bumi ini) berfungsi secara maksimal dan
berkualitas. Caranya adalah dengan membenahi diri melalui
pendidikan. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah diperoleh oleh
seorang Manusia biasa jika tidak melalui pendidikan atau belajar,
baik itu melalui pendidikan in-formal, formal, maupun nonformal.
Para pakar pendidikan juga menyatakan bahwa dalam
proses menuntut ilmu, mata, dan telinga merupakan indra yang
sangat penting. Mata diistilahkan dengan “jendela ilmu
Pengetahuan”. Itu bermakna bahwa melalui indra penglihatan,
mengamati suatu gejala manusia dapat memperoleh ilmu
pengetahuan. Selanjutnya dalam proses belajar, indra
pendengaran memiliki andil sebesar 40% dalam menyerap
informasi, sedangkan mata dapat menerima informasi sebesar
30%. Berarti Allah Swt telah memfasilitasi Manusia dengan
fasilitas yang dapat digunakan untuk mencari ilmu atau belajar.
70
Pertanyaannya, apakah ada perintah dalam al-Quran
untuk belajar? Sehingga, belajar itu merupakan wajib Islam?
Secara eksplisit, memang tidak ada ayat al-Quran yang
menyerukan kepada Manusia dengan kalimat yang berarti
“belajarlah kalian”, atau “diwajibkan pada kalian (wahai Manusia)
untuk belajar”. Pernyataan sejenis ini tidak pernah akan kita
temukan secara jelas dalam al-Quran. Akan tetapi, begitu banyak
ayat al-Quran yang mengandung sinyalemen agar Manusia belajar.
Diantara ayat-ayat al-Quran yang mengindikasikan kewajiban
belajar atau menuntut ilmu adalah sebagai berikut.
1. Al-Quran Surah Al-„Alaq ayat 1- 5
َق
َ َ ٱ ق ْ َش أ ْ َ ث ِ ٲ عْ ِى َ َس ث ّ ِ َك َٱ ن َّ ِز َٖ َخ ه
ٰ َ َٱْل
ٍَغ َ ٍَ َ ِي ٍْ َ ع َ ه َ ق
َ َ َخ ه
ِْ ق
ْ ٱ ق ْ َش أ ْ َ َٔ َس ث ُّ َك
ََُٱْل َكْ َش و
َٱ ن َّ ِز َٖ ع َ ه َّ ىَ َ ث ِ ٲ ن ْ ق َ ه َ ِى
ٰ َ َٱْل
َ َ ع ْ ه َ ْىٚ َ غ َ ٍَ َ َي بَ ن َ ْى
ِ ْ َع َ ه َّ ى
Artinya:
1) Bacalah (wahai Muhammad) dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan
2) Dia (Allah) telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3) Bacalah dan Tuhanmulah yang maha Pemurah
4) Yang mengajar Manusia dengan perantaraan kalam
5) Dia mengajar Manusia apa yang tidak diketahui
Jika kita mentadabburi isi surat al-„Alaq 1-5 di atas, ada
dua kata إقسأyang dapat kita lihat di dalamnya. Keduanya
merupakan bentuk kalimat perintah (fi‟il amar). Dimana hukum
asal kalimat amar adalah sebuah perintah, dan perintah adalah
wajib dilaksanakan. Memang kalimat perintah membaca dalam
surah al-„Alaq ayat 1 tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad
71
Saw. Namun, maknanya membias untuk semua kaum muslimin.
Perintah membaca bermakna belajarlah wahai kamu sekalian.
Dalam tafsir Jalalain, إقسأpada ayat yang pertama bermakna
mulailah membaca dengan menyebut nama Rabb (Tuhanmu)
yang menciptakan semua makhluk (Surat-Yasin.com, 2023).
Sementara, Qurais Shibah menjelaskan bahwa ayat pertama surat
al-„Alaq ini berisi ajakan untuk membaca dan belajar, (Q. Shihab,
2021). Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa wahyu pertama
yang diturunkan Allah tersebut merupakan rahmat dan kasih
sayang Allah yang besar kepada Manusia, dan merupakan nikmat
yang pertama yang diberikan Allah. Karena Allah memuliakan
Manusia dengan Ilmu. Dan ilmu jugalah yang membedakan
Manusia dengan malaikat, (Katsir, 2015), ilmu itu dicari dengan
cara membaca. Surah Al-„Alaq ini mengandung makna kunci
bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan adalah kemampuan
membaca dan memahami ayat-ayat Allah, baik tersurat maupun
yang tersirat. Manusia akan menjadi sempurna bila diberi agama
dan pendidikan sekaligus, (Kementerian Agama RI, 2010).
( إقسأIqra‟) pada ayat yang kedua, ulama berbeda pendapat
terhadap adanya pengulangan kalimat إقسأtersebut, diantaranya: 1)
perintah pertama ditujukan kepada Nabi Muhammad secara
individu, sementara perintah kedua ditujukan kepada
pengikutnya, 2) perintah pertama membaca dalam shalat, perintah
kedua membaca di luar itu, 3) perintah pertama untuk belajar,
perintah kedua untuk mengajar. Namun Shihab menegaskan
pendapatnya bahwa perentah إقسأyang kedua agar Nabi terus
membaca, menelaah, baik yang tersurat maupun yang tersirat
yang membentang di alam semesta ini untuk membekali diri
berdakwah di tenganh-tengah masyarakat, (Q. Shihab, 2021).
72
إقسأakar katanya bermakna menghimpun. Makna
menghimpun ini melahirkan beragam konotasi, seperti
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciriciri sesuatu, mengkaji, dan membaca, baik yang tersurat maupun
tersirat. Berbagai konotasi makna kata إقسأtersebut secara hakiki
merupakan perintah untuk belajar. Sebab, ketika proses belajar
berlangsung, maka upaya membaca, meneliti, menelaah,
mendalami, dan lain-lain, secara serentak, pasti terjadi (Irfani,
2017).
Penjelasan beberapa pendapat tentang kalimat إقسأdi atas
dapat disimpulkan bahwa kalimat perintah membaca dalam surat
al-„Alaq di atas adalah perintah untuk belajar bagi setiap Manusia
(khususnya umat Islam). Dengan tujuan agar Manusia memiliki
ilmu pengetahuan, Sehingga dalam menjalankan kewajibannya
sebagai hamba dengan berlandaskan kepada ilmu pengetahuan
dan tauhid yang kokoh.
2. Al-Quran Surah al-Mujadalah 122, yang berbunyi:
َ ُ ْ فِ ُس ٔا ك َب ف ه خ ً ۚ ف َ ه َ ْٕ َال َ َ ف َ َس ِي ٍْ ك ُ ّم ِ ف ِ ْس ق َ خٍ ِي ُ ْ ُٓ ْىٛ ِ َٔ َي ب ك َب ٌَ ان ْ ًُ ْؤ ِي ُ ُ ٕ ٌَ ن
ْ ِٓ ْى ن َ ؼ َ ه ه ُٓ ْىٛ َ ج ؼ ُ ٕا إ ِ ن
َ ُ ُ ْ ِر ُز ٔا ق َ ْٕ َي ُٓ ْى إ ِ ذ َ ا َزٛ ِ ٍِ َٔ نٚ ّ ِ ان دٙ ِ َ ز َف َ ق ه ُٓ ٕا فٛ ِ غ َ ب ئ ِ ف َ خ ٌ ن
ٌَ ٔ َ ْح ر َ ُزٚ
Artinya: tidak sepatutnya mukminin itu semuanya (pergi ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya supaya mereka iti dapat menjaga dirinya, (Q.S. alMujadalah ayat 122).
Asbabun nuzul ayat ini adalah disebabkan perginya semua
kaum Muslimin ke medan perang, sehingga tak seorangpun lagi
ada yang tinggal di kampung halaman mereka. Padahal,
73
sebelumnya Allah yang mencela kaum muslimin yang tidak mau
ke medan perang. Qurais shihab menafsirkan bahwa dalam ayat
ini ada keterangan atau kaidah urgen, yakni kaum mukminin tidak
boleh berangkat semuanya ke medan perang. Akan tetapi, harus
ada sebagian orang dari setiap golongan yang tinggal untuk pergi
belajar atau menuntut ilmu agama (khususnya). Dengan tujuan,
agar orang-orang yang belajar tersebut dapat memberi petunjuk
kepada kaumnya.
Makna ayat di atas mengindikasikan bahwa menuntut ilmu itu
tidak kalah wajibnya dengan berjuang di medan perang. Hal itu
juga menunjukkan bahwa menuntut ilmu atau belajar setara
dengan jihad fi sabiilillah. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,
yang artinya: “Bepergian ketika pagi dan petang untuk menuntut
ilmu, lebih utama dari pada berjihad fi sabilillah,” (H.R. Dailami),
(Kitab Hadits Digital).
3. Al-Quran Surat Ali Imran ayat 190-191, yang berbunyi:
ْ َٔ ض
ٍ ََٰٚ بز َل َءا
ت
ِ َٕ َٰ ًَ َٰ ع
ق ٱن ه
ِ َٱخزِ َٰه
ِ د َٔ ْٱأل َ ْز
ِ َذ ِّأل ُ ۟ٔ ِنٗ ْٱأل َ ْن َٰج
ِ َٓ ِم َٔٱنُهْٛ ف ٱنه
ِ إِ هٌ فِٗ خ َْه
)190(
ْ
ْ
َٰ
ُ
َ
ه
ُ
َٰ
َٰ
ُ
َ
َ
َرك ُسٌَٔ هٚ ٍَِٚٱنهر
د
ِ َٕ ًَ ع
ق ٱن ه
َ َٔ َ ًًب َٔقؼُٕدًاِٛٱَّللَ ق
ِ َزفك ُسٌَٔ فِٗ خَهَٚٔ ػه َٰٗ ُجُٕثِ ِٓ ْى
)191(بز
ُ ض َزثهَُب َيب َخهَ ْقذَ َٰ َْرَا َٰثَ ِط ًال
ِ َٔ ْٱأل َ ْز
َ ظ ْج َٰ َحَُكَ فَ ِقَُب
َ َػر
ِ اة ٱنُه
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang berakal” (190).
Ayat 190 menjelaskan bahwasanya diciptakannya langit
dan bumi, silih bergantinya malam dan siang merupakan ciptaan
Allah yang tidak dapat dibiarkan begitu saja keberadaannya, tanpa
ada pemikiran pemikiran mendalam. Shihab menjelaskan ayat
yang pendek ini dengan detil. Dimana beliau menceritakan
tentang penciptaan fakta-fakta kosmis yang menunjukkan
74
kemaha-agungan Allah sebagai Sang Khaliq. Penulis mencoba
menukil pendapat beliau bahwa diciptakannya langit dan bumi
oleh Allah dengan kesempurnaan dan ketepatan, perbedaan siang
dan malam, terangnya siang, gelapnya malam, rentang waktu
panjang dan pendek, sebagai tanda yang konkrit bagi mereka yang
berakal yang faham tentang kemaha-esaan dan kekuasaan Allah.
Semua itu merupakan hikmah Sehingga semua menjadi seimbang
dan melahirkan iklim yang cocok untuk kehidupan Manusia di
bumi (M. Q. Shihab, 2009).
Ayat 190 ini ditutup dengan kalimat ت
َ َٰ ( ِّأل ُ ۟ٔ ِنٗ ْٱأل َ ْنLi-ulil albaab). Istilah ulul al-bab dalam terjemahan umum diartikan
dengan orang-orang yang berakal. Ibnu Katsir berpendapat
bahwa ulul albab adalah orang-orang yang mempunyai
kesempurnaan akal dan kecerdasan. Qutub menyebutkan bahwa
ulul albab merupakan seseorang yang mempunyai pemikiran dan
pemahaman yang lurus (Muchlisin, n.d.) Seseorang memiliki akal
sempurna, kecerdasan, dan pemahaman yang lurus tidak mungkin
tanpa belajar.
Belajar dalam hal ini bukanlah belajar dalam artian formal,
akan tetapi orang yang terus mengasah pemikiran dan
pemahamannya dengan terus membaca, menelaah, mengkaji,
Sehingga sampai pada titik pemahamannya tentang hikmah
sesuatu, diantaranya adalah tentang penciptaan alam semesta ini.
Hal ini ditegaskan Allah pada ayat selanjutnya.
َ ْر ُك ُسٌَٔ هٚ ٍَِٚٱنهر
د
ِ َٕ َٰ ًَ َٰ ع
ق ٱن ه
َ َٔ َ ًًب َٔقُؼُٕدًاَٰٛ ِٱَّللَ ق
ِ َزَفَ هك ُسٌَٔ فِٗ خ َْهَٚٔ ػهَ َٰٗ ُجُُٕثِ ِٓ ْى
)191(بز
ُ ض َزثهَُب َيب َخهَ ْقذَ َٰ َْرَا َٰثَ ِط ًال
ِ َٔ ْٱأل َ ْز
َ ظ ْج َٰ َحَُكَ فَ ِقَُب
َ َػر
ِ اة ٱنُه
Artinya: “(Yakni) orang-orang yang mengingat ALlah dikala
berdiri atau duduk ataupun dalam kondisi berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ya
75
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, pliharalah kami dari siksa neraka”.
Di mana, dalam ayat 191 menyebutkan bahwa ulul al-bab
adalah orang bukan saja mengingat Allah ketika berdiri, duduk,
dan berbaring, tetapi juga sekaligus memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi, dan tetap juga berdoa agar mereka
terhindar dari siksa neraka. Konotasinya adalah bahwa orang yang
disebut dengan ulul al-bab adalah orang yang bukan hanya
memiliki ketaatan kepada Allah semata. Akan tetapi, mereka tetap
menggunakan akal fikiran mereka, yakni belajar dan terus belajar
untuk memaknai penciptaan alam semesta ini sebagai keagungan
Allah Swt. Meskipun dalam kedua ayat tersebut, tetap tidak
ditemukan unkapan kata kewajiban tentang menuntut ilmu atau
belajar. Tetap saja Allah mengungkapkan kewajiban belajar itu
dengan makna yang sangat halus dan tersirat.
4. Q.S. Al-Ghasiyah ayat 17-20 yang berbunyi:
ُ ُْ َٚ أَفَ َال
ْ َْف ُزفِؼ
ْ َْف ُخ ِهق
)18( ذ
) َٔإِنَٗ ان ه17( ذ
ِ ًَ ع
َ ٛبء َك
َ ٛاْلثِ ِم َك
ِ ْ َٗظ ُسٌَٔ إِن
ْ ظ ِط َح
ْ َصج
)20( ذ
ُ ْف
ِ ) َٔإِنَٗ ْاأل َ ْز19( ذ
ِ َُ ْف
َ ٛض َك
َ َٛٔإِنَٗ ْان ِججَب ِل َك
Artinya: Maka, apakah mereka tidak memperhatikan Unta
bagaimana ia diciptakan? (17) Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
(18), Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? (19) Dan bumi,
bagaimana ia dihamparkan? (20).
Keempat ayat di atas mengandung kalimat tanya. Dalam
proses belajar, jika seorang guru bertanya kepada siswanya, berarti
guru tersebut menyuruh siswa untuk memberikan jawaban dari
pertanyaannya. Sementara siswa yang menerima pertanyaan
sekuat tenaga memberikan respon untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Maka dalam hal ini terjadilah proses berfikir dalam otak
Si anak didik untuk menemukan jawaban. Dari proses guru
76
bertanya, kemudian Si anak didik mencoba menjawab, ada
pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh oleh guru dan siswa
tersebut. Masing-masing mereka telah menjalani proses belajar.
Kalimat tanya sendiri memang memiliki arti sebagai sebuah
gagasan atau ide utama yang berbentuk pertanyaan dengan
maksud agar mendapatkan jawaban atau respon (Materi, 2023).
Respon inilah yang menghatarkan seseorang pada proses belajar.
Jika dianalisis secara lebih mendalam. ayat-ayat di atas
mengandung makna hikmah dan filosofis. Allah memerintah
Manusia untuk memperhatikan bagaimana unta diciptakan.
Ternyata, unta sebagai seekor hewan yang sangat berbeda dengan
hewan lainnya. Bagi bangsa Arab yang hidup mereka di gurun
(pada masa lalu tidak ada kendaraan), mereka memanfaatkan unta
menjadi kendaraan, baik untuk mengangkut barang-barang
mereka, maupun ditungangi oleh para kafilah, dengan jarak yang
sangat jauh. Suasana gurun sangatlah ekstrim, sinar matahar yang
terik, malam hari udaranya sangat dingin, susah menemukan air,
susah mencari tempat berteduh ketika siang hari, apalagi
pemukiman untuk tempat persinggahan. Keekstriman gurun
tersebut, tidak membuat unta lemah. Unta dapat menahan haus
atau tidak minum selama dua bulan berturut-turut, jika ia telah
mengonsumsi makanan yang segar dan berair. Unta juga bisa
bertahan hidup dalam musim dingin. Dan tubuhnya seolah-olah
tidah pernah merasa lelah. Dagingnyya bisa dikonsumsi,
menghasilkan susu yang dapat diminum oleh siapa saja (Hamka,
n.d.). Hal ini menunjukkan bahwa unta merupakan hewan yang
luar biasa yang telah diciptakan Allah untuk dapat dijadikan
sebagai pembelajaran tentang kemaha-kuasaan Allah. Hanya
dengan belajarlah Manusia dapat mengetahui dan memahami apa
77
yang dijelaskan Allah tentang keunikan unta sebagai binatang,
makhluq ciptaan Allah.
Shihab menjelaskan bahwa ayat 17-20 tersebut mengajak
Manusia untuk berfikir dan merenung. 1) binatang unta yang
dijadikan kendaraan dengan ditunggangi, 2) perjalanan malam di
gurun tidak jelas terlihat kecuali langit tinggi yang terbentang luas.
3) Allah menuntun Manusia menemukan gunung yang terpacak di
bumi, kukuh berdiri, dan tak sedikitpun oleng (M. . Shihab, 2020).
Penjelasan tentang beberapa ayat al-Quran di atas
memberikan pencerahan kepada kita bahwasanya tidak ada lagi
yang perlu dipertentangkan tentang kewajiban menuntut ilmu
dalam Islam. Menuntut ilmu atau belajar dalam Islam adalah
sebuah kewajiban (wajib „ain) bagi setiap individu. Karena
berbekal ilmu pengetahuanlah, Manusia dapat memilah dan
memilih hakikat kehidupan. Mana yang dapat memberi manfaat
baginya, mana yang dapat membuatnya bahagia, baik di
kehidupan duniawi maupun ukhrowi. Mudah-mudahan Allah
memasukkan kita ke dalam golongan mereka (Al-Maraghi, 1992).
C. Kesimpulan
Beberapa ayat yang telah dijelaskan di atas, tak satupun di
dalamnya
secara
terang-terangan
menghimbau
atau
memerintahkan kita untuk belajar. Namun, begitu banyak ayat alQuran yang mampu mengajak manusia untuk menggunakan akal
fikirang (memanfaatkan pendengaran, penglihatan, dan hati)
untuk mentadabburi tanda-tanda kebesarn Allah. Sehingga tidak
perlu disangkal atau diragukan lagi bahwa kewajiban belajar dalam
al-Quran merupakan sebuah perintah yang riil, nyata. Oleh sebab
itu, sebagai seorang muslim, marilah kita terus hidupkan semangat
78
belajar, sebagai upaya untuk menjadi muslim yang berkualitas dan
tetap hidup berlandaskan kepada ilmu dan iman yang tauhid.
Referensi
Al-Maraghi, A. (1992). Tafsir Al-Maraghi Juz 3. PT Karya Toha
Putra.
Al-Tabany, T. I. B. (2013). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,
Progresif, dan Kontekstual (T. T. T. Trianto (ed.); 3rd ed.).
Kencana.
Baharuddin &Wahyuni, E. . (2015). Teori Belajar & Pembelajaran (1
(ed.)). Ar-Ruzz Media.
Bela, A. (2023). Alodokter. Hamil 6 Bulan, Bayi Dapat Diajak
Berinteraksi. https://www.alodokter.com/hamil-6-bulanbayi-dapat-diajak-berinteraksi
Hamalik, O. (2014). Kurikulum dan Pembelajaran. PT. Bumi Aksara.
