Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
ii Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I, Dkk HADITS TARBAWI Sumatera Barat-Indonesia iii HADITS TARBAWI Penulis: Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I Dr. Sarwadi Sulisno, M.Pd.I Ahmad Farihin, S.Pd.I., M.Pd Dr. Asdiana, MA Dr. Andrianto, S.Pd.I., MA. Nurul Hakim, S.Th.I., M.Hum. Melda Delvia, S.Pd.I., M.Pd Dr. Hj. Yuliharti, M.Ag Tuty Alawiyah, MA Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag.,C.ITQ Editor: Aprianto, M.Pd Emilza Tri Murni, M.A. Setting Lay Out & Cover: Istajib Djazuli, M.A. Diterbitkan Oleh: CV. Afasa Pustaka Perumahan Pasaman Baru Garden Blok B Nomor 8 Katimaha, Lingkuang Aua, Kecamatan Pasaman Simpang Empat Pasaman Barat 26566 Sumatera Barat, Indonesia Mobile: 085376322130 Email: chadijahismail@gmail.com Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit Cetakan ke-1, Mei 2024 ISBN: 978-623-89150-1-9 iv KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabiil'alamin. Puji dan syukur kepada Allah SWT., atas terbitnya Hadits Tarbawi. Penerbitan buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyebaran dan pengembangan ilmiah intelektual pada perguruan tinggi. Buku ini ditulis oleh beberapa penulis dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tiga tulisan awal ditulis oleh Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I dengan judul Konsep Pendidikan Islam Perspektif Hadist dan tulisan Dr. Sarwadi Sulisno, M.Pd.I dengan judul Belajar Perspektif Hadis dan tulisan Ahmad Farihin, S.Pd.I., M.Pd dengan judul Materi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadis. Empat tulisan setelah itu ditulis oleh Dr. Asdiana, MA dengan judul Kurikulum Pendidikan Islam Perspektif Hadist, tulisan Dr. Andrianto, S.Pd.I., MA. dengan judul Metode Pendidikan Islam Perspektif Hadist, tulisan Nurul Hakim, S.Th.I., M.Hum. dengan judul Metode Pendidikan Perspektif Hadis dan tulisan Melda Delvia, S.Pd.I., M.Pd dengan judul Pendidik Dalam Perspektif Hadits. Buku ini diakhiri oleh tiga tulisan berikutnya diantaranya tulisan Dr. Hj. Yuliharti, M.Ag dengan judul Peserta Didik Dalam Perspektif Hadis, tulisan Tuty Alawiyah, MA. dengan judul Perencanaan Pendidikan Islam Perspektif Hadist, dan tulisan Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag.,C.ITQ dengan judul Lingkungan Pendidikan Perspektif Hadis. Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam buku ini. Masukan dan kritikan dari semua pihak sangat kami harapkan. Terimakasih. Penulis v DAFTAR ISI Kata Pengantar__ iv Daftar Isi__vi BAB 1 Konsep Pendidikan Islam Perspektif Hadist_1 Oleh: Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I BAB 2 Belajar Perspektif Hadis _24 Oleh: Dr. Sarwadi Sulisno, M.Pd.I. BAB 3 Materi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadis _48 Oleh: Ahmad Farihin, S.Pd.I., M.Pd BAB 4 Kurikulum Pendidikan Islam Perspektif Hadist _66 Oleh: Dr. Asdiana, MA BAB 5 Metode Pendidikan Islam Perspektif Hadist_80 Oleh: Dr. Andrianto, S.Pd.I., MA. BAB 6 Metode Pendidikan Perspektif Hadis_102 Oleh: Nurul Hakim, S.Th.I., M.Hum. BAB 7 Pendidik Dalam Perspektif Hadits _123 Oleh: Melda Delvia, S.Pd.I., M.Pd BAB 8 Peserta Didik Dalam Perspektif Hadis _139 Oleh: Dr. Hj. Yuliharti, M.Ag BAB 9 Perencanaan Pendidikan Islam Perspektif Hadist _160 Oleh: Tuty Alawiyah, M.A. BAB 10 Lingkungan Pendidikan Perspektif Hadis_173 Oleh: Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag.,C.ITQ BIOGRAFI PENULIS_193 1 BAB 1 KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HADIST Oleh: Andi Abd. Muis A. Pendahuluan Hadis pendidikan dapat dipahami sebagai hasil ijtihad ilmiah terhadap kebutuhan masyarakat yang dilahirkan di tataran akademisi. Tentu bukanlah sebuah formulasi yang baku datangnya dari nabi Muhammad, untuk mengatakan bahwa hadis tersebut adalah pendidikan. Perkembangan kajian tematik hadis seperti, juga didapati di bidang keilmuan lainnya. Fokus pada persoalan Hadis Tarbawi, yang diyakini bahwa dalam lingkup pendidikan Islam tidak pernah berhenti menggali makna dan menemukan inspirasi terhadap setiap perkataan, perbuatan, dan sikap yang disandarkan pada nabi Muhammad Saw. bahkan menjadi mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi Agama Islam. Juga, secara materi dengan paradigma terintegrasi, selalu diupayakan tataran normatif hadis terntang materi yang sedang dibahas. Hal Ini menunjukkan, bahwa generasi kekinian dalam formulasi kajian dapat diapresiasi dalam bentuk epistemologi ilmu pengetahuan. Terkhusus di ruang lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam. Hadis Nabi Saw. Adalah sumber ajaran Islam setelah alQur‘an. Dalam berbagai ayat al-Qur‘an disebutkan bahwa kedudukan Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul Allah mesti diikuti petunjuk-petunjuknya (Departeman Agama RI Al-Qur‘an dan Terjemahnya 2018). Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa Hadis-Hadis Nabi Saw., di samping 2 sumber ajaran Islam, juga merupakan bayan li al-Qur‘an atau penjelas mengenai isi al-Qur‘an. Hadis-Hadis Nabi, telah termaktub dalam berbagai kitab Hadis (Kutubuttis‘ah 2013) dan telah beredar di kalangan masyarakat luas. Dalam kitab-kitab Hadis tersebut ditemukan banyak tema yang membicarakan tentang pendidikan. Fakta ini, juga membuktikan bahwa Hadis-Hadis tentang pendidikan yang terdapat dalam kitab-kitab Hadis sangat banyak jumlahnya. Bahkan, Hadis-Hadis tentang pendidikan tersebut, sangat luas pembahasannya dalam kitabkitab syarah Hadis. Tema pendidikan dalam perspektif Hadis dapat ditelusuri dalam Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis alNabawiyah melalui lafal tar- biyah, ta‘lim, ta‘dib, dan lafal-lafal lain yang terkait dengannya, misalnya ‗ilmu, al-aql, al-fikr, dan alhikmah. Lafal ilmu telah ditemukan informasi dari Mu‘jam kurang-lebih 822 Hadis. (A. J. Wensinck 1936). Lebih dari itu, tema pendidikan dapat pula dianalisis dari lafal fitrah. Kesemua lafal ini, di samping terdapat dalam Mu‘jam, juga terdapat dalam Miftah Kunus al-Sunnah, dan di era sekarang dapat pula ditelusuri melalui sofware kutubuttisah atau buku sembilan Imam Hadis dalam program komputerisasi yang didalamnya ribuan hadis yang diriwayatkan oleh semibilan imam Hadis termasyhur. Hadis pendidikan yang menggunakan lafal tarbiyah, ta‘lim, ta‘dib, memiliki kaitan dengan urgensi pendidikan, dapat pula dikategorikan sebagai Hadis tentang pendidikan secara tematik. Misalnya saja, Hadis tentang perintah untuk mendidik anak menjalankan shalat sejak umur tujuh tahun. Banyaknya Hadis- Hadis Nabi Saw. yang terkait dengan pendidikan, adalah sesuatu yang wajar karena harus diakui bahwa dalam 3 sejarah Nabi Saw. diketahui beliau dalam setiap harinya senantiasa mendidik dan mengajar sahabat sahabatnya. Sistem pendidikan dan pengajaran tersebut disampaikannya secara formal melalui forum majelis ilmu. Di samping itu, beliau juga menyampaikan pengajaran secara non formal melalui pertemuan pertemuan yang tidak resmi. Dapatlah dipahami bahwa selama hidupnya, Nabi Saw. telah memberi perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Perhatian Nabi Saw terhadap masalah pendidikan ini dapat dilihat dari Hadis-Hadisnya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa ajaran Islam amat peduli terhadap masalah pendidikan. Kenyataan tersebut berimplikasi pada pentingnya penelitian terhadap Hadis-Hadis (M. Syuhudi Ismail, 1988). B. Makna Pendidikan dalam Perspektif Hadis Kata pendidikan pada awalnya berasal dari bahasa Yunani, paeda- gogie yang terdiri atas dua kata, paes dan ago. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002) Kata paes berarti anak, dan kata ago berarti aku membimbing. (Abu Ahmadi 1991) Dengan demikian, pendidikan secara etimologis selalu dihubungkan dengan kegiatan bimbingan teru- tama kepada anak, karena anak yang menjadi objek didikan. Selanjutnya, kata pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan education (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1981) dan dalam bahasa Arab ditemukan penyebutannya dalam tiga kata, yakni al-tarbiyah, al-ta‘līm, dan al-ta‘dīb yang secara etimologis kesemuanya bisa berarti bimbingan dan pengarahan. Namun demikian, para pakar pendidikan mempunyai kecenderungan yang berbeda dalam hal penggu- naan ketiga kata 4 tersebut. Kata al-tarbiyah dalam Lisān al-Arab, berakar dari tiga kata, yakni raba-yarbu (bertambah, bertumbuh); rabiya-yarba (menjadi besar), dan rabba-yarubbu (memperbaiki). (Jamāl alDīn Ibn Manzūr, t.t dan Luwis Ma‘lūf, 1997). Pertama, menun- jukkan bahwa hakikat pendidikan adalah proses pertumbuhan peserta didik; kedua, pendidikan mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan memperluas wawasan seseorang; ketiga, pendidikan adalah memeli- hara, dan atau menjaga peserta didik. Mengenai kata al-ta‘līm menurut Abd. al-Fattah, adalah lebih universal dibandingkan dengan al-tarbiyah dengan alasan bahwa al-ta‘līm berhubungan dengan pemberian bekal pengetahuan. Pengetahuan ini dalam Islam dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi. (Abd. al-Fattāh Jalāl, 1988). Selain itu, al-Attās justru menyatakan bahwa altarbiyah terlalu luas pengertiannya, tidak hanya tertuju pada pendidikan manusia, tetapi juga mencakup pendidikan untuk hewan sehingga dia lebih memilih penggunaan kata al-ta‘dīb karena kata ini menurutnya, terbatas pada manusia. (Muhammad Naquib al-Attās, 1999). Berkaitan dengan uraian-uraian yang telah dikemukakan, dan dengan merujuk pada makna dasar term-term pendidikan tersebut, penulis merumuskan bahwa kata al-ta‘dīb lebih mengacu pada aspek pendidikan moralitas (adab); sementara kata al-ta‘līm lebih mengacu pada aspek intelektual (pengetahuan); sedangkan kata tarbiyah, lebih mengacu pada pengertian bimbingan, pemeliharaan, arahan, penjagaan, dan pembentukan kepribadian. Karena itu, term yang terakhir ini, kelihatannya menunjuk pada arti yang lebih luas, karena di samping mencakup ilmu pengetahuan dan adab, juga mencakup aspek- 5 aspek lain, yakni pewarisan peradaban, sebagaimana yang dikatakan Ahmad Fu‘ad al-Ahwaniy. (Ahmad Fu‘ad alAhwāniy, t.t). Pada dasarnya, istilah al-tarbiyah mengandung makna pewarisan peradaban dari generasi ke generasi. Lebih lanjut, Muhammad al-Abrāsy menyatakan bahwa al-tarbiyah mengandung makna kemajuan yang terus menerus menjadikan seseorang dapat hidup dengan berilmu pengeta- huan berakhlak mulia, mempunyai jasmani yang sehat, dan akal cerdas. (Ahmad Fu‘ad al-Ahwāniy, t.t). Dengan demikian, kata tarbiyah lebih cocok digunakan dalam meng- konotasikan pendidikan menurut ajaran Islam. Masih mengenai pengertian pendidikan, dalam hal ini batasan istilah tarbiyah, al-Nahlawi merumuskan bahwa istilah tersebut sekurang- kurangnya mengandung empat konsep dasar, yakni: 1. Pendidikan merupakan kegiatan yang betul-betul memiliki target, tujuan, dan sasaran. 2. Pendidik yang sejati dan mutlak adalah Allah Swt. Dialah Pencipta fitrah, Pemberi bakat, Pembuat berbagai Sunnah perkembangan, peningkatan dan interaksi fitrah, sebagaimana Dia pun mensyariatkan aturan guna mewujudkan kesempurnaan, kemaslahatan dan kebahagiaan manusia. 3. Pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang, pen- ingkatan kegiatan, dan pengajaran selaras dengan urutan juga sistematika menanjak yang membawa anak didik dari suatu perkembangan ke perkembangan lainnya. Peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Allah Swt menciptakannya. Artinya, pendidik harus 6 mampu mengikuti syariat agama Allah. (Abdurrahman alNahlawy, 1992) Berkenaan dengan itulah, maka pendidikan (tarbiyah) yang dimak- sud dalam tulisan ini, adalah proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Melalui proses pendidikan itu, individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi dan sempurnah (insan kamil), agar mampu melaksanakan fungsinya sebagai ‗abdullāh dan tugasnya sebagai khalīfatullāh dengan sebaik mungkin. Dari batasan pengertian tentang pendidikan itu, melahirkan berbagai interpretasi yang termuat di dalamnya. Yakni, adanya unsur-unsur edukatif yang sekaligus sebagai konsep bahwa pendidikan itu merupakan suatu usaha, usaha itu dilakukan secara sadar, usaha itu dilakukan oleh orang-orang yang mem- punyai tanggung jawab kepada masa depan anak, usaha itu mempunyai dasar dan tujuan tertentu, usaha itu perlu dilaksanakan secara teratur dan sistimatis, usaha itu memerlukan alat-alat yang digunakan. C. Hadis Tentang Pendidikan Islam 1. Hadis tentang keutamaan mendidik anak, susunan sanad dan matan-nya: 7 Telah menceritakan kepada kami Ali bin tsabit Al Jazari dari Nasih Abu Abdullah dari Simak bin Harb dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Seorang lelaki yang mendidik anaknya -atau mengatakan; salah seorang dari kalian (mendidik) anaknya-, adalah lebih baik daripada bersedekah setengah Sha' setiap hari." Abdullah berkata; "Hadits ini tidak dikeluarkan oleh ayahku dalam kitab musnadnya, sebab ada seorang bernama Nashih, dia lemah dalam masalah hadits, sementara ayahku jarang mendiktekannya kepadaku." (AHMAD - 19995) 2. Hadis tentang urgensi mengajarkan ilmu melalui pendidikan,susunan sanad dan matan-nya sebagai berikut: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Isma'il berkata, telah menceritakan kepada saya Qais dari Ibnu Mas'ud radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh iri (dengki) kecuali kepada dua hal. (Yaitu kepada) seorang yang Allah berikan kepadanya harta lalu dia menguasainya dan membelanjakannya di jalan yang haq (benar) dan seorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) lalu dia 8 melaksanakannya dan mengajarkannya (kepada orang lain) ". (BUKHARI - 1320) 3. Hadis tentang balasan yang diperoleh bagi penuntut ilmu dalam pendidikan, susunan I dan matan-nya sebagai berikut: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Zaidah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang laki-laki yang meniti jalan untuk mencari ilmu melainkan Allah akan mempermudah baginya jalan menuju Surga. Dan barangsiapa yang lambat amalannya maka nasabnya tidak akan memberinya manfaat." (ABUDAUD - 3158). 4. Hadis tentang konsep fitrah dalam dunia pendidikan, susunan sanad dan matan-nya adalah sebagai berikut : 9 Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi dari Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuannya-lah yang menjadikan ia yahudi atau nashrani. Sebagaimana unta melahirkan anaknya yang sehat, apakah kamu melihatnya memiliki aib?" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang meninggal saat masih kecil?" Beliau menjawab: "Allah lebih tahu dengan yang mereka lakukan." (ABUDAUD - 4091) 5. Hadis tentang pendidikan shalat bagi anak sejak umur tujuh tahun, susunan sanad dan matan-nya adalah sebagai berikut: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata; telah mengabarkan kepada kami Harmalah bin Abdul Aziz bin Ar Rabi' bin Syabrah Al Juhani dari Abdul Malik bin Ar Rabi' bin Sabrah dari Ayahnya dari Kakeknya ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ajarkanlah shalat kepada anak-anak diumur tujuh tahun, 10 dan pukullah mereka ketika meninggalkan shalat di umur sepuluh tahun." Ia berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin 'Amru." Abu Isa berkata; "Hadits Sabrah bin Ma'bad Al Juhani derajatnya hasan shahih." Sebagian ahli ilmu mengamalkan hadits ini. Dan pendapat inilah yang diambil oleh Ahmad dan Ishaq. Keduanya berkata; "Shalat yang ditinggalkan oleh anak yang telah berumur sepuluh tahun, maka ia harus mengulanginya." Abu Isa berkata; "Sabrah adalah Ibnu Ma'bad Al Juhani, ia disebut juga dengan nama Ibnu Ausajah." (TIRMIDZI - 372) Hadis-Hadis yang telah dikutip sebelumnya menurut catatan dalam kitab-kitab Hadis, dan kitab syarah-nya, serta sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan bahwa semuanya berkualitas shahih. Bagi orang tua yang mendidik anaknya dengan baik, sungguh lebih utama dibandingkan bila ia bersedekah se-sha‘ Istilah pendidikan dalam Hadis di atas, terdapat pada kata yuaddib Jika kata ini disinonimkan dengan makna altarbiyah, maka yang digunakan istilah al-ta‘dīb yang akar katanya adalah addaba-yu‘addibuta‘dīban yang berarti memberi adab, atau perilaku. (Luwis Ma‘lūf, 1973) Kata ini memang tidak ditemukan dalam al-Qur‘an yang mengacu pada makna pendidikan, tetapi dalam Hadis kata ini banyak disebutkan di samping dalam matan Hadis tersebut. Antara lain Nabi Saw. menyatakan Addabaniallah 32 (Allah Swt. telah menanamkan adab/pendidikan pada diriku). Lebih lanjut, Naquib al-Attās menyatakan bahwa, istilah pendidikan dengan kata al-ta‘dīb 11 sudah mencakup unsur-unsur ilmu (‗ilm), instruksi (ta‘līm), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). (Hamid Fahmi, et.al. 2023). Kemudian dalam konseptualnya, kata ta‘dīb sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik.34 Dalam perspektif ini, Nurcholish Madjid menyatakan bahwa perkataan al-ta‘dīb dalam arti adab juga digunakan dalam konteks yang merujuk pada kajian kesusastraaan dan etika profesional dan kemasyarakatan. (Nurcholish Madjid, 1994) Al-Qur‘an menegaskan bahwa contoh ideal bagi orang yang beradab adalah Nabi Saw.36 Karena itu, ta‘dīb dalam arti pendidikan adalah mengacu pada dimensi akhlak. Dalam Hadis itu, juga disinggung bahwa salah satu dimensi akhlak yang mulia adalah bersedekah, dan merupakan salah satu amal yang terpuji dalam Islam. Bersedekah dapat meringankan beban sesama muslim, sehingga hal tersebut dapat memberikan kegembiraan kepadanya. Dengan bersedekah, maka sangat banyak hal-hal positif yang dapat dilaksanakan. Namun demikian, menanamkan pendidikan ternyata lebih jauh penting dibanding dengan bersedekah. Anak yang terdidik dengan baik akan menjadi anak yang beriman, berakhlak, dan berbudaya. Kapasitas anak yang dilahirkan oleh buah pendidikan ini, terbukti dapat melahirkan anak yang dapat memberikan sedekah yang lebih banyak dibanding sedekah yang diberikan orang tuanya sebanyak satu sha' saja. Sebaliknya, anak yang tidak terdidik dengan baik dapat saja menghilangkan sedekah yang pernah diberikan kepada seseorang dengan menyakiti hatinya atau bahkan dapat saja merobohkan bangunan yang dibangun dengan sumbangan yang diberikan oleh ayahnya. Yang menjadi persoalan berikutnya adalah pendidikan yang 12 bagaimana yang diinginkan oleh hadis tadi? Diyakini bahwa pendidikan yang diinginkan oleh Hadis tersebut adalah adalah pendidikan Islam. Orang Islam menyakini bahwa kehidupan tidak dapat diserahkan seluruhnya kepada kemampuan akal manusia secara pribadi atau manusia dalam arti keseluruhan manusia. Pandangan orang Islam bertolah belakang dari humanisme yang mengajarkan bahwa akal manusia telah mencukupi untuk mengatur dunia dan kehidupan manusia, dan karena itu agama tidak diperlukan. (Ahmad Tafsir, 1994). Dengan demikian, pendidikan yang diiginkan Nabi Saw. sebagaimana dalam Hadis tersebut, bukanlah pendidikan yang menanamkan faham humanisme dan pendapat lain yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. D. Mengajarkan Ilmu dengan Pendidikan Tidak boleh mengingkan kepunyaan lain orang melainkan dua macam. Orang yang diberi oleh Allah kekayaan, maka dipergunakan untuk membela haq (kebenaran) dan orang yang diberi oleh Allah hikmah (ilmu pengetahuan) maka diajarkannya kepada orang lain. Hadis di atas mengemukakan bahwa al-hikmah bermakna ilmu pengetahuan dalam yang diperoleh dalam proses pendidikan. Istilah alhikmah yang bentuk pluralnya adalah al-hikam secara leksikal berarti alfalsafah (kebijaksanaan); al-adl (keadilan); al-hilm (penyantun); dan al-ilm (pengetahuan). (Luwis Ma‘lūf, Al-Munjid fiy alLugah (Beirut: Dar al-Masyriq, 1973) Karena itu, batasan 13 istilah al-hikmah dengan al-ilmu secara harfiyah adalah sama (mutaradifani). Lebih lanjut, Ibn Hajar al-Asqalani dalam mensyarah Hadis tersebut, beliau menyatakan bahwa (Ahmad bin ‗Ali bin Hajar al-Asqlani, Fath al-Bary Sayrh Shahih al-Bukhari, Jilid I (Beirut: Dar al-Manar, 1990). (yang dimaksud al-hikmah adalah segala yang terhindar dari kebod ohan dan segala yang terhalang dari keburukan). Dari sini, dapatlah dipahami bahwa al-hikmah adalah lawan dari al-jahl (kebodohan) dan orang yang berilmu (al-‗alim) juga diterminologikan sebagai lawan dari al-jahil (orang yang bodoh). Istilah al-hikmah dalam al-Qur‘an (Abu al-Fida Mujhammad bin Isma‘il Ibn Katsir, t.t.) juga diartikan sebagai al-fahmu wa al-‗ilmu (pemahaman dan pengetahuan) yang berasal dari Allah dan diperoleh setelah berusaha dalam kegiatan dan proses pendidikan.41 Dengan demikian, istilah alhikmah pada Hadis di atas diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia dan ilmu tersebut bersumber dari Allah. Secara global, Hadis yang dikaji ini menjelaskan bahwa sikap iri hati (hasad) dibolehkan dalam agama, tetapi hanya dalam dua hal. Pertama, iri hati kepada seseorang yang menggunakan hartanya di jalan kebenaran; dan kedua, iri hati kepada seseorang yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi, istilah hasada pada awal matan Hadis tersebut mengandung arti al-gibah (iri yang positif). Kaitannya dengan itu, Mushtafa Muhammad ‗Imarah menyatakan bahwa la hasada dalam Hadis tersebut bermakna: 14 Mushtafa Muhammad ‗Imarah, Syarh Riyad al-Shalihin (Beirut: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, t.t.). artinya, tidak dilarang untuk iri hati pada cita-cita yang positif dan tidak dilarang pula iri hati untuk berlomba-lomba melakukan amal kebajikan. Lebih lanjut, al-Asqalani juga menyatakan bahwa la hasada dalam Hadis tersebut adalah: yakni, al-hasad merupakan keinginan seseorang untuk mendapatkan nikmat seperti yang dimiliki oleh orang lain, tanpa diiringi dengan keinginan agar kenikmatan itu lenyap dari orang lain dan dari dirinya sendiri. Itu berarti bahwa upaya untuk memperoleh ilmu dengan cara mengaktifkan diri dalam dunia pendidikan adalah sesuatu yang sangat urgen dan signifikan. Adapun potongan matan Hadis di atas yang menyatakan: yang mengindikasikan bahwa seseorang yang telah diberi hikmah (dari Allah) hendaklah orang tersebut mengajarkannya kepada orang lain. Tentu saja, al-hikmah yang dimaksud dalam hadis ini adalah adalah ilmu-ilmu al-din (ilmu agama). Jadi, ilmu agama merupakan karunia Allah yang amat urgen bagi manusia, maka ilmu tersebut urgen pula untuk disampaikan (diajarkan) kepada orang lain. Dengan demikian, makna ilmu pengetahuan yang terinterpretasi dalam Hadis yang dikaji ini mencakup kriteria mahmudah (terpuji) dan harus ditransfer kepada orang lain. 15 E. Imbalan Bagi Penuntut Ilmu dalam perspektip Pendidikan Islam Siapa yang berjalan di suatu jalan menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Hadis di atas mengisyaratkan bahwa balasan pahala bagi mereka yang menuntut ilmu dalam proses pendidikan adalah surga. Menurut al-‗Abadi, surga yang dimaksud di sini adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurutnya, di dunia mereka akan diangkat derajatnya. Dalam QS. al-Mujadalah ([58]: 11), Allah berfirman Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan Di samping orang yang menuntut ilmu diangkat derajatnya oleh Allah, maka di akhirat kelak mereka juga akan merasakan kenikmatan yang hakiki dengan menetapnya di surga. Kebahagiaan surga tersebut ditujukan bagi mereka yang menuntut ilmu (thalib al-‗ilm) dan yang mengamalkan ilmunya (‗amil al-‗ilm) atau yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain. (Abu al-Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-‗Azim, 1979). Karena kedudukan mulia yang diraih oleh Nabi Saw., terwariskan kepada ahli ilmu (penuntut ilmu), maka sangat wajar bilamana mereka memperoleh pahala berupa surga, 16 yakni kemuliaan pada sisi Allah di dunia ini dan di akhirat kelak. Pada sisi lain, kemuliaan berupa derajat yang tinggi di sisi Allah yang diperoleh para penuntut ilmu tersebut melalui kegiatan pendidikan (menurut Hadis), mereka juga senantiasa dilindungi oleh malaikat, termasuk semua penghuni alam ini mendoakannya, karena mereka yang menuntut ilmu tersebut lebih mulia dan lebih baik posisinya bila dibandingkan dengan orang yang beribadah, sebagaimana indahnya bulan di atas bintang-bintang gemerlap. Hadis di atas juga mengisyaratkan bahwa sebelum bertingkah laku dan beribadah hendaknya yang diperdalam dalam proses pendidikan adalah ilmu pengetahuan tentang agama terlebih dahulu. Tanpa dasar ilmu agama, maka ibadah yang dijalankan mungkin saja salah atau tidak sesuai dengan amalan Nabi Saw. Pada sisi lain, Hadis tersebut, juga menegaskan bahwa para ahli ilmu itu adalah pewaris nabi dan diketahui bahwa Nabi Saw. adalah hamba Allah yang paling mulia kedudukannya. Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang akan (mendidiknya) menjadi Yahudi dan atau Nasrani. Walaupun Hadis di atas, tidak menggunakan kata tarbiyah, ta‘lim, ta‘dib, ilmu, hikmah, dan yang semakna dengannya, namun Hadis tersebut sering kali ditemukan dalam buku-buku pendidikan Islam. Konteks Hadis tersebut relevan dengan Q.S. al-Rum [30]: 30 yang menggunakan kata fitratallahi, yang mengandung interpretasi bahwa manusia 17 diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid (al-Raghib al-Ashfahani, 1992). Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari yang dipandang sebagai realitas mutlak (ultimate reality), dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Dengan sikap inilah sehingga manusia juga disebut sebagai homo educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian yang utuh. Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo education sebagaimana disebutkan di atas, mengindikasikan bahwa sikap keberagamaan manusia dapat diarahkan melalui proses pendidikan dengan memandang fitrah sebagai objek yang harus dikembangkan dan disempurnakan, dengan cara membimbing dan mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran keagamaan (Islam) secara universal. Dalam hal ini, al-Qur‘an maupun Hadis meskipun tidak secara eksplisit membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan, tetapi secara implisit dari konteks ayat maupun Hadis terdapat petunjuk yang mengarah tentang pendidikan keberagamaan. Hakikat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih eksis mengarahkan pendidikan anak menuju pada fitrah yang dimiliki oleh anak tersebut secara bijaksana di bawah sejak lahir. Di samping itu, Hadis Nabi Saw. tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah merupakan suatu pembawaan setiap manusia sejak lahir, dan mengandung 18 nilai-nilai pendidikan religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung pengertian baik-buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya. Pelestarian fitrah ini ditempuh lewat pemeliharaan sejak awal (preventif) atau mengembangkan kebaikan setelah ia mengalami penyimpangan (kuratif). (Mudhor Ahmad, 1989) Fitrah yang dimiliki itu sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan, dalam arti bahwa fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik. Faktor-faktor yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya bergantung pada sejauhmana interaksi dengan fitrah itu berperan. Pada sisi lain, tentu saja fitrah atau dalam hal ini sikap keberagamaan yang dibawa oleh setiap manusia sejak kecil, pada perkembangannya akan mengalami tingkatantingkatan yang bervariasi sesuai dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor pertama yang mempengaruhi tingkat keberagamaan adalah pengaruh pendidikan dalam lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan, dan dididik. Lingkungan keluarga di sini (orang tua) memberikan peranan yang sangat berarti dalam proses pendidikan keberagamaan anak, sebab di lingkungan ini anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak awal kepadanya. Kaitannya dengan itu, Mappanganro menyatakan bahwa pada masa-masa tersebut keimanan anak belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang objektif, tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan 19 jiwanya akan kasih sayang, rasa aman, dan kenikmatan jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati. (Mappanganro, 1993). Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk mengikutinya. Ajarkanlah anak (mu) untuk shalat sejak umur tujuh tahun dan pukullah mereka (ketika meninggalkan shalat) dalam umur 10 tahun. Shalat adalah tiang agama, dan karena itulah maka perintah untuk mendidik anak dilakukan sejak dini, yakni sejak anak berusia tujuh tahun. Pendidikan shalat dalam usia dini, lebih awal dimulai oleh usaha orang mendidik anaknya dalam bentuk hadhana. Hal ini seiring dengan fase perkembangan anak, dan ketika ia mulai memiliki potensi-potensi biologis, pedagogis, mulailah diperlukan adanya pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran, dan pendidikan yang disebut alhadhānah. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksana urusannya dan orang yang mendidiknya. Pendidikan yang yang paling penting ialah pendidikan anak kecil dalam pangkuan ibu bapaknya. Karena dengan pengawasan dan perlakuan mereka kepadanya secara baik akan dapat menumbuhkan jasmani dan akalnya, membersihkan jiwanya serta mempersiapkan diri anak menghadapi kehidupannya di masa datang. (Sayyid Sabiq, 1990) 20 Proses pembinaan spiritual anak lebih efektif lagi bila dilakukan sejak dalam usia dini sudah dilatih untuk melaksanakan ibadah. Kemudian pada umur tujuh tahun sebagaimana dalam Hadis di atas, hendaknya mereka diperintahkan untuk mendirikan shalat secara kontinyu. Ketika mereka mencapai umur sepuluh tahun dan ketika itu pula mereka meninggalkan shalat, maka hendaklah diberi sanksi fisik berupa pukulan. Dari Hadis tersebut dapat dipahami bahwa di samping adanya perintah mendidik dan membiasakan anak-anak untuk mengerjakan shalat, juga ada perintah untuk memisahkan anak-anak dari tempat tidurnya. Maksudnya, sejak usia dini anak-anak tersebut harus berpisah tempat tidur dengan orang tuanya dan berpisah tempat tidur dengan saudarasaudaranya yang berlainan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan pada fase ini, sang anak mulai aktif dan mampu memfungsikan potensi-potensi indranya, ia sudah mulai mengenal mana yang wajar dan yang tidak wajar, mana yang negatif dan yang positif. Pendidikan yang startegis bagi anak sejak dini di lingkungan rumah tangga, merupakan sesuatu yang esensial dalam menjaga fitrahnya, dan dalam lingkungan itu pula anak telah memperoleh percikan sifat-sifat kesempurnaan Ilahi. (Achmadi, 2005) Lebih lanjut, tentang pentingnya pendidikan anak sejak kecil sebab mengacu pada pernyataan: Karena pengajaran di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. (Ahmad Fu‘ad al-Ahwāniy, t.t). Ini berarti bahwa jika seseorang yang sejak kecilnya diajarkan dan ditanamkan sifat-sifat ketuhanan, maka sifat-sifat itu berbekas sampai masa 21 dewasa dan sulit terhapus sebagaimana susahnya terhapus tulisan di batu. Referensi Ahmad Fu‘ad al-Ahwāniy, al-Tarbiyah fīl Islam. Mesir: Dār alMa‘arif, t.t. Al-Abadi, Abu al-Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-‗Azim. ‗Aun al-Ma‘b b Syarh Sunan Abu Dawud, Juz VII. t.tt.: al-Maktabah al- Salafiyah, 1979. Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam. Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Abu, Ahmadi. Ilmu Pendidikan, Cet.I Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Ahmad, Mudhor. Manusia dan Kebenaran. Surabaya: Usaha Nasional, 1989. Al-Ashfahani, al-Raghib. Mufradat Alfadz al-Qur‘an. Cet. I. Beirut: Dar al-Syamiyah, 1992. Al-Attās, Muhammad Naquib. Aims and Objective of Islamic Education. Jeddah: King Abd. al-Azīz, 1999. Al-Azdiy, Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy‘as. Sunan Abu Dawud. Juz III. Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t. Al-Nahlawy, Abdurrahman. Usul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha (Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam) terj. Herry Noor Ali. Cet. II. Bandung: IKAPI, 1992. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. II Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Departemen Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya Cet:1 2018. Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris–Indonesia Jakarta: Gramedia, 1981. 22 Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1988. Ibn Manzūr, Jamāl al-Dīn. Lisān al-‗Arab, jilid I Mesir: Dār al-Mishriyyah, t.t. Jalāl, Abd. al-Fattāh Min U¡ūl al-Tarbawiy fī al-Islām Kairo: Markas al-Duwali li al-Ta‘līm, 1988. Lidwa Pusaka i-software-Kitab 9 Imam Haids 2013. Madjid, Nurcholish. Khazanah Intelektual Islam. Cet. III. Jakarta: Bulan Bintang, 1994. Muhammad Fu‘ad ‗Abd. al-Baqy (al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al- Nabawiyah), jilid IV Leiden: E.J.Brill, 1936. Ma‘lūf, Luwis. al-Munjid fī al-Lugah wa A‘lām, Cet. XXVII Beirūt: Dār al-Masyriq, 1997. Ma‘lūf, Luwis. Al-Munjid fiy al-Lugah. Beirut: Dar al-Masyriq, 1973. Mappanganro. ―Masa Kanak-Kanak dan Perkembangan Rasa Keagamaan.‖ Warta Alauddin. IAIN Alauddin. No. 66, Tahun XII, 1993. Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah (Fikih Sunnah) terj. Moh. Thalib. Jilid VIII. Cet. VII. Bandung: PT. Al-Ma‘arif, 1990. Sumber: Abu Daud Kitab: Ilmu Bab: Anjuran untuk menuntut ilmu. No. Hadist : 3158. Lidwa Pusaka i-software-Kitab 9 Imam Haids Sumber: Abu Daud Kitab: Sunnah Bab: Penjelasan tentang keturunan orang-orang Musyrik. No. Hadist: 4091. Lidwa Pusaka i-software-Kitab 9 Imam Haids Sumber: Bukhari Kitab: Zakat Bab: Membelanjakan Harta Sesuai Haknya. 