Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Oikumene

2021, KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen

  ; The ecumenical life movement is a movement that seeks to unite churches which are essentially one but separated by different denominational organizations. The ecumenical movement is a movement that must continue to be built but not to eliminate denominations because denominational wealth is God's work that is unique to His church. So the question that arises is what is the ecumenical spirit between the two denominations? The author discusses this topic with the aim of building an ecumenical spirit or church unity among church denominations. how to build an ecumenical spirit, which often results in the lack of an ecumenical spirit. The authors target in this study are all church members, be it the Toraja Church, GPdI, and also for all existing church denominations. In this study the authors have conducted research, and the method used in this study is a qualitative method, namely interviews and observations. In the interview, the author obtained or obtained information that s...

KAMASEAN: JURNAL TEOLOGI KRISTEN ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) Volume 2, No 1, Juni 2021; (59-75) Available at:http://kamasean.iakn-toraja.ac.id Oikumene: Kehidupan Oikumene Gereja Toraja Dengan Gereja Pentakosta di Indonesia Bagi Kehidupan Bermasyarakat di Kecamatan Bittuang Kabupaten Tana Toraja Erwin Bunga Sapan Institut Agama Kristen Negeri Toraja Pongharel@gmail.com Abstract; The ecumenical life movement is a movement that seeks to unite churches which are essentially one but separated by different denominational organizations. The ecumenical movement is a movement that must continue to be built but not to eliminate denominations because denominational wealth is God's work that is unique to His church. So the question that arises is what is the ecumenical spirit between the two denominations? The author discusses this topic with the aim of building an ecumenical spirit or church unity among church denominations. how to build an ecumenical spirit, which often results in the lack of an ecumenical spirit. The authors target in this study are all church members, be it the Toraja Church, GPdI, and also for all existing church denominations. In this study the authors have conducted research, and the method used in this study is a qualitative method, namely interviews and observations. In the interview, the author obtained or obtained information that sometimes the two congregations cornered each other in their territory so that sometimes there were disputes between members of the congregation of these two denominations, for this the conclusion of this study about ecumenicalism is that in building an ecumenical spirit, mutual respect between denominations is very important. It is important, besides building good relationships with other church members and then running away from cooperation in serving God and His people. These things can be done in building an ecumenical spirit between denominations Keywords: Spirit, Ecumenical, Denomination Abstrak; Gerakan hidup ekumenis adalah gerakan yang berusaha menyatukan gerejagereja yang pada dasarnya satu tetapi dipisahkan oleh organisasi denominasi yang berbeda. Gerakan ekumenis adalah gerakan yang harus terus dibangun tetapi tidak menghilangkan denominasi karena kekayaan denominasi adalah karya Tuhan yang unik bagi gereja-Nya. Jadi pertanyaan yang muncul adalah apa semangat ekumenis di antara kedua denominasi itu? Penulis membahas topik ini dengan tujuan untuk membangun semangat ekumenis atau kesatuan gereja di antara denominasi gereja. bagaimana membangun semangat oikumenis, yang seringkali mengakibatkan kurangnya semangat oikumenis. Sasaran penulis dalam penelitian ini adalah seluruh anggota gereja, baik itu Gereja Toraja, GPdI, dan juga untuk semua denominasi gereja yang ada. Dalam penelitian ini penulis telah melakukan penelitian, dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu wawancara dan observasi. Dalam wawancara tersebut penulis memperoleh atau memperoleh informasi bahwa terkadang kedua tarekat tersebut saling memojokkan di wilayahnya sehingga terkadang terjadi perselisihan antar anggota jemaah kedua denominasi ini, untuk itu kesimpulan dari penelitian ini tentang ekumenikalisme adalah bahwa dalam membangun semangat ekumenis, saling menghormati antar denominasi sangat penting. Hal ini penting, selain membangun hubungan baik dengan anggota gereja lain kerjasama dalam melayani Tuhan dan umat-Nya. Hal-hal ini dapat dilakukan dalam membangun semangat oikumene antar denominasi Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 59 Erwin Bunga Sapan: Oikumene Kata kunci: Semangat, Oikumene, Denominasi Article History : Received: 02-02-2021 Revised: 27-05-2021 Accepted: 22-06-2021 1. Pendahuluan Setiap orang berharap untuk hidup dalam harmoni dan kedamaian dalam hubungannya dengan orang lain. Kehadiran orang lain akan lebih signifikan dan lebih hidup. Sama halnya dengan individu yang ketat mengharapkan hubungan yang baik dengan individu yang ketat di sekitar mereka. Realitas dan permintaan ini adalah kewajiban setiap orang untuk menjaganya. Jika persoalan solidaritas di mata masyarakat pada saat ini tidak menjadi perhatian utama setiap orang, maka pada saat itu akan menjadi bahaya besar bagi ketentraman masyarakat, terutama bahaya bagi jaringan ketat sebagai usaha adalah untuk bergabung dengan individu. Seperti yang diungkapkan oleh Kirchberger Georg bahwa, “solidaritas adalah aturan dari Tuhan yang menjadi Ketua dan Ahli Jemaat, setiap individu yang menentang dan tidak bekerja, tidak menjaga, tidak membangun kembali solidaritas Jemaat melawan Tuhan.1 dekrit" Seperti organisasi Gereja saat ini. , Gereja Toraja Majelis Eben-Heizer Burasia dan GPdI Majelis Burasia di Lembang Burasia, sub-wilayah Bittuang, sebagai jemaat Tuhan, harus menjalin hubungan yang hebat dalam pengalaman daerah karena itu adalah kewajiban melayani Tuhan. Bagaimanapun, hidup tenang berdampingan dengan individu individu yang ketat tidak sederhana, seperti yang diungkapkan oleh Derek bahwa tingkat