Hamka. (n.d.). Tafsir al Al Azhar. PT Pustaka Islam.
Irfani, R. (2017). Konsep Teori Belajar dalam Islam Perspektif Al-Quran
dan
Hadits.
6(1),
212–223.
https://doi.org/10.29313/tjpi.v6i1.2319
Katsir,
I.
(2015).
Tafsir
Surat
al-‟Alaq
1-5.
http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-suratal-alaq-ayat-1-5.html
Kementerian Agama RI. (2010). Al-Qur‟an Dan Tafsir (Jakarta :
Lentera Abadi, 2010). Lentera Abadi.
Materi,
A.
(2023).
Pengertian
Kalimat
Tanya.
https://materibelajar.co.id/pengertian-kalimat-tanya
Muchlisin, B. (n.d.). Surat Ali Imran Ayat 190-191: Arab Latin,
Arti, Tafsir, Kandungan. Retrieved September 17, 2023,
from
https://bersamadakwah.net/surat-ali-imran-ayat190-191/
79
Prawira, P. . (2013). Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru. ARRUZZ.
Shihab, M. Q. (2020). Tafsir al-Misbah (15th ed.). Lentera Hati.
Shihab, M. Q. (2009). Tafsir Al-Mishbah, Al-Imran dan An-Nisa‟.
657.
Shihab, Q. (2021). Tafsir Al-Misbah Jilid 15 (Vol. 15).
https://archive.org/details/tafsir-al-mishbah-prof-dr.-m.quraish-shihab-/Tafsir Al-Mishbah Jilid 01 -Dr. M.
Quraish Shihab-pages-deleted/page/n203/mode/2up
Surat-Yasin.com. (2023). Tafsir Jalalain Surat Al Alaq.
https://surat-yasin.com/tafsir-jalalain-surat-al-alaq/
Ulwan, A. N. (2015). Pendidikan Anak dalam Islam. Insan Kamil.
Upahita, D. (2022). hellosehat. Kapan Janin Bisa Mendengar Di
Dalam
Kandungan?
https://hellosehat.com/kehamilan/kandungan/prenatal/
bayi-bisa-mendengar-di-dalam-kandungan/
Yaumi, M. (2014). Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan
dengan Kurikulum 2013 (D. Ibrahim, N & Sidik (ed.); 3rd
ed.). Kencana.
80
BAB 6
KEWAJIBAN MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Febri Wardani
A. Mengajar Dalam al-Qur’an
Al-Qur‟an berasal dari kata qara‟a, qira‟atan, qur‟anan.
Qara‟a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun. Qira‟ah
adalah menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang
lain dalam satu ucapan yang tersusun rapih. Qur‟anah adalah
bacaan atau cara membacanya
Mengajar dalam bahasa Indonesia yaitu memberikan serta
menjelaskan kepada orang tentang suatu ilmu; memberi pelajaran
(Sugono 2008, 23) sedangkan dalam bahasa Arab Mengajar
berasal dari kataؼهّى ػههىٚ . Ibnu Mandzur menjelaskan kata „alima di
dalam Lisanul „Arab adalah “pencapaian pengetahuan yang
sebenarnya” atau makna lain “menjadikan orang lain dari awalnya
tidak mengetahui menjadi tahu” (Mandzur 1119 H, 3084). Jadi
mengajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang guru
kepada peserta didik supaya ia memahami sebuah keilmuan dan
mengamalkan ilmu tersebut.
Mengajar merupakan sebuah tugas yang mulia baik dilihat
dari tingkatan ilmunya maupun dari segi mengajarkan ilmu
tersebut. Manusia tidak hanya dituntut untuk berilmu namun juga
diperintahkan menyebarkan ilmu tersebut kepada orang orang
lain. Hal ini yang dijelaskan oleh Allah Swt. didalam al-Qur‟an
surat an-Nahl ayat 44.
ُّ َٔ د
)ٗٗ( ٌََٔزَفَ هك ُسٚ ِٓ ْى َٔنَؼَهه ُٓ ْىْٛ َبض َيب َُ ِ ّص َل إِن
ِ َُّبِٛ َِث ْبنج
ِ ٍَّ ِنهُهِٛ َْكَ ان ِرّ ْك َس ِنزُجَٛانصث ُِس َٔأ َ َْصَ ْنَُب ِإن
Artinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan,(Qs. An-Nahl:44)
81
Allah memerintahkan untuk menerangkan kepada
manusia apa yang di perolehnya dari pengatahuan yang diberikan
oleh Allah kepadanya. Allah memakai kata Bayyin (menerangkan)
yang mana hal tersebut merupakan bagian dari mengajar.
Pertama kali al-Qur‟an diturunkan belum menjelaskan
tentang hukum-hukum namun bagaimamna Malaikat Jibril yang
diutus oleh Allah untuk mengajarkan al-Qur‟an kepadanya dengan
belajar membaca.
Perhatian utama dalam al-Qur‟an bagaimana seorang
belajar dan mengajarkan ilmu yang diperolehnya. Sehingga
terdapat 39 kata ( ػههىmengajar) dalam al-Qur‟an dan term yang
semakna dengan kata tersebut yang termuat dalam 37 surat yang
berbeda. Melihat jumlah pengulangan tersebut maka pentinglah
bagi seseorang untuk memahami bahwa mengajar tersebut
merupakan hal yang utama bagi seseorang yang memiliki ilmu
untuk menyampaikan ilmu tersebut. Wajibnya seseorang untuk
menyampaikan ilmu yang dimilikinya dan Allah melaknat orangorang yang menyembunyikan ilmu tersebut, hal ini sebagaimana
yang firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 159 :
ة
ِ َُِّبََٛ ْكز ُ ًٌَُٕ َيب أ َ َْصَ ْنَُب ِيٍَ ْانجٚ ٍَِٚإِ هٌ انهر
ِ هُهبُِ ِنهُهَٛد َٔ ْان ُٓدَٖ ِي ٍْ ثَ ْؼ ِد َيب ث
ِ ْان ِكز َبِٙبض ف
َ ْهؼَُُ ُٓ ُى هٚ َأُٔنَئِك
)ٔ٘١( ٌََُُٕ ْهؼَُُ ُٓ ُى انال ِػَٚٔ َُّللا
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa
yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab,
mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang
dapat mela'nati, (Qs. Al-baqarah : 159)
Ketika menafsirkan ayat di atas Ibnu Katsir mengatakan
orang yang menyembunyikan ilmu akan dilaknat oleh Allah, para
malaikat, seluruh manusia, dan semua makhluk yang dapat
melaknati. Mereka adalah semua makhluk yang dapat berbicara
dan yang tidak dapat bicara, baik dengan lisan ataupun dengan
perbuatan, jika makhluk itu termasuk yang berakal pada hari
kiamat. (Dimasyqi 2000, jild 2, h 137)
82
Rasulullah juga bersabda terkait tentang seseorang
menyembunyikan ilmunya, sebagaimana beliau bersabda :
كُص انكُصٚ ٘حدس ثّ كًضم انرٚ زؼهى انؼهى صى الٚ ٘ يضم انر: أٌ زظٕل هللا ملسو هيلع هللا ىلص قبل
ُُّفق يٚ فال
Artinya: Permisalan orang yang mempelajari ilmu kemudian ia
tidak menceritakannya kepada orang lain, seperti orang yang menyimpan
perbendaharaan lalu tidak menginfakkannya. (Thabrani 1995, Jild 1,
nomor. 689, h 213)
Mengingat pentingnya mengajar atau menyampaikan ilmu
ini, Rasulullah dalam suatu haditsnya memerintahkan agar Orang
yang hadir mesti menyampaikan kepada yang tidak hadir akan
ilmu yang mereka dapatkan. Ketika seseorang belajar dan
mengajarkan ilmu tersebut maka ia menjadi manusia terbaik
dipermukaan bumi. Ia akan memperol,eh peringkat tersebut
apabila ilmu yang diajarkan tersebut adalah al-Qur‟an atau ilmu
agama. Hal tersebut sebgaimana yang sabdakan oleh Rasululah
dalam sebuah haditsnya:
ٍ ػهقًخ اثٍ يسصد ظًؼذ ظؼد ثَٙحدصُب حجبط ثٍ يُٓبل حدصُب شؼجخ قبل أخجس
صهٗ هللاٙ هللا ػُّ ػٍ انُجٙ ػٍ ػضًبٌ زظًٙ ػجد انسحًٍ انعهٙدح ػٍ أثٛػج
ًّسكى يٍ رؼهى انقسآٌ ٔػهٛخ:ّ ٔ ظهى قبلٛػه
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hajaj ibn Minhal
telah menceritakan kepada kami Syu‟bah ia berkata telah mengabarkan
kepadaku „Alqamah ibn Mirtsad aku mendengar Sa‟id bin „Ubaidah dari
Abu Abdurrahman Assalami dari „Utsman Ra dari Nabi
Shalalalahu‟alaihi wassalam bersabda: sebaik-baik kalian adalah orang
yang mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya. (Hr. al-Bukhari)
Orang yang mengajarkan bacaan A1-Qur'an dan orang
yang mengajarkan kandungannya adalah sebaik sebaik umat ini.
(al-'Utsaimin 2010, Jild. 6 h 125). Ketika yang diajarkan tersebut
83
adalah ilmu umum atau yang mubah dan bermamfaat bagi orang
banyak maka ia akan mendapatkan pahala jariyah dari apa yang ia
ajarkan. Hal ini berdasarkan keumuman hadits terputusnya amal
seseorang ketika ia meninggal dunia kecuali disebabkan tiga hal,
diantaranya yaitu ilmu bermamfaat.
Kewajiban untuk menyampaikan ilmu juga terdapat dalam
surah an-Nahl ayat 125 dan qs. Al Baqarah ayat 129. Allah
berfirman dalam surah An Nahl :
َ ِم َزثِّكَ ثِ ْبن ِح ْك ًَ ِخ َٔ ْان ًَ ْٕ ِػِٛظج
ُ ا ْد
َعٍُ إِ هٌ َزثهك
َ ْ أَحِٙ
َ ظ ِخ ْان َح
َ َٗع إِن
َ ْ ِٙعَُ ِخ َٔ َجبد ِْن ُٓ ْى ثِبنهز
)ٕٔ٘( ٍَِٚ ِه ِّ َْٔ َُٕ أ َ ْػهَ ُى ثِ ْبن ًُ ْٓزَدِٛظج
َ ظ هم
َ ٍْ ًَ ِْ َُٕ أ َ ْػهَ ُى ث
َ ٍْ ػ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Qs. An Nahl :125)
Dan firman Allah dalam surah al Baqarah:
ْ ََزثهَُب َٔا ْثؼ
ِٓ ْىُٛصَ ِ ّكَٚٔ ََبة َٔ ْان ِح ْك ًَخ
ُ ِٓ ْى َزِٛش ف
َ َُٕزْهٚ ظٕال ِي ُْ ُٓ ْى
َ ُؼَ ِهّ ًُ ُٓ ُى ْان ِكزَٚٔ ََبرِكٚ ِٓ ْى آْٛ َػه
ُ إَِهكَ أ َ َْذَ ْانؼَ ِص
)ٕٔ١( ُىٛص ْان َح ِكٚ
Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan AlHikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Baqarah : 129)
Mengajar terbagi kepada beberapa aspek di dalam alQur‟an yang mesti di ajarkan yaitu; Mengajarkan berbicara,
mengajar membaca dan mengajar menulis. Ketiga hal ini terdapat
dalam beberapa ayat al-Qur‟an :
84
No
1.
2.
3.
Surat
Faidah
Qs. Al-Baqarah ayat 31
Qs. Al „Alaq ayat 5
Qs. Al-Baqarah ayat 32
Qs. An Nisa‟ ayat 113
Qs. Al-Baqarah ayat 239
Qs. Yusuf ayat 68
Qs. Al Kahfi ayat 65
Qs. Al Anbiya‟ ayat 80
Qs. Yusuf ayat 37
Qs. Al-Baqarah ayat 251
Qs. Al-Baqarah ayat 282
Qs. Al-Baqarah ayat 151
Qs. Ali Imran ayat 48
Qs. Ar Rahman Ayat 4
Allah
Mengajarkan
Ilmu Kepada Malaikat,
Para Nabi dan rasul
serta manusia
1. Qs. Al „Alaq ayat 4
2. Qs. Al-Maidah ayat 110
Mengajarkan Manusia
Menulis dan Membaca.
1. Qs. Al Maidah ayat 4
Allah memebrikan skil
khusus untuk Mengajar
Hewan untuk Berburu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
1.
4.
Allah
Mengajarkan
Pandai berbicara
5.
1. Qs. An Naml ayat 16
Nabi Sulaiman diberi
Ilmu agar mampu
berbicara
dengan
Hewan
6.
1. Qs. Yusuf Ayat 21
2. Qs. Yusuf ayat 6
Allah
Mengajarkan
ta‟wil Mimpi Kepada
nabi Yusuf
7.
Fitnah
Fir‟un
yang
85
1. Qs. Thahah ayat 71
2. Qs. Asy Syu‟ara ayat 49
menyebut Nabi Musa
Mengajarkan Sihir
8.
1. Qs. An Najam ayat 5
Malaikat Mengajarkan
ilmu Kepada Para
Rasul
9.
1. Qs. Al Kahfi ayat 66
Mendaftarkan
Sebelum Belajar
Diri
10. 1. Qs. Ali Imran ayat 79
Ciri manusia Rabbani
adalah
mengajarkan
Ilmu
11. 1. Qs. Al Baqarah ayat 129
2. Qs. Ali Imran ayat 164
3. Qs. Al Jumu‟ah ayat 2
Mengajarkan Manusia
al-Qur‟an dan Hikmah
(Sunnah)
12. 1. Qs. Al Baqarah ayat 102
Syaithan Mengajarkan
Sihir Kepada Manusia
13.
Tuduhan kafir Quraisy
al-Qur‟an
Yang
diajarkan
Rasulullah
buatan Manusia
1. Qs. An Nahl ayat 16
Berdasarkan tabel di atas maka seluruh ilmu tersebut
berasal dari Allah Swt , selagi kebaikan-kebaikan, namun jika ia
sebuah keburukan maka berasal dari syaithan. Allah mengajarkan
manusia berbicara, Allah mengajarkan manusia Menulis,
membaca, mengetahui nama-nama benda, skil untuk melatih
hewan dan ta‟wil mimpi. Ketika Allah telah memberikan ilmu
tersebut kepada kita sebagai manusia ciptaanya maka wajib untuk
mengamalkan dan menyampaikan ilmu tersebut. Jika ia
86
menyembunyikan ilmunya kepada orang lain atau tidak mau
mengajarkan, maka Allah akan melaknat orang tersebut.berbeda
dengan mereka yang mewakafkan dirinya untuk mengajar ia akan
mendapatkan keutamaan-keutaman.
B. Keutamaan orang yang mengajarkan ilmu
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap insan
apalagi ia sebagai seorang muslim merupakan perintah dari agama
itu sendiri. Setiap perintah baik perintah wajib maupun Sunnah
yang ditetapkan bagi manusia akan memiliki mamfaat dan
keutamaan baik didunia maupun di akhirat. Begitu juga bagi
orang-orang yang mengajarkan ilmu tersebut ia akan memperoleh
mamfaat dan keutamaan. Diantara keutamaan seorang yang
mengajarkan ilmunya yaitu :
1. Menjadi Manusia Terbaik
Ketika seorang mengajarkan ilmunya maka ia akan
memperoleh peringkat terbaik dikalangan mansia itu sendiri. Hal
ini yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari :
ًّسكى يٍ رؼهى انقسآٌ ٔػهٛخ
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur‟an dan
Mengajarkanya” (al-Bukhari 1400 H, Nomor. 4739)
Rasulullah juga bersabda dalam hadits lain :
ًّإٌ أفعهكى يٍ رؼهى انقسآٌ ٔػه
Sesungguhnya orang yang paling utama diantara kalian adalah
yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur‟an” (al-Bukhari 1400 H,
Nomor. 4740).
Jadi, untuk menjadi manusia terbaik atau paling utama
adalah mepelajari dan mengajar al-Qur‟an. Al-Qur‟an adalah kitab
yang mulia diturunkan melalui malaikat yang mulia dan kepada
Rasul yang mulia, maka dengan itu orang yang bersama al-Qur‟an
menjadikan ia menjadi manusia yang mulia disisi Allah.
87
2. Menjadi Orang yang Istimewa
Keutamaan yang akan diperoleh oleh seseorang yang
mengajarkan ilmunya yaitu menjadi orang yang istimewa.
Rasulullah hanya meperbolehkan dengki kepada dua golongan
saja yaitu seseorang yang diberi kelapangan harta oleh Allah
kemudian ia belanjakan dijalan Allah, dan golongan kedua mereka
yang diberi ilmu kemudian ia mengamalkan dan mengajarkan
ilmunya kepada orang lain. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dari sahabat Ibnu Mas‟ud Radhiyallahu‟anhu
berkata:
ٗ زجم آربِ هللا يبال فعههطّ ػه:ٍٛ اصُزٙ "ال حعد إال ف:قٕلٚ ظًؼذ زظٕل هللا ملسو هيلع هللا ىلص
"ؼهًٓبٚٔ ثٓبٙقعٚ ٕٓ ٔزجم آربِ هللا حكًخ ف، انحقَْٙهَكزّ ف
“Aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabda : Janganlah kalian
hasad kecuali terhadap dua golongan yaitu : seorang yang Allah berikan
kepadanya harta, lalu ia mengusainya dan membelanjakanya dijalan yang
haq dan seorang yang Allah beri hikmah (ilmu) dan ia melaksanakanya
dan mengajarkanya. (al-Bukhari 1400 H, Nomor. 1409)
Inilahyang istimewa dihadapan Allah dan Rasulnya, dan
diperbolehkan orang lainuntuk hasad kepadanya. Padahal hasad
merupakan sifat tercela dan sangat ditekankan dalam agama untuk
menjauhinya akan tetapi tidak untuk orang yang mengajarkan
ilmunya.
3. Memperoleh pahala Jariah
Seseorang yang mengajarkan ilmunya tidak hanya
keberuntungan dunia yang didapatkan namun lebih daripada itu,
ia akan mendapatkan keberuntungan akhirat dan meraih pahala
yang banyak.seorang yang mengajarkan kebaikan maka ia akan
memperoleh pahala sebagaimana orang yang mengejrkannya.
Sebagaimana Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dari sahabat Ibnu Mas‟ud :
ّس فهّ يضم أجس فبػهٛيٍ دل ػهٗ خ
88
Barangsiapa yang menunjukan kebaikan maka ia akan
mendapatkan ganjaran sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya
(Muslim, nomor. 1893)
ٍ ي،ِ كبٌ نّ أجسْب ٔأجس يٍ ػًم ثٓب يٍ ثؼد، اْلظالو ظُخ حعُخٙ" َي ٍْ ظٍ ف
ّ ٔشزْبٛ كبٌ ػه،ئخٛ اْلظالو ظُخ ظٙ ٔ َي ٍْ ظٍ ف،ئًبُٛقص يٍ أجٕزْى شٚ ٌس أٛغ
"ئًبُٛقص يٍ أٔشازْى شٚ ٌس أٛ يٍ غ،ِٔٔشز َي ٍْ ػًم ثٓب يٍ ثؼد
ُ
Barangsiapa menjadi pelopor kebaikan dalam Islam lalu
diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran
sebagaimana orang yang mengikutinya tampa mengurangi sedikitpun pahala
yang mereka kerjakan. Dan barangsiapa yang menjadi pelopor keburukan
dalam Islam, lalu diamalkan oleh orang sesudahnya maka akan dicatat
baginya dosa sebagaimana dosa orang yang mengerjakan tanpa mengurangi
dosanya sedikitpun. (Muslim 1991, Nomor. 1017)
4. Pahalanya sama Dengan 70 Orang Shiddiq
Seseorang yang mempelajari sebuah keilmuan kemudian
ia mengajarkanya kepada orang lain maka ia akan mendaptkan
pahala tujuh puluh orang shidiq Sebagaimana Rasulullah
bersabda:
قبٍٚ صدٛؼهى انُبض أػطٗ صٕاة ظجؼٛيٍ رؼهى ثبثب يٍ انؼهى ن
Barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu kemudian
mengajarkan kepada orang lain maka baginya pahala tujuh puluh orang
shiddiq (al-Ghazali 2005, jild. 1 h 17)
Namun hadits di atas di dho‟ifkan sanadnya oleh para
ulama Muhadditsin, s ebagaimana yang dijelaskan oleh Abi
„Abdillah Muhammad bin Muhammad al Haddad dalam kitabnya
Takhrij ahaditsu Ihya „Ulumuddin bab Ilmu hadits pertama. (Haddad
1987, h.20)
5. Mendapatkan Kasih Sayang Allah
Orang yang menghidupkan sunnah Nabi Saw. Dan
mengajarkan ilmu kepada manusia akan memperoleh kasih sayang
Allah yang selalu tercurah kepanya. Hal ini dibawakan oleh Ibn
89
Abdil Bar dalam kitab „Ilm. sebagaimana Rasululah pernah
berucap kepada para sahabatnya: “Semoga kasih sayang Allah
senantiasa tercurah kepada para penerusku. Salah seorang sahabat
bertanya. Siapakah para penurusmu itu wahai Rasulullah ? beliau
menjawab. Mereka yang menghidupkan sunnahku dan megajarkan kepada
hamba-hambaku. Inilah diantara orang-orang yang akan
mendapatkan kasih sayang Allah Swt.
