FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI KERJA:
SUPERVISI, PENGHASILAN, DAN HUBUNGAN INTERPERSONAL
MEMENGARUHI KINERJA PERAWAT PELAKSANA
Yana Zahara1,2*, Ratna Sitorus3, Luknis Sabri4
1. RSPAD Gatot Soebroto Bagian Keperawatan, Jakarta 10410, Indonesia
2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*Email: yana_zahara@yahoo.co.id
Abstrak
Kinerja perawat berpengaruh langsung terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor motivasi kerja dengan
kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit X. Penelitian menggunakan proportionate random sampling yang
telah memenuhi kriteria inklusi, yaitu 100 perawat pelaksana Rumah Sakit X. Hasil penelitian ini menunjukkan ada tiga subvariabel
motivasi kerja yang ada hubungan signifikan dengan kinerja perawat yaitu: hubungan interpersonal (OR= 4,345), supervisi
(OR= 72,952) dan penghasilan/gaji (OR= 7,304). Sedangkan variabel karakteristik individu menunjukkan dua variabel yang
ada hubungan signifikan dengan kinerja adalah pendidikan perawat pelaksana (OR = 7,567) dan umur (OR= 25,948). Adapun
subvariabel yang dominan berhubungan dengan kinerja perawat adalah supervisi (OR= 72,952), setelah dikontrol variabel
umur, penghasilan/gaji dan tingkat pendidikan. Peningkatan supervisi oleh kepala ruangan, komite keperawatan, dan bagian
keperawatan perlu untuk ditingkatkan, dengan cara pendekatan struktur organisasi agar dapat memotivasi kinerja perawat
pelaksana.
Kata kunci: faktor-faktor motivasi kerja, kinerja perawat
Abstract
Performance of nurses directly affect to quality health care. Staff nurse is a contribution worker directly to the quality of the
services for the client. The work motivation factor is one of factors which influence the work of nurse. This research is a
descriptive quantitative by a cross sectional design which aiming to know relationship between the work motivation factors
with staff nurse performance inpatient wards in Hospital X. Research used a proportionate random sampling which fulfilled
an inclusion criterion; it was almost 100 staff nurse at inpatient wards in Hospital X. This research result indicated three sub
variables of work motivation which related significantly by nurse performance including interpersonal relation (OR= 4.345),
supervision (OR= 72.952) and incomes or salary (OR=7.304). While individual characteristic variable indicated two variables
which related significantly by performance is education of staff nurse (OR= 7.567) and age (OR= 25.948). There are dominant
sub variable connected with staff nurse performance is supervision (OR= 72.952), after it was controlled by variables of age,
incomes or salary and education level. Increase of supervision by head nurse, nursing committee, and nursing section need to
be improved, with the approach of organizational structure in order to motivate the performance of nurses.
Keywords: factors of work motivation, nurse performance
Pendahuluan
Pelayanan keperawatan yang berkualitas sangat
dipengaruhi kinerja perawat dalam bekerja. Kinerja
profesional perawat adalah penampilan kerja
perawat berdasar standar kinerja profesional yang
disusun oleh PPNI (2004). Dewasa ini beberapa
penelitian yang berkaitan dengan kinerja perawat
telah banyak dilakukan. Fenomena yang ada
menunjukkan masih banyak keluhan klien terhadap
kualitas pelayanan yang kurang memuaskan.
Kajian yang telah dilakukan Direktorat Pelayanan
Keperawatan Depkes RI (2001) menunjukkan
pelayanan keperawatan yang diberikan perawat
kepada klien masih jauh dari harapan. Penelitian
Sukoco (2001) terdapat 72,6% klien merasakan
kualitas pelayanan keperawatan masih kurang baik.
Selain itu, hasil penelitian oleh Rusmiati (2006)
menunjukkan perawat pelaksana sebagian besar
mempunyai kinerja kurang baik (50,5%).
74
Beberapa hasil kajian mengenai kinerja perawat
menunjukkan kinerja perawat yang belum optimal.
