Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) ISSN 2622-3740 (Online) Vol 4, No. 4, Mei 2022: 2001-2014 DOI: 10.34007/jehss.v4i4.991 Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area The Correlation between Emotional Intelligence and Parenting Democratic with Academic Procrastination College Students Faculty of Psychology Universitas Medan Area Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah* & Abdul Murad Program Studi Magister Psikologi, Program Pascasarjana, Universitas Medan Area, Indonesia Diterima: 04 November 2021 Direview: 04 November 2021; Disetujui: 30 Desember 2021 *Coresponding Email: risydahfadilah@staff.uma.ac.id Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis orang tua dengan prokrastinasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2015 dan 2016 Universitas Medan Area. Subjek penelitian berjumlah 103 orang mahasiswa, dimana teknik sampel yang digunakan adalah insidental sampling. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan 3 (tiga) jenis skala yaitu skala prokrastinasi akademik, skala kecerdasan emosi, dan skala pola asuh demokratis orang tua. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh data bahwa : (1). Ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan prokrastinasi akademik dimana nilai koefisien R= -0,863 dan koefisien determinan R2=0,745 dengan p < 0.05, artinya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi prokrastinasi akademik, dan sebaliknya. (2). Ada hubungan negatif yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan prokrastinasi akademik dimana nilai koefisien R= -0,461 dan koefisien determinan R2=0,213 dengan p < 0.05, artinya semakin rendah pola asuh demokratis orang tua maka semakin tingi Prokrastinasi akademik, dan sebaliknya. (3). Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis orang tua dengan prokrastinasi akademik dimana nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,759. Artinya prokrastinasi akademik dibentuk oleh resiliensi akademik dan dukungan sosial dengan kontribusi sebesar 75,3%. Sementara sisanya sebesar 24,7% prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu: faktor internal (kondisi fisik yang kurang sehat dan kondisi psikologis) dan faktor eksternal (Status Ekonomi Sosial, pola asuh orangtua, peer group, sibuk bekerja (Ferrari et al, 2007). Kata kunci: Prokrastinasi Akademik; Kecerdasan Emosi; Pola Asuh Demokratis Orang Tua Abstract The purpose of this study was to examine the correlation between emotional intelligence and parenting democratic with academic procrastination of College Students Faculty Of Psychology batch 2015 and 206, Medan Area University. The approach used in this study was a quantitative approach. The samples technique in this study was an accidental sampling. In this study, the researcher used three scale measuring as the instrument type. The scale used to measure the academic procrastination, emotional intelligence and parenting democratic scale. The data analysis techniques used in this study was a multiple regression analysis. Based on the analysis of data the results show that: (1). There was a negative significant relationship between parenting democratic with academic procrastination which was seen from R= -0,863 and R2=0,745 where p < 0.05. (2). There was a negative significant relationship between parenting democratic with academic procrastination which was seen from R= -0,461 and R2=0,213 where p < 0.05. (3). There was a significant relationship between emotional intelligence and parenting democratic with academic procrastination which was seen from coefficient value of R2=0,759. It means that there was a significant correlation emotional intelligence and social support with academic procrastination college students Faculty of Psychology batch 2015 and 2016, Medan Area University. Keywords: Academic Procrastination; emotional intelligence; parenting democratic How to Cite: Tarigan, P. Fadillah, R. & Murad, A. (2022). Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS). 4 (4). 2001-2014 http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2001 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) PENDAHULUAN Perguruan Tinggi merupakan suatu institusi yang memiliki peran dan posisi strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan secara makro. Perguruan Tinggi perlu melakukan upaya perbaikan secara terus menerus untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Keberadaan manusia sebagai sumber daya sangat penting dalam suatu perguruan tinggi karena Tanpa adanya unsur manusia dalam perguruan tinggi, tidak mungkin perguruan tinggi tersebut dapat bergerak menjadi lebih baik. Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 19 ayat 1 yang dimaksud Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi juga mempunyai pengertian pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Perguruan Tinggi yang dimaksud adalah tingkatan universitas yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. Perguruan tinggi adalah suatu jenjang pendidikan yang dapat dijalani seseorang setelah menyelesaikan pendidikannya di jenjang pendidikan menengah atas. Di dalam perguruan tinggi, seseorang akan mempelajari suatu disiplin ilmu yang lebih spesifik lagi seperti ilmu psikologi, hukum, ekonomi, sastra, teknik, kedokteran, dan lain sebagainya. Orang yang sedang belajar di perguruan tinggi disebut dengan mahasiswa (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, 2012). Dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi, maka mahasiswa bisa mendapatkan tambahan ilmu serta wawasannya yang dapat digunakan di kehidupan sehari-hari. Selain itu, dengan menempuh pendidikan di perguruan tinggi mahasiswa bisa mendapatkan suatu gelar yaitu gelar sarjana. Untuk mendapatkan gelar sarjana, mahasiswa harus memenuhi salah satu persyaratannya yaitu menulis skripsi. Skripsi merupakan suatu kegiatan penelitian yang digunakan untuk membuktikan kematangan nalar mahasiswa. Dalam penulisan skripsi, mahasiswa dituntut untuk mampu berpikir secara induktif dan deduktif (Suharyanto et al., 2021; Suharyanto et al., 2019). Universitas Medan Area merupakan perguruan tinggi swasta yang terletak di Kota Medan. Salah satu syarat mahasiswa wisuda di universitas medan area adalah selesainya mahasiswa tersebut dalam pembuatan skripsi. Skripsi merupakan suatu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi serta untuk mendapatkan gelar sarjana. Skripsi yang dilakukan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area merupakan karya ilmiah individual yang berupa laporan akhir suatu penelitian psikologi mengenai tingkah laku ataupun proses mental yang didasari pada pengamatan sistematis terhadap individu, organisasi, maupun komunitas masyarakat. Pembuatan skripsi di Psikologi Universitas Medan Area dilakukan dalam suatu jangka waktu yang telah ditentukan yaitu selama satu semester (6 bulan). Jika mahasiswa tidak dapat menyelesaikan skripsi selama jangka waktu tersebut maka mahasiswa diharuskan untuk extend (memperpanjang). Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa jumlah mahasiswa yang mendaftar di Fakultas Psikologi pada kelas Reguler (Pagi/ Siang) maupun kelas Karyawan (Sore/Malam) pada tahun ajaran 2014 adalah sebanyak 460 mahasiswa, tahun 2015 sebanyak 447 mahasiswa, dan tahun 2016 sebanyak 529 mahasiswa, artinya selama 3 tahun berturut-turut terjadi peningkatan jumlah peminat di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Fakta yang diroleh peneliti berdasarkan wawancara melalui sosial media terhadap beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area menunjukkan adanya penundaan pengerjaan skripsi. Beberapa mahasiswa yang menunda mengerjakan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjananya lebih memilih melakukan aktivitas yang tidak begitu penting seperti menonton film, duduk di pos-pos UKM, ada yang kurang yakin dengan pekerjaan yang dibuat, ada yang merasa cemas bertemu dengan dosen pembimbinganya, dan lebih memilih untuk menghindar diri untuk melupakan tugas dengan pergi ke mall atau ke café. http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2002 Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah & Abdul Murad. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015 dan 2016 Derajat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya masa studi seseorang dimana indikasi penundaan akademik adalah yang sudah 5 tahun atau lebih (Miftahul Jannah, 2014). Berdasarkan pendapat diatas, Survei awal untuk masa studi S1 fakultas psikologi Universitas Medan Area adalah maksimal 7 tahun. Mahasiswa yang tidak bisa menyelesaikan studi dalam jangka waktu 7 tahun akan dikenakan system Drop Out oleh pihak kampus. Mahasiswa yang tidak tepat waktu untuk menyusun skripsi bisa dikatakan sebagai prokrastinasi atau menunda-nunda. Ada bebrapa faktor seorang mahasiswa melakukan prokrastinasi baik itu dari faktor internal maupun faktor eksternal dari mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, namun sampai sekarang masih dijumpai ketidaksiapan dalam melaksanakan tuntutan tersebut. Mengulur waktu dan melakukan penundaan terhadap tugas dan kewajiban adalah salah satu ketidaksiapan yang masih terjadi sekarang. Prokrastinasi dalam American College Dictionary berasal dari kata procrastinate yang diartikan menunda untuk melakukan sampai waktu atau hari berikutnya. Orang yang melakukan perilaku menunda disebut penunda (prokrastinator) (Rumiani, 2006). Gejala-gejala perilaku menunda lebih banyak terjadi dalam pendidikan yang sering disebut prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik itu sendiri terjadi karena kebanyakan mahasiswa salah dalam mempresepsikan tugas akademik, mereka memandang bahwa tugas sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan, sehingga merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya secara memadai, sehingga menunda-nunda dalam menyelesaikan. Penelitian di Amerika Utara menggambarkan keadaan pendidikan yaitu, kurang lebih 70% pelajar memunculkan prokrastinasi. Konsekuensi negatif dari prokrastinasi ini seperti perfoma yang kurang, mutu kehidupan individu berkurang, pengaruh negatif dan menurunnya prestasi (Knaus, 1992). Salah satu Perguruan Tinggi di Surabaya terdapat 95% atau 60 subyek dari angket yang disebarkan mengaku pernah melakukan prokrastinasi. Alasan terbesar yang membuat mahasiswa tersebut melakukan prokrastinasi adalah rasa malas mengerjakan tugas (42%) dan banyak tugas lain yang harus dilakukan (25%). Berdasarkan hasil penelitian Nela (2013) dari 157 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya diketahui bahwa sebanyak 56,7% mahasiswa memiliki prokrastinasi akademik yang tergolong cenderung tinggi hingga sangat tinggi (Kartadinata dan Tjundjing, 2008). Prokrastinasi akademik berdampak negatif dan merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian karena berpengaruh bagi mahasiswa itu sendiri dan bagi orang lain atau lingkungan berupa hasil yang tidak optimal (Djamarah, 2002). Mahasiswa yang memiliki prestasi yang baik belum tentu tidak pernah melakukan prokrastinasi, hanya saja kadarnya berbeda. Prokrastinasi memberikan konsekuensi negatif kepada pelakunya, dampak yang diberikan dari prokrastinasi tersebut adalah performa akademik yang rendah, stress yang tinggi, menyebabkan penyakit, menimbulkan kecemasan, (Sirois, 2004). Prokrastinasi dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan mahasiswa yang mengalami prokrastinasi. Perilaku prokrastinasi merasa tidak nyaman dengan aktivitasnya yang diakibatkan penundaan yang dilakukan terhadap suatu aktivitas, (Djamarah, 2002). menyatakan prokrastinasi dapat mempengaruhi mutu kehidupan seseorang. Kebiasaan menunda yang muncul terus menerus pada diri mahasiswa akan memberikan efek negatif pada kehidupan mahasiswa tersebut begitu juga pada akademiknya, (Bruno, 1998). Faktor- faktor yang mempengaruhi prokrastinasi dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor internal itu antara lain: (a) fatigue (kelelahan fisik), (b) keyakinan-keyakinan irrasional, (c) trait kepribadian, (d) motivasi (e) kecerdasan emosi dan (f) batas waktu. Sedangkan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu antara lain : (a) pola asuh orang tua dan (b) lingkungan, (Gufron dan Rini, 2010). http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) Pandemi COVID-19 turut memengaruhi setiap aktivitas ataupun kebiasaan masing-masing individu. Dampak dari pandemi ini juga menyebabkan banyak perubahan dalam aspek kehidupan baik itu dari aspek sosial, ekonomi, politik bahkan pendidikan. Keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid19, membuat sistem belajar yang biasanya tatap muka harus beralih menjadi sistem belajar secara online (daring). Perubahan sistem belajar daring membawa dampak negatif bagi mahasiswa yang sedang melaksanakan skripsi yang dialami oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, dengan banyaknya batasan-batasan yang dilakukan selama masa pandemi membuat para mahasiswa kesulitan dalam menyusun skripsi, dimana mahasiswa hanya diperbolehkan masuk ke kampus untuk ke perpustakaan hanya sampai jam 12.00 dan itupun dibatasi jumlahnya dan harus mematuhi protokol kesehatan sehingga para mahasiswa hanya mengandalkan dunia online dalam menyusun skripsinya. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam menyusun skripsinya selama masa pandemi membuat mahasiswa banyak yang stress, takut dan cemas. Kecemasan dan ketakutan ini yang membuat mahasiswa melakukan hal-hal yang membuat pikiran tenang dan melupakan tugas utamanya yaitu menyusun skripsi, akibatnya banyak mahasiswa yang tertunda untuk wisuda. Perkembangan dunia globalisasi sekarang ini telah membawa pengaruh yang besar dalam sistem pendidikan. Banyaknya teknologi yang berkembang selama ini seperti internet, komputerisasi, dan sebagainya sangat memudahkan seorang mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya. Namun teknologi yang berkembang tersebut bukanlah jaminan bagi dunia pendidikan untuk berhasil dan mencapai hasil yang maksimal. Hal ini sangat tergantung dari konsistensi dunia pendidikan di Indonesia saat itu sendiri. Salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan pendidikan tinggi saat ini adalah sikap dan mental mahasiswa dalam mengembangkan kepribadiannya. Kemampuan untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa, lebih dikenal dengan istilah Emotional Quetient (EQ) atau kecerdasan emosi. Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosi mahasiswa. Sistem pembelajaran mahasiswa pada perguruan tinggi akan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi mahasiswa itu sendiri. Kecerdasan emosi ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya untuk masa depannya. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi (Goleman, 2009). Dengan kemampuan ini maka mahasiswa akan mampu untuk mengenal siapa dirinya, mengendalikan dirinya, memotivasi dirinya, berempati terhadap lingkungan sekitarnya dan memiliki keterampilan sosial yang akan meningkatkan kualitas pemahaman mereka tentang situasi yang dialaminya maupun orang lain alami karena adanya proses belajar yang didasari oleh kesadaran mahasiswa itu sendiri Ferry et al., 2019; Manurung, & Dachi, 2019; Afwina, 2019; Adriansyah, 2021). Keterampilan dasar emosi tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosi tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosi, secara emosi akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250). Kecerdasan emosi menyangkut banyak aspek penting yaitu: empati (memahami orang lain secara mendalam), mengungkapkan dan memahami http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2004 Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah & Abdul Murad. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015 dan 2016 perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan dann keramahan, serta sikap hormat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar (Wahyuningsih, 2004). Pada umumnya kecerdasan emosi yang dimiliki oleh mahasiswa Universitas Medan Area Fakultas Psikologi yang sedang menulis skripsi terlihat bahwa mahaiswa memiliki emosi yang kurang stabil. Ketidakstabilan emosi yang dimiliki membuat mahasiswa sulit untuk mengendalikan diri dalam menyusun skripsi. Ketidakstabilan kecerdasan emosi yang dimiliki mahasiswa diakibatkan banyaknya mahasiswa yang tidak memiliki pertemanan yang baik antar teman seangkatan, sibuknya mencapai target dalam pekerjaan sehingga menyusun skripsi diabaikan, sibuknya revisi skripsi dari dosen pembimbing, dan juga kurangnya rasa peduli dari keluarga. Hal ini mengakibatkan mood untuk menyusun skripsi berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi hati. Kecerdasan emosi yang stabil cenderung memiliki sikap yang tenang dalam menghadapi sesuatu, tidak cemas, tidak khawatir, tidak mudah takut, dan selalu berfikir matang sebelum bertindak melakukan sesuatu (Goleman, 2009). Akan tetapi, individu dengan tingkat kecerdasan emosional rendah cenderung mudah cemas karena tidak mampu mengontrol emosinya serta tidak mampu membaca situasi dengan baik. Salah satu keberhasilan mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah dengan adanya pola asuh dari orang tua. Pola asuh merupakan proses pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak-anaknya, meliputi proses mendidik, membimbing serta mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh anak, serta mendampingi anak dalam proses perkembangannya menuju proses kedewasaan (Suharyanto, 2015). Pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak–anaknya untuk melaksanakan tugas–tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan (Baumrind, 2004) . Pengasuhan orang tua yang bersifat interaktif antara orang tua dan remaja dengan menawarkan konsep pengasuhan, mendorong, menghambat, dan membiarkan. Hurlock (2019) berpendapat bahwa pola asuh adalah mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya atau supaya dapat diterima oleh masyarakat (Haq, 2011). Menurut Baumrind, pola asuh dibagi dalam tiga macam, yaitu pola asuh authoritarian (otoriter), pola asuh authoritative, dan pola asuh permisif. Pola asuh authoritarian. Bentuk pola asuh Baumrind ada tiga macam yaitu : Pola asuh Authoritarian. Menurut Baumrind, bentuk pola asuh authoritarian (otoriter) memiliki ciri– ciri sebagai berikut : a). Memperlakukan anaknya dengan tegas. b) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan orang tua. c) Kurang memiliki kasih sayang. d) Kurang simpatik. e) Mudah menyalahkan segala aktifitas anak terutama ketika anak ingin berlaku kreatif. Pada perilaku authoritarian, orang tua mempunyai ciri–ciri, yaitu suka memaksakan anak– anaknya untuk patuh terhadap aturan–aturan yang sudah ditetapkan orang tua, berusaha membentuk tingkah laku,sikap, serta cenderung mengekang keinginan anak, tidak mendorong anak untuk mandiri, jarang memberikan pujian ketika anak sudah mendapatkan prestasi atau melakukan sesuatu yang baik, hak anak sangat dibatasi tetapi dituntut untuk mempunyai tanggung jawab sebagaimana halnya orang dewasa, dan yang sering terjadi adalah anak harus tunduk dan harus patuh terhadap orang tua yang memaksakan kehendaknya, pengontrolan tingkah laku anak sangat ketat, sering menghukum anak dengan hukuman fisik, serta terlalu banyak mengatur kehidupan anak, sehingga anak tidak dibiarkan untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya serta kreavitasnya. Pola asuh yang kedua menurut Baumrind adalah pola asuh authoritative, pola asuh authoritative mempunyai ciri–ciri sebagai berikut : a) Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua di berikan secara seimbang. b) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menerima dan melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait dengan pengambilan keputusa keluarga. Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan anak – anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan mereka, tetapi mereka http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) tetap memberi kehangatan, dan komunikasi dua arah. c) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman yang diberikan orang tua kepada anak. d) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa membatasi segala potensi yang dimilikinya serta kreativitasnya, namun tetap membimbing dan mengarahkan anak. Dalam bertindak/ bersikap kepada anak selalu memberikan alasan kepada anak, mendorong untuk saling membantu dan bertindak secara objektif. Orang tua cenderung tegas, tetapi kreatif dan percaya diri, mandiri, bahagia, serta memiliki tanggung jawab sosial. Orang tua memiliki sikap bebas namun masih dalam batas-batas normatif. Anak dari orang tua seperti ini akan tumbuh menjadi anak yang mandiri tegas terhadap diri sendiri, ramah dengan teman sebaya, dan mau bekerja sama dengan orang tua. Mereka juga kemungkinan berhasil secara intelektual dan sosial. Pola asuh yang ke tiga menurut Baumrind adalah pola asuh permisif ciri–ciri pola asuh primisif adalah sebagai berikut : a) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin. b) Anak tidak dituntuk untuk belajar bertanggung jawab. c) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi kebebasan yang seluas – luasnya untuk mengatur diri–sendiri. d) Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk mengatur diri sendiri dan kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri. e) Orang tua kurang peduli pada anak Orang tua yang yang memiliki anak yang agak besar bersikap lebih fleksibel dalam pemikiran dan lebih fleksibel dalam pemikiran dan lebih egalitarian dibanding saat anak– anaknya berusia lebih kecil. Apabila pemisahan atau ketidak tergantungan emosi dari keluarga (orang dewasa) diberikan terlalu dini maka anak dapat menjadi terasing serta rentan terhadap pengaruh lingkungan yang negatif dan dan tingkah laku yang tidak sehat (anak menjadi tidak patuh, pemarah, suka menyalahkan, dan lain sebagainya). Sehingga, disini sering terjadi konflik antara orang tua dan anak yang biasanya berkisar antara tugas –tugas anak dari sekolah, teman– teman, dan PR. Berdasarkan dari kedua teori tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pola asuh orang tua ada tiga macam yaitu yang pertama pola asuh demokratis atau authoritative merupakan pola asuh orang tua yang yang memberikan keseimbangan antara pembatasan dan otonomi/kebebasan, pola asuh ini memiliki kesamaan dengan pola asuh mendorong dan menghambat, orang tua mendorong anak untuk bebas tetapi juga menghambat/mengendalikan perilaku anak. Kesimpulan yang kedua adalah Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang mengutamakan kebebesan, memberikan hak penuh kepada anak dalam memilih dan melakukan hal – hal yang mereka sukai. Pola asuh permisif memiliki kesamaan dengan pola asuh menghambat, karena dalam penerapan pola asuh ini orang tua tidak mengarahkan anak untuk menjadi lebih matang dan dewasa, menjadikan anak tidak memahami identitasnya, karena dia selalu terbiasa tidak mandiri. Kesimpulan yang ketiga adalah pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang yang lebih mengutamakan hukuman baik secara verbal maupun non verbal dan anak harus mengikuti semua perintah orang tua. Menurut survey awal yang dilakukan oleh penulis terhadap Mahasiswa Universitas Medan Area yang sedang menulis skripsi bahwa pengaruh yang sangat besar dalam menyusun skripsi adalah pola asuh dari orang tua. Mahasiswa yang sedang menulis skripsi menuturkan bahwa kebebesan yang diberikan oleh orang tua terhadap mereka mengakibatkan banyaknya mahasiswa melakukan penundaan dalam mengerjakan skripsi. Selain mahasiswa banyak yang kerja sambil menyelesaikan kuliahnya, dukungan orang tua juga sangat mereka sangat butuhkan. Walaupun mereka sudah menginjak dewasa awal atau berumur kurang lebih 20-23 tahun dalam menyusun skripsi, mereka mengakui masih ingin dibimbing oleh orang tua. Pola asuh yang diberikan orang tua mulai dari kecil juga sangat menentukan keberhasilan study mereka, karena mereka mengakui bahwa pola asuh orang tua sangat mempengaruhi sifat dan karakter mereka dalam menyelesaikan skripsinya karena karakter dan sifat tersebut mempengeruhi mood mereka dalam mengerjakan skripsi. http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2006 Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah & Abdul Murad. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015 dan 2016 Melihat kondisi permasalahan diatas, peneliti ingin melihat lebih lanjut mengenai hubungan kecerdasan emosi sebagai faktor internal dari mahasiswa dan pola asuh demokratis Orangtua sebagai faktor eksternal dari mahasiswa dengan prokrastinasi akademik yang terjadi pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016 Universitas Medan Area. Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitianini adalah: Untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dan pola asuh demokrtais Orang tua, kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis Orangtua dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015, 2016 Universitas Medan Area. METODE PENELITIAN Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam membicarakan tentang metode penelitian akan dibahas tentang (a) Tempat dan Waktu Penelitian, (b) Identifikasi Variabel Penelitian, (c) Definisi Operasional Variabel Penelitian, (d) Populasi dan Sampel Penelitian, (e) Metode Pengumpul Data Penelitian, (f) Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur Penelitian, dan (g) Metode Analisis Data Penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka identifikasi variabel dalam penelitian ada 2 variabel yaitu: Variabel Terikat (Y): Prokrastinasi akademik. Secara operasional prokrastinasi akademik diartikan sebagai suatu tindakan menunda yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2015 Universitas Medan Area untuk memulai atau menyelesaikan skripsi. Pendundaan itu berupa, a). Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas, b). Keterlambatan dalam mengerjakan tugas, c). Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, dan d).Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan.Skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap skala prokrastinasi akademik akan memberikan gambaran tentang sikap prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2015 Universitas Medan Area. Variabel Bebas: Kecerdasan Emosi (X1). Kecerdasan emosi diartikan sebagai suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak, yang mengukur terkait: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi oranglain, dan membina hubungan. Skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap skala kecerdasan emosi akan memberikan gambaran tentang kecerdasan emosi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2015 Universitas Medan Area. Variabel Bebas: Pola Asuh Demokratis Orangtua(X2). Pola asuh demokratis orangtua diartikan sebagai suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Skala pola asuh orang tua demokratis yang mengukur terkait dengan: aspek keseimbangan antara kendali dan otonomi yang diberikan oleh orangtua, aspek komunikasi antara anak dan orang tua (memberi dan menerima secara verbal), dan aspek kehangatan dan keterlibatan orang tua terhadap perkembangan anak. Skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap skala pola asuh demokratis orang tua akan memberikan gambaran tentang pola asuh demokratis orang tua yang didapatkan oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2015 Universitas Medan Area. Populasi adalah keseluruhan unsur yang mempunyai satu karakteristik yang sama (Purwanto, 2010). Jumlah populasinya adalah 424 orang yang terdiri dari mahasiswa psikologi angkatan 2015 dan 2016 yang belum selesai skripsi yang masuk dalam kategori prokrastinasi akademik. Peneliti mengambil sampel dari seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2015 dan 2016 Universitas Medan Area yang sedang menyusun skripsi guna menyelesaikan studi. Setelah di screening, si peneleiti akan mengambil hasilnya yang termasuk ke dalam pola asuh demokratis orang tua. Hasil penelitian ini akan menjadi purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: yang pertama, mahasiswa angkatan, 2015 dan 2016 yang belum selesai skripsi dan masuk sebagai kategori prokrastinasi akademik dan yang kedua adalah mahasiswa fakultas http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) psikologi dengan pola asuh demokratis. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 103 mahasiswa, tetapi untuk pola asuh akan melihat hasil screaning pada penelitian. Metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian adalah metode kuantitatif dengan skala psikologis sebagai alat pengumpulan data. Skala psikologis berisi sekumpulan pernyataan atau pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden penelitian. Respon jawaban dalam skala penelitian ini menggunakan 4 (empat) pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Skor berkisar dari 4 sampai 1, semakin tinggi nilai skor maka semakin tinggi tingkat prokrastinasi akademik, kecerdasan emosi,dan pola asuh demokratis orang tua. Pada aitem favourable, pilihan SS mendapat skor 4, S mendapat skor 3, TS mendapat skor 2, dan STS mendapat skor 1. Pada item unfavourable, pilihan SS mendapat skor 1, S mendapat skor 2, S mendapat skor 3, dan STS mendapat skor 4. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga skala. Metode analisis data adalah cara yang digunakan dalam mengolah dan menganalisi data yang diperoleh sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data statistik. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda untuk menganalisis hubungan kecerdasan emosi dengan prokrastinasi akademik, hubungan pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik serta kecerdasan emosi, dan pola asuh demokratis orangtua dengan prokrastinasi akademik. Pengunaan analisis regresi akan menunjukkan hubungan antara variabel tergantung dan variabel bebas. Keseluruhan analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan software pengolahan statistik SPSS 19 for windows, versi IBM/IN. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara kecerdasan emosi dengan prokrastinasi akademik Berdasarkan hasil analisis penelitian, diketahui bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan prokrastinasi akademik hal ini dilihat dari nilai koefisien (R) sebesar 0,863 menunjukkan hubungan yang tinggi diantara keduanya. Arah hubungan yang negatif (tanda negatif pada angka -0,863) menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi akan membuat prokrastinasi akademik semakin rendah, demikian pula sebaliknya jika semakin rendah kecerdasan emosi maka akan membuat prokrastinasi akademik menjadi tinggi. Angka R2 sebesar 0,745 disebut sebagai koefisien determinasi, dalam hal ini berarti kecerdasan emosi memiliki kontribusi sebesar 98,9 % dalam menjelaskan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0.000. Oleh karena probabilitas p < 0.05; hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan. Hasil penelitian didukung oleh Gardner (2013) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional. Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Hasil penelitian juga dikemukaan oleh Cooper dan Sawaf, 1999, kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Dimana kecerdasan emosi juga merupakan kemampuan untuk http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2008 Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah & Abdul Murad. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015 dan 2016 menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan untuk membangun produktif dan meraih keberhasilan (Setyawan, 2005). Hasil penelitian juga dikemukakan oleh M. Engin Deniz, Zeliha Traş, Didem Aydoğan, 2009, bahwa kecerdasan emosi yang rendah membuat tingginya prokrastinasi. Ada 5 faktor kecerdasan emosi yang membuat seseorang mengontrol kecerdasan emosinya yang begitu rendah, dalam penelitian tersebut terdapat 6,2 % kecerdasan emosi mempengaruhi prokrastinasi dari rotal 10%. Jadi, dari hasil tersebut terdapat hubungan negative antara kecerdasan emosi dengan prokrastinasi, karena kecerdasan emosi yang tidak dapat dikendalikan mengakibatkan prokrastinasi yang tinggi. Hasil penelitian juga diungkapkan oleh, Meirav Hen dan Marina Goroshito, 2014, bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik (β=-.25; p<.05): Kecerdasan emosi yang lebih tinggi menyebabkan prokrastinasi akademik yang lebih rendah, tetapi kecerdasan emosi yang lebih rendah membuat prokrastinasi semakin tinggi. Hasil penelitian juga diungkapkan oleh Wafa Kamran dan Iram Fatima, 2013, Analisis mengungkapkan bahwa kecerdasan emsoi adalah satu-satunya penyebab penundaan. Kecerdasan emosi yang rendah dan kurang bisa mengontrol diri dalam emosi tersebut cenderung lebih menunda-nunda. Penundaan ini ada karena kecerdasan emosi yang tidak terkontrol ditambah adanya kecemasan yang berlebihan didalam diri. Penundaan ini dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain termasuk tugas-tugas dalam perkuliahan yaitu tugas akhir penundaan skripsi. Kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat mem otivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan impulsive needs atau dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan maupun kesusahan, mampu mengatur reactive needs, menjaga agar bebas stress, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk berempati pada orang lain, serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa. Goleman juga menambahkan kecerdasan emosional merupakan sisi lain dari kecerdasan kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia yang meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri serta empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan emosional lebih ditujukan kepada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat dan upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat memanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia (Goleman, 2009). Berdasarkan dari berbagai faktor yang telah disampaikan di atas, faktor yang diduga paling mempengaruhi tingginya prokratinasi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area adalah faktor internal yang meliputi kondisi psikologis. Faktorfaktor yang mempengaruhi prokratinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area ditemukan hasil bahwa faktor yang dominan mempengaruhi prokratinasi mahasiswa adalah faktor internal yaitu kondisi psikologis yang dimiliki individu. Mudahnya para mahasiswa Fakultas Fakultas Psikologi Universitas Medan Area dalam melakukan prokrastinasi mengerjakan skripsi ini karena mahasiswa mudah dikuasai oleh perasaan kecewa, jengkel, pesimis, serta marah ketika mengerjakan skripsi. Kondisi ini diduga karena kurang mampunya mahasiswa dalam meregulasi emosi sehingga mahasiswa mudah dikuasai oleh emosi negatif yang muncul dalam dirinya serta perasaan frustasi yang muncul karena mendapat banyak revisian dari dosen. Kurang mampunya individu dalam mengelola emosi serta kesulitan dalam bertahan menghadapi tekanan yang sedang dialami ini diduga karena rendahnya kecerdasan emosional yang dimiliki oleh individu. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan individu mengalami frustasi hingga kecemasan. Carnegie (2015) menyatakan bahwa pengendalian e mosi negatif yang baik mutlak diperlukan apabila individu ingin menyelesaikan masalah. Ketidakmampuan individu http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) dalam mengontrol serta mengelola emosinya disebabkan oleh rendahnya kecerdasan emosional yang mereka miliki yang mengakibatkan ia dikuasai oleh emosi negatif. Hubungan antara pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik Selanjutnya diketahui ada hubungan negatif yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016. Hubungan antara pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik (R) sebesar -0,461 menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis akan membuat prokrastinasi akademik semakin rendah, demikian pula sebaliknya jika semakin tinggi pola asuh demokratis maka akan membuat prokrastinasi akademik semakin tinggi. Angka R2 sebesar 0,213 disebut sebagai koefisien determinasi, dalam hal ini berarti pola asuh demokratis memiliki kontribusi sebesar 99 % dalam menjelaskan prokrastinasi akademik pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2015 dan 2016. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0.000. Oleh karena probabilitas p< 0.05; hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan. Menurut para ahli pola asuh orangtua dalam keluarga oleh Syaiful, 2014, merupakan frase yang menghimpun empat unsur penting yaitu pola,asuh,orangtua,keluarga. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pola berarti corak,model, sistem,cara kerja, bentuk (struktur)yang tetap. Artinya disini bahwa ketika pola atau bentuk atau struktur yang diberikan menjadi tetap atau permanen maka hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan. Sedangkan Asuh (KBBI 2000:21) artinya mengasuh, yang bermakna (1) menjaga (merawat dan menjaga) anak kecil, (2) membimbing (membantu, melatih) supaya dapat berdiri sendiri, (3) memimpin (mengepalai, menyelenggarakan) suatu badan kelembagaan. Makna dari asuh tersebut, bahwa ketika ada sebutan pengasuh yang berarti orang yang mengasuh (orangtua, wali dan sejenisnya) sedangkan ketika ada kata pengasuhan berarti proses perbuatan, dan cara pengasuhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kata asuh mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemiliharaan,perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Kata orangtua (KBBI 2001:121) adalah ayah-ibu kandung (orangtua) orang yang dianggap tua (cerdik pandai,ahli dan sejenisnya), orang yang dihormati (disegani) di kampung. Artinya dalam konteks keluarga, orangtua bermakna ayah ibu kandung dengan tugas tanggung jawab mendidik anak dalam keluarga. Jadi pola asuh orangtua dalam keluarga berarti kebiasaan orangtua, ayahibu dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya, dan membimbing dengan cara membantu, melatih dan lain sebagainya. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pola membimbing bermakna pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Menurut para ahli oleh Koentjaraningrat, 2014, Pola asuh orangtua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak dan besifat relatif konsisten. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dan bisa memberikan efek negatif maupun positif. pola asuh yang diterapkan orangtua sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak kecil hingga dewasa, dan pola suh yang diterapkan suatu suku bangsa akan melahirkan anak dengan kepribadian yang khas. Orangtua memiliki cara tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anaknya setiap keluarga memiliki cara dan pola yang berbeda antara keluarga yang satu dengan yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, memberikan perhatian, peraturan, kedisiplinan, reward dan funismant, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku dan kebiasaan orangtua selalu memiliki nilai dan akan ditiru oleh anaknya secara terus menerus dan akan menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya. http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2010 Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah & Abdul Murad. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015 dan 2016 Hasil penelitian juga diungkapkan oleh Gülten Feryal Gündüz, 2020, Dalam penelitian ini, hubungan pola asuh orangtua mempunyai pengaruh terhadap penundaan. Poal asuh yang rendah membuat anak semakin bebas dalam berkarya termasuk dalam penundaan. Jika pola asuh tinggi maka anak dapat mengontrol diri untuk melakukan sesuatu menjadi lebih baik. Pola asuh orang tua yang berubah-ubah juga membuat terjadinya penundaan pada anak. Konsisten sangat diperlukan pada orang tua dalam melakukan pola asuh dalam keluarga. Ketika pola asuh rendah maka hasil yang diadapatkan kurang memuaskan seperti hasil tugas anak tidak maksimal karena adanya unsur penundaan dalam tugas tersebut. Hasil penelitian juga diungkapkan oleh Ahmad M. Mahasneh , Omar T. Bataineh dan Zohair H. Al-Zoubi, 2016, adanya R² = 0,099, F= 75,269, P<0,005 artinya bahwa tingginya pengaruh pola asuh orang tua terhdapap penundaan. Dalam penelitian ini ada 400 mahasiswa yang diteliti, dan dari jumlah keseluruhan terdapat 75 % melakukan penundaan. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan dan prokrastinasi akademik. Temuan peneliti menunjukkan bahwa gaya pengasuhan mungkin penting untuk memahami sifat penundaan akademik. Dengan demikian, temuan ini dapat memberikan wawasan yang berharga bagi konselor yang memberikan layanan kepada para penunda. Selanjutnya, remediasi dapat ditingkatkan melalui pemahaman yang lebih baik tentang penundaan ini agar penundaan dapat berkurang dikalangan mahasiswa. Hasil penelitian juga dikemukakan oleh Latiffah Yunia Anggraini dan Titik Muti'ah, 2012, Hasil pengujian hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar menunjukkan F linieritas (F) untuk demokratis sebesar 27,241 dengan taraf signifikan (p) sebesar 0,000 otoriter sebesar 10,294 dengan taraf signifikan (p) 0,000 dan permisif sebesar 25,169 dengan taraf signifikan (p) 0,000 dari hasil tersebut p<0,05 yang berarti ada hubungan yang linier atau membentuk garis lurus antara variabel-variabel tersebut karena p lebih kecil dari 0,05. Maka dapat dikatakan hubungan antara pola asuh orang tua (demokratis, otoriter, dan permisif) adalah linier. Hasil yang diperoleh dari pengajuan hipotesis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara prokrastinasi dan pola asuh orang tua terhadap prestasi akademik pada siswasiswi SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Hasil kedua yang diperoleh adalah adanya hubungan yang signifikan antara prokrastinasi, pola asuh demokratis terhadap prestasi akademik siswa. Jadi, pola asuh orang tua sangat berdampak pada anak yang melakukan prokrastinasi. Berdasarkan dari berbagai faktor yang telah disampaikan di atas, faktor yang diduga paling mempengaruhi tingginya prokratinasi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area adalah faktor eksternal yang meliputi pola asuh dari orang tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokratinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area ditemukan hasil bahwa faktor yang juga dominan mempengaruhi prokratinasi mahasiswa adalah faktor eksternal yaitu pola asuh dari orang tua. Peneliti melihat bahwa mahasiswa jurusan psikologi Universitas Medan Area angkatan 2015 dan 2016 yang melakukan penundaan dalam mengerjakan skripsi adalah adanya pola asuh demokratis orang tua yang rendah. Orang tua yang tidak terlalu membibing anak nya dalam mengerjakan skripsi dikarenakan orang tua jauh dari anaknya. Jarak yang membuat intensitas pertemuan antara orangtrua dan anak sangat sedikit sehingga anak merasa bebas dari pola asuh orang tua. Kebebasan ini yang membuat adanya penundaan dalam penyusunan skripsi. Efek pola asuh orang tua bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi sangat besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan mereka untuk masa depan, termasuk dalam penyususan skripsi. Setelah mahasiwa jauh dari orang tua, maka mahasiswa merasa bebas dari pola asuh orang tua tersebut, sehingga banyak mahasiswa yang melakukan penundaan dalam menyusun skripsi. Tanpa disadari oleh mahasiswa, merasa bebas dari pola asuh orang tua membuat lengah dan lambat dalam hal apa pun termasuk perkuliahan. http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) Hubungan antara kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik Dari hasil penelitian menggunakan metode regresi berganda, diketahui bahwa ada hubungan negatif antara pola asuh demokratis dan pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016. Dimana koefisien (R) sebesar 0,871 dengan p=0.000. Koefisien determinan (R2) yang diperoleh dari hubungan antara prediktor pola asuh demokratis dan pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik adalah sebesar R2 = 0,759. Ini menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik dibentuk oleh pola asuh demokratis dan pola asuh demokratis dengan kontribusi sebesar 75,3 %. Menurut peneliti, kesuksesan hidup seseorang dalam bekerja berbeda dengan kesuksesan saat ia sedang belajar. Kesuksesan bagi mahasiswa yang sedang belajar adalah dapat memperoleh prestasi belajar tinggi. Perbedaan ini terletak pada kemampuan intelegensi. Bagi mahasiswa kemampuan intelegensi itu penting sebab jika ia mempunyai kecerdasan intelegensi yang tinggi ia juga akan memperoleh prestasi belajarnya yang tinggi. Kecerdasan intelegensi yang tinggi akan memudahkan mahasiswa dalam mempelajari dan memahami materi yang sedang ia pelajari. Sedangkan kecerdasan emosional bagi mahasiswa lebih mengarah kepada kemampuan untuk mengelola dirinya supaya dapat mengendalikan emosinya. Hal ini dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi tidak menjamin akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi tanpa ditunjang dengan kecerdasan intelegensi yang dimilikinya. Hal ini yang menyebabkan kecerdasan emosional tidak mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa. Prokrastinasi yang dilakukan oleh seseorang menjadi indikasi kurangnya motivasi berprestasi ( need for achievement) seseorang untuk tampil optimal seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu (Rumiani, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slamet (2012) menunjukkan bahwa pola asuh demokratis memberikan pengaruh sumbangan terhadap kedisiplinan anak sebesar 48,1%. Secara umum faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Friend berpendapat bahwa prokrastinasi akademik dipengaruhi beberapa faktor yaitu tidak yakin diri, toleransi rendah, menuntut kesempurnaan, perbedaan jenis kelamin, pandangan fatalistic. Braid juga mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik dapat dipengaruhi oleh faktor kerumitan dan ketakutan. Menurut burka dan yuen terbentuknya tingkah laku prokrastinasi dipengaruhi oleh faktor kecemasan terhadap evaluasi yang akan diberikan, kesulitan dalam mengambil keputusan, pemberontakan terhadap control dari figure otoritas, kurangnya tuntutan dari tugas, standar yang terlalu tinggi mengenai kemampuan individu (Yemima, 2008). Prokrastinasi ini terjadi karena rendahnya kecerdasan emosi yang dikelola pribadi mahasiswa itu sendiri dalam mengerjakan skripsi dan juga rendahnya pola asuh demokratis orang tua dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Jadi, hubungan antara kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis orang tua sangat erat hubungannya dengan prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh mahaiswa jurusan psikologi di Universitas Medan Area. Keterbatasan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini adalah, kurangnya waktu peneliti untuk pendekatan diri terhadap responden. Penelitian ini dilakukan dalam masa pandemic Covid – 19, sehingga adanya larangan dari pemerintah untuk berkerumun dan bertemu. Inilah menyebabkan peneliti tidak bias bertememu dengan responden secara langsung, peneliti hanya mengandalkan sosial media untuk berkomunikasi dengan responden. SIMPULAN Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan prokrastinasi akademik. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan prokrastinasi akademik (R) sebesar 0.863 menunjukkan hubungan yang tinggi diantara keduanya. Arah hubungan yang negatif http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2012 Palentinus Tarigan, Risydah Fadilah & Abdul Murad. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Demokratis Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015 dan 2016 (tanda negatif pada angka -0,863) menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi akan membuat prokrastinasi akademik semakin rendah, demikian pula sebaliknya jika semakin rendah kecerdasan emosi maka akan membuat prokrastinasi akademik menjadi tinggi. Angka R2 sebesar 0.745 disebut sebagai koefisien determinasi, dalam hal ini berarti kecerdasan emosi memiliki kontribusi sebesar 74,5% dalam menjelaskan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0.000. Oleh karena probabilitas p < 0.05; hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016. Hubungan antara pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik (R) sebesar -0,461 menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis akan membuat prokrastinasi akademik semakin rendah, demikian pula sebaliknya jika semakin tinggi pola asuh demokratis maka akan membuat prokrastinasi akademik semakin tinggi. Angka R2 sebesar 0.213 disebut sebagai koefisien determinasi, dalam hal ini berarti pola asuh demokratis memiliki kontribusi sebesar 21,3% dalam menjelaskan prokrastinasi akademik pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2015 dan 2016. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas p) menghasilkan angka 0.000. Oleh karena probabilitas p< 0.05; hal ini berarti korelasinya bersifat signifikan. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan 2016. Dimana koefisien (R) sebesar 0,871 dengan p=0.000. Koefisien determinan (R2) yang diperoleh dari hubungan antara prediktor kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis dengan prokrastinasi akademik adalah sebesar R2 = 0,759. Ini menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik dibentuk oleh kecerdasan emosi dan pola asuh demokratis dengan kontribusi sebesar 75,9%. Sementara sisanya sebesar 24,1% prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu: faktor internal (kondisi fisik yang kurang sehat dan kondisi psikologis) dan faktor eksternal (Status Ekonomi Sosial, pola asuh orangtua, peer group, sibuk bekerja (Ferrari et al, 2007). DAFTAR PUSTAKA Adriansyah, T. (2021). Kinerja Karyawan Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional dan Pelatihan Kerja pada PT. Adi Sarana Arma, Tbk. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(3), 12101218. doi:https://doi.org/10.34007/jehss.v3i3.527 Afwina, R. (2019). Kecerdasan Emosional, Dukungan Sosial, dan Stres Kerja Dokter Residen di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS). 2 (2): 229-236. Anggraini, L. Y., & Muti'ah, T. (2012). Prestasi Akademik Siswa Ditinjau Dari Prokrastinasi Dan Persepsi Anak Pada Pola Asuh Orang Tua di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Jurnal Spirits, 3(1), 65-75. Balai Pustaka. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua. Jakarta, Depdikbud. Baumrind. (2004). Pola asuh otoritas orang tua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (Ebook) Bruno, F.J. (1998). Stop Procrastinating. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Burka, J.B., & Yuen, L.M. (1983). Procrastination: Why you do it. What to do about it. New York: Perseus Books. Dirmahasiswa.uma.ac.id, (dikases pada tanggal 17 Maret 2021). Djamarah. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ferrari, J.R., & Ollivete. 2007. Academic Anxiety, Academic Procrastination, and Parental Involvement in Students and Their Parent. http://www.Yosh.ac.il/syllabus/behave/academic.doc. Ferry, Elvinawanty, R, & Manurung, Y.S. (2019). Kecanduan Internet ditinjau dari Kecerdasan Emosi. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS). 2 (1): 47 - 54. Gardner, H. (2013). Multiple Intelligences, Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktik. Tangerang Selatan: Interaksara. Goleman, D. (2009). “Kecerdasan Emosional”. Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama. http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 4, No. 4, Mei 2022 ISSN 2622-3740 (Online) Gündüz, G. F. (2020). The Relationship between Academic Procrastination Behaviors of Secondary School Students, Learning Styles and Parenting Behaviors. International Journal of Contemporary Educational Research, 7(1), 253-266. Haq, A.H. (2011). Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Empati Pada Anak Sekolah Inklusi dan Non-Inklusi. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Hen, M., & Goroshit, M. (2014). Academic self-efficacy, emotional intelligence, GPA and academic procrastination in higher education. Eurasian Journal of Social Sciences, 2(1), 1-10. Hurlock, E.B. (2019). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Jannah, M., (2014). Prokrastinasi Akademik (Perilaku Penundaan Akademik) Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Psikologi Universitas Surabaya Vol. 04 No. 3. Johnson, J. & McCown, W. (1995). Procrastination and Task Avoidance. New York, USA: Plenum Press. Kamran, W., & Fatima, I. (2013). Emotional intelligence, anxiety and procrastination in intermediate science students. Pakistan Journal of social and clinical psychology, 11(2), 3. Kartadinata, I., dan Tjundjing, S, (2007). I Love You Tummorow: Prokrastinasi Akademik dan Manajemen Waktu. Jurnal Psikologi Universitas Surabaya Vol. 23, No 2. Knaus, E. (1992). Lakukan segera: Motivasi Dasar untuk Menumbuhkan Semangat Bekerja dan Bertindak (cetakan ketiga). Semarang: Effhar & Dahara Prize. Mahasneh, A. M., Bataineh, O. T., & Al-Zoubi, Z. H. (2016). The relationship between academic procrastination and parenting styles among Jordanian undergraduate university students. The Open Psychology Journal, 9(1). Manurung, E.M & Dachi, T.A (2019). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Anxiety Reduction Pada Mahasiswa Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Helvetia. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS). 2 (2): 195-202. Purwanto. (2010). Evaluasi Hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rumiani, R. (2006). Prokrastinasi akademik ditinjau dari motivasi berprestasi dan stres mahasiswa. None, 3(2), 128210. Sirois, F. M. (2004). Procrastination and intentions to perform health behaviors: The role of self-efficacy and the consideration of future consequences. Personality and Individual differences, 37(1), 115128. Suharyanto, A. (2015). Pendidikan dan Proses Pembudayaan dalam Keluarga, JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 7 (2) (2015): 162-165. Suharyanto, A., Fernanda, F., Jamaludin, J., Hodriani, H., Wiflihani, W., Muhajir, A., & Lubis, Y.A., (2021), School Readiness in the New Normal Era of Online Teaching and Learning at Junior High School, Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management Sao Paulo, Brazil, April 5 - 8, 2021. Suharyanto, A., Nazarudin, Nguyen, P.T., Abrar, A.I.P., Rusli, R. (2019). Preparation the Road Student Future Learning Process Takes in Vocational Education. Opcion Tjundjing, S. (2006). Apakah Prokrastinasi Menurunkan Prestasi? Sebuah Meta-Analisis. Indonesian Psychological Journal, 22(1), 17-27. Wahyuningsih, A. S. (2004). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II smu lab school jakarta. Skripsi. Jakarta: Universitas Persada Indonesia. Yemima. (2008). Hubungan Asertivitas dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. http://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/jehss mahesainstitut@gmail.com This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 2014