Inilah lima keutamaan dan ganjaran bagi orang yang
memiliki ilmu kemudian ia mengajarkannya kepada orang lain.
Keutamaan teraebut akan didapatkan oleh seseorang ketika ia
mengamalkan ilmu tersebut penuh dengan keikhlasan dan
megharapkan pahala dari Allah Swt., bukan mereka yang memiliki
sifat riya di dalam dirinya, karena riya tersebut akan menghapus
amal yang dilakukannya.
C. Ancaman Allah Terhadap Orang Yang Tidak Mau
Menyebarkan Ilmu
Allah telah memberikan ilmu kepada seseorang dengan
menanamkanya di dalam dada-dada mereka, maka mereka wajib
untuk menyampaikan apa yang ia miliki tersebut, sekalipun yang
ia dapatkan dan fahami hanya satu ayat maka wajib baginya
menyampaikan ilmu tersebut. Alah melaknat ornag yang tidak
mau mengajarkan ilmu tersebut padahal ia tgelah mengetahui
kebenaranya, hal ini sebagaimana Allah jelaskan di dalam surah al
Baqarah ayat 159 :
ة
ِ َُِّبََٛ ْكز ُ ًٌَُٕ َيب أ َ َْصَ ْنَُب ِيٍَ ْانجٚ ٍَِٚإِ هٌ انهر
ِ هُهبُِ ِنهُهَٛد َٔ ْان ُٓدَٖ ِي ٍْ ثَ ْؼ ِد َيب ث
ِ ْان ِكز َبِٙبض ف
َ ْهؼَُُ ُٓ ُى هٚ َأُٔنَئِك
)ٔ٘١( ٌََُُٕ ْهؼَُُ ُٓ ُى انال ِػَٚٔ َُّللا
Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka
itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat
mela'nati, (Qs. Al-Baqarah:159)
Didalam ayat di atas jelas bahwa Allah melaknat orang
yang menyembunyikan ilmunya, tidak hanya Allah yang
90
melaknatinya namun semua makhluk. Ini berbanding terbalik
dengan penutut ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu. Ketika
seorang menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu tersebut maka para
malaikat akan mendo‟akan kebaikan untuknya bahkan sampai
kepada ikan di dasar lautpun akan mendo‟akan penuntut ilmu
tersebut.
Tidak hanya laknat dari Allah dan seluruh makhluk-Nya
yang diperoleh oleh seseorang yang tidak mengajarkan ilmunya,
namun ia juga diancam dengan dicambuk dari api neraka diakhirat
kelak. Hadits tersebut dibawakan olh imam abu daud dalam kitab
ilmu bab larangan menyembunyikan Ilmu dari sahabat Abu
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :
بيخ ثهجبو يٍ َبزٕٛو انقٚ أنج َى
ُ ٍي
َ ظئم
ِ ،ًَّؼهًُّ فكزٚ ػٍ ػهى
Barang siapa yang ditanya mengenai suatu ilmu dan ia
menyembunyikanya maka ia akan dicambuk degan cambuk dari api
neraka pada hari kiamat. (Abi Daud 1998, Nomor. 3658)
Hadits diatas juga diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah
dalam ktab sunannya dan juga oleh imam at-tirmidzi dalam kitab
sunanya dengan sanad yang shahih.
D. Kesimpulan
Mengajar merupakan hal yang penting didalam syari‟at
Islam. Penting mengajarkan ilmu tersebut sehingga kalimat yang
bermakna mengajar diulang oleh Allah dalam al-Qur‟an sebanyak
tiga puluh kali. Kalimat tersebut di ulang oleh Allah dalam lima
belas surat yang berbeda. Ketika seseorang mengajarkan ilmunya
maka ia akan memperoleh keutamaan dan ganjaran baik didunia
maupun diakhirat. Apbila ilmu tersebut tidak diamalkan dan
diajarkan makan Allah dan para makhluknya akan melakanat
seseorang tersebut, tidak hanya sampai disana diakhirat mereka
diancam dengan decambuk dari api neraka.
Referensi
91
Abi Daud, Sulaiman ibn Asy'Ats Azdi Asijistani. Sunan Abi Daud.
Makkah: Maktabah Al Makiyah, 1998.
al-Bukhari, Abi 'Abdillah Muhammad bin Islamil. Al-Jami' Shahih
(Shahih al-Bukhari). Mesir: Mathba'ah Salafiyah, 1400 H.
al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya ulumuddin. beirut: Darul Ibn Hazim,
2005.
al-'Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Syarah Shahih Bukhari.
Jakarta: Darus Sunnah, 2010.
Dimasyqi, Abi Fida Ismail ibn Katsir Ad. Tafsir Qur'anul 'Azhim.
Mesir: Maktabah Walad Syaikh Litturats, 2000.
Haddad, Abi 'Abdillah Muhammad bin Muhammad al. Takhrij
Ahadits Ihya Ulumuddin. Riyadh: darul 'Ashimah, 1987.
Mandzur, Ibnu. Lisanul 'Arab. Mesir: Darul Ma'arif, 1119 H.
Muslim, bin Hajaj al-Qusyairi an Naisaburi. Shahih Muslim.
Libanon : Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1991.
Sugono, Dendy. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008.
Thabrani, Sulaiman Ibn Jarir Ath. Mungjam al Ausath. Mesir:
Darul Haramain, 1995.
BAB 7
MOTIVASI BELAJAR DALAM AL-QUR’AN
92
Oleh: Haerudin, Lc., MA
A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Frederick J. Mc Donald dalam H. Nashar (2004:42)
mengatakan motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga di
dalam diri seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Tetapi menurut
Clayton Alderfer Motivasi belajar adalah kecenderungan siswa
dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat
untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin.
Menurut Wasty Soemarto, motivasi belajar adalah suatu
perubahan tenaga dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai tujuan
(Wasty Soemarto,1990 : 194. ). Selanjutnya M. Utsman Najati
(2005) mengungkapkan motivasi adalah kekuatan penggerak yang
membangkitkan aktifitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan
tingkah laku serta mengarahkan menuju tujuantertentu. Motivasi
secara harafiah yaitu sebagai dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan Sardiman (2007),
motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi
kondisi tertentu sehingga, seseorangmau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Adapun
Uno (2019), motivasi adalah suatu dorongan yang timbul oleh
adanya rangsangan-rangsangan dari dalam maupun dari luar
sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan
tingkah laku atau aktivitas tertentu yang lebih baik dari
sebelumnya.
93
Dari pengertian yang dikemukakan para ahli tentang
pengertian motivasi diatas, bahwa motivasi adalah kekuatan atau
dorongan yang menjadi penggerak bagi individu atau kelompok
untuk melakukan sesuatu tindakan yang mengarah pada tujuan
tertentu. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa motivasi
merupakan faktor yang penting bagi individu atau kelompok
untuk dapat melakukan suatu tindakan yang mengarah pada
ketercapaian suatu tujuan yangditentukan. Dengan demikian
motivasi menjadi faktor penting bagi siswa dalam usaha mencapai
tujuan belajar dan tujuan pendidikannya, dimana motivasi
tersebut akan menjadi pendorong bagi siswa untuk terus berusaha
dan bersemangat meraih prestasi dan cita-cita yang mereka
tentukan, maka untuk dapat meraih tujuan tersebut diperlukan
motivasi yang tinggi baik dari dalam diri maupun dari luar diri
seseorang.
2. Fungsi Motivasi
Motivasi belajar pada dasarnya dapat membantu guru
dalam memahami dan menjelaskan perilaku siswa dalam kegiatan
belajar. Motivasi tidak hanya memberikan arah kegiatan belajar
secara benar, tetapi lebih dari itu motivasi dalam diri siswa akan
mendapat pertimbangan-pertimbangan positif dalam kegiatannya
termasuk kegiatan belajar.
Ada beberapa peranan penting dari motivasi belajar dalam
proses pembelajaran, yaitu :
a. Motivasi memberikan semangat seorang pelajar dalam
kegiatan-kegiatan belajarnya.
b. Motivasi-motivasi perbuatan sebagai pemilih dari tipe kegiatan
dimana seseorang berkeinginan untuk melakukannya.
94
c. Motivasi memberikan petunjuk pada tingkah laku.( Kompri,
2016 : 233)
Menurut pendapat lain, motivasi mempunyai beberapa
fungsi yaitu sebagai berikut:
a. Mendorong berbuat. Motivasi mendorong peserta didik untuk
berbuat. Artinya motivasi merupakan penggerak atau motor
yang melepaskan energi peserta didik.
b. Menentukan arah perbuatan. Motivasi berfungsi sebagai
penentu arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai oleh peserta didik.
c. Menyeleksi perbuatan. Menentukan berbagai perbuatan yang
harus dikerjakan oleh peserta didik guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan berbagai perbuatan yang tidak
bermanfaat.
d. Pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Peserta didik
melaksanakan segala sesuatu karena adanya motivasi. Motivasi
tersebut merupakan pemicu bagi pencapaian prestasi.( Donni
Juni Priansa, 2019:135.)
Arti penting motivasi dalam kegiatan belajar siswa
semakin diperkuat dengan adanya pendapat yang menyatakan
bahwa “motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam
memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga
siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang
lebih banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar, yang pada
akhirnya akan mampu memperoleh hasil belajar yang lebih baik
pula..( Donni Juni Priansa, 2019:135). Namun, adakalanya
motivasi belajar siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi
atau tidak adanya motivasi belajar, akan melemahkan kegiatan
belajar. Selanjutnya mutu hasil belajar akan menjadi rendah”.
(Dimyati dan Mudjiono, 2009 : 239.).
95
Adapula pendapat lain yang menyatakan bahwa motivasi
belajar yang baik akan menunjukkan hasil yang baik pula, yaitu
sebagai berikut : “Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong
usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan usaha
karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar
akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan
adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi,
maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi
yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Sardiman
A.M., 2014 : 85). Sedemikian pentingnya posisi motivasi dalam
diri siswa sebagai suatu pendorong dan penggerak bagi siswa
untuk belajar. Motivasi dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
syarat mutlak dalam belajar. Adanya motivasi dapat memicu siswa
untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Apabila motivasi siswa
dapat dikembangkan secara tepat, maka siswa tersebut akan
mendapatkan hasil belajar yang baik. Begitupula sebaliknya,
apabila motivasi siswa tidak dikembangkan secara tepat, maka
siswa tersebut akan sulit untuk mencapai hasil belajar yang baik.
3. Macam Macam Motivasi belajar
Pada setiap perilaku kehidupan manusia, termasuk
perilaku belajar selalu dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi ada
yang bersifat bawaan, ada pula yang berasal dari pengaruh
lingkungan. Motivasi ada yang timbul dari dalam diri manusia,
dan ada pula yang dipelajari dari lingkungan. Oleh karena
banyaknya jenis atau macam motivasi tersebut, maka para pakar
Psikologi mengelompokkannya menjadi beberapa macam
motivasi. Motivasi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
96
a. Physiological drives, yaitu dorongan-dorongan yang bersifat
fisiologis/jasmaniah, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya.
b. Social motives, yaitu dorongan-dorongan yang ada hubungannya
dengan manusia yang lain dalam masyarakat, seperti dorongan
estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika), dan
sebagainya (Ngalim, 2007 : 62.)
Berdasarkan pembagian motivasi di atas, golongan
motivasi yang kedua itu timbul akibat adanya golongan motivasi
yang pertama. Jadi, kedua golongan motivasi di atas berhubungan
satu sama lain. Dapat pula dikatakan bahwa golongan yang kedua
ini sifatnya lebih tinggi daripada yang pertama, karena hanya
terdapat pada manusia saja. Menurut pendapat lain, motivasi
dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
a. Motivasi organis, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan biologis individu, seperti: makan dan
minum, seks, beristirahat, bergerak dan lain-lain.
b. Motivasi objektif, yaitu mencakup motif-motif lain yang bukan
hanya sekedar memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis,
melainkan juga kebutuhan-kebutuhan di atasnya, seperti
motifmotif belajar, bekerja, beragama, berlibur, dan lain-lain.
c. Motivasi darurat, yaitu motif-motif yang timbul dalam keadaan
darurat, genting, kritis, dan semua hal yang menuntut suatu
tindakan yang cepat, seperti motif-motif berlari
menyelamatkan diri dari bahaya yang mengancam jiwanya,
berteriak meminta tolong orang lain, dan lain-lain. (Purwa
Atmaja Prawira, 2029 : 322.)
Selanjutnya, beberapa ahli yang lain umumnya
sependapat bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu :
97
a. Motivasi primer. Motivasi primer adalah motivasi yang
didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut
umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia.
b. Motivasi sekunder. Motivasi sekunder adalah motivasi yang
dipelajari. Seperti, orang yang lapar akan tertarik pada
makanan tanpa belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut
orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja
dengan baik, orang harus belajar bekerja. “Bekerja dengan
baik” merupakan motivasi sekunder (Dimyati dan Mudjiono,
2019 : 86-88.)
Berdasarkan pendapat tentang jenis motivasi tersebut,
motivasi belajar pada dasarnya sama dengan motivasi-motivasi
lainnya. Motivasi belajar ada yang timbul karena kesadaran, dan
ada pula yang timbul karena pengaruh dari lingkungan, seperti
adanya motivasi dari guru atau dari orang tua siswa itu sendiri.
Motivasi-motivasi itu dapat disebut juga sebagai motivasi
instrinsik dan motivasi ekstrinsik. “Motivasi instrinsik adalah hal
dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam
motivasi instrinsik adalah perasaan menyenangi materi pelajaran
dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk
kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. Adapun
motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar
individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan
kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah,
suri teladan orang tua, guru dan seterusnya merupakan contohcontoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa
untuk belajar” (Muhibbin Syah, 2018 153.)
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa
motivasi belajar secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua
98
macam, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
instrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri siswa,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari
luar diri siswa. “Kedua jenis motivasi tersebut sama-sama
berdayaguna dalam proses belajar, kendatipun motivasi yang
bersumber dari diri siswa dinilai lebih baik daripada motivasi yang
datang dari luar diri siswa”.(Oemar Hamalik, 2020 : 86.)
Hal ini dikarenakan “motivasi yang datang dari dalam diri
siswa dapat memberikan kepuasan kepada siswa sesuai dengan
ukuran yang ada dalam diri siswa itu sendiri”.(Oemar Hamalik,
2020 : 114). Misalnya, apabila motivasi itu timbul dari dalam diri
siswa, dorongan-dorongan itu tidak akan mengenal lelah, tidak
mengenal batasan waktu, dan selalu berusaha hingga
kebutuhannya tercapai. Apabila motivasi itu hanya datang dari
luar diri siswa, biasanya motivasi itu terbatas, dan tidak terus
menerus berlangsung. Setelah habis kekuatan dorongan dari luar
diri siswa tersebut, maka kemungkinan besar dorongan yang
timbul dari dalam diri siswa itu akan selesai pula. Oleh sebab itu,
guru harus selalu berusaha untuk membangkitkan motivasi
instrinsik siswa, agar motivasinya dalam belajar tidak cepat habis.
Motivasi yang tertanam dalam diri siswa (intrinsik)
merupakan modal yang sangat penting dalam melaksanakan
kegiatan belajar. Meskipun siswa mempunyai kecakapan yang
tinggi dalam belajar, siswa akan kurang berhasil dalam belajar
ketika memiliki motivasi yang rendah. Siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi / baik dapat diamati dari beberapa
indikator, yaitu : a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terusmenerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum
selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik
99
mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk
orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik,
ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan
terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya). d. Lebih
senang bekerja mandiri. e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang
rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja,
sehingga kurang kreatif). f. Dapat mempertahankan pendapatnya
(kalau sudah yakin akan sesuatu). g. Tidak mudah melepaskan hal
yang diyakini itu. h. Senang mencari dan memecahkan masalah
soal-soal.47 (Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi., h. 83.)
Indikator motivasi belajar tersebut termasuk ke dalam
indikator motivasi belajar instrinsik, karena indikator tersebut
berasal dari teori psikoanalitik yang dikemukakan oleh Sigmund
Freud, dimana dalam teori motivasinya tersebut “lebih ditekankan
pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia, dan setiap
tindakan manusia itu terjadi karena adanya unsur pribadi manusia
itu sendiri”. Berdasarkan indikator motivasi belajar instrinsik di
atas, indikator yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu tekun
dalam menghadapi tugas, ulet dalam menghadapi kesulitan
belajar, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah,
lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang
rutin (menunjukkan sifat kreatif dalam belajar), dapat
mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan hal yang
diyakini, dan senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
B. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
100
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan,
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru
dan lain sebagainya. Belajar diartikan sebagai proses perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dan individu dengan lingkungannya. (Muhammad
Fathurrohman dan Sulistyorini,2020:118). Gagne mendefinisikan
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi
perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai
dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan
untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Menurut
Sunaryo belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang
membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang
ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.(Kokom komalasari, , 2011 : 2)
Menurut Lester D. Crow belajar adalah upaya untuk
memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.
Sedangkan Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar
merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang
melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi
perubahan dalm diri (Syaiful Sagala, 2012 : 13). Sebagian orang
beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan
atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi atau materi pelajaran. Orang yang beranggapan
demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anakanaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan sebagian
besar informasi yang terdapat dalam buku tes atau yang diajarkan
oleh guru. (Muhibbin Syah, 2011 : 87-88)
101
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat
disimpukan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku yang
mengakibatkan siswa dapat merespon ilmu pengetahuan yang
diberikan sehingga terjadi peningkatan daya pikir, keterampilan,
pemahaman, sikap, pengetahuan dan lain-lainnya. Kegiatan
proses belajar dapat membuat siswa mengalami perubahan kearah
yang lebih baik. Perubahan-perubahan akibat proses belajar
adalah perubahan yang relatif tetap atau tidak mudah hilang.
Karena ketika siswa menjalani proses belajar siswa akan dilatih
dalam segala aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
sehingga akan terjadi peningkatan. Oleh karena itu, perubahan
yang terjadi pada siswa tidak mudah hilang, bahkan akan terus
berkembang bila siswa sering melakukan kegiatan belajar.
2. Faktor – faktor Belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar
dirinya atau lingkungannya. Berikut ini faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar: (Nana Syaodih Sukmadinata 2009 : 162163)
a. Faktor-faktor dalam diri individu
Faktor yang terdapat pada diri individu atau peserta didik
yang mempengaruhi usaha dan keberhasilan belajarnya. Faktorfaktor tersebut menyangkut aspek jasmani maupun rohaniah diri
individu. Hal lain yang ada pada diri individu yang juga
berpengaruh terhadap kondisi belajar adalah situasi efektif, selain
ketenangan dan ketentraman psikis juga motivasi untuk belajar.