Fenomena ini tidak terlepas dari berbagai faktor
yang saling mempengaruhi. Gibson, et al. (1996)
menjelaskan bahwa terdapat 3 kelompok variabel
yang dapat mempengaruhi perilaku kerja personel,
yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan
variabel psikologik. Ketiga variabel tersebut akan
saling mempengaruhi, dan akan tercermin melalui
perilaku kinerja seorang perawat.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli 2011; hal 73-82
hubungan antara faktor-faktor motivasi kerja
dengan kinerja perawat pelaksana?”
Metode
Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja sangat
menentukan terhadap hasil kerja perawat. Perhatian
pada faktor psikologis perawat merupakan hal yang
sangat penting antara lain persepsi perawat, sikap
perawat, kepribadian perawat, belajar perawat,
dan motivasi perawat terhadap pekerjaan yang
dihadapainya. Variabel psikologis pada subvariabel
motivasi merupakan salah satu variabel yang akan
mempengaruhi kinerja perawat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional, untuk melihat
keadaan beberapa variabel dalam waktu tertentu
dan pada saat tertentu (Sugiyono, 2007). Penelitian
bertujuan untuk meneliti hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Pada
penelitian ini variabel independen adalah motivasi
kerja, antara lain hubungan interpersonal, supervisi,
kebijakan administrasi, kondisi kerja, penghasilan/
gaji, dan variable confounding (karakteristik
perawat: umur, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, lama kerja). Sedang variabel dependen
adalah kinerja profesional perawat:, yaitu jaminan
mutu, pendidikan, penilaian kinerja, kesejawatan,
etik, kolaborasi, pemanfaatan sumber, dan riset.
Rumah Sakit X merupakan rumah sakit tipe A di
Indonesia dan menjadi pusat rujukan rumah sakit
dibawahnya, sehingga RS X mempunyai tanggung
jawab untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik dibanding dengan rumah sakit yang merujuk.
Studi dokumentasi data kinerja RS X pada 2007
adalah kapasitas 741 tempat tidur. Ketenagaan,
khususnya bagian keperawatan sejumlah 866 orang
dengan kualifikasi SPK 203 orang (23,44%), D III
Keperawatan 633 orang (73,09%), dan Strata satu
keperawatan 30 orang (3,47%).
Pada penelitian ini sampel penelitian menggunakan
teknik proportionate random sampling yang
telah memenuhi kriteria inklusi dan memberikan
persetujuan menjadi responden, yaitu 100 perawat
pelaksana di RS X. Analisis data univariat untuk
menggambarkan karateristik variabel, baik variabel
independen, variabel dependen, maupun variable
confounding. Pada analisis yang akan dilihat adalah
gambaran distribusi frekuensi responden berdasar
variabel yang diteliti, yaitu variabel kinerja dan
motivasi kerja serta variable counfounding.
Efesiensi pelayanan kesehatan dengan indikator
BOR (Bed Occupancy Rate) 57,41%, dan lama hari
rawat LOS (Length Of Stay) 7,31. Hasil evaluasi
Bagian Keperawatan Staf Direktur Pembinaan
Pelayanan Medis (Bagwat Sdiryanmed) RS X
pada 2007 yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan
bahwa penerapan standar dokumentasi asuhan
keperawatan 71,20%. Informasi lain dari hasil
angket kepuasan klien sebesar 77,72%. Kuesioner
kepuasan kerja perawat menunjukkan hasil sebesar
74,46%. Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk
mengetahui lebih lanjut tentang motivasi kerja dan
kinerja perawat pelaksana, maka dibuat rumusan
masalah dan pertanyaan penelitian: “Bagaimana
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan masing-masing variabel independen dan
variable confounding dengan variabel dependen
menggunakan uji Chi-square. Analisis multivariat
untuk mengetahui subvariabel independen dan
variable confounding dengan variabel dependen
(kinerja perawat). Uji statistik yaitu menggunakan
analisis regresi logistik ganda.