23 No. Hadist: 1320. Lidwa Pusaka i-software-Kitab 9 Imam Haids Sumber: Ahmad Kitab: Musnad penduduk Bashrah Bab: Hadits Jabir bin Samurah adliyallahu 'anhu No. Hadist : 19995 Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994. Wan Daud, Wan Mohd. Nor. The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas (Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas) terj. Hamid Fahmi, et.al. Cet. I. Bandung: Mizan, 2003. Wensinck, A. J. Concordance et Indices De Ela Tradition Musulmanne (al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al-Nabawiyah), terj. 24 BAB 2 BELAJAR PERSPEKTIF HADIS Oleh: Dr. Sarwadi Sulisno, M.Pd.I A. Pendahuluan Belajar merupakan fondasi kehidupan manusia. Sejak lahir, manusia belajar untuk tumbuh dan berkembang. Proses belajar ini tidak hanya terbatas pada pendidikan formal, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan. Dalam Islam, belajar memiliki peran penting dan digemakan dalam berbagai hadits Nabi Muhammad SAW. Hadits-hadits ini menekankan keutamaan belajar dan menuntut ilmu, menjadikannya sebagai kewajiban bagi setiap Muslim. Mencari ilmu tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan duniawi, tetapi juga menjadi kunci kebahagiaan di akhirat. Belajar merupakan sebuah proses penting dalam hidup manusia guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat(Kamal et al., 2023). Dengan ilmu, manusia dapat melakukan berbagai hal dalam hidupnya seperti mencari nafkah dan beribadah. Belajar pada dasarnya menjadi kewajiban yang melekat pada manusia sebagai hamba Allah SWT karena dengan belajar manusia dapat memperoleh keselamatan didunia dan akhirat. Amal tanpa adanya ilmu bagai orang yang dapat berlari namun dia tersesat karena tidak mengetahui arah(Khasanah, 2021). Lebih dari itu, hadits juga menjadi sumber motivasi bagi umat Islam untuk terus belajar dan meningkatkan diri. Hadits-hadits ini menggambarkan bagaimana para sahabat Nabi yang bersemangat menuntut ilmu dan menjadi teladan bagi generasi selanjutnya. Dengan mempelajari hadits-hadits tentang belajar, kita dapat memahami pentingnya pendidikan 25 dalam Islam dan menemukan motivasi untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Hal ini sejalan dengan tujuan Islam untuk menciptakan manusia yang berilmu dan berakhlak mulia. Belajar merupakan proses dari berbagai kegiatan untuk menghasilkan sesuatu dan bukan merupakan hasil atau tujuan dari sesuatu(Suardi, 2022). Belajar tidaklah sekedar giat dari berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman. Hasil belajar bukan sekedar penguasaan tentang sesuatu hal tetapi juga perubahan atas tingkah laku. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya. Kata belajar juga senantiasa dilekatkan dengan kata ―mengajar‖ pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan seseorang agar lebih baik(Faizah, 2020). Islam mengajarkan bahwa setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain atau konsekuensi dari pada pengetahuan yang didapat. Ilmu merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan manusia karena dengan tiadanya ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran dan kebaikan bahkan tanpa adanya ilmu manusia tidak akan memiliki kemampuan untuk membentuk suatu peradaban. Dari uraian tadi sudah menjadi keseharusan dalam menuntut ilmu, wahyu pertama turun mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu). Yakni Surat Al-Alaq ayat 1 (terjemahan): ―Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan‖. Kata Iqra‘ berasal dari kata kerja qara‘a yang dimaknai menghimpun atau merangkai huruf kemudian mengucapkan rangkaian tersebut maka kita sudah menghimpunnya yakni membacanya(Fitrah Sugiarto, 2021). 26 Dengan demikinan, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan anekaragam arti dari kata tersebut adalah bisa menyampaikan, menela‘ah, membaca, meneliti, mendalami. Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu : Jalur Ibnu Majjah : Hisyam bin ‗Ammar menceritakan kepada kami, Hafs bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Katsir bin Syindzir menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Syirin, dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW. bersabda: ―Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan‖. (HR. Ibnu Majjah). Jalur Al-Thabrani: Muhammad bin Yahya bin Mundzir Al-Qazzazdan Husain bin Ishaq berkata, Hudail bin Ibrahim AlHimmany menceritakan kepada kami, Utsman bin Abdurrahman Al-Qurasyi menceritakan kepada kami, dari Hammad bin Abi Sulaiman, dari Abi Wail, Dari Abdillah bin Mas‘ud berkata, Rasulullah SAW. bersabda: ―Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim‖. (HR. Thabrani). Kebahagian di dunia dan akhirat akan dapat diraih dengan syarat memiliki ilmu yang dimanfaatkan. Manfaat ilmu pengetahun bagi kehidupan manusia(Djamaluddin & Wardana, 2019), antara lain: 1. Ilmu merupakan cahaya kehidupan dalam kegelapan, yang akan membimbimg manusia kepada jalan yang benar. 2. Orang yang berilmu dijanjikan Allah akan ditinggikan derajatnya menjadi orang yang mulia beserta orang-orang yang beriman. 27 3. Ilmu dapat membantu manusia untuk meningkatkan taraf hidup menuju kesejahteraan, baik rohani maupun jasmani. 4. Ilmu merupakan alat untuk membuka rahasia alam, rahasia kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akhirat. B. PEMBAHASAN 1. Keutamaan Belajar dalam Perspektif Hadis Ilmu dalam pandangan Islam ialah suatu proses representasi yang dapat memaparkan objek dengan jelas yang di dalamnya tidak mengandung keraguan dan kemungkinan yang keliru, tetapi berisi kebenaran yang kuat. Djamaluddin Darwis dalam bukunya yang berjudul, ‖Dinamika Pendidikan Islam‖ menyebutkan bahwa mencari ilmu itu adalah sebuah kewajiban dan sekaligus kebutuhan umat manusia. Manusia akan lebih mudah menjalani dan memenuhi kebutuhan hidup jika terdidik. Belajar dimaknai sebagai proses pendewasaan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih maju dan sejahtera lahir dan batin. slam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, karena ilmu menjadi sarana terbaik untuk mencerdaskan umat dan membangun peradaban dunia, khususnya bila ilmu ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Wahyu yang pertama kali diturunkan sangat berkaitan dengan perintah menuntut ilmu. ―Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan(Dr. Lalu Muhammad Nurul Wathoni, 2020). Dan sumber dari segala ilmu pengetahuan bisa didapatkan dari Al-Quran, baik yang menyangkut dunia maupun akhirat. Perintah membaca dimaksudkan agar manusia lebih banyak membaca, menelaah, memperhatikan alam semesta untuk kemudian menjadi bekal ketika turun ke masyarakat. 28 a. Menuntut Ilmu adalah Kewajiban Menuntut ilmu dalam pandangan Islam bukan hanya ajakan saja, akan tetapi telah menjadi suatu kewajiban bagi setiap umat Islam. Di dalam Alquran dan hadis telah banyak membahas mengenai menuntut ilmu, yakni tentang pentingnya dalam menguasai ilmu dan segala hal yang mengarah pada kewajiban menuntut ilmu. Salah satu ciri yang dapat menbedakan agama Islam dengan agama lain ialah penekanan terhadap ilmu. Alquran dan Hadis menghibau umat Islam untuk mencari ilmu. Dalam pandangan Islam, ilmu merupakan keistimewaan yang dapat menjadikan manusia lebih unggul dari pada makhluk yang lainnya untuk menjalankan kekhalifahan. Dalam Alquran dan Hadis disebutkan secara berulang-ulang bahwasannya kedudukan umat Islam yang berilmu memiliki kedudukan yang tinggi(Kamal et al., 2023). Pada pembahasan kali ini, kegiatan takhrij menggunakan program Mausu‘ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub alTis‘ah yang di dalamnya mencakup Kutub al-Tis‘ah (Shahih alBukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasa‘i, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad Ibn Hambal. Muwatta‘ dan sunan al darimi. Hadis yang menjelaskan tentang kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis riwayat Ibnu Majah No. 224, dari Anas bin Malik ra, yang dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jaami ash-Shaghir No. 3913 sebagai berikut: ُ‫للن ٌلوم نُ سِأ ن‬: ‫لوعىً بىط موىً نىلس للىه ىىص للىه لوسن للن‬ ‫ٌلىً له نىص ةضيرف‬ Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda ―menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim‖ (al-Qazwani, 2000). Atau dalam riwayat lengkapnya adalah: 29 Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinzhir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi‖ (HR. Ibnu Majah). Dari hasil pencarian ditemukan bahwa hadis di atas tidak hanya ditemukan dalam Sunan Ibnu Majah saja, melainkan terdapat juga dalam beberapa kitab hadis lainnya di antaranya: Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim juga merupakan ibadah yang paling afdhol. Menuntut ilmu merupakan aktifitas yang 30 tidak berujung. Islam memandang pendidikan adalah hak setiap manusia (education for all) baik laki-laki atau perempuan dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Akan tetapi, perjuangan menuntut ilmu itu tidak mudah, akan ditemukan banyak sekali rintangan yang siap menghadang, baik dari segi ekonomi, waktu, jiwa, kesehatan, serta keikhlasan. Tetapi jika dilakukan dengan ikhlas maka segala rintangan tidak akan menjadikan hambatan untuk melangkahkan kaki dalam mencari ilmu. Juga Allah akan memudahkan dalam perjalanan menuntut ilmu(Khon, 2012). Hadis-hadis yang menjelaskan kewajiban menuntut ilmu terdapat di berbagai kitab-kitab para ulama, juga tidak sedikit yang status hadisnya adalah shahih. Karena, hadisnya tidak bertentangan dengan Al-Quran, hadis-hadis yang lebih kuat, juga fakta sejarah yang terjadi sebelumnya. b. Ilmu bermanfaat bagi dunia dan akhirat Pentingnya manusia menuntut ilmu bukan hanya untuk membantu mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi dengan ilmu manusia akan mampu mengenal tuhannya, memperbaiki akhlaknya, juga senantiasa mencari keridhaan Allah. Menuntut ilmu adalah ibadah yang paling afdhol. Karena semua ibadah tidak bisa ditunaikan sesuai dengan ketentuan yang Allah dan Rasul-Nya kecuali dengan ilmu. Maka perlu diketahui bahwa ibadah adalah tanggung jawab manusia yang selalu melekat selama masih bernafas di dunia. Artinya, ibadah menuntut ilmu ini adalah aktifitas yang tidak berujung, kecuali satu, yaitu kematian(Yusri, 2020). Dengan bantuan ilmu, seorang Muslim, dengan berbagai cara dan upaya dapat mendekatkan diri kepada 31 Allah.Berdasarkan landasan ini, ilmu dikatakan bermanfaat bila pertama, dengan ilmu itu ia dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah. Nabi bersabda,‖ Sesungguhnya Allah ditaati dan disembah dengan ilmu. Sebagaimana kejahatan dunia dan akhirat karena kebodohan.‖Kedua, dengan ilmu itu, ia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuantujuan, yaitu berbagai aktivitas menuju keridhaan Allah. Orang yang mencari ilmu untuk menuju keridaan Allah pun mendapat kedudukan yang istimewa, seperti yang diterangkan Nabi, ―Barangsiapa mati ketika sedang mencari ilmu untuk menghidupkan Islam, dia di surge sedearajat di bawah para Nabi.‖Ketiga, dengan ilmu itu,di samping dapat membimbing dirinya, ia dapat juga membimbing orang lain kepada kebaikan. Nabi bersabda, ―Allah akan menyayangi penerus-penerusku.‖ Belia ditanya,‖ Siapakan para penerus itu?‖ Beliau menjawab,‖Mereka yang menghidupkan sunnahsunnahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah.‖ Dengan ilmu itu, ia dapat memecahkan berbagai persoalan pribadi, masyarakat dan lingkungannya.Bukankah sebaik-baik orang itu yang paling bermanfaat bagi sesamanya(Khon, 2012). Nabi bersabda,‖Setiap manusia itu keluarga Allah, dan manusia yang paling dicintai-Nya adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga-Nya.‖ Sebaliknya, bila ilmu itu dicari tidak diniati karena Allah, tidak menambah kebaikan bagi dirinya dan orang di sekitarnya, ilmu itu tidak bermanfaat. Setiap ilmu yang tidak menolong manusia menuju Allah seperti muatan buku yang dibawa di atas keledai.Tuhan berfirman,‖Perumpamaan orangorang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka 32 tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitabkitab yang tebal (QS 62:5). Salah satu aktivitas mempelajari dan menguasai ilmu itu adalah berpikir.Berpikir adalah kegiatan menggunakan potensi akal manusia untuk mendapatkan informasi, dan mengembangkan ilmu.Banyak ayat Alquran yang menganjurkan manusia itu berpikir,dengan padanan kata, seperti merenung, memikirkan, memperhatikan,dll.Ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia. Selain membedakan manusia dari makhluk lain, berpikir juga mengarahkan manusia kepada kesempurnaan hidup(Darani, 2021). Agar manusia itu tidak salah dalam berpikir, Tuhan membimbing manusia bagaimana cara berpikir sehat.Diturunkannya Alquran dan diutusnya Nabi kepada manusia dimaksudkan agar manusia berpikir dengan sehat. Dalam pandangan Islam, berpikir sehat itu berpikir yang menghasilkan berbagai kebaikan dan manfaat.Berkaitan dengan berpikir sehat, Tuhan memerintahkan umat Islam untuk mendasari berpikir itu dengan ingat kepada Allah dan untuk mencari keridhaan Allah.Dalam membaca yang di dalamnya ada proses berpikir, Tuhan memeritahkannya dengan diiringi nama-Nya ( Al-‗Alaq:1-5).‖ Dalam kitab Nashoihul Ibad, Ibnu Hajar Al-Ashqolani mencatat pendapat jumhur ulama tentang berpikir yang membawa kesempurnaan hidup .Berpikir dapat dilakukan dalam lima hal.Pertama, berpikir mengenai tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah sehingga lahir tauhid dan keyakinan kepada-Nya. Memperhatikan, memahami, dan merenungkan penciptaan diri dan alam sekitarnya dapat 33 mengarahkan manusia kepada keyakinan akan keberadaan Tuhan. Tuhan berfirman,‖Dan di bumi terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yakin kepada Allah dan pada diri kalian, tidakkah kalian memperhatikan? (Q.S. 51:20-21)‖. Berpikir tentang kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah sehingga lahir rasa cinta dan syukur kepada Allah.Rasa cinta ditandai dengan mementingkan Allah dari lainnya dan rasa syukur ditandai dengan menggunakan anugerah kepada jalanjalan yang diridhai. Ketiga, berpikir tentang janji-janji Allah sehingga lahir rasa cinta kepada Allah dan optimistis dalam kehidupan. Dalam kehidupan ini, ada hukum sebab akibat dan sebab dari segala sebab adalah adalah Allah. Dalam berusaha dan berjuang, Allah akan memberikan suatu sesuai dengan kadar usahanya.Kalau seseorang itu tekun bekerja dan berdoa, tentu dia akan mendapatkan yang sesuai dengan yang diusahakan.Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam beruasaha, ia akan mendapatkan hasil sesuai dengan kesungguh-kesungguhannya. Tuhan berfirman, ―Allah menjanjikan orang-orang beriman dan beramal saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang terdahulu berkuasa.‖ Dengan berpikir dalam lima hal tersebut, seseorang diharapkan akan mencapai kemampuan intelektual, mental, dan spiritual yang berguna dalam menjalani hidupnya. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk lingkungannya.Dengan ilmu dan kemampuannya, ia dapat beroleh kebaikan tidak hanya di dunia tetapi juga kelak di akhirat. 34 c. Orang berilmu diangkat derajatnya Orang yang berilmu merupakan sosok yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam dalam suatu bidang tertentu. Ketika seseorang yang berilmu diangkat derajatnya, hal ini seringkali mencerminkan pengakuan atas kontribusi dan dedikasi mereka dalam memperkaya pengetahuan dan memajukan masyarakat. Diangkatnya derajat seseorang yang berilmu dapat menghasilkan beberapa efek positif, baik secara personal maupun bagi komunitas di sekitarnya. Pertama, kenaikan derajat bagi orang yang berilmu memberikan dorongan motivasi yang besar bagi mereka untuk terus berkarya dan mengembangkan pengetahuannya lebih lanjut. Pengakuan atas keberhasilan dan dedikasi mereka bisa menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk mengejar ilmu dan berkontribusi pada kemajuan masyarakat. Kenaikan derajat juga bisa meningkatkan otoritas dan pengaruh seseorang di bidangnya. Orang yang berilmu yang mendapatkan pengakuan resmi seringkali memiliki platform yang lebih besar untuk berbagi pengetahuannya, memberikan pandangan ahli, dan berperan aktif dalam mengatasi masalah atau tantangan yang kompleks. Ketiga, diangkatnya derajat seseorang yang berilmu bisa membuka peluang baru, seperti kesempatan untuk terlibat dalam proyek-proyek penelitian yang lebih besar atau menerima pendanaan untuk mengembangkan inovasi baru. Ini dapat membantu memperluas cakupan penelitian dan mempercepat kemajuan dalam bidang tertentu. Secara umum, penghargaan dan pengakuan atas keahlian dan prestasi seseorang seringkali disertai dengan kompensasi yang lebih baik, baik dalam bentuk gaji yang lebih 35 tinggi atau kesempatan untuk mendapatkan proyek-proyek atau kontrak yang lebih menguntungkan. Terakhir, diangkatnya derajat seseorang yang berilmu juga merupakan pengakuan bagi nilai-nilai intelektual dan kontribusi mereka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat secara keseluruhan. Ini adalah bentuk apresiasi yang penting bagi perkembangan budaya dan sosial, serta memperkuat kesadaran akan pentingnya pendidikan dan penelitian dalam mencapai kemajuan yang berkelanjutan(Khasanah, 2021). 2. Motivasi Belajar dalam Perspektif Hadis Motivasi belajar menekankan pentingnya pengetahuan, pembelajaran, dan pencarian ilmu sebagai tugas yang sangat mulia dalam agama Islam. Hadits-hadits yang menginspirasi tentang motivasi belajar menekankan bahwa mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim, baik pria maupun wanita, karena pengetahuan adalah kunci untuk memahami ajaran agama, memperbaiki diri, dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Hadits tentang kewajiban menuntut ilmu sebagaimana dijelaskan pada sub bab diatas menunjukkan bahwa dalam Islam, belajar tidak hanya dianjurkan, tetapi juga diwajibkan sebagai bagian dari praktek agama. Motivasi untuk belajar dalam perspektif hadits bukanlah sekadar mencari kesuksesan duniawi, tetapi lebih pada upaya untuk mendekatkan diri melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman agama. Selain itu, banyak hadits yang menyoroti keutamaan dan pahala bagi mereka yang tekun dalam mencari ilmu. Hadits yang mengatakan bahwa "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga" 36 menjadi motivasi besar bagi para Muslim untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuannya. Dari perspektif ini, setiap usaha dalam memperluas wawasan dan pemahaman dianggap sebagai langkah yang mendekatkan diri kepada rahmat Allah(Dr. Lalu Muhammad Nurul Wathoni, 2020). Motivasi belajar dalam hadits juga menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan tidak terbatas pada ranah agama saja, tetapi juga mencakup segala bidang yang bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian, motivasi untuk belajar dari perspektif hadits mencakup penguatan nilai-nilai keilmuan, penelitian, dan inovasi dalam berbagai bidang, mulai dari ilmu agama, ilmu pengetahuan alam, sosial, hingga ilmu teknologi. Hal ini memberikan dorongan bagi umat Islam untuk terus berkembang dan berkontribusi dalam kemajuan umat manusia secara keseluruhan, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya memberikan manfaat bagi sesama. Dalam konteks ini, motivasi belajar tidak hanya menjadi kewajiban agama, tetapi juga sebuah perintah yang mendorong umat Islam untuk menjadi pionir dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, demi kemaslahatan umat dan kemuliaan agama. a. Belajar Untuk Mencari Ridho Nya Motivasi belajar untuk mencari ridho Allah adalah konsep yang fundamental dalam ajaran Islam yang menekankan bahwa setiap tindakan yang dilakukan dengan niat ikhlas untuk mencari keridhaan Allah akan mendatangkan pahala dan berkah. Dalam konteks belajar mengandung makna bahwa tujuan utama dari upaya belajar adalah untuk mendekatkan diri, memperoleh pengetahuan yang bermanfaat, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Motivasi 37 belajar mencerminkan pengakuan bahwa ilmu pengetahuan adalah anugerah yang harus dimanfaatkan secara bijaksana. Dengan memperoleh pengetahuan yang bermanfaat, seseorang dapat mengembangkan diri, memperbaiki akhlak, dan berkontribusi secara positif kepada masyarakat. Dalam Islam, setiap usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dianggap sebagai bentuk ibadah. Oleh karena itu, motivasi belajar adalah wujud dari rasa tanggung jawab seorang Muslim untuk terus mengembangkan potensi intelektualnya sebagai bagian dari ibadah. Motivasi belajar juga mencakup upaya untuk memperoleh pengetahuan yang dapat membantu seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas agama dengan lebih baik. Dengan memahami ajaran-ajaran Islam secara lebih mendalam, seseorang dapat mempraktikkan ibadah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Belajar juga melibatkan sikap rendah hati dan kesabaran dalam menghadapi tantangan dan rintangan dalam proses pembelajaran. Kesungguhan dan ketekunan dalam belajar, meskipun menghadapi kesulitan, adalah salah satu bentuk pengabdian dan upaya untuk meraih ridho-Nya. Motivasi ini juga mengandung makna bahwa setiap ilmu yang dipelajari dan diamalkan dengan niat yang tulus akan menjadi amal yang terus mengalir pahalanya. Dengan demikian, upaya belajar yang dilakukan dengan tujuan untuk mencari ridho Allah tidak hanya memberikan manfaat di dunia, tetapi juga memberikan keberkahan dan kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, setiap Muslim dianjurkan untuk memperkuat motivasi belajarnya dengan kesadaran akan pentingnya mencari ridho Allah dalam setiap langkahnya(Suardi, 2022). 38 Motivasi belajar juga melibatkan sikap syukur atas nikmat-Nya yang diberikan berupa kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Dengan menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah karunia Allah, seseorang akan lebih memperhatikan pentingnya memanfaatkannya secara produktif untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Sikap syukur ini akan menguatkan motivasi dalam proses pembelajaran, karena seseorang merasa bertanggung jawab untuk tidak menyia-nyiakan anugerah yang diberikan-Nya. Motivasi belajar mencakup pemahaman bahwa ilmu yang diperoleh harus digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki dunia ini sesuai dengan tuntunan agama. Dengan memiliki pengetahuan yang benar dan kebijaksanaan dalam menerapkannya, seseorang dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi kehidupan individu, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Inilah yang menjadi salah satu tujuan utama belajar dalam Islam: untuk menjadi hamba yang berguna bagi sesama dan menciptakan kebaikan di dunia. Dengan memadukan pengetahuan dengan kesadaran moral, seseorang dapat menghindari penyalahgunaan ilmu dan menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai kebaikan yang sesuai dengan ajaran Islam. Setiap pengalaman hidup, setiap kegagalan, dan setiap kesempatan merupakan pelajaran yang berharga yang dapat membawa seseorang lebih dekat kepadaNya jika dijalani dengan niat yang benar dan kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Bentuk komitmen spiritual yang mendalam yang membimbing seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan menjadikan Allah sebagai pusat motivasi dan tujuan utama dalam belajar, seseorang dapat mengatasi segala rintangan dan 39 tantangan dengan penuh keikhlasan, keberanian, dan ketenangan pikiran, karena mereka yakin bahwa setiap usaha yang dilakukan dengan niat ikhlas akan memperoleh keberkahan. b. Belajar untuk meningkatkan kualitas hidup Motivasi belajar untuk meningkatkan kualitas hidup adalah dorongan internal yang mendorong seseorang untuk terus mengembangkan pengetahuannya agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik secara personal, profesional, dan sosial. Belajar memungkinkan seseorang untuk mengembangkan keterampilan dan keahlian baru yang diperlukan untuk meraih kesuksesan dalam karier atau pekerjaan. Dengan meningkatkan kualifikasi dan kompetensi, seseorang dapat memiliki akses yang lebih luas terhadap peluang kerja yang lebih baik, penghasilan yang lebih tinggi, dan stabilitas finansial, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup secara materi. Belajar juga memungkinkan seseorang untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri dan dunia sekitarnya. Melalui proses pembelajaran, seseorang dapat mengembangkan wawasan yang lebih luas, meningkatkan pemahaman tentang berbagai isu sosial, budaya, dan politik, serta memperoleh keterampilan dalam berpikir kritis dan analitis. Semua ini membantu seseorang untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kualitas hubungan interpersonal, dan merasa lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Studi telah menunjukkan bahwa pembelajaran baru dan terusmenerus dapat membantu menjaga kognisi otak, mengurangi risiko penyakit neurodegeneratif, dan meningkatkan 40 kesejahteraan secara keseluruhan. Selain itu, belajar juga dapat menjadi bentuk terapi yang efektif dalam mengatasi stres, kecemasan, atau depresi, karena memberikan rasa pencapaian, kepuasan, dan tujuan hidup yang berarti(Fitrah Sugiarto, 2021). Motivasi belajar juga membuka pintu bagi pengembangan minat dan hobi baru, yang pada gilirannya dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan tambahan dalam hidup. Melalui eksplorasi berbagai bidang pengetahuan dan aktivitas, seseorang dapat menemukan passion yang baru, mengeksplorasi kreativitas, dan menemukan sarana untuk melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari. Hal ini membantu meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan dengan memberikan rasa kegembiraan dan makna yang lebih dalam. Terakhir, belajar juga dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan membantu mereka untuk mencapai tujuan hidup yang lebih besar. Dengan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang diperlukan, seseorang dapat merancang dan mencapai impian mereka, baik itu dalam karier, hubungan pribadi, kontribusi sosial, atau pencapaian spiritual. Dengan demikian, motivasi belajar tidak hanya menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas hidup dalam arti langsung, tetapi juga membuka pintu bagi pertumbuhan pribadi dan pencapaian potensi yang lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan(Kamal et al., 2023). Meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih mendalam karena didasarkan pada ajaran Islam yang menekankan pentingnya pengetahuan dalam mencari ridho Allah dan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hadits menginspirasi bahwa mencari ilmu adalah kewajiban setiap Muslim, karena pengetahuan adalah kunci untuk memahami 41 ajaran agama dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Dengan memperoleh pengetahuan yang bermanfaat, seseorang dapat memperbaiki akhlaknya, meningkatkan hubungan dengan sesama, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran bukan hanya dianggap sebagai kegiatan yang baik atau dihargai, tetapi juga sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Hadits juga mengajarkan tentang pentingnya pengembangan pengetahuan dan keterampilan juga menyoroti bahwa pembelajaran dalam Islam tidak terbatas pada ranah agama saja, tetapi juga mencakup segala bidang yang bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian, motivasi belajar dalam perspektif hadits meliputi pemahaman bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh harus diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan untuk meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh. 3. Adab dan etika belajar perspektif hadis Nabu Muhammad mengajarkan tentang adab belajar menekankan pentingnya niat yang tulus dan kesungguhan dalam mencari ilmu. Sebagaimana yang diajarkan dalam hadits, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga," menunjukkan bahwa niat yang benar dalam belajar adalah kunci untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat. Adab belajar juga mencakup sikap rendah hati dan kerendahan diri dalam menghadapi ilmu pengetahuan. Pembelajaran harus dijalani dengan penuh rasa hormat dan kehormatan terhadap ilmu serta orang-orang yang memberikan ilmu tersebut. Sikap 42 rendah hati ini membantu seseorang untuk terbuka terhadap pengetahuan baru, menerima kritik dengan lapang dada, dan terus berupaya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilannya. Adab belajar juga mencakup sikap sabar dan ketekunan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan yang muncul selama proses pembelajaran. Orang yang paling baik ilmunya adalah orang yang belajar dan mengajarkannya. Belajar adalah proses yang berkelanjutan yang memerlukan ketekunan dan kesabaran dalam mencapai tingkat pemahaman yang lebih dalam. Dengan adab yang benar, seseorang akan mampu mengatasi rintangan-rintangan tersebut dengan tenang dan tekun, serta tidak mudah putus asa dalam mengejar ilmu. Adab belajar juga menuntut agar seseorang menjaga kesopanan dan etika dalam berinteraksi dengan guru, sesama murid, dan lingkungan belajar lainnya. Sebagaimana diajarkan dalam hadits, "Sesungguhnya Allah lebih senang kepada seorang hamba yang memiliki akhlak yang baik daripada hamba yang banyak beribadah," menjelaskan bahwa sikap yang baik dan sopan santun dalam berinteraksi dengan orang lain adalah bagian yang tak terpisahkan dari ibadah. Dengan menjaga etika yang baik, seseorang akan memperoleh simpati, dukungan, dan bantuan dari sesama dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, adab belajar menuntut agar setiap ilmu yang diperoleh digunakan sebagai sarana untuk membantu orang lain, mengatasi masalah sosial, dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan. a. Memperbaiki Niat Pentingnya memperbaiki niat belajar merupakan landasan utama dalam menjalani proses pembelajaran yang 43 bermakna dan memberikan keberkahan. Niat atau tujuan dalam melakukan suatu perbuatan memiliki peran yang sangat penting dalam belajar. Memperbaiki niat belajar berarti menjadikan pencarian ilmu sebagai ibadah kepada Allah. Dengan demikian, memperbaiki niat belajar berarti menganggap setiap langkah dalam proses pembelajaran sebagai kesempatan untuk meraih keridhaan Allah dan mendapatkan pahala yang besar di akhirat. Niat belajar juga membantu seseorang untuk menjauhkan diri dari motif-motif duniawi yang tidak bermanfaat atau bahkan merugikan. Dalam hadits, Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa "Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya." Dengan demikian, memperbaiki niat belajar berarti menghindari niat yang didorong oleh kepentingan pribadi, seperti popularitas, kebanggaan, atau pencapaian duniawi semata. Sebaliknya, pembelajaran harus dijalani dengan niat yang murni untuk mendapatkan manfaat yang sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Memperbaiki niat belajar juga membantu seseorang untuk menjaga kesungguhan dan ketekunan dalam proses pembelajaran. Sebagaimana diajarkan dalam hadits, "Orang yang paling baik ilmunya adalah orang yang belajar dan mengajarkannya," menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses yang berkelanjutan yang memerlukan ketekunan dan kesabaran dalam mencapai tingkat pemahaman yang lebih dalam. Dengan memperbaiki niat belajar, seseorang akan mampu mengatasi segala rintangan dan tantangan dengan tekun, serta tidak mudah putus asa dalam mengejar ilmu. Niat belajar juga membantu seseorang untuk menjadikan pembelajaran sebagai 44 sarana untuk memperbaiki diri dan memberikan manfaat kepada orang lain. Dalam hadits, mengajarkan bahwa "Sebaikbaik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya," menjelaskan bahwa tujuan sejati dari pembelajaran adalah untuk dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Dengan demikian, memperbaiki niat belajar berarti menjadikan ilmu yang diperoleh sebagai sarana untuk membantu orang lain, mengatasi masalah sosial, dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Memperbaiki niat belajar juga membantu seseorang untuk menemukan makna yang lebih dalam dalam proses pembelajaran. Dari perspektif hadits, pembelajaran yang dilakukan dengan niat yang benar merupakan bentuk ibadah yang memiliki nilai yang tinggi di hadapan Allah. Sebagai hasilnya, setiap langkah dalam perjalanan belajar menjadi lebih bermakna dan memiliki tujuan yang jelas, yakni untuk mendapatkan keberkahan dari-Nya. Dengan demikian, memperbaiki niat belajar membantu seseorang untuk menjadikan setiap pengalaman pembelajaran sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh manfaat yang lebih besar (Darani, 2021). b. Menghormati Guru dan Menjauhi kesombongan Menghormati guru adalah suatu nilai yang sangat penting dalam kehidupan, karena guru merupakan sosok yang memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian, pengetahuan, dan keterampilan seseorang. Menghormati guru bukan hanya tentang menghargai pengetahuan yang diajarkan, tetapi juga menghargai pengalaman, dedikasi, dan kerja keras yang mereka berikan. Selain itu, menghormati guru juga mencakup sikap yang rendah hati dan rendah diri, yang berarti menjauhi kesombongan. Kesombongan adalah sifat yang 45 merugikan, karena dapat menghalangi pertumbuhan pribadi dan hubungan yang sehat dengan orang lain. Dengan menjauhi kesombongan, seseorang akan lebih terbuka terhadap pembelajaran, menerima umpan balik dengan baik, dan membangun hubungan yang positif dengan guru serta sesama teman sekolah. Jadi, menghormati guru dan menjauhi kesombongan merupakan dua hal yang saling terkait, yang jika diterapkan bersama-sama, akan membantu dalam proses pembelajaran dan perkembangan diri yang lebih baik(Yusri, 2020). Tindakan menghormati guru juga mencerminkan penghargaan terhadap profesi mengajar secara keseluruhan. Guru mengabdikan diri mereka untuk mengembangkan potensi setiap murid, memberikan bimbingan, dan menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menghormati guru adalah wujud terima kasih atas dedikasi mereka dalam memberikan pendidikan yang berkualitas. Sikap hormat ini juga memperkuat hubungan antara guru dan murid, menciptakan lingkungan belajar yang positif dan membangun kepercayaan di antara mereka. Selain itu, menghormati guru adalah sebuah nilai yang dapat memperkuat moral dan integritas individu. Saat seseorang menghargai peran guru, ia akan lebih cenderung untuk meniru sikap dan perilaku baik yang ditunjukkan oleh guru tersebut. Hal ini akan membantu dalam pembentukan karakter yang baik, seperti kesabaran, kerendahan hati, dan kejujuran. Dengan demikian, menghormati guru bukan hanya berdampak pada hubungan interpersonal, tetapi juga pada perkembangan moral dan etika individu(Djamaluddin & Wardana, 2019). 46 Menjauhi kesombongan juga memiliki dampak yang besar dalam pembentukan kepribadian seseorang. Kesombongan adalah sikap yang membatasi pertumbuhan pribadi, karena individu yang sombong cenderung tidak mau menerima masukan atau kritik dari orang lain. Sebaliknya, sikap rendah hati membuka pintu bagi pembelajaran dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan menjauhi kesombongan, seseorang dapat lebih mudah menerima kekurangan dan belajar dari pengalaman, sehingga dapat terus berkembang menjadi individu yang lebih baik. Menghormati guru dan menjauhi kesombongan merupakan aspek penting dalam membangun hubungan yang harmonis di lingkungan sekolah. Ketika semua pihak, baik guru maupun murid, saling menghormati dan menjaga sikap rendah hati, maka akan tercipta atmosfer belajar yang kondusif. Hal ini akan mendorong terciptanya kolaborasi yang baik antara guru dan murid, sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai dengan lebih efektif. Sikap menghormati guru dan menjauhi kesombongan juga akan membawa dampak positif dalam kehidupan sosial dan profesional seseorang di masa depan. Individu yang memiliki sikap hormat terhadap orang lain dan rendah hati akan lebih dihormati dan dihargai oleh masyarakat. Selain itu, mereka juga lebih mungkin untuk sukses dalam karier mereka karena mampu bekerja sama dalam tim, menerima umpan balik dengan baik, dan terus belajar dan berkembang. Dengan demikian, menghormati guru dan menjauhi kesombongan bukan hanya penting dalam konteks pendidikan, tetapi juga dalam mempersiapkan individu untuk menghadapi tantangan di masa depan. 