Keberhasilan belajar seseorang juga dipengaruhi oleh
keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, seperti keterampilan
membaca, berdiskusi, memecahkan masalah, mengerjakan tugas-
102
tugas dan lain-lain. Keterampilan-keterampilan tersebut
merupakan hasil belajar sebelumnya.
b. Faktor-faktor lingkungan
Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhioleh faktorfaktor di luar diri peserta didik, baik faktor fisik maupun sosialpsikolagis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
3. Prinsip – Pronsip Belajar
Prinsip belajar adalah petunjuk atau cara yang perlu diikuti
untuk melakukan kegiatan. Di dalam tugas melaksanakan proses
belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa
prinsip belajar. Berikut ini beberapa prinsip belajar sebagai berikut
: (Nana Syaodih Sukmadinata, 2009 : 165-167).
a. Belajar merupkan bagian dari perkembangan.
Berkembang dan belajar merupakan dua hal yang
berbeda, tetapi berhubungan erat. Dalam perkembangan dituntut
belajar, dan dengan belajar ini perkembangan individu lebih pesat.
b. Belajar langsung seumur hidup
Kegiatan belajar dilakukan sejak lahir sampai menjelang
kematian, sedikit demi sedikit dan terus-menerus. Perbuatan
belajar dilakukan individu baik secara sadar maupun tidak,
disengaja ataupun tidak, direncanakan ataupun tidak.
c. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan,
faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu
sendiri.
Dengan berbekalan potensi yang tinggi, dan dukungan
faktor lingkungan yang menguntungkan, usaha belajar dari
individu yang efisien yang dilaksanakan pada tahap kematangan
103
yang tepat akan memberikan hasil belajar yang maksimal. Kondisi
yang sebaliknya akan memberikan hasil yang minim pula.
d. Belajar mencakup semua aspek kehidupan, belajar bukan
hanya berkenaan dengan aspek intelektual, tetapi juga aspek
sosial, budaya, politik, ekonomi, moral, religi, seni,
keterampilan dan lain-lain.
e. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu.
Kegiatan belajar tidak hanya berlangsung di sekolah,
tetapi juga di rumah, di masyarakat, di tempat rekreasi bahkan
dimana saja bisa terjadi perbuatan belajar. Belajar juga terjadi
setiap saat, tidak hanya berlangsung pada jam-jam pelajaran atau
jam kuliah. Kecuali pada saat tidur, pada saat lainnya dapat
berlangsung proses belajar. Pada saat ini juga ada pemikiran,
orang belajar sambil tidur, yaitu dengan menggunakan kaset yang
dipasang pada waktu orang hendak pergi tidur.
f. Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru.
Proses belajar dapat berjalan dengan bimbingan seorang
guru, tetapi juga tetap berjalan meskipun tanpa guru. Belajar
berlangsung dalam situasi formal maupun situasi informal.
g. Belajar yang direncana dan disengaja menuntut motivasi yang
tinggi.
Kegiatan belajar yang diarahkan kepada penguasaan,
pemecahan atau pencapaian sesuatu hal yang bernilai tinggi, yang
dilakukan secara sadar dan berencana membutuhkan motivasi
yang tinggi pula.
h. Perbuatan belajar demikian membutuhkan waktu yang panjang
dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana
sampai dengan yang sangat kompleks. Perbuatan belajar yang
sederhana adalah mengenal tanda (Signal Learning dari Gagne),
104
mengenal nama, meniru perbuatan dan lain-lain, sedang
perbuatan yang kompleks adalah pemecahan masalah,
pelaksanaan suatu rencana dan lain-lain.
i. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan.
Proses kegiatan belajar tidak selalu lancer, adakalanya
terjadi kelambatan atau perhentian. Kelambatan atau perhentian
ini dapat terjadi karena belum adanya penyesuaian individu
dengan tugasnya, adanya hambatan dari lingkungan,
ketidakcocokan potensi yang dimiliki individu, kurangnya
motivasi adanya kelelahan atau kejenuhan belajar.
C. Motivasi Belajar Dalam Al-Qur’an
Al-Qur‟an sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi
setiap muslim dalam menghadapi berbagai macam masalah yang
timbul dari zaman ke zaman, didalam Al-Qur‟an banyak ayat
yang bisa kita petik untuk menghadapi kesulitan kehidupan
manusia karna didalamnya memuat begitu banyak nilai serta
kandungannya yang luas (Taufik Adnan Amal, 2005 : 100 ).
Dalam Al-Qur‟an juga, dapat dijumpai berbagai ungkapan yang
menunjukkan dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin
untuk selalu rajin belajar. Anjuran menuntut ilmu tersebut
dibarengi dengan urgennya faktor-faktor pendukung guna makin
meningkatkan semangat belajar bagi setiap orang. Salah satu
faktor yang utama adalah motivasi, baik itu motivasi yang datang
dari dalam diri sendiri, maupun motivasi yang ditumbuhkan dari
peranan lingkungan sosialnya. Motivasi belajar (menuntut ilmu)
bagi setiap penuntut ilmu memang amat sangat dibutuhkan.
Tentang motivasi belajar didalam al-Qur‟an diantaranya terdapat
surat Al An‟am ayat 50, Allah SWT berfirman:
105
ٌَْٔ ُۗ ُْس اَفَ َال رَزَفَ هك ُسٛص
ِ ََ ْعز َ ِٕٖ ْاالَػًَْٰ ٗ َٔ ْانجٚ قُ ْم ْ َْم
Artinya : Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang
melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?”
Dalam ayat ini Allah swt menegaskan kepada
NabiMuhammad saw dan juga kita sebagai hambanya tentang
perbedaan orang yang buta (orang yang tidak berilmu) dengan
orang yang melihat (orang yang berilmu), orang yang berilmu dia
menggunakan ilmunya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah
swt, untuk membangun karakter baik dalam dirinya sehingga
hidupnya akan terarah dan lebih efektif. Berbeda Dengan Orang
Yang Tidak Berilmu, Dia akan Hidup Dalam Keadaan Sia Sia,
Dia hanya hidup dan berjalan tanpa tahu arah tujuan atau bahkan
malah kurang bernilai perbuatan nya.
Hubungannya dengan motivasi belajar yaitu jika kita terus
belajar maka kita akan mendapatkan ilmu yang apabila kita
mendapatkan ilmu maka kita diibaratkan seperti orang yang
mempunyai penglihatan, akan tetapi jika kita tidak mau belajar
maka kita akan termasuk orang yang bodoh dan di ibaratkan
dengan orang yang tidak punya penglihatan.
Dalam ayat lain surat Az zumar ayat 9, Allah SWT berfirman:
۟ َُزَرَ هك ُس أ ُ ۟ٔنٚ َ ْؼهَ ًٌَُٕ ُۗ إَِه ًَبٚ ٍَ َالَِٚ ْؼهَ ًٌَُٕ َٔٱنهرٚ ٍََِٚ ْعز َ ِٕٖ ٱنهرٚ قُ ْم ْ َْم
ت
ِ َٕا ْٱأل َ ْن َٰج
Artinya: Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya
orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”
106
Dalam Ayat Ini Allah swt membedakan antara orang yang
berilmu dan orang yang bodoh keduanya tidak sama terlepas dari
substansi ilmu pengetahuan yang terpenting adalah antara orang
yang berilmu dan orang yang bodoh jelas tidak sama seperti
halnya antara orang buta dan orang yang melihat, kegelapan dan
cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia dan hewan, serta
antara penghuni surga dan penghuni. Ayat ini juga bisa di kaitkan
tidaklah sama orang yang belajar dan orang yang tidak belajar
sama sekali.
Al Maraghi mengatakan: katakanlah hai Rasul kepada
kaummu, adakah sama orang-orang yang mengetahui bahwa Ia
mendapatkan pahala karena ketaatan kepada Tuhannya danakan
mendapatkan siksa yang di sebabkan kerduhakaannya, dengan
orang-orang yang tidak mengetahui hal yang demikian itu
ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukkan bahwayang
pertama orang-orang yang mengetahui akan dapat mencapai
derajat kebaikan sedangkanyang kedua orang-orang yang tidak
mengetahui akan mendapat kehinaan dan keburukan.(Ahmad
Musthafa Al Maraghi,2015: 151)
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang
mengetahui berilmu (ulama) dengan melakukan ibadah waktu
malam karena takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta
mengharapkan Rahmat dari Allah dan juga menerangkan bahwa
sikap yang demikian itumerupakan salah satu ciri dari Ulul Albab,
yaitu orang yang menggunakan pikiran, akal dan Nalar untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakan hati untuk
menggunakandan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada
tujuan peningkatan aqidah ketekunan beribadah dan ketinggian
Akhlak Yang Mulia.
107
Ayat ini juga bisa dikaitkan dengan motivasi kita untuk
belajar bahwa orang yang tahu yang diibaratkan orang yang
berilmu yang ilmu tersebut digunakan dalam hal ketaatan
beribadah kepada allah swt, untuk menjadi tahu sesuatu kita
otomatis harus melalui proses belajar tanpa adanya belajar maka
kita tidak akan tahu sesuatu yang ingin kita ketahui seperti yang di
ibaratkan dalam ayat tersebut.
Dalam ayat lain surat al mujadalah ayat 11, Allah SWT
berfirman:
۟ ُ ٍَ أُٔرِٕٚا ِيُ ُك ْى َٔٱنهر
۟ ٍَُُ َءا َيِٚٱَّللُ ٱنهر
ذ ۚ َٔ ه
َ ْسفَ ِغ هٚ
ٍ ٕا ْٱن ِؼ ْه َى دَ َز َٰ َج
سٛ
ٌ ٱَّللُ ِث ًَب ر َ ْؼ ًَهٌَُٕ َخ ِج
Artinya : … niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Pada ayat ini Allah swt menjelaskan tentang keutamaan
nya orang berilmu, pokok dasar kehidupan manusia adalah iman
sedangkan ilmu itu adalah penggiringan nya, jika seseorang
beriman tapi tidak berilmu maka dia akan terperosok dalam
perkara yang diaanggap sebagai cara untuk mendekatkan dirinya
kepada Rabb tapi justru malah membuatdirinya semakin jauh.
Orang berilmu tapi tidak beriman itu akan membuat dirinya
semakin jauh dari Rabbdan bahkan ilmu tersebut akan
membahayakan bagi dirinya dan orang lain, seperti contoh ilmu
manusia tentang tenaga atom, alangkah penting ilmu itu, itu kalau
disertai Iman. Karenadia akan membawa faedah yang besar bagi
seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu itu pundapat dipergunakan
orang untuk memusnahkan sesamanya manusia, karena jiwanya
108
tidak dikontrol oleh Iman kepada Allah swt. (Hamka, 1994 :
7229).
Di ayat ini juga jelas Allah akan meninggikan derajatnya,
menurut Wahbah Azzuhaili bahwasanya derajatnya tidak akan
hanya diangkat pada saat diakhirat nanti, melainkan Allah juga
mengangkat derajatnya didunia berkat ilmunya, dia akan
dimuliakan di majelis-majelis ataupun perkumpulan-perkumpulan
manusia. Dengan ilmu yang disertai iman tadi ia mendapatkan
pahala yang berlipat dan kemuliaan. (Wahbah Azzuhaili, 2014 :
417).
Menurut Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Mishbah
beliau menyebutkan bahwasanya; Ayat di atas tidak menyebut
secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajatorang berilmu.
Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni
yang lebih tinggi dari yang sekadar beriman. Tidak disebutnya
kata meninggikan itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang
dimilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat
yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
(Quraish Shihab, 2002) : 79)
Tentu saja yang dimaksud dengan alladzina utu al„ilm/yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan
menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayatdi atas
membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang
pertama sekadar berimandan beramal saleh dan yang kedua
beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan.Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai
ilmu yangdisandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya
kepada pihak lain baik secara lisan, atau tulisan maupun dengan
keteladanan.
109
Ayat ini juga sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang
dimilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat
yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar itu. Tentu saja,
yang dimaksud (meninggikan derajat orang berilmu) adalah
mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan
pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan
beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta
memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini mejadi lebih
tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga
amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau
tulisan, maupun dengan keteladanan (M. Quraish Shihab, 2009 :
90) Akhir dari ayat tersebut menerangkan bahwa Allah akan
mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepadaNya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram
dalam masyarakat, demikian pula orang-orang berilmu yang
menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari
ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat
yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman dan
berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah di atas merupakan salah satu kabar gembira
yang datang dari Allah SWT, mengenai ditinggikan derajat orangorang yang beriman dan berilmu serta mengerjakan amal shaleh
(Sayyid Muhammad Bin Muhammad Al-Husaini Al-Zabidi, 209 :
100-101).
Telah jelas dalam firman Allah SWT bahwa derajat antara
orang yang berilmu dan tidak berilmu itu berbeda. Dari
penjelasan tafsir di atas dapat diketahui bahwa seseorang bisa
mendapatkan derajat di sisi Allah dengan cara beriman kepada-
110
Nya dan menjadi orang yang berilmu atau berpengetahuan, hal ini
bisa menjadi alasan seseorang untuk terdorong menjadi manusia
yang beriman kepada Allah ataupun manusia yang
berpengetahuan, tentu dalam hal ini ada korelasi dalam keduanya.
Kedua hal itu bisa menjadi landasan untuk memotivasi seseorang
untuk mendapatkan derajat di sisi Allah dengan dua cara tersebut
yaitu menjadi orang yang beriman dan berilmu.
Dengan landasan mendapatkan derajat di sisi Allah maka
seseorang termotivasi untuk menjadi orang yang berilmu, dengan
belajarlah seseorang bisa menjadi orang yang berilmu dan
berpengetahuan, dan ilmu sebagai jembatan seseorang untuk
menjadi orang yang beriman, dan apabila keduanya sudah tercapai
maka seseorang akan mendapatkan derajat di sisi Allah SWT.
Motivasi belajar (menuntut ilmu) bagi setiap penuntut ilmu
memang dibutuhkan, bahkan begitu banyak ayat-ayat Al-quran
dan Hadits yang memberikan pemahaman tentang manfaat
menuntut ilmu dan perintah yang menganjurkan untuk belajar.
Semua ungkapan dalam Al-quran dan Hadits tersebut merupakan
dalil-dalil yang dapat menjadi pedoman sebagai alat untuk
memotivasi setiap umat Islam untuk terus menuntut ilmu.
Allah SWT juga berfirman dalam Al qur‟an surat Ar ra‟d
ayat 11 yang berbunyi :
ّ ُس ْٔا َيب ثِب َ َْفُ ِع ِٓ ُۗ ْىِٛ َُغٚ ّٗ ُس َيب ثِقَ ْٕ ٍو َحزهِٛ َُغٚ َّللاَ َال
ا هٌِ ه
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.
Ayat ini menjelaskan tentang motivasi bahwa Allah tidak
akan mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik kecuali
111
dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Tafsiran seperti ini
bertentangan dengan realitas lapangan. Berapa banyak orang yang
berusaha mengubah nasib mereka dengan membanting tulang,
kaki di kepala dan kepala di kaki, demi ingin mengubah nasibnya
menjadi lebih baik, tapi berapa persen dari mereka yang berhasil?
Ayat Al-Qur‟an merupakan sebuah kepastian. Jika diartikan
bahwa perubahan nasib menjadi lebih baik di tangan seseorang,
tentu tidak akan ada orang gagal dari usahanya. Buktinya tidak
demikian. Selain itu, keyakinan bahwa semua kesuksesan
dikembalikan kepada pribadi seseorang baru Allah mengikutinya
merupakan bagian dari doktrin Mu‟tazilah. Dalam paham ini,
perilaku hamba menentukan segalanya.
Surat Al mujadalah ayat 11 dan Ar ra‟d ini juga berkaitan
dengan motivasi kita dalam belajar, karna tidak mungkin kita
berubah menjadi orang yang berilmu tanpa proses yang dilakukan
oleh diri kita sendri dan tidak mungkin juga kita mempunyai ilmu
dan mendapatkan derajat yang tinggi seperti yang di jelaskan
dalam ayat tersebut tanpa melalui prose belajar yang sungguhsungguh dan mengamalkan ilmu yang kita miliki.
Berdasarkan dari ayat - ayat yang telah di sebutkan
memang al-Qur‟an tidak menyebutkan secara jelas tentang
motivasi belajar, akan tetapi hanya melalui perumpamaan dan
petunjuk pada ayat tersebut yang mengisyaratkn akan pentingnya
motivasi belajar bagi siswa – siswi.
Referensi
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 2012, Kementerian Agama RI,
Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia.
Ahmad Musthafa Al Maraghi, 2015, Tafsir Al Maraghi, Jilid VIII,
Beirut : Dar Al-Fikr.
112
Atmaja, Purwa Prawira, 2017, Psikologi Kepribadian dengan
Perspektif Baru. Yogjakarta: Ar- Ruzz Media.
B. Uno Hamzah, D. (n.d.). 2019, Teori Motivasi &
Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono, 2009, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta:
Rineka Cipta.
Donni Juni Priansa, A. S. 2015, manajemen peserta didik dan
model pembelajaran.
Fathurrohman, Muhammad dan Sulistyorini, 2012, Belajar dan
Pembelajaran : Membantu Meningkatkan Mutu
Pembelajaran sesuai Standar Nasional. Yogyakarta: Teras.
Hamka, 1994,Tafsir Al Azhar, Juz IX, Singapura : PTE lteid
Singapura.
Hamalik, Oemar, 2014, Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Kompri, 2016, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru Dan
Siswa, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kokom komalasari, 2011, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan
Aplikasi, Bandung: PT. Refika Aditama.
Muhibbin Syah, 2011, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan
Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Membangun Pesona Diri dengan Ajaran-ajaran Nabi SAW). terj.
Hedi Fajar, Bandung: Pustaka Hidayah.
Nashar, H. 2004, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam
Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
Ngalim Purwanto, 2027, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata, 2009, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
113
Quraish Shihab, 20002, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan
Keserasian Al Quran, Jilid IXV, Jakarta : Lentera Hati.
Syaiful Sagala, 2012, Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung :
Alfabeta.
Sardiman A.M., 2014, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sayyid Muhammad Bin Muhammad Al-Husaini Al-Zabidi, 2009,
Ithafus Saadaatil Muttaqin Syarah Ulumuddin, Beirut;
Daar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Taufik Adnan Amal, 2005, Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟an,
Jakarta ; Pustaka Alvabet.
Utsman Najati, Muhammad, Al-Hadits an-Nabawi wa „Ilm anNafs (Psikoloi Nabi;
Wasty Soemarto, 1990, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja
Pemimpin Pendidikan. akarta: Rineka Cipta.
Wahbah Azzuhaili, 2014,Tafsir Al-Munir, Jilid IXV, Jakarta:
Gema Insani.
BAB 8
INSTRUMEN PEMBELAJARAN DALAM AL-QUR’AN
114
Oleh: Riyanto
A. Pendahuluan
Dalam penerapan kegiatan belajar dan mengajar AlQur‟an oleh seseorang atau lembaga supaya memperolah hasil
yang baik, berkwalitas dan sesuai dengan tujuannya, maka
diperlukan pengelolaan dan manajemen yang baik pula.
Manajemen yang dimaksud adalah perencanaan, perorganisasian,
pergerakan, pengawasan, dan evaluasi. Evaluasi dalam sebuah
pembelajaran apapun terlebih pada pembelajaran Al-Qur‟an
adalah sesuatu komponen yang amat perlu untuk dilakukan
sehingga dapat diketahui proses pekembangan hasil belajarnya.
Untuk mengetahui data-data hasil belajar yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan digunakan alat ukur yang sebut dengan
Instrumen. Contohnya adalah instrumen alat ukur untuk
pengumpulan data ukuran tentang suatu benda, maka instrumen
yang digunakan adalah meteran yang dapat digunakan untuk
mengetahui jumlah ukuran atau luas terhadap benda tersebut.