Hasil
Karaktristik Individu
Hasil penelitian menunjukkan rerata 34 tahun, 74%
perawat berumur > 34 tahun dan 26% berumur
Faktor motivasi kerja: Supervisi, penghasilan, & hubungan interpersonal mempengaruhi kinerja (Yana Zahara, Ratna Sitorus, Luknis Sabri)
75
Tabel 1. Distribusi Perawat Berdasarkan Karakteristik Individu
Karakteristik Individu
Frekuensi
Prosentase (%)
a. = 34 tahun
74
74%
b. < 34 tahun
26
26%
a. Laki-laki
17
17%
b. Perempuan
83
83%
a. Menikah
83
83%
b. Belum Menikah
17
17%
a. SPK
19
19%
b. D III Kep/S1 Kep
81
81%
a. > 11 tahun
65
65%
b. < 11 tahun
35
35%
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pendidikan
Lama Kerja
< 34 tahun. Jenis kelamin perawat 83% perempuan
dan 17% laki-laki, sedangkan status perkawinan
83% sudah menikah dan 17% belum menikah.
Tingkat pendidikan perawat yaitu 81% DIII/ S1
Keperawatan dan 19% SPK. Lama kerja perawat
rerata 11 tahun, dengan 65% lama kerja > 11 tahun
dan 35% lama kerja < 11 tahun (lihat tabel 1).
Motivasi Kerja dan Kinerja Perawat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 59% perawat
pelaksana memiliki motivasi kerja yang baik,
sedangkan 41% memiliki motivasi kerja kurang.
Selain itu, hasil menunjukkan bahwa 61% perawat
pelaksana memiliki kinerja baik, sedangkan 39%
memiliki kinerja kurang (tabel 2).
Hubungan Faktor-Faktor Motivasi Kerja
dengan Kinerja Perawat
Tabel 3 menunjukkan 73,4% perawat pelaksana
yang mempersepsikan hubungan interpersonal
harmonis yang kinerjanya baik, lebih besar dari
yang mempersepsikan hubungan interpersonal
kurang harmonis (40,0%). Hasil uji statistik
menyimpulkan adanya hubungan yang bermakna
antara hubungan interpersonal dengan kinerja (p=
0,001; α= 0,05). Hasil analisis menunjukkan
bahwa perawat yang mempersepsikan hubungan
interpersonal yang harmonis berpeluang berkinerja
baik 4,345 kali dibanding perawat yang memiliki
hubungan interpersonal yang kurang harmonis
(OR= 4,345; 95% CI : 1,820-10,369).
Hasil penelitian menunjukkan 85,9% perawat
mempersepsikan supervisi baik yang kinerjanya
baik lebih besar daripada yang mempersepsikan
supervisi kurang (16,6%). Hasil dari uji statistik
menunjukkan bahwa ada perbedaan kinerja perawat
antara yang mempersepsikan supervisi baik dan
supervisi kurang (p= 0,000; α= 0,05). Hasil juga
menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang
mempersepsikan supervisi yang baik berpeluang
76
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli 2011; hal 73-82
berkinerja baik 30,556 kali dibandingkan yang
mempersepsikan supervisi kurang (OR= 30,556;
95% CI : 9,923-94,090).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar
62,1% perawat yang mempersepsikan kebijakan
administrasi kondusif dengan kinerjanya baik lebih
besar daripada yang mempersepsikan kebijakan
administrasi tidak kondusif (57,6%). Hasil uji
statistik diperoleh bahwa kebijakan administrasi
tidak ada hubungan yang bermakna dengan kinerja
(p= 0,430; α= 0,05). Selain itu, hasil menunjukkan
bahwa sebesar 63,6% perawat mempersepsikan
kondisi kerja kondusif, sedangkan sebesar 52,1%
yang mempersepsikan kondisi kerja tidak kondusif.
Hasil uji statistik didapatkan bahwa kondisi kerja
tidak ada hubungan yang bermakna dengan kinerja
(p= 0,227; α= 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan 83,3% perawat yang
mempersepsikan penghasilan/gaji yang mencukupi
dengan kinerjanya baik lebih besar daripada yang
mempersepsikan penghasilan/gaji tidak mencukupi
(40,3%). Hasil uji statistik menyimpulkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara penghasilan/
gaji dengan kinerja perawat (p= 0,000; α= 0,05).