47 Referensi Darani, N. P. (2021). Kewajiban Menuntut Ilmu dalam Perspektif Hadis. Jurnal Riset Agama, 1(1), 133–144. https://doi.org/10.15575/jra.v1i1.14345 Djamaluddin, A., & Wardana. (2019). Belajar Dan Pembelajaran. In CV Kaaffah Learning Center. Dr. Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M. P. . (2020). Hadis Tarbaw I <. Faizah, S. N. (2020). Hakikat Belajar Dan Pembelajaran. AtThullab : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(2), 175. https://doi.org/10.30736/atl.v1i2.85 Fitrah Sugiarto. (2021). Hadis-Hadis Tarbawi(Takhrij dan Analisis Sanad). In UIN Mataram Press. Kamal, K., Ahmad, A., & Hafid, E. (2023). Keutamaan Belajar dan Mengajar Perspektif Hadist Nabi Muhammad SAW. Indonesian Journal of Intellectual Publication, 3(1), 65– 71. https://doi.org/10.51577/ijipublication.v3i1.385 Khasanah, W. (2021). Kewajiban Menuntut Ilmu dalam Islam. Jurnal Riset Agama, 1(2), 296–307. https://doi.org/10.15575/jra.v1i2.14568 Khon, A. M. (2012). Hadis Tarbawi.pdf. In Hadis Tarbawi. Suardi, M. (2022). Belajar Dan Pembelajaran Tujuan Belajar Dan Pembelajaran. In Uwais Inspirasi Indonesia (Issue March). https://www.coursehero.com/file/52663366/Belajardan-Pembelajaran1-convertedpdf/ Yusri, A. Z. dan D. (2020). 済無No Title No Title No Title. Jurnal Ilmu Pendidikan, 7(2), 809–820. 48 BAB 3 MATERI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF HADIS Oleh: Ahmad Farihin, S.Pd.I., M.Pd A. Pendahuluan Hadis, sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam setelah Al-Quran, memiliki peran yang sangat penting dalam menjelaskan dan memperinci isi Al-Quran (Azizah et al., 2023). Sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat Al-Quran sendiri, Nabi Muhammad SAW diutus tidak hanya untuk menyampaikan Al-Quran, tetapi juga untuk menjelaskan dan mengajarkan makna serta aplikasinya dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian, hadis memberikan penjelasan lebih lanjut tentang berbagai konsep dan aturan yang terdapat dalam Al-Quran, yang membantu umat Islam memahami serta mengimplementasikannya dalam kehidupan mereka. Selain itu, hadis membahas segala aspek ajaran Islam, mulai dari hukum fiqh, aqidah, akhlak, muamalah, sampai pada materi sosial seperti pendidikan. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW adalah tauladan terbaik bagi umatnya, hadis juga mencakup berbagai tindakan, perkataan, dan persetujuan beliau yang menjadi contoh bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk Pendidikan (Muslimin et al., 2021). Tidaklah mengherankan bahwa dalam hadis-hadis terdapat banyak sekali pembahasan tentang tema pendidikan. Nabi Muhammad SAW secara aktif terlibat dalam proses pendidikan dan pengajaran, baik kepada para sahabatnya maupun kepada umat secara umum. Hadis-hadis ini memberikan pandangan yang kaya dan beragam tentang 49 bagaimana pendidikan seharusnya dilakukan dalam kerangka ajaran Islam. Pendidikan Islam harus memiliki landasan yang kuat, terutama dari Al-Quran dan Hadis. Dengan memiliki landasan yang kokoh ini, pendidikan Islam dapat memastikan bahwa setiap aspek pembelajaran tidak bertentangan dengan prinsipprinsip agama Islam. Ini memastikan bahwa pendidikan yang diberikan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Aqidah, Akhlaq, dan Fiqh merupakan kajian utama dalam pendidikan Islam. Aqidah (keyakinan), akhlak (etika), dan fiqh (hukum Islam) merupakan pilar-pilar utama dalam pembentukan individu Muslim yang beriman dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan Islam sering kali menekankan pada pemahaman dan penerapan konsep-konsep ini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami peran penting hadis dalam menjelaskan dan memperinci ajaran Al-Quran, serta mengakui keragaman tema pendidikan yang dibahas dalam hadis, kita dapat memahami betapa pentingnya pendidikan Islam yang berlandaskan Al-Quran dan Hadis. Aqidah, akhlak, dan fiqh menjadi fokus utama dalam pendidikan ini, karena mereka membentuk dasar iman dan perilaku umat Islam. B. Kedudukan Materi Pendidikan dalam Islam Tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan siswa agar menjadi pribadi Islami yang yakin, taat, dan berakhlak (Syafe‘i, 2015). Hal ini tidak hanya mencakup aspek individu siswa, tetapi juga mengenai peran mereka dalam keluarga, masyarakat, negara, 50 dan dunia. Dalam konteks ini, materi pendidikan memiliki peran yang sangat penting sebagai instrumen untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Dalam pendidikan, menurut Jhon Dewey, objek utamanya bukanlah murid atau materi, tetapi lebih kepada tujuan pendidikan itu sendiri (Wasitohadi, 2014). Meskipun materi pendidikan memiliki peran yang signifikan, namun objek utama dari Pendidikan adalah untuk mencapai hasil akhir yang diinginkan, yaitu pengalaman yang didapat dari proses pendidikan. Materi pendidikan memiliki peran krusial sebagai instrumen penting dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Seiring dengan peran guru dan siswa, materi pembelajaran menjadi landasan bagi proses pembelajaran. Guru dan siswa mempelajari materi pembelajaran agar mampu memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka, serta mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab al Rasulul mu‘allim wa asaalibuhu fit ta‘lim menurutkan (Asyrofi, 2019); َّ َ‫س ا َ َه ُّم ِمن‬ َّ َ‫س ا َ َه ُّم ِمن‬ ُ ‫الط ِر ٌْمَ ِة َو ُرو ُح ال ُم َد ِ ّر‬ ُ ‫الط ِرٌمَةُ ا َ َه ُّم ِمنَ ال َما َّد ِة َو ال ُم َد ِ ّر‬ ‫س نَ ْف ِس ِه‬ ُ ‫ال ُم َد ِ ّر‬ Metode lebih penting dari materi, seorang guru lebih penting dari metode, sedangkan jiwa seorang guru lebih penting dari guru itu sendiri Ini menegaskan bahwa metode pembelajaran lebih penting daripada materi, keberadaan guru lebih penting 51 daripada metode, dan yang paling penting adalah semangat serta jiwa seorang guru dalam proses pembelajaran. Dengan memahami kedudukan materi pendidikan dalam pendidikan Islam, serta pengaruh besar dari peran guru dan siswa, kita dapat memastikan bahwa proses pembelajaran mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, yaitu menciptakan individu Muslim yang beriman, berakhlak, dan bermanfaat bagi masyarakat. C. Materi Pendidikan dalam Perspektif Hadits 1. Materi Tentang Aqidah Aqidah keimanan, menjadi fokus paling utama dalam misi ajaran Nabi Muhammad SAW yang disampaikan melalui hadis-hadisnya. Hal ini dapat dipahami karena aqidah merupakan fondasi utama dari seluruh ajaran Islam (Ismail & Jasmi, 2016). Nabi Muhammad SAW secara konsisten menekankan pentingnya memahami dan menguatkan keyakinan terhadap Allah SWT dan ajaran-ajaranNya sebagai landasan bagi kehidupan umat Islam. Dalam banyak hadis, Nabi mengingatkan umatnya untuk memiliki keyakinan yang teguh terhadap satu Allah yang Maha Esa, serta memahami konsep-konsep pokok dalam aqidah, seperti iman kepada rasul-rasul Allah, kitab-kitab suci, hari kiamat, dan takdir. Fungsi aqidah bagi umat Islam sangatlah penting dalam berbagai aspek kehidupan. Aqidah yang kokoh memberikan landasan yang stabil bagi individu Muslim dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dalam hidup. Keyakinan yang teguh pada aqidah juga memotivasi umat Islam untuk menjalankan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan kecintaan. Dalam konteks 52 pendidikan, pemahaman yang benar tentang aqidah merupakan prasyarat penting bagi pembentukan karakter dan moral yang kuat pada individu Muslim. Pendidikan aqidah memberikan pemahaman yang mendalam tentang prinsipprinsip ajaran Islam, sehingga individu Muslim dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan dalam agama mereka. Kaitannya dengan pendidikan, pemahaman yang mendalam tentang aqidah membantu umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati. Pendidikan aqidah tidak hanya memberikan pengetahuan tentang konsep-konsep teologis, tetapi juga membentuk sikap mental dan spiritual yang kokoh serta mengakar. Melalui pendidikan aqidah, umat Islam diajarkan untuk menghadapi berbagai tantangan dan godaan dalam kehidupan dengan sikap yang teguh dan penuh kepercayaan kepada Allah SWT (Utami, 2019). Dengan demikian, aqidah memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan karakter umat Islam, serta memberikan landasan yang kuat bagi pendidikan Islam secara keseluruhan. Dalam konteks pendidikan Islam, penanaman keimanan menjadi ajaran yang paling pertama diajarkan bagi peserta didik (Yuniendel & Nelwati, 2019). Hal ini dikarenakan keimanan yang kokoh merupakan fondasi utama dalam membangun keseluruhan ajaran dan praktik Islam dalam kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik utama umat Islam, dalam hadis-hadisnya, menekankan pentingnya memperkuat keimanan sebagai langkah pertama dalam perjalanan spiritual seseorang. 53 Penanaman keimanan disampaikan dalam sajian materi pendidikan Islam dengan mata pelajaran yang membahas pokok-pokok keimanan, seperti Mata Pelajaran Aqidah dan Tauhid. Melalui mata pelajaran ini, peserta didik diperkenalkan dengan konsep-konsep dasar tentang keesaan Allah, iman kepada rasul-rasul, kitab-kitab suci, hari kiamat, dan takdir. Mereka diajak untuk memahami dan menginternalisasi keyakinan-keyakinan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya penanaman keimanan ini terletak pada tujuan pembentukan individu Muslim yang memiliki keimanan yang kuat dan kokoh (Somad, 2021). Dengan memiliki keimanan yang kuat, peserta didik akan mampu menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dalam hidup dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati. Selain itu, keimanan yang kokoh juga menjadi landasan bagi individu Muslim dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Dengan demikian, penanaman keimanan sebagai ajaran yang paling pertama dalam pendidikan Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan moral peserta didik. Mata pelajaran seperti Aqidah dan Tauhid menjadi sarana yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai keimanan kepada generasi Muslim (Setiawan, 2017), sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Banyak sekali contoh-contoh hadis yang membahas aqidah atau tema keimanan, salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dibawah ini (Muvid, 2020): 54 ‫ع ْن‬ َ َ‫عة‬ َ ‫ع ْن أَبًِ ُز ْر‬ َ ً ُّ ‫ٌِم أ َ ْخبَ َرنَا أَبُو َخٌَانَ الت َّ ِمٌ ِْم‬ َ ‫َح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعٌ ُل ْبنُ إِب َْراه‬ ‫ " َما‬:َ‫اس فَأَت َاهُ َر ُج ٌل فَمَال‬ ِ َّ‫ار ًزا ِللن‬ ِ َ‫ً ملسو هيلع هللا ىلص ٌَ ْو ًما ب‬ ُّ ِ‫ َكانَ النَّب‬:َ‫أَبًِ ه َُرٌ َْرة َ لَال‬ ِ َّ ِ‫"اْلٌ َمانُ أ َ ْن تُؤْ ِمنَ ب‬ َ‫سو ِل ِه َوتُؤْ ِمن‬ ُ ‫اَّلل َو َم ََل ِئ َكتِ ِه َوبِ ِلمَائِ ِه َو َر‬ ِ ْ :َ‫اْلٌ َمانُ " لَال‬ ِْ ‫ رواه البخاري‬.‫…إلخ‬.‫ث‬ ِ ‫بِ ْالبَ ْع‬ Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim, memberitakan kepada kami Abu Hayyan al-Tamimi dari Abi Zar‘at dari Abu Hurairah ra, ia berkata: ‗Pada suatu hari ketika Nabi saw sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan bertanya; ‗Apakah Iman itu? Jawab Nabi: ―Iman itu adalah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, dan pertemuan dengan-Nya, para Rasul-Nya dan percaya pada hari berbangkit dari kubur...‖ (HR. Bukhari) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang konsep keimanan dalam ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW dengan tegas menjelaskan bahwa keimanan bukanlah sekadar keyakinan pada keberadaan Allah SWT saja, tetapi juga meliputi keyakinan pada para malaikat-Nya, hari berbangkit dari kubur, dan pertemuan dengan Allah di hari akhirat. Ini menunjukkan bahwa keimanan dalam Islam mencakup aspekaspek penting yang membentuk fondasi spiritual dan moral bagi individu Muslim. Penanaman keimanan sangatlah penting ditanamkan sejak dini (Nurjanah, 2022). Materi pendidikan tentang keimanan sejak dini menjadi krusial dalam pendidikan Islam karena menanamkan landasan yang kokoh bagi perkembangan spiritual peserta didik. Dengan memahami konsep-konsep keimanan sejak usia dini, peserta didik akan mampu 55 membangun hubungan yang lebih erat dengan Allah SWT, serta memahami tugas dan tanggung jawab mereka sebagai hamba-Nya. Penanaman materi keimanan sejak dini bagi peserta didik dalam pendidikan Islam membawa implikasi yang signifikan dalam pembentukan karakter dan moral individu Muslim. Dengan memiliki keimanan yang kuat dan kokoh, peserta didik akan dapat menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati. Mereka juga akan mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai umat Islam yang beriman. Oleh karena itu, pendidikan keimanan sejak dini merupakan langkah awal yang penting dalam mempersiapkan generasi Muslim yang berakhlak mulia dan berkomitmen kepada ajaran Islam. 2. Materi Tentang Akhlaq Nabi Muhammad SAW membawa misi ajaran akhlak yang mulia kepada umatnya (Sylviyanah, 2012). Beliau adalah teladan terbaik dalam hal akhlak yang baik dan luhur. Hadishadis yang diriwayatkan menyatakan betapa pentingnya menjaga akhlak yang baik dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda: ‫كار َم ْاِل َ ْخ ََلق‬ ِ ‫ِإنَّ َما بُ ِعثْتُ ِِلُت ِ َّم َم َم‬ "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Bukhari) 56 Hal ini menunjukkan bahwa bagian integral dari misi kenabian beliau adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak umat. Akhlaqul Karimah, atau akhlak yang mulia, merupakan konsep yang menekankan pentingnya memiliki perilaku dan sikap yang baik, santun, dan bermartabat. Ini mencakup sifatsifat seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, kesabaran, dan toleransi. Nabi Muhammad SAW secara aktif menekankan pentingnya mengamalkan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungan dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia. Dalam konteks saat ini, degradasi moral generasi penerus bangsa menjadi salah satu isu yang mendesak untuk diatasi (Kamila, 2023). Pengaruh globalisasi dan arus informasi yang semakin bebas dapat memperkuat pengaruh negatif terhadap nilai-nilai moral dan etika (Bayuseto et al., 2023). Namun, peran ajaran akhlakul karimah dalam menangkal pengaruh buruk ini sangatlah penting. Dengan mengajarkan dan mempraktikkan akhlak yang mulia, generasi penerus bangsa dapat menjadi benteng yang kuat terhadap godaan dan pengaruh negatif dari luar. Ajaran akhlakul karimah memberikan landasan yang kuat bagi individu untuk menghadapi berbagai tantangan moral dalam kehidupan modern. Dengan mempraktikkan akhlak yang baik, generasi muda dapat membangun masyarakat yang lebih beradab, harmonis, dan berkeadilan. Oleh karena itu, pendidikan tentang akhlakul karimah menjadi sangat penting dalam upaya membangun generasi yang memiliki integritas moral dan dapat membawa perubahan positif bagi bangsa dan masyarakat. 57 Banyak sekali hadis nabi yang membahas ajaran-ajaran mulia bagaimana memperlakukan sesama, bagaimana berakhlaq dengan Tuhan, bagaimana kebaktian kepada orang tua itu dijunjung luhur, modal-modal karakter mulia seperti kejujuran, amanah, rendah hati dan seterusnya. Salah satu contoh hadis nabi yang berkaitan dengan akhlak adalah hadis yang menerangkan korelasi anatara keimanan dan bagaimana seseorang memperlakukan tamunya. Hal ini sebagaimana yang dipahami dalam hadis riwayat Al-Bukhari yang termaktub dalam kitab Adabul Mufrad sebagai berikut (Al-Bukhari, 2018): ِ َّ ‫ " َمو ْون َكووانَ ٌُووؤْ ِمنُ بِو‬:َ‫سولَّ َم لَووال‬ ِ َّ ‫سووو َل‬ ‫واَّلل‬ َّ ‫ِ َ ولَّى‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬ َ ُِ َ ‫علَ ٌْ و ِه َو‬ َ‫َوٌَافَةُ ث َ ََلثَوة‬ ّ ِ ‫َو ٌْفَهُ َجائِزَ تَوهُ ٌَ ْو ًموا َولَ ٌْلَوةً َوال‬ َ ‫َو ْالٌَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر فَ ْلٌُ ْك ِور ْم‬ ‫ي ِع ْنو َدهُ َحتَّووى‬ ٍ ‫أٌََّو‬ َ ‫وام فَ َمووا بَ ْعو َد َ ِلوونَ فَ َُو َوو َ و َدلَةٌ َو َه ٌَ ِحو ُّل لَوهُ أ َ ْن ٌُثْو ِو‬ ُ‫ٌُحْ ِر َجه‬ Artinya, ―Rasulullah SAW bersabda, ‗Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamu dengan menjamunya sehari semalam. Jamuan hak tamu hanya berjangka tiga hari. Lebih dari itu, jamuan bersifat sedekah. Tidak boleh bagi tamu untuk menginap di tempat tuan rumah sehingga menyusahkannya.‖ Hadis diatas memberikan panduan yang sangat jelas dari Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya memperlakukan tamu. Beliau menekankan pentingnya memuliakan dan menghormati tamu, bahkan sampai pada tingkat menyediakan jamuan untuk mereka. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir seharusnya memperlakukan tamunya dengan baik, bahkan dengan memberikan jamuan 58 selama sehari semalam. Rasulullah juga memberikan batasan waktu untuk penerimaan tamu, yaitu tiga hari, setelah itu memberikan jamuan kepada tamu dianggap sebagai sedekah. Dari hadis ini, kita dapat melihat betapa pentingnya ajaran Nabi Muhammad SAW tentang memuliakan tamu. Menghormati tamu tidak hanya merupakan tindakan sopan santun, tetapi juga merupakan cerminan dari keimanan seseorang kepada Allah dan Rosul-Nya. Hal ini karena Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk memperlakukan tamu dengan baik sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Meskipun menghormati tamu memiliki tantangan dan kesukarannya sendiri, seperti menyediakan makanan atau menyesuaikan diri dengan kebutuhan tamu, namun hal ini sangat dianjurkan dalam Islam. Menghormati tamu merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan tindakan yang menyenangkan dalam pandangan-Nya. Selain itu, berakhlak baik terhadap tamu juga merupakan bagian dari menjaga hubungan sosial yang harmonis dan membangun rasa persaudaraan di antara umat Islam. Tindakan memuliakan tamu merupakan sebagian dari cerminan keimanan seseorang kepada Allah dan Rosul-Nya (Al-Bukhari, 2018). Dengan mempraktikkan ajaran ini, seorang Muslim menunjukkan bukti nyata dari keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Oleh karena itu, menghormati tamu tidak hanya merupakan tindakan yang diharapkan, tetapi juga merupakan bagian integral dari kehidupan seorang Muslim yang beriman. Peserta didik perlu diberikan wawasan tentang bagaimana mereka memperlakukan orang lain dengan prinsip- 59 prinsip akhlak melalui materi yang diajarkan dalam pembelajaran pada pendidikan Islam (Soetari, 2017). Hal ini sangat penting karena akhlak merupakan pondasi utama dalam hubungan antarindividu dalam masyarakat Muslim. Dengan memahami prinsip-prinsip akhlak yang diajarkan dalam Islam, peserta didik akan dapat mengembangkan sikap yang baik dan bermartabat dalam interaksi sehari-hari mereka dengan orang lain. Melalui pembelajaran pada pendidikan Islam, peserta didik akan diperkenalkan dengan nilai-nilai akhlak yang mulia, seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan toleransi (Soetari, 2017). Mereka akan diajarkan untuk menjalankan nilai-nilai tersebut dalam setiap aspek kehidupan mereka, baik dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungan dengan Allah SWT. Dengan demikian, mereka akan dapat menjadi individu yang berakhlak baik dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Pendidikan Islam juga memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memahami pentingnya menghormati hakhak orang lain dan menjaga hubungan yang baik dengan sesama. Mereka diajarkan untuk menghargai perbedaan, memaafkan kesalahan orang lain, dan menjalankan sikap empati dalam berinteraksi dengan orang lain. Ini membantu mereka untuk tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, peduli, dan penuh kasih dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Maka pendidikan Islam tidak hanya memberikan pengetahuan agama kepada peserta didik, tetapi juga membentuk karakter mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran prinsip-prinsip akhlak dalam 60 pendidikan Islam, peserta didik akan dibekali dengan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk menjadi individu yang berakhlak mulia dan berkontribusi positif bagi masyarakat. 3. Materi Tentang Hukum-hukum Fiqih Fiqh, sebagai kaidah hukum dalam kehidupan umat Islam, memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur segala aspek kehidupan mereka. Dalam fiqh, terdapat semua aturan dan tata cara yang mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah hingga hubungan sosial dengan sesama manusia. Fiqh ibadah, misalnya, mengatur tata cara beribadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan fiqh muamalah mengatur berbagai aspek transaksi dan hubungan sosial dalam masyarakat, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, fiqh juga mencakup bidang-bidang lain seperti fiqh munakahat dan fiqh mawaris yang mengatur hukum-hukum pernikahan dan waris. Bahkan, terdapat fiqh jinayat yang mengatur hukum pidana dalam Islam. Dengan demikian, fiqh mencakup segala aspek kehidupan umat Islam, memberikan pedoman yang jelas dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama mereka. Kita tidak akan membahasnya Panjang lebar disini, yang menjadi fokus dalam pembahasan kita kali ini adalah bagaimana hadis menyuguhkan sumber-sumber dan penjelasan bagi serangkaian hukumhukum tadi. Hadis menjadi sumber utama rujukan dalam menjelaskan dan menginterpretasikan ketentuan-ketentuan fiqh yang terkandung dalam Al-Quran, baik secara tertulis 61 maupun tersirat. Nabi Muhammad SAW, sebagai utusan Allah dan penjelmaan dari ajaran Islam, memberikan penjelasan yang mendalam mengenai berbagai masalah hukum dalam hadishadisnya. Oleh karena itu, hadis menjadi sangat penting dalam menjalankan peran sebagai pedoman bagi umat Islam dalam memahami dan mengimplementasikan aturan-aturan fiqh. Dalam pembelajaran materi fiqh, hadis menjadi fokus utama sebagai sumber rujukan yang memberikan penjelasan lebih lanjut tentang ketentuan-ketentuan fiqh. Peserta didik diajarkan untuk mempelajari hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah hukum agar dapat memahami dengan lebih baik aplikasi dari aturan-aturan fiqh dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian, materi fiqh tidak hanya mengandalkan Al-Quran sebagai sumber utama, tetapi juga memanfaatkan hadis sebagai sumber tambahan yang memberikan pemahaman yang lebih lengkap dan mendalam tentang hukum-hukum Islam. Peserta didik dalam pendidikan Islam perlu memahami kaidah-kaidah fiqh melalui hadis karena hadis merupakan sumber utama yang memberikan penjelasan dan rincian lebih lanjut tentang aplikasi aturan-aturan fiqh yang terdapat dalam Al-Quran. Peserta didik perlu memahami kaidah-kaidah fiqh melalui hadis karena mereka dapat memperoleh penjelasan yang lebih dalam tentang implementasi aturan-aturan fiqh dalam kehidupan sehari-hari oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Dalam hadis, konteks historis dan sosial di balik aturan-aturan fiqh diuraikan, memungkinkan peserta didik untuk memahami lebih baik situasi yang berbeda-beda. Selain itu, hadis juga memberikan klarifikasi dan memperjelas maksud aturan-aturan Al-Quran yang tidak begitu rinci atau 62 jelas. Dengan memahami hadis, peserta didik juga dapat mengikuti dan memahami sunnah Rasulullah SAW, termasuk praktik-praktik beliau sehari-hari. Lebih dari itu, memahami kaidah-kaidah fiqh melalui hadis memberikan pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap tentang hukum-hukum Islam, membantu mereka dalam menjalani kehidupan sesuai ajaran agama dengan lebih baik. Brikut ini adalah contoh bagaimana hadis menjalankan perannya dalam memberikan penjelasan hukum yang terdapat di dalam ayat al Quran. Allah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 183: ‫علَى ٱلَّ ٌِنَ ِمن لَ ۡب ِل ُك ۡم‬ َ ‫ب‬ َ ‫ب‬ َ ‫علَ ٌۡ ُك ُم ٱل ِ ّ ٌَا ُم َك َما ُك ِت‬ َ ‫ٌََٰٓأٌَُّ ََا ٱلَّ ٌِنَ َءا َمنُو ْا ُك ِت‬ ٣٨١ َ‫لَعَلَّ ُك ۡم تَتَّمُون‬ Artinya: ―Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa‖ Dalam ayat tersebut diatas tidak terdapat kejelasan kapan dan bagaimana harus melakukan puasa, disana hanya menjelaskan perintah puasa. Maka hadis hadir sebagai penjelas dari apa yang disyariatkan dalam ayat tersebut. Rosullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam sunannya: ُ ‫ِِإ َا َرأ َ ٌْت ُ ُموهُ فَ ُ و ُموا َو ِإ َا َرأ َ ٌْت ُ ُموهُ فَأ َ ْف ِط ُروا فَإِ ْن‬ ُ‫علَ ٌْ ُك ْم فَا ْلد ُُروا لَه‬ َ ‫غ َّم‬ Artinya: Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka 63 estimasikanlah (menjadi 30 hari). (HR. al-Bukhari dan Muslim) Masih banyak lagi contoh hadis yang menyajikan materi terkait fiqh yang membahas berbagai macam aspek kehidupan umat Islam. Hadis-hadis ini memberikan panduan dan penjelasan tentang berbagai permasalahan dan hukumhukum dalam Islam yang mencakup segala aspek kehidupan, baik itu dalam ibadah, muamalah, munakahat, mawaris, dan jinayat. Refensi: Al-Bukhari, I. (2018). Adabul Mufrad: Kumpulan Hadits-Hadits Akhlak. Pustaka Al-Kautsar. Asyrofi, M. (2019). Pemikiran Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Konsep Kompetensi Guru Pendidikan Islam Dalam Kitab Al Rasulul Mu‘allim. Profetika: Jurnal Studi Islam, 82–95. Azizah, N., khalijah Simanjuntak, S., & Wahyuni, S. (2023). Fungsi Hadis terhadap Al-Qur‘an. Jurnal Dirosah Islamiyah, 5(2), 535–543. Bayuseto, A., Yaasin, A., & Riyan, A. (2023). Upaya Menanggulangi Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Generasi Muda di Indonesia. Integritas Terbuka: Peace and Interfaith Studies, 2(1), 59–68. Ismail, A. M., & Jasmi, K. A. (2016). Akidah dan akhlak dalam pendidikan Islam. Skudai, Johor: Penerbit UTM Press. Kamila, A. (2023). Pentingnya Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Moral dalam Membina Karakter Anak Sekolah Dasar. Al-Furqan: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya, 2(5), 321–338. 64 Muslimin, E., Nurwadjah, N., & Suhartini, A. (2021). Konsep dan metode uswatun hasanah dalam perkembangan pengelolaan pendidikan Islam di Indonesia. MUNTAZAM: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(01). Muvid, M. B. (2020). Konsep Pendidikan Agama Islam Dalam Tinjauan Hadits (Studi Analisis Tentang Hadits-Hadits Pendidikan). Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 4(1), 1–27. Nurjanah, S. (2022). Penerapan Nilai Budi Pekerti Pada Pendidikan Anak Usia Dini Di Ra Al-Manshuro Ambon. Lingue: Jurnal Bahasa, Budaya, Dan Sastra, 2(1), 52–60. Setiawan, A. (2017). Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga perspektif pendidikan Islam. EDUCASIA: Jurnal Pendidikan, Pengajaran, Dan Pembelajaran, 2(1). Soetari, E. (2017). Pendidikan karakter dengan pendidikan anak untuk membina akhlak islami. Jurnal Pendidikan UNIGA, 8(1), 116–147. Somad, M. A. (2021). Pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karakter anak. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 13(2), 171–186. Syafe‘i, I. (2015). Tujuan Pendidikan Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 151–166. Sylviyanah, S. (2012). Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar. Jurnal Tarbawi Vol, 1(3), 191. Utami, Y. (2019). Metode Pendidikan Aqidah Islam Pada Anak Dalam Keluarga. Jurnal Pedagogy, 12(2), 126–142. 65 Wasitohadi, W. (2014). Hakekat Pendidikan Dalam Perspektif John Dewey Tinjauan Teoritis. Satya Widya, 30(1), 49– 61. Yuniendel, R. K., & Nelwati, S. (2019). Meneladani Rasulullah SAW sebagai Pendidik yang Memudahkan. Murabby: Jurnal Pendidikan Islam, 2(1), 1–12. 66 BAB 4 KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HADIST Oleh: Dr. Asdiana, MA Pendahuluan Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua sesudah al-Qur‘an, sebagai sarana yang berfungsi untuk menggali suatu konsep dalam kurikulum pendidikan Islam. Kurikulum adalah salah satu bagian yang sangat menentukan dalam lajunya pendidikan, oleh sebab itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan pada semua jenjang dalam tingkat pendidikan. Kurikulum yang baik dan relevan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam adalah yang bersifat integral dan komprehensif serta menjadikan al-Qur‘an dan Hadis sebagai sumber utama dalam penyusunannya. Al-Syaibany mengatakan bahwa dasar-dasar umum yang menjadi landasan kurikulum pendidikan Islam adalah: (1) Dasar Agama, (2) Dasar Falsafah, (3) Dasar Psikologis, dan Dasar Sosial. Oleh sebab itu, dalam merumuskan kurikulum atau materi pendidikan Islam harus mempertimbangkan 5 (lima) hal prinsip sebagai berikut: Pertama, mata pelajaran ditujukan untuk mendidik ruhani atau hati. Kedua, mata pelajaran yang diberikan berisi tentang tuntunan cara hidup. Ketiga, mata pelajaran yang disampaikan hendaknya mengandung ilmiah. Keempat, mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi 67 kehidupan. Kelima, mata pelajaran yang disampaikan harus membingkai terhadap materi lainnya. Untuk mencoba memahami suatu konsep dalam kurikulum pendidikan Islam dalam Hadis, pembahasan ini dipusatkan pada makna-makna Hadis yang mengandung konsep kurikulum Pendidikan dalam persfektif Hadis. A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum pendidikan islam , para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp mengemukakan bahwa : ―A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school‖. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Glatthorn yang mengatakan bahwa : ―The curriculum is the plans made for guiding learning in the schools usually represented in retrievable documents of several level of generality, in the actualization of those plans in the classroom, as experiencedby the leaners and as recorded by an observer those experiences take place in a learning invironment which also influences what is learned‖. Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu : 68 1. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teoriteori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan. 2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alatalat, dan waktu. 3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran. 4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: ―Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu‖. Dalam definisi kurikulum tersebut terdapat tiga unsur, yaitu: (1) Rencana dan pengaturan isi, (2) Rencana dan pengaturan bahan, dan (3) Rencana dan pengaturan cara. Ketiga-tiganya digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran. Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan kata-kata ―manhaj‖ yang berarti jalan terang 69 yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. S. Nasution menyatakan bahwa ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum diantaranya: pertama, kurikulum sebagai produk (sebagai hasil pengembangan kurikulum). Kedua, kurikulum sebagai program (alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan). Ketiga, kurikulum sebagai halhal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu). Dan Keempat kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah merupakan pedoman guru atau sekolah yang tidak hanya berupa mata pelajaran atau kegiatankegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan islam dalam perspektif hadis yang diharapkan. B. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam Setiap jenis kurikulum mempunyai ciri atau karakteristik termasuk pendidikan agama Islam. Menurut Abudurrahman al-Nahlawi, seperti yang dikutip Majid, menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan Islam harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu: a. Memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan aqidah dan fitrah manusia serta bertujuan untuk menyucikan jiwa manusia, memelihara dari penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia sebagaimana diisyaratkan hadits : ٍَ ‫ كَوَب‬، ‫ٓب‬ٞ٣ – ‫ – ملسو هيلع هللا ىلص‬٢ ِ ٖ‫ػ‬ ّ ‫ ً٘ذ خِق اَُّ٘ج‬: ٍَ ‫ هَب‬، ‫ٔب‬ٜ٘‫ هللا ػ‬٢‫اثٖ ػجبط سض‬ 70 ْ ‫َؾْ ل‬٣ َ‫ اؽْ ل َِع هللا‬: ‫ أػِّ ُٔيَ ًَ ِِ َٔبد‬٢ِّٗ ‫ إ‬، ُّ ‫ؿال‬ ُ ‫َب‬٣ (( ُٙ‫ اؽْ ل َِع هللاَ ر َِغ ْذ‬، ))2(( َ‫َظي‬ ُ ْ َ َّ : ْْ َِ‫ا ْػ‬َٝ ، ِ‫إِرَا ا ْعزَؼَ ْ٘ذَ كَب ْعز َ ِؼ ْٖ ثبلل‬ٝ ، ‫عأُذَ كَبعأ ٍِ هللا‬ ْٞ َُ َ‫إٔ األ َّٓخ‬ َ ‫ إِرَا‬، َ‫َي‬ٛ‫ر ُ َغب‬ َّ ْ ٠َِ‫ػ‬ ْ َ‫اعْ ز َ َٔؼ‬ ِٕ‫إ‬َٝ ، َ‫ُ هللاُ َُي‬ٚ‫ء هَ ْذ ًَزَج‬٢َ‫ىَ إل ثِؾ‬ُٞ‫َ ْ٘لَؼ‬٣ ْْ َُ ‫ء‬٢َ‫ىَ ثِؾ‬ُٞ‫َ ْ٘لَؼ‬٣ ٕ‫أ‬ َ ‫ذ‬ َّ َ َ َ ْ ٠ ِ‫ػ‬ ، َ‫ْي‬٤ِ‫ػ‬ َ ُ‫ُ هللا‬َٚ‫ء هَ ْذ ًَزَج‬٢َ‫ىَ إل ثِؾ‬ٝ‫َض ُُّش‬٣ ْْ ُ ‫ء‬٢َ‫ىَ ثِؾ‬ٝ‫َض ُُّش‬٣ ٕ‫أ‬ َ ‫ا‬ُٞ‫اعز َ َٔؼ‬ َّ ‫ؾق‬ ِ ‫ َعل‬َٝ ُّ َ‫ذ األ َ ْهال‬ ِ َ‫ُسكِؼ‬ ُّ ُ‫ذ ا‬ ُ ‫ق‬ (‫ؼ‬٤‫ش ؽغٖ فؾ‬٣‫ (( ؽذ‬: ٍَ ‫هب‬َٝ ، )١‫ اُزشٓز‬ٙ‫ا‬ٝ‫س‬ ‫َبء‬ ِ ‫اُشخ‬ َّ ٢‫ هللاِ ك‬٠َُِ‫ف إ‬ َّ ‫ ر‬، َ‫ُ أ َ َٓب َٓي‬ٙ‫ (( اؽْ ل َِع هللا ر َِغ ْذ‬: ١‫ش اُزشٓز‬٤‫ؿ‬ ْ ‫َؼش‬ ِ ‫خ‬٣‫ا‬ٝ‫ س‬٢‫ك‬ٝ َ َ ّ ِ ُ‫ ا‬٢‫َ ْؼ ِشكيَ ك‬٣ َّ : ْْ َِ‫ا ْػ‬َٝ ، ِ‫ؾذَّح‬ ْٖ ٌُ َ٣ ْْ َُ َ‫فبثَي‬ ِ ٤ُِ ْٖ ٌُ َ٣ ْْ َُ َ‫إٔ َٓب أ ْخطأى‬ َ ‫ َٓب أ‬َٝ ، َ‫جي‬٤‫ُق‬ َ َ َ َّ : ْْ ِ‫ا ْػ‬َٝ ، َ‫ ُْخ ِطئَي‬٤ُِ ‫أ َّٕ َٓ َغ‬َٝ ، ‫ة‬ ْ َُّ٘‫إٔ ا‬ َّ ُ‫ق َش َٓ َغ ا‬ ِ ‫أ َّٕ اُل ََش َط َٓ َغ اٌُ َْش‬َٝ ، ‫قج ِْش‬ ] .3[)) ‫ُغْشا‬٣ ‫اُؼُغ ِْش‬ Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ―Kali tertentu saya berada dibelakang Nabi saw, kemudian beliau bersabda ―Hai anak kecil, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat, yaitu: ― Jagalah (perintah) Allah niscaya kamu dapati Allah selalu di hadapanmu. Jika engkau minta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, jika umat manusia bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) kepadamu niscaya mereka tidak akan dapat melakukan hal itu kepadamu kecuali dengan sesuatu hal yang telah ditentukan Allah padamu. Dan jika mereka bersatu hendak mencelakakan dirimu niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah padamu. Telah diangkat pena dan telah keringlah (tinta) lembaran-lembaran itu‖ (HR. Imam Tirmidzi). b. Tujuan pendidikan Islam yaitu memurnikan ketaatan dan peribadatan hanya kepada Allah. Seperti yang tercantum dalam hadis dibawah ini ‫‪71‬‬ ‫هب َ ٍَ َس ُ‬ ‫عَِّ َْ ‪ ْٖ َٓ :‬رَؼََِّ َْ ِػ ِْٔب ِٓ َّٔب ‪ْ ُ٣‬جزَـَ‪ ٠‬ثِ ِ‪َٝ ٚ‬عْ ‪ ُٚ‬هللاِ‬ ‫فَِّ‪ ٠‬هللاُ َ‬ ‫ػَِ ْ‪َ َٝ ِٚ ٤‬‬ ‫ع ْ‪ ٍُ ٞ‬هللاِ َ‬ ‫ْ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ف اُ َغَّ٘ ِخ ‪َّ ْٞ َ٣‬‬ ‫ْت ثِ ِ‪ ٚ‬ػشضب َِٖٓ اُذُّ ْٗ‪َ٤‬ب ُ ْْ ‪ِ َ٣‬غ ِذ َ‬ ‫َ‬ ‫ُق‪َ ٤‬‬ ‫ػ َّض َ‪َ ٝ‬ع ََّ لَ ‪َ٣‬زَؼَِ ُٔ‪ ُٚ‬اِل ُِ‪ِ ٤‬‬ ‫ػ ْش َ‬ ‫ْ‬ ‫اُ ِو‪َ٤‬ب َٓ ِخ‪ْ َ٣ ،‬ؼِ٘‪ِ : ٢‬س ْ‪َ ٣‬ؾ َ‪ٜ‬ب‪،‬‬ ‫ف ِؾ‪ْ٤‬ؼ (‬ ‫‪َ ).