pemujaan yang penuh perhatian sebagian besar tetap tidak terjangkau di antara orangorang Kristen.2 Sulit untuk saling memuja di antara penganutnya. Di sana-sini lebih mudah untuk menghargai seseorang yang tidak lain adalah seorang Kristen daripada seorang individu Kristen itu sendiri. Hal ini sering terjadi karena setidaknya orang nonKristen tidak akan pernah bertengkar tentang apakah kita disiram air atau direndam dan mereka juga tidak akan mempertimbangkan apakah kita adalah orang Kristen yang memiliki kecenderungan untuk mengangkat tangan saat berdoa atau tidak. tidak. Berbagai isu menjadi perbincangan dengan tujuan agar pertemuan Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia dan GPdI Jemaat Burasia yang berada di Lembang Burasia, Kecamatan Bittuang, ternyata kurang baik. Ketidakharmonisan juga disebabkan oleh beberapa hal, seperti pendaftaran individu di antara keduanya terus terjadi. GPdI Jemaat Burasia mendapat julukan “Mekayu domai Palandoan” artinya bahwa GPdI Jemaat Burasia menginjili anggota gereja Toraja yang juga sudah percaya kepada Tuhan, yakni 11 (Sebelas) kepala keluarga yang adalah anggota Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia berpindah ke denominasi GPdI Jemaat Burasia. Dilain sisi Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia belum mampu merangkul anggotanya dengan baik, sehingga satu 1 Kirchberger Georg, Gerakan Okumene: suatu panduan (Flores: LEDALERO, 2010), 5. Derek Prince, Rediscavering Gods Churh: Temukan Kembali Rencana Tuhan yang semula bagi Gereja-Nya (Jakarta: Derek Prince Ministries Indonesia, 2009), 116. 2 Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 60 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) masalah dapat menjadi penyebab anggota berpindah denominasi. Melihat hal tersebut tidak ada yang dapat dipojokkan atau dipersalahkan, melainkan meluruskan pandangan diantara kedua denominasi tersebut. Selain itu masalah yang lain juga terlihat yakni keinginan gereja yang satu dengan gereja yang lain untuk disebut gereja yang benar dan hal tersebut mengakibatkan kesenjangan sosial dalam masyarakat seperti: anak-anak bergaul hanya dengan sesama denominasi. Ketika ada acara yang diselenggarakan oleh salah satu anggota denominasi Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer maupun GPdI Jemaat Burasia, cenderung saling memojokkan dan meremehkan denominasi yang satu dalam hal-hal tertentu, kaku untuk saling menyapa. Dari berbagai permasalahan yang terjadi, yang mengakibatkan perjumpaan umat beragama dalam masyarakat tidak harmonis dan juga kesatuan gereja tidak lagi terlihat, gereja seharusnya hadir menjadi tolak ukur dalam masalah tersebut. Namun jika gereja tidak lagi melihat apa tujuan gereja sebenarnya. Seperti yang diungkapkan oleh Kirchberger Georg bahwa,Tujuan gereja adalah pemersatu umat beragama. Perpecahan-perpecahan yang seperti ini juga mempengaruhi tidak tercapainya tujuan gereja dalam masyarakat yaitu mempersatuhkan. Namun hal-hal seperti ini adalah sesuatu yang lahiriah tetapi hal ini juga bisa menjadi motivasi untuk mencari jalan menuju kepada kesatuan karena kenyataannya bahwa gereja pada hakekatnya adalah satu.3 Tujuan tersebut seharusnya lebih terwujud dalam kehidupan sosial umat beragama. Fungsi setiap gereja adalah menjadi wadah bagi setiap umat dalam belajar bagaimana nilai-nilai etik yang ada dalam masyarakat tertentu, begitupun dengan Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia dan GPdI Jemaat Burasia, mempunyai fungsi yang sama dalam pengajaran sesuatu yang baik yang dilandaskan oleh Yesus Kristus.Melihat hal tersebut penulis merasa perlu adanya penelitian tentang “Oikumene” terkait kesatuan gereja dalam masyarakat, yakni antara Gereja Toraja dan GPDI sehingga diambillah dua jemaat dari denominasi yang berbeda yakni Gereja Toraja Jemaat Ebenheizer Burasia dan GPdI Jemaat Burasia di Lembang Burasia kecamatan Bittuang. 2. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metode library research(Penelitian Pustaka) Alasan penulis memilih metode ini, yaitu untuk melengkapi referensi yang dibutuhkan mengenai teori-teori pendukung yang berkaitan erat dengan masalah yang akan diteliti. Referensi tersebut dapat diperoleh dari buku-buku dan majalah yang sekaitan dengan tulisan ini. b. Metode field research (penelitian Lapangan) 3Kirchaberger, 4. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 61 Erwin Bunga Sapan: Oikumene Dalam metode ini, penulis akan melakukan wawancara kepada responden secara langsung untuk mendapatkan berbagai informasi yang diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup sekaitan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, penulis juga akan melakukan observasi secara langsung dilapangan. 3. Hasil dan Pembahasan Menurut Christian De Jonge Oikumene adalah kata yang diambil dari bahasa Yunani, yaitu Partium preasentris passivum feminium dari kata kerja oike “Tinggal” dengan demikian kata oikumene berarti “yang didiami”. Oikumene telah melekat pada gereja dan dikenal sebagai gerakan yang mempersatukan gereja yang terpecah.4 Teologi Oikumenis bertugas memberi ilham dengan peranan negatif dan positif seperti yang negatif Oikumene mengontrol aksi dan pemikiran yang tidak kritis sedangkan positif dilihat dalam hal menghubungkan karya Allah dalam penyatuan umat Kristen.5Kata Oikumene diambil dari bahasa Yunani, oikumene yang berarti seluruh dunia atau dunia atau yang dihuni. Dalam Perjanjian Baru kata tersebut dikenal dengan kata Ekumene yang berarti medan karya gereja, tempat gereja hidup dan menjalankan tugasnya, mewartakan Injil-Nya. Setelah gereja menjadi agama resmi kekaisaran Romawi terjadi perubahan dimana Ekumene mulai diartikan sebagai gereja yang berlaku umum serta menyangkut semua orang. Serta Sinode yang menyangkut semua orang disebut “Konsili Ekumenis.6 Arti kata Konsili Ekumenis sendiri adalah Konsili yang berasal dari akar kata latin yaitu concilium yang berarti rapat untuk merundingkan sesuatu. Kata yang juga dipakai adalah kata sinode yang berasal dari asal kata Yunani yaitu Synodus yang juga berarti rapat, pertemuan. Pada Abad ke-2 konsili atau Sinode ini digunakan untuk membicarakan perkara