(Idrus, 2019)
Dalam dunia pendidikan termasuk juga didalamnya adalah
pendidikan Islam maka untuk mengumpulan data-data tertentu
dari sesorang misalnya terkait dengan kemajuan hasil belajarnya,
hasil perolehan ujian, hasil perkembangan belajar maka digunakan
instrumen dengan melakukan uji tes dan non tes. Hasil test atau
penilaian yang merupakan model pengumpulan data digunakan
untuk menilai orang supaya dapat mendorong secara maksimal
untuk menghasilkan sesuau yang paling baik. Instrumen non test
merupakan alat ukur yang di gunakan untuk memdorong
seseorang untuk berusaha secara maksimal menilai penampilan
dirinya sendiri secara jujur dan apa adanya sesuai dengan pikiran
115
dan perasaannya. Maka proses yang demikian itu juga berlaku
dalam semua kegiatan pembelajaran Al-Qur‟an (Sihombing, 2021)
Pada waktu kegiatan belajar dan mengajar Al-Qur‟an
semuanya didasarkan kepada nilai-nilai Al-Qur‟an yang menjadi
rujukan utama, sumber utama dari ajaran agama Islam serta
sebagai pedoman petunjuk bagi manusia yang mencakup segala
aspek kehidupan manusia seperti dalam hal akhlaq, ibadah dan
muamalah sehingga dengan proses pembelajaran tersebut dapat
merubahan tingkah laku seseorang berupa kognitif, efektif, dan
psikomotorik ke arah yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama
Islam. (Rosi & Faliyandra, 2021). Nilai yang terkandung dalam AlQur‟an dapat dijadikan sebagai instrumen pembelajaran adalah
meneladani nabi dan rasul Nya sebagaimana dikisahkan di AlQur‟an seperti dari kisah nabi Ibrahim as dan nabi Muhammad
saw. (Rahmi, 2023)
Sesuai dengan yang telah dijelaskan diatas maka kami akan
membahas tentang instrumen pembelajaran dalam Al-Qur‟an
berdasarkan penjelasan menurut Tafsir Al Misbah karangan Prof.
Dr. Quraish Shihab pada Al-Qur‟an Surat Al-Anam ayat 74-80,
Surat Al-Ahzab ayat 21 dan surat At-Taubah ayat 108.
B. Instrumen Pembelajaran dalam Al-Qur’an Surat AnAn’am
1. Ayat 74
ٰ َوا ِۡذٓلَالَٓا ِۡب ٰره ٌِۡ ُم ِّٓلَبِ ٌۡ ِه ٰٓازَ َرٓاَتَت َ ِخذُٓاَصۡ نَا ًم
َٓ ٰللٓ ُّمبِ ٌۡن
َ ٓٓولَ ۡو َمنَ ٓفِ ۡى
َ َآا ِل َهةًٓٓۚٓاِ ِنّ ۡۤىٓا َ ٰرىن
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar,
"Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan?
Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang
nyata."
116
Dalam memahami sebuah ayat yang ada dalam Al-Qur‟an
sebagian diharuskan untuk memahami terdahulu ayat-ayat
sebelumnya, salah satu contohnya adalah pada Q.S An-An‟am
ayat 74 ini. Pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang bagaimana
cara nabi Muhammad saw dan umat Islam pada waktu itu untuk
menyikapi
keberadaan
orang-orang
musyrik
dan
mempersekutukan Allah swt. Pada Q.S An-An‟am ayat 74 ini
menjelaskan tentang persoalaan yang dialami oleh nabi Ibrahim
as, yaitu sama dengan persoalan yang dihadapi oleh umatnya nabi
Muhammad saw hanya berbeda waktu dan zaman, sehingga
dengan kejadi-kejadian tersebut layak untuk dijadikan pedoman
dan contoh bagi umat Islam sekarang ini.
Menurut Al-Biqa‟i pada masa kenabian Ibrahim as banyak
penduduk yang meganut paham politeisme yaitu mempercayai
banyak tuhan seperti yang di anut oleh penduduk Persia dan
Kaldenia yang mempercayai adanya tuhan dengan istilah tuhan
yang gelap dan tuhan yang terang. Ayat ini dan juga ada beberapa
ayat selanjutnya menjelaskan tentang pengalaman berproses nabi
Ibrahim as menemukan dan mengakui keberadaan Allah swt
sebagai zat yang maha tunggal (monoteisme) yang menjadi
sesembahan sekalian manusia. Adanya kejadian ini juga dapat
digunakan nabi Ibrahim as untuk membantah kepada kaum
yahudi, nasrahi dan orang musyrik yang mempertuhankan benda
langit yaitu dan membuat puji-pujian untuk benda-benda langit
tersebut yang selanjutnya untuk menjadi sesembah.
Semua yang terjadi pada nabi Ibrahim as terutama yang
menyangkut tentang tentang proses mendapatkan ketauhidannya
juga disampaikan kembali oleh nabi Muhamamad saw kepada
umat Islam supaya untuk menjadi pelajaran bagi yang
mengetahuinya. Dengan penyampaian yang lalu dan Ingatlah atau
117
pula kejadian keterangan “diwaktu Ibrahim berkata kepada Bapaknya
yaitu orang tua nabi Ibrahim as yang mempunyai gelar Azar:
Pantaskan kamu menentang dan memaksa diri yang menjadi
fitrahmu membuat dan menjadikan berhala-berhaka sebagai tuhantuhan yang disembah? Sesungguhnya aku melihat, yaitu sebagai
penilai engkau wahai orang tuaku dan melihat juga kaummu yang
telah mempunyai kesepakatan bersamamu menyembah berhalberhala dalam kesesatang yang nyata.
Ayat sebelumnya, ayat ini dan ayat selanjutnya jika
dihubungkan menceritakan tentang kedustaan umat nabi
Muhammad saw yang berkaitan dengan ajaran tuhid, yang
merupakan aja pokok yang beliau sampaikan kepada umatnya.
Ayat ini juga menyampaikan sebuah contoh yang nyata dari apa
yang dialami nabi Ibrahim as dalam memberikan bukti kesesatan
dan kemusyikannya. Pengalaman yang dihadapi oleh nabi Ibrahim
as bukan saja yang terkait dengan nabi yang pertama kali dalam
menyampaikan ajaran monoteisme (tauhid) juga berkaitan dengan
orang tua nabi Ibrahim as yang bersama Azar menjadi sangat
obyektif. Maka dari penjelasan ini juga dapat dipahamai bahwa
saat ini orang arab masih mengakui bahwa nabi Ibrahim as itu
adalah sebagai leluhurnya, sedangkan orang-orang nasrani dan
yahudi sebagai agama lanjutan dari agama nabi Ibrahim as.
Pada ayat diatas juga menyatakan bahwa Azar adalah
ab/Bapak nya nabi Ibrahim as. Kata tersebut oleh Qurais Shibah
dijelaskan maknanya adalah orang tua meskipun banyak ulama
berbeda pendapat, apakah Azar itu ayah kandung, pamannya nabi
Ibrahim as atau sebuah gelar saja. Salah satu yang menolak bahwa
Azar adalah orang tua kandung nabi Ibrahim as adalah jika Azhar
itu bapaknya Nabi Ibrahim, konsekuensinya leluhur nabi
118
Muhammad saw yang musyrik, karena beliau adalah keturunan
nabi Ibrahim as.
2. Ayat 75
ۡ َٓمن
َٓٓال ُم ۡولِـنِ ٌۡن
ٓ ِ ِٓو ۡاّلَ ۡر
ِ َضٓ َو ِلٌَ ُك ۡون
َ َوك َٰذلِنَ ٓنُ ِر ۡۤىٓا ِۡب ٰره ٌِۡ َمٓ َملَـ ُك ۡوتَ ٓالسَمٰ ٰوت
Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan
(Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orangorang yang yakin.
Dari ayat ini dapat diketahui bahwa nabi Ibrahim as
memiliki jiwa dan alam pikiran yang diberi petunjuk dari Allah
swt, sehingga apa yang disampaikannya dapat menimbulkan
kenyakinan tauhid bagi umatnya yang dapat menghasilkan
keyakinan yang kuat dan kokoh. Oleh karena itu ayat diatas
menyamapaikan Dan demikianlah, yaitu semacam arahan itulah
ketika nabi Ibrahim as mendapati orang tua dan kaum nabi
Ibrahim as Kami perlihatkan dan perkenalkan dengan ilham dan
wahyu serta melalui mata yang ada di kepalanya dan juga mata
hati dan secara berkelanjutan dari dari satu dengan hari yang lain,
sepanjang waktu kepada Ibrahim malakut, yakni kekuasaan Allah
swt yang sangat besar di langit dan bumi sehingga semakin
tauhidnya semakin mantap dan argumennya semakin kuat dan agar
dia termasuk al-Muqinin, yaitu seseorang yang sudah kuat
keyakinannya, bahwa tiada yang berhak disembah dan memohon
pertolongan di alam semesta raya ini selain Allah swt.
Dalam kalimat tersebut terdapat kata malakut, yang akar
katanya berasal dari milk/kepemilikan, hal tersebut dapat dipahami
bahwa ini menunjukkan kematapan dan kekukuhan yang sangat
sempurnal. Kepemilikan Allah swt itu menyangkut seluruh alam
raya yaitu semua yang berada di bumi dan langit. Allah swt
berkuasa dan mempunyai wewenang untuk mengaturnya dan juga
119
tidak dapat dipindahkan kekuasanNya atau kepemilikanNya itu
kepada yang selain-Nya. Contohnya adalah seperti kita yang
mempunyai 2 (dua) buah mata, berarti kita sendiri yang
menggunakannya dan mengendalikannya secara penuh untuk
pemanfaatannya secara penuh.
Penjelasan dari ayat diatas memberikan informasi kepada
kita bahwa seseorang itu memperoleh iman juga melalui sebuah
proses. Prosesnya pada tahap yang pertama adalah dalam hati
seseorang selalu diliputi oleh pertanyaan-pertanyaan seputar
keyakinannya. Keadaan orang yang beriman pada tahap pertama
ini seperti orang yang sedang berlayar dengan menggunakan
dayung di lautan lepas. Orang tersebut kemudian melihat ada
sebuah palau akan tetapi masih nan jauh disana, kemudian orang
itu mempunyai harapan untuk mencapai pulau tersebut dengan
bersemangat mendayungnya agar sampai pada pulau tersebut.
Dalam benak orang tersebut terbersit dalam pikirannya akan
mampukah ia mendayung sampai di pulau tersebut? kemudian
bagaimana jika ada ombak yang besar sebelum sampai di pulau
itu. Intinya iman pada tahap pertama ini selalu di selimuti banyak
pertanyaan baik itu dikarenakan keterbatas pengetahuan atau oleh
godaan setan. Maka nabi Ibrahim as dipilih oleh Allah swt masuk
dalam kelompok al-muqinin yaitu orang yang imannya kuat dan
bersemayam di hatinya. Diantara indikatornya itu terbukanya
untuk mereka sebagian dari tabir metafisika sesuai dengan
keinginan dari Allah Swt. Sebagaimana firmannya : “Jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yaqin, niscaya kamubenar-benar akan
melihat neraka jahim” (QS. at-Takatsur [102].
3. Ayat 76
120
ۤ َ آر ِبّ ۡىٓٓۚٓفَلَ َم ۤآاَفَلَٓلَال
ٰ ۡ َُّّٓلٓا ُ ِحب
ٰ ُٓر ٰآك َۡو َكبًآٓۚٓلَال
َٓٓاّلفِ ِل ٌۡن
َ ٓفَلَ َمآ َج َن
َ ََٓهذ
َ علَ ٌۡ ِهٓالَ ٌۡل
Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata, "Inilah Tuhanku." Maka ketika bintang itu
terbenam dia berkata, "Aku tidak suka kepada yang terbenam."
Pada ayat ini banyak ulama berbeda pendapat tentang
kandungan yang berisi didalamnya. Apakah dengan cara seperti
ini nabi Ibrahim as menemukan tuhannya yaitu Allah swt yang
maha pengasih dan penyayang kepada semua makhluqnya.
Ataukah dengan cara ini pula yang digunakan oleh nabi Ibrahim
as untuk membuktikan kesesatan kaumnya. Proses pemikiran
para penyembah benda-benda langit itu bermula ketika malam
telah tiba, kemudian menutupi secara totalitas alam raya ini
sehingga menjadi sangat gelap. Para penyembah berhala ini
kemudian pandangannya ia arahkan ke langit, mereka melihat
salah satu bintang yang cahayanya sangat kuat, maka mereka itu
berkata: itulah Tuhanku yang selama ini saya cri, akan tetapi tetapi
ketika bintang itu tenggelam dan sudah tidak bercahaya lagi maka
meraka berkata: Saya tidak menyukai untuk menyembah atau
mempertuhan yang tenggelam dan tidak konsisten, sekali datang
kemudian pergi lagi.
Dalam ayat ini yang dimaksud dengan kaukaban/bintang
dalam ayat Allah ra‟d kaukaban/melihat bintang berbentuk kata
indefinitif, sehingga boleh jadi bahwa nabi Ibrahim as menujuk
salah satu bintang dari sekian juta bintang di langit, tetapi
kaumnya nabi Ibrahim as yaitu kaum Shabiah yang sudah terbiasa
menyembah bintang venus serta ucapanya yang menyampaikan
inilah tuhanku, maka sepetinya nabi Ibrahim as menunjuk bintang
yang paling indah dan terang yaitu bintang kejora atau venus yang
disembah kaumnya sehingga menarik bagi seseotang yang
mengarahkan pandangannya ke langit. Bintang ini biasanya
121
menampakkan sebelum terbitnya matahari, dan tenggelam setelah
mataharinya tenggelam. Pada setiap paruh kedua pada malammalam bulan hijriyah, sekitar tanggal 18-19 dan 20 pada saat
matahari tenggelam bintang tersebut pasti dapat terlihat sebentar,
tetapi dalam hitungan 1 s/d 2 jam bintang tersebut hilang. Maka
tenggelamya bintang merupakan salah satu bukti ketidakwajaran
untuk apa dipertuhankan.
Sebenarnya kalau di cermati lebih dalam fenomena alam
yang sudah pasti terjadi salah satunya muncul dan tenggelamnya
bintang ini menjadi bukti bahwa bintang-bintang di langit tidak
sepantaskan di pertuhankan dan disembah. Kemunculannya
mengandung gerak, maka sepertinya tenggelam dan hilangnya dari
pandangan yang dijadikan dasar nabi Ibrahim as untuk
menunjukkan kepada umatnya bahwa itu merupakan sebuah
kelemahan serta ketiadaan kekuasaannya. Berbeda dengan
munculnya bintang yang terang, bersifat lebih positif serta
menunjukkan adanya manfaat yang bisa dimanfaatkan oleh
kaumnya nabi Ibrahim as yaitu orang persia. Nabi Ibrahim as
fenomena ini menjadi bahan untuk menyampaikan ayat-ayat ini
kepada para penyembah bintang, supaya mereka kembali kepada
ajaran tauhid menyembah Allah swt.
4. Ayat 77
ٰ غآلَا َل
ً از
َ ٓر ِبّ ۡى
ِٓ ّٓلَ ٓ ُك ۡون ََن
ٓ َٓمن
َ َٓهذ
َ فَلَ َم
َ آر ِبّ ۡى ٓۚ ٓفَلَ َم ۤا ٓاَفَ َل ٓلَا َل ٓلَ ِٕى ۡن ٓلَ ۡم ٌَٓهۡ ِد ِن ۡى
ِ َآرا َ ۡالمَ َم َر ٓب
ۡ
َٓالمَ ۡو ِمٓالََآ ِلّ ٌۡن
Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, "Inilah Tuhanku."
Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, "Sungguh, jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang
yang sesat."
122
Pada ayat ini dijelaskan bahwa setelah terbukti bahwa
semua bintang yang ada dilangit, jika dilihat dari pandangan mata
dari bumi terlihat sangat kecil sekali, maka ini juga menunjukkan
bahwa bintang juga tidak layak untuk di jadikan sesembahan.
Setelah itu nabi Ibrahim as mengarahkan pandangan ke cahaya
yang terlihat lebih terang. Maka tatkala dia melihat bulan terbit pada
permulaan waktu terbitnya, seperti sesuatu yang ketika malam
membelah gelapnya malam itu, kemudia dia berkata inilah dia
Tuhanku yang kami cari selama ini.” Tetapi setelah bulan itu terbenam,
kemudian dia tidak senang dan menilai salah satu bintang yaitu
bulan tidak sepantasnya untuk dijadikan tuhan, mereka
mempunyai alasan yang sama. Oleh sebab itu mereka berkata,
“Sesungguhnya jika Tuhanku yang selama ini telah berbuat sangat
baik kepadaku antara lain menganugerahkan fitrah yang
menjadikan manusia merasakan kehadiran Tuhan, jika Tuhanku
itu tidak memberi petunjuk kepadaku, untuk mengenal dan beribadah
kepada-Nya pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat karena yang
telah melakukan penyembahan terhadap yang bukan Tuhan serta
mengabdi kepada selain Allah swt.
Penggunaan kata hadza pada ayat ini dan pada ayat
sebelum ini dan setelah ayat ini, tidak hanya berfungsi sebagai
kata penunjuk sesuatu. Akan tetapi ini mengandung makna bahwa
yang ditunjuk Allah swt itu adalah yang sebelumnya di cari, dan
sekarang sudah di temukan. Misalkan kita sedang mencari buku,
kemudian beberapa saat kemudian buku tersebut di ketemukan
maka biasanya ucapan yang keluar dari mulut kita adalah ini dia
buku yang aku cari. Ucapan nabi Ibrahim as Sesungguhnya jika
Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, ini berhunungan dengan
penolakannya terhadap menuhankan bintang di langit, karena
pasti semuanya akan tenggelam termasuk juga benda langit
123
lainnya yitu bulan. Dengan tenggelamnya bulan, ini juga
membuktikan bahwa jika Nabi Ibrahim as menuhankan bulan, ini
pasti perbuatan yang sesat, makanya Nabi Ibrahim berkata pastilah
aku termasuk orang-orang yang sesat.
Perkataan nabi Ibrahim as itu juga dapat dijadikan
indikator bahwa diantara umat nabi Ibrahim as ada yang
mempertuhankan bulan. Selain itu perkataan nabi Ibrahim as
tersebut juga menunjukkan bahwa adanya Tuhan Yang Maha Esa
yang dapat memberikan petunjuk yang layak untuk disembah.
Selain itu juga menggambarkan proses pemikirannya sampai
dengan menemukan Allah swt. Dalam Al-Qur‟an Allah swt
berfirman yang artinya: Pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat,
ucapan penolakan yang lebih tegas terhadap konsep
penyembahan bintang dan bulan yang ada dilangit dari ayat-ayat
yang di sampaikan yang lalu. Selanjutnya Nabi Ibrahim as
menunjukkan ketidaksukaan akan kesesatan dan akan
disampaikan yang lebih tegas lagi pada ayat selanjutnya.
5. Ayat 78 - 79
ٰ آر ِبّ ۡى
ٰ غةًٓلَال
َ آرآَال
َ از
ٓٓهذَ ۤآا َ ۡكبَ ُرٓۚٓفَلَ َم ۤآاَفَلَ ۡتٓلَالَٓ ٌٰمَ ۡو ِمٓاِ ِنّ ۡىٓبَ ِر ۡىٌٓ ِ ّم َما
َ ََٓهذ
َ فَلَ َم
ِ َسٓب
َ ۡشم
َٓٓت ُ ۡش ِر ُك ۡون
ۡ ََآمن
َ َِىٓف
َٓۚٓٓال ُم ۡش ِر ِك ٌۡن
ِ ضٓ َحنِ ٌۡفًآٓ َو َم ۤآاَن
ۡ ىٓ ِللَذ
َ ِٓو ۡاّلَ ۡر
َ ط َرٓالسَمٰ ٰوت
َ ُٓوجَهۡ ت
َ اِ ِنّ ۡى
َ ٓو ۡج ِه
Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah
Tuhanku, ini lebih besar." Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata,
"Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan." Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada (Allah)
yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti)
agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
124
Pada ayat diatas juga dijelaskan bahwa setelah nabi
Ibrahim as, mengetahui bahwa bulan memiliki sinar lebih terang
di bandingkan dengan bintang-bintang diangkasa lainnya
termasuk manfaatnya sinar bulan yang dapat dirasakannya.
Selanjutnya ketika sinar bulan juga tidak membuat puas, maka
mereka mengarahkan penglihatannya kepada matahari.