Hasil juga menunjukkan bahwa perawat yang
mempersepsikan penghasilan/gaji yang mencukupi
mempunyai peluang berkinerja baik sebesar 7,381
kali dibandingkan dengan yang mempersepsikan
penghasilan/gaji tidak mencukupi (OR= 7,381;
95% CI : 2,664-18,890).
Tabel 2. Distribusi Perawat Berdasarkan Motivasi Kerja, Kinerja, dan Faktor-faktor Motivasi
Variabel
Frekuensi
Persentase (%)
Motivasi Kerja
a. Baik
b. Kurang
59
41
59
41
Kinerja
a. Baik
b. Kurang
61
39
61
39
Faktor-faktor Motivasi Kerja
Hubungan interpersonal
a. Harmonis
b. Kurang harmonis
47
53
47
53
Supervisi
a. Baik
b. Kurang
64
36
64
36
Kebijakan administrasi
a. Lengkap
b. Kurang lengkap
74
26
74
26
Kondisi kerja
a. Kondusif
b. Kurang kondusif
77
23
77
23
Penghasilan/gaji
a. Mencukupi
b. Kurang mencukupi
48
52
48
52
Faktor motivasi kerja: Supervisi, penghasilan, & hubungan interpersonal mempengaruhi kinerja (Yana Zahara, Ratna Sitorus, Luknis Sabri)
Hubungan Karakteristik Individu dengan
Kinerja Perawat
Tabel 4 menunjukkan sebesar 72,6% perawat
berumur > 34 tahun kinerjanya baik, lebih besar
dibandingkan dengan yang berumur < 34 tahun
(71,4%). Hasil uji statistik disimpulkan bahwa
umur tidak ada hubungan dengan kinerja (p= 0,059;
α= 0,05). Hasil juga menunjukkan bahwa 62,6%
perawat pelaksana perempuan kinerjanya baik,
lebih besar dibandingkan dengan perawat laki-laki
(52,9%).
Hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa jenis
kelamin tidak ada hubungan dengan kinerja (p=
0,314; α= 0,05). Selain itu, hasil menunjukkan
bahwa sebesar 61,4% perawat pelaksana yang
sudah menikah dengan kinerjanya baik, lebih besar
dibanding dengan yang belum menikah (58,8%).
Hasil uji statistik menunjukkan status perkawinan
tidak ada hubungan dengan kinerja (p= 0,321;
α= 0,05).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar
66,6% perawat dengan latar belakang pendidikan
DIII/S1 Keperawatan yang kinerjanya baik, lebih
besar dibandingkan dengan yang berpendidikan
SPK/SPR (36,6%). Hasil uji statistik didapatkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan kinerja (p= 0,017; α= 0,05).
Hasil menunjukkan perawat berpendidikan DIII/
S1 Keperawatan berpeluang berkinerja baik 3,429
kali dibandingkan yang berpendidikan SPK/SPR
(OR 3,429; 95% CI : 1,211-9,704). Hasil penelitian
menunjukkan 61,5% perawat dengan lama kerja >
11 tahun kinerjanya baik, lebih besar dibanding
dengan lama kerja < 11 tahun (60,0%). Hasil uji
statistik menyimpulkan bahwa lama kerja tidak
berhubungan dengan kinerja (p= 0,524; α= 0,05).
Tabel 4 menunjukkan bahwa supervisi merupakan
faktor yang paling dominan berhubungan dengan
kinerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa perawat
dengan supervisi yang baik akan berpeluang
memiliki kinerja yang baik 72,952 kali dibanding
dengan perawat yang supervisi kurang baik (OR=
72,952).
77
Pembahasan
Hubungan Karakteristik Individu dengan
Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang
berumur > 34 tahun berpeluang berkinerja baik
25,848 kali dibanding dengan perawat umur < 34
tahun. Hal ini sesuai pendapat Wursanto (2003),
bahwa produktifitas akan meningkat antara umur
20 – 45 tahun. Siagian (2005) menjelaskan umur
berkaitan erat dengan kedewasaan atau maturitas
seseorang, bahwa semakin tinggi umur seseorang,
kedewasaan teknis, dan psikologisnya juga semakin
tinggi. Menurut Gibson (1987, dalam Ilyas, 2002),
bahwa umur mempengaruhi kinerja individu.