yang mengancam keesaan Gereja. dengan demikian sangat jelas bahwa “Konsili Ekumenis” dimaksudkan untuk konsili semua gereja.7 Pada abad ke-18 terjadi perubahan arti dari kalangan Protestan dalam Pietisme. Dibawah pengaruh Pietisme gereja-gereja mulai meninggalkan pembatasan diri pada negara atau wilayah kekuasaan tertentu dan mulai berfikir secara mondial atau seluruh dunia mereka mulai berfikir secara missioner. Ekumene dan Oikumenis menjadi pengungkapan bagi suatu sikap yang melampaui batas-batas negara tertentu dan memperhatikan kepentingan gereja diseluruh dunia. Graf Zinzendorf seorang wakil penting Pietisme mengungkapkan kata Ekumene untuk berbicara mengenai Gereja Kristen diseluruh dunia.8Ekumene merupakan Gerakan yang hendak mengusahakan kesatuan gereja-gereja Kristen 4PGI, Potret ddan Tantangan Gerakan Oikumene, laporan Penelitian Survei OikoumenePGI 2013 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 90-91. 5Banawiratma SJ, dkk. Tempat dan Arah Gerakan Oikumenis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 52. 6Kirchaberger, 1-2. 7Dr. Christiaan de Jonge, Gereja mencari jawab, Kapita Selekta Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 1-2. 8Kirchaberger, 2. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 62 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) utamanya dalam perjumpaan kehidupan sehar-hari.9 Salah satu problem dalam usaha Oikumene mempersatukan gereja-gereja Kristen adalah usaha untuk menentukan model kesatuan seperti apa yang akan dioriantasikan bagi Oikumene itu atau dapat dikatakan kesatuan seperti apa yang akan dicapai. Mereka ingin mengatur persekutuan antara gereja yang bekerjasama secara praktis sebagai federasi. Dari segi iman cukuplah untuk menerima wahyu Allah dalam Alkitab dan iman akan Yesus Kristus sebagai penyelamat.10 Pada saat konferensi sedunia dari gerakan “Iman dan tata aturan Gereja” di Lund, orang berhasil merumuskan suatu konfensus menyangkut soal kesatuan gereja. Konferensi itu menegaskan bahwa : “Kami sependapat bahwa tidak ada dua gereja yang satu kelihatan, tetapi ada satu gereja yang harus menjadi kelihatan diatas bumi ini”. 11 Dari kesimpulan tersebut sangatlah jelas bahwa gereja seharusnya bersatu dalam dunia ini karena landasannya hanya satu yaitu Yesus Kristus sendiri. Gereja Ortodoks bersama dengan Gereja Anglikan melihatnya sebagai kesatuan Organik (organic Union) yang berarti bahwa bersatu dalam memecah roti dan berbagai aspek keagamaan. Yang dapat dipetik dari usaha menyatukan gereja tersebut adalah bagaimana kehidupan antar umat beragama hanya menampakkan satu pribadi dalam kehidupan sehari-hari yaitu pribadi Yesus. Kesatuan organik ini tidak dapat diterapkan oleh semua gereja karena tidak dapat menyatukan perbedaan yang ada dalam gereja-gereja melainkan hanya fokus pada Katolik. Denominasi tidak boleh dihilangkan karena mereka mengungkapkan iman kristiani dengan cara dan penekanan yang spesifik. Sekalipun demikian masing-masing denominasi tidak boleh lengah dengan ciri khasnya, tetapi dalam kesatuan perbedaan sebagai perbedaan yang dipersatuhkan mereka semua mesti juga belajar satu dengan yang lainnya. Federasi Lutheran ini diterima baik oleh kalangan Protestan sehingga gereja-gereja Reformatoris membentuk pewartaan dalam perayaan perjamuan malam dan juga dapat menukarkan para pejabat dalam ibadat dan perjamuan malam atas dasar Injil. Sejarah Berdirinya Gerakan Oikumene Pada masa reformasi pertama Gereja Katolik Roma oleh Marthin Luther gereja diperhadapkan pada perpecahan secara besar-besaran pada tahun 1054. Sekalipun Marthin Luther dikucilkan dari gereja namun tetap ada usaha utnuk mencari perdamaian dengan kaum Injili demi kesatuan kaum Kristen terhadap ancaman Turki. Usaha yang dilakukan mengikuti pertimbangan politik. Namun permasalahan diantara kaum Injili dengan Roma dalam hal cara peribadahan (Perjamuan Kudus) menjadi 9Ibid, 3. 157. 11Ibid, 159. 10Ibid, Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 63 Erwin Bunga Sapan: Oikumene kendala tidak tercapainya suatu kesatuan dengan demikian juga menggagalkan pembicaraan di Marburg (1529). 12 Walupun kaum Injili memisahkan diri dari dari Roma namun tetap ada kesadaran baik dikalangan Protestan maupun dikalangan Katolik Roma bahwa kesatuan warisan adalah milik bersama yaitu warisan gereja kuno dan hal itu sebagai symbol oikumenis sebagai sesuatu yang Alkitabiah. Kesadaran untuk memulihkan perpecahan yang terjadi karenaReformasi harus bertolak dari warisan yang sama. Kesadaran akan pentingnya perdamaian itu hingga abad ke 18 gereja terus mengusahakan persatuan itu baik diantara Gereja Injili dengan Gereja Katolik maupun Calvinis dengan Lutheran.13Tugas bersama orang Kristen adalah mengabarkan berita keselamatan kepada semua orang yang tidak mengenal Yesus Sang Penebus. Usaha untuk bekerjasama dilapangan pekabaran Injil pada tahun 1855. Kemudian dilanjutkan oleh berbagai usaha dari berbagai kalangan Kristen. Usaha pada konferensi pekabaran injil sedunia di Edinburgh pada 14-23 Juni 1910 yang dipelopori oleh John Ralegh Mott seorang Metodis di Amerika Serikat dan Joseph H. Oldham dari Skotlandia. 14 Pokok-pokok pembahasan di Ediburgh yakni: Pekabaran Injil di seluruh dunia, gereja di lapangan pekabaran Injil, pendidikan dan pengkristenan, berita Kristen dan agama bukan Kristen, persiapan para pekabar Injil, Hubungan dengan pangkal dalam negeri, hubungan dengan pemerintah, kerjasama dan keesaan disepakati. Hal ini dilihat sebagai kelahiran gerakan Oikumenis. Suatu usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen dapat disebut Oikumenis jika menyadari bahwa ada perbedaan maupun menyadari bahwa ada kesatuan yang melebihi perbedaan. 15 Maksud dan Tujuan Gerakan Oikumene Gerakan Oikumene bertujuan dalam keesaan gereja, keesaan gereja yang hendak dicapai disini adalah kesatuan pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat dalam kemandirian masing-masing gereja. Dalam mewujudkan keesaan tersebut memang akan sangat sulit untuk tercapai namun proses yang akan mewujudkannya. 