‬س َ‪ٝ‬ا‪ ُٙ‬أَث ُْ‪ ٞ‬دَ ُا‪ٝ‬دَ ثِئِ ْعَ٘بد َ‬ ‫‪Artinya :Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata Rasulullah SAW‬‬ ‫‪bersabda : ― Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan‬‬ ‫‪yang semistinya bertujuan untuk mencari ridho Allah ‗Azza‬‬ ‫‪wa Jalla. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya‬‬ ‫‪untuk mendapatkan kedudukan / kekayaan duniawi, maka‬‬ ‫‪ia tidak akan mendapatkan baunya syurga kelak pada hari‬‬ ‫)‪kiamat.‖ (HR. Abu Daud‬‬ ‫‪Kurikulum pendidikan Islam yang disusun harus‬‬ ‫‪menjadi landasan kebangkitan Islam, baik dalam aspek‬‬ ‫‪intelektual, pengalaman, fisik, maupun sosial. Ibadah tidak‬‬ ‫‪hanya sekadar diartikan shalat atau dzikir akan tetapi pekerjaan‬‬ ‫‪dan perbuatan pun merupakan ibadah.‬‬ ‫وعن أَبً هرٌرة ‪ -‬رًَ هللا عنه ‪َّ : -‬‬ ‫اجرٌنَ أت َْوا رسول هللا‬ ‫أن فُمَرا َء ال ُم ََ ِ‬ ‫ت العُلَى ‪َ ،‬والنَّ ِعٌم ال ُممٌم ‪ ،‬فَمَا َل ‪:‬‬ ‫ور بِالد ََّر َجا ِ‬ ‫ ملسو هيلع هللا ىلص ‪ ، -‬فَمَالُوا ‪َ :‬ه َ‬‫َب أ ْه ُل ال ُّدث ُ ِ‬ ‫ّ‬ ‫ُّ‬ ‫(( َو َما َان ؟)) فَمَالوا ‪ َ ٌُ :‬لونَ َك َما نُ َ ِلً ‪َ ،‬وٌَ ُ و ُمونَ َك َما نَ ُ و ُم ‪،‬‬ ‫َوٌَت َ َ َّدلُونَ َوهَ نَت َ َ د َُّق ‪َ ،‬وٌَ ْعتِمُونَ َوهَ نَ ْعتِ ُك ‪ ،‬فَمَا َل رسول هللا ‪ -‬ملسو هيلع هللا ىلص ‪(( : -‬‬ ‫سبَمَ ُك ْم ‪َ ،‬وت َ ْسبِمُونَ بِ ِه َم ْن بَ ْع َد ُك ْم ‪َ ،‬وهَ ٌَ ُكونُ‬ ‫ع ِلّ ُم ُك ْم َ‬ ‫أفََل أ ُ َ‬ ‫شٌْئا ً تُد ِْر ُكونَ ِب ِه َم ْن َ‬ ‫َ َل ِم ْن ُك ْم ِإهَّ َم ْن َ نَ َع ِمثْ َل َما َ نَ ْعت ُ ْم ؟ )) لالوا ‪ :‬بَلَى ٌَا رسول هللا‬ ‫أ َح ٌد أ ْف َ‬ ‫س ِبّحُونَ َوت ُ َك ِبّ ُرونَ َوت َحْ ِمدُونَ ‪ُ ،‬دب َُر ُك ِّل َ َلَةٍ ثََلثا ً َوثََلثٌِنَ َم َّرة ً‬ ‫‪ ،‬لَا َل ‪ (( :‬ت ُ َ‬ ‫س ِم َع ْ‬ ‫إخ َوانُنَا‬ ‫)) فَ َر َج َع فُمَ َراء ال ُم ََ ِ‬ ‫اج ِرٌنَ إِلَى رسول هللا ‪ -‬ملسو هيلع هللا ىلص ‪ ، -‬فمالوا ‪َ :‬‬ ‫ُ‬ ‫اِلموا ِل بِ َما فَعَ ْلنَا ‪ ،‬فَفَعَلوا ِمثلَهُ ؟ فَمَا َل رسول هللا ‪ -‬ملسو هيلع هللا ىلص ‪َ (( : -‬لِنَ‬ ‫أه ُل ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ ُل ِ‬ ‫ٌرة ُ ‪َ ،‬وهللا أعلم‬ ‫فَ ْ‬ ‫هللا ٌُؤْ تٌِ ِه َم ْن ((‪.‬ال ُّدثور )) ‪ْ :‬‬ ‫اِلم َوا ُل ال َك ِث َ‬ 72 Artinya: Artinya: ―Dari Abu Hurairah, bahwasannya orang-orang miskin dari kelompok muhajirin datang menemui Rasulullah saw sambil mereka berkata: ―Wahai Rasulullah saw, orangorang kaya dan lapang, telah mengalahkan kebaikan dan pahala kami dengan derajat yang tinggi dan kemewahan yang banyak‖. Rasulullah saw lalu bertanya: ―Bagaimana bisa demikian?‖ Mereka menjawab: ―Mereka melakukan shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami juga berpuasa, mereka dapat bersedekah harta namun kami tidak dapat bersedekah, mereka dapat membebaskan budak belian, sementara kami tidak dapat melakukannya‖. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: ―Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu di mana kamu dapat mendahului, mengalahkan (pahala dan kebaikan) orang-orang sebelum kalian dan sesudah kalian, dan tidak akan ada seorang pun yang dapat mengalahkan kebaikan kalian kecuali orang tersebut melakukan sebagaimana yang kalian lakukan?‖ Mereka menjawab: ―Tentu mau ya Rasulullah‖. Rasulullah saw bersabda kembali: ―Bacalah tasbih (subhanallaah), tahmid (alhamdulillaah) dan takbir (Allahu akbar) setiap selesai shalat (wajib) sebanyak tiga puluh tiga kali‖. Abu Shalih berkata: ―Orang-orang miskin dari kelompok muhajirin lalu kembali lagi menghadap Rasulullah saw sambil berkata: ―Kami mendengar bahwa orang-orang kaya itu juga melakukan apa yang telah kami lakukan ya Rasulullah‖. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: ―Itu adalah karunia dari Allah, yang Allah berikan kepada orang yang dikehendakiNya‖ (HR. Bukhari Muslim). c. Harus sesuai dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik, tingkat pemahaman, jenis kelamin serta tugas- 73 tugas kemasyarakatan yang telah dirancang dalam kurikulum. d. Memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis, menyangkut penghidupan dan bertitik tolak dari keislaman yang ideal. Kurikulum pendidikan Islam sebagai cermin nilai-nilai keadaban dan spiritualitas, baik secara personal maupun kolektif (sosial). e. Tidak bertentangan dengan konsep dan ajaran Islam, melainkan harus memahami konteks ajaran Islam yang selama ini belum tergali makna dan sumber kebenarannya. Masih banyak teks-teks normatif yang belum terungkap pesan dan hikmahnya yang bisa diteliti untuk kemanfaatan manusia. C. Dasar-Dasar Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Alquran dan hadits ditemukan kerangka dasar yang dapat di jadikan sebagai pedoman operasional dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam, kerangka dasar tersebut adalah, Tauhid, dan Perintah membaca. 1. Tauhid Tauhid sebagai kerangka dasar utama kurikulum harus dimantapkan semenjak bayi yaitu dimulai dengan memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid di telinga mereka seperti lapaz azan dan iqamah terhadap anak yang baru di lahirkan. Apabila di analisis tentang materi tersebut azan dan iqamah merupakan pendidikan Islam yang paling awal yang di berikan kepada seorang anak dalam transformasi maupun internalisasi pendidikan Islam. 74 - ‫ ةضلف نُ دمحم سنس سنرضِل‬، ‫ سِل سنس نٍمف‬، ‫ ِل لومٍلا صفح‬، ُ‫ن‬ ‫ لوعايا نرع نىا‬، ‫ سِل نُ نٍضم ِل‬، َ‫ نُ لوضللا لوعلا نُ يللص نس‬، َ‫ٌضمل‬ ُ‫ نُ ن‬، ً‫ نُ لوعقلىا نرع هللاا نُ بىلف ولو‬، ُ‫ نُ لوللل‬: ‫ للن‬، ‫للن نىا‬ ‫« ٌُ موع وع موىً نىلع ىىص هللاا هللاا لوسن‬: ‫ لولٍّص سأِع ةا ةذأَ ٌسوسم‬، ‫ةا‬ ‫» لويرللا نّع سي لةعر لوللضا سأِع مسللي‬ Dengan pembekalan modal Iman dan Taqwa seperti yang dimaksud maka di harapkan anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang taat beribadah terlebih mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi. Sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi: ―tidak Kujadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah Kepadaku‖, maka kualitas manusia dalam pandangan Allah semata-mata di tentukan oleh ketaqwaanya dan ketaqwaan merupakan nilai tertinggi dalam tataran norma agama Islam yang menjadi payung bagi semua tata nilai Islami lainnya , begitu juga dengan ungkapan yang senada dalam tujuan sistem pendidikan nasional kita. Sehubungan dengan itu maka tugas dan fungsi lembaga pendidikan Islam haruslah di arahkan untuk mengembangkan iman dan ihsan, sehingga melahirkan amal shalih dan ilmu yang bermanfaat. 2. Perintah membaca Kerangka dasar yang berikutnya adalah perintah ―membaca‖ ayat-ayat Allah yang meliputi tiga macam ayat yaitu, (a) ayat-ayat Allah berdasarkan wahyu, (b) ayat-ayat Allah yang ada pada diri manusia, (c) Ayat Allah yang terdapat dialam semesta diluar diri manusia. Dalam Qur‘an surah alAlaq apabila di tinjau dari segi kurikulum pendidikan Islam firman Allah tersebut merupakan pedoman atau bahan pokok 75 pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang di butuhkan manusia. Sebagaimana al-Syaibany mengatakan bahwa dasardasar umum yang menjadi landasan kurikulum pendidikan Islam adalah10: 1. Dasar Agama Kurikulum diharapkan dapat menolong siswa untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, beraklak mulia dan melengkapinya dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat. 2. Dasar Falsafah Pendidikan Islam harus berdasarkan wahyu Tuhan dan tuntutan Nabi SAW serta warisan para ulama. 3. Dasar Psikologis Kurikulum tersebut harus sejalan dengan ciri perkembangan siswa, tahap kematangan dan semua segi perkembangannya. 4. Dasar Sosial D. Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam Ciri-ciri kurikulum pendidikan islam menurut Nata, Abuddin (2016) yakni sebagai berikut: a. Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam setidaknya dapat dijabarkan sebagai Kurikulum pendidikan Islam harus mewujudkan tujuan pendidikan dan materi pelajarannya. Untuk pelajaran agama dan akhlak harus diambil dari Alquran dan Hadis serta contoh-contoh suri tauladan dari tokoh-tokoh terdahulu yang baik. b. Kurikulum pendidikan Islam sangat memperhatikan pengembangan menyeluruh tentang aspek pribadi siswa yaitu aspek jasmani, akal dan ruhaninya (hati). 76 c. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia (peserta didik). d. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan potensi dalam pembinaan bidang seni dan jasmani (keterampilan) yang semuanya harus berdasarkan minat dan bakat. e. Kurikulum pendidikan Islam juga harus memperhatikan perbedaan-perbedaan kebudayaan ditengah masyarakat baik itu kaitannya dengan kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, keluwesan, serta menerima perkembangan dan perubahan. Kurikulum pendidikan Islam juga memiliki keserasian dengan kesesuaian perubahan zaman. E. Isi atau Program Kurikulum Pendidikan dalam Perspektif Hadis Komponen isi atau program kurikulum menunjukkan materi proses belajar mengajar. menurut Hasbiyallah dan Sulhan (2015) Ada beberapa hadis yang layak direnungkan yang menjadi landasan pada komponen ini, yang artinya yakni: (Muhammad bin Wahb Al Harrani mengabarkan kepadaku, dari Muhammad bin Salamah, dari Abu Abdirrahim, ia berkata: Abdurrahim Az Zuhri menuturkan kepadaku, dari ‗Atha bin Abi Rabbah, ia berkata: aku melihat Jabir bin Abdillah Al Anshari dan Jabir bin Umairah Al Anshari sedang latihan melempar. Salah seorang dari mereka berkata kepada yang lainnya: aku mendengar Rasulullah Wasallam bersabda: ―setiap hal yang tidak ada dzikir kepada Allah adalah lahwun (kesia-siaan) dan permainan belaka, kecuali empat: candaan suami kepada 77 istrinya, seorang lelaki yang melatih kudanya, latihan memanah, dan mengajarkan renang‖ -HR. An-Nasai). Dari beberapa hadis ini mengisyaratkan bahwa isi kurikulum pendidikan Islam harus memperhtikan aspek kepribadian manusia yang harus dibina atau didik, yaitu aspek jasmani, aspek akal dan aspek ruhani. Hadis yang pertama riwayat Hakim menyebutkan bahwa Al-Qur‘an dan Sunnah merpakan bekal hidup dan menghindari kesesatan. Sabda Nabi Kitaballahi wasunnata rasulih adalah penegasan bahwa AlQuran dan Hadis adalah hudan lil muttaqin petunjuk dan nur bagi cahaya kehidupan. Dengan demikian, ilmu-ilmu yang terkait dengan Alquran dan Hadis menjadi bagian dari bahan ajar yang termuat dalam kurikulum pendidikan Islam seperti ilmu Tajwid, Ulumul Al-Quran, Ulumul al-Hadis, Tafsir, Hadis, Fiqih, dan lain sebagainya. Juga ilmu-ilmu yang ada didalam Alquran dan Hadis telah banyak dibahas seperti sejarah, pengetahuan alam, sosial, budaya, bahasa dan lain sebagainya menjadi bagian juga dari kurikulum pendidikan Islam, hal ini merupakan pembinaan aspek akal terhadap peserta didik. Hadis yang kedua tentang perintah mengajari anak dengan cinta Rasul merupakan bahan penting bagi kurikulum pendidikan Islam, terutama bagi upaya mempersiapkan anak yang memiliki akhlak mulia. Hadis ini berbunyi hubbi nabiyikum cinta nabi berarti menjadikan nabi sebagai uswatun hasanah, karena pada dirinabi terdapat contoh yang sangat lengkap atau qudwah hasanah (Ramayulis, 2002). Hal ini merupakan pembinaan aspek akal dan ruhani terhadap peserta didik. 78 Penutup Kurikulum pendidikan islam perspektif hadis adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan Pendidikan islam, karena dalam kurikulum memiliki bagianbagian penting sebagai penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Dan komponenkomponen tersebut saling berkaitan, berintraksi satu sama lain dalam mencapai tujuan. Dalam komponen kurikulum pendidikan Islam perspektif hadis haruslah bersifat fungsional yang tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia muslim yang kenal agama dan Tuhannya, berakhlak mulia sebagaimana dalam al-Qur‘an, tetapi juga mengeluarkan manusia mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat itu dan mendorong mengembangkan kehidupan melalui pekerjaan tertentu yang di kuasainya. Referensi Hasbiyallah. (2015). Hadis tarbawi. PT remaja rosdakarya. Abdul Majid, dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Impelementasi Kurikulum 2004 Bandung: Rosdakarya, 2004, h. 78-80. Alawiyah, F. (2017). Standar nasional pendidikan dasar dan menengah. Aspirasi, Al-Maktabah asy-Syamilah, Sya‘bul Imam lil-Baihaqi, juz. 18, h.169 Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, h. 524-531 79 Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam (Terj.Hassan Langgulung), Jakarta: Bulan Bintang, 1979, firdaus.Sentosa, I. P. P., Studi, P., Dan, P., Pendidikan, E., Sarjana, P. P., & Ganesha, U. P. (2012). Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah. April.Sukmadinata, nana syaodih. (1999). pengembangan kurikulum teori dan praktik. remaja rosdakarya. George A. Beauchamp. Curriculum Theory , The Kagg Press: Wimette, Illionis, 1975. 3 Glatthorn, A.A. Curriculum Leadership Sott, Foresman and Company, Glenview, 1987. 4 Hamid S. Hasan, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Rosdakarya. 2008. Mujib, Abdul, J. (2010). ilmu pendidikan islam. prenada media. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1994 Nata, A. (2016). ilmu pendidikan islam. prenada media. Ramayulis. (2002). ilmu pendidikan islam. kalam mulia. Samil, M. P., Hanoum, S., & Hakim, N. S. (2022). Studi Literatur Mengenai Evaluasi Mutu Sekolah Menengah Kejuruan dengan Baldrige Excellence Framework. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 11(1). https://doi.org/10.12962/j23373520.v11i1.70445Sayid i, W. (2015). hadis tarbawi pesan-pesan nabi muhammad SAW tentang pendidika n islam. Pustaka Tafsir, A. (2012). ilmu pendidikan islam. PT remaja rosdakarya. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Bab.I, Ketentuan Umum, pasal 1 ayat 19. 80 BAB 5 METODE PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HADIST Oleh: Dr. Andrianto, S.Pd.I., MA. Majunya suatu peradaban kehidupan di sebuah Negara sangat ditentukan dengan oleh seberapa majunya pendidikan di Negara tersebut. Tujuan dari pendidikan Islam tersebut menjadikan manusia yang beraadab, berakhlak mulia dan bertaqwa kepada Allah SWT. Bagi kehidupan seseorang hal yang sangat penting dalam meraih cita-cita adalah dengan proses pendidikan. Mewujudkan cita-cita sesorang dalam menempuh pendidikan tentunya dapat diraih dengan adanya seorang pendidik. Pendidik merupakan kunci utama dalam mewujudkan segala cita-cita yang diinginkan setiap orang. Pendidik harus dapat memiliki kemampuan dalam mendukung segala proses pendidikan yang dilakukan terhadap peserta didiknya. Dalam sebuah proses pembelajaran dalam dunia pendidikan Islam, faktor utama untuk tercapainya tujuan pendidikan adalah penggunaan metode yang baik dan tepat. Sebuah ungkapan ―aththariqah ahammu minal maddah‖ bahwa metode lebih penting dibandingkan dengan materi. Sebaik apapun tujuan pendidikan yang hendak dicapai dalam sebuah proses pendidikan kalau tidak didukung dengan penggunaan metode pendidikan yang baik maka tujuan pembelajaran terseut akan sulit tercapai. Metode sangat mempengaruhi sampai atau tidaknya materi pendidikan dan informasi yang dilakukan dalam proses pendidikan itu sendiri. 81 Rasulullah SAW saat menyampaikan wahyu kepada sahabat-sahabatnya dapat diteladani sebagai sebuah metode yang tepat digunakan Rasulullah SAW dalam menyampaikan informasi dan materi pendidikan yang mudah dipahami oleh sahabat-sahabatnya. Metode pembelajaran yang beliau gunakan sangatlah tepat dalam memnyampaikan ajaran Islam. Beliau sangat memperhatikan kodisi, situasi dan karakter seseorang. Nilai-nilai ajaran Islam dapat diterima dengan mudah oleh para sahabat tidak terlepas bagaimana Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan dalam menyampaikan wahyu Allah SWT. Terkait metode pendidikan dalam perpektif Islam ini Rasullullah SAW sudah mencontohkan dan mempraktekkan sejak awal kepada sahabat-sahabat dalam proses penyampaian nilai-nilai ajaran Agama Islam. Selanjutnya dalam tulisan ini perlu diuraikan beberapa metode pendidikan dalam perspektif hadist yang mengacu penggunaan metode yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam setiap proses pembelajarannya. A. Metode Pendidikan Islam 1. Pengertian Metode Metode berasal dari kata Yunani. Berasal dari dua suku kata yaitu meta dan hodos. Kata meta berarti melalui dan kata hodos berarti jalan atau cara. Kata metode menuru etimologi adalah jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai tujuan. Selain itu metode juga dapat dikatakan suatu cara untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukam dalam mengembangkan suatu disiplin ilmu. Jalan mencapai tujuan dapat dimaknakan ditempatkan pada posisinya sebagai suatu cara untuk menemukan, menguji dan menyusun data 82 yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematiskannya suatu pemikiaran. Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam berbagai kata diantaranya ―al-thariqah, al manhaj, dan al-whasilah. Tariqah artinya jalan, manhaj artinya system, dan washilah artinya perantara atau mediator. Kata yang paling dekat dengan metode yaitu kata thariqah. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebalumnya secara bahasa metode adalah suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi Nampak bahwa metode lebih menunjukan kepada jalan. Dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu pada cara mengantarkan seseorang mencapai pada tujuan yang diinginkannya. Menurut terminologi (istilah) para ahli mengemukakan defenisi yang beragam tentang apa itu metode. Dan para ahli mengemukakan pendapatnya yang mana kata metode disandingkan dengan kata pendidikan, mengajar dan pembelajaran. Diantaranya : Menurut Abu Ahmadi metode adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Menurut Winarno Surakhmad Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Ramayulis mendefenisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan anak didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Jadi metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan suatu proses pembelajaran. Jadi metode pembelajaran adalah alat dalam menciptakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang pendidik. Menurut Al- Syaibani metode mengajar adalah segala kegiatan yang 83 terarah yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong perserta didik untuk mencapai proses belajar yang ingin dicapai dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Dari defenisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam ialah jalan atau cara untuk mencapai tujuan pendidikan Islam melalui kegiatan atau aktivitas dan usaha seorang pendidik untuk meningkatkan akhlak dan karakter peserta didik dengan cara membina potensi-potensi yang ada dari peserta didik secara maksimal dan tepat. Hal yang wajib ada dalam setiap metode adalah ; 1) Adanya tujuan yang ingin dicapai, 2) adanya aktivitas dan kegiatan untuk mencapai tujuan, 3) Aktivitas itu terjadi saat proses pembelajaran berlangsung, 4) Adanya perubahan tingkah laku dan karakter setelah aktivitas belajar dilakukan. Dalam dunia pendidikan ada istilah lain yang mempunyai makna sama dengan metode yaitunya pendekatan dan strategi. Pendekatan merupakan pandangan falsafi terhadap subjek yang harus diajarkan dapat juga diartikan sebagai pedoman mengajar yang bersifat ralistis atau kenseptual. Teknik/strategi ialah siasat atau cara penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas agar materi pembelajaran dapat dipaham dengan mudah oleh peserta didik. 84 2. Pendidikan Islam Pendidikan secara umum adalah mencakup segala usaha, upaya dan perbuatan dari seseorang yang lebih tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya dan keterampilannya kepada generasi yang lebih muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya. Pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang dilakukan sesorang (pendidik) terhadap orang lain (peserta didik). Terlepas dari apa dan siapa yang membimbing, yang pasti pendidikan diarahkan kepada pengembangan manusia dari berbagai aspek dan dimensinya, agar berkembang secara maksimal dan dengan sebaik-baiknya. Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan semua aspek kepribadian orang yang berjalan seumur hidup. Pendidikan tidak hanya secara formal namu juga secara informal dan non formal. Dalam perkembangannya, pendidikan atau pedagogie adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar menjadi dewasa. Pendidikan juga diartikan usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok yang lain agar menjadi dewasa atau tercapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu aktivitas dan usaha manusia secara sngaja dan sistematis dari orang yang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan peserta didik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara bertanggung jawab. Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa Pendidikan Islam 85 adalah usaha bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar dikemudian hari selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai padangan hidup atau jalan hidup. Sedangkan Abudin Nata mengatakan bahwa Pendidikan agama Islam adalah Upaya membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam merupakan usaha secara pragmatis dan sistematis untuk membina, membimbing, mengasuh dan mengembangkan fitrah agama yang ada pada diri sesorang dengan tujuan supaya dapat memahami ajaran agama Islam secara menyeluruh dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu hubungan denga sang pencipta, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam sekitar. 3. Dasar Metode Pendidikan Islam Penerapan metode pendidikan Islam merupakan permasalahan individual atau social peserta didik dan pendidik. Penggunaan metode oleh seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Karena metode pendidikan merupakan jalan atau cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Sehingga segala cara yang akan dilakukan oleh seorang pendidik harus mengacu pada dasardasar metode pendidikan Islam. Adapun dasar-dasar metode pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 86 a) Dasar Agamais Metode pendidikan Islam berdasarkan agamais maksudnya adalah bahwa penggunaan metode haruslah berdasarkan agama. Agama Islam merujuk kepada AlQurán dan Hadist. Maka dalam pelaksanaan metode yang digunakan oleh seorang pendidik haruslah disesuaikan dengan kebutuhan yang ada secara efektif dan efesien yang dilandasi dengan nilai-nilai Al-Qurán dan Hadist. b) Dasar Biologis Perkembangan biologis manusia mempengaruhi perkembangan intelektualnya. Semakin maju perkembangan biologis seseorang maka otomatis makin meningkat daya intelektualnya. Oleh sebab itu seorang guru dalam menggunakan metode harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didiknya. c) Dasar Psikologis Perkembangan psikologis peserta didik mempunyai kaitan yang erat terhadap penerimaan nilai-nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilakukan. Kondisi yang labil menyebabkan pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan sulit tercapai dan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu metode pendidikan Islam yang akan diterapkan guru harus memperhatikan kondisi psikologis peserta didiknya. Karena seorang pendidik dituntut dapat mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Dalam konsep islam bahwa akal termasuk dalam tatanan rohani. 87 d) Dasar Sosiologis Setiap pembelajaran dilakukan dapat dipastikan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik lainnya, peserta didik dengan masyarakat lingkungannya. Maka dasar sosiologis harus menjadi pertimbangan bagi seorang pendidik dalam menggunakan sebua metode pendidikan Islam agar jangan sampai terjadi ada metode yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sosiologis peserta didik. Kalau terjadi penggunaan metode yang tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik maka tujuan pendidikan itu akan sulit dicapai. Keempat dasar di atas adalah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan wajib diperhatikan oleh seorang pendidik dalam menerapkan sebuah metode pendidkan Islam agar tercapainya tujuan dari pendidikan tercapai. Penggunaan metode pendidikan Islam harus memperhatikan kondisi agamais, kondisi biologis, kondisi psikologis dan kondisi sosiologis peserta didik. B. Macam-macam Metode Pendidikan Islam Adapun umat Islam yang berpedoman kepada AlQuran dan Hadist sebagai petunjuk bagi seluruh aspek kehidupan maka dalam menggunakan metode mengajar pendidikan agama Islam tentunya metode-metode berdasarkan Al-Qurán dan Hadist diantaranya sebagai berikut: 1. Metode Ceramah Metode ceramah mrupakan metode dengan memberikan penjelasan tentang materi. Carannya biasa dilakukan dihadapan peserta didik atau dihadapan banyak 88 orang. Menurut Zuhairini, metode ceramah yaitu metode di dalam pendidikan dimana cara penyampaian materi pembelajaran kepada peserta didik dilakukan dengan cara menjelaskan dan menerangkan dan penuturan secara lisan. Semenjak zaman Nabi Muhammad SAW metode ceramah adalah cara yang pertama dan sering digunakan oleh Nabi dalam menyampaikan wahyu kepada Umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah ialah peranan pendidik tanpak lebih dominan, sedangkan peserta didik lebih pasif dan menerima penyampaian dari pendidik. Prinsip dasar dari metode ceramah terdapat dalam AlQurán Surat Yunus ayat 23 sebagai berikut: Artinya: Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Adapun Hadist yang berkaitan dengan metode ceramah ini adalah sebagai berikut: ُٖ‫ػ ْج ِذ ْاُ َٔب ُِيَ ْث‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ ،‫ ٌْش‬٣‫ َؽذَصََ٘ب َع ِش‬،ٍَ‫ هَب‬،‫ة‬ ِ ‫ ِْشثَْٖ َؽ ْش‬٤َٛ ‫ ُص‬َٝ ٌ‫ذ‬٤ْ ‫ع ِؼ‬ َ ْٖ ‫جَ ْخ ِث‬٤ْ َ‫َؽذَ صََ٘ب هُز‬ َ ُٖ ‫ ْث‬٠‫ع‬ ْ َُ َ‫ َُ َّٔبأ َ ْٗض‬،ٍَ‫ َْشح َ هَب‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ْ ‫ػ ْٖ أ َ ِث‬ "‫َ ِخ‬٣َ‫ األ‬ِٙ ‫ ِز‬َٛ ‫ذ‬ ُ َ ،‫ط ِْ َؾخ‬ َ ،‫ػ َٔ َش‬ َ ْٞ ُٓ ْٖ ‫ػ‬ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ ُ ،َََ‫ كَو‬.‫َـ‬ ‫خ‬ ٝ ْ ‫ؼ‬ ‫ك‬ ٞ ‫ؼ‬ ٔ ‫ز‬ ‫ك‬ ،‫َّب‬ ٤ ‫غ‬ ٣ ‫ش‬ ‫ه‬ ‫ملسو هيلع هللا ىلص‬ ‫هللا‬ ٍ ٞ ‫ع‬ ‫بس‬ ‫ػ‬ ‫د‬ ، ٤ ‫ث‬ ‫ش‬ ‫ه‬ ‫أل‬ ‫ا‬ ٗ ‫ْش‬ ٤ ‫ؾ‬ ‫ػ‬ ‫ِس‬ ‫ز‬ ٗ ‫أ‬ َٝ ْ َْٖ ِ ِ ْ‫بع‬ َ‫َي‬ ُّ ِ ُْ َ َ َ َ َ َ َِ َ ُّ َ ْ ُ َ ْْ ٌُ ‫ اا َ ْٗلُ ِغ‬ْٝ ُ‫ ا َ ْٗ ِوز‬، ْ‫ َٓ َشح ُ ث ِْٖ ًَؼَت‬٢ْ ِ٘ َ‫َج‬٣.‫بس‬ ْ ‫ ًَؼَتْ ِث ْٖ ُُ َؤ‬٢ْ ِ٘ َ‫َبث‬٣" ِ َُّ٘‫ا ا َ ْٗلُ ِغ ٌُ ْْ َِٖٓ ا‬ْٝ ُ‫ ا َ ْٗ ِوز‬،١ َ ُٔ ُ‫ػ ْجذُ ْا‬ ْْ ٌُ ‫ا اَٗلُ ِغ‬ْٝ ُ‫ أ َ ْٗ ِوز‬، ْ‫طِِت‬ َ ٢ْ َِ٘‫َج‬٣ .‫بس‬ ِ َُّ٘‫ ا َ ْٗلُ ِغ ٌُ ْْ َِٖٓ ا‬ْٝ ُ‫ ا َ ْٗ ِوز‬،ََْ ‫ؾ‬ِٛ ٢ْ َِ٘‫َج‬٣ .‫بس‬ ِ َُّ٘‫َِٖٓ ا‬ َ .‫أَا‬٤ْ ‫ؽ‬ ‫ َْش‬٤‫ؿ‬ َ ِ‫ لَ ا َ َِْٓيَ َُ ٌُ ْْ َِٖٓ هللا‬٢ْ ِّٗ ِ‫ كَئ‬،‫بس‬ ِ ‫ ا َ ْٗلُغ‬١ِ ِ َ‫َبك‬٣ .‫بس‬ ْ ‫ أ َ ْٗ ِوز‬،ٌ‫بط َٔخ‬ ِ َُّ٘‫ِي َِٖٓ ا‬ ِ َُّ٘‫َِٖٓ ا‬ )ِْ‫ ٓغ‬ٙ‫ا‬ٝ‫ (س‬.‫ب‬َٜ ُِ َ‫ب ِث ِجال‬َٜ ُِ‫عب ِث‬ َ ‫ا َ َّٕ َُ ٌُ ْْ َس ِؽٔب‬ Artinya: Menceritakan kepada kami Qutaibah ibn Sa‘id dan Zuhair ibn Harb, berkata, ―Menceritakan kepada kami Jarir, dari ‗Abdul Malik ibn ‗Umair, dari Musa ibn Thalhah, dari 89 Abu Hurairah, ia berkata, ―Tatkala diturunkan ayat ini: ―Dan peringatkanlah para kerabatmu yang terdekat, maka Rasulullah SAW memanggil orang-orang Quraisy. Setelah meraka berkumpul, Rasulullah SAW berbicara secara umum dan khusus. Beliau bersabda, ―Wahai Bani Ka‘ab ibn Luaiy, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani ‗Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani ‗Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari neraka!, wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari neraka! Karena aku tidak kuasa menolak sedikitpun siksaan Allah terhadap kalian. Aku hanya punya hubungan kekeluargaan dengan kalian yang akan aku sambung dengan sungguh-sungguh‖. (H.R. Muslim). Hadist diatas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memberikan ceramah kepada orang-orang Quraisy bahwa untuk senantiasa dijalan Allah untuk dapat selamat dari siksaan api neraka. Nabi menegaskan secara lisan dan berulang-ulang kepada orang-orang Quraisy untuk menyelamatkan diri meraka dari azab yaitu siksaan api neraka. Menurut Armai Arif, bahwa metode ceramah memiliki kelebihan diantaranya sebagai berikut: a) Suasana kelas berjalan dengan tenang karena peserta didik memiliki aktivitas yang sama. Sehingga pendidik dapat mengawasi secara menyeluruh b) Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama. c) Pelajaran dapat diperoleh dengan cepat; karena dengan waktu yang sedikit dapat diuraikan bahan yang banyak 90 d) Melatih para pelajar untuk menggunakan pendengarannya dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah (Armai Arif, 2020). Metode ceramah sifatnya lebih menolong, tetapi biasanya komunikasi satu arah kurang mengaktifkan logika lawan bicara. Oleh karena itu untuk mengantisipasi kepasifan dan kejenuhan peserta didik, seorang pendidik mengkombinasikan metode ini dengan metode lainnya yang relevan. Apabila mengambil pelajaran dari hadis di atas, maka tanpak bahwa selain menggunakan metode ceramah Rasulullah juga melengkapinya dengan metode Tanya jawab dan diskusi. 2. Metode Diskusi Metode diskusi merupakan suatu cara penyajian bahan pembelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik membicarakan dan menganalisis secara ilmiah untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Abdurahman An-Nahwawi menjelaskan metode ini disebut dengan biwar (dialog) (Ramayulis, 2008). Pengertian lain dari metode Tanya jawab adalah penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada muridnya atau dari murid kepada guru. Hadist yang mejelaskan tentang metode diskusi ini adalah sebagai berikut: ٍَ ‫ هَب‬،‫بط ثِ ُؾغ ِْٖ اُقُّؾْ جَ ِخ‬ ُ ‫بس‬ ِ َُّ٘‫عؤْ ٍُ هللاِ َٓ ْٖ أ َ َؽ ُن ا‬ َ َ َ٣ َ‫ َْشح َ هَب ٍَ هَب ٍَ َس ُع‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ْ ِ‫ػ ْٖ أَث‬ ُ َ َ ُ ُ ُ ُ )ِْ‫ ٓغ‬ٙ‫ا‬ٝ‫ىَ ص َّْ أدََٗيَ أدََٗيَ (س‬ُْٞ ‫ا َ ُّٓيَ ص َّْ ا ُّٓيَ ص َّْ أ ُّٓيَ اَث‬ Artinya: Dari Abu Hurairah r.a Berkata : ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasul. Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya hormati? Beliau menjawab : ―Ibumu, 91 kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian yang lebih dekat dan yang lebih dekat dengan kamu (HR. Muslim). (An-Naisaburi 1426H/2005M). Metode diskusi (biwar) baik digunakan karena: a. Situasi kelas kan hidup karena anak-anak aktif berfikir dan menyampaikan pikirannya b. Melatih anak agar berani mengungkapkan pendapatnya c. Penyebab timbulnya perbedaan pendapat diantara peserta didik akan menghangatkan diskusi. d. Mendorong peserta didik lebih hati-hati dan sungguhsungguh. e. Dapat mengontrol pemahaman peserta didik terhadap materi yang dibahas dalam pembelajaran f. Pertanyaan dapat membangkitkan menilai kebenaran sesuatu. g. Pertanyaan dapat menarik perhatian peserta didik h. Pertanyaan melatih anak untuk mengingat. i. Mengembangkan keberanian peserta didik (Asmai Arief, 2020). Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penggunakan metode pembelajaran secara diskusi sudah digunakan Rasulullah SAW semenjak 14 abad yang lalu masih relevan dan diakui oleh pakar pendidikan diera sekarang ini. Seorang pendidik tidak perlu ragu dalam penggunaan metode diskusi dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan. 92 3. Metode Pembiasaan dan hukuman Mengenai penggunaan metode pembiasaan dan hukuman dapat dilihat pada hadist sebagai berikut (Aby Daud 2018): -َ ‫ َؽ ْٔضَ ح‬٢ْ ‫اس أ َ ِث‬ ُ ْٖ ‫ػ‬ َ ،ََ٤ْ ‫ َؽذَصََ٘ب اِ ْع َٔب ِػ‬-١ َ َّٞ ‫ع‬ ْ ‫َّ ْؾ ٌُ ِش‬٤ُ‫ ْا‬٢ْ ِ٘‫َ ْؼ‬٣-ّ‫ؾَب‬ِٛ ْٖ‫َؽذَصََ٘ب ُٓ َؤ َّٓ َش ث‬ ْٖ‫ث‬ٝ‫ػ ْٔ ِش‬ ُ َُٞ َٛٝ ،ْ‫د‬ٝ‫ ادَ ُا‬ُْٞ ‫أَث‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ -٢ْ ِ‫ َْش ك‬٤‫ق‬ َ ُ‫ ْا‬٢ِّٗ َ‫ اُ َؾ ْٔضَ ِح ْاُ ُٔض‬ُْٞ ‫دَ اَث‬ٝ‫اس ْثُٖ دَ ُا‬َٞ ‫ع‬ ُ ْْ َُٛٝ ِ‫قالَح‬ ُ ‫ هَب ٍَ َس‬،ٍَ‫ هَب‬ِٙ َّ‫ػ ْٖ ِعذ‬ َّ ُ‫ لَدَ ًُ ْْ ِثب‬ْٝ َ ‫ا ا‬ٝ‫ " ُٓ ُّش‬،‫ ٍُ ملسو هيلع هللا ىلص‬ْٞ ‫ع‬ َ ،ِٚ ٤ْ ‫ػ ْٖ أ َ ِث‬ َ ،‫ت‬ ِ ٤ْ َ‫ؽؼ‬ ٢ْ ِ‫ ْْ ك‬ُٜ َ٘٤ْ َ‫ا ث‬ْٞ ُ‫كَ َشه‬َٝ ، َْٖ٤ِ٘‫ػ ْؾ ُش ِع‬ َ ‫ ْْ أَثََ٘ب ُء‬ُٛ َٝ ‫ب‬َٜ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ْْ ُٛ ‫ا‬ُْٞ ‫اض ِْشث‬َٝ َْٖ٤ِ٘‫ع ْج ُؼ ِع‬ َ ‫ا َ ْثَ٘ب ُء‬ )‫د‬ٝ‫ دا‬ٞ‫ أث‬ٙ‫ا‬ٝ‫ؼ (س‬ َ َٔ ُ‫ْا‬ ِ ‫ض‬ ِ ‫بع‬ Artinya: Menceritakan kepada kami Mu‘ammar ibn Hisyam, yakni al-Yasykuri, menceritakan kepada kami Isma‘il, dari Suwwar ibn Abi Hamzah- berkata Abu Dawud, ―Dia adalah Suwwar ibn Dawud Abu Hamzah al-Muzanni alShairafi-dari ‗Amr ibn Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah SAWbersabda, ―perintahkanlah anak-anakmu salat ketika usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.‖(H.R. Abi Dawud). Hadits di atas menjelaskan beberapa hal, diantaranya yaitu: a) Orang tua harus menyuruh anak mendirikan Shalat mulai berumur 7 tahun; b) setelah berumur 10 tahun ternyata anak meninggalkan Shalat, maka orang boleh memukulnya, dan; c) pada usia 10 tahun itu juga, tempat tidur anak harus dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, juga antara ada anak dan orang tuanya. Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. belajar kebiasaan. Selain menggunakan perintah, suri teladan, serta pengalam khusus, juga 93 menggunakan hukuman dan ganjaran. tujuannya agar memperoleh perbuatan baru yang lebih tepat, positif serta dikonstektualkan dengan situasi dan kondis. 4. Metode Demontrasi Metode demontrasi adalah metode mengajar dimana guru mempertunjukan tentang teknik dan proses pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya. Adapun hadist yang menjelaskan bahwa menggunakan metode demontrasi dalam pembelajaran sebagai berikut: ٢ْ ِ‫ ِْٖ ك‬٤َ‫بر‬َٜ ًَ َُٞ َٛٝ ‫ أََٗب‬ِٙ ‫ ِْش‬٤َ‫ ُِـ‬ٝ‫ُ أ‬َُٚ ِْْ ٤ِ‫َز‬٤ُ‫ ٍُ هللاِ ملسو هيلع هللا ىلص ًَبكِ َُ ا‬ْٞ ‫ع‬ ُ ‫ َْشح َ هَب ٍَ هَب ٍَ َس‬٣ ‫ َُش‬ٛ ٢ْ ِ‫ػ ْٖ اَث‬ َ َ )ِْ‫ ٓغ‬ٙ‫ا‬ٝ‫ (س‬٠‫ ْعط‬ُٞ‫ا‬ َ ‫أ‬ٝ ‫اُخ٘خ‬ َّ ُ‫بس َٓ ِِيٌ ثِب‬ ُ َٝ ِٚ ِ‫غجَّبث‬ َ ‫ؽ‬ Artinya: Dari Abu Hurairah r.a , Ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : orang yang menanggung hidup anak yatim atau yang lainnya, maka saya (Nabi) dan dia seperti ini di dalam syurga dan Imam Malik mengisyaratkan seperti jari telenjuk dan tengah. (HR. Muslim). (An-Naisaburi, 1426H/2005M: 234). Pada hadist-hadist lain Nabi sering juga menggunkan metode demontrasi dalam proses pembelajaran seperti menjelaskan masalah ibadah seperti shalat, wudhu, manasik haji. Hal ini dilakukan Nabi supaya mudah dipahami oleh para sahabat. 