Selanjutnya tatkala dia melihat dengan matanya matahari terbit di
waktu pagi, dia berkata: Inilah dia Tuhanku, yang disebabkan ini
yang lebih besar dibandingkan dengan, bintang dan bulan yang telah
dilihatnya dengan mata telanjang sebelumnya. Maka akan tetapi,
tatkala ia, yaitu matahari itu telah terbenam, yakni sinarnya di
kalahkan oleh gelapnya malam, dia menyimpulkan pada waktu
melihat bulan dan bintang yang telah tenggelam dan dia berkata:
Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari menyembah bintang,
bulan, matahari dan apa saja yang kamu persekutukan dengan Tuhan
Yang Maha atas segala-galanya, Tuhan Yang paling benar.
sungguhnya aku menghadapkan wajahku, yaitu semua jiwa, raga dan
totalitasku kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan semua
yang ada didalamnya, yaitu semua benda yang ada di alam semesta
ini seperti matahari, bintang dan bulan dan lain sebagainya. Nabi
Ibrahim as menghadapkan wajahnya dalam keadaan hanifan yang
bertujuan untuk kebenaran agama, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, yaitu tidak menganut apa
yang telah diikuti oleh kaumnya bahkan oleh siapa pun yang
mengakui dalam hati, atau perkataan atau tingkah lakunya bahwa
ada yang memberikan kuasa atau pemberi pengaruh terhadap
segala sesuatu kecuali yang berasal Allah swt.
Terkait dengan kata hadza (ini) pada ayat diatas, para
ulama mendeskripsikan digunakan untuk menunjuk sesuatu yang
bersifat Mudzakar ( laki-laki) akan tetapi yang ditunjuk adalah
125
matahari yang kalau dalam kaidah bahasa arab dinamakan sebagai
muannats (perempuan) sehingga kata yang seharusnya adalah
hadzihi. Ada juga yang berbeodapat bahwa pada zaman nabi
Ibrahim as secara umum mayarakat pada zaman itu tidak megenal
istilah mudzakat dan muannats. Pendapat yang lain juga
menyampaikan berbeda dengan pendapat sebelumnya yaitu
menyakini bahwa matahari adalah mudzakar (laki-laki) yang
berdampingan dengan Anunit yang diidentifikasikan dengan
muannats (perempuan). Oleh karena itu nabi Ibrahim as
menggunakan pentunjuk yang sesuai dengan kayakinan kaumnya.
Diantara kedua pendapat diatas akan sulit diterima, karena
jika kata tidak mengenal jenis laki-laki atau perempuan, ataupun
bahwa keyakinan mereka tentang matahri seperti itu, akan tetapi
pada ayat lain nabi Ibrahim as, menyebut matahari dengan istilah
muannats (perempuan) (QS. Al-Baqarah 258). Maka secara umum
pendapat ulama yang lain tentang menyatakan bahwa
sesungguhnya nabi Ibrahim as tidak menggunakan kata tersebut
untuk menunjuk pada laki-laki/perempuan akan tetapi bagaimana
menunjukkan kepada umatnya bahwa, sejak mulai awal umat bagi
nabi Ibrahim as dipahamkan bahwa segala sesuatu yang
dipertuhankan atau disembah harus memiliki keagungan,
kekeuatan dan kemuliaan sedangkan perempuan (Muannats) tidak
demikinan.
Pendapat yang disampaikan oleh Thabathab'ai dilihat datr
tinjauan kebahasaan menyatakan bahwa dalam menyebut benda
yang diidentifikasikan dengan laki-laki dapat di katakan mendekati
kebenaran, maka biasanya jika kita menunjuk sesuai yang tidak
jelas sosoknya apakah itu laki-laki atau perempuan, maka biasanya
kita meyampaikan man hadza (siapa ini) dengan mengunakan kata
yang menunjukan laki-laki. Nabi Ibrahim as tidak memahami
126
secara pasti tentang matahari, seperti pemahaman kita semua yang
berkaitan tantang benda-benda di ruang angkasa ini. Semua
penjelasan yang di sampaikan pada ayat ini dan sejenisnya
merupakan penyampaian nabi Ibrahim as kepada orang tua dan
kaumnya, yang berkaitan dengan ketauhidan dan menolah segala
bentuk kesyirikan. Hal ini memberitahukan kepada kita bahwa
nabi Ibrahim as dalam kehidupannya berbeda antara kaumnya
dan dan lingkungan orang tuanya. Nabi Ibrahim as tidak
memahami apa yang diketahui oleh kelompok masyarakat yang
berkaitan dengan perincian bagian alam jagad ini serta kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat. Ketika nabi Ibrahim as diawal
masa pertumbuhannya, hidup dalam lingkungan keluarga bersama
orang tuanya yang meiliki banyak berhala-berhala. Berawal dari
sini selanjutnya nabi Ibrahim as berdialog dengan bapaknya yaitu
Azar, selanjutnya bersama kaumnya yang jelaskan komunikasinya
pada ayat di atas.
Penyebutan matahari oleh nabi Ibrahim as dengan
menunjukkan kata lai-laki (Mudzakar), pada hal menurut kaidah
yang umum penyebutan matahari dengan menggunakan
perempuan (muannats). Sepetinya pendapat ini sangat logis karena
sejalan dengan kaidah kebahasaan yang menyatakan bahwa kata
hadza yang menunjuk kepada matahari yang dimaksud adalah
bagimana bisa berfungsi sebagai tuhan. Maka Allah swt sangat
tepat menunjuk kata tersebut adalah bahasa arab yang ada di AlQur‟an menggunakan cara demikian sebagai redaksi-redaksinya.
6. Ayat 80
ِٰ
َٓاف ٓ َمآت ُ ۡش ِر ُك ۡونَ ٓبِ ۤه ٓا َ ِّۤل ٓا َ ۡن
َِو َحا َجهٗ ٓلَ ۡو ُمهٗ ؕٓ ٓلَا َل ٓاَت ُ َحا ُّجونِّ ۡى ٓف
ُ ٓو َ ّۤل ٓاَخ
ِ ٓولَ ۡد ٓه َٰد
َ ىّٓللا
َ ٓؕىن
ۡ
َ
َٓٓر ِبّ ۡىٓ ُٓكلَٓش َۡىٌٓ ِعل ًماؕٓٓاَفَ ََلٓتَت َ َذك ُر ۡون
َ ََ ٓو ِس
َ ٌَ ٌَشَا
َ ٓؕٓٓر ِبّ ۡىٓش ٌَۡـًٔـا
127
Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, "Apakah kamu
hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah
memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (malapetaka dari)
apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku
menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah
kamu dapat mengambil pelajaran?
Pada ayat ini juga dijelaskan bahwa perkataan nabi
Ibrahim as tidak berkenan di hati para kaumnya, yang terkait
dengan tidak boleh mempersekutukan Allah swt, sebagiaman
yang banyak dilakukan oleh banyak orang pada masa itu. Dan
karena segala bentuk penyembahan selain Allah di tolak oleh nabi
Ibrahim as, dia dibantah oleh kaumnya, yaitu bahwa “
kesimpulannya apa yang di sampaikan nabi Ibrahim as menurut
kaumnya salah. Kaum nabi Ibrahim as akan selalu menuruti jejak
leluhurnya, dan apabila nabi Ibrahim tidan menyembah apa yang
kaumnya sembah maka akan memperoleh siksa dan bencana”
Jawaban penolakan dari kaumnya ini merupakan jawaban dari
Nabi Ibrahim as. Dia berkata memberikan jawaban dan sambil
mengecam dengan alasan Apakah kamu membantahku
tentang Allah, Tuhan yang wajib keberadaan-Nya dan yang telah
menciptakan semua alam semesta ini padahal sesungguhnya
Dia yang Maha segala galanya itu telah memberi petunjuk
kepadaku, yaitu memberikan petunjuk dan mengilhami nabi
Ibrahim as berbagai jenis alasan yang berkaitan dengan kekuasaan
dan keesaan-Nya. Maka Allah swt sudah sangat memberikan
segalanya kepada nabi Ibrahim as sehingga nabi Ibrahim akan
terus mengharapkan bantuan Allah swt dan takut kepada Dia
yang Maha segala-galanya, dan aku saat ini, dan yang akan datang
dan dalam keadaan seperti apapun tidak mengharapkan sedikit
128
pun, tidak juga dalam semua waktu takut kepada apa, yaitu
segala bentuk sesembahan yang kamu persekutukan dengan
Allah, dikarenakan mereka itu tidak kuasa untuk memberikan
manfaat, mendatangkan kejelekan dan atau menampiknya kecuali
jika Tuhanku yang telah merawat dan memberikan petunjuk
kepada nabi Ibrahim as, didalam waktu-waktu tententu, keadaan
menghendaki sesuatu kebian atau bencana kepada nabi
Ibrahim as melalui segala bentuk sesembahan mereka itu. Pada
waktu itulah nabi Ibrahim as merasa sangat takut, bukan kepada
yang mereka sembah itu, tetapi kepada Allah swt. Hal seperti ini
tidak aku samapikan kepada kalian karena aku ragu, akan tetapi
diakibatkan sangat terbatasnya pengetahuanku, apalagi
menyangkut masa depan. Aku mengembalikan hal itu kepada
Allah swt Tuhanku, karena pengetahuan Tuhanku meliputi
segala sesuatu baik di waktu kemarin, saat ini ataupun di masa
yang akan datang. Maka apakah kamu tidak mengingat
sehingga dengan mampu membedakan yang benar dan yang salah
itu merupakan pelajaran yang bisa diambil. Selain itu juga
kemampuan kita dalam memilah dan memilih sampai mana batas
kemampuan makhluq dan pulas batas-batas dalam pengetahuan
dan kekuasaan Allah swt?
C. Instrumen Pembelajaran dalam Al-Qur’an Surat AlAhzab
Ayat 21
ٰ ۡ ٓو ۡالٌَ ۡو َم
ّٓٓللا
َٰٓ ٓوذَك ََر
سنَة ِٓلّ َم ۡن ٓ َكانَ ٌَٓ ۡر ُج
ُ ٓر
ٰ س ۡو ِل
َ ّٓللآِا ُ ۡس َوة ٓ َح
َ لَمَ ۡد ٓ َكانَ ٓلَ ُك ۡم ٓفِ ۡى
َ ٓاّل ِخ َر
َ وآّللا
َٰ
َكثِ ٌۡ ًرا
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.
129
Ayat yang turun sebelum turunnya QS. Al-Ahzab ayat 21
ini menjelaskan tentang kecaman Allah swt kepada kaum munafik
yang imannya sangat lemah. Ayat ini ditujukan kepada orang yang
beriman, dan selalu memuji kepada sikap nabi Muhammad saw
dan berusaha untuk meneladaninya. Kata لَمَ ۡٓدyang mengawali ayat
di atas dapat di pahami bahwa pada saat ayat ini turun banyak
orang-orang yang mengaku memeluk Islam (munafik) akan tetapi
dalam kesehariannya tidak mencermian nilai-nilai ajaran Islam
padahal di tengah tengah mereka telah ada nabi Muhammad saw
yang seharusnya dapat dijadikan teladan dalam berbagai aspek
kehidupan.
ٰ ۡ ٓو ۡالٌَ ۡو َم
Kalimat ٓاّل ِخ َٓر
َ ّٓللا
َ ٰ ِلّ َم ۡن ٓ َكانَ ٌَٓ ۡر ُجواmenjelaskan bahwa
orang yang selalu mengharap ridho Allah swt, Perlindungan hari
kiamata, serta berdzikir kepada Allah swt dengan banyak
merupakan indikator orang yang senantiasa meneladani
Rosullulah Muhammad saw. Sedangkan kata ٓ ا ُ ۡس َوةyang
mempunyai arti teladan menurut pakar tafsir az-Zamakhsyari
mentafsirkan bahwa ayat tersebut ada 2 (dua) kemungkinan, yang
pertama bahwa kepribadian beliau nabi Muhamamd saw secara
totalitas dapat dijadikan teladan, sedangkan yang kedua, dalam
kepribadian beliau ada hal-hal yang pastas manjadi teladan. Dari
kedua pendapat tersebut pilihan kedua merupakan pilihan banyak
dari para ulama, dengan perimbangan kata ى
ٓۡ ِ فdalam kalimat ٓ فِ ۡى
ِٰٓ س ۡو ِل
ّٓللا
ُ َرdapat difungsikan sebagai mengangkat dari diri
Rasullullah yang seharusnya bisa dijadikan teladan. Maka dalam
hal ini yang di angkat adalah Muhammad saw maka secara
totalitas dapat dijadikan teladan.
Salah satu contoh dari sekian banyak teladan dari nabi
Muhammad saw dapat dilihat dari pada saat terjadinya perang
130
Khandaq, seperti keterlibatannya beliau langsung dalam perang,
menggali parit, membakar para pasukan dengan lagu-lagu
perjuangan dan pujian kepada Allah saw dan juga suka-duka haus
dahaga dirasakan bersama dengan seluruh pasukan dan para
sahabat.
D. Instrumen Pembelajaran dalam Al-Qur’an Surat AtTaubah
Ayat 108
ٓٓر َجال
ّ ِ ُ َّل ٓتَمُ ۡم ٓ ِف ٌۡ ِه ٓا َ َبدًآؕٓ ٓلَ َم ۡس ِجدٓ ٓا
ِ علَىٓالت َ ۡم ٰو
َ ٓس
ِ ىٓم ۡن ٓا َ َو ِل ٌَٓ ۡوم ٓا َ َح ُّك ٓا َ ۡن ٓتَمُ ۡو َم ٓ ِف ٌۡ ِهؕٓ ٓ ِف ٌۡ ِه
َ س
ۡ
َ ّللآٌ ُِحبُّ ٓال ُم
َ َ ٌ ُِّحب ُّۡونَ ٓا َ ۡنٌَٓت
َٓط ِ ّه ِر ٌۡن
ُ ٰ ٓو
َ ٓؕٓط َه ُر ۡوا
Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu selamalamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari
pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan shalat di dalamnya. Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai
orang-orang yang bersih.
Pada ayat sebelumnya Allah swt mengungkapkan
perbuatan orang munafiq (pura-pura masuk agama Islam) salah
satunya contoh kongkritnya adalah membuat masjid. Masjid yang
mereka buat dengan nama masjid Dhirar itu bukan untuk
mendapat ridho Allah swt, akan tetapi difungsikan untuk
menyambut kehadiran tokoh romawi yang memeluk agama
Kristen yang berjanji akan ditokohkan. Pada Qur‟an Surat AtTaubah 108 ini Allah memuji masjid yang didirikan oleh Rasulnya
Nya yaitu nabi Muhammad saw dan memuji orang-orang manjadi
jamaahnya, dikarenakan menjadikan masjid itu (masjid Quba‟)
sebagai sarana ketaqwaan kepada Allah swt dengan bersungguhsungguh untuk mensucikan diri baik jasmani ataupun rohani.
131
Ayat tersebut diawali dengan kalimat َّل ٓتَمُ ۡم ٓفِ ٌۡ ِٓهyang artinya
janganlah engkau berdiri didalamnya yang mempunyai arti
bahwa kehadiran nabi Muhammad saw di masjid tersebut oleh
orang munafiq tidak dijadikan bukti bahwa masjid tersebit suci
dan di restui nabi Muhammad swa. Maka ada 2 (dua) masjid
yang dibangun secara berdekatan yaitu masjid Quba‟ dan
masjid Dhirar yang saling berdekatan yang dibangun oleh
orang orang munafiq, sehingga dampaknya umat yang beriman
akan terpecah belah. Umat islam pada waktu itu diperkirakan
yang akan sholat di masjid Dhirar akan lebih banyak karena
dekat dengan rumahnya, akan tetapi Rasululah Muhmamd saw
tidak sholat di masjid tersebut, tetapi sholat di masjid Quba‟.
Hal ini membukitkan bahwa masjid Quba‟ tentu memiliki
keistimewaan tersendiri di banding manjid Dhirar. Menurut Al
Qurthubi bahwa Rasulullah juga tidak pernah jalan melalui
jalan dimana masjid Dhirar berada, bahkan disampaikan untuk
dijadikannya tempat di masjid tersebut sebagai pembuahan
bangkai dan sampah.
Sedangkan kalimat ٓىٓم ۡنٓا َ َو ِلٌَٓ ۡومٓا َ َح ُّكٓا َ ۡن
ّ ِ ُ لَ َم ۡس ِجدٓا
ِ علَىٓالت َ ۡم ٰو
َ ٓس
َ س
ٓؕ تَمُ ۡو َم ٓفِ ٌۡ ِهmempunyai arti “sesugguhnya masjid yang di bangun atas
dasar taqwa sejak hari pertama adalah lebuh pautut kamu
berbdirididalamnya” ini dapat dipahami bahwa larangan sholat di
masjid Dhirar itu bukan berarti dilarang sholat di waktu itu
akan tetapi dianjurkan sholat di tempat lainnya yaitu di masjid
Quba‟ atau masjid nabawi. Maka dengan demikian tidak ada
alasan bagi orang munafiq ketika mereka diajak sholat tapi
kemudian enggan untuk melaksanakannya. Selain itu sebenarya
juga dipahami bahwa semua masjid itu patut untuk di jadikan
sebagai sholat jamaah, akan tetapi salah satunya melebihi yang
lain artinya di masjid Dhirar pun juga diperbolehkan tapi yang
132
diutamakan adalah di masjid Quba‟ yang juga di bangun
pertama kali pada waktu di awal bulan ketika nabi Muhamamd
saw hijrah ke Madinah. Ayat di atas juga menjelaskan bahwa
jika menjadi jamaah masjid Quba‟ Rasululah juga bersabda
“Siapa yang berwudhu dari rumahnya kemudian mengunjungi masjid
Quba‟ dan shalat dua rakaat di masjid itu, maka Allah swt.
menganugerahkan kepadanya ganjaran umrah.”
Sedangkan pada ayat di atas yang artinya “dan Allah
menyukai orang-orang yang menyucikan diri” ini juga dapat
dipahami bahwa yang dimaksud suci adalah suci lahir bebas
dari segala kotoran dan najis diri pribadi, sedangkan secara
umum kebersihan di masjid-masjid sebagai kebersihan secara
umum jamaahnya. Sedangkan kesucian batin dapat diartikan
sebagai suci dalam pelanggaran hukum-hukum allah swt yang
menyebabkan dosa. (Shihab, 2002)
Referensi
Idrus, L. (2019). Evaluasi dalam Proses Pembelajaran. Adaara :
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 920-935.
Rahmi, D. (2023). Strategi Dakwah Terhadap Fenomena
Fatherless Dalam Rumah Tangga : Studi Terhadap Kisah
Nabi Ibrahim Perspektif Al-Qur'an. Jurnal Kajian
Pendidikan Islam, 144-167.
Rosi, F., & Faliyandra, F. (2021). Urgensi Pembelajaran Al-Qur'an
Bagi Siswa Ibtidaiyah . Auladuna : Jurnal Pendidikan Guru
Madrasan Ibtdaiyah, 36-53.
Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian alQur'an. Tangerang: Lentera Hati.
Sihombing, Y. Y. (2021). Upaya Peningkatan Hasil Belajar
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Melalui
Penggunaan Media Audio Visual dalam Pembelajaran
133
Daring pada Siswa. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia),
187-211.
134
BAB 9
PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK DALAM ALQUR’AN
Oleh: Andi Abd. Muis
A. Pendahuluan
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar menutut
ilmu sebagai bekal dalam menghadapi masalah kehidupan dan
juga dengan keberdaan Ajaran Agama Islam untuk membimbing
umatnya agar berakhlak mulia serta berilmu pengetahuan.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap manusia kapan
dan di mana saja berada, karena ilmu merupakan penyelamat di
dunia dan bekal di akhirat kelak.