16 Ketika hendak mencapai kesatuan yang perlu dibenahi terlebih dahulu adalah ketidaksepahaman yang terjadi di masa lampau harus diluruskan terlebih dahulu. Gerejani Leuenberg yang dibentuk dengan cara demikian tidak bermaksud menghapus denominasi yang bergabung didalamnya tetapi mau dengan sengaja mempertahankan pengungkapan iman berbeda dan membentuk suatu persekutuan dalam perbedaan itu. 12Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja, sejarah, dokumen dan temah-tema Gerakan Oikumenis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 3. 13Ibid, 4. 14Ibid, 9. 15Ibid, 10-11. 16Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja, Sejarah, Dokumen dan tema-tema Gerakan Oikumenis (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2003), 135-136. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 64 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) Dengan demikian mereka bisa betul-betul menjadi contoh sebagai perbedaan yang diperdamaikan.17 Landasan Alkitab tentang Kesatuan (Oikumenis) menurut 1 Korintus 1:10-17 Kitab ini adalah surat yang dikirim Paulus kepada Jemaat di Korintus. Korintus adalah sebuah kota di Yunani Kuno, Korintus adalah kota metropolitan yang tekemuka pada zaman Paulus. Dengan demikian Korintus sebagai kota yang angkuh dalam intelektual dan moral serta materi. Paulus mendapat informasi dari keluarga Kloe bahwa ada perselisihan dianatara umat (Ayt.10-11). Permasalahan tersebut terjadi karena adanya perbedaan golongan diantara mereka dan masing-masing dari mereka ingin menang sendiri (Ay. 12-13). Masalah-masalah demikian kerapkali masih terjadi dalam kehidupan gereja masa kini, perbedaan menjadi perpecahan diantara umat beragama bahkan diantara sesama orang percaya. Lewat kejadian yang terjadi di Korintus Paulus sebagai hamba Tuhan menegaskan bahwa sekalipun berbeda golongan namun landasan tetaplah sama yakni di dalam Yesus Kristus. Jangan sampai perbedaan yang ada di antara umat beragama mengakibatkan salib Kristus menjadi sia-sia, karena tugas utama umat Kristen adalah mengabarkan Injil Yesus Kristus. Dari peristiwa yang terjadi pada Jemaat di Korintus memberikan pandangan bagi gereja masa kini untuk tetap menjaga tubuh gereja agar tidak menjadi angkuh di tengah pertumbuhan ekonomi dan sosial. Jangan sampai hal-hal tersebut juga memicu terjadinya kegagalan dalam menjaga tubuh Kristus yakni kesatuan gereja Tuhan. Perbedaan adalah karya Tuhan yang unik.. Hubungan Gereja Toraja dengan Gereja Pantekosta di Indonesia sekaitan dengan kesaksian dalam masyarakat. Kehidupan orang Kristen haruslah menghidupkan kehidupan orang di sekitarnya karena hubungan gereja adalah hubungan antara manusia dengan manusia. Alkitab adalah landasan dari sebuah gereja dan Alkitab lebih mementingkan manusianya. Alkitab mengajarkan tentang hidup dan kerja karena Allah sendiri dalam sejarah adalah pribadi yang bekerja.18 Dari berbagai hubungan atau kesatuan yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan bahwa Gereja Toraja dengan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) memiliki hubungan yang sangat erat. Utamanya dalam hubungan melalui Yesus Kristus yang adalah penyelamat. Melihat hal itu tidak ada alasan yang kuat yang dapat digunakan oleh umat beragama untuk tidak hidup rukun selaku sesama umat yang percaya kepada Tuhan. Namun realita yang terjadi dalam masyarakat keragaman 17Kirchaberger, 161-162. Darmaputra, Dkk. Gerakan Oikoumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 289-290. 18Eka Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 65 Erwin Bunga Sapan: Oikumene denominasi justru dijadikan sebagai jarak pemisah. Karena pemahaman yang kurang tepat tentang hubungan antara umat beragama menyebabkan masalah terus terjadi. Di Indonesia jika melihat sepintas saja, hubungan Gereja Toraja dengan GPdI terlihat tenang-tenang saja, termasuk di daerah perkotaan. Di Indonesia apabila kita berada di daerah yang memiliki penduduk mayoritas non Kristen maka hubungan antara denominasi akan terlihat akur dan akrab. Namun kesan tersebut sangat berbeda dengan suasana dimana mayoritas penduduknya adalah Kristen seperti dipelosokpelosok Tana Toraja. Oleh karena mayoritas lingkungan adalah Kristiani menjadi persaingan bagi setiap denominasi gereja menjadi yang terdepan dalam masyarakat, karena hal tersebut menjadi penyebab tidak terwujudnya kesatuan dalam masyarakat. Hal tersebut juga terjadi di Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia dengan GPdI Jemaat Banalo. Kurangnya pemahaman kesatuan umat beragama dalam masyarakat masih kurang dipahami oleh kedua denominasi tersebut. Kurangnya pemahaman tersebut mengakibatkan umat antar denominasi seringkali sering menjatuhkan denominasi lain, selain itu dampak negatif yang juga terjadi yakni kesenjangan sosial dalam masyarakat. Kerinduan untuk membangun semangat Oikumene umat di Lembang Burasia bukan berarti hendak menyamakan persepsi dalam segala aspek, namun yang penulis tekankan adalah bagaimana setiap umat beragama utamanya umat gereja saling menghargai segalah perbedaan yang ada. Kesaksian tentang kehidupan Yesus di dunia seharusnya menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari umat bergereja. Hidup rukun dan saling menopang adalah tuntutan dari Tuhan sendiri. Setelah melakukan penelitian kepada warga Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia dan juga Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Burasia di Lembang Burasia kecamatan Bittuang, maka Penulis akan memaparkan serta menganalisis hasil penelitian sebagai berikut: Oikumene merupakan gerakan gereja yang didalamnya semua denominasi dapat bergabung dan bersatu hal ini merupakan suatu karya Allah yang nyata bagi gereja-Nya.19 Sekalipun di Lembang Burasia belum ada gereja Oikumene namun pendapat informan tentang oikumene sangatlah luas. Informan melihat bahwa oikumene itu adalah karya Tuhan yang Unik. Informan lain mengatakan bahwa oikumene merupakan wadah yang mempersatukan aliran gereja sehingga gereja Tuhan tidak terbelah dan berpisah karena pada hakekatnya gereja Tuhan tetaplah satu.20 Saat ini jika tidak ada penerapan tentang oikumene maka gereja Tuhan akan merasa jauh dan berbeda informan juga meyakini bahwa oikumene itu sangat penting untuk tetap menjalin kasih persaudaraan di