5. Metode Cerita (Qisshah) Metode cerita adalah metode yang dilakukan dengan menceritakan peristiwa penting bersejarah yang memuat nilainilai moral, agama, sosial, budaya dan sebagainya. Hadist nabi yang menjelaskan tentang metode cerita ini adalah sebagai berikut: 94 ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ُ ‫ أ َ ْٕ َس‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٢‫ َْشح َ سض‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ْ ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ َّ‫ كَ ْؾزَذ‬٢ْ ‫َ ْٔ ِغ‬٣ ٌَ ‫َ٘ب َس ُع‬٤ْ َ‫ ٍُ هللاِ ملسو هيلع هللا ىلص هَب ٍَ ث‬ْٞ ‫ع‬ َ ْ ْ َّ ُ َ ْ ُ ُ َ َِٖٓ ٟ‫َبً َُ اُض َش‬٣ ‫ش‬َٜ َِ٣ ‫ت‬ ِ ٌَِِ‫ ث‬َُٞ َٛٝ ‫ب ص َّْ خ ََش َط كَئِر‬َٜ ْ٘ ِٓ ‫ة‬ ُ ‫ْاُؼَط‬ َ ‫ؼ كََ٘ضَ ٍَ ثِئشا كَؾ َِش‬ َ َ‫ْاُؼ‬ ‫ؾٌ ََش‬ َ َ‫ت ك‬ َ َِْ ٌُ‫ ْا‬٠َ‫غو‬ َ َ‫ ك‬٢ ْ ‫زَا ِٓضْ ََ اَُّز‬َٛ ‫ط ِؼ كَوَب ٍَ َُوَ ْذ ثََِ َؾ‬ َ ِ‫ُ ص ُ َّْ َسه‬َّٚ‫ كَ َٔ َال ُؽل‬٢ْ ِ‫ ثََِ َؾ ث‬١ِ ْ ‫ ًَ َِّ ًَجِذ َِس‬٢ْ ِ‫بئِ ِْ أَعْ شا هَب ٍَ ك‬َٜ َ‫ اُج‬٢ْ ِ‫إِ َّٕ ََُ٘ب ك‬َٝ ِ‫ ٍُ هللا‬ْٞ ‫ع‬ ‫طجَخ‬ ُ ‫بس‬ َ َ٣ ‫ا‬ْٞ ُُ‫ُ هَب‬َُٚ‫ُ كَـَل ََش‬َُٚ ُ‫هللا‬ )ٟ‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫أَعْ ُش (س‬ Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, Ia berkata sesungguhnya Rasululllah SAW bersabda : ―Ketika seorang laki-laki sedang berjalan-jalan tiba-tiba ia merasa sangat haus sekali kemudian ia menemukan sumur lalu ia masuk kedalamnya dan minum, kemudian ia keluar (dari sumur). Tiba-tiba datang seekor anjing menjulur-julurkan lidahnya ia menjilati tanah karena sangat haus, lelaki itu berkata : anjing itu sangat haus sebagaimana aku, kemudian masuk kesumur lagi dan ia penuhi sepatunya (dengan air), kemudian ia (haus lagi) sambil menggigit sepatunya dan ia beri minum anjing itu kemudian Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni, sahabat bertanya wahai Rasulullah: adakah kita mendapat pahala karena kita menolong hewan ? Nabi SAW menjawab : disetiap yang mempunyai limpa basah ada pahalanya‖. (HR. Bukhori). (Al-Ju‘fi: 1419H/1999M). Berdasarkan hadist di atas dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW sering menggunakan metode cerita dalam menyampaikan pendidikan kepada para sahabatnya karena metode cerita dapat memberikan kesan mendalam dan menarik bagi peserta didik. Manfaat dari metode cerita ini adalah melatih daya tangkap dan daya piker peserta didik, melatih daya konsentrasi, mengembangkan suasana yang nyaman di kelas, menghibur dan menyenangkan hati peserta didik. 95 6. Metode Amsal/Perumpamaan Yaitu metode mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan, menuturkan sesuatu guna menjelaskan suatu keadaan yang selaras dan serupa dengan yang dicontohkan, sehubungan dengan metode ini ditemukan Hadits, sebagai berikut: ―Abu Musa al-Asyari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, ―Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Alqur‘an adalah bagaikan buah utrujjah, aromanya harum dan rasanya enak. Perumpamaan seorang mukmin yang tidak membaca Alqur‘an adalah bagaikan buah kamar (kurma).aromanya tidak ada, tetapi rasanya manis. Perumpamaan seorang munafik yang membaca Alqur‘an adalah bagaikan buah Raihanah.Aromanya harum, tetapi rasanya pahit. Perumpamaan seorang munafik yang tidak membaca Alqur‘an adalah bagaikan buah hanzhalah. Aromanya tidak ada dan rasanya pahit.‖ 7. Metode Targhib dan Tarhib Adalah Metode mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan targhib) dan hukuman terhadap keburukan (tarhib) agar anak didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Rasulullah banyak menggunakan targhib dalam mendidik sahabat (ummat)nya. Diantaranya dapat dilihat dalam Hadits yang artinya sebagai berikut: ―Aku mendengar Abdullah bin Masud berkata, bahwa Rasulullah bersabda ―Siapa yang membaca satu huruf Alqur‘an mendapat pahala satu kebaikan. satu kebaikan dilipatgandakan menjadi Sepuluh. Saya tidak mengatakan 96 Alif Lam Mim itu satu huruf. Akan tetapi, Alif satu huruf, lamsatu huruf, dan mim satu huruf.‖ Untuk menumbuhkan semangat dan minat yang tinggi dalam mengerjakan Ibadah (membaca Al-qur‘an dan mendirikan Shalat Jumat), Rasulullah menggunakan metode targhib, dengan metode ini, Baliau menggugah dan menimbulkan perasaan senang pada diri anak didik (sahabat) untuk melakukan sesuatu. Beliau menyampaikan informasi yang menenangkan hati berupa janji pahala dari Allah untuk orang yang mengerjakan suatu kegiatan. Sementara itu, tarhib adalah ancaman hukuman yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan, selain itu juga karena menyepelekan pelaksanaan kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.Tarhibpun dapat diartikan sebagai ancaman dari Allah untuk menakut-nakuti hamba-hamba-Nya melalui penonjolan kesalahan atau penonjolan salah satu sifat keagungan dan kekuatan Ilahiah Agar mereka teringatkan untuk tidak melakukan kesalahan dan kemaksiatan. 8. Metode Pengulangan (Tikrar) dan Latihan Metode pengulangan adalah cara mengajar dimana pengajar atau guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan anak didik bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan. Dalam pelaksanaanya pengulangan dapat digunakan sebelum pemberian materi untuk mengetahui tingkat penguasaan anak didik bisa juga dilakukan setelah penyampaian materi yang diajarkan dengan maksud meningkatkan daya ingat dan 97 memperdalam penguasan terhadap materi yang sudah disampaikan. 9. Metode Maui‘zah. Mau‘izhah adalah memberi nasehat dan mengingatkan seseorang dengan bahasa yang baik terhadap sesuatu yang dapat meluluhkan hatinya dan sesuatu itu dapat berupa pahala atau siksa, sehingga ia menjadi ingat. Berkaitan dengan metode ini terdapat Hadits yang artinya: ―Umar bin Abi Salamah berkata, dulu aku menjadi pelayan di rumah Rasulullah.ketika makan, biasanya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. melihat itu Beliau berkata, ‗ Hai Nak,bacalah basmalah, Makanlah dengan tangan kananmu,dan makanlah apa yang ada di dekatmu.‖ Abdul Rahman An Nahlawi (2014) mengemukakan bahwa dari sudut Psikologi dan pendidikan, pemberian nasihat (Mau‘idzah) itu menimbulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: a) Membangkitkan rasa ketuhanan yang telah dikembangkan dalam jiwa setiap Didik melalui dialog, pengamalan ibadah, atau praktik; b) Membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang pada pemikiran Ketuhanan yang sehat; c) Membangkitkan keteguhan untuk berpegang pada jamaah yang beriman; d) Penyucian dan pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan Islam. Memberikan Mauidzah atau nasihat merupakan pekerjaan penting dan sangatefektif dalam pendidikan. Seyogyanya pendidik banyak menggunakan Ibrah (nasihat) yang menyentuh, menyejukkan hati, dan menggugah emosi 98 anak didik pada saat pelaksanaan pembelajaran sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam Hadits di atas. 10. Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada peserta didik sedangkan hasil tersebut diperriksa oleh pendidik sedangkan peserta didik harus mempertanggungjawabkannya. 11. Metode Eksperimen Suatu cara mengajar dengan menyuruh peserta didik melakukan suatu percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap peserta didik, sedangkan pendidik memperhatikan yang dilakukan oleh peserta didik sambil memberikan arahan C. Kesimpulan Dari semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Metode dalam pendidikan Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebaik apapun materi yang disampaikan tanpa metode yang tepat, dikhawatirkan subtansi dari materi tersebut tidak sampai dan tidak dipahami oleh peserta didik. Metode pendidikan Islam adalah suatu jalan atau cara untuk mencapai tujuan pendidikan melalui aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian anak didik dengan jalan membina potensi-potensi yang ada dalam diri pribadi secara maksimal dan sebaik-baiknya. Metode pendidikan Islam perspektif Hadits adalah metode pendidikan dalam Islam menurut sudut pandang 99 Hadits atau metode pendidikan yang di terapkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui Hadits yang diriwatkan darinya.Adapun metode pendidikan sebagaimana yang telah diterapkan oleh Rasulullahdalam mendidik dan menyampaikan ajaran Islam kepada para sahabat (perspektif Hadits) diantaranya ialah, Metode ceramah, Metode pembiasaan dan hukuman, Metode dialog dan diskusi (Hiwar), Metode pengulangan dan pelatihan, Metode perumpamaan (Amtsal), Metode ceramah, metode demostrasi atau keteladanan, metode cerita (kisah) Metode Targhib dan Tarhib, dan Metode Mau‘izhah dan lain-lain. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik sejati yang dipilih Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya, sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan Islam yang benar terhadap para sahabatnya untuk kemudian bias dicontoh oleh pendidik dimasa-masa berikutnya dari umatnya, strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat tepat dan akurat, dalam menyampaikan ajaran Islam beliau sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, Rasulullah SAW merupakan sosok guru yang ideal dan sempurna, sehingga nilai- nilai Islam dapat ditransfer dengan baik dan bisa dierima oleh para sahabat dan umatnya. Referensi Abuddin, Nata. Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Baru. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003. Ahmad bin Hanbal, Abi Abdillah. Masnad Ahmad.Al MaktabahSyamilah. 100 Ahmadi, Abu dan Joko Triprasetyo. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia, 2005. ali An-Nasa‘I, Abdurrahman bin Syu‘aib.Sunan AnNasa‘i.Maktabah-Assyamilah, Juz VII. al-Qazwini, Abi Abdillah Muhammad bin yazid. Sunan Ibnu Majah. Al Maktabah-syamilah, Juz II. An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam dirumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema insani press, 2004. An-naisaburi, Abul Husain Muslim bin Hajjaj. Shohih Muslim.Al Maktabah-Syamilah, Juz I. Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta. Ciputat press, 2002. As-Sijistani, Abi Daud Sulaiman bin Syadad.Sunan aby daud. Al Maktabah-Syamilah,Juz I. At-Tirmidzi, Abi Isa bin surah. Sunan At-Tirmidzi. Al Maktabah-Syamilah, Juz V. Cholil, Usman. Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam. Surabaya: Duta Aksara, 2018. Daradjat, Zakiah.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta. Bumi Aksara, 2009. Djamarah, Saiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rineka Cipta, 2002. Ibrahim Al-Bukhori,Muhammad bin Isma‘ilbin. Shohih bukhori. Al Maktabah-Syamilah. Mohammad As-shaibani, Omar. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 2019. Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008. 101 Sudirman, N. dkk. Ilmu Pendidikan. Bandung.Remaja Rosda Karya, 1992. Suhartini, Andewi. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta, Umar, Bukhori. Hadits Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadits.Jakarta: Bumi Aksara, 2015. Zuhairini Dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 2008. 102 BAB 6 METODE PENDIDIKAN PERSPEKTIF HADIS Oleh: Nurul Hakim, S.Th.I., M.Hum. A. Pendahuluan Al-Qur‘an dan hadis merupakan dua sumber syariat Islam yang tetap, yang orang Islam tidak mungkin memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut (Hakim, 2014: 19). Begitu pula, seorang Muslim tidak dibenarkan—menurut pandangan mayoritas umat Islam—hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya (Mudasir, 2005: 65). Muhammad Ajjaj Al-Khatib menyatakan: َّ ُ‫ َْ ا‬َٜ ‫َ ْل‬٣ ْٕ َ ‫ ُْٔ ٌُِٖ ُِ ُٔ ْغ ِِْ أ‬٣ ‫بٕ َل‬ ‫ؼَخَ َل‬٣ْ ‫ؾ ِش‬ ُّ ُ‫ا‬َٝ ُٕ ‫كَ ْبُوُ ْشآ‬ ْ َٓ ُ‫غَّ٘خ‬ ِ َٓ ‫َبٕ ُٓز ََال ِص‬ ِ ‫ؼَز‬٣ْ ‫إ ر َ ْؾ ِش‬ ِ ‫قذَ َس‬ .‫ َٔب‬ِٛ ‫ػ ْٖ أ َ َؽ ِذ‬ ُّ ‫ِث‬ َ ُِْ ‫ػب‬ َ ْٝ َ ‫ ِذ أ‬ِٜ َ ‫ ُِ ِْ ُٔغْ ز‬٠٘‫ َل ِؿ‬َٝ ‫ َٔب َٓؼب‬ِٜ ٤ْ َُ‫عِ ِإ‬ْٞ ‫بُش ُع‬ ―Al-Qur‘an dan Al-Sunnah (hadis) merupakan dua sumber hukum syariat Islam sepanjang zaman. Sehingga umat Islam tidak mungkin mampu memahami syariat Islam (secara utuh) tanpa kembali kepada keduanya. Mujtahid dan orang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya‖. Banyak ayat dan hadis yang mienjielaskan bahwa hadis mieriupakan salah satiu siumbier hiukium Islam sielain Al-Qiur‘an yang wajib diikiuti siebagaimana miengikiuti Al-Qiur‘an. Di antara ayat yang mienjielaskan hal itiu adalah Ali Imran [3]: 179; AlNisa‘ [4]: 136. Dalam siurat Ali Imran tiersiebiut, Allah miemisahkan antara orang miukmin dan orang miunafik. Dia jiuga akan miempierbaiki kieadaan orang miukmin dan miempierkiuat imannya. Siebab itiu, orang miukmin ditiuntiut agar tietap bieriman kiepada Allah dan Rasiul-Nya. 103 Dalam siurat Al-Nisa‘ di atas, siebagaimana halnya dalam siurat Ali Imran [3]: 179, Allah mienyieriu iumat Islam agar bieriman kiepada Allah, Rasiul-Nya (Miuhammad SAW), AlQiur‘an, dan kitab yang ditiuriunkan siebieliumnya. Kiemiudian pada akhir ayat, Allah miengancam orang yang miengingkari sieriuan-Nya. Ayat lain yang miemierintahkan mienaati Rasiul (hadis) adalah Ali Imran [3]: 32; Al-Nisa‘ [4]: 59; Al-Hasyr [59]: 7; AlMaidah [5]: 92; Al-Niur [24]: 54 dan masih banyak ayat sieriupa yang diemikian. Sielain Al-Qiur‘an yang miemierintahkan agar iumat Islam miengikiuti hadis, hadis siendiri jiuga miengisyaratkan hal itiu. Di antara hadis yang bierbicara tientang kiewajiban iumat Islam miengikiuti hadis adalah: َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ْْ ٌُ ٤ِ‫عَِّ َْ هَب ٍَ ر ََش ًْذُ ك‬ ُ ‫ُ أ َ َّٕ َس‬َٚ‫ُ ثََِـ‬ََّٚٗ‫ػ ْٖ َٓب ُِي أ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ٢َِ٘‫ َؽذَّص‬َٝ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫َبة‬ .ِٚ ّ٤ِ ‫عَّ٘خَ َٗ ِج‬ َّ َٔ َ ‫ا َٓب ر‬ُِّٞ‫َض‬ ُ َٝ ِ‫َّللا‬ َ ‫ َٔب ًِز‬ِٜ ‫غ ٌْز ُ ْْ ِث‬ ِ ‫ ِْٖ َُ ْٖ ر‬٣‫أ َ ْٓ َش‬ ―Tielah miencieritakan kiepadakiu dari Malik tielah sampai kiepadanya bahwa Rasiuliullah SAW biersabda: ―Tielah akiu tinggalkan iuntiuk kalian, diua pierkara yang kalian tidak akan siesat sielama kalian bierpiegang tiegiuh diengan kiediuanya; kita>b Alla>h dan siunnah NabiNya‖ (Anas, 2002: 899). Hadis di atas jielas siekali bahwa Rasiuliullah SAW miewajibkan iumat Islam iuntiuk bierpiegang tiegiuh kiepada alQiur‘an dan siunnah Nabi. Dalam hadis tiersiebiut dinyatakan olieh Nabi siendiri bahwa jika iumat Islam bierpiegang tiegiuh kiepada al-Qiur‘an dan siunnah Nabi, maka mierieka tidak akan tiersiesat sielama-lamanya. Dalam hadis lain, Nabi jiuga siecara nyata mieniegaskan pientingnya bierpiegang tiegiuh diengan siunnah-nya. Hadis tiersiebiut ialah: 104 ُ ْٖ ‫ػ‬ ٝ‫ػ ْٔش‬ ِ ‫بس‬ َ ِْٖ ‫س ث‬ َ ِ٢ َ ٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ َ‫ؽ ْؼجَخ‬ َ ‫ ٌغ‬٤ًِ َٝ ‫َّ٘بدٌ َؽذَّصََ٘ب‬َٛ ‫َؽذَّصََ٘ب‬ ِ ‫ػ ْٖ ْاُ َؾ‬ ّ ‫ٕ اُضَّوَ ِل‬ْٞ ‫ػ‬ َ َ‫عَِّ َْ ثَؼ‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ٠َُِ‫ش ُٓؼَبرا إ‬ ُ ‫ة ُٓؼَبر أ َ َّٕ َس‬ ْ َ ‫ػ ْٖ ِس َعبٍ ِٓ ْٖ أ‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ف َؾب‬ َ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ْ ْ َ ُ َّ ‫ة‬ ‫ة‬ ِ ‫ ًِز َب‬٢ِ‫ٌَ ْٖ ك‬٣ ْْ ُ ْٕ ِ‫َّللاِ هَب ٍَ كَئ‬ ِ ‫ ًِز َب‬٢ِ‫ ثِ َٔب ك‬٢‫ض‬ ِ ‫ كَوَب ٍَ أه‬٢‫ض‬ ِ ‫ْق رَو‬ َ ٤ًَ ٍَ ‫َ َٔ ِٖ كَوَب‬٤ُ‫ْا‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ َّ ُ ‫عَّ٘ ِخ َس‬ ُ ٢ِ‫َ ٌُ ْٖ ك‬٣ ْْ َُ ْٕ ِ‫عَِّ َْ هَب ٍَ كَئ‬ ُ ‫غَّ٘ ِخ َس‬ ُ ِ‫َّللاِ هَب ٍَ كَج‬ ِ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ ْ ْ َّ َ َّ َّ َّ َ َ َ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ َّ ٠ِ‫ف‬ ُ ‫ ٍَ َس‬ٞ‫ع‬ ُ ‫كنَ َس‬َٝ ١ِ‫ هب ٍَ اُ َؾ ْٔذُ ِ َّّلِلِ اُز‬٢ِ٣‫ذُ َسأ‬ِٜ َ ‫عِ َْ هب ٍَ أعْ ز‬ ِ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ َّ َّ َ َّ ٠ِ‫ف‬ .َْ ِ‫ع‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ ―Tielah miencieritakan kiepada kami Hannad, tielah miencieritakan kiepada kami Wakiʻ dari Syiuʻbah dari Abiu ʻAiun al-Saqafiy dari al-H}aris bin ʻAmr dari siesieorang dari kalangan sahabat Miuʻaz bahwa Rasiuliullah SAW piernah miengiutius Miuʻaz kie Yaman, laliu bieliaiu biertanya: ―Bagaimana iengkaiu miemiutiuskan hiukium?‖ ia mienjawab; Akiu miemiutiuskan hiukium dari apa yang tierdapat di dalam kitab Allah. Bieliaiu biertanya lagi: ―Jika tidak ada di dalam kitab Allah?‖ ia mienjawab; Diengan siunnah Rasiuliullah SAW. Bieliaiu biertanya: ―Jika tidak tierdapat di dalam siunnah Rasiuliullah SAW?‖ Ia mienjawab; Akiu akan bierijtihad diengan piendapatkiu. Bieliaiu miengatakan: ―Siegala piuji bagi Allah yang tielah miembieri taiufi>q kiepada iutiusan Rasiuliullah SAW‖(Tirmidzi, 2015: 9–10) (Darimi, 2002: 72). Dalam hadis di atas tampak jielas siekali bahwa Nabi mienginginkan agar Miuʻaz nantinya dalam miemiutiuskan pierkara di Yaman sielaliu bierpiedoman kiepada al-Qiur‘an dan siunnah-nya. Jika miemang siuatiu pierkara tiersiebiut tidak tierdapat di dalam siunnah Nabi SAW bariu Nabi mienyietiujiui Miuʻaz iuntiuk mienggiunakan ijtihadnya. Tierkait diengan miengapa pierkara tiersiebiut—pada waktiu miengiutius Miuʻa>z|—bielium tiercantium dalam siunnah Nabi. Hal ini dapat dipahami kariena miemang siunnah Nabi masih bierprosies saat itiu. Siehingga, Nabi bielium miembierikan soliusi iumat Islam dalam siunnah-nya. Adapiun siekarang, siunnah Nabi siudah siempiurna dan siudah mienjadi ―kitab iundang-iundang‖ riesmi. Diengan diemikian tidak ada 105 alasan iuntiuk tidak mienggiunakan siunnah Nabi dalam miemiutiuskan siuatiu pierkara. Biegitiu jiuga dalam hadis lain, Rasiuliullah SAW biersabda: ُ‫ خَب ُِذ‬٢َِ٘‫ذَ هَب ٍَ َؽذَّص‬٣‫َ ِض‬٣ ُٖ‫ ُس ْث‬ْٞ َ ‫ذُ ْثُٖ ُٓ ْغ ِِْ َؽذَّصََ٘ب ص‬٤ُِ َٞ ُ‫َؽذَّصََ٘ب أَؽْ َٔذُ ْثُٖ َؽ ْ٘جََ َؽذَّصََ٘ب ْا‬ ‫َ٘ب‬٤ْ َ ‫ؽُغْ ُش ْثُٖ ؽُغْ ش هَ َبل أَر‬َٝ ٢ ُّ ُ‫ ا‬ٝ‫ػ ْٔش‬ َّ ُ‫ َػ ْجذ‬٢َِ٘‫ْثُٖ َٓ ْؼذَإَ هَب ٍَ َؽذَّص‬ َ ُٖ‫اُشؽْ َٔ ِٖ ْث‬ ُّ ِٔ َِ‫غ‬ ْْ ُٜ َِِٔ ْ‫ىَ ُِزَؾ‬َْٞ ‫َٖ ِإرَا َٓب أَر‬٣ِ‫ اَُّز‬٠َِ‫ػ‬ َ ‫ َل‬ٝ{ َ َْٖ‫بك ث‬ َ َ‫ْاُ ِؼ ْشث‬ ِ ‫ع‬ َ ِٚ ٤‫ ِٓ َّٔ ْٖ َٗضَ ٍَ ِك‬َُٞ َٛٝ َ‫َخ‬٣‫بس‬ ٍَ ‫َٖ كَوَب‬٤ِ‫ ُٓ ْوز َ ِجغ‬َٝ َٖ٣ِ‫ػبئِذ‬ َ َٝ َٖ٣‫َ٘بىَ صَ ائِ ِش‬٤ْ َ ‫هُ َِْ٘ب أَر‬َٝ ‫غَِّ َْٔ٘ب‬ َ ْْ ٌُ ُِِٔ ْ‫هُ ِْذَ َل أ َ ِعذُ َٓب أَؽ‬ َ َ‫} ك‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍُ ٞ‫ع‬ ‫َ٘ب‬٤ْ َِ‫ػ‬ ُ ‫ ِثَ٘ب َس‬٠َِّ‫ف‬ ُ َ‫ْاُ ِؼ ْشث‬ َ ََ َ‫ّ ص ُ َّْ أ َ ْهج‬ْٞ َ٣ َ‫عَِّ َْ رَاد‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ‫بك‬ َ ‫ ِػ‬ْٞ َٓ ‫ظَ٘ب‬ َ ‫ػ‬ ْ َِ‫ ِع‬َٝ َٝ ُُٕٞ٤ُ‫ب ْاُؼ‬َٜ ْ٘ ِٓ ‫ذ‬ ْ َ‫ـَخ رَ َسك‬٤ِِ َ‫ظخ ث‬ ‫َب‬٣ ٌَ ِ‫ة كَوَب ٍَ هَبئ‬ٞ ُ ُُِ‫ب ْاُو‬َٜ ْ٘ ِٓ ‫ذ‬ َ َٞ َ‫ك‬ ُ َ ‫ ِػ‬ْٞ َٓ ِٙ ‫ ِز‬َٛ َّٕ َ ‫َّللاِ ًَأ‬ َّ َٟٞ ‫ ٌُ ْْ ِثز َ ْو‬٤‫ف‬ٝ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ُ ‫َس‬ ِ‫َّللا‬ ِ ‫َ٘ب كَوَب ٍَ أ‬٤ْ َُ‫ذُ ِإ‬َٜ ‫دِّع كَ َٔبرَا ر َ ْؼ‬َٞ ُٓ ُ‫ظخ‬ َّ ْ ٟ‫َ َش‬٤‫غ‬ ‫اخزِ َالكب‬ ْ ‫َ ِؼ‬٣ ْٖ َٓ َُِّٚٗ‫ًّب كَئ‬٤‫ػجْذا َؽجَ ِؾ‬ َ ْٕ ‫ ِإ‬َٝ ‫ػ ِخ‬ َ ‫اُطب‬َٝ ‫اُغ َّْٔ ِغ‬َٝ َ َ‫ ك‬١‫ؼ ِٓ ْ٘ ٌُ ْْ ثَ ْؼ ِذ‬ ‫عضُّىا‬ َ ‫سكُىا ِبهَا َو‬ ِ ‫الزا‬ ِ َ‫سنَّ ِة ا ْل ُخلَف‬ َّ ‫ش ِدينَ ت َ َم‬ ُ ‫سنَّتِي َو‬ ُ ‫شا فَعَلَ ْي ُك ْم ِب‬٤ِ‫ًَض‬ َّ َ‫اء ا ْل َم ْه ِد ِيّين‬ ُ ٌ.‫ض َالَُخ‬ ٌ َ ِ ‫ ُٓؾْ ذَصَب‬َٝ ْْ ًُ ‫َّب‬٣‫ ِإ‬َٝ ‫اج ِذ‬ َ ‫ػخ‬ َ ‫ ًُ ََّ ِث ْذ‬َٝ ‫ػخ‬ َ ‫س كَئِ َّٕ ًُ ََّ ُٓؾْ ذَصَخ ِث ْذ‬ٞ ِ ُٓ ‫د ْاأل‬ ِ ‫علَ ْيهَا ِبالنَّ َى‬ ―Tielah miencieritakan kiepada kami Ahmad bin Hanbal bierkata, tielah miencieritakan kiepada kami al-Walid bin Miuslim bierkata, tielah miencieritakan kiepada kami Saiur bin Yazid ia bierkata; tielah miencieritakan kiepadakiu Khalid bin Maʻdan ia bierkata; tielah miencieritakan kiepadakiu ʻAbd al-Rahman bin ʻAmr al-Siulamiy dan Hiujr bin Hiujr kiediuanya bierkata, ―Kami miendatangi ʻIrbad} bin Sariyah, dan ia adalah tiermasiuk siesieorang yang tiuriun kiepadanya ayat: ‖(Dan tiada (piula dosa) atas orang-orang yang apabila mierieka datang kiepadamiu, sapaya kami miembieri mierieka kiendaraan, laliu kamiu bierkata, ―Akiu tidak miempierolieh kiendaraan orang yang miembawamiu)‖—Qs. Al-Taiubah: 92—kami miengiucapkan salam kiepadanya dan bierkata, ―Kami datang kiepadamiu iuntiuk ziarah, diudiuk-diudiuk miendiengar siesiuatiu yang bierharga darimiu‖. ʻIrba>d} bierkata, ―Siuatiu kietika Rasiuliullah SAW salat biersama kami, bieliaiu lantas mienghadap kie arah kami dan miembierikan siebiuah nasihat yang sangat mienyientiuh yang miembiuat mata mienangis dan hati biergietar. Laliu 106 siesieorang bierkata, ―Wahai Rasiuliullah, sieakan-akan ini adalah nasihat iuntiuk pierpisahan! Laliu apa yang iengkaiu wasiatkan kiepada kami?‖ Bieliaiu miengatakan: ―Akiu wasiatkan kiepada kalian iuntiuk biertakwa kiepada Allah, sienantiasa taat dan miendiengar mieskipiun yang miemierintah adalah sieorang biudak Habsyi yang hitam. Siesiunggiuhnya orang-orang yang hidiup sietielahkiu akan mielihat piersielisihan yang banyak. Maka, hiendaklah kalian bierpiegang diengan siunnah-kiu, siunnah para khalifah yang liurius dan miendapat pietiunjiuk, bierpiegang tiegiuhlah diengannya dan gigitlah diengan gigi gieraham. Jaiuhilah olieh kalian pierkarapierkara bariu (dalam iuriusan agama), siebab sietiap pierkara yang bariu adalah bidah dan sietaip bidah adalah siesat‖ (Dawiud, 2015: 16–17) (Majah, 2015: 15–16) (Darimi, 2002: 57). Di samping itiu, iumat Islam tielah siepakat mienjadikan hadis siebagai salah satiu dasar hiukium dalam amal pierbiuatan kariena siesiuai diengan yang dikiehiendaki Allah. Pienierimaan hadis sama siepierti pienierimaan iumat Islam tierhadap Al-Qiur‘an (Siulaiman, 2008: 30). Siebab, kiediua-diuanya mieriupakan siumbier hiukium Islam. Kiesiepakatan iumat Islam dalam miempiercayai, mienierima, dan miengamalkan siegala kietientiuan yang tierkandiung di dalam hadis tielah dilakiukan siejak masa Nabi, masa sahabat, masa tabiin dan tidak ada yang miengingkarinya (Rahman, 1974: 62). Banyak di antara mierieka yang tidak hanya miemahami dan miengamalkan isi kandiungannya, tietapi mienyiebarliuaskannya kiepada gienierasi sielanjiutnya. Olieh siebab itiu, hadis sielaliu mienarik dikaji di sietiap zaman dan gienierasi. Salah satiu hadis yang mienarik iuntiuk dikaji ialah hadis-hadis yang miembincang tientang mietodie piendidikan. Dalam tiulisan 107 ini akan dipaparkan miengienai mietodie piendidikan yang piernah dijalankan pada masa Nabi. B. Mietodie Piendidikan Pierspiektif Hadis Mietodie dalam bahasa Arab disiebiut diengan al-tariq, artinya jalan. Jalan mieriupakan siesiuatiu yang dilaliui agar sampai kiepada tiujiuan (Nizar, 2011: 57). Miengajarkan matieri pielajaran agar dapat ditierima piesierta didik hiendaknya mienggiunakan jalan yang tiepat. Dalam hal ini, piendidik harius mienggiunakan cara dan iupaya yang tiepat dalam mienyampaikan matieri kiepada piesierta didik. Mietodie piembielajaran mieriupakan alat iuntiuk miencapai tiujiuan yang tielah diriumiuskan (Khon, 2012: 33). Miuhammad Abd Rahim Ghiunaimat miendiefinisikan mietodie miengajar siebagai cara praktis yang mienjalankan tuiuan dari maksiud piengajaran (Nizar, 2011: 57). Siemientara itiu, Ali al-Jiumbiulati dan Abiu al-Fath al-Tawanisi miendiefiniskan mietodie miengajar siebagai cara yang diikiuti olieh giuriu iuntiuk mienyampaikan informasi kie otak piesierta didik (Nizar, 2011: 57). Siedangkan iEdgar Briucie Wiesliey miendiefinisikan mietodie piendidikan siebagai rientietan kiegiatan tierarah bagi giuriu yang mienyiebabkan timbiulnya prosies bielajar pada miurid. Ia juga miendiefinikan mietodie piendidikan adalah prosies yang pielaksanaannya yang siempiurna mienghasilkan prosies bielajar. Di samping itiu, iEdgar jiuga miendiefinikan mietodie piendidikan adalah jalan yang diengannya piengajaran mienjadi bierkiesan (Nizar, 2011: 57). Dari piendapat yang ada dapat ditarik kiesimpiulan bahwa mietodie piendidikan ialah bierbagai cara yang digiunakan olieh piendidik agar matieri yang diajarkan dapat ditierima olieh piesierta didik. 108 Siemientara itiu, mietodie piendidikan yang digiunakan Nabi dalam mienyampakan matieri pielajaran kiepada sahabat— piesierta didik yang ada pada zaman Nabi—antara lain: 1. Mietodie Kietieladanan Siecara tierminologi, al-iuswah bierarti yang ditiriu (AlMaraghi, 1996: 104). Siemientara itiu, hasanah bierati baik. Diengan diemikian, iuswah hasanah bierarti contoh yang baik, siuri tieladan (yang harius ditiriu). Bierkaitan diengan miembieri kietieladanan kiepada piesierta didik (sahabat), Nabi piernah mienieladankan hal bierikiut: ُّ ِْٖ ‫َّللاِ ث‬ َّ ‫ػ ْج ِذ‬ ْْ٤َِ‫ع‬ ِ ‫ػ‬ ُ ِْٖ ‫ ث‬ٝ‫ػ ْٔ ِش‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ ‫ ِْش‬٤َ‫اُضث‬ َ ِْٖ ‫بٓ ِش ث‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ ٌ‫جَخُ هَب ٍَ َؽذَّصََ٘ب َٓب ُِي‬٤ْ َ ‫أ َ ْخجَ َشَٗب هُز‬ َ‫بٓ ٌَ أ ُ َٓب َٓخ‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ِ ‫ َؽ‬َُٞ َٛٝ ٢ِِّ ‫ق‬ ُ ‫ هَز َبدَحَ أ َ َّٕ َس‬٢‫ػ ْٖ أ َ ِث‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ُ٣ َٕ‫عَِّ َْ ًَب‬ َ ِ‫َّللا‬ َ َ َ )٠‫ اُ٘غبئ‬ٚ‫ب (أخشع‬َٜ َ‫بّ َسكَؼ‬ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫إ‬ ٝ ‫ب‬ ٜ ‫ؼ‬ ‫ض‬ ٝ ‫ذ‬ ‫غ‬ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ئ‬ ِ َ َ َ َ َ َ َ َ ِ َ‫ك‬ َ ―Tielah miencieritakan kiepada kami Qiutaibah bierkata: Tielah miencieritakan kiepada kami Malik dari ‗Amir bin 'Abdiullah bin AlZiubair dari ‗Amr bin Siulaim dari Abiu Qatadah bahwa Rasiuliullah SAW salat diengan mienggiendong iUmamah—binti Zainab binti Rasiuliullah—, apabila siujiud maka bieliaiu mielietakkannya, dan jika bierdiri maka bieliaiu miengangkatnya kiembali‖ (Nasa‘i, 2015: 169). Mieniuriut al-Asqalani, kietika itiu orang-orang Arab sangat miembienci anak pieriempiuan. Rasiuliullah SAW miembieritahiukan pada mierieka tientang kiemiuliaan kiediudiukan anak pieriempiuan. Rasiuliullah SAW miembieritahiukannya diengan tindakan, yaitiu diengan mienggiendong iUmamah (ciuciu Rasiuliullah SAW) di piundaknya kietika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa pierilakiu tiersiebiut dilakiukan Rasiuliullah SAW iuntiuk mienientang kiebiasaan orang Arab yang miembienci anak pieriempiuan. Rasiuliullah SAW mienyielisihi kiebiasaan mierieka, 109 bahkan dalam salat siekalipiun (Pasaribiu, 2018: 366) (Siuharjo iet al., 2023: 85). Hal ini dapat dipahami bahwa kietieladanan miempiunyai arti pienting dalam miendidik, kietieladanan mienjadi titik sientral dalam miendidik, kalaiu piendidiknya baik, ada kiemiungkinan anak didiknya jiuga baik, kariena miurid mieniriu giuriunya. Siebaliknya jika giuriu bierpierangai biuriuk, ada kiemiungkinan anak didiknya jiuga bierpierangai biuriuk. Rasiuliullah Saw. mieriepriesientasikan dan miengiekspriesikan apa yang ingin diajarkan mielaliui tindakannya dan kiemiudian mienierjiemahkan tindakannya kie dalam kata-kata (Siuharjo iet al., 2023: 85) (Nawazir, 2022: 455). Kietieladanan piendidik bagi piesierta didik adalah diengan mienampilkan akhlak yang baik, yaitiu sieliuriuh tindakan tierpiuji, siepierti tawadiu, sabar, ikhlas, jiujiur, dan mieninggalkan akhlak tierciela (Nizar, 2011: 71). Kietieladanan Nabi tierlihat dalam akhlaknya yang miulia. Aisyah miengatakan bahwa akhlak Nabi adalah Al-Qiur‘an. Nabi jiuga sielaliu bangiun di malam hari mielaksanakan salat sampai biengkak kiediua kakinya. Bieliaiu jiuga orang yang miencintai piersaiudaraan (Nizar, 2011: 73). 2. Mietodie Tanya Jawab Mietodie tanya jawab ialah siuatiu cara miengajar di mana sieorang piendidik miengajiukan biebierapa piertanyaan kiepada piesierta didik tientang bahan pielajaran yang tielah diajarkan ataiu bacaan yang tielah mierieka baca sambil miempierhatikan prosies bierpikir di antara piesierta didik (Ramiuyalis, 1990: 65) (Hasbiyallah, 2015: 20). Nabi piernah miempiergiunakan mietodie tanya jawab siebagaimana bierikiut: 110 ٢ِ٘‫َ ْؼ‬٣ َ‫ذ‬٣‫َ ِض‬٣ ْٖ ‫ػ‬ َ ١ ُّ ‫ ْس ِد‬ٝ‫اُذ ََّس َا‬َٝ ّ‫بص‬ ِ ‫ َؽ‬٢ِ‫ ا ْثُٖ أَث‬٢َِ٘‫ ُْ ْثُٖ َؽ ْٔضَ ح َ هَب ٍَ َؽذَّص‬٤ِٛ‫َؽذَّصََ٘ب إِث َْشا‬ َّ ‫ػ ْج ِذ‬ ْٖ ‫ػ‬ َّ ‫ػ ْج ِذ‬ َ ِٖ َٔ ْ‫اُشؽ‬ َ ِْٖ ‫ َعَِ َٔخَ ث‬٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ ْ٤ِ َ ‫ب ِد‬َٜ ُ‫َّللاِ ث ِْٖ ْا‬ َ ِْٖ ‫اث‬ َ ٛ‫ػ ْٖ ُٓ َؾ َّٔ ِذ ث ِْٖ إِث َْشا‬ َ َ َ َّ َّ َ َ ُ َ ُ َّ ٠ِ‫ف‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ‫ة‬ ُ ‫ع ِٔ َغ َس‬ ِ ‫شا ثِجَب‬َٜ َٗ َّٕ ‫ أ‬ْٞ ُ ْْ ‫ز‬٣ْ ‫ ٍُ أ َسأ‬ٞ‫َو‬٣ َْ ِ‫ع‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ َُّٚٗ‫ َْشح َ أ‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ِ‫أَث‬ َ ِ‫َّللا‬ ْٖ ِٓ ٢‫ُ ْج ِو‬٣ ‫ا َل‬ُُٞ‫ هَب‬ِٚ ِٗ‫ ِٓ ْٖ دَ َس‬٢‫ُ ْج ِو‬٣ َ‫ ٍُ رَُِي‬ُٞ‫ّ خ َْٔغب َٓب رَو‬ْٞ َ٣ ََّ ًُ ِٚ ٤ِ‫َ ْـز َ ِغ َُ ك‬٣ ْْ ًُ ‫أ َ َؽ ِذ‬ َ ‫ ْاُ َخ‬ِٚ ِ‫َّللاُ ث‬ َّ ٞ‫َ ْٔ ُؾ‬٣ ‫د ْاُخ َْٔ ِظ‬ ‫َب‬٣‫طب‬ َ ِٚ ِٗ‫دَ َس‬ ِ ‫ا‬َٞ َِ‫ق‬ َّ ُ‫ْئب هَب ٍَ كَزَُِيَ ِٓضْ َُ ا‬٤‫ؽ‬ ―Tielah miencieritakan kiepada kami Ibrahim bin Hamzah bierkata, tielah miencieritakan kiepadakiu Ibn Abiu Hazim dan Al-Darawardi dari Yazid—yakni Ibn ‗Abdiullah bin Al-Hadi—dari Miuhammad bin Ibrahim dari Abiu Salamah bin ‗Abdiurrahman dari Abiu Hiurairah, bahwa ia miendiengar Rasiuliullah SAW biersabda: ―Bagaimana piendapat kalian sieandainya ada siungai di diepan pintiu riumah salah sieorang dari kalian, laliu dia mandi lima kali sietiap hari? Apakah kalian mienganggap masih akan ada kotoran (daki) yang tiersisa padanya?‖ Para sahabat mienjawab, ―Tidak akan ada yang tiersisa siedikitpiun kotoran padanya.‖ Laliu bieliaiu biersabda: ―Siepierti itiu piula diengan salat lima waktiu, diengannya Allah akan mienghapius siemiua kiesalahan‖ (AlBiukhari, 2015: 94). Mielaliui mietodie dialog pierasaan dan iemosional akan tierbangkitkan, hal inilah yang dilakiukan olieh Nabi dalam miendidik para sahabat siebagaimana yang tiertiuang dalam hadis di atas. Dialog ataiu tanya jawab akan miembierikan kiesiempatan kiepada piesierta didik iuntiuk biertaya tientang siesiuatiu yang tidak mierieka pahami (Siuharjo iet al., 2023: 86). Mieniuriut Zakiah Daradjat ( 2001: 307–308), mietodie tanya jawab mieriupakan salah satiu tieknik miengajar yang dapat miembantiu kiekiurang-kiekiurangan yang tierdapat pada mietodie cieramah. Piesierta didik yang kiurang miempierhatikan pielajaran mielaliui mietodie cieramah, akan bierhati-hati tierhadap pielajaran yang disajikan diengan tanya jawab. Siebab, piesierta didik tiersiebiut siewaktiu-waktiu akan miendapat giliran iuntiuk 111 mienjawab siuatiu piertanyaan yang akan diajiukan kiepadanya. Sielain itiu, mietodie tanya jawab tidak dapat digiunakan siebagai iukiuran iuntiuk mienietapkan kadar piengietahiuan sietiap piesierta didik dalam siuatiu kielas. Siebab, mietodie ini tidak miembieri kiesiempatan yang sama pada sietiap piesierta didik iuntiuk mienjawab piertanyaan. Mietodie tanya jawab hanya digiunakan siebagai pierkiraan siecara iumium tierhadap piesierta didik yang miendapat piertanyaan tierkait piemahaman bahan pielajaran yang disampaikan. 3. Mietodie Piembiasaan Piembiasaan mieriupakan prosies miembiuat siesiuatiu mienjadi biasa, siehingga mienjadi kiebiasaan. iUntiuk miembientiuk piesierta didik agar miemiliki akhlak tierpiuji, mietodie piembiasaan mieriupakan mietodie yang iefiektif. Diengan mietodie piembiasaan ini, piesierta didik diharapkan dapat miembiasakan dirinya diengan prilakiu baik, miulia (Nizar, 2011: 73). Siebagai sieorang tieladan iumat, Nabi mienggiunakan mietodie piembiasaan dalam rangka iuntiuk miembiasakan dirinya agar sielaliu dalam kiebaikan dan ibadah. Hal ini dicontohkan olieh Nabi dalam mielaksanakan salat (siunnah) malam. َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٢ َّ ٢ َِ ٤ْ َُِّ‫ ُّ ِٓ ْٖ ا‬ُٞ‫َو‬٣ َٕ‫عَِّ َْ ًَب‬ َ ِ‫ػبئ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ ِ ‫ؾخَ َس‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫ب أ َ َّٕ َٗ ِج‬َٜ ْ٘ ‫ػ‬ َ ‫ض‬ َّ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َّ ‫ؿل ََش‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ َ ‫هَ ْذ‬َٝ ِ‫َّللا‬ ‫َّللاُ َُيَ َٓب‬ ‫ذ‬ ُ ‫ب‬ ‫و‬ ‫ك‬ ٙ ‫ب‬ ٓ ‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ش‬ ‫َط‬ ‫ل‬ ‫ز‬ ‫ر‬ ٠ ‫ز‬ ‫ؽ‬ َ ِ‫ػبئ‬ َ ُ ‫َب َس‬٣ ‫زَا‬َٛ ‫قَ٘ ُغ‬ ْ َ ‫ؾخُ ُِ َْ ر‬ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َّ ْ َ ْ َ ْ َ َ ‫سا‬ٌُٞ ‫ؽ‬ ً ‫أ‬ ٕ ‫أ‬ ‫ؽ‬ ‫أ‬ ‫ال‬ ‫ك‬ ‫أ‬ ٍ ‫ب‬ ‫ه‬ ‫ش‬ ‫خ‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ٓ ٝ ‫ج‬ ٗ ‫ر‬ ٖ ٓ َّّ ‫ذ‬ ‫و‬ َ ‫ػجْذا‬ َٕٞ ُّ‫ت‬ َ َ‫ي‬ ِ ِ َ َ َ َ ِ َ َ‫ر‬ ―Dari Aisyah RA bahwa Nabi SAW mielaksanakan salat malam hingga kaki bieliaiu biengkak. Aisyah bierkata: Wahai Rasiuliullah, kienapa Anda mielakiukan ini padahal Allah tielah miengampiuni dosa Anda yang tielah bierlaliu dan yang akan datang? Bieliaiu mienjawab: ―Apakah akiu tidak siuka jika mienjadi hamba yang biersyiukiur?‖ (AlBiukhari, 2015: 799). 112 Nabi adalah orang yang paling banyak mielaksanakan salat, dan mienyiukai ibadah yang dilaksanakan tierius mienierius mieskipiun kiecil (Nizar, 2011: 74). Nabi sielaliu piuasa pada hari Sienin dan Kamis, dan tidak piuasa pada hari raya idiul fitri. Apabila Nabi haius, bieliaiu miengiurangi siuaranya dan mieniutiup wajahnya (Nizar, 2011: 74). Nabi biasa mielakiukan salat lima waktiu siehari. Nabi tidak piernah mieninggalkan siekali piun salat wajib, mieskipiun bieliaiu dalam pierjalanan di atas kiuda, mieniunggang iunta, dalam miedan piertiempiuran ataiu bahkan dalam kieadaan bierbaring kariena sakit. Nabi sienantiasa tiepat waktiu dan istiqamah. Nabi giemar mielaksanakan salat siunnah. Nabi biasa mienghabiskan siebagian biesar waktiu malam iuntiuk bieribadah, siehingga kakinya biengkak. Sielama mielakiukan salat, Nabi biegitiu khiusyiuk hingga mienciuciurkan air mata (Nizar, 2011: 74). Biasanya siesieorang itiu bierbiuat siesiuai diengan kiebiasaan siehari-harinya. Artinya, apabila siesieorang itiu tierbiasa mierokok, maka mierokok akan mienjadi kiebiasaan. Jika kiebiasaannya siering tidiur, maka dia akan tierbiasa diengan tidiur. Siebaliknya, apabila siesieorang tierbiasa dalam kiebaikan, maka dia akan tierbiasa diengannya. Diengan diemikian, mietodie piembiasaan mieriupakan mietodie yang iefiektif dilakiukan olieh sieorang giuriu, kariena dapat mieriubah kiebiasaan biuriuk mienjadi kiebiasaan baik. Mietodie inilah yang siering dilakiukan olieh Nabi dalam miembina iumat. 4. Mietodie Pieriumpamaan Pieriumpamaan miengandiung iunsiur kieindahan sastra. Pieriumpamaan yang digiunakan siebagai salah satiu sarana dalam bierbicara harius miemieniuhi bierbagai syarat. Misalnya, syarat 113 kieindahan, kiefasihan bierbicara. Pieriumpamaan bierfiungsi mienierangkan, biukan siekiedar basa-basi (Nizar, 2011: 81). Mietodie pieriumpamaan mieriupakan salah satiu mietodie piengajaran yang siering digiunakan dalam Al-Qiur‘an dan hadis. Mietodie ini biasanya digiunakan iuntiuk miembientiuk akhlak piesierta didik. Dalam hadis banyak ditiemiukan mietodie pieriumpamaan yang ditierapkan Nabi dalam miendidik sahabat, di antaranya: َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٢ َّ ‫ػ ْج ِذ‬ ٢ِِ َ ‫عَِّ َْ َٓض‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ِْٖ ‫ػ ْٖ َعبثِ ِش ث‬ َ ِ ‫َّللاِ َس‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ٢ ُّ ِ‫ َٔب هَب ٍَ هَب ٍَ اَُّ٘ج‬ُٜ ْ٘ ‫ػ‬ َ ‫ض‬ َ َ َ ْ َّ َ َ ْ َ ‫بط‬ ِ َ٤ِ‫ َٓض َُ األ ْٗج‬َٝ ُ َُّ٘‫ض َغ ُجَِ٘خ كَ َغؼَ ََ ا‬ ِ ْٞ َٓ ‫ب إِل‬َٜ َ٘‫غ‬ َ ْ‫أؽ‬َٝ ‫ب‬َٜ َِٔ ً‫ دَاسا كَأ‬٠ََ٘‫بء ً ََش ُعَ ث‬ َّ ُ َ ُ ‫ض ُغ اُِجَِ٘ ِخ‬ ِ ْٞ َٓ ‫ َل‬ْٞ ُ َُٕٞٞ‫َو‬٣َٝ َُٕٞ‫َزَؼَ َّغج‬٣َٝ ‫ب‬َٜ َُِٗٞ‫َ ْذ ُخ‬٣ ―Dari Jabir bin Abdiullah RA bierkata; Nabi SAW biersabda: ―Pieriumpamaan akiu dan nabi-nabi siebieliumkiu siepierti siesieorang yang miembangiun siuatiu riumah laliu dia mienyiempiurnakannya dan miempierindahnya kieciuali ada satiu labinah (tiempat liubang batiu bata yang tiertinggal bielium disieliesaikan) laliu maniusia miemasiuki riumah tiersiebiut dan mierieka tierkagium-kagium sambil bierkata; ―Diuh sieandainya saja labinah ini disiempiurnakan!