Hasil penelitian menunjukkan perawat pelaksana
perempuan kinerja baik lebih besar dibanding lakilaki. Sesuai dengan penelitian Nurhaeni (2001)
terhadap perawat menunjukkan secara proporsional
bahwa perawat perempuan kinerjanya lebih baik
dibanding laki-laki. Selain itu, hasil didapatkan
jenis kelamin tidak ada hubungan bermakna dengan
kinerja. Hipotesis penelitian tidak terbukti, analisis
ini sejalan dengan hasil riset oleh Robbins (2006)
yang mengatakan hanya ada sedikit perbedaan
penting antara laki-laki dan perempuan yang
mempengaruhi kinerja mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara status perkawinan dengan kinerja.
Menurut Nurhaeni (2001), bahwa karyawan yang
sudah menikah mempunyai tingkat keabsenan dan
pengunduran diri lebih rendah, dan lebih puas
dengan pekerjaannya daripada rekan kerja yang
tidak menikah. Sejalan dengan pendapat Siagian
(2005), status perkawinan berpengaruh terhadap
perilaku karyawan dalam kehidupan organisasinya,
secara positif maupun negatif. Menurut Robbins
(2002), bahwa status perkawinan menimbulkan
peningkatan tanggung jawab sehingga pekerjaan
menjadi lebih berharga dan penting. Situasi tersebut
dapat meningkatkan motivasi kerja dan akhirnya
mempengaruhi tingkat keberhasilan kerja.
Pada penelitian ini perawat dengan latar belakang
pendidikan DIII/ S1 Keperawatan mempunyai
78
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli 2011; hal 73-82
Tabel 3. Hasil Uji Statistik Faktor Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana
Komponen
Motivasi Kerja
Kinerja Perawat
Baik
Kurang
n
%
n
%
Total
p
OR
95% CI
Hubungan interpersonal
a. Harmonis
47
73,4
17
26,6
64
b. Kurang harmonis
14
40,0
22
60,0
35
4,345
0,001
Supervisi
(1,820-10,369)
30,556
a. Baik
55
85,9
9
24,1
64
b. Kurang
6
16,6
30
83,3
36
a. Kondusif
46
62,1
28
47,9
74
b. Tidak kondusif
15
57,6
11
32,4
26
a. Kondusif
49
63,6
28
36,4
77
b. Tidak kondusif
12
52,1
11
47,9
23
0,000
(9,923-94,090)
0,430
1,205
Kebijakan administrasi
(0,485-2,990)
Kondisi kerja
0,227
1,604
(0,626-4,110)
7,381
Penghasilan/ gaji
a. Mencukupi
40
83,3
8
16,7
48
b. Tidak mencukupi
21
40,3
31
59,7
52
peluang berkinerja baik 7,074 kali dibandingkan
dengan latar belakang pendidikan SPK/ SPR. Hal
ini sesuai dengan pendapat Gillies (2002), perawat
dengan pendidikan tinggi mempunyai kemampuan
kerja yang lebih tinggi. Gibson, et al. (1996) juga
mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang
tinggi umumnya menyebabkan seseorang lebih
mampu dan bersedia menerima tangung jawab.
Lebih lanjut Ilyas (2002) memaparkan bahwa
pendidikan merupakan gambaran kemampuan dan
keterampilan individu, adalah faktor utama yang
dapat memengaruhi kinerja. Melalui pendidikan
seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam
bertindak. Selain itu, diasumsikan bahwa seseorang
yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi
mempunyai t ujuan, harapan, dan wawasan
meningkatkan prestasi kerja melalui kinerja
optimal.
0,000
(2,664-18,890)
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan
yang bermakna antara lama kerja dengan kinerja.