antara Gereja Tuhan. Kekayaan aliran gereja adalah hal yang patut disyukuri karena dengan adanya banyak aliran gereja sehingga tidak ada 19Wawancara 20Wawancara dengan Yunus Aking (Majelis Gereja Toraja J. E. Burasia ) pada tanggal 1 Juni 2020. dengan pnt. Alfianus S.Pd. (Majelis Gereja Toraja J. E Burasia), pada tanggal 5 Juni 2020 Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 66 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) otoriter dalam iman.21 Dengan demikian seperti yang diungkapkan oleh informan bahwa kekayaan aliran gereja adalah hal yang perlu disyukuri oleh karena itu membangun semangat oikumene merupakan tanggung jawab setiap gereja Tuhan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan bahwa gereja terbentuk karena adanya Roh Kudus yang bekerja dalam hati umatnya, dan dan cara kerja Roh Kudus berbeda-beda dalam setiap hati umat-Nya, sehingga dengan adanya berbagai aliran denominasi gereja disitulah kita melihat bahwa Roh Kudus itu sungguh kreatif. 22 Hal ini diyakini oleh informan bahwa dalam setiap aliran gereja Roh Kudus itu bekerja dengan cara yang kreatif. Seperti yang di ungkapkan oleh informan bahwa pada hakekatnya gereja adalah satu, perbedaan denominasi hanya dibedakan oleh organisasi namun tujuannya tetaplah sama, oleh karena itu gerakan oikumene merupakan contoh konkrit tentang kesatuan gereja itu.23 Seperti yang diungkapkan informan bahwa, banyaknya aliran gereja merupakan anugrah Tuhan bagi manusia yang memiliki cara pandang yang berbeda, menghadirkan gereja sesuai dengan bagaimana umat-Nya dapat menerima sabda-Nya dan hal yang berbeda itu dapat dipersatukan dalam oikumene. 24Dari hal tersebut informan menyatakan bahwa oikumene itu baik dan dengan adanya oikumene tidak ada pemaksaan dalam memilih aliran gereja karena hekekatnya tetaplah sama. Oikumene adalah gerakan yang mengusahakan kesatuan gereja Tuhan dimana didalamnya semua aliran gereja dapat tergabung. Oikumene bukan hanya sebuah gerakan namun lebih dari itu pemaknaannya sangat dalam yang dapat mempersatukan aliran dan cara pandang yang berbeda. Aliran gereja terbentuk karena cara masingmasing priadi berbeda dalam berjumpa dengan Tuhan, namun cara pandang yang berbeda itu tidak boleh lepas dari hubungan dengan orang lain, dengan demikian gerakan oikumene ini berperan sebagai pemersatu bagi pandangan yang berbeda itu. Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa semua responden memiliki pandangan yang sama mengenai oikumene walaupun dalam susunan kalimat yang berbeda, mereka memahami bahwa oikumene penting dalam menyatukan gereja yang berbeda dan semata-mata pekerjaan Roh Kudus dengan tujuan memudahkan umat-Nya memahammi Firman-Nya dalam sudut pandang yang berbeda-beda tetapi tetap bersatu. Selain itu warga gereja di Lembang Burasia baik itu Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia maupun Gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Burasia sementara mengupayakan semangat oikumene itu dalam perjumpaan dengan orang lain. Tanggapan mengenai cara mewujudkan kesatuan Gereja (Oikumene) 21Wawancara dengan Marthen Tolayuk S.Pd, (Ketua Majelis Gereja Toraja J.E. Burasia) pada tanggal 4 Juni 2020 22Wawancara dengan Pdt. Marselina S.Th,(Gembala GPdI J. Burasia) pada tanggal 3 Juni 2020 23Wawancara dengan Indok Medi, (Pendiri GPdI J. Burasia), pada tanggal 2 Juni 2020 24Wawancara dengan Indok Dewi,( Anggota GPdI J. Burasia) pada tanggal 31 Mei 2020 Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 67 Erwin Bunga Sapan: Oikumene Cara yang dapat dilakukan untuk membangun semangat oikumene diantara umat bergereja tentu nya dengan saling menghargai satu dengan yang lain. 25 Saling menghargai dapat diterapkan dengan cara saling menyapa jika bertemu, saling memberi senyum, hal tersebut bukan hanya diungkapkan saja tetapi lebih kepada kenyataan yang diterapkan. Informan lain juga mengatakan bahwa, dalam upaya membangun semangat oikumene di antara denominasi gereja perlu menyelesaikan masalah-masalah yang dialamai oleh kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pemahaman yang salah tentang adanya perbedaan denominasi gereja. 26 Dalam jemaat saat ini sebelumberpikir untuk membangun semangat terlebih dulu harus menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di antara gereja-gereja. sama seperti yang dikatakan informan bahwa dalam memperbaiki sebuah relasi terutama kita harus kembali ke dalam diri sendiri terlebih dahulu, karena jika diri sudah baik maka orang dari luar pasti akan melihat dan akhirnya apa yang didambakan itu terwujud. Lebih memberikan pemahaman kepada warga interen gerejawi menguatkan pemahaman dari dalam.27 Informan lain juga mengungkapkan bahwa cara yang praktis dalam membangun semangat oikumene dalam perjumpaan bermasyarakat utamanya adalah saling menghargai satu sama lain dan tidak membawa-bawa denominasi dalam perjumpaan dengan orang lain.28 Tidak melibatkan denominasi dalam kehidupan bersosial (dalam pemilihan atau hal yang berkaitan dengan hak bersama). Menjalin hubungan baik dengan orang lain adalah tugas bersama, namun sebelumnya itu terlebih dahulu harus melihat kedalam diri sendiri atau interen gereja terlebih dahulu agar bisa menilai orang lain.29 Selain saling menghargai dalam perjumpaan sehari-hari hubungan itu jangan hanya dijalin dengan sesama denominasi tetapi kepada setiap orang yang kita jumpai.30 Berdasarkan hasil penelitian mengenai cara membangun semangat oikumene responden menyatakan bahwa segala yang tidak beres yang menghalangi terwujudnya kesejahteraan harus diselesaikan dengan cara memperbaiki tubuh gereja terlebih dahulu kemudian memperbaiki pemahaman yang salah pada beberapa orang. Kecemburuan terhadap aliran gereja yang lain tidak perlu terjadi karena masing-masing denominasi gereja memiliki keunikan tersendiri. Semestinya sebagai warga gereja harus terus mengatur dan memperhatikan cara hidup dalam berdampingan dengan orang lain, jangan sampai menjadi batu sandungan dalam mewujudkan kesatuan gereja Tuhan. Hasil wawancara dari responden yang lain mengungkapkan bahwa cara yang paling utama dalam menjalin hubungan dengan orang lain atau membangun semangat 25Wawancara dengan