Al-Qur'an dan hadits sebagai pedoman hidup manusia
mengatur kehidupan dari berbagai aspek mulai dari aspek sosial,
ekonomi, ibadah, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam aspek
pendidikan Al-Qur'an dan Hadits menegaskan mulai dari
pentingnya menuntut ilmu, tujuan pendidikan, metode pengajaran
sampai dengan pentingnya seorang peserta didik dan pendidik
dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan merupakan
bimbingan yang dilakukan oleh semua orang kepada terdidik
dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki keperibadian yang
Islami. Jika manusia belum memiliki ilmu, dalam Islam dianjurkan
untuk bertanya kepada mereka yang memiliki ilmu tersebut. Allah
berfirman dalam surat an-Nahl ayat 43:
ۡ َ ِٓ ۡ ۖۡى فٛۡ َ إِنٙ
طَٔٔ نُ ٕٓاْ أ َ ْۡ َم ٱنرّ ِۡك ِس إٌِ ُكُز ُ ۡى َال
ِ َُّ ظ ۡهَُب ِيٍ قَ ۡجهِكَ إِ هال ِز َج ابال
َ َٔ َيب ٓ أ َ ۡز
ٓ ٕح
ٖٗ ًٌَُٕ َر َؼۡ ه
Terjemahnya:
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orangorang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka
135
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui.
Ayat tersebut memberikan gambaran, bahwa tak ada satu
orangpun yang berhak menghentikan atau melarang seseorang
dalam mencari ilmu. Setiap individu berhak mendapatkan
pendidikan dan tak ada kata akhir dari suatu proses belajar.
Berdasarkan alasan dan ajaran agama Islam tersebut, para ahli
pendidikan Islam sejak dahulu hingga sekarang secara serius
melaksanakan proses pendidikan dalam upaya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut Aminuddin Rasyad
yang dikutip Ahmad Tafsir, bahwa Islam menginginkan manusia
individu (guru dan peserta didik) dan masyarakat menjadi orangorang yang berpendidikan. Berpendidikan berarti berilmu,
berketerampilan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, pandai
bermasyarakat dan bekerjasama untuk mengelola bumi dan alam
beserta isinya untuk kesejahteraan umat di dunia dan akhirat serta
dekat dengan Khalik-nya. (Ahmad Tafsir 1996)
B. Peserta Didik dalam Perspektif Al-Qur’an
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan
berkembang baik secara fisik maupun psikis untuk mencapai
tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan. Ini menunjukan
bahwa peserta didik itu anak yang belum dewasa yang
memerlukan orang lain (pendidik orang dewasa). Peserta didik
adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara
fisik maupun psikis untuk mencapai tujuan pendidikan melalui
lembaga pendidikan. Ini menunjukan bahwa peserta didik itu
anak yang belum dewasa yang memerlukan orang lain (pendidik
orang dewasa) untuk menjadi dewasa. peserta didik yang
bervariasi tersebut menegaskan bahwa peserta didik itu orang
136
yang sedang mengalami dan menerima proses pendidikan. Dilihat
dari segi kedudukannya, peserta didik itu makhluk yang sedang
berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut
fitrahnya, yang memerlukan bimbingan dan pengarahan kearah
titik optimal kemampuan fitrahnya (M. Arifin, 1991: 177). Ayat
Al-Qur‟an tentang Peserta Didik
a. Dalam Q.S. At-Taubah Ayat 122 bahwa:
َ َُ ِف ُسٔاْ َكبٓفه اۚخ فَهَ ٕۡ َال ََف ََس ِيٍ ُك ِّم فِ ۡسقَ ٖخ ِ ّي ُۡ ُٓ ۡىٛ۞ٔ َيب َكبٌَ ۡٱن ًُ ۡؤ ِيٌَُُٕ ِن
َِٙزَفَقه ُٕٓاْ فَّٛخ ِنٞ غبٓئِف
َ
ه
ْ
ْ
َ
َ
َ
َ
ۡ
َ
ۡ
ٕٕٔ ٌََٔحر ُزٚ ِٓ ۡى نؼَه ُٓ ۡىُُٛر ُِزٔا ق ٕۡ َي ُٓ ۡى إِذا َز َجؼُ ٕٓا إِنٍٛ َٔ ِنِٚ
ِ ّٱند
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya” Ayat ini menggaris bawahi
pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan
informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya
mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah
berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta
kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya
manusia. Sementara ulama menggarisbawahi persamaan
redaksi anjuran/perintah menyangkut kedua hal
tersebut. ketika berbicara tentang perang, redaksi ayat
120 dimulai dengan menggunakan istilah (maa Kana).
Demikian juga ayat ini yang berbicara tentang
pentingnya memperdalam ilmu dan penyebaran
informasi (Quraish Shihab, 2005: 749- 751) Q.S. AlBaqarah Ayat 132.
137
Tanggung jawab keluarga dalam membina keberagamaan
anak, baik tanggung jawab pendidikan dan pembinaan akhlak
merupakan hal yang sangat penting. Maksud tanggung jawab
pendidikan dan pembinaan akidah adalah mengikat anak dengan
dasar-dasar keimanan dan keislaman sejak anak mulai memahami
sesuatu. Penanaman akidah ini telah dicontohakan oleh para nabi
terdahulu. Sebagaimana Allah berfirman SWT dalam surat AlBaqarah ayat 132 yang berbunyi :
َ ۡٱَّللَ ٱص
إِ هٌ هٙ
ٍَ فَ َال ر َ ًُٕر ُ هٍ ِإ هال َٔأََزُىِّٚطف ََٰٗ نَ ُك ُى ٱند
ُ َُؼۡ قَٚٔ ِّ َُِٛص َٰٗ ثِ َٓب ٓ إِ ۡث َٰ َس ِِٔ ُو ث
َٔ َٔ ه
َجَُِ هَٰٚ ٕة
ٖٕٔ ًٌَُٕ ُّي ۡع ِه
Terjemahnya:
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anakanaknya. Demikian pula Ya‟kub. (Ibrahim berkata); Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati, kecuali dalam memeluk agama Islam”.
Adapun maksud tanggung jawab pendidikan dan
pembinaan akhlak adalah pendidikan dan pembinaan mengenai
dasar-dasar moral dan keutamaan tabiat yang harus dimiliki anak
sejak anak masih kecil bahkan sejak saat masih di dalam
kandungan hingga ia lahir dan tumbuh dewasa atau mukallaf
(Mahmud, dkk, 2013: 136). Berkaitan dengan fungsi keagamaan
keluarga, Al-Qur‟an berpandangan bahwa keluarga merupakan
sarana utama dan pertama dalam mendidik serta menanamkan
pemahaman dan pengalaman keagamaan (Amirullah Syabrani,
2014: 30). Bertujuannya tidak sekedar untuk mengetahui kaidah
kaagamaan saja, melainkan agar si anak tidak hanya mampu
menjadi insan yang beragama tetapi sadar akan kedudukannya
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang dilimpahi nikmat tiada
henti sehingga memiliki kesadaran untuk mengisi dan
mengarahkan hidupnya untuk mengabdi kepada Allah, menuju
138
ridha Allah SWT. Anak yang baik dan saleh merupakan harapan
semua orang tua, anak yang baik dan shaleh terbentuk karena
adanya perhatian orang tua terhadap pendidikan akidah dan
akhlaknya serta pola asuh yang benar dalam Islam. Karena
menjadikan anak didik baik dan saleh tidak ada yang tumbuh
secara instan butuh proses dan pembiasan.
b. Q.S Al-Kahfi Ayat 60
ٓ َ ُّظ َٰٗ ِنفَز ََٰى
ٙٓ ُحقُجا بٙ
ِ ٍِ أ َ ۡٔ أ َ ۡيٚۡ ال أ َ ۡث َس ُح َحز ه َٰ ٓٗ أ َ ۡثهُ َغ َي ۡج ًَ َغ ۡٱنجَ ۡح َس
َ َٕٔإِ ۡذ قَب َل ُي
َ ع
Terjemahnya:
"Dan (ingatlah) ketika musa berkata kepada muridnya : "aku
tidak akan berjalan (berhenti) sebelum sampai ke pertemuan dua buah
lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
Nabi Musa pada ayat di atas nampak memiliki semangat
yang tinggi untuk terus menerus belajar walaupun dia telah
menjadi seorang guru. Ini menunjukkan bahwa salah satu
karakteristik yang harus dimiliki akan murid adalah semangat
untuk belajar. Al-Qur'an memberikan gambaran dengan beberapa
kisahnya tentang karakter murid. Murid yang idela hendaknya
memiliki karakter sebagai berikut : 1) Anak didik hendaknya
mempunyai niat yang suci dalam hatinya sehingga mudah
mencerna dan memahami pelajaran. 2) Seorang anak didik
haruslah memiliki motivasi yang tinggi untuk menggali dan
memahami suatu ilmu. 3) Anak didik harus tekun, dengan
memperhatikan pelajaran secara serius. 4) Patuh dan hormat
terhadap guru 5) Hendaklah bermusyawarah dalam menghadapi
permasalahan yang sulit ketika menuntut ilmu. Apabila
pendidikan tidak ada, maka kemungkinan besar anak-anak akan
berkembang kearah yang tidak baik/buruk, seperti tidak
139
mengakui Tuhan, budi pekertinya rendah, bodoh dan malas
bekerja.
c. Q.S. Annisa ayat 170 dinyatakan sebagi berikut:
ْ اسا نه ُك ۡۚى َٔ ِإٌ ر َۡكفُ ُسٔاَٛۡ فَٔٔ ِايُُٕاْ خ
ُ ٱنس
بض قَ ۡد َجب ٓ َء ُك ُى ه
ُ ُّ َٓب ٱنُهََٚٓؤَٰٚ
َ ق ِيٍ هز ِثّ ُك ۡى
ِ ّ ظٕ ُل ِث ۡٱن َح
ۚ ِ د َٔ ۡٱأل َ ۡز
ض َٔ َكبٌَ ه
ٔ٧ٓ ًبٛ ًًب َح ِك اٛػ ِه
ِ َٕ َٰ ًَ َٰ ع
ٱن هِٙفَئِ هٌ ِ هَّللِ َيب ف
َ ُٱَّلل
Terjemahnya:
“Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad)
itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka
berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir,
(maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena
sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah
dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Ayat tersebut menyerukan manusia beriman kepada
Rasulullah Saw. yang diutus Allah. Mereka membawa kebenaran
sebagai misi Allah. Keimanan dan pembangkangan manusia
terhadap Rasul Allah dan misi yang dibawanya berdampak pada
manusia. Allah tidak membutuhkan iman manusia karena yang
ada di dunia ini miliknya. Perbuatan-Nya mengutus rasul dan
menyuruh manusia beriman merupakan kebijaksanaan-Nya
sebagai rasa kasih sayangNya terhadap manusia. Allah mengutus
para nabi dan rasul sebagai pendidik manusia bertugas
menyampaikan kabar baik dan buruk (QS. Al-Baqarah ayat 119).
Upaya meraih tujuan pendidikan tersebut harus didukung oleh
para peserta didik dengan memiliki kepercayaan kepada pendidik.
Seorang peserta didik tidak mungkin dapat belajar dengan baik
jika tidak meyakini yang disampaikan pendidiknya. Para sahabat
Nabi Saw. meyakini denga benar yang disampaikan beliau
sehingga mereka berhasil mencapai tujuan pendidikan, baik
kognitif, afektif dan psikomotorik. Ini berarti kepercayaan peserta
140
didik terhadap pendidikmerupakan tonggak utama keberhasilan
aktivitas pembelajaran dan pendidikan. Kepercayaan ini akan
mengukuhkan penghormatan peserta didik kepada pendidiknya
dan muncullah cinta kepada pendidik.
Dalam konteks membangun kepercayaan ini, pendidik
pun perlu menampilkan performa dalam penguasaan materi,
kemampuannya dalam menyajikan materi, sikap serta interaksi
sosialnya yang baik dengan masyarakat, sekolah dan masyarakat
lain nya (M. Karman, 2018: 166-167).
ٓ
C. Pendidik dalam perspektif Al-Qur’an
Menurut Al-Qur‟an ada empat subjek pendidik yaitu 1)
Allah Swt; 2) Rasulullah Saw; 3) Orang Tua; 4) Guru. (Nata
1997). Empat subjek pendidik di uraikan sebagi berikut:
1. Allah SWT sebagai Pendidik
Al-Quran telah menjelaskan kedudukan Allah Swt sebagai
pendidik di dalam banyak ayat, di antaranya pada surah AlFatihah 1:2 yang artinya “segala puji bagi Allah Rabb (pendidik)
seluruh alam” sementara dalam surah Al-Nahl [16]: 89 berbunyi
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Dan surah AlRahman [55]: 1-4 berbunyi “Tuhan yang maha pemurah, yang
telah mengajarkan Al-Quran, dan Dia menciptakan manusia, yang
mengajarkannya pandai berbicara”. Berdasarkan ketiga ayat di
atas, dapat dipahami bahwa Allah sebagai pendidik bagi manusia
dan alam beserta isinya. Sebagai pendidik bagi manusia, Allah
memberikan bimbingan kepada manusia secara tidak langsung.
Dalam hal ini, Ia mendidik manusia melalui Jibril dengan cara
menyampaikan wahyu kepada Nabi Saw untuk disampaikan pula
141
kepada umatnya. Sedangkan sebagai segala puji bagi Allah Rabb
(pendidik) seluruh alam pendidik bagi alam semesta, Allah
mendidik segala sesuatu yang ada di langit dan bumi yang
mencakup seluruh penciptaan dan kekuasaan-Nya.
2. Rasulullah Saw sebagai Pendidik
Kedudukan Rasulullah sebagai pendidik ditunjuk secara
langsung oleh Allah melalui perantara malaikat Jibril sebagai
teladan bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Hal itu sangat
jelas tergambar dalam sebuah Hadits diriwayatkan oleh Ahmad
yang berbunyi “sesungguhnya aku diutus kepada manusia
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”. Hadits ini
menunjukkan bahwa Rasulullah dikenal sebagai manusia yang
berakhlak mulia dalam potret kehidupannya. Sebagai pendidik, ia
telah sukses dalam membina generasigenerasi Islam.
3. Orang Tua sebagai Pendidik
Sebagai pendidik, orang tua adalah pembimbing di
lingkungan keluarga. Orang tua merupakan madrasah pertama
bagi pendidikan anak, di mana masa awal kehidupan anak berada
ditengah-tengah kedua orang tua yaitu ayah dan ibu. Sebagaimana
diungkap oleh Drost, orang tualah yang mengajarkan kepada anak
pengetahuan tentang Allah, pengalaman tentang pergaulan
manusiawi, dan kewajiban mengembangkan tanggung jawab
terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain (Drost, 1998).
Sebelum Drost seperti itu, Al-Quran telah menceritakan
bagaimana sosok orang tua dalam memberikan pendidikan
kepada anaknya, antara lain terdapat dalam surah al-Luqman [31]:
13 yang berbunyi: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada
anaknya “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
karena perbuatan itu merupakan kedzaliman yang amat besar”.
Ayat ini menurut Quraish Shihab bahwa sosok Luqman yang
142
digambarkan sebagai orang tua mempunyai peran penting dalam
mendidik anaknya dengan memberikan nasihat-nasihat yang
mencakup pokok agama, yaitu akidah (Shihab, 1994)
Dengan demikian, secara tidak langsung proses
pendidikan yang diberikan orang tua pertama kali adalah tentang
akidah. Dalam Islam, orang tua merupakan orang yang sangat
bertanggung jawab terhadap pendidikan bagi seorang anak.
Tanggung jawab tersebut dikarenakan kedua orang tua memiliki
hubungan darah dan ikatan kuat terhadap anak yang meliputi dua
hal, yaitu: pertama karena kodratnya sebagai orang tua telah
ditakdirkan oleh Allah untuk mendidik dan membimbing serta
bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup anak dari kecil
hingga menuju kedewasaan. Kedua karena kepentingan orang tua
adalah untuk menjamin kemajuan perkembangan anaknya.
Kesuksesan yang dicapai oleh anak sangat tergantung dari peran
orang tua dalam mengasuh dan memberikan pendidikan yang
terbaik dalam lingkungan keluarga (Tafsir, 1992).
Oleh karena itu, melihat perannya sangat penting dalam
menjadikan anak lebih baik, ditambah lagi tanggung jawab yang
begitu YF
besar,maka orang tua hendaknya mampu dengan
sekuat tenaga dalam mendidik agar kelak anaknya tidak
terjerumus ke dalam api neraka, sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S Al Tahrim [66]: 6 yang berbunyi “Wahai orang-orang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Ayat ini secara eksplisit sangat jelas memberikan perintah kepada
orang tua untuk selalu mengingatkan anaknya agar selalu berbuat
baik dan menjauhkan dari segala yang menjerumuskan diri ke
dalam perbuatan dosa. Ia juga diberikan tanggung jawab besar
untuk mendidik anaknya agar tidak tersesat ke jalan sesat yang
pada akhirnya menjadikan ia terjerumus ke dalam api neraka.
143
4. Guru sebagai Pendidik
Kedudukan seorang guru sebagai pendidik dalam Islam
sangat istimewa dan mulia, selain sebagai Transfer of Knowledge.
Seorang guru juga tidak bisa dilepaskan dari kewajiban seseorang
menuntut ilmu, sebab proses menuntut ilmu tidak lepas dari
bimbingan seorang guru. Tanpa guru, seseorang sulit
memperoleh ilmu yang baik dan benar. Dalam mengajar dan
memberikan bimbingan kepada anak didik, guru dituntut untuk
serba bisa dan tahu serta mampu mentransfer pengetahuan
kepada anak didiknya sesuai dengan perkembangan potensi yang
dimiliki. Sebagaimana tergambar dalam Al-Quran dalam surah AlKahfi [18]: 66-67 yang berbunyi “Musa berkata kepadanya,
bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku
(ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi
petunjuk. Dia menjawab, sungguh engkau (Musa) tidak sanggup
bersamaku”. Ayat ini berkenaan tentang sosok Khidir sebagai
pendidik bagi nabi Musa dalam mengajar dan memberi
pemahaman yang tidak diketahui oleh Musa (al-Maraghi, 1989).
Sebelum mengajarkan ilmu kepada muridnya, tentu Nabi
Khidir telah dibekali ilmu yang banyak oleh Allah. Bahkan, Khidir
menduga bahwa Musa sebagai muridnya tidak akan sanggup
dalam mengikutinya untuk bersabar, karena pada awalnya ia tidak
memiliki ilmu.
D. Predikat Pendidik Menurut Pendidikan Islam
Pendidik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai orang yang profesinya sebagai pengajar (Redaksi,
2005). Istilah ini maknanya sangat luas, mengajar apa saja dapat
dikatakan sebagai pendidik baik sebagai guru ngaji, guru silat,
maupun guru olahraga. Di dunia pendidikan, umumnya sebutan
144
seorang pendidik identik dengan sebuah jabatan yang
disandangnya di sebuah lembaga pendidikan. Sehingga banyak
yang mengatakan bahwa pendidik sangat identik dengan guru
(Muhadjir, 2000). Tetapi, penyebutan gelar pendidik tidak hanya
untuk orang yang memberikan pengetahuan di sebuah lembaga
secara formal, tetapi di luar itu dapat dikatakan sebagai pendidik,
jika ia memberikan sebuah pengetahuan kepada.
E. Peran Pendidik
Peran merupakan konsep yang tidak bisa dilepaskan dari
sebuah status, kedudukan, dan posisi seseorang. Veitzhal Rivai
berpendapat bahwa peran adalah suatu bentuk perilaku yang
diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu (Rivai,
2004) Dalam dunia pendidikan, seorang pendidik tentu memiliki
peran sesuai dengan kedudukan atau posisinya. Menurut Syaiful
Akhyar, secara garis besar seorang pendidik mempunyai peran
sebagai ukuran kognitif, agen moral, inovator, dan kooperatif
(Lubis, 2006). Lubis, S. A. (2006). Dasar-Dasar Kependidikan.
Bandung: Cita Pustaka Media Peran tersebut sebagaimana
dijabarkan berikut:
1. Pendidik sebagai ukuran kognitif, pendidik berperan dalam
mewariskan pengetahuan kepada peserta didik yang berupa
keterampilan yang sesuai dengan ukuran kemampuan yang
dimiliki.
2. Pendidik sebagai agen moral, pendidik berperan dalam upaya
mendidik warga masyarakat agar bisa membaca dan menulis,
pandai berhitung, dan mampu melakukan keterampilan
kognitif lainnya.