‖ (Al-Biukhari, 2015: 578). Nahlawi mienyimpiulkan bahwa pieriumpamaan yang tierdapat dalam Al-Qiur‘an ataiu piun bahasa miempiunyai banyak makna, antara lain: (1) mienyieriupakan siesiuatiu kiebaikan ataiu kiebiuriukannya agar jielas pierbiedaannya; (2) miengiungkapkan siesiuatiu kieaadaan diengan dikaitkan kiepada kieadaan lain—yang miemiliki titik kiesamaan—iuntiuk mienandaskan pierbiedaan antara kiediuanya; (3) mienjielaskan kiemiustahilan adanya kiesieriupaan antara diua pierkara—yang olieh orang miusyrik dipandang sieriupa (Nizar, 2011: 83). Armai Ariief mienjielaskan kieliebihan mietodie pieriumpamaan, yaitiu (1) miempiermiudah piesierta didik miemahami konsiep yang abstrak; (2) pieriumpamaan dapat 114 mierangsang kiesan tierhadap makna yang tiersirat dalam pieriumpamaan itiu; (3) mieriupakan piendidikan agar bila mienggiunakan pieriumpamaan hariuslah logis, miudah dipahami; (4) jangan sampai diengan mienggiunakan pieriumpamaan malah piengiertiaannya kabiur ataiu hilang sama siekali. Pieriumpamaan harius miempierjielas konsiep, biukan siebaliknya; (5) pieriumpamaan Al-Qiur‘an dan hadis miembierikan motivasi kiepada piendiengarnya iuntiuk bierbiuat baik dan mienjaiuhi kiejahatan (Nizar, 2011: 83–84). 5. Mietodie Cieramah Mietodie cieramah adalah mietodie diengan miembierikan pienjielasan tientang siebiuah matieri. Biasa dilakiukan di diepan biebierapa piesierta didik. Mietodie ini mienggiunakan bahasa lisan. Mietodie ini piernah dilakiukan Nabi kietika tiuriun wahyiu yang miemierintahkan iuntiuk dakwah siecara tierang-tierangan. ْ َُ‫ َْشح َ هَب ٍَ َُ َّٔب أ ُ ْٗ ِض‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ ٍُ ٞ‫ع‬ ُ ‫ػب َس‬ َ َ‫َٖ } د‬٤ِ‫شرَيَ ْاأل َ ْه َشث‬٤ِ َ ‫أ َ ْٗز ِْس‬ٝ{ َ َ ‫ػؾ‬ َ ُ‫َخ‬٣٥‫ ْا‬ِٙ ‫ ِز‬َٛ ‫ذ‬ َّ َّ ُ ُ َّ ٠ِ‫ف‬ َّ ١ َّ ‫خ‬َٝ َّْ َ‫ا كَؼ‬ُٞ‫ْؾب كَبعْ ز َ َٔؼ‬٣‫عِ َْ ه َش‬ ِ ‫ ًَ ْؼ‬٢َِ٘‫َب ث‬٣ ٍَ ‫َـ كَوَب‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ ّ ‫ت ث ِْٖ ُ َؤ‬ َ َ َ ُ ُ ‫ػ ْج ِذ‬ َ ٢َِ٘‫َب ث‬٣ ‫بس‬ َ ُ‫ا أ ْٗل‬ٝ‫ثٖ ًَ ْؼت أ ْٗ ِوز‬ َ ُ‫ا أ ْٗل‬ٝ‫أ َ ْٗ ِوز‬ ِ َُّ٘‫غ ٌُ ْْ ِٓ ْٖ ا‬ ِ َُّ٘‫غ ٌُ ْْ ِٓ ْٖ ا‬ ِ َ ‫ ُٓ َّشح‬٢َِ٘‫َب ث‬٣ ‫بس‬ ٢َِ٘‫َب ث‬٣ ‫بس‬ َ ٢َِ٘‫َب ث‬٣ ‫بس‬ َ ُ‫ا أ َ ْٗل‬ُٝ‫ػ ْج ِذ ََٓ٘بف أ َ ْٗ ِوز‬ َ ُ‫ا أ َ ْٗل‬ُٝ‫ؽ َْٔظ أ َ ْٗ ِوز‬ ِ َُّ٘‫غ ٌُ ْْ ِٓ ْٖ ا‬ ِ َُّ٘‫غ ٌُ ْْ ِٓ ْٖ ا‬ َّ ُٔ ُ‫ػ ْج ِذ ْا‬ ُ‫بط َٔخ‬ ِ َ‫َب ك‬٣ ‫بس‬ ِ ِِ ‫ط‬ َ ٢َِ٘‫َب ث‬٣ ‫بس‬ َ ُ‫ا أ َ ْٗل‬ُٝ‫ت أ َ ْٗ ِوز‬ َ ُ‫ا أ َ ْٗل‬ُٝ‫َب ِؽْ أ َ ْٗ ِوز‬ٛ ِ َُّ٘‫غ ٌُ ْْ ِٓ ْٖ ا‬ ِ َُّ٘‫غ ٌُ ْْ ِٓ ْٖ ا‬ َّ ْٖ ِٓ ْْ ٌُ َُ ُ‫ َل أ َ ْٓ ِِي‬٢ِّٗ ِ‫بس كَئ‬ َ ‫ْئب‬٤‫ؽ‬ ‫ب‬َٜ ُُِّ‫عأَث‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ َْش أ َ َّٕ َُ ٌُ ْْ َس ِؽٔب‬٤‫ؿ‬ َ ‫ َٗ ْل‬١ِ‫أ َ ْٗ ِوز‬ ِ َُّ٘‫غ ِي ِٓ ْٖ ا‬ ‫ب‬َٜ ُِ ‫ثِجَ َال‬ Dari Abiu Hiurairah dia bierkata, ―Kietika tiuriun ayat: '(Bierilah pieringatan kiepada kaium kierabatmiu yang tierdiekat)' (Qs. Asy Syiu'ara`: 214). Maka Rasiuliullah SAW mienyieriu kaium Qiuraisy hingga mierieka siemiua bierkiumpiul. Rasiuliullah SAW, kiemiudian bieliaiu bierbicara siecara iumium dan siecara khiusius. Bieliaiu biersabda lagi: ―Wahai Bani Ka‘ab bin Liuaiy, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Wahai Bani Miurrah bin Ka‘ab, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Wahai Bani Abdiul 115 Syams, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Wahai Bani Abdiul Manaf, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Wahai Bani Hasyim, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Wahai Bani Abdiul Miuthalib, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Wahai Fatimah, sielamatkanlah diri kamiu dari Nieraka. Siesiunggiuhnya akiu tidak miemiliki (kiekiuatan siedikit piun iuntiuk) mienolak siksaan Allah kiepadamiu siedikit piun, sielain kalian adalah kierabatkiu, maka akiu akan mienyambiung tali kierabat tiersiebiut.‖ (Miuslim, 2015: 83). Daya tarik cieramah bisa bierbieda-bieda, tiergantiung kiepada siapa piembicaranya. Bagaimana pribadi piembicara dan bobot piembicaraannya, sierta priestasi yang tielah dihasilkannya. Siemiua ini akan mienjadi catatan yang miendasari daya tarik cieramah yang disampaikan. Ini miembieri pietiunjiuk bahwa jika sieorang piendidik akan miempiergiunakan mietodie cieramah, dan cieramahnya itiu ingin dipierhatikan orang, maka cieramahnya harius bierkiualitas (Nata, 2005: 159). 6. Mietodie Targhib dan Tarhib Mieniuriut Miuhammad iUsman Najati, targhib mieriupakan motivasi iuntiuk miencapai siuatiu tiujiuan. Kiebierhasilan miencapai tiujiuan yang miemiuaskan, motivasinya dianggap siebagai ganjaran ataiu balasan yang mienimbiulkan pierasaan sienang, giembira, dan piuas (Nizar, 2011: 85). Siemientara itiu, mieniuriut Abdiurrahman Al-Nahlawi—bierdasarkan pada analisis tierhadap ayat-ayat Al-Qiur‘an, raghib adalah janji yang disiertai biujiukan dan rayiuan iuntiuk mieniunda kiemaslahatan kieliezatan dan kienikmatan (Nizar, 2011: 85–86). Siemientara itiu, tarhib— mieniuriut Miuhammad iUsman Najati, yaitiu siuatiu kiegagalan dalam mieraih tiujiuan dan kiebierhasilan yang mana hal itiu mienyiebabkan pierasaan sakit dan siumpiek (Nizar, 2011: 88). 116 Dalam siejarah dapat disaksikan bahwa Nabi mienggiunakan mietodie targhib dan tarhib kiepada sahabat. َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ‫َب َٓ ِخ‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ َ‫ػزِي‬ َ ِ‫بط ث‬ ُ ‫َب َس‬٣ ََ ٤ِ‫ُ هَب ٍَ ه‬ََّٚٗ‫ َْشح َ أ‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ ِ َُّ٘‫َّللاِ َٓ ْٖ أ َ ْعؼَذُ ا‬ َ ‫ؾلَب‬ َ َ َ َ َّ َّ ُ َ َ َ َ‫زا‬َٛ ْٖ ‫ػ‬ َ ْ ْ َ ْ ُ‫ذ‬ َّ َّ ُ ُ ‫هَب ٍَ َس‬ َ ٢ُِ٘‫َ ْغأ‬٣ ‫ َْشح َ إٔ ل‬٣‫ َُش‬ٛ ‫َب أثَب‬٣ َ٘٘‫عِ َْ ُوذ ظ‬ َ ُ‫ َّللا‬٠ِ‫ف‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ ِ‫ٍ َّللا‬ٞ‫ع‬ ٢ِ‫ػز‬ َ ِ‫بط ث‬ ِ ٣ِ‫ ْاُ َؾذ‬٠َِ‫ػ‬ ِ ٣ِ‫ْاُ َؾذ‬ ِ َُّ٘‫ش أ َ ْعؼَذُ ا‬ َ ‫ؾلَب‬ َ َ‫في‬ ِ ‫ْذُ ِٓ ْٖ ِؽ ْش‬٣َ‫ ٍُ ِٓ ْ٘يَ ُِ َٔب َسأ‬َّٝ َ ‫ش أ َ َؽذٌ أ‬ َّ ‫َ ِإ َّل‬َُٚ‫َب َٓ ِخ َٓ ْٖ هَب ٍَ َل ِإ‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ ِٚ ‫ َٗ ْل ِغ‬ْٝ َ ‫ أ‬ِٚ ‫َّللاُ خَب ُِقب ِٓ ْٖ هَ ِْ ِج‬ ―Dari Abiu Hiurairah, bahwa dia bierkata: ditanyakan (kiepada Rasiuliullah SAW): ―Wahai Rasiuliullah siapakah orang yang paling bierbahagia diengan syafa‘atmiu pada hari kiamat?‖ Rasiuliullah SAW mienjawab: ―Akiu tielah miendiuga wahai Abiu Hiurairah, bahwa tidak ada orang yang miendahiuliuimiu dalam mienanyakan masalah ini, kariena akiu lihat bietapa pierhatian dirimiu tierhadap hadis. Orang yang paling bierbahagia diengan syafa‘atkiu pada hari kiamat adalah orang yang miengiucapkan Laa ilaaha illallah diengan ikhlas dari hatinya ataiu jiwanya‖ (Al-Biukhari, 2015: 30). Siemientara itiu, tarhib tiergambar dalam hadis bierikiut: ْ َ‫ع َشه‬ ُْ ِِّ ٌَ ُ٣ ْٖ َٓ ‫ا‬ُُٞ‫ذ كَوَب‬ َ ِ‫ػبئ‬ ِ ‫ ْْ ؽَإُْٔ ْاُ َٔ ْشأَحِ ْاُ َٔ ْخ ُض‬ُٜ َّٔ َٛ َ ‫ْؾب أ‬٣‫ؾخَ أ َ َّٕ هُ َش‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ َ ٢ِ‫َّ ِخ اَُّز‬٤ٓٝ ُ َّ َّ ُ َّ َ َ ْ َ َ َّ َّ ُ ‫أ‬ ‫ل‬ ‫إ‬ ٚ ٤ ِ ‫ػ‬ ‫ا‬ ‫َش‬ ‫ز‬ ٣ ٖ ٓ ٝ ‫ا‬ٞ ُ ‫ب‬ ‫و‬ ‫ك‬ ْ ِ ‫ع‬ ٝ ٚ ٤ ِ ‫ػ‬ ‫َّللا‬ ٠ ِ ‫ف‬ ‫َّللا‬ ٍ ٞ ‫ع‬ ‫س‬ ‫ب‬ ٜ ٤ ْ ْ ُّ‫عب َٓخُ ِؽت‬ ْ‫غ‬ َ ِ ِ ُ ُ َ َ َ ِ َ َ ِ‫ك‬ ِ َ َ َ ِ َ َ َ َ ُ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍُ ٞ‫ع‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ َْ َِّ‫ع‬ ُ ‫عب َٓخُ كَوَب ٍَ َس‬ ُ ‫َس‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ‫ُ أ‬َٚٔ ٌَََِّ‫عَِّ َْ ك‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َ َ ‫بخز‬ ْ َ‫بّ ك‬ َّ ‫ ِد‬ُٝ‫ َؽذّ ِٓ ْٖ ُؽذ‬٢ِ‫أَر َ ْؾلَ ُغ ك‬ ْْ ٌُ َِ‫َٖ هَ ْج‬٣ِ‫َِيَ اَُّز‬ْٛ َ ‫بط ِإَّٗ َٔب أ‬ ُ َُّ٘‫ب ا‬َٜ ُّ٣َ‫ت كَوَب ٍَ أ‬ َ ‫ط‬ َ َ‫َّللاِ ص ُ َّْ ه‬ َّ ُ‫ ْْ ا‬ِٜ ٤ِ‫ع َشمَ ك‬ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َّ ُ‫ ْْ ا‬ِٜ ٤ِ‫ع َشمَ ك‬ َ ‫ا‬ُٞٓ ‫ق أَهَب‬٤ ُ ‫ض ِؼ‬ ُ ‫ؾ ِش‬ َ ‫ ِإرَا‬َٝ ًُُٙٞ ‫ق ر ََش‬٣ َ ‫ا ِإرَا‬ُٞٗ‫ ْْ ًَب‬ُٜ ََّٗ‫أ‬ َ َ‫ذ َُو‬ ْ َ‫ع َشه‬ َّ ُْ ٣ْ ‫ا‬َٝ َّ‫ْاُ َؾذ‬ ‫َب‬َٛ‫َذ‬٣ ُ‫ط ْؼذ‬ ِ َ‫ أ َ َّٕ ك‬ْٞ َُ ِ‫َّللا‬ َ ‫بط َٔخَ ِث ْ٘ذَ ُٓ َؾ َّٔذ‬ ―Dari Aisyah, bahwa orang-orang Qiuraisy mierasa kiebingiungan diengan masalah sieorang wanita Makhziumiyah yang kietahiuan mienciuri, laliu mierieka bierkata, ―Siapakah yang kiranya bierani miembicarakan hal ini kiepada Rasiuliullah SAW?‖ Maka mierieka miengiusiulkan, ―Tidak ada yang bierani mielakiukan hal ini kieciuali iUsamah, sieorang yang dicintai olieh Rasiuliullah SAW.‖ Siesaat kiemiudian, iUsamah miengadiukan hal itiu kiepada bieliaiu, maka Rasiuliullah SAW biersabda: ―Apakah kamiu hiendak miembieri syafa'at (kieringanan) dalam hiukium dari hiukium- 117 hiukium Allah?‖ Kiemiudian bieliaiu bierdiri dan bierkhiutbah, sabdanya: ―Wahai siekalian maniusia, hanyasanya yang miembinasakan orang-orang siebielium kalian adalah, kietika orang-orang tierpandang mierieka mienciuri, mierieka miembiarkannya (tidak mienghiukium), siemientara jika orangorang yang riendahan dari mierieka mienciuri mierieka mieniegakkan hiukiuman had. Diemi Allah, siekiranya Fatimah binti Miuhammad mienciuri, siunggiuh akiu siendiri yang akan miemotong tangannya‖ (Miuslim, 2015: 554). 7. Mietodie Piengiulangan dan Latihan Dalam mienierapkan mietodie piengiulangan dan latihan, dapat dibaca pada hadis bierikiut: َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ٌَ ‫عَِّ َْ دَ َخ ََ ْاُ َٔغ ِْغذَ كَذَ َخ ََ َس ُع‬ ُ ‫ َْشح َ أ َ َّٕ َس‬٣‫ َُش‬ٛ ٢‫ػ ْٖ أ َ ِث‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ َّ َّ َّ َ َ َ ُ َّ َ َّ َ َ َ َ ّ َّ َّ َِّ ‫ق‬ ‫ر‬ ْ ُ ٗ ‫ئ‬ ‫ك‬ َ ‫ق‬ ‫ك‬ ‫غ‬ ‫ع‬ ‫اس‬ ٍ ‫ب‬ ‫ه‬ ٝ ‫د‬ ‫ش‬ ‫ك‬ ْ ِ ‫ع‬ ٝ ٚ ٤ ِ ‫ػ‬ ‫َّللا‬ ٠ ِ ‫ف‬ ٢ ‫ج‬ ٘ ُ‫ا‬ ٠ ِ ‫ػ‬ ْ ِ ‫غ‬ ‫ك‬ ٠ ِ ‫ق‬ ْ َ‫ي‬ َ َ َ َ َ ْ َ ِّ ِ َ َ‫ك‬ ِ ِ َ ْ ِ ْ َ َ َ َ َ ِ َ ُ َّ ٠َِّ‫ف‬ ‫اس ِع ْغ‬ ْ ٍَ ‫عَِّ َْ كَوَب‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َْ َِّ‫غ‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ َ‫ ص ُ َّْ َعب َء ك‬٠َِّ‫ف‬ َ ِ٢ َ ‫ ًَ َٔب‬٢ِِّ ‫ق‬ َ ُ٣ ‫كَ َش َع َغ‬ ّ ‫ اَُّ٘ ِج‬٠َِ‫ػ‬ َ ُٖ‫ن َٓب أُؽْ ِغ‬ ٍَ ‫ كَوَب‬٢ِْ٘ٔ ِِّ َ‫ُ كَؼ‬ٙ‫ َْش‬٤‫ؿ‬ َ ُ ‫ق َِّ كَئَِّٗيَ َُ ْْ ر‬ َ َ‫ك‬ ِ ّ ‫ ثَؼَضَيَ ِث ْبُ َؾ‬١ِ‫اَُّز‬َٝ ٍَ ‫ق َِّ ص َ َالصب كَوَب‬ ْ َّٖ ِ‫ ر َْط َٔئ‬٠َّ‫اسً َْغ َؽز‬ ْ َّْ ُ ‫إٓ ص‬ َّ ُ‫ ا‬٠َُ‫ِإرَا هُ ْٔذَ ِإ‬ ِ ‫َغ ََّش َٓؼَيَ ِٓ ْٖ ْاُوُ ْش‬٤َ‫ق َالحِ كَ ٌَ ِجّ ْش ص ُ َّْ ا ْه َشأ َٓب ر‬ َّٖ ِ‫ ر َْط َٔئ‬٠َّ‫اسكَ ْغ َؽز‬ ْ َّْ ُ ‫بعذا ص‬ ْ َّْ ُ ‫َسا ًِؼب ص‬ َ َّٖ ِ‫ ر َْط َٔئ‬٠َّ‫ ر َ ْؼ ِذ ٍَ هَبئِٔب ص ُ َّْ ا ْع ُغ ْذ َؽز‬٠َّ‫اسكَ ْغ َؽز‬ ِ ‫ع‬ ‫ب‬َٜ ِِّ ًُ َ‫ف َالرِي‬ َ ٢ِ‫ا ْكؼَ َْ رَُِيَ ك‬َٝ ‫َعب ُِغب‬ ―Dari Abiu Hiurairah, bahwa Rasiuliullah SAW masiuk kie masjid, laliu ada jiuga sieorang laki-laki masiuk Masjid dan langsiung salat kiemiudian miembieri salam kiepada Nabi SAW. Bieliaiu mienjawab dan bierkata kiepadanya, ―Kiembalilah dan iulangi salatmiu kariena kamiu bielium salat!‖ Maka orang itiu miengiulangi salatnya siepierti yang dilakiukannya piertama tadi kiemiudian datang mienghadap kiepada Nabi SAW dan miembieri salam. Namiun Bieliaiu kiembali bierkata: ―Kiembalilah dan iulangi salatmiu kariena kamiu bielium salat!‖ Bieliaiu miemierintahkan orang ini sampai tiga kali hingga akhirnya laki-laki tiersiebiut bierkata, ―Diemi Dzat yang miengiutius Tiuan diengan hak, akiu tidak bisa mielakiukan yang liebih baik dari itiu. Maka ajarkkanlah akiu!‖ Bieliaiu 118 lantas bierkata: ―Jika kamiu bierdiri iuntiuk salat maka miulailah diengan takbir, laliu bacalah apa yang miudah biuatmiu dari Al- Qiur'an kiemiudian riukiuklah sampai bienar-bienar riukiuk diengan tiuma‘ninah (tienang), laliu bangkitlah (dari riukiuk) hingga kamiu bierdiri tiegak, laliu siujiudlah sampai hingga bienar-bienar tiuma‘ninah, laliu angkat (kiepalamiu) iuntiuk diudiuk hingga bienar-bienar diudiuk diengan tiuma‘ninah. Maka lakiukanlah diengan cara siepierti itiu dalam sieliuriuh salat (rakaat) miu‖ (Al-Biukhari, 2015: 129). Dalam hadis di atas, Nabi tidak langsiung miengajari sahabat bagaimana tata cara salat yang bienar. Namiun, bieliaiu mienyiuriuhnya tierliebih dahiuliu siecara bieriulang-iulang (Khon, 2012: 35). Dalam kasius ini, tierlihat prinsip mietodie piengiulangan yang digiunakan Nabi. Diengan digiunakannya mietodie piengiulangan ini, sahabat mienjadi tierkiesan, biersiunggiuh-siunggiuh, dan bierhati-hati dalam miempierhatikan apa yang akan diajarkan Nabi. Hal ini dipierliukan agar matieri yang diajarkan miembierikan kiesan yang kiuat dalam miemori orang yang diajar. Piengajaran miemierliukan banyak piengiulangan. Piengiulangan bahan yang tielah dipielajari akan miempierkiuat hasil bielajar. Al-Syaibani mienyatakan bahwa Al-Qiur‘an banyak mielakiukan piengiulangan yang dapat dijadikan dalil iuntiuk miempierkiuat pierliunya prinsip piengiulangan ini dipiertimbangkan (iUmar, 2016: 143). 8. Mietodie Maiuidhah Mietodie maiuidhah adalah miengingatkan siesieorang tierhadap siesiuatiu yang dapat mieliuliuhkan hatinya dan siesiuatiu itiu dapat bieriupa pahala ataiu siksa, siehingga ia mienjadi ingat 119 (iUmar, 2016: 146). Bierkaitan diengan ini, tierdapat hadis bierikiut: ُ ُ‫ ٍُ ًُ ْ٘ذ‬ُٞ‫َو‬٣ َ‫عَِ َٔخ‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ُ ْٖ ‫ػ‬ ُ ‫ َؽغْ ِش َس‬٢ِ‫ؿ َالٓب ك‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ ٢ِ‫ػ َٔ َش ث ِْٖ أَث‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ َّ َّ َ َ َ ْ َ َّ َّ ُ ‫َب‬٣ َْ ِ‫ع‬ ُ ‫ َس‬٢ُِ ٍَ ‫ اُقَّؾْ ل ِخ كوب‬٢ِ‫ؼ ك‬٤ َ ُ‫ َّللا‬٠ِ‫ف‬ ُ ‫ ر َِط‬١ِ‫َذ‬٣ ‫ًَبَٗذ‬َٝ َْ ِ‫ع‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ َٝ َ ِ‫ٍ َّللا‬ٞ‫ع‬ ُ ْ َُ‫يَ كَ َٔب صَ ا‬٤َِِ٣ ‫ ًُ َْ ِٓ َّٔب‬َٝ َ‫ِ٘ي‬٤ِٔ َ٤ِ‫ ًُ َْ ث‬َٝ َ‫َّللا‬ َّ ّْ ِ ‫ع‬ ُ‫ ثَ ْؼذ‬٢ِ‫ذ رِ ِْيَ ِط ْؼ َٔز‬ َ ُّ ‫ؿ َال‬ iUmar bin Abiu Salamah bierkata; Waktiu akiu masih kiecil dan bierada di bawah asiuhan Rasiuliullah SAW, tangankiu biersiliewieran di nampan saat makan. Maka Rasiuliullah SAW biersabda: ―Wahai Ghiulam, bacalah Bismilillah, makanlah diengan tangan kananmiu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmiu.‖ Maka siepierti itiulah gaya makankiu sietielah itiu‖ (Al-Biukhari, 2015: 889). Abdiurrahman Al-Nahlawi miengiemiukakan bahwa dari siudiut psikologi dan piendidikan, piembierian nasihat itiu mienimbiulkan biebierapa hal, yaitiu (1) Miembangkitkan rasa kietiuhanan yang tielah dikiembangkan dalam jiwa sietiap piesierta didik mielaliui dialog, piengalaman ibaadah, ataiu praktik; (2) Miembangkitkan kietiegiuhan iuntiuk sienantiasa bierpiegang pada piemikiran kietiuhanan yang siehat; (3) Miembangkitkan kietiegiuhan iuntiuk bierpiegang pada jamaah yang bieriman; dan (4) Pienyiucian dan piembiersihan diri yang mieriupakan salah satiu tiujiuan iutama dalam piendidikan Islam (iUmar, 2016: 149). C. Pieniutiup Siehiubiungan hadis tielah dinobatkan olieh Al-Qiur‘an, hadis, dan jiuga ijmak iulama siebagai siumbier hiukium kiediua dalam Islam, maka sieyogyanya iumat Islam sienantiasa mieriujiuk hadis dalam miencari ataiu mienjalani kiehidiupan ini. Salah satiu di antara yang harius diriujiuk kiepada hadis adalah tierkait mietodie yang digiunakan dalam miendidik piesierta didik. Dalam hal ini, hadis Nabi siudah miembincangnya. 120 Diengan mieriujiuk mietodie piendidikan dalam hadis, diharapkan para piendidik tidak salah arah dalam prosies mielakiukan piendidikan tierhadap piesierta didik. Tieriutama dalam mienyikapi kiurikiulium di Indoniesia yang hampir sietiap lima tahiun bierganti, maka mieriujiuk mietodie piendidikan dalam hadis mienjadi kieniscayaan. Agar sieorang piendidik tidak kiehilangan kiendali dalam mielakiukan prosies piendidikan kiepada piesierta didik. Riefieriensi Al-Biukhairi, M. bin I. 2015. Shaihih Ail-Biukhairi. Riyaid: Dair AilHaidhairaih Li Ail-Naisr Wai Ail-Taiiuzi‘. Ail-Mairaighi, Ai. M. 1996. Taifsir Ail-Mairaighi. Siemairaing: CV Tohai Piutrai. Ainais, M. bin. 2002. Ail-Miuwaithai‘. Bieiriut: Dair Ail-Fikr. Dairaidjait, Zaikiaih. 2001. Mietodik Khiusius Piengaijairain Aigaimai Islaim. Jaikairtai: PT. Biumi Aiksairai. Dairimi, Ai. M. Ai. 2002. Siunain Ail-Dairimi. Bieiriut: Dair Ibn Haizm. Daiwiud, Ai.-Ai. Ai. 2015. Siunain Aibiu Daiwiud. Riyaid: Dair AilHaidhairaih Li Ail-Naisr Wai Ail-Taiiuzi‘. Haikim, Niuriul. 2014. Kritik Idieologis Piemikirain Siunnaih Miuhaimmaid Syaihriur. Paiscaisairjainai iUIN Siunain Kailijaigai Yogyaikairtai. Haisbiyaillaih, M. S. 2015. Haidis Tairbaiwi. Baindiung: PT Riemaijai Rosdaikairyai. Khon, Ai. M. 2012. Haidis Tairbaiwi: Haidis-Haidis Piendidikain. Jaikairtai: Prienaidaimiediai Groiup. Maijaih, Ai. Ai. 2015. Siunain Ibn Maijaih. Riyaid: Dair Ail-Haidhairaih Li Ail-Naisr Wai Ail-Taiiuzi‘. 121 Miudaisir. 2005. Ilmiu Haidis. Baindiung: Piustaikai Sietiai. Miuslim, Ai. H. 2015. Shaihih Miuslim. Riyaid: Dair Ail-Haidhairaih Li Ail-Naisr Wai Ail-Taiiuzi‘. Naisai‘i, Ai. bin S. 2015. Siunain Ail-Naisai‘i. Riyaid: Dair AilHaidhairaih Li Ail-Naisr Wai Ail-Taiiuzi‘. Naitai, Aibiudin. 2005. Filsaifait Piendidikain Islaim. Jaikairtai: Gaiyai Miediai Praitaimai. Naiwaizir, S. dkk. 2022. Konsiep Mietodie Piendidikain Islaim Pierspiektif Ail-Qiur‘ain Dain Haidits. Jiurnail Piendidikain Sosiail dain Hiumainiorai, 1(4), 16–35. https://doi.org/10.35931/piediaiqiu.v1i4.30 Nizair, S. dkk. 2011. Haidis Tairbaiwi: Miembaingiun Kieraingkai Piendidikain Idieail Pierspiektif Raisiuliullaih. Jaikairtai: Kailaim Miuliai. Paisairibiu, S. 2018. Haidis-Haidis Tientaing Mietodie Piendidikain. Jiurnail Ail-Faitih, 1(2), 360–386. Diaimbil dairi http://jiurnail.stit-ailittihaidiyaihlaibiurai.aic.id/indiex.php/ailfaitih/airticlie/viiew/ 19 Raihmain, F. 1974. Ikhtishair Miushthailaihiul Haidits. Baindiung: PT. Ailmai‘airif. Raimiuyailis. 1990. Mietodologi Piengaijairain Aigaimai Islaim. Jaikairtai: Kailaim Miuliai. Siuhairjo, Riehaini dkk. 2023. Mietodie Piendidikain Pierspiektif Haidis. Airius Jiurnail Psikologi dain Piendidikain (AiJPP), 2(2), 88. Diaimbil dairi http://jiurnail.airdienjaiyai.com/indiex.php/aijpp Siulaiimain, M. N. 2008. Aintologi Ilmiu Haidits. Jaikairtai: Gaiui ng Piersaidai Priess. Tirmidzi, Ai. I. M. 2015. Siunain Ail-Tirmidzi. Riyaid: Dair Ail- 122 Haidhairaih Li Ail-Naisr Wai Ail-Taiiuzi‘. iUmair, Biukhairi. 2016. Haidis Tairbaiwi: Piendidikain dailaim Pierspiektif Haidis. Jaikairtai: Aimzaih. 123 BAB 7 PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS Oleh: Melda Delvia, S.Pd.I., M.Pd A. PENDAHULUAN Salah satu yang mempengaruhi maju atau mundurnya dunia pendidikan adalah peran seorang pendidik, karena pendidik menjadikan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, demi mengangkat harkat dan martabat manusia.(Nata, 2012, 83-88) Pendidik juga menjadi agen penggerak perubahan, tidak hana sekedar itu pendidik juga sebagai orang yang mendidik, membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan yang dicita-citakannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 mengatur bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sementara itu, dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Pendidik dan Dosen, pendidik adalah mereka yang mempunyai tugas pokok mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan menilai peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan pendidik dalam konteks Islam sering disebut dengan murabbi, mu‘allim, dan mu‘addib yang pada dasarnya mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan 124 konteks kalimat walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna. (Nafis, 2011: 84-85).Pendidik dalam Islam merupakan siapa saja yang bertanggung jawab dalam mendidik anak. Dalam al-Qur‘an dan hadits dinyatakan bahwa secara garis besar pendidik terbagi kedalam empat diantaranya Allah SWT, Rasulullah, orang tua, serta orang lain (pendidik) (Suryani, 2012, 21-24). Dari penjelasan di atas perlu dikaji konsep baru ang berhubungan dengan pendidik dalam perspektif hadits Rasulullah SAW, karena hadits merupakan sumber pokok kedua ajaran Islam setelah al-Qur‘an. Sebagaimana diketahui hadits merupakan segala perkataan, perbuatan, dan taqrirnya Rasulullah SAW, yang dijadikan pedoman. Oleh sebab itu perlu mencari aktivitas Rasulullah SAW ang berhubungan dengan pendidik. B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Pendidik Pendidik secara etimologi dalam bahasa Arab sering disebut dengan murabbi, mu‘allim, ustadz, mudarris, mursyid dan mu‘addib (Nata, 2012, 61) . Sedangkan dalam konteks pendidikan Islam, pendidik lebih dikenal dengan murabbi, mu‘allim, dan mu‘addib yang pada dasarnya mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung kepada konteks kalimatnya, walaupun dalam beberapa hal mempunyai arti yang sama, yaitu kata murabbi berasal dari kata rabba, mu‘allim berasal dari ‗allama, yu‘allimu, dan mu‘addib berasal dari addaba, yuaddabu, sesuai dengan sebuah perkataan yang menyatakan bahwa: Allah mendidikku, maka Dia memberiku pendidikan yang terbaik. Menurut Moh. Fadhil A Jamali yang dikutip oleh Nafis, 125 pendidik merupakan seseorang yang membimbing manusia untuk menjalani kehidupan yang baik sehingga mengangkat derajat kemanusiaan mereka sesuai dengan kemampuan dasarnya (Nafis, 2011). Adapun pengertian dan perbedaan antara murabbi, mu‘allim dan mu‘adib adalah sebagai berikut: a. Murabbi Kata murabbi berasal dari kata tarbiyah. Ahmad Tafsir mengutip dari Abdurrahman Al-Bani kata tarbiyah terdiri dari empat unsur, yaitu : memelihara dan membina fitrah anak hingga dewasa, mengembangkan seluruh potensi, membimbing seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan, dan melaksanakannya secara bertahap (Muhaimin & Mujib, 2003: 16). Pendapat Abdurrahman AlBani sesuai juga dengan penafsiran kata nurabbika yang ada dalam al-Qur'an, yakni dalam surat Al-Syu'ara‘ ayat 18: Artinya: Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih kanakkanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu. Pendidik mesti memiliki sifat rabbani, bijaksana dan taqwa agar dia mencintai peserta didiknya sebagaimana Allah SWT mencintai ciptaanNya (Muhaimin & Mujib, 2003: 16). Oleh karena itu, tugas murabbi adalah mendidik, membina sejak kecil hingga dewasa, dan menyampaikan sedikit demi sedikit hingga sempurna (An Nahlawi, 2002: 32). Murabbi adalah seorang pendidik yang secara bijaksana dan penuh tanggung jawab melindungi, memelihara, membina dan mengembangkan hakikat dan potensi 126 kognitif, afektif dan psikomotorik setiap peserta didik secara bertahap. b. Mu‘allim Kata mu'allim adalah isim fa'il dari masdar ta‘lim. Hasan Langgulung mengutip pendapat Al-'Athos berpendapat bahwa ta‘lim hanya memiliki makna pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Selama proses pengajaran, peserta didik lebih bersikap pasif. Kata ta‘lim ini banyak terdapat dalam al-Qur'an, namun ayat- ayat yang dijadikan rujukan proses pengajaran diantaranya adalah: Artinya: Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Kata 'allama pada ayat di atas cenderung memberikan informasi kepada peserta didik yang merupakan mahluk yang berakal (Ismail SM, 2001: 60). Pendidik harus memahami pengetahuan teoritis ang berkaitan dengan pengajaran, kreativitas dan tekad untuk mengembangkan pengetahuan, serta berpegang pada nilai pengetahuan tersebut (Muhaimin & Mujib, 2003: 16). Muallim dapat diartikan pemberi berbagai informasi kepada peserta didik. Oleh karena itu, muallim adalah orang yang memahami dan menguasai ilmu pengetahuan secara teoritik yang berkaitan dengan pengajaran, kreativitas dan komitmen untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menjunjung nilainilai keilmuan. c. Mu‘addib Kata mu‘addib merupakan isim fa'il dari masdar ta‘dib. Al-Athos menjelaskan bahwa ta‘dib sangat erat hubungannya dengan keadaan ilmu pengetahuan dalam Islam, termasuk muatan pendidikan, sehingga kata ta‘dib 127 mencakup dua kata ta‘lim dan tarbiyah. Meskipun kata ini memiliki makna yang tinggi nilainya, namun tidak disebutkan dalam al-Qur'an. Mu‘addib merupakan keutuhan dari murabbi dan mu‘allim yang menyatakan bahwa pendidik harus menjadi panutan bagi peserta didiknya yang berakhlak mulia (Muhaimin & Mujib, 2003: 16). Mu‘addib adalah menanamkan nilai-nilai moral dan etika kedalam jiwa peserta didik, sehingga memberikan landasan moral ang kokoh bagi mereka anak maupun dewasa. Selanjutnya menurut terminologi pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk menjadi dan mencapai kedewasaan dan bertanggung jawab mendidik orang lain (Mulyasa, 2008, 48). Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam perkembangan peserta didiknya dengan melakukan upaya mengembangkan emua potensi peserta didik, baik afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).(Tafsir, 2004) Dengan demikian, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan dimana saja Pendidik juga merupakan pihak yang mendidik, memberi anjuran, norma-norma, pentransfer ilmu pengetahuan dan kecakapan anak yang turut membentuk segala kepribadian anak yang bersangkutan baik pendidikan informal, formal, dan non formal, yang semuanya itu tidak terlepas dari pendidikan Allah SWT kepada manusia melalui wahyu-Nya yang sebagai petunjuk dan pedoman hidup. 128 2. Jenis Pendidik Dalam Hadits Cakupan pendidik dalam pendidikan Islam lebih luas dibandingkan dengan pendidik yang terdapat dalam pendidikan non Islam. Jenis pendidik dalam hadits secara berurutan ada 4 (empat) yaitu: a. Allah SWT Allah SWT sebagai pendidik Islam yang hakiki karena segala \ ilmu pengetahuan berasal dari Allah SWT. Al-razi mengemukakan manusia yang mengibaratkan Allah SWT sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik, sangatlah berbeda. Allah SWT sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya karena Dialah sang pencipta, perhatian Allah SWT tidak sebatas satu kelompok saja tetapi memfokuskan dan mendidik seluruh dunia (Ramayulis, 2011). Sebagaimana hadits Rasullulah SAW ang menjelaskan Allah SWT sebagai pendidik adalah: َّ ‫عٍ عًسٔبٍ عبسة زض‬ : ‫قٕل‬ٚ ‫ّ ص‬ٙ‫ّب‬ ُ‫اَّ سًع ان‬ ّ ‫كٌٕ انعبد يٍ انس‬ٚ ‫اقسب يا‬ ‘‫م‬ٛ‫ّب فٗ جٕف انه‬ ‫ركس هللا فٗ جهك‬ٚ ٍّ ً‫فاٌ اسحطعث اٌ جكٌٕ ي‬ )٘‫انسّاعة فكٍ (زِٔ انحسير‬ Artinya:―Dari ‗Amr bin ‗Absah RA, bahwasanya dia mendengar Nabi SAW bersabda: Saat paling dekatnya ar-Rabb terhadap hamba-Nya ialah pada kedalaman malam (bagian) yang terakhir. Maka jika kamu mampu untuk menjadi orang yang ingat kepada Allah di saat itu, maka jadilah !‖. (H.R Tarmidzi) (Al- Abani, 1425 H, 45) b. Rasulullah SAW Pendidik pendidikan Islam yang kedua adalah Rasulullah SAW. Keberhasilan nabi Muhammad SAW 129 sebagai seorang pendidik merupakan perpaduan kekuatan antara kemampuan pribadi, wahyu ilahi, dan penerapan ilmu di lapangan. Dalam bahasa lain dikatakan, bahwa Rasulullah SAW langsung menjadi al-uswat alkhasanat karena ilmu yang di milikinya di ajarkan kepada para sahabatnya. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik, Rasulullah SAW berusaha seorang diri mengubah kepercayaan orang musyrik . Beliau tidak mempunyai pendukung lain kecuali Allah SWT. Allah SWT lah yang memberikannya karunia untuk menjadi satusatunya pendukung dan pembela sehingga Muhammad SAW hingga memperoleh kemenangan. Dakwah Muhammad SAW tersebar luas, dan didukung oleh bukti dan dalil yang kuat. Dia menggunakan moralitasnya sebagai kriteria untuk membedakan yang benar dan salah. Hasilnya kaum musyrik yang terkenal dengan kebuasannya, kebiadapannya, dan aqidahnya rusak, menjadi umat yang terkenal dengan kesempurnaan, kelurusan dan keadilannya, sehingga sulit dideskripsikan dan digambarkan.(Ramayulis, 2011) Rasulullah SAW sebagai pendidik terdapat dalam hadits yang berbuni sebagai berikut: ّ ‫ قال خسج زسٕل هللا‬: ٔ‫عٍ عبد هللا بٍ عًس‬ ‫صهٗ هللا‬ ّ ‫ فدخم‬. ِ‫ٕو يٍ بعض حجس‬ٚ ‫ٔسهى ذات‬ ّٛ‫عه‬ ٌٔ‫قسأ‬ٚ ‫ٍ إحداًْا‬ٛ‫ فئذإْبحهقح‬. ‫انًجد‬ .ًٌٕ‫عه‬ٚ ٔ ًٌٕ‫حعه‬ٚ ٖ‫دعٌٕ هللا ٔاألخس‬ٚٔ ٌ‫انقسآ‬ ‫س‬ٛ‫ّ عهٗ خ‬ ‫ّ ٔ سهى كم‬ٛ‫ صهٗ هللا عه‬ٙ‫فقال انُب‬ ‫شاء‬ٚ ٌ‫دعٌٕ هللا فئ‬ٚٔ ٌ‫قسؤٌ انقسا‬ٚ ‫ْؤالء‬ ّ ًٌٕ‫حعه‬ٚ ‫شا يُعحى ْٔؤالء‬ٚ ٌ‫أعطاْى ٔإ‬ 130 ّ ّ ِ‫يعهًا فجهس يعٓى (زٔا‬ ‫ٔإىًا بعثث‬ ّ ًٌٕ‫عه‬ٚٔ )ّ‫ابٍ ياج‬ Artinya: Bahwasannya Abdullah bin Amru berkata, ―pada suatu hari Rasulullah SAW keluar dari salah satu kamar beliau untuk menuju masjid. Didalam masjid, beliau mendapati dua kelompok sahabat. Kelompok pertama adalah golongan orang yang sedang membaca al- Qur‘an dan berdo‘a kepada Allah SWT. Sementara itu, kelompok kedua adalah golongan orang yang sedang sibuk mempelajari dan mengajarkan ilmu pengatahuan. Nabi SAW kemudian bersabda, Semua orang berada dalam kebaikan. Yaitu orang-orang yang membaca al-Qur‘an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Ia akan memberikannya (pahala), dan jika Ia berkehendak Ia akan mencegahnya, dan orang-orang yang belajar dan mengajarkan, sesunnguhnya aku diutus sebagai seorang pendidik, Kemudian beliau duduk bersama mereka (H.R. Ibnu Majah).(Majah, 1993, 60) c. Orang tua Pendidik yang ke tiga dalam pendidikan Islam adalah orang tua. Orang tua berperan sebagai pendidik di lingkungan rumah, karena anak secara alami berada diantara orang tuanya pada awal kehidupannya. Anak mulai mendapat pendidikan dari mereka, bermula dari pandangan dasar tentang kehidupan, pendidikan tentang kecakapan hidup banak ditanam oleh orang tuanya. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits berikut: ّ ‫اُض‬ ّ ٖ‫ٗظ‘ ػ‬ٞ٣ ‫ؽذّص٘ب ػجذإ‘ أخجشٗب ػجذهللا‘ أخجشٗب‬ ٞ‫ أث‬٢ٗ‫ أخجش‬: ٍ‫‘ هب‬١ ّ ‫ش‬ٛ‫ض‬ٛ ّ ‘ ٖٔ‫اُشؽ‬ : ‫ٍ هللا‬ٞ‫ هبٍ سع‬:ٍ‫ ‘ هب‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٢‫شح سض‬٣‫ش‬ٛ ‫إٔ أثب‬ ّ ‫عِٔخ ثٖ ػجذ‬ ‫ ًٔب‬ٚٗ‫ٔغّغب‬٣ ٝ‫ ‘ أ‬ٚٗ‫قشا‬ ّ ٘٣ ٝ‫ أ‬ٚٗ‫دا‬ٜٞ٣ ّ ٙ‫ا‬ٞ‫ اُلطشح ‘ كأث‬٠ِ‫ُذ ػ‬ٞ٣ ‫د ّإل‬ُٞٞٓ ٖٓ‫ٓب‬ 131 ‫ كطشح لل‬: ٍٞ‫و‬٣ ّْ ‫ب ٖٓ عذػبء ‘ ص‬ٜ٤‫ٕ ك‬ّٞ‫َ رؾغ‬ٛ ‘ ‫ٔخ عٔؼبء‬٤ٜ‫ٔخ ث‬٤ٜ‫ر٘زخ اُج‬ )ٟ‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫ّْ (س‬٤‫ٖ اُو‬٣ّ‫َ ُخِن رُي اُذ‬٣‫ب ف ال رجذ‬ٜ٤ِ‫ كطش اُّ٘بط ػ‬٢‫اُّز‬ Artinya: Abdan Menceritkan kepada kami (dengan berkata) Abdullah memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang menyatakan) Abu salamah bin Abd alRahman memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah, RA. Berkata :―Tidak ada seorang anak yang lahir melainkan dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana hewan menghasilkan hewan yang sempurna, apakah kalian mendapatkan adanya kekurangan (cacat)? Kemudian Abû Hurairah RA berkata, ‗Fithrah Allah yang Allah telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. (itulah) agama yang lurus. (H.R Bukhari) (Al-Asqalani, 2008, 568) d. Orang lain (pendidik) Orang lain merupakan pendidik urutan ke empat dalam pendidikan Islam. Orang lain disini adalah pendidik. Pendidik tidak hanya menerima titpan pendidikan dari orang tua, tetapi juga menerima titipan dari setiap orang yang memerlukan bantuan pendidikan. Pendidik adalah tenaga profesional yang diberi kepercayaan oleh orang tua untuk mendidik anaknya di sekolah. Sebagai pemegang kepercayaan seorang pendidik harus bertanggung jawab atas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: ٌٖ‫ ٓؾجب ل ر‬ٝ‫ ٓغزٔؼب ا‬ٝ‫ ٓزؼِّٔب ا‬ٝ‫ ًٖ ػبُٔب ا‬: ٍ‫ ؿ هب‬٢‫ ثٌشح ػٖ اُّ٘ج‬٠‫ػٖ اث‬ )٠‫و‬ٜ٤‫ اُج‬ٙ‫ا‬ٝ‫ِي (س‬ٜ‫اُخبٓظ كز‬ 132 Artinya: Dari Abu Bakrah dari Nabi SAW, beliau bersabda, ―Jadilah kamu orang yang pandai (mengetahui), atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan, atau orang yang senang (cinta), janganlah kamu menjadi orang yang kelima, maka kamu akan celaka‖. (H.R Baihaqi) (Baihaqi, 2003, 265) 3. Tugas Pendidik Dalam Hadits Tugas adalah kegiatan dan kewajiban yang harus dilakukan seseorang dalam menjalankan peranan (Mujtahid, 2011: 44). Seorang pendidik adalah sosok pemimpin. Seorang pendidik adalah sosok pemimpin. Pendidik merupakan sosok arsitektur yang mampu membentuk jiwa dan karakter peserta didik. Pendidik mempunyai kemampuan membentuk dan mengembangkan kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang berguna bagi agama, tanah air, dan negaranya. Tugas pendidik adalah menghasilkan manusia yang cakap dan beretika yang mampu mengembangkan diri dan membangun negara dan bangsanya. Kedudukan seseorang sebagai pendidik mempunyai banyak tanggung jawab, baik yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai pendidik maupun tanggung jawab di luar pekerjaan sebagai pendidik dalam bentuk pengabdian. Tugas pendidik bukan hanya sekedar profesi, tetapi juga tugas kemanusiaan dan sosial (Djamarah, 2010: 36). Pendidik mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, mendidik dan melatih. Oleh karena itu tugas pendidik dalam proses belajar mengajar tidak hanya sekedar mentrasfer pengetahuan serta internalisasi nilai-nilai, namun yang paling utama lagi adalah menumbuhkan keinginan dan motivasi peserta didik agar dapat menggali ilmu secara 133 individu. Seorang pendidik akan melaksanakan tugasnya dengan sangat baik atau dapat bertindak menjadi pendidik yang profesional. Tugas utama pendidik adalah sebagai pengajar lebih memperhatikan perencanaan dan pelaksanaan pengajaran sebagai guru. Dalam tugas ini, pendidik perlu memiliki seperangkat keterampilan intelektual dan teknis mengajar di samping menguasai ilmu atau materi yang akan diajarkannya. Sebagai seorang pendidik, ilmu pengetahuan merupakan syarat utama. Membaca, menulis, bermusyawarah, mengupdate informasi, serta menyikapi isu-isu terkini memang membantu meningkatkan kualitas pengetahuan pendidikan(Asmani, 2016: 29). Tugas kedua pendidik adalah mendidik, pendidik memberi tekanan kepada tugas pembentukan akhlak, memberi bantuan kepada peserta didik dalam pemecahan masalah yag dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para peserta didik. (N. Sudjana, 2000: 15). Tugas pendidik merupakan tugas pendidik muslim pada umumnya, yaitu memberi pendidikan yang berwawasan manusia seutuhnya. Dalam kaitan dengan tugasnya, sebagaimana dikemukakan Abdurrahman al-Nawawi, pendidik hendaknya mancontoh peranan yang telah dilakukan para nabi dan pengikutnya. Tugas mereka, pertama-tama, ialah mengkaji dan mengajarkan ilmu Ilahi ang dapat dikonsumsi oleh seluruh umat manusia, sesuai dengan hadits Rasulullah SAW sebagai berikut: 134 ‫هللا عًُٓا‬ ّ ّ ُٙ‫بهغٕا ع‬ ٍ‫ٔالحسج ٔي‬ ‫ّاز‬ ُ‫يٍ ان‬ ٙ‫ٔعٍ عبدهللا بٍ عًسٔبٍ انعاص زض‬ ّ ّ ّٙ‫ّب‬ ّ‫أ‬ ‫ٔسهى قال‬ ّٛ‫صهٗ هللا عه‬ ُ‫ٌ ان‬ ّ‫ة ٔح‬ٚ‫ٔنٕ ا‬ ‫م‬ٛ‫ إسسائ‬ُٙ‫دثٕاعٍ ب‬ ِ‫ّأ يقعد‬ ٕ‫حب‬ٛ‫ّدا فه‬ ً‫ّ يحع‬ٙ‫كرب عه‬ )٘‫(زٔاِ انبخاز‬ Artinya: Dari Abdullah bin 'Amru bin ‗Ash RA, bahwa Nabi SAW bersabda: Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.