Algianus S.Pd,( Majelis Gereja Toraja J. E Burasia) pada tanggal 1 Juni 2020 dengan Marthen Tolayuk S.Pd, (Ketua Majelis Gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia) pada tanggal 4 Juni 2020 27Wawancara denga Yunus Aking , pada tanggal 1 Juni 2020 28Wawancara dengan Pdt. Marselina S.Th, pada tanggal 3 Juni 2020 29Wawancara dengan indok Mei pada tanggal 3 Juni 2020 30Wawancara dengan Indok Dewi pada tanggal 31 Mei 2020 26Wawancara Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 68 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) oikumene adalah saling menghargai dan tidak perlu adanya pengkotak-kotakan denominasi dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggapan mengenai hal yang menyebabkan tidak terwujudnya Kesatuan Gereja (Oikumene) Ketika melihat secara pintas hubungan antara warga gereja dari berbagai aliran gereja di Lembang Burasia ini, terlihat damai dan tentram namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perjumpaan individu dengan individu bahkan indivudu dengan kelompok seringkali terjadi hal-hal yang tidak dipikirkan yakni menjelekkan denominasi gereja lain hal tersebut seringkali desebabkan karena adanya kecemburuan dalam hal-hal tertentu.31 Informan lain menungkapkan bahwa hal yang seringkali menjadi penghalang tidak terwujudnya oikumene dalam perjumpaan gereja Tuhan karena kurangnya pemahaman tentang menjaga kesatuan gereja Tuhan itu sendiri, kurangnya penegasan dari pihak gereja kepada warga dalam mengingatkan pentingnya menjaga kesatuan diantara warga gereja Tuhan.32 Penanaman pemahaman mengenai kesatuan gereja itu dimulai dari dalam tubuh gereja sendiri, dilakukan dalam penyampaian Firman dapat diselingi dengan hal-hal tersebut. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang sering menjadi kendala tidak terwujudnya kesatuan gereja Tuhan karena adanya oknum bahkan kelompok-kelompok tertentu yang hanya mementingkan denominasi yang dianut, dengan demikian dapat memengaruhi warga gereja lainnya dalam menjalin hubungan atau relasi yang baik.33 Kelompok-kelompok yang otoriter juga menjadi kendala utama dalam tidak terwujudnya kesatuan gereja itu. Hal yang lain di ungkapkan oleh informan lain bahwa yang seringkali menyebabkan kesatuan gereja tidak terwujud karena seringkali masalah pribadi disangkutpautkan dengan masalah gerejawi.34 Hal ini sering terjadi dalam kehidupan bergereja, masalah individu dengan individu disangkutpautkan dengan organisasi dan pada akhirnya menjadi masalah bersama. Dan juga informan lain berpendapat bahwa yang sering menjadi kendala tidak terwujudnya kesatuan gereja adalah masing-masing gereja ingin menjadi gereja yang paling benar diantara gereja yang lain.35 Dalam hal ini warga gereja sering memojokkan denominasi yang lain ketika merasa bahwa denominasi yang dianutlah yang benar, secara tidak disadari hal tersebut sedang membuat perpecahan kesatuan gereja atau oikumene. Kurangnya wadah untuk menjalin kerjasama juga menjadi kendala dalam membangun semangat oikumene antara gereja.36 Jika berbicara soal wadah banyak tempat dimana kita dapat menerapkan kesatuan 31Wawancara dengan Alfianus S.Pd. pada tanggal 5 Juni 2020 dengan Yunus Aking , pada tanggal 1 Juni 2020 33Wawancara dengan Marthe Tolayuk S.Pd. pada tanggal 4 Juni 2020 34Wawancara dengan Pdt. Marselina S.Th. pada tanggal 3 Juni 2020 35Wawancara dengan Indok Medi, pada tanggal 2 Juni 2020 36Wawancara dengan indok Dewi , pada tanggal 31 Mei 2020 32Wawancara Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 69 Erwin Bunga Sapan: Oikumene gereja Tuhan itu, seperti dalam ibadah yang dilakukan dalam kalangan masyarakat dapat saling memberikan kesempatan kepada deniminasi lain untuk turut mengambil bagian walaupun hanya bagian-bagian kecil saja. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kendala-kendala yang sering menjadi penghalang tidak terwujudnya gereja yang oikumene atau bersatu dalam kehidupan bermasyarakat, responden menyatakan bahwa masalah-masalah tersebut harusnya diselesaikan dan tidak boleh terjadi dalam kehidupan bergereja, karena jika hal tersebut terus terjadi maka gereja Tuhan bisa jatuh dengan sendirinya karena tubuh gereja sendiri tidak dapat menjalin hubungan yang baik. Meskipun demikian masih ada 1 (satu) responden dari Gereja Toraja yang masih ragu dan bingung dalam menyelesaikan masalah-masalah tentang gereja ini. Responden lain juga menyatakan bahwa gereja kurang memiliki wadah dalam membangun bahkan memperbaiki pemahaman warga gereja yang salah terhadap perbedaan denominasi dengan demikian sangat mudah terbentuk pandangan bahwa gereja inilah yang paling benar.Dalam perjumpaan gereja dalam masyarakat tidak terlepas dari adanya permasalahan-permasalahan sekaitan dengan perbedaan aliran yang dianut. Namun jika melihat gereja yang sesugguhnya hal tersebut seharusnya tidak terjadi dalam perjumpaan warga gereja. Dengan demikian penulis akan menganalisi cara membangun semangat kesatuan atau oikumene di antara warga gereja, sebagai berikut: Oikumene Oikumene merupakan gerakan yang dapat membentuk rasa persaudaraan di antara umat Kristen. Gerakan ini hendak memberikan wadah kepada orang Kristen untuk membangun relasi yang baik di balik banyaknya perbedaan yangada. Oikumene merupakan gerakan yang sangat penting terbentuk dalam tubuh gereja. Pemahaman tentang pentingnya oikumene seharusnya menjadi sesuatu yang ditanamkan sejak kecil. Kirchberger Georg mengatakan bahwa kesatuan diakui sebagai ciri dasar yang harus mewarnai gereja, kesatuan bukan suatu ciri yang bisa ada, yang patut diinginkan, melainkan suatu ciri esensialyang harus ada agar diri gereja melaksanakan tugas dengan benar.37 Melihat pentingnya gerakan oikumene berkembang dalam tubuh gereja, warga Gereja Toraja dan juga warga Gereja Pantekosta di Indonesia memangdang positif dan merespon dengan sangat baik dengan adanya gerakan oikumene ini. Cara membangun semangat Oikumene Bekerjasama dalam hal praktis 37Kirchberger Georg. Gerakan Ekumene: Suatu Panduan (Flores: LEDALERO, 2010), 5. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 70 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) Dalam mewujudkan gereja yang esah membutuhkan kedekatan yang terus terbina dalam kehidupan sosial, namun dalam membina hubungan tersebut membutuhkkan hal-hal yang dilakukan bersama dalam hal itu kebersamaan dan kesatuan akan tumbuh dengan sendirinya. Narasumber mengungkapkan bahwa bekerja sama dalam pelayanan sosial dan juga kegiatan sosial akan sangat membangun kebersamaan. Seperti yang diungkapkan oleh Georg Kirchberger bahwa bekerjasama dalam kegiatan sosial merupakan salah satu dekret oikumenis. Bekerjasama dalam sosial itu hendaknya menghargai sepantasnya martabat manusia, memajukan perdamaian dan menerapkan injil pada situasi kemasyarakatan.38 Saling mendorong sebagaiamana gereja adalah mitra misiopner sehingga dalam kelemahan dan kelebihan sebuah denominasi tidak menjadi hal yang meremehkan denominasi lain. Saling Menghargai Berbicara tentang menghargai, setiap orang tentunya mengharapkan dihargai oleh orang lain. Begitupun dengan warga gereja mengharapkan dihargai dengan orang lain. Untuk itu cara ini juga merupakan salah satu cara dalam membangun semangat kesatuan atau oikumene dalam perjumpaan dengan orang lain. Menghargai aliran gereja yang dianut dan tidak menjelekkan serta mempersalahkan aturan-atauran yang ada dalam denominasi gereja yang dianut orang lain. Seperti dalam hal makan darah, Gereja Pantekosta di Indonesia tidak diperkenankan memakan darah dan juga daging dari kedukaan, ini merupakan aturan dalam denominasi GPdI. Tugas Gereja yang ada disekitarnya adalah menghargai aturan tersebut jangan sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak diarapkan oleh denominasi gereja tertentu. Sama halnya Gereja Toraja memiliki Tata gereja tersendiri yang juga tidak ada di GPdI oleh karena itu hal saling menghargai sangatlah penting. Narasumber mengungkapkan bahwa gerakan oikumene dapat dimulai dari saling menghargai gereja satu dengan yang lain. Hal serupa diungkapkan oleh Georg Kirchberger bahwa dalam membangun kasatuan gereja perlu melakukan hal praktis seperti gereja harus lebih setia pada panggilannya sendiri. Semangat oikumene berarti orang Kristen harus saling menghargai, bersikap rendah hati, tidak ingat diri, bersabar dan sungguh baik hati.39 Di Lembang Burasia Kecamatan Bittuang, Gereja-gereja yang ada masih menerapkan hal saling menghargai dalam perjumpaan sehari-hari. Hal ini terlihat dari pengamatan penulis bahwa warga gereja masih saling menghargai jika ada acara yang 38Ibid, 39Ibid, 83-84. 80. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 71 Erwin Bunga Sapan: Oikumene dilakukan oleh denominasi gereja tertentu. Namun, dalam perjumpaan individu dengan individu tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada oknum-oknum yang otoriter terhadap denominasi gereja yang masih lebih berfokus pada perbedaan-perbedaan yang ada, namun individu yang demikianlah yang menjadi penguji bagi setiap denominasi dalam membangun semangat kesatuan gereja Tuhan. Membina Interen Gerejawi Dalam setiap denominasi Gereja tentunya memiliki persekutuan-persekutuan kecil yang membentuk jemaat itu sendiri baik di denominasi Gereja Toraja maupun di Denominasi Gereja Pantekosta di Indonesia( GPdI). Memperbaiki diri terlebih dahulu sebelum memperbaiki hubungan dengan orang lain, demikianlah ungkapan yang cocok dengan memulai membangun semangat oikumene diantara gereja. Membina interen gerejawi diungkapkan oleh narasumber sebagai sesuatu yang sangat penting karena seharusnya dibina dari pondasi gereja masing-masing. Seperti yang diungkapkan oleh Georg Kirchberger bahwa seharusnya semua orang Kristen memiliki semangat oikumene. Semangat oikumene harus dimulai dari keluarga dan hal itu bisa berpengaruh dalam kehidupan bersosial dan mampu memahami dengan baik apa yang sama dan apa yang berbeda dari gereja yang satu dengan gereja yang lain. 40 Membina anggota Jemaat sejak dini akan memudahkan dalam memahami kesatuan itu sendiri. Sejak dari anak-anak perlu ditanamkan bahwa sekalipun banyak denominasi Gereja namun yang paling penting bahwa dalam setiap denominasi Gereja nama Tuhan tetap sama yang diagungkan. Dalam denominasi Gereja Toraja ada persekutuan Sekolah Minggu yang terdiri dari anak-anak usia dini hingga usia remaja, (PPGT) yang terdiri dari pemuda-pemuda Gereja Toraja, PKBGT, PWGT. Sedangkan di Gereja Pantekosta di Indonesia semuanya digabung. Dalam persekutuan-persekutuan inilah warga gereja diberikan pemahaman tentang pentingnya kesatuan gereja Tuhan, pentingnya menjaga kesatuan gereja karena jika bukan warga gereja itu sendiri maka siapa lagi yang akan menjaganya. Refleksi Teologis Keberadaan denominasi tidak dapat dipisahkan dari pengalaman dengan orang lain yang memiliki banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada merupakan bukti dari kelimpahan masing-masing organisasi jemaat sehingga fakta-fakta menegaskan bahwa Tuhan benar-benar bekerja dalam Jemaat-Nya dan lebih jauh lagi berbagai anugerah Tuhan ditunjukkan dalam kelimpahan bagian-bagian gereja. Meskipun demikian, dalam pemborosan bagian itu masih ada "Kristus yang tidak terpisahkan" karena itu harus tetap bersatu (1 Korintus 1:10-17). 40Ibid, 82-83 Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 72 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) Denominasi ada dengan maksud masing-masing pribadi dapat berjumpa dengan Tuhan tanpa ada otoriter Iman. Namun demikian tidak ada Allah dibatasi oleh ruang dan waktu. Allah sendiri menyatakan bahwa umat-Nya harus seia, sekata dan jangan ada perpecahan diantara jemaat (1 Korintus 1:10). Sekalipun cara beribadah, cara Baptis yang berbeda namun tetap dalam satu nama yakni “Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Firman Tuhan Lewat Paulus kepada Jemaat di Korintus yang masingmasing membenarkan golongannya menjadi teguran juga bagi Gereja-gereja yang ada saat ini yang otoriter terhadapdenominasi gereja. Tidak ada Allah terbagi dalam denominasi gereja tetapi Allah tetaplah satu dalam gereja-Nya. Dalam uraian-uraian diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hidup membangun semangat oikumene diantara gereja-gereja Tuhan, pentingnya lebih fokus pada Tuhan dalam hidup bergereja jangan berfokus pada denominasi agar apa