3. Pendidik sebagai inovator, pendidik harus mampu berperan
dalam melakukan inovasi-inovasi baru di dunia pendidikan.
145
4. Pendidik sebagai kooperatif, pendidik harus melaksanakan
tugasnya secara bekerja sama antara para pendidik satu dengan
lainnya.
Dengan demikian, sebagai pendidik ia harus mampu
melaksanakan seluruh tugas yang berkaitan dengan kewajibannya
baik dalam mengembangkan kognitif, mendidik masyarakat
menjadi terampil, melakukan inovasi baru, maupun melakukan
tugas secara bersama-sama. Jika ditinjau dari pendidikan Islam,
maka peran pendidik adalah sebagai bapak rohani atau bapak
spiritual dalam rangka memberikan santapan jiwa (rohani) dengan
ilmu dan pendidikan akhlak kepada peserta didik serta mampu
memperbaiki tingkah laku yang ada (Suyudi, 2014).. Peran ini
bertujuan agar pendidik menjalankan fungsinya dalam
mentransfer ilmu pengetahuan dan mentransformasi nilai-nilai
atau norma-norma yang ada sehingga terciptalah pribadi yang
baik.
F. Syarat dan Sifat Pendidik
Mengingat tugas dan tanggung jawabnya yang sangat
berat dalam Islam, tentu tidak semua orang bisa menjadi seorang
pendidik yang baik. Mereka harus dibekali dan wajib memenuhi
persyaratan yang ada. Syarat tersebut sebagaimana diungkapkan
oleh Al-Kanani yaitu: a) pendidik harus insaf dengan peringatan
Allah terhadap segala perkataan, perbuatan yang menjadi amanah
harus dipegang olehnya. b) pendidik hendaknya memelihara
kemuliaan peserta didik. c) pendidik harus bersifat zuhud. d) tidak
berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmu sebagai alat
mencapai kedudukan atas orang lain. e) pendidik harus menjauhi
mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara‟ dan sesuatu
yang mendatangkan fitnah terhadap dirinya. f) pendidik
146
hendaknya memelihara syiar-syiar Islam. g) pendidik hendaknya
rajin dalam melakukan kegiatan yang disunahkan oleh agama baik
dalam lisan maupun perbuatan. h) pendidik harus memelihara
akhlak yang berupa memuliakan pergaulannya dengan orang lain.
i) pendidik hendaknya mengisi waktu luangnya dengan hal yang
bermanfaat. j) hendaknya sebagai pendidik harus selalu belajar
dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang
rendah darinya. k) pendidik hendaknya rajin meneliti, menyusun,
dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan
keahlian yang dibutuhkan (Ramayulis, 2005). Tugas dan Hak
Pendidik
Para ahli pendidikan Islam dan Barat sepakat bahwa tugas
seorang pendidik adalah mendidik. Mendidik tidak hanya sebatas
mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi
teladan, membiasakan dan lain sebagainya. Akan tetapi, mendidik
mencakup seluruh tugas yang amat luas (H. H. Ihsan & Ihsan,
2001). Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
menyatakan bahwa tugas pendidik adalah sebagai perencana,
pelaksana proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, pelatihan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat (Depdiknas, 2009). Melalui Undang-Undang
tersebut, penulis berupaya menjabarkan bahwa tugas pendidikan
antara lain: a) organisator; sebagai pengelola dan perencana
seluruh aktivitas pembelajaran seperti penyusunan seperangkat
pembelajaran, b) Instruktur; mampu menyampaikan pembelajaran
kepada peserta didik di dalam kelas, c) evaluator; melakukan
evaluasi hasil pembelajaran yang ada pada peserta didik dalam
kesehariannya, dan d) Inspirator; senantiasa memberikan
masukan atau ide maupun arahan dalam menyelesaikan problem
pembelajaran.
147
Buya Hamka diikuti oleh Dzakiah Drajat mengatakan
bahwa tugas pendidik utamanya adalah membantu,
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mendapatkan
pengetahuan yang luas dilandasi akhlak mulia, dan menjaga
komunikasi dengan peserta didik (Ramayulis & Nizar, 2010).
Sementara di dalam Al-Quran telah dijelaskan tugas seorang
pendidik sebagaimana tergambar dalam surah Ali Imran [3]: 79.
Dalam ayat tersebut diisyaratkan bahwa tugas terpenting
Rasulullah sebagai pendidik adalah mengajarkan al-Kitab, hikmah
dan penyucian diri sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah
sehingga menjadi tuntunan dan pedoman bagi manusia dalam
menjalankan kehidupan di dunia dan akhirat.
Tugas pendidik sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran
di atas hanya berlaku bagi Rasulullah, karena ia menerima wahyu
dalam mengajarkan Al-Kitab kepada umatnya. Sementara itu, jika
ditinjau dari pendidikan Islam, maka tugas pendidik yaitu: a)
membimbing dan mengenal orang yang dididik tentang pribadi,
kebutuhan, kesanggupan, bakat, dan minatnya. b) menciptakan
situasi dan keadaan agar tindakan pendidikan dapat berlangsung
dengan baik, dan mendapatkan hasil yang memuaskan. c) dan
memiliki pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan tersebut
tidak hanya diketahui, tetapi diamalkan dan diyakini sendiri
(Ramayulis & Nizar, 2010). Sehingga seorang pendidik berhasil
dalam melaksanakan tugasnya bila telah mampu menjalankan
ketiga tugas tersebut secara maksimal.
Referensi
Al-Maraghi, A. M. 1989. Tafsir Al-Maraghi. Bairut: Dar al-Fiqh.
148
Ahmad Tafsir, Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
1996.
Depdiknas. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
Budiman dkk, Karakteristik Peserta Didik Ideal Dalam Perspektif AlQur‟an Dan Hadist, Jurnal Pendidikan Islam Vol. 3 No. 1
Juni 2021.
Drost, J.I.G.M. 2008. Sekolah: Mengajar atau Mendidik? Yogyakarta:
Kanasius
M. Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Mamma, A., & Abd Muis, A. (2015). Khianat dalam Al-Qur‟ an.
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah, Cet. III. Jakarta:
Lentera Hati.
Nata, Abudin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I (1st ed.). Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Shihab, M. Q. 1994. Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Bandung: Pustaka
Hidayah..
Tafsir, A. 1992. Ilmu pendidikan dalam perspektif Islam. Remaja
Rosdakarya.
Tim Redaksi. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Muhajir, A. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori
Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama. Jakarta: Kalam
Mulia.
Ihsan, A. H., & Ihsan, F. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
Pustaka Setia. Ramayulis, & Nizar. 2010. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
149
Suyudi, M. 2014. Filsafat Pendidikan Islam: Kajian filosofis dan
pemikiran pendidikan Islam.
150
BIOGRAFI PENULIS
Dr. Nasarudin, S.Pd.I., M.Pd. (Nasarudin
Olah Saun) lahir di Lombok Timur tahun
1977, Dosen Pendidikan Bahasa Arab
Universitas
Muhammadiyah
Mataram
semenjak tahun 2010. Pendidikan: S1 di IAIN
Mataram tahun 2001-2005 dengan meraih gelar S.Pd.I., S2 di
UIN Malang tahun 2006-2008 meraih gelar M.Pd., dan S3 di
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2015-2018 meraih
gelar Doktor dalam bidang pendidikan Bahasa Arab. Pelatihan:
Daurah dosen bahasa Arab di Universitas Ummul Qura
Mekah Saudi Arabia tahun 2013. Pernah mendapatkan hibah
penelitian Kementrian Agama RI tahun 2013. Penulis
beberapa buku: 1) Pendidikan Karakter Dalam Hadis Nabawi
Perspektif Semantik & Pragmatik tahun 2018, 2) Kurikulum
Pembelajaran Bahasa Arab (Implementasi Menuju Mutu) tahun
2022, 3)Manajemen Pembelajaran Bahasa Arab tahun 2023, 4)
book chapter Evaluasi Implementasi Kurikulum, 2023. 5)
Bookchapter Teknik Pengumpulan Data, 2023. 6) Bookchapter
Implementasi Kurikulum, 2023. 7) Bookchapter Evaluasi
Pembelajaran, 2023. 8) Bookchapter Pengantar Metode Studi
Kasus. Dan Editor Buku Chapter Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab tahun 2023. Publish tiga artikel ilmiah pada jurnal
terindeks sinta 2 tahun 2018, 2022, 2023. Dan publis jurnal
Scopus Q2 tahun 2022 dengan ID Scopus 58180133100 & ID
ORCID 0009-0003-2632-3991
151
BIOGRAFI PENULIS
Dr. Ahmad Deski, S.S.I., MA lahir di Seberang Parit
Kenagarian Koto Tangah Batu Ampa Kec. Akabiluru
Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat pada tanggal 19
Mei 1982. Penulis menempuh Pendidikan Dasar di tanah
kelahiran Seberang Parit. Kemudian melanjutkan pendidikan
ke Madrasah Tsanawiyah Negeri Payakumbuh dan MAN 2
Payakumbuh. Tahun 2000 penulis melanjutkan studi ke
Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta dan berkesempatan
juga menempuh Pendidikan di LIPIA Jakarta pada program
persiapan Bahasa Arab (i’dad lughawi). Tahun 2005 penulis
melanjutkan studi di program Pascasarjana IAIN Imam Bonjol
Padang pada konsentrasi Tafsir Hadis. Tahun 2020, penulis
berkesempatan Kembali melanjutkan studi untuk Program
Doktoral di UIN Imam Bonjol Padang pada konsentrasi
Hukum Islam, Insya Allah akhir bulan September tahun 2023
ini, akan mengikuti ujian terbuka dan akan dipromosikan
sebagai Doktor Hukum Islam.
Pada tahun 2010, penulis mengabdi sebagai dosen tetap di
Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Qur’an Payakumbuh atau
yang lebih dikenal dengan sebutan STAIDA Payakumbuh.
Pada tahun 2014 akhir, penulis dipercaya sebagai Ketua
STAIDA Payakumbuh sampai sekarang.
Korespondensi :
Email : ahmaddeski2@gmail.com
HP
: 085274425057
152
BIOGRAFI PENULIS
Zulfahmi Syahri, S.Pd.I, MA, berkarir
sebagi dosen tidak tetap pada Sekolah
Tinggi Agama Islam (STAI) YPPTI Balai
Selasa Kabupaten Pesisir Selatan dari
tahun 2015 sampai 2017. Kemudian
melanjutkan mengajar sebagai Dosen
Tetap pada Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) YPI Al-Ikhlas Painan Kabupaten
Pesisir Selatan semenjak tahun 2016
sampai sekarang. Terlahir dari pasangan Ayah bernama
Syahruddin dan Ibu Bernama Yusbarni, S.Pd.SD, pada
tanggal 11 Juni 1987 di Padang Panjang, Kabupaten Pesisir
Selatan Propinsi Sumatera Barat.
Riwayat Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar yaitu: Sekolah
Dasar Negeri Nomor 25 Padang Panjang, Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat,
kemudian melanjutkan ke jenjang setara dengan SMP/Mts dan
SMA/MA pada Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung,
Ampek Angkek Canduang, Kabupaten Agam. Selanjutnya
melanjutkan studi S.1 di IAIN Imam Bonjol Padang, Pada
Fakultas Tarbiyah dengan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
dan melanjutkan Program Studi S.2 di IAIN Imam Bonjol
Padang dengan jurusan Bahasa Arab.
Buku yang telah ditulis yaitu Pedoman Qawaid Ilmu Nahwu
dan Sharf yang diterbitkan oleh Pustaka Artaz, juga selalu
berpartisipasi dalam menulis di berbagai jurnal non-akreditasi
baik dari jurnal pada kampus STAI YPI Al-Ikhlas maupun
Jurnal Ilmiah di kampus lainnya.
153
Motto:
“Hiduplah dengan ilmu jangan hidup dengan harta yang melimpah
ruah, karena ilmu akan menjagamu dan memeliharamu di dunia
sampai akhirat, sedangkan harta hanyalah sifatnya sementara dan
kamulah yang menjaga dan memeliharanya”
BIOGRAFI PENULIS
Data Pribadi
Nama : Febri Wardani, M.Ag
Alamat : Jr. Kabun Nagari Halaban Kec.
Lareh Sago Halaban Kab. Lima Puluh Kota
Sumatera Barat
Kode Post
: 26262
Nomor Telepon
: 085216233632
Email
: danifeb95@gmail.com
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Tanggal Kelahiran
: 26 Februari 1991
Status Marital
: Menikah.
Warga Negara
: Indonesia
Agama
: Islam .
Riwayat Pendidikan
Jenjang Pendidikan
:
Jurusan
Tahun Sekolah / Institusi
/ Universitas
2010
Indonesia Nihon go Bahasa Jepang
Gakuin
Jenjang
IPK
D1
3.50
154
2015
2019
STAI Darul Qur’an
Payakumbuh
UIN Imam Bonjol
Padang
Ilmu alQur’an dan
Tafsir
Ilmu alQur’an dan
Tafsir
S1
3.53
S2
3.54
Riwayat Pengalaman Kerja
1. Tahun
: 2019 s/d Sekarang
Instansi / Perusahaan : STAI Darul Qur’an Payakumbuh
Posisi
: Dosen Tetap Prodi Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir
2. Tahun
: 2020 s/d 2026
Instansi / Lembaga : BAMUS Nagari Halaban
Posisi
: Anggota
3. Tahun
: 2016 s/d Sekarang
Instansi
: Yayasan Perguruan An Nahl
Posisi
: Guru Hadits dan Tahfizh
4. Tahun
: 2020 s/d Sekarang
Instansi
: Rumah Tahfizh Dar al-Qudwah
Posisi
: Pendiri dan Pembina
BIOGRAFI PENULIS
Riyanto, S.Pd.I., M.Pd.I sejak tahun 2020
merupakan Dosen Tetap pada Prodi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Islam dan Dosen
Mata Kuliah Wajib Umum Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan pada FAI, FH, dan FKIP
155
Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO). Pendidikan
dasar dan menegah putra pertama pasangan Bapak Katijan dan
Ibu Murtiyah yang lahir di Ponorogo 16 Maret 1984 di Desa
Banaran Kec. Pulung Ponorogo di SDN Banaran, SMPN 3
Pulung dan MA Muhammadiyah I Ponorogo. Selanjutnya
pada jenjang Pendidikan S1 dan S2 di Prodi PAI di UMPO.
Sejak tahun 2016 menjadi Kasi Sekretariat Rektor dan
Pengarsipan UMPO. tahun 2016 – 2027 mejadi Sekretaris
Majelis Pembinaan Kesajahteraan Sosial Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Ponorogo, 2022-2027 menjadi Wakil
Sekretaris
Majelis
Dikdasmen
Pimpinan
Cabang
Muhammadiyah Ponorogo Kota. (2021-2024), Anggota Divisi
Publikasi Asosiasi Dosen Ilmu Perpustakaan Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam (ASDIP PTKI). (2021-2024)Anggota Riset
dan Pengembangan Forum Komunitas masyarakat Sadar Arsip
(FKMSA) Jawa Timur. Artikel yang pernah di tulis pada
Jurnal Pengabdian : Pendampingan penyususunan
kurikulum pesantren berbasis dakwah dan kaderisasi di LKSA
panti asuhan Muhammadiyah di Ponorogo (2023), pelatihan
menulis seni kaligrafi bagi guru taman pendidikan Al-Qur’an
Muhammadiyah Ponorogo (2022). Pada Jurnal Penelitian :
upaya guru memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai
sumber belajar di SDN
Tosanan Ponorogo (2023),
memaksimalkan peran perpustakaan sebagai sumber belajar di
SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo (2022) dan peran arsip
sebagai sumber ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa
(2022). Prosiding : the role of Islamic development and
Kemuhammadiyahan in increasing employee values of
Muhammadiyah University of Ponorogo (2020), menjaga
konsistensi adab: solusi pendidikan islam di era digital
156
Prosiding (2021). Book Chapter : tantangan dan peluang
dakwah muhammadiyah di era new normal (2020), memaknai
literasi informasi dengan pendekatan psikologi sosial (2021),
dan dari wakaf: cara Ranting Muhammadiyah Babadan
menjaga sang surya tetap bersinar (2021).
BIOGRAFI PENULIS
Nama Lengkap Haerudin, Lc., MA.
Dosen tetap di Universitas Buana
Perjuangan Karawang Sejak tahu 2015
sampai sekarang, Pengampu Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam, Tafsir
Tarbawi, dan Ilmu Hadits di Prodi PAI
Fakultas
Keguruan
Dan
Ilmu
Pendidikan UBP Karawang, Lahir di Karawang 3 Me
i 1983, dari orang tua yang bernama Bapak H. Jodi dan Ibu H
Inah. Jenjang pendidikan S1 di Universitas Al Azhar Mesir
2005-2009, S2 di Universitas Om durman Sudan 2010-2013,
dan sekarang sedang melanjutkan S3 di Universitas Al Qur’an
Al Karim Madani Sudan. Buku yang pernah di tulis yaitu : ﺍﻟﺸﻴﺦ
ﻳﺎﺳﻴﻦ ﺍﻟﻔﺎﺩﺍﻧﻲ ﻭﺟﻬﻮﺩﻩ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔbuku berbahasa arab.
BIOGRAFI PENULIS
Andi Abd. Muis Lahir di
Tuju Tuju Kajuara Kabupaten
Bone pada taggal 12-12-1982.
Istri Bernama Imrawati dan
dikaruniai dua anak yaitu Andi
157
Kafi El Azam Muis dan Andi Arsyi Maziyah Muis. Penulis
menempuh pendidikan sarjana (S1) di PRODI Pendidikan
Agama
Islam Fakultas
Agam
Islam Universitas
Muhammadiyah Parepare, Program Magister (S2) di PRODI
PAI Program Pascasarjana UM Parepare, dan Program
Doktor (S3) di PRODI PAI UM Parepare. Penulis pernah
mengajar di Pondok Pesantren Pendidikan Islam Darul
Abrarar Kahu Palattae Bone, mengajar di SDN 66 Kota
Parepare, mengajar di SMP PGRI Kota Parepare, mengajar di
SMP Muhammadiyah Parepare, Staf PPs-UMPAR, dan Kini
Menjadi Dosen Tetap Yayasan di UM Parepare dan mengajar
di PRODI PAI FAI dan PRODI PAI Program Pascasarjana
UM Parepare. Adapun karya yang dihasilkan oleh penulis
selama menjadi Dosen dapat dilihat pada link (1) Andi Abd.
Muis | Universitas Muhammadiyah Parepare-Academia.edu
dan Andi Abd. Muis (Orcid.org/0000-0003-0919-3593)
Indonesia - Google Cendekia. Penulis juga aktif dalam
melaksanakan penelitian pengabdian kepada masyarakat dan
mengikuti seminar, pelatihan dan worshop yang berskala lokal,
regional, nasional, dan internasional.
158
BIOGRAFI PENULIS
Nurzannah, lahir di Kisaran pada tanggal
16 Agustus 1964. Menyelesaikan S1
Fakultas Tarbiyah pada tahun 1992 di
Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara Medan. Studi S2 di Program Studi
Pendidikan Islam IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, tamat tahun 1999, dan
tahun 2019 menyelesaikan studi S3 pada Prodi Pendidikan
Islam di Universitas Islam Negeri Medan.
Sekarang bekerja sebagai Dosen Tetap di Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Aktif mengikuti berbagai
seminar, meneliti, dan menulis berbagai artikel dan buku.
Pernah aktif di PW Aisyiyah Sumatera Utara sebagai Wakil
Sekretaris, selama 3 Periode (1995-2010). Menjadi Wakil Ketua
II Majelis Tabligh PWM Sumatera Utara Periode 2000-2005.
Sekretaris Umum Lembaga Pemberdayaan Pengajian
Perempuan Sumatera Utara (LP3SU) periode 2012-2017. Ada
beberapa Karya yang pernah ditorehkan. Buku ajar/referensi
berjumlah 3 buah, modul ajar 3 buah, book chapter 7 buah,
dan artikel ilmiah berjumlah lebih kurang 30 judul, yang
diterbitkan di jurnal dan proceeding Nasional maupun
International.