Menurut Siagian (2005), semakin lama seseorang
berkarya dalam suatu organisasi semakin tinggi
produktivitasnya karena karyawan semakin
berpengalaman dan memiliki keterampilan dalam
tugas. Robbins (2006) mengungkapkan masa kerja
dan kepuasan saling berkaitan positif, semakin
lama seorang bekerja, maka semakin terampil dan
berpengalaman pula melaksanakan pekerjaannya.
Hubungan Faktor-Faktor Motivasi Kerja
Perawat dengan Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan
interpersonal yang harmonis akan memberikan
kepuasan terhadap teman sekerja yang dapat
meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai dengan
pendapat Robbins (1991, dalam Soeroso, 2003)
tentang kepuasan terhadap teman sekerja, bahwa
Faktor motivasi kerja: Supervisi, penghasilan, & hubungan interpersonal mempengaruhi kinerja (Yana Zahara, Ratna Sitorus, Luknis Sabri)
sejah mana teman sekerja dapat mendukung dan
memberikan perhatian, menyenangkan, dan secara
teknis mampu melaksanakan tugas-tugas.
79
Hasil penelitian menunjukkan faktor yang dominan
berhubungan dengan kinerja yaitu supervisi. Locke
dalam Munandar (2004) mengungkapkan bahwa
hubungan karyawan dengan supervisor diwarnai
oleh hubungan fungsional dengan mencerminkan
sejauh mana supervisor membantu perawat untuk
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi
tenaga kerja. Sejalan dengan Widaningsih (2002)
yang menyatakan ada hubungan yang bermakna
antara supervisi kepala ruangan dengan kinerja
perawat (p= 0,0001).
Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan
bermakna antara hubungan interpersonal dengan
kinerja. Sejalan dengan pendapat Rakhmat (2000),
semakin baik hubungan interpersonal seseorang
maka semakin terbuka mengungkapkan dirinya
dan semakin cermat mempersepsikan mengenai
orang lain dan diri sendiri, sehingga semakin efektif
komunikasi yang berlangsung antara komunikan.
Hubungan interpersonal yang harmonis antara
atasan dan bawahan serta tim kesehatan akan
berpotensi dalam mendorong, menggerakan, dan
memelihara perilaku seseorang dari luar individu
(faktor eksternal) untuk melaksanakan pekerjaan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Supervisi yang terencana pada standar praktik yang
berlaku menjamin kualitas asuhan keperawatan
kepada pasien yang diberikan oleh perawat. Oleh
karena itu, supervisi yang baik akan menimbulkan
motivasi kerja perawat dan akan meningkatkan
kinerja perawat.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan karakteristik dan kinerja perawat
Kinerja Perawat
Baik
Karakteristik Individu
Kurang
Total
p
OR
95% CI
0,059
2,287
n
%
n
%
a. ≥ 34 tahun
49
72,6
25
17,4
74
b. < 34 tahun
12
71,4
14
18,6
26
Umur
(0,921-5,676)
Jenis Kelamin
1,491
a. Perempuan
52
62,6
31
37,4
83
b. Laki-laki
9
52,9
8
47,1
17
a. Menikah
51
61,4
32
38,6
83
b. Belum Menikah
10
58,8
7
42,2
17
a. D III Kep/S1 Kep
54
66,6
27
33,4
81
b. SPK/SPR
7
36,8
12
63,2
19
a. ≥ 11 tahun
40
61,5
25
38,5
65
b. < 11 tahun
21
60,0
14
40
35
0,314
(0,521-4,266)
0,321
1,156
Status Perkawinan
(0,567-4,299)
Pendidikan
0,017
3,429
(1,211-9,704)
Lama Kerja
0,524
1,067
(0,460-2,473)
80
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli 2011; hal 73-82
Hasil analisis yang diperoleh bahwa 74% perawat
mempersepsikan kebijakan administrasi lengkap.
Hal ini sejalan dengan pendapat Azwar (1996)
mengemukakan kebijakan yang kondusif akan
memberikan dampak positif terhadap kinerja
karyawan. Hasil analisis hubungan kebijakan
administrasi dengan kinerja menunjukkan bahwa
kebijakan administrasi tidak ada hubungan yang
bermakna dengan kinerja.