yang diajarkan tentang Yesus Kristus dalam setiap denominasi dapat berdampak bagi kehidupan warga gereja sendiri. Dengan demikian perjumpaan dengan denominasi gereja dalam masyarakat dapat menumbuhkan rasa persaudaraan diantara tubuh Kristus terus bertumbuh dalam Iman percaya umat-Nya. Bertumbuh bersama secara Rohani, mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Tuhan, serta mampu menjadi saksi Tuhan dalam kehidupan berdampingan dengan orang lain. Lewat Firman Tuhan yang ditullis oleh Paulus kepada Jemaat di Efesus 4:1-6 tentang kesatuan Jemaat dan karunia yang berbeda-beda, mengajarkan untuk tetap memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera (Ayt.3). Demikian juga jemaat yang ada pada saat ini dituntut untuk tetap menjaga kesatuan gereja dengan cara mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, lemah lembut dan sabar (Ayt.2), karena kesatuan diantara umat didasari dengan kesatuan dengan Kristus.Kesimpulannya bahwa Cara membangun semangat oikumene dalam perjumpaan gereja Toraja Jemaat Eben-Heizer Burasia dengan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Burasia di Lembang Burasia sebagian besar mengungkapkan tetang saling menghargai di antara warga gereja, baik itu dari cara beribadah, aturan-aturan yang ada di dalam denominasi tertentu harus tetap saling menghargai. Kesamaan junjungan yakni Yesus Kristus harus menjadi fokus utama dalam hidup berdampingan dengan orang lain. Adanya perbedaan merupakan karya Tuhan yang unik dalam masing-masing aliran Gereja. Selain saling menghargai cara lain yang dapat digunakan adalah bekerjasama dalam pelayanan yang ada dalam kelompok masyarakat. Membina interen Gereja juga merupakan upaya yang dapat digunakan untuk membangun semangat kesatuan yang dimulai dari kanak-kanak atau Sekolah Minggu, remaja, pemuda dan juga persekutuan kaum dewasa perlu terus ditanamkan akan pentingnya kesatuan gereja.Hal itu dilandaskan pada Firman Tuhan melalui Paulus dalam 1 Korintus 1:10-17 bahwa jangan ada perselisihan diantara Jemaat Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 73 Erwin Bunga Sapan: Oikumene tetap harus tetap seia sekata dalam kehidupan. Dalam membangun semangat oikumene diantara gereja akan memberikan dampak positif bagi warga gereja baik itu warga Gereja Toraja maupun Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) yakni terbangunnya hubungan yang baik dengan sesama dan terlebih juga membangun iman percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Jurus’lamat. Tuntutan dari Tuhan bagi umat-Nya untuk menjalin relasi yang baik dengan sesama secara berlahan terwujud hanya karena penyertaan Tuhan semata. Namun, dalam mencapai hal-hal tersebut tentunya salib yang berat harus dipikul yakni menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi diantara gereja di masa lampau. 4. Kesimpulan Akhir dari kajian Oikumenisme ini adalah bahwa didalam membangun jiwa oikumenis, saling menghargai antar golongan dalam bermasyarakat adalah yang paling penting, selain itu juga penting untuk menjalin hubungan yang baik dengan individuindividu gereja lainnya, dan kemudian berlanjut ke kerjasama dalam melayani Tuhan. Hal-hal ini harus dimungkinkan dalam membangun jiwa oikumenis antar Denominasi di dalam wilayah lokasi yang sama. Daftar Pustaka Alkitab. Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2014. Anselm, Strauss, Corbin. Juliet. Dasar-dasar Penelitian Kualitati. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja. Sejarah gereja Toraja jemaat Rante Pasele. Rantepao: Sulo, 2015. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja. Tata Gereja Toraja. Rantepao: Sulo, 2017. Darmaputra, Eka. Gerakan Oikumene, Tegar Mekar di Bumi Pancasila. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. J. L., Ch Abineno. Garis-garis Besar Hukum Gereja.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015. Ismail, Andar. Selamat Bergereja.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016. Jonge, Christian De. Menuju Keesaan Gereja, Sejarah, Dokumen dan Tema-tema Gerakan Oikumenis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. Jonge, Christian De. Gereja Mencari Jawab, Kapita Selekta Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013. Kirchberger, Georg, Gerakan Okumene: Suatu Panduan. Flores: LEDALERO, 2010. Kirchberger, Georg Pri.or. Mansford. John. Kekuatan Ketiga Kekristenan, Seabad Gerakan Pantekostal 1906-2006. Yogyakarta: LEDALERO, 2007. Patilima, Hamid. Metode Penelitian, Edisis Revisi. Bandung: ALFABETA, 2011. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 74 KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, Vol 2, No 1 (Juni 2021) Prince, Derek. Rediscavering Gods Church (Temukan kembali rencana Tuhan yang semula bagi Gereja-Nya. Jakarta: Derek Prince Ministries Indonesia, 2009. Rijnardus, Kooji, Van. A, Tsalatsa Yam’ah. Bermain dengan Api, relasi antara Gerejagereja mainstream dan kalangan Karismatik Pantekosta. Jakarta:BPK Gunung Mulia,2007. Riemer, Gerrit. Asal, Sejarah, Identitas Gereja-gereja Reformasi di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009. Ronda, Daniel. Sistem Berteologi, Seluk Beluk pengajaran Kristen. Tangerang: PT Matana Bina Utama, 2015. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1991. SJ, Banawiratma. Tempat dan Arah Gerakan Oikumenis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA, 2012. Sukmadinata, Nana Syoodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rokdakarya, 2009. Wijaya, Hengky. Analisis data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi. Makassar: STT Jaffray, 2018. Wellem, Frederik Draja. Kamus Sejarah Gereja.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011. ________,Depertemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. ________,PGI. Dokumen Keesaan Gereja, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015. ________,PGI. Potret dan tantangan Gerakan Oikumene, Laporan Penelitian Survei Oikumene PGI 2013. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015. https://id.m.wikipedia.org.wiki. http://www.gpdiworld.us/node/176. Sejarah GPdI di situs GPdIWorld. Copyright© 2021; KAMASEAN; ISSN: 2722-8657 (Cetak), 2722-8800 (Online) | 75