(HR. Bukhari)(Al-Bukhari, 1981) Dari hadits diatas terlihat jelas bahwasannya setiap orang mesti menyampaikan ilmu dari Raulullah SAW walau hana sedikit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tugas pendidik muslim selanjutnya yaitu membimbing sebagaimana yang terdapat dalam hatits Rasullullah SAW yang berbunyi: ‫ا‬ٝ‫عِّْ ٓش‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِّ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫ هبٍ سع‬، ٍ‫ هب‬ّٙ‫ت ػٖ عذ‬٤‫ ثٖ ؽؼ‬ٝ‫ػٖ ػٔش‬ ‫ْ أث٘بء ػؾش‬ٛٝ ‫ب‬ٜ٤ِ‫ْ ػ‬ٛ ٞ‫اضشث‬ٝ ٖ٤٘‫ْ أث٘بء عجغ ع‬ٛٝ ‫قالح‬ ّ ُ ‫لدًْ ثب‬ٝ‫أ‬ )‫د‬ٝ‫دا‬ٞ‫ أث‬ٙ‫ا‬ٝ‫ أُضبعغ (س‬٢‫ْ ك‬ٜ٘٤‫اث‬ٞ‫كشه‬ٝ ّ Artinya: ―Dari Amru ibn Syu‘aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan shalat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.‖(H.R. Abu Dawud) (Sulaiman, 1989,133) Dari hadits diatas terlihat jelas bahwa pendidikan yang diberikan kepada seorang anak mengandung pengertian yang sangat dalam. Secara rasional seluruh ibadah sangat berperan mendidik kepribadian seorang manusia sehingga semua ‘ 135 pekerjaan yang akan dilakukan seseorang akan penuh pertimbangan akan keridhaan Allah SWT. Seperti dalam hadits di atas terlihat seseorang anak yang masih kecil belum wajib shalat mengingat mereka belum mukallaf. Dalam ajaran Islam orang tua wajib untuk membimbing anak dalam melaksanakan shalat. Apabila sudah berusia 7 tahun orang tua harus memerintah anaknya shalat agar menjadi kebiasaan sejak kecil. Dan apabila sudah berusia 10 tahun maka pemberian hukuman harus diberikan kepada anak apabila tidak melakukan shalat. Lebih lanjut menurut pendapat al-Nawawi, secara umum tugas seorang pendidik dalam kajian pendidikan Islam adalah: a. Tugas pensucian, adalah membina dan menyucikan jiwa seorang peserta didik agar peserta didik dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjauhkan diri dari keburukan dan tetap menjaga agar dirinya tetap dalam fitrahnya. b. Tugas pengajaran, adalah mentransfer berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik agar mentransformasikannya ke dalam perilaku hidupnya(Hawi, 2013: 45). Menurut Al-Ghazali tugas pokok seorang pendidik adalah menyempurnakan, menyucikan hati manusia agar dapat mendekatkan diri kepada penciptanya (Mujid & Mudzakkir, 2006: 95). Dalam agama Islam tugas pendidik dinilai sangat mulia. Untuk menjadi pendidik yang sukses dan membantu anak menjadi individu yang peduli, tentunya harus memiliki ilmu. Itu sebabnya Allah SWT. memberikan pendidik kedudukan yang lebih tinggi kepada pendidik sebagai orang 136 yang berilmu dibanding orang-orang beriman lainnya. Abdul Al-Rahman Al-Bani berpendapat bahwa tugas pendidik adalah membantu memelihara hakikat peserta didik, mengembangkan serta mempersiapkan mereka terhadap segala potensi yang ada, serta membimbing sifat dan potensi tersebut menghasilkan kebaikan serta kesempurnaan, dan melaksanakan rencana tersebut dalam pendidikan(Helmawati, 2014: 99). Keutamaan pendidik yang disebabkan oleh misi mulia yang diemban pendidik tersebut, karena tugas yang dilakukan oleh pendidik diyakini hampir sama dengan tugas para rasul. a. Tugas umum Tugas umum yaitu sebagai ―warasatul al-anbiya‖, pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-amin, yaitu mengajak umat manusia untuk mentaati dan tunduk pada hukum Allah SWT, guna memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Misi tersebut kemudian dikembangkan menjadi terbentuknya pribadi yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan berakhlak mulia (Ramayulis, 2011: 63). Selain itu, tugas utama seorang pendidik adalah, menyempurnakan, memurnikan, mensucikan hati manusia agar bertaqwa kepada Allah SWT. Berkaitan dengan hal tersebut, Abdul al-Rahman al-Nahlawi mengatakan bahwa tugas utama pendidik yaitu penyucian yaitu berperan sebagai penyuci, penjaga, dan pembawa fitrah manusia. Kedua, fungsi mengajar adalah menginternalisasikan dan mentrasformasikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama ke dalam diri manusia. Oleh sebab itu secara umum yang menjadi tugas pendidik adalah sebagai berikut: 137 1) Mujadid, yakni sebagai pembaharu ilmu, baik teori maupun praktek, sesuai tuntutan Islam; 2) Mujtahid, yaitu sebagai pemikir yang menonjol; 3) Mujahid, sebagai pejuang kebenaran. b. Tugas khusus 1) Sebagai pengajar (instruksional) 2) Sebagai pendidik (edukator) 3) Sebagai pemimpin (managerial)(Ramayulis, 2011: 63). Referensi Al- Abani. (1425). Sunan At-Tirmidzi, Kitab Ad-Da‘awat, Bab: Du‘a Adh-Dhaif. Maktabah Ar Rusyd. Al-Asqalani, I. H. (2008). Fathul Barri, Penjelasan Kitab Shahih Al Bukhari. Pustaka Azzam. Al-Bukhari, A. A. M. B. I. (1981). Shahih Bukhari, Bab Wujub At-Thaharah Li As-Shalat. Dar Al-Fikr. An Nahlawi, A. (2002). Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, Terj. Hery Noor Ali. Diponegoro. Asmani, J. M. (2016). Great Teacher. Diva Press. Baihaqi. (2003). Syu‘abul Iimaan. Maktabah Ar-Rusyd. Djamarah, S. B. (2010). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologi. PT Rineka Cipta. Hawi, A. (2013). Kompetensi Pendidikan Agama Islam. PT Raja Grafindo Persada. Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis. Remaja Rosdakarya. Ismail SM. (2001). Paradigma Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar. Majah, I. (1993). Zawâid Ibnu Mâjah Ala Al-Kutub Al-Khamsah. Dar Al-Kutub Al-Alamiyah. 138 Muhaimin, & Mujib, A. (2003). Pemikiran Pendidikan Islam. Tri Genda Karya. Mujid, A., & Mudzakkir, J. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Kencana. Mujtahid. (2011). Pengembangan Profesi Guru. UIN-Maliki Press. Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional: Meniptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Remaja Rosdakarya. Nafis, M. M. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. TERAS. Nata, A. (2012). Kapita Selekta Pendidikan Islam. PT Grafindo Persada. Ramayulis. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia. Sudjana, N. (2000). Dasar-Dasar Belajar Mengajar. PT Sinar Baru. Sulaiman, A. D. (1989). Sunan Abi Daud. Maktabah Ashriyah. Suryani. (2012). Hadis Tarbawi Analisi Paedagogis Hadis Hadis Nabi. TERAS. Tafsir, A. (2004). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Remaja Rosdakarya. 139 BAB 8 PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS Oleh: Dr. Hj. Yuliharti, M.Ag A. PENDAHULUAN Salah satu yang menjadi alasan yang mendasari perlunya kajian peserta didik dalam perspektif hadis adalah bahwa di dalam al-Quran dinyatakan bahwa ―Sesungguhnya pada diri Nabi Muhammad SAW terdapat suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan Rahmat Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah ( QS. Al-Ahzab,33:21). Ayat ini mengisyaratkan bahwa pada diri nabi Muhammad SAW yaitu pada hadis-hadisnya terdapat ajaran yang luhur dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang Pendidikan Islam. Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam sistem Pendidikan Islam. Peserta didik merupakan ―raw material‖ dalam proses Pendidikan. Dalam mencapai tujuan Pendidikan (Ramayulis, 2011), peserta didik merupakan unsur yang penting karena peserta didik merupakan subyek dan obyek Pendidikan. Melihat posisi peserta didik yang begitu penting dalam Pendidikan dan kompleksitasnya maka dalam proses Pendidikan mereka harus sesuai dengan aturan ajaran agama dn koridor-koridor tatanan ajaran Allah swt yang terdapat dalam al-Quran dan hadis. Untuk mencapai harapan tersebut, maka perlu memperhatikan manajemen atau penataan yang baik serta pengelolaan peserta didik yang tepat yang sesuai dengan aturan-aturan al-Quran dan hadis Nabi saw. 140 Ajaran yang terdapat dalam al-Quran dan Hadis Nabi SAW tidak hanya sebagai dasar hukum dan ajaran dalam Islam, tetapi juga sebagai sumber pengetahuan bagi umat Islam dan umat lain. Mengingat semua ilmu berasal dari Allah, penting untuk mengikuti etika tertentu dalam penggunaannya. Nabi Muhammad SAW telah sukses dalam mendidik para sahabatnya, yang menjadi tokoh terkenal dan dihormati dalam sejarah awal Islam. Keberhasilan ini tidak hanya karena peran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga karena para sahabatnya yang memiliki etika dan tanggung jawab yang kuat. Berdasarkan pemikiran ini, tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi tema pendidikan dalam perspektif Hadis, dengan fokus pada definisi, karakteristik, hak-hak, tugas, dan etika para pelajar dalam konteks Hadis. Kajian ini bertumpu pada kajian pustaka maka pembahasanya akan dilakukan dengan cara menganalisis datadata yang tertulis dalam sumber-sumber kepustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah kajian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut terdiri dari dua yaitu sumber primer (primary resources) yaitu buku-buku hadis Nabi SAW dan sumber sekunder (secondary resources) , yaitu karya-karya tokohtokoh muslim dan lain yang berkaitan dengan topik kajian. Untuk menjawab masalah-masalah yang diajukan digunakn metode deskriptif-analitis dari beberapa sumber rujukan yang ada. B. PEMBAHASAN 1. Hakikat Peserta Didik Dalam Bahasa Indonesia peserta didik dikenal dengan istilah murid, siswa, pelajar, yang bermakna anak yang sedang 141 berguru (belajar, bersekolah) (Bahasa, 1993), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan, biasanya digunkan untuk Tingkat TK sampai SMU, sedangkan untuk tingkat perguruan tnggi disebut mahasiswa (WJS Poerwadarminto, 1982). Dalam Bahasa Arab, peserta didik diungkap dengan term tilmidz ‫رِٔز‬, thalib ‫ طبُت‬, yang berarti mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh(Manzhur, n.d.). Kedua istilah tersebut digunakan untuk menunjukan pelajar secara umum. Istilah tilmidz terkadang digunakan untuk menyebut mahasiswa yang belajar hukum. Selain dari kedua istilah tersebut, seseorang yang menempuh Pendidikan diistilahkan juga dengan thalabah al-ilm, muta‘allim, tifl, dan murabba.(Abuddin Nata, 2005) Peserta didik secara umum ialah sekelompok atau setiap orang yang melakukan proses pendidikan. Peserta didik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pelaksanaan pendidikan.(Mahmud, 2019). Dalam pandangan pendidikan Islam, peserta didik adalah anak-anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan di berbagai aspek, termasuk fisik, mental, sosial, dan spiritual, dalam menjalani kehidupan di dunia ini dan di akhirat. Mereka masih dalam tahap belum dewasa dan berada dalam periode transisi menuju kedewasaan, sehingga memerlukan bimbingan dari orang lain. Sebuah hadis yang diceritakan oleh Bukhari menjelaskan konsep ini. Hadis tersebut, berbunyi: 142 Artinya: ―Telah menceritakan kepada kami (Adam) telah menceritakan kepada kami Ibn Abu Dzi‘bi dari al-Zuhry dari Abu Salamah bin Abd alRahman dari Ibn Humairah r.a. berkata: Nabi Muhammad Saw., bersabda, ―Setiap anak dilakirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tualah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian ada cacat padanya?.‖ (HR. Bukhari Muslim). Hadis yang diriwayatkan dari berbagai sumber hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW, menyatakan bahwa setiap anak terlahir dalam kondisi fitrah, atau keadaan alami. Namun, pengaruh orang tua sangat menentukan dalam membentuk keyakinan dan identitas agama anak, sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya tanpa cacat. Hadis ini menggambarkan teori konvergensi, di mana lingkungan dan keturunan berperan dalam membentuk individu. Menurut Lubis (2016), terdapat dua aspek penting dalam hadis ini. Pertama, setiap manusia yang terlahir memiliki potensi. Kedua, potensi tersebut dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan anak. Status anak yang baru lahir dianggap suci dan memiliki fitrah Islam, namun pengaruh orang tua 143 sangat menentukan dalam membentuk keyakinan agamanya. Fitrah di sini diartikan sebagai potensi beragama, khususnya agama yang benar. Tugas orang tua adalah mengembangkan potensi ini melalui pendidikan agama, yang harus dimulai sejak anak masih bayi, bahkan sejak pranatal, dan melibatkan pembiasaan perilaku agamis sehari-hari. Fitrah manusia, menurut pandangan Islam, adalah naluri untuk beragama Tauhid, yakni Islam. Terminologi "peserta didik" sebenarnya memiliki cakupan yang lebih luas daripada "anak didik". Istilah ini tidak terbatas hanya pada anak-anak, melainkan juga mencakup orang dewasa, sedangkan "anak didik" spesifik untuk individu yang berada dalam rentang usia kanak-kanak hingga remaja yang bersekolah di jenjang pendidikan hingga SMA atau sederajat, biasanya di bawah 19 tahun. Konsep peserta didik meluas pada mereka yang ada di lembaga pendidikan nonformal seperti majelis taklim, perwiridan, kelompok pengajian, dan sejenisnya yang ada dalam komunitas. Ini juga mencakup pendidikan informal dalam konteks keluarga. Dengan demikian, peserta didik merujuk tidak hanya pada mereka yang masih muda dari segi usia, tetapi juga mereka yang dalam hal mental, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan aspek kekurangan lainnya, masih membutuhkan panduan dan bimbingan dari seorang murabbi atau pendidik. Atau peserta didik itu adalah semua orang yang belajar baik Lembaga Pendidikan formal maupun Lembaga Pendidikan non formal. 144 2. Karaktristik Peserta Didik dalam Hadis Peserta didik adalah orang yang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis. Secara fitrah, mereka memerlukan bimbingan dari orang yang lebih dewasa. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah swt berikut ini: ٝ ‫ عؼَ ٌُْ اُغٔغ‬ٝ ‫ئب‬٤‫ٕ ؽ‬ِٞٔ‫زٌْ ل رؼ‬ٜٓ‫ٕ ا‬ٞ‫ هللا ا خشعٌْ ٖٓ ثط‬ٝ ٕٝ‫ ال كئذح ُؼٌِْ رؾٌش‬ٝ ‫الثقش‬ Artinya: ―Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.‖ Ayat di atas mengisyaratkan bahwa setiap manusia yang dilahirkan butuh bimbingan, didikan dan pengajaran dari orang lain agar seluruh potensi yang dimilikinya dapat berfungsi dengan baik. Berkaitan dengan ini, suatu hal yang penting dipahami oleh seorang yang akan memberikan bimbingan atau pendidik adalah karakristik peserta didik. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak (Zubeidi, 2011). Karakter dapat diartikan sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bersikap, berpikir dan bertindak (Taufik Abdillah Syukur, 2014). Peserta didik memiliki karakter yang telah dibentuk oleh lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda-beda. Ada karakter yang baik dan ada yang buruk, ada yang patuh dan ada yang tidak patuh. Mengetahui karakter peserta didik ini dalam rangka untuk menentukan alat, 145 pendekatan dan metode dalam membimbing peserta didik tersebut agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Rasulullah SAW sebagai seorang pendidik telah menjelaskan dan memberikan isyarat tentang macam-macam karakter peserta didik, yaitu sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis berikut: ‫ عبُظ‬ٞٛ ‫٘ٔب‬٤‫ عِْ ث‬ٝ ‫خ‬٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫ إ سع‬٢‫ض‬٤ُِ‫اهذ ا‬ٝ ٢‫ػٖ اث‬ ‫ هللا‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫ سع‬٢ُ‫ ار اهجَ صالصخ ٗلش كبهجَ اص٘بٕ ا‬ٚ‫ اُ٘بط ٓؼ‬ٝ ‫ أُغغذ‬٢‫ك‬ ‫ٔب‬ٛ‫ عِْ كبٓب اؽذ‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫ سع‬٢ِ‫هلب ػ‬ٞ‫اؽذ هبٍ ك‬ٝ ‫ت‬ٛ‫ ر‬ٝ ٚ٤ِ‫ػ‬ ‫ آب اُضبُش كبدثش‬ٝ ْٜ‫آب الخش كغِظ خِل‬ٝ ‫ب‬ٜ٤‫ اُؾِوخ كغِظ ك‬٢‫ كشعخ ك‬١‫كشا‬ ‫ عِْ هبٍ ال اخجشًْ ػٖ اُ٘لش اُضالصخ‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫جب كِٔب كشؽ سع‬ٛ‫را‬ ‫ آب الخش‬ٝ ٚ٘ٓ ‫ب هللا‬٤‫ب كغزؾ‬٤‫آب الخش كبعزؾ‬ٝ ‫ هللا‬ٙ‫ا‬ٝ‫ هللا كب‬٢ُ‫ ا‬١ٝ‫ْ كب‬ٛ‫آب اؽذ‬ )ٚ٤ِ‫ (ٓزلن ػ‬ٚ٘‫كبػشك كبػشك هللا ػ‬ ―Dari Abu Waqid al-Laytsiy (al-Harits bin Awf) r.a. bahwasanya Rasulullah saw pada suatu Ketika duduk berasma para sahabat di dalam masjid, tiba-tiba datang tiga orang, dua di antaranya menuju Rasulullah SAW dan yang seorang lagi pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di hadapan Rasulullah saw, salah satu dari mereka melihat tempat kosong di majlis halakah, yang lain duduk di belakang mereka dan yang ketiga berpaling pergi meninggalkan majlis tersebut. Setelah selesai majelis , Rasulullah SAW bersabda: Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tersebut? Adapun salah satu di antara mereka berlindung (mendekat) kepada Allah SWT maka Allahpun memberi tempat kepadanya. Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya dan yang lain berpaling, maka Allahpun berpaling daripadanya.‖ (HR. Muttafaq Alaih). Hadis di atas memberikan pelajaran tentang 3 macam karaktristik peserta didik, yaitu pertama karakter peserta didik yang duduk terdepan dalam majelis ilmu atau di kelas. Tempat 146 yang paling baik untuk menerima pelajaran yaitu di tempat paling depan atau dekat dengan gurunya.Hikmahnya terhadap karakter yang terdapat hadis ini, Allah akan selalu melindunginya yaitu melindungi rahmad dan ridhaNya.Kedua karakter peserta didik yang mencari tempat duduk ditengah atau di belakang orang yang terdepat atau di dalam hadis disebutkan dengan ‗merasa malu‘. Terhadap orang memiliki karakter ini, Allah pun akan menghargai malunya, maknanya Allah tetap memberikannya ‫م‬ahmat dan tidak memberikan hukuman tetapi tentunya tidak seperti karakter peserta didik yang duduk di barisan depan. Sedangkan ketiga karakter peserta didik yang digambarkan hadis tersebut di atas adalah karakter peserta didik yang berpaling pulang. Karakter peserta didik ini sama sekali tidak menghargai ilmu dan majelis ilmu. Tidak mau duduk bergabung dalam majelis ilmu melainkan berpaling dan paling tanpa ada uzur. Karakter seperti ini balasannya sama dengan perbuatannya, Allahpun berpaling daripadanya yakni Allah murka padanya. Dengan demikian hadis di atas mengisyaratkan di antara karakter peserta didik yang paling baik dan paling tinggi derjatnya adalah karakter yang pertama, yaitu anak yang memperhatikan Pelajaran di kelas dan hormat terhadap ilmu. Kemudian karakter yang kedua sekalipun tidak sepenuhnya penghargaan majelis seperti karakter pertama. Adapun karakter yang ketiga adalah karakter peserta didi yang paling rendah, yaitu kurang memperhatikan Pelajaran/ilmu dan tidak menghargai majelis. Selanjutnya dalam hadis lain, Rasulullah SAW menjelaskan tentang karakter peserta didik dalam menerima pelajaran, sebagaimana hadis berikut: 147 ‫ هللا‬٢٘‫ عِْ هبٍ ٓضَ ٓب ثؼض‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ ف‬٢‫ ػٖ اُ٘ج‬٢‫ع‬ٞٓ ٢‫ اث‬٠‫ػ‬ ‫خ هجِذ‬٤‫ب ٗو‬ٜ٘ٓ ٕ‫ش افبة اسضب كٌب‬٤‫ش اٌُض‬٤‫ اُؼِْ ًٔضَ اُـ‬ٝ ١‫ذ‬ُٜ‫ ٖٓ ا‬ٚ‫ث‬ ‫ب اعبدة آغٌذ أُبء ك٘لغ هللا‬ٜ٘ٓ ‫ ًبٗذ‬ٝ ‫ش‬٤‫ اُؼؾت اٌُض‬ٝ‫أُبء كبٗجزذ اٌُالء‬ ٕ‫ؼب‬٤‫ ه‬٢ٛ ‫ اٗٔب‬١‫ب طبئلخ اخش‬ٜ٘ٓ ‫ افبثذ‬ٝ ‫ا‬ٞ‫ صسػ‬ٝ ‫ا‬ٞ‫ عو‬ٝ ‫ا‬ٞ‫ب اُ٘بط كؾشث‬ٜ‫ث‬ ‫ هللا‬٢٘‫ ٓب ثؼض‬ٚ‫ ٗلؼ‬ُِٜٞ‫ٖ ا‬٣‫ د‬٢‫ ك‬ٚ‫ل ر٘جذ ًالء كزُي ٓضَ ٖٓ كو‬ٝ ‫ل رٔغي ٓبء‬ ( ٚ‫ اسعِذ ث‬١‫ هللا اُِز‬١‫ذ‬ٛ َ‫وج‬٣ ُْٝ ‫شكغ ثزُي ساعب‬٣ ُْ ٖٓ َ‫ ٓض‬ٝ ِْ‫ ػ‬ٝ ِْ‫ كؼ‬ٚ‫ث‬ )ٚ٤ِ‫ٓزلن ػ‬ ―Dari Abi Musa r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah SWT bagaikan hujan yang jatuh mengenai bumi. Di antaranya ada bumi yang subur, ia dapat menerima air kemudian menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang lebat. Di antaranya ada bumi yang tandus(tanah berbatu cadas) yang dapat menahan air,lalu dengannya Allah memberikan manfaad kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok tanam daripadanya. Dan (air hujan) ada yang mengenai sebagian bumi, sesungguhnya ia tanah yang licin yang tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tanaman. Demikian itu, perumpamaan orang yang mengkaji agama Allah dan bermanfaat apa yang aku diutus dengannya, ia mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain) dan perumpamaan orang yang tidak peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa yang aku diutus dengannya), dan tidak menerima petunuk Allah yang aku diutus dengannya.‖ (HR. Muttafun Alaih). Pada hadis di atas, ada 3 karakter manusia sebagai peserta didik dalam menerima ilmu atau petunjuk yang diumpamakan seperti ragam tanah atau bumi ketika menerima siraman hujan dari langit, yaitu : Pertama: karakter peserta didik 148 yang menerima pelajaran dan paham ilmu. Ilmunya diamalkan dan diajarkan kepada orang lain. Karakter ini diumpamakan sebagai bumi subur ketika disiram dengan air hujan. Bumi dapat minum atau menyerap air, menumbuhkan tanamtanaman, tumbuh-tumbuhan dan rumput hijau yang subur. Karakter peserta didik yang ini adalah yang terbaik karena karakter inilah yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu membentuk pribadi yang baik dan memiliki ilmu yang bermanfaad, yaitu diamalkan dan diajarkan pada orang lain. Kedua,karakter peserta didik yang pandai, cerdas, dan pintar. Tetapi ilmunya itu sebatas diajarkan dan diinformasikan kepada orang lain, sementara ilmu itu tidak diamalkan untuk dirinya. Karakter ini diumpamakan bagaikan bumi yang tandus yang dapat menahan air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok tanam daripadanya. Karakter ini juga bagaikan lilin yang menerangi benda disekitarnya, tetapi membakar dirinya. Karakter ini kurang baik, seharusnya ilmu yang telah didapatkan untuk kepentingan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga dan baru orang lain. Ketiga,karakter peserta didik yang tidak dapat menyerap ilmu dan tidak dapat menampung ilmu. Tidak dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat buat dirinya apalagi buat orang lain. Karakter ini diumpamakan seperti bum licin mendatar tidak dapat menyerap dan tidak dapat menampung air. Karakter yang ketiga ini adalah karakter yang terendah di antara tiga karakter di atas karena keberadaannya sebagai peserta didik kurang berfungsi (Khon, 2020). Dengan demikian, karakter peserta didik dalam menerima pelajaran disimpulkan pertama, paham ilmu , 149 mengamalkannya dan mengajarkannya pada orang lain, kedua, paham ilmu, tidak mengamalkannya tetapi mengajarkannya kepada orang lain. Ketiga, tidak paham ilmu, tidak mengamalkan, dan tidak mengajarkan. 3. Tugas dan Etika Peserta didik Pembahasan mengenai tugas dan etika peserta didik dalam hadis merupakan tema yang sangat penting dan relevan dalam dunia pendidikan Islam. Hadis, sebagai salah satu sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur'an, menyediakan panduan yang luas tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk etika dan tanggung jawab peserta didik. Pembahasan ini tidak hanya mengarah pada pemahaman teoretis semata, tapi juga aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan pendidikan formal maupun informal.Etika peserta didik dalam hadis mencakup berbagai aspek, mulai dari sikap hormat dan patuh kepada guru, kejujuran dalam belajar, kesungguhan dalam menuntut ilmu, hingga bagaimana seorang peserta didik harus berinteraksi dengan teman-temannya. Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW seringkali menekankan pentingnya ilmu dan belajar, serta menggarisbawahi nilai-nilai seperti kesabaran, kegigihan, dan keikhlasan dalam proses pembelajaran.Tugas peserta didik dalam hadis tidak hanya terbatas pada pencapaian akademis, tapi juga pengembangan karakter dan kepribadian yang baik. Hal ini mencerminkan pemahaman bahwa pendidikan dalam Islam adalah holistik, mencakup aspek intelektual, spiritual, dan sosial. Seorang peserta didik diharapkan tidak hanya unggul dalam pengetahuan, tapi juga dalam akhlak dan interaksi sosial. Peserta didik dalam sistem Pendidikan Islam merupakan 150 komponen yang sangat penting dan menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Proses Pendidikan itu dapat berjalan dengan efektif didukung oleh faktor peserta didik itu sendiri. Seorang peserta didik harus menyadari tugas dan etika sebagai seorang peserta didik agar tujuan dasar dari pendidikan itu dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini, Rasulullah SAW telah memberikan beberapa petunjuk tentang tugas dan etika peserta didik dalam pendidikan Islam. a. Kewajiban Menuntut Ilmu Salah satu tugas peserta didik yang harus disadarinya adalah kewajiban untuk menuntut ilmu. Hal ini tergambar dalam hadis berikut ini: ‫ا‬ُٞ ٝ ِْ‫ا اُؼ‬ٞ‫ عِْ اطِج‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫ اٗظ ثٖ ٓبُي هبٍ هبٍ سع‬٠‫ػ‬ ‫ضخ‬٣‫ٖ كبٕ طِت ااُؼِْ كش‬٤‫بُق‬٣ ٚ‫ٌِت ( اخشع‬٣ ‫ب ُطبُت اُؼِْ سضبثٔب‬ٜ‫ ًَ ٓغِْ إ أُالئٌخ رضغ اع٘ؾز‬٢ِ‫ػ‬ )‫اثٖ ػجذ اُجش‬ Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah bersabda: ―Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri China. Sesungguhnya Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya bagi pencari ilmu karena Ridha denga napa yang dicari.‖ ( HR. Ibnu Abd al-Barr). Pelajaran yang bisa diambil dari hadis di atas adalah bahwa kewajiban menuntut ilmu itu dimana saja dan dalam keadaan bagaimanapun sekalipun dalam keadaan sulit dan jauh serta kewajiban ini berlaku bagi setiap muslim, laki-laki dan perempuan yang sudah mukallaf. Di samping itu, penuntut ilmu akan dicintai, dihormati,dan dilindungi oleh para malaikat dan seluruh makhluk jagat raya. Menuntut ilmu atau belajar merupakan upaya untuk bisa mendapatkan ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang 151 diperoleh melalui belajar tidak lepas dari kehendak Allah. Allah akan memberikan pengetahuan bagi orang-orang yang dikehendakinya. Hal ini sebagaimana tergambar dalam hadis berikut: ―Diceritakan kepada kami (Musaddad), diceritakan dari kami Basyr diceritakan kepada kami Ibnu ‗Auf dari Ibnu Sirin dari Abdurrahman Ibn Abu Bakrah dari Ayahnya, Nabi Muhammad Saw., bersabda: ―Barang siapa dikehendaki baik dari Allah, maka ia dikarunia kepahaman agama. Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar‖. (HR. Bukhari) Dari hadis ini, terlihat jelas bahwa tugas utama peserta didik adalah untuk terus berusaha dengan sungguh-sungguh memperoleh pengetahuan atau belajar karena dengan belajar dan menuntut ilmu, Allah akan mudahkan bagi mereka untuk meraih apa yang dicita-citakan bahkan dapat meraih syurganya Allah. Hal ini sebagaimana tergambar dalam hadis berikut: ٖ‫ فبُؼ ػ‬٢‫ا اعبٓخ ػٖ الػٔؼ ػٖ اث‬ٞ‫الٕ ؽذص٘ب اث‬٤‫د ثٖ ؿ‬ٞٔ‫ؽذص٘ب ٓؾ‬ ٚ٤‫ِزٔظ ك‬٣ ‫وب‬٣‫ عِْ ٖٓ عِي طش‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫شح هبٍ هبٍ سع‬٣‫ش‬ٛ ٢‫اث‬ ‫اُغ٘خ‬ ٢ُ‫ا‬ ‫وب‬٣‫طش‬ ُٚ ‫هللا‬ َٜ‫ع‬ ‫ػِٔب‬ Telah bercerita kepada kami Mahmud bin Ghailan telah bercerita kepada kami Abu Usmah dari Al-A‘masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu maka 152 Allah akan mempermudah untuk menuju ke surga. (HR. At-Tirmidzi, kitab Ilmu, no.2570) Lebih lanjut, hadis Rasulullah SAW juga menggarisbawahi bahwa peserta didik tidak hanya diwajibkan untuk belajar, tetapi juga untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmu yang telah diperoleh. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi, ‫ ػِؤخ ٖٓ ٓشصذ‬٢ٗ‫بٍ ؽذص٘ب ؽؼجخ هبٍ اخجش‬ٜ٘ٓ ٖ‫ؽذص٘ب ؽغبط ث‬ ‫ هللا‬٢‫ ػٖ ػضٔبٕ سض‬٢ِٔ‫ ػجذ اُشؽٖٔ اُغ‬٢‫ذح ػٖ اث‬٤‫عٔؼذ عؼذ ثٖ ػج‬ ٚ٤ِ‫ػ‬ ‫هللا‬ ٢ِ‫ف‬ ٢‫اُ٘ج‬ ٖ‫ػ‬ ٚ٘‫ػ‬ َ‫ كضبئ‬٠‫ ك‬ٟ‫ اُجخبس‬ٚ‫ ( اخشع‬ِٚٔ‫ ػ‬ٝ ٕ‫شًْ ٖٓ رؼِْ اُوشا‬٤‫ خ‬:ٍ‫عِْ هب‬ٝ )ٕ‫اُوشا‬ Telah bercerita kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah bercerita kepada kami Syu‘bah dia berkata, telah menceritakan kepadaku ‗Alqomah dari Murtsid bahwa dia mendengar Sa‘ad bin ―Ubaidah dari Abdurrahman al-Salamiy dari Usman ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Sebaik-baiknya kalian adalah yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Buhkori dalam kitab Fadhoil Quran) Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. b. Menuntut Ilmu dengan Niat mencari Keridhoan Allah SWT. Dalam Islam niat menjadi rukun beramal. Tidak ada satupun amal yang tidak disertai dengan niat. Kemudian niat juga menjadi penentu hasil dari amal yang dilakukan. Niat yang hakiki dari setiap amal yang dilakukan adalah ikhlas karena Allah swt atau mencari keridhan Allah swt. Termasuk dalam 153 menuntut ilmu. Seorang peserta didik haruslah melandasi dirinya dengan niat lillahi ta‘ala atau Ikhlas dalam menuntut ilmu. Karena menuntut ilmu itu merupakan salah satu amal yang diperintahkan oleh Allah swt dan Nabi Muhammad SAW maka dalam melakukannya haruslah dengan niat untuk mencari keridhaan Allah swt. Sebagaiman sabda Nabi SAW: ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫شح هبٍ هبٍ سع‬٣‫ش‬ٛ ٢‫ػٖ اث‬ ‫عَ ل‬ٝ ‫ هللا ػض‬ٚ‫ع‬ٝ ٚ‫ ث‬٢‫جزـ‬٣ ‫ عِْ ٖٓ رؼِْ ػِٔب ٓٔب‬ٝ ‫غذ ػشف اُغ٘خ‬٣ ُْ ‫ب‬٤ٗ‫ ػشضب ٖٓ اُذ‬ٚ‫ت ث‬٤‫ق‬٤ُ ‫ ال‬ِٚٔ‫زؼ‬٣ )‫د‬ٝ‫ دا‬ٞ‫ اث‬ٚ‫ب (اخشع‬ٜ‫ؾ‬٣‫ س‬٢٘‫ؼ‬٣ ‫بٓخ‬٤‫ّ اُو‬ٞ٣ ―Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: ―Barangsiapa yang mempelajari ilmu untuk mencari keridhaan Allah SWT, dia tidak mencarinya kecuali untuk mendapatkan sedikit harta benda, makai a tidak akan mendapatkan bau surga besok di hari kiamat.‖ (HR. Abu Dawud) Hadis di atas menjelaskan bahwa tujuan peserta didik dalam mencari ilmu adalah untuk mencari keridhoan Allah SWT, bukan untuk mencari kekayaan, kepopuleran. AlGhozali berpendapat bahwa tujuan belajar adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan mencari pangkat dan kebanggaan (Al-Abrasyiy, n.d.). Al-Zarnuji memberikan bimbingan bahwa mencari ilmu hendaknya tulus yakni untuk memperoleh keredhoan Allah swt, menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari umat manusia, menghidupkan agama dan melestarikan Islam, sebab ilmu inilah agama menjadi hidup dan agama tetap eksis (Ismail, n.d.). 154 c. Menuntut Ilmu yang Paling Besar Kemaslahatannya. Rasulullah SAW menyuruh umatnya agar mencari ilmu yang bermanfaat karena salah satu amalan yang tidak akan putus pahalanya walaupun ia sudah meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat. Hal ini sebagaimana sabdanya, yaitu: ‫ ال‬ِٚٔ‫ ارا ٓبد اثٖ ادّ اٗوطغ ػ‬:ٍٞ‫و‬٣ ‫ٍ هللا‬ٞ‫شح إ سع‬٣‫ش‬ٛ ٢‫ػٖ اث‬ ُٚ ‫ذع‬٣ ‫ُذ فبُؼ‬ٝ ٝ‫ ا‬ٚ‫٘زلغ ث‬٣ ِْ‫ ػ‬ٝ‫خ ا‬٣‫ٖٓ صالس فذهخ عبس‬ ―Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda: Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang sholah yang mendoakannya‖(HR. Muslim) Hadis tersebut menunjukkan bahwa tugas utama bagi setiap peserta didik adalah mengejar pengetahuan yang memberikan manfaat atau keuntungan maksimal, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk masyarakat luas. Menurut Abuddin Nata bahwa di antara beragam jenis pengetahuan yang ada, yang paling diutamakan adalah pengetahuan mengenai Allah SWT, Zat Yang Maha Mengetahui dan asal usul seluruh pengetahuan, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-Hasyar: 22. ―Dialah Allah Yang Tiada Tuhan (yang berhak untuk disembah) selain Dia, Yang Maha Mengetahui yang gahib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.‖ Setelah memprioritaskan pengetahuan tentang Allah, fokus berikutnya adalah pada ilmu hal (pengetahuan praktis) yang mendukung praktik keagamaan, termasuk ilmu tentang rukun shalat, transaksi sosial, dan lain-lain. Menurut Zakiah Derajat, pengetahuan tentang keberadaan Tuhan sangat krusial di usia dini (2-6 tahun), karena anak-anak mulai bertanya 155 tentang wujud, lokasi, dan kekuasaan Tuhan pada tahap ini. Setelah mempelajari ilmu hal baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu yang berkaiatan dengan profesi, dan ilmu-ilmu penunjang lainnya (Abuddin Nata, 2005). Menurut Abdul Majid Khon, ilmu yang bermanfaat dimaksudkan adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan kepada orang lain. Orang yang seperti ini akan mendapatkan pahala seperti pahala mengamalkannya dan pahala mengajarkannya. Jika orang yang diajarnya itu mengamalkan ilmu yang didapatnya maka yang mengajarkan ilmu juga akan mendapatkan pahala tanpa mengurangi pahala orang tersebut, sekalipun sudah meninggal dunia. Pahala ilmu yang bermanfaat tetap hidup dan berjalan selama masih diamalkan oleh orang yang bersangkutan atau diajarkan lagi kepada orang lain. Selanjutnya, ilmu yang bermanfaat secara mutlak di dunia dan di akhirat adalah ilmu syar‘i (ilmu agama). Ilmu syar‘i adalah ilmu yang seperti diungkap oleh As-Syathibiy di dalam kitab al-Muwafaqat, bahwa ilmu yang muktabar menurut syara‘ adalah ilmu yang mendorong pemiliknya untuk beramal dan tidak membiarkan pemiliknya mengikuti hawa nafsu atau membawa pemiliknya untuk mematuhi aturan, suka atau tidak suka. Berkaitan dengan ilmu ini, dalam Islam dapat dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu ilmu fardhu ‗ain seperti ilmu tauhid, ilmu fikih, ilmu tasawuf, termasuk ilmu tafsir Quran dan Hadis,ilmu tajwid, dan ilmu fardhu kifayah, seperti ilmu sains, kedokteran, kesusasteraan (Khon, 2020). d. Tidak Melalaikan Pelajaran Tidak melalaikan pelajaran termasuk salah satu tugas dan etika peserta didik. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah 156 SAW yang mengisyaratkan bahwa ilmu atau ketrampilan yang sudah didapat atau dimiliki peserta didik tidak boleh dilupakan atau dilalaikan akan tetapi harus selalu diingat, diterapkankan dalam kehidupan dan bahkan dikembangkan secara inovatif. Sebagaimana sabda beliau berikut ini: ‫ٍ هللا‬ٞ‫ هبٍ سع‬: ٍ‫ هب‬ٚٗ‫ ا‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٢‫ سض‬٢ٜ٘‫ ػٖ ػوجخ ثٖ ػبٓش اُغ‬ٝ ( .٢‫ كوذ ػق‬ٝ‫ ا‬,‫ظ ٓ٘ب‬٤ِ‫ ك‬, ًٚ‫ صْ رش‬, ٢ٓ‫ ٖٓ ػِْ اُش‬: ِْ‫ ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٢ِ‫ف‬ )ِْ‫ أُغ‬ٙ‫ا‬ٝ‫س‬ Dari Uqbah bin Amir al-Juhniy berkata: Rasulullah SAW bersabda: ―Barang siapa yang telah diajari panah memanah kemudian ia tinggalkannya, maka ia tidak golongan umatku atau sungguh ia durhaka.‖ (HR. Muslim) Maksud melalaikan adakalanya kurang memerhatikan ilmu atau ketrampilan yang telah dikuasai serta tidak ada usaha untuk merawatnya dengan baik sehingga ilmunya hilang. Peserta didik yang seperti itu berarti mengkufuri kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT kepadanya. Hukum melalaikannya tanpa uzur tergantung bentuk ilmu yang ditinggalkanya. Jika menyangkut fardhu ‗ain seperti ketrampilan melakukan sholat, maka meninggalkannya dengan sengaja berarti berdosa besar. Jika menyangkut fardhu kifayah seperti ketrampilan memanah atau bela diri untuk Islam atau menghafal al-Quran, mempelajari saintek sebagai penunjang agama dan lain-lain jika ditinggalkan yang berdosa adalah penduduk di suatu kampung tersebut. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Sa‘ad bin Ubadah, Rasulullah SAW bersabdah: ( ّ‫ اعز‬ٞٛ ٝ ‫بٓخ‬٤‫ّ اُو‬ٞ٣ ‫ هللا‬٢‫ ال ُو‬ٚ٤‫ٓب ٖٓ اؽذ رؼِْ اُوشإ صْ ٗغ‬ ‫ ؽؼت‬٢‫ ك‬,٢‫و‬ٜ٤‫ اُج‬ٝ ,٢ٗ‫ اُطجشا‬ٝ ,٢ٓ‫ اُذاس‬ٝ ,‫ذ‬٤ٔ‫ ػجذ ثٖ ؽ‬ٝ ,‫ اؽٔذ‬ٙ‫ا‬ٝ‫س‬ )‫ٔبٕ ػٖ عؼذ ثٖ ػجبدح‬٣‫ال‬ 157 ―Tidak ada seseorang yang belajar al-Quran kemudian ia melupakannya, melainkan bertemu kepada Allah dalam keadaan berpenyakit lepra atau kusta.