Kelengkapan standar dan sosialisasi terhadap
karyawan rumah sakit secara terus menerus akan
dapat meningkatkan pemahaman staf. Kondisi
yang mendorong, menggerakkan, dan memelihara
perilaku seseorang dari luar (faktor eksternal) akan
melaksanakan pekerjaan mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, karena adanya aturan, pedoman
kerja yang lengkap.
Hasil analisis didapatkan bahwa sebesar 77%
perawat mempersepsikan kondisi kerja kondusif.
Sesuai dengan pendapat dari Gauci dan Norman
(1997, dalam Lovegren, Rasmussen, dan Engstrom,
2002) yang mengemukakan bahwa kondisi kerja
yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup
dalam bekerja yang akan berdampak terhadap
produktivitas kerja tenaga kesehatan profesional
yang baik pula.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi kerja tidak
ada hubungan signifikan dengan kinerja. Hal ini
kemungkinan perawat pelaksana yang kondisi
kerja kondusif akan berkinerja baik dan ada yang
kondisi kerja tidak kondusif tetap berkinerja baik.
Situasi ini sebagai gambaran bahwa motivasi kerja
perawat untuk bekerja akan lebih baik lagi bila
didukung dengan kondisi kerja yang kondusif,
sehingga kinerja perawat akan meningkat yang
berdampak pelayanan dan asuhan keperawatan
akan berkualitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang
mempersepsikan penghasilan/gaji yang mencukupi
berpeluang berkinerja baik 7,304 kali dibanding
yang mempersepsikan gaji tidak mencukupi. Hasil
penelitian ini sesuai pendapat Harder (1992, dalam
Panggabean, 2004), yang memaparkan bahwa gaji
merupakan jenis penghargaan yang paling penting
dalam organisasi.
Menurut Hill, Bergma, dan Scarpello (1994, dalam
Panggabean, 2004) yang juga mengungkapkan
bahwa penghargaan yang diberikan mempunyai
tujuan untuk menarik karyawan dalam jumlah dan
kualitas yang diinginkan, mendorong agar lebih
berprestasi, dan agar dapat mempertahankan
mereka. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa
penghargaan dapat memengaruhi tingkat motivasi
karyawan (Lawler, 1973; Vroom, 1964, dalam
Panggabean, 2004). Hal ini perlu perhatian dari
pimpinan rumah sakit agar ada upaya untuk
meningkatkan penghasilan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 61%
perawat pelaksana memiliki motivasi kerja yang
baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan
(2003), bahwa motivasi merupakan hal yang
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung
perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan
antusias dalam mencapai hasil yang maksimal.
Tabel 5. Analisis multivariat regresi logistik supervisi, gaji, umur dan pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana
Variabel
B
SE
Wald
Sig
OR
95% CI
Supervisi
4,290
0,908
22,330
000
72,952
12,312-432,269
Gaji
1,988
0,697
8,142
0,004
7,304
01,864-28,624
Umur
3,256
1,024
10,117
0,001
25,948
3,489-192.966
Pendidikan
2,024
0,929
18,144
0,029
7,567
1,224-46,768
Constanta
-18,409
4,322
18,144
000
000
-2 Log – likelihood = 60,116
p= 0,000
Faktor motivasi kerja: Supervisi, penghasilan, & hubungan interpersonal mempengaruhi kinerja (Yana Zahara, Ratna Sitorus, Luknis Sabri)
Hasil penelitian faktor-faktor motivasi; manajer
perawat yang tidak dapat memotivasi bawahan
akan menyebabkan kinerja mereka menjadi buruk
sehingga akibatnya adalah produktivitas mereka
kemungkinan besar juga buruk (La Monica, 1998).
Penelitian Hersey dan Blanchard (1977, dalam La
Monica, 1998) yang menjelaskan bahwa sebesar
60% penampilan kerja karyawan dapat dipengaruhi
oleh motivasi kerjanya.
Penelitian Nurhaeni (2003) tentang kinerja perawat
Rumah Sakit Jiwa Makasar mengemukakan ada
hubungan bermakna motivasi dengan kinerja, yaitu
perawat dengan motivasi lebih tinggi berpeluang
kinerja lebih baik 1,87 kali dari motivasi rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pimpinan
keperawatan meningkatkan motivasi kerja perawat
pelaksana.
Kesimpulan
81
lain perlu diciptakan, yaitu dengan cara pertemuan
berkala, seperti pertemuan ilmiah. Sehingga dapat
terjalin komunikasi efektif untuk menyelesaikan
masalah kesehatan pasien. Disamping itu, bagi
penelitian selanjutnya yaitu diharapkan agar dapat
memperhatikan aspek lain dari faktor-faktor
motivasi kerja yang belum dilakukan oleh peneliti
dalam penelitian ini seperti faktor-faktor motivasi
internal individu (MS, JS, TN).
Referensi
Azwar, A. (1996). Menjaga mutu pelayanan
kesehatan: Aplikasi prinsip lingkaran
pemecahan masalah. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Gibson, J.L., et al. (1996). Organisasi–perilaku,
struktur, & proses (Edisi ke-8). Jakarta: Aksara
Pratama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik
perawat pelaksana dengan kinerja perawat di ruang
rawat inap RS yang mempunyai hubungan yang
bermakna adalah pendidikan dan umur, sedangkan
faktor yang tidak ada hubungan yang bermakna
meliputi jenis kelamin, status perkawinan dan lama
kerja. Faktor-faktor motivasi dengan kinerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap yang paling
dominan memiliki hubungan yang bermakna yaitu
supervisi. Sedang, faktor yang tidak ada hubungan
yang bermakna yaitu meliputi; kondisi kerja, dan
kebijakan administrasi.
Gillies, D.A. (2002). Nursing management: A system
approach (3rd Ed.). Philadelphia: W.B. Saunders
Company.
Peningkatan supervisi oleh kepala ruangan, komite
keperawatan, dan bagian keperawatan perlu untuk
ditingkatkan, dengan cara pendekatan struktur
organisasi. Peningkatkan insentif dari pengelolaan
sumber dana hasil usaha yang berasal dari swasta
yang didistribusikan secara adil dan merata pada
perawat yang bertugas di pelayanan klien. Selain
itu, dinas atau bertugas dengan mempetimbangkan
beban tugas yang diberikan terhadap perawat perlu
diperhatikan.
Nurhaeni. (2001). Faktor-faktor determinan yang
berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana
di Rumah Sakit Jiwa Makasar (Tesis Master,
Tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2004).
Standar praktik keperawatan. Jakarta: Pokja
standar praktik keperawatan.
Hubungan interpersonal antara perawat dengan
teman sekerja, atasan, bawahan, dan tim kesehatan
Rakhmat, J. (2000). Psikologi komunikasi. Bandung:
Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Hasibuan, M. (2003). Manajemen sumber daya
manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Ilyas, Y. (2002). Kinerja: Teori, penilaian, & penelitian.
Jakarta: Badan penerbit Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
La Monica, E.L. (1998). Kepemimpinan & manajemen
keperawatan: Pendekatan berdasarkan
pengalaman. Jakarta: Penerbit EGC.
Panggabean, M.S. (2004). Manajemen sumber daya
manusia. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
82
Robbins, S.P. (2006). Perilaku organisasi (Edisi
kesepuluh). Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
Rusmiati. (2006). Hubungan lingkungan organisasi
dan karakteristik perawat dengan kinerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP
Persahabatan Jakarta (Tesis Master, Tidak
dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Jakarta.
Siagian, S.P. (2005). Manajemen sumber daya manusia.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli 2011; hal 73-82
Sukoco, A.S. (2001). Perbedaan persepsi perawat
dengan klien terhadap kualitas pelayanan
keperawatan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
(Tesis Master, Tidak dipublikasikan). Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
Widaningsih. (2002). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kinerja perawat pelaksana di RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta (Tesis Master, Tidak
dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Jakarta.