‖(HR. Ahmad, Abdu bin Humaid, alDarimiy, al-Thabraniy, al-Baihaqiy, dala kitab syu‘bah al-iman) Hadis di atas menjelaskan ancaman bagi peserta didik yang melupakan al-Quran setelah hafal atau mempelajarinya. Begitu berat ancaman bagi seseorang yang melalaikan ilmu dan ketrampilannya dalam bidang al-Quran, yaitu akan berada dalam kondisi berpenyakit kusta saat bertemu Allah SWT nantinya. Etika peserta didik yang baik itu adalah tidak melalaikan pelajaran yang telah didapat atau ketrampilan yang telah dikuasai. Ia harus menjaga ilmu dan memiliki kesungguhan dalam memelihara ilmu yang bersumber dari alQur‘an atau memelihara al-Qur‘an itu sendiri baik dengan hafalan ayat-ayatnya maupun dari segi pemahaman dan pengamalannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW berikut ini: َّ ٢ َّ ُ‫ػ ْجذ‬ ُ ِْٖ ‫ػ ْٖ َٗبكِغ َػ ْٖ اث‬ ُ‫َّللا‬ ُ ُٞ٣ ُٖ‫َّللاِ ْث‬ َ ٌ‫ق أ َ ْخجَ َشَٗب َٓب ُِي‬ َ ‫َؽذَّصََ٘ب‬ ِ ‫ػ َٔ َش َس‬ َ ‫ع‬ َ ‫ض‬ ْ َّ َّ َّ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ٕ‫آ‬ ٠ِ‫ف‬ ِ ‫ف‬ ُ ‫ َٔب أ َ َّٕ َس‬ُٜ ْ٘ ‫ػ‬ ِ ‫بؽ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ َُ َ ‫عِ َْ هَب ٍَ إَِّٗ َٔب َٓض‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ت اُوُ ْش‬ ْ ْ َ َ ْ ْ َ‫ج‬َٛ َ‫ب ر‬َٜ َ‫ ِإ ْٕ أطَِو‬َٝ ‫ب‬َٜ ٌَ ‫غ‬ ‫ذ‬ ِ ‫ف‬ َ َ‫ذ‬َٛ ‫ػب‬ َ ْٕ ‫اْلثِ َِ اُ ُٔؼَوََِّ ِخ ِإ‬ ِ ‫بؽ‬ َ ْٓ ‫ب أ‬َٜ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ َِ َ ‫ًَ َٔض‬ ِ ‫ت‬ ―Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, Malik telah mengabarkan kepada kami dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan para penghafal al-Qur‘an adalah seperti seorang yang memiliki unta yang terikat, jika ia selalu menjaganya, maka ia pun akan selalu berada padanya, dan jika ia melepaskannya, niscaya akan hilang dan pergi.‖ (HR. Bukhari) Pada hadis di atas Rasulullah SAW menggambarkan tentang perlunya penjagaan terhadap ilmu dan ketrampilan yang sudah dimiliki agar tidak hilang.Kelalaian terhadapnya 158 akan berdampak pada diri peserta didik bahkan bisa mendapat ancaman dari Allah SWT. Oleh karena itu, peserta didik harus selalu memelihara ilmunya dengan cara mengulangngulang/menghafalnya, mendiskusikan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikianlah beberapa tugas dan etika peserta didik dalam pandangan hadis Nabi SAW, masih banyak hadis Nabi SAW yang mengisyaratkan tentang tugas dan etika peserta didik yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam membimbing dan mengarahkan peserta didik agar benar-benar bisa menjadi manusia yang paripurna, insan kamil memiliki ketakwaan yang tinggi dan akhlak yang mulia. Rerefensi Abuddin Nata. (2005). Pendidikan Dalam Perspektif Hadis. UIN Jakarta Press. Al-Abrasyiy, M. A. (n.d.). at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha. Dar al-Fikr. Bahasa, T. P. K. P. P. dan P. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Islamail, I. bin. (n.d.). Ta‘lim al-Mutaallim Thariq al-Ta‘allum. Taha Putra. Khon, A. M. (2020). Hadis tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan. Kencana. Mahmud. (2019). Pemikiran Pendidikan Islam. CV. Pustaka Setia. Manzhur, I. (n.d.). Lisan al-Arab. Dar al-Mishriyah. Ramayulis. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia. Taufik Abdillah Syukur. (2014). Pendidikan Karakter Berbasis hadits. PT. Rajagrafindo. WJS Poerwadarminto. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. 159 Balai Pustaka. Zubeidi. (2011). Desain Pendidikan Karakter. Kencana. 160 BAB 9 PERENCANAAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HADIST Oleh: Tuty Alawiyah, Mpd. Pendahuluan Hadits dan Al-Qur‘an merupakan bagian integral dari iman Islam, yang memberikan semua panduan yang dibutuhkan manusia untuk menjadi khalifah yang saleh di planet ini. Untuk benar-benar mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kandungan Al-Qur‘an yang secara ruwet membahas persoalan-persoalan yang telah terjadi, sedang terjadi, atau belum terjadi, maka umat Islam harus mempelajari Al-Qur‘an dan Hadits agar memperoleh hidayah. . Al-Qur‘an dan hadis memberikan segala informasi tentang kehidupan manusia dan keberadaan alam. Segala sesuatunya tercatat dalam Al-Qur‘an dan hadis, termasuk permasalahan perencanaan mulai dari awal mula peristiwa manusia hingga aktivitas manusia. Segala sesuatu sangat dipengaruhi oleh perencanaan. Tidak ada kesuksesan tanpa perencanaan. Menurut Abdurrohman (2011), ada pepatah di kalangan orang cerdas bahwa ―gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan‖. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perencanaan dalam segala hal, termasuk urusan sosial dan pribadi. Demikian pula, untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam pendidikan-yang merupakan landasan keberhasilanpendidikan harus dipersiapkan sebelum dipraktikkan. Kemajuan suatu negara akan meningkat jika sistem 161 pendidikannya berhasil; sebaliknya jika gagal maka bangsa tersebut akan mendapat hambatan atau tertinggal. Perencanaan sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan karena perencanaan menjabarkan harapan dan target serta strategi yang akan digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran dan menghasilkan keluaran sebanyak-banyaknya. Salah satu komponen penting dalam manajemen adalah perencanaan. Daripada menyerah pada keadaan dan masa depan yang tidak pasti, manusia harus mengendalikannya. Kemampuan manusia untuk dengan sengaja memilih alternatif masa depan yang ingin mereka jalani dan kemudian memfokuskan upaya mereka untuk menentukan pilihan tersebut—dalam hal ini, jenis pengelolaan yang akan digunakan—dengan demikian membentuk premis dasar perencanaan. Dengan demikian, sebuah rencana akan berhasil dilaksanakan berdasarkan hal itu. Bukhari, M., dkk. (2005) Seseorang yang termotivasi untuk melakukan sesuatu pasti ingin sukses. Karena dia akan bahagia dalam hidup jika dia berhasil. Namun kesuksesan besar pada umumnya bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah. Oleh karena itu, untuk mencapainya, serangkaian tindakan metodis harus diambil terlebih dahulu. Perencanaan, sering juga disebut memiliki rencana, adalah langkah pertama menuju kesuksesan. PEMBAHASAN A. Pengertian Perencanaan Pendidikan Islam Perencanaan pendidikan Islam yang dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan dalam proses transinternalisasi ilmu dan nilai-nilai Islam kepada peserta 162 didik melalui pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi diri, pada hakikatnya adalah proses pengambilan keputusan terhadap sejumlah hal. Alternatif (pilihan) mengenai sasaran dan cara yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini juga melibatkan pemantauan dan evaluasi hasil implementasinya. Tiga tugas berturut-turut yang membentuk proses tersebut adalah mengevaluasi keadaan (masa depan) yang diinginkan dan kondisinya serta mencari tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapainya. Definisi ini memisahkan perencanaan menjadi beberapa komponen. (1) sejumlah tindakan yang telah diputuskan, (2) prosedurnya, (3) hasil yang diinginkan, dan (4) dengan mengacu pada masa depan pada titik waktu tertentu. Komponen pelaksanaan dan pengawasan, seperti pelaporan, evaluasi, dan pemantauan, tidak dapat dipisahkan dari perencanaan. Perencanaan memerlukan pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan. Pengawasan perencanaan dapat diterapkan baik secara represif maupun preventif. Pengawasan yang berhubungan dengan perencanaan dikenal dengan istilah pengawasan preventif, sedangkan pengawasan represif merupakan pengawasan fungsional atas pelaksanaan rencana, baik yang dilakukan secara internal maupun secara eksternal oleh aparat pengawasan yang ditugasi.(Afiful Ikhwan : 2016) B. Tujuan Perencanaan Pendidikan Islam Pada dasarnya, perencanaan pendidikan berfungsi sebagai peta jalan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan di bidang pendidikan dan sebagai ukuran untuk membandingkan hasil aktual dengan hasil yang diproyeksikan. Namun jika 163 dirinci lebih jauh, ada beberapa tujuan perencanaan pendidikan, seperti: a. Sebagai pedoman pengawasan terhadap perilaku pendidik, khususnya untuk memastikan bahwa pimpinan dan anggota lembaga pendidikan menjalankan tindakannya sesuai dengan rencana atau program yang telah direncanakan. b. Untuk mengetahui tanggal pelaksanaan perencanaan pendidikan dan langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu kegiatan pelayanan pendidikan. c. Untuk memastikan siapa (dalam hal struktur organisasi) yang bertanggung jawab melaksanakan rencana atau program pendidikan, dengan mempertimbangkan faktor akademik dan non-akademik serta kuantitas dan kualitas. d. Melaksanakan proses kegiatan secara efisien dan metodis dalam mencapai tujuan pendidikan, dengan memperhatikan biaya dan kualitas kerja. e. Mengurangi frekuensi berbagai kegiatan yang membuangbuang waktu, uang, dan tenaga serta tidak efektif dalam penyelenggaraan layanan pendidikan. f. Memberikan penjelasan menyeluruh (integral) dan rinci (spesifik) mengenai macam-macam tugas atau kegiatan yang perlu diselesaikan dalam mata pelajaran pendidikan. g. Untuk mengintegrasikan beberapa subtugas menjadi satu kesatuan yang kohesif dalam suatu lembaga pendidikan. h. Untuk mengetahui berbagai peluang, hambatan, permasalahan, dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan. Saya. Untuk memandu proses pencapaian tujuan pembelajaran. 164 C. Prinsip-Prinsip Perencanaan Pendidikan Islam Perencanaan pendidikan mengakui perlunya konsep panduan untuk diterapkan baik selama tahap desain maupun implementasi. Ide panduan desain instruksional adalah: a. Perencanaan bersifat dinamis dan dapat disesuaikan dengan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan, artinya tidak fleksibel. b. Perencanaan harus menyeluruh dan ilmiah, artinya perencanaan harus mencakup semua aspek pendidikan yang terkait dan dibuat secara metodis dengan menggunakan konsep dan prinsip sains. (Sa‘ud, Udin Syaefudin : 2006) c. Perencanaan pendidikan perlu dipusatkan pada efisiensi dan efektivitas. d. Semua sumber daya yang tersedia atau berpotensi tersedia harus dipertimbangkan dalam perencanaan pendidikan; e. Struktur administrasi yang efektif dan data yang dapat dipercaya harus mendukung perencanaan pendidikan. (Djumransjah Indar : 1995). Langkah pertama dalam membedakan antara perencanaan dan tebakan spontan adalah mengidentifikasi tujuan atau orientasi terhadap sasaran. Perencanaan adalah proses intelektual yang memerlukan tingkat pemikiran kreatif yang berbeda-beda dan penggunaan variabel yang tersedia secara inventif. Ini adalah ciri mendasar dari tindakan eksekutif di semua tingkat lembaga pendidikan. Perencanaan memungkinkan administrator untuk meramalkan hasil potensial dari berbagai sumber, sehingga memberinya pengaruh dan kendali pada arah perubahan yang diharapkan. (Piet A. Sahertian : 1994). 165 D. Hadist Perencanaan Pendidikan Perencanaan global diberikan untuk pendidikan oleh Nabi Muhammad melalui hadisnya. Dalam hal ini Rosulullah mengacu pada persiapan; Artinya, perencanaan atau persiapan harus didahulukan dalam rangka melaksanakan suatu kegiatan, termasuk kegiatan pendidikan. (Falah, Ahmad : 2010) Sebuah hadits yang berbicara tentang ―niat seorang mukmin‖ adalah sebuah contoh bagus tentang betapa pentingnya dan perlunya perencanaan. Walaupun suatu niat belum ditetapkan atau diungkapkan secara tertulis, namun dapat diibaratkan perencanaan karena sudah terjadi dan terwakili dalam hati atau pikiran seseorang. Perencanaan yang cermat akan menghasilkan hasil yang terbaik, dan perencanaan yang kurang matang atau buruk akan menghasilkan hasil yang kurang ideal juga. Demikian pula halnya dengan niat, apabila seorang mukmin berbuat dengan niat buruk, niscaya akan timbul akibat buruknya. Oleh karena itu, persiapan, perencanaan, atau apa yang dianggap sebagai perencanaan, mutlak diperlukan. Ketika seseorang bertindak tanpa tujuan, tanpa persiapan, atau tanpa perencanaan, Demikian pula, perencanaan dan persiapan yang cermat diperlukan di sekolah untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Ketika perencanaan dipahami sebagai proses bersiap-siap untuk melakukan sesuatu dalam jangka waktu tertentu, Nabi Muhammad SAW juga memberikan hadis berikut yang bisa dijadikan contoh: َ‫كشاؿي هج‬ٝ ،‫فؾزي هجَ عوبٓي‬ٝ ،‫ري‬ٞٓ َ‫بري هج‬٤‫ ؽ‬،‫إؿزْ٘ خٔغب هجَ خٔظ‬ )‫ ػٖ اثٖ ػجبط‬٠‫و‬ٜ٤‫ اُج‬ٙ‫ا‬ٝ‫ (س‬.‫ؿ٘بى هجَ كوشى‬ٝ ،‫شآي‬ٛ َ‫ؽجبثي هج‬ٝ ،‫ؽـِي‬ ―Gunakanlah 5 perkara sebelum datang 5 perkara lainnya, gunakanlah masa mudamu sebelum masa tuamu., masa sehatmu 166 sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum miskinmu, masa lapangmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang matimu.‖ ( HR. Muslim, Tirmidzi dari Amru bin \Maimun). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bagi kita untuk merencanakan dan mempersiapkan masa depan. Oleh karena itu, seluruh perencanaan—baik jangka pendek, menengah, atau panjang—termasuk pendidikan—harus dilaksanakan sepenuhnya agar seluruh kegiatan dapat dipantau, diamati, dan dievaluasi secara akurat dan bertanggung jawab. Proses perencanaan kegiatan merupakan komponen utama perencanaan kegiatan. Proses perencanaan bersifat rasional, dapat membantu pengambilan keputusan, dan menawarkan perspektif logis mengenai apa yang dilakukan dan bagaimana mengetahui apa yang sedang dilakukan. ‫ذ‬٤‫ع ِؼ‬ َ ٖ‫ ث‬٠٤‫ؾ‬٣ ‫بٕ هبٍ ؽذص٘ب‬٤‫ش هبٍ ؽذص٘ب عل‬٤‫ ػجذ هللا ثٖ اُضث‬١‫ذ‬٤ٔ‫َؽذَّصََ٘ب اُؾ‬ ٢‫بض‬ َ ‫ع ِٔ َغ‬ ِ َ‫ه‬َٝ ْٖ‫ػ ِْوَ َٔخَ ث‬ َ ََُّٚٗ‫ أ‬٢ َ ْٗ َ ‫ْاأل‬ ِ ‫ق‬ ُّ ِْٔ ٤َّ ‫ْ اُز‬٤ِ َ ٛ‫ ُٓ َؾ َّٔذُ ثْٖ ِإث َْشا‬٢ِٗ‫ هَب ٍَ أ َ ْخجَ َش‬١‫بس‬ َّ ٢ ‫ ْاُ ِٔ ْ٘جَ ِش هَب ٍَ عٔؼذ‬٠َِ‫ػ‬ َ ُْٚ٘ ‫ػ‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ٍ ُٔؼذ ػٔش ثٖ اُخطب‬ٞ‫و‬٣ ٢٘٤ُِ‫ا‬ ِ ‫ة َس‬ َ ‫ض‬ ‫إٗٔب ٌُ َِّ ْآ ِشا َٓب‬ٝ ‫بد‬٤ُ٘‫ ٍُ إٗٔب األػٔبٍ ثب‬ُٞ‫َو‬٣ َْ َِّ‫ع‬ َ ‫ هللا‬٠ِ‫ٍ هللا ف‬ٞ‫سع‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ْ ٗ‫ كَ َٔ ْٖ ًَب‬ََٟٞ ٗ ‫ َٓب‬٠ُ‫ إ‬ٚ‫غشر‬ٜ‫ب ك‬ٜ‫ٌ٘ؾ‬٣ ‫ آشأح‬٠ُ‫ إ‬ٝ‫ب أ‬ٜ‫ج‬٤‫ق‬٣ ‫ب‬٤ٗ‫ د‬٠ُ‫ُ إ‬ُٚ‫ِغْ َشر‬ٛ ‫َذ‬ ِٚ ٤ْ َُِ‫َب َع َش إ‬ٛ Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang 167 diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan, (M. Tohir Rahman : 1999). Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyatakan bahwa niat adalah poros kedermawanan dalam hadits di atas. Bahasa mengartikan An-Niyyah sebagai tujuan. Sepanjang sejarah, kata ini lebih sering dirujuk dalam bentuk tunggalnya, balam. Al-Baidhawi mengartikan niat sebagai ungkapan perjalanan hati ke arah yang dirasa bermanfaat atau merugikan. (Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam : t.t) Setiap tindakan pada intinya harus mempunyai niat. Demikian pula, niat merupakan prasyarat penting dalam pendidikan yang menjadi pedoman dalam melaksanakan program; dengan tujuan tersebut maka akan terlihat jelas tujuan dan strategi pencapaian tujuan program. Nabi Muhammad pada hakikatnya memberikan perencanaan pendidikan berperspektif hadis melalui hadisnya. Khususnya, perencanaan global. Nabi SAW merujuk pada persiapan dalam hal ini, artinya perencanaan dan persiapan adalah awal yang paling baik ketika kita ingin melakukan sesuatu. Imam Ghazali dikutip mengatakan bahwa seseorang akan kehilangan kesempatan untuk menemukan tujuan hidup jika mereka malas atau tidak memiliki semangat untuk berusaha. Hilangnya manfaat hidup bisa terjadi karena membuang-buang waktu secara tidak efektif. Bahkan jika kita menghitung waktu yang tidak digunakan oleh manusia, itu dapat sangat signifikan. Sebagai contoh, jika seseorang tidur selama 8 jam sehari, maka dalam total umur hidupnya selama 20 tahun akan dihabiskan hanya untuk tidur. Kalau usia 60 168 tahun, tersisa 40 tahun yang terbagi dalam banyak aktifitas, kerja, main, santai, keluarga, belajar dan sebagainya. Lantas Bagaimana jika seluruh waktu dihabiskan tanpa melakukan amal yang baik? Kaidah Arab menyatakan: ―lan yaflaha man kasala‖ yang berarti bahwa orang yang malas tidak akan pernah meraih kebahagiaan. Perencanaan terhadap kegiatankegiatan yang bermanfaat merupakan bagian dari pendidikan untuk memanfaatkan keadaan menjadi positif dan produktif. Prinsip-prinsip tersebut telah dijelaskan dalam sabda-sabda Rasulullah Saw, hal itu menunjukan bahwa pentingnya mengatur dan melaksanakan rencana segera tanpa menundanunda waktu. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini: ٢‫ ( ًُ ْٖ ِك‬:ٍَ‫ كَوَب‬٢ ُ ِْٖ ‫ػ ِٖ اث‬ ُ ‫ أ َ َخزَ َس‬:ٍَ‫ َٔب هَب‬ُٜ ْ٘ ‫ػ‬ َ ُ‫ هللا‬٢ َ ِ ‫ػ َٔ َش َس‬ َّ َ‫ ٍُ هللا ملسو هيلع هللا ىلص ثٔ ْ٘ ٌِج‬ٞ‫ع‬ َ ‫ض‬ َ َ ْ َّ ُٖ َ َ ُّ ‫ إرا‬:ٍُُٞ‫َو‬٣ ‫ َٔب‬ُٜ ْ٘ ‫ػ‬ ‫هللا‬ ٢ ‫ض‬ ‫س‬ ‫ش‬ ٔ ‫ػ‬ ‫ث‬ ‫ا‬ ً ٝ َ٤ ‫ج‬ ‫ع‬ ‫ش‬ ‫ث‬ ‫ب‬ ‫ػ‬ ٝ ‫أ‬ ‫َش‬ ‫ؿ‬ ٗ ‫أ‬ ً ‫ب‬ ٤ ٗ ‫ذ‬ ْ َٕ‫ب‬ َ‫ي‬ ُ ٌ‫ت‬٣ ُ ُ َ ُ‫ا‬ َ ِ َ َِ ِ َ ْ َ ِ َ َ َ َ‫ ُخ ْز ِٓ ْٖ فؾزِي‬َٝ ‫غب َء‬ ْ َ ‫ ِإرَا أ‬َٝ ‫ْذَ كَال ر٘زظش اُقجبػ‬٤‫غ‬ َ َٔ ُ‫فجَؾْ ذَ كَال ر٘زظش ا‬ َ ْٓ َ ‫أ‬ ١ ِ ‫ُِ َٔ َش‬ ُّ ‫َبس‬ ِ ‫ُ ْاُجُخ‬ٙ‫ا‬َٝ ‫ َس‬. َ‫رِي‬ْٞ َٔ َُ َ‫َبرِي‬٤‫ ِٓ ْٖ َؽ‬َٝ ، َ‫ضي‬ Dari Ibnu Umar R.A ia berkata, Rasulullah SAW telah memegang pundakku, lalu beliau bersabda: ―Jadilah engkau di dunia ini seakanakan perantau (orang asing) atau orang yang sedang menempuh perjalanan. Ibnu Umar berkata: ―Jika engakau diwaktu sore maka jangan menunggu sampai waktu pagi dan sebaliknya, jika engkau diwaktu pagi maka janganlah menunggu sampai diwaktu sore, dan gunakanlah schatmu untuk sakitmu, dan gunakanlah hidupmu untuk matimu‖. (HR. Bukhari). Perencanaan pendidikan dari perspektif hadis dalam Islam juga dapat melibatkan berbagai metode dan model. Beberapa aspek yang dapat diperhatikan dalam perencanaan pendidikan berdasarkan hadis adalah: 169 a. Memahami nilai-nilai Islam dan memilih hadist yang relevan Perencanaan pendidikan harus mengintegrasikan nilainilai Islam yang terdapat dalam hadis. Ini mencakup nilainilai seperti keadilan, integritas, rasa tanggung jawab, dan kasih sayang. Hadis yang relevan dapat digunakan untuk memberikan landasan moral pada pengajaran dan pembelajaran .contoh hadis tentang berlaku adil dan memiliki sifat penyayang. ٌ ‫طبٕ ُٓ ْو ِغ‬ َ ِ‫ع‬ ٌ ّ‫قذ‬ ُ ‫ ٌْ َس ِه‬٤‫ َس ُع ٌَ َس ِؽ‬َٝ ‫كَّ ٌن‬َٞ ُٓ ‫ِم‬ ‫ت‬ ُ ُٝ‫ َُ ْاُ َغَّ٘ ِخ صالصخ ر‬ْٛ ‫أ‬ ِ ِْ َ‫ن ْاُو‬٤ َ َ ‫ظ ُٓز‬ “ )ِْ‫ ِػجَبٍ (ٓغ‬ُٝ‫ق ر‬ ٌ ّ‫ق ُٓزَؼَ ِل‬٤ ٌ ‫ػ ِو‬ َ َٝ ِِْ ‫ ُٓ ْغ‬َٝ ٠َ‫ هُ ْشث‬١ِ‫ُِ ٌُ َِّ ر‬ Diantara penghuni surga ialah tiga orang; seorang penguasa yang adil, serta ahli sedekah dan mendapat bimbingan dari Allah; orang yang memiliki sifat penyayang dan lembut hati kepada keluarga dekatnya dan setiap kepada muslim serta orang yang tidak mau meminta-minta sementara ia menanggung beban keluarga yang banyak jumlahnya.‖ (HR Muslim). b. Kurikulum berbasis Islam Model perencanaan pendidikan dapat mencakup pengembangan kurikulum yang mencerminkan ajaran Islam. Ini termasuk memasukkan pelajaran agama, studi Quran dan hadis, serta aspek moral dan etika dalam setiap mata pelajaran. Hasbiyallah dan Sulhan (2015) menyebutkan bahwa kurikulum Dalam studi hadis tarbawi merupakan bentangan nilai, budaya, karakter, prinsip, ajaran yang terbentang dalam khazanah hadis, yang merupakan contoh dari penerapan Alquran Oleh Nabi Muhammad SAW. 170 ‫ َل‬َٝ ‫ ُٓ ِؾجًّب‬ٝ‫ ُٓ ْغز َِٔؼب أ‬ٝ‫ ُٓزَؼَ ِِّٔب ْأ‬ْٝ َ ‫ػب ُِٔب أ‬ َ ْٖ ًُ َْ َِّ‫ع‬ َ ُ‫ هللا‬٠َِّ‫ف‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ٢ ُّ ِ‫هَب ٍَ اَُّ٘ج‬ )‫وی‬ٜ٤‫ ث‬ٙ‫ا‬ٝ‫ِِيَ (س‬ْٜ َ ‫َبٓغب كَز‬ ِ ‫ر َ ٌُ ْٖ خ‬ Rasulullah SAW bersabda: ―Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai) atau Orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan ilmu atau yang mencintai ilmu. Dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka kamu akan celaka‖ (HR. Baihaqi). c. Pendidikan karakter Hadis dapat digunakan sebagai sumber inspirasi untuk mengembangkan karakter siswa. Contohnya, hadis yang mengajarkan tentang kesabaran, kejujuran, dan kerendahan hati dapat menjadi dasar untuk program pengembangan sebagaimana hadist nabi yang menceritakan tentang sabar. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: ‫ٔب‬٣‫قج ُْش َس ُعال ُ ٌَبَٕ َس ُعال ً َِش‬ َّ ُ‫ ًبَٕ ا‬ْٞ َُ :ُّ ‫اُغَّال‬َٝ ُ ‫ق َالح‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ٍَ ‫هَب‬َٝ ―Jika sabar itu seorang laki-laki, niscaya ia adalah orang yang pemurah dan Allah menyukai orang-orang yang sabar‖ (HR At Thabrani). d. Metode pengajaran yang interaktif Hadis-hadis yang mengandung ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW sering kali disampaikan melalui cerita. Oleh karena itu, metode pengajaran yang mengandalkan narasi, perdebatan, atau diskusi dapat efektif dalam memahamkan pesan-pesan hadis kepada siswa Metode diskusi ini sering digunakan Rasulullah Muhammad SAW bersama para sahabat terutama untuk mencari kata sepakat. 171 e. Pengembangan kepemimpinan Hadis juga dapat digunakan untuk mengembangkan kepemimpinan dalam pendidikan. Menyampaikan ceritacerita tentang kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dapat menjadi inspirasi bagi siswa untuk mengembangkan kualitas kepemimpinan mereka. f. Evaluasi berbasis nilai Model evaluasi dalam perencanaan pendidikan dapat mencerminkan nilai-nilai Islam. Evaluasi tidak hanya berfokus pada pengetahuan akademis, tetapi juga pada aspek moral dan etika siswa.Dalam pandangan Islam, untuk menjadikan guru yang profesional, dapat mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW karena beliau satu-satunya guru yang berhasil dalam rentang waktu yang cukup singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan kepada guru/pendidik yang dengan yang ideal (Rasulullah SAW). Keberhasilan Nabi SAW sebagai pendidik di dahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul. Referensi Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, Syarah Hadist Pilihan Bukhari- Muslim (Jakarta: Darul Falah, t.t), hlm. 3. Abdurrohman, Manajemen Organisasi, Pati. Staimafa, 2011. hal. 15 Afiful Ikhwan, Manajemen Perencanaan Pendidikan Islam Edukasi, Volume 04, Nomor 01, Juni 2016: 128 155 Ahamd Falah, Hadits Tarbawi, STAIN Kudus, Kudus, 2010. Hal. 51. 172 Djumransjah Indar, Perencanaan Pendidikan (Strategi dan Implementasinya) (Karya Abditama, Surabaya: 1995), hlm. 12. M. Bukhari,dkk, Azas-Azas Manajemen, (Yogyakarta: Aditya Media,2005), hlm. 35-36. M. Tohir Rahman, Terjemah Hadist Arbain Annawawiyah (Surabaya: Al- hidayah, 1999), hlm. 15 Piet A. Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan (Usaha Nasional, Surabaya: 1994), hlm. 299. Udin Syaefudin Sa‟ud, Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif (Bandung: Rosdakarya: 2006), hlm. 5 173 BAB 10 LINGKUNGAN PENDIDIKAN PERSPEKTIF HADIS Oleh: Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag.,C.ITQ. A. Pendahuluan Hadis merupakan perkataan, perbuatan, ketetapan dan Sifat dari Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan bagi umatnya, sehingga selalu berada pada jalan yang di Ridhoi oleh Allah SWT. (Edriagus Saputra, 2021, p. 1) Hadis merupakan petunjuk dan pedoman bagi umat Islam setelah Al-Qur‘an, ٝ.‫ ًزبة هللا‬ٙ‫ا ثؼذ‬ِٞ‫ ُٖ رض‬ٚ‫ٌْ ٓب إٕ رٔغٌزْ ث‬٤‫رشًذ ك‬: ٚ٤‫ك‬ٝ ،‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬٢‫ػٖ اُ٘ج‬ ١‫ اُزشٓز‬ٙ‫ا‬ٝ‫س‬ٝ ٢‫ع٘ز‬ Terjemahannya: Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara, selama-lamanya tidak akan tersesat jika kamu sekalian senantiasa berpegang kepada keduanya; Kitabullah dan Sunnahku (Hadis). Berdasarkan hadis diatas dapat dipahami, bahwa hadis merupakan pedoman dan petunjuk kedua setelah Al-Qur‘an yang wajib kita Imani dan diambil pelajarannya. Karena hadis memiliki urgensi khusus terhadap Al-Qur‘an dan menjelaskan (Bayan) apa yang belum dijelaskan dalam Al-Qur‘an. Hal tersebut dapat dipahami dalam ayat-ayat Al-Qur‘an yang memiliki dalil yang khusus (‗Am) dan dalil yang Khusus (Khas) dan ada juga ayat-ayat Al-Qur‘an yang masih bersifat mujmal (global), sehingga sulit dipahami ataupun diamalkan jika tanpa ada penjelasan dari Hadis Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh ayat Al-Qur‘an tentang Shalat, dalam Al-Qur‘an tidak ada satupun ayat yang menjelaskan secara rinci terkait dengan shalat. Dalam AlQur‘an banyak menjelaskan terkait dengan perintah sholat saja, َّ seperti َ‫الز ِك ِع ْين‬ ‫ار َكعُ ْىا َم َع‬ ‫واَقِ ْي ُمىا الص َّٰلىةَ َو ٰات ُىا‬.(dan َ ْ ‫الز ٰكىةَ َو‬ ّٰ 174 laksanakan shalat dan tunaikan zakat serta ruku‘lah bersama orang yang ruku‘) Namun tidak ada ayat ynag menjelaskan terkait dengan tatacara pelaksanaan sholat itu, bacaan sholat dan sebagaimana. Maka Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan terkait dengan perintah shalat tersebut, sebagaimana sebuah hadis Nabi Muhammad SAW, yaitu ‫ص ُّلىا‬ َ ‫ص ِلّى‬ َ ُ ‫ َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمى ِنى ا‬. (Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat). Pendidikan bagi seorang anak merupakan sebuah sesuatu yang urgent dan sangat diperlukan dalam hidupnya, baik dalam mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan dunia maupun dalam mempersiapkan bekalnya untuk akhirat. Oleh karena itu, Rasulullah SAW telah menyampaikan kepada umatnya dalam hadisnya terkait dengan kewajiban dalam menuntut ilmu, yaitu: ‫ػ ْٖ ُٓ َؾ َّٔ ِذ‬ ُ ُٖ‫ـ ْث‬ ُ ‫ػ َّٔبس َؽذَّصََ٘ب َؽ ْل‬ ُ ‫ َٔبَٕ َؽذَّصََ٘ب ًَ ِض‬٤ْ َِ‫ع‬ َ ‫ش‬٤‫ش ْثُٖ ِؽ ْ٘ ِظ‬٤ َ ُٖ‫ؾَب ُّ ْث‬ِٛ ‫َؽذَّصََ٘ب‬ َ َْ َِّ‫ع‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍُ ٞ‫ع‬ ِْ ِْ ‫ت ْاُ ِؼ‬ ُ َ ِ‫ط‬ ُ ‫ػ ْٖ أَٗ َِظ ث ِْٖ َٓب ُِي هَب ٍَ هَب ٍَ َس‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٖ٣‫ش‬٤ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ث ِْٖ ِع‬ … ِِْ ‫ ًُ َِّ ُٓ ْغ‬٠َِ‫ػ‬ َ ٌ‫ضخ‬ َ ٣‫كَ ِش‬ Terjemahannya: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, Hafsh bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami berkata, Katsir bin Syinzhir telah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim…(HR. Ibnu Majah) Menurut Imam Syafi‘I, menjelaskan terkait dengan urgensi ilmu pengetahuan, yaitu .ِْ‫ ثبُؼ‬ٚ٤ِ‫خشح كؼ‬٥‫ٖٓ أساد ا‬ٝ ِْ‫ ثبُؼ‬ٚ٤ِ‫ب كؼ‬٤ٗ‫ٖٓ أساد اُذ‬: ٢‫هبٍ اُؾبكؼ‬ 175 Terjemahannya: Imam Syafi‘I berkata: Siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka dengan ilmu, siapa yang menginginkan kehidupan akhirat, maka dengan ilmu. Oleh karena itu, perlu dan penting sekali bagi setiap keluarga, bangsa dan negara dalam mempersiapkan generasi muda yang memiliki ilmu pengetahuan, sehingga mampu untuk mempersiapkan calon pemimpin dimasa depannya. Hadis selain sebagai bayan terhadap ayat-ayat AlQur‘an, hadis memiliki kapasitas keilmuan yang banyak dalam memahami terkait dengan tema Aqidah, Ibadah, Muamalah maupun pendidikan. Nabi Muhammad SAW selain menjadi seorang Rasulullah (utusan Allah), beliau juga seorang khalifah (pemimpin Negara), Pemimpin Agama, Kepala Keluarga dan juga sekaligus sebagai seorang guru. Rasulullah selalu menyampaikan ilmunya serta mengajarkannya kepada para sahabat-sahabatnya maupun masyarakat bangsa Arab pada saat itu. Tempat Rasulullah dalam menyampaikan ilmunya, seperti Majlis Ilmu Nabi, di lingkungan masyarakat maupun pada keluarga Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari ['Amru bin Dinar] dia mendengar [Nafi' bin Jubair] mengabarkan dari [Abu Syuraih Al Khuza'i], bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa beriman pada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berbuat baik terhadap tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berbicara baik atau diam." 176 B. Lingkungan Pendidikan Perspektif Hadis Nabi Pendidikan bagi seorang anak sangat sekali diperhatikan, karena Pendidikan yang diberikan sejak dini akan berdampak pada bagusnya pemahaman dan baiknya dalam menjalankan kehidupan dimasa depannya. Oleh karena itu, lingkungan sangat mempengaruhi bagi perkembangan Pendidikan seorang anak.(Saeful & Lafendry, 2021) bahkan, banyak diantara orang tua dan keluarga tidak memperhatikan terhadap lingkungan dari perkembangan anak-anaknya, sehingga berdampak kepada buruk dan baiknya karakter/akhlak dari anak tersebut. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW, maka lingkungan Pendidikan bagi seorang anak tersebut ada 3 tempat, yaitu: 1. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan sebuah tempat bagi anak yang selalu melakukan interaksi secara langsung, karena keluarga adalah tempat bagi anaka bernaung, berteduh maupun tempat belajar.(Edriagus Saputra; Syamsurizal, 2021, p. 46)Pendidikan dalam keluarga sangat penting dan perlu bagi seorang anak, karena Dimana anak sejak dini akan berbaur dengan orang tuanya dan saudara-saudaranya, sehingga setiap perbuatan dan perkataan akan menjadi sebuah tauladan bagi seorang anak. Dalam Al-Qur‘an Allah juga menjelaskan pentingnya orang tua menjaga keluarganya, yaitu ‫ب‬َٜ ٤ۡ َِ‫ػ‬ َ ُ ‫بسح‬ ُ َُّ٘‫َب ا‬ُٛ‫د‬ٞۡ ُ‫ه‬َّٝ ‫ ٌُ ْۡ َٗبسا‬٤ۡ ِِ ٛۡ َ ‫ا‬َٝ ْۡ ٌُ ‫غ‬ َ ُ‫ا ا َ ۡٗل‬ٰٞۤۡ ُ‫ا ه‬ٞۡ َُ٘ٓ ‫َٖ ٰا‬٣ِۡ ‫ب اَُّز‬َٜ ُّ٣َ‫ب‬٣ٰٰۤ َ ‫ ۡاُ ِؾ َغ‬َٝ ‫بط‬ ٌ ‫َٓ ِٰٰٓ ِٕٮ ٌَخٌ ِؿ َال‬ َٕٝۡ ‫ ُۡؤ َٓ ُش‬٣ ‫َٕ َٓب‬ٞۡ َُِ‫َ ۡلؼ‬٣َٝ ُْۡ ٛ‫َّللاَ َٓ ٰۤب ا َ َٓ َش‬ ‫َٕ ه‬ٞۡ ‫ق‬ ُ ۡ‫َؼ‬٣ ‫ظ ِؽذَادٌ َّل‬ Terjemahan: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka 177 kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. Al-Tahrim:6) Dalam konteks Pendidikan Islam, bahwa keluarga merupakan Lembaga Pendidikan pertama bagi seorang anak.(Saeful & Lafendry, 2021) selain itu, menurut perkataan ulama, bahwa ibu itu adalah sekolah pertama, yaitu َ ‫ؽ ْؼجب‬ ‫م‬ َ َ‫ب أ َ ْػذَ ْدد‬َٜ َ ‫ ِإرَا أ َ ْػذَ ْدر‬,٠َُْٝ ُ ‫عخُ ْاأل‬ َ ِ٤‫ط‬ َ ‫األُّ َٓذ َْس‬ ِ ‫ت ْاألػ َْشا‬ Terjemahan: ―Ibu adalah madrasah yang pertama, jika kamu menyiapkannya, berarti kamu menyiapkan lahirnya sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya‖. Dalam hadis Nabi dijelaskan, bahwa setiap anak yang lahir adalah fitrah dan yang akan memberikan Pendidikan dan pemahaman terhadap agama yang pertama kali adalah orang tuanya, sebagaimana hadis berikut: ١‫ش‬ٛ‫ ػٖ اُض‬١‫ذ‬٤‫ذ ؽذص٘ب دمحم ثٖ ؽشة ػٖ اُضث‬٤ُُٞ‫ؽذص٘ب ؽبعت ثٖ ا‬ ‫ٍ هللا‬ٞ‫ٍ هبٍ سع‬ٞ‫و‬٣ ٕ‫ ًب‬ٚٗ‫شح أ‬٣‫ش‬ٛ ٢‫ت ػٖ أث‬٤‫ذ ثٖ أُغ‬٤‫ عؼ‬٢ٗ‫أخجش‬ ٚٗ‫٘قشا‬٣ٝ ٚٗ‫دا‬ٜٞ٣ ٙ‫ا‬ٞ‫ اُلطشح كأث‬٠ِ‫ُذ ػ‬ٞ٣ ‫د إل‬ُٞٞٓ ٖٓ ‫ملسو هيلع هللا ىلص ٓب‬ … ‫ٔخ عٔؼبء‬٤ٜ‫ٔخ ث‬٤ٜ‫ ًٔب ر٘زظ اُج‬ٚٗ‫ٔغغب‬٣ٝ Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibn Dza‘bin Azy dari Abu Salamah bin ‗Abdurrahman dari Abu Hurairah radiallahu‘alaihiwassalam bersabda: Bahwa ―Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orangtuanlah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani, dan Majusi sebagaimana binatang ternak dengan sempurna….(HR. Muslim) Berdasarkan pada hadis diatas, bahwa setiap anak yang lahir diatas dunia adalah fitrah (suci), diibaratkan kertas putih yang tidak memiliki noda ataupun kotor sedikitpun. Namun 178 hal tersebut kembali kepada orang tuanya yang mendidik, baik dari segi pemahaman agamanya, sikapnya maupun akhlaknya. Kata fitrah dalam hadis tersebut dapat dimaknai dengan potensi diri yang diberikan kepada seorang anak, sehingga ia mampu untuk mempersiapkan dirinya untuk menghadapi lingkungan yang lebih besar.(Hasbullah, 2018) Dalam meningkatkan motivasi keilmuan bagi seorang anak, maka seorang membutuhkan seorang suri tauladan dalam melaksanakan ilmu yang diajarkan, sehingga orang tua sebagai guru utama yang memperagakan hal tersebut. Setiap gerak gerik dari orang tua akan diproses oleh pikiran seorang anak dan akan dilakukan sebagaimana ayah ibunya laksanakan. Oleh karena itu, sangat penting sekali peran orang tua dalam menentukan potensi anak dimasa depannya. Menurut AlMazari yang dimaksud dengan "fitrah" adalah apa yang telah dititipkan kepada mereka di dalam perut kedua orang tua mereka, dan kelahirannya terjadi di atasnya hingga kedua orang tuanya mengubahnya, dan apa yang telah ditakdirkan untuk mereka, baik senang maupun susah, dan apa yang telah dipersiapkan untuk mereka, sebagaimana binatang buas melahirkan binatang buas, yaitu dengan ta'awun pertama, ta'awun kedua, dan ta'awun ketiga. Makna ayat: sebagaimana binatang buas melahirkan binatang buas yang utuh, yakni binatang buas yang seluruh organ tubuhnya utuh, tidak ada cacat, tidak ada tunggul, yakni terpotongnya telinga atau organ tubuh lainnya, dan maknanya: binatang buas yang melahirkan binatang buas yang seluruh organ tubuhnya utuh, namun tunggul dan cacatnya terjadi setelah lahir. Pendidikan anak diusia dini sangat penting sekali orang tua berikan, karena banyak diantara orang tua yang focus pada 179 pemberian harta dan materil saja, sehingga perhatian yang diberikan kepada anak sangat minim sekali. Hal tersebut dapat berdampak pada kurangnya perhatian yang didapatkan oleh seorang anak, seperti tempat bercerita, curhat, keluh kesah anak, maupun kasih sayang. Bahkan Rasulullah SAW sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anak, sebagaimana Nabi mencontohkan dengan mencium cucunya, sebagaimana hadisnya sebagai berikut: ُّ ِٖ ‫ػ‬ ُٖ‫َ٘خُ ْث‬٤ْ َ٤‫ػ‬ َ ُٛ ‫أ َ ْخجَ َشَٗب‬ ُ ََ ‫ َْشح َ هَب ٍَ دَ َخ‬٣‫ َُش‬ٛ ٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ َ‫عَِ َٔخ‬ َ ِ١ َ ٌْ ٤ْ ‫ؾ‬ َ ٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ ّ ‫ ِش‬ْٛ ‫اُض‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ ‫ُ َل‬َُٚ ٍَ ‫ْ٘ب كَوَب‬٤‫غ‬ ُ ‫ َس‬٠َِ‫ػ‬ ْ ‫ِؽ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ٖ‫ق‬ َ ‫ ُؽ‬ْٝ َ ‫غ٘ب أ‬ َ ‫ُوَ ِجّ َُ َؽ‬٣ ُٙ‫عَِّ َْ كَ َشآ‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ ْ َّ َ َ َّ ٠ِ‫ف‬ َّ ٍُ ٞ‫ع‬ َّ ٍَ ٞ‫ع‬ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ ْْ كَوَب ٍَ َس‬ُٜ ْ٘ ِٓ ‫ػؾ ََشح ٌ َٓب هَجَِّذُ أ َؽذا‬ ُ ‫َب َس‬٣ ُِْٚ ّ‫رُوَ ِج‬ َ ٢ُِ َ‫ ُِذ‬ُٝ ‫َّللاِ ُوَ ْذ‬ َ ِ‫َّللا‬ ُْ ‫ ُْش َؽ‬٣ ‫َ ْش َؽ ُْ َل‬٣ ‫عَِّ َْ إِ َّٕ َٓ ْٖ َل‬ َ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ Terjemahan: Telah mengkabarkan kepada kami [Husyaim] dari [Az Zuhri] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata; 'Uyainah bin Hishn pernah mengunjungi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam, lalu ia melihat beliau mencium Hasan dan Husain, maka iapun berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, jangan engkau menciumnya, sesungguhnya aku telah dikaruniai anak sebanyak sepuluh orang, dan satupun dari mereka tidak ada yang pernah aku cium." Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Sesungguhnya barangsiapa yang tidak mencintai maka ia tidak berhak untuk dicintai." (HR. Ahmad) Berdasarkan hadis diatas, menjelaskan bahwa pentingnya peran orang tua dalam memberikan kasih sayang, perhatian, sehingga Rasulullah SAW mengatakan ‫َ ْش َؽ ُْ َل‬٣ ‫َٓ ْٖ َل‬ ُْ ‫ ُْش َؽ‬٣ ―siapa yang mau menyayangi, maka dia tidak akan disayangi‖. Karena dalam kehidupan ini, setiap orang dan 180 terkhususnya anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya.(Saeful & Lafendry, 2021) Dalam mendidik anak, maka orang tua juga penting mengenalkan terkait dengan tuhannya dan juga pelaksanaan terkait shalat. Hal tersebut akan tampak dari tauladan orang tuanya yang melaksanakan shalat sejak kecil, sebagaimana Rasulullah SAW memerintahkan kepada setiap orang tua bagi setiap anak untuk melaksanakan shalat, sebagaimana hadisnya sebagai berikut: َ ‫ َؽ ْٔضَ ح‬٢ِ‫اس أَث‬َّٞ ‫ع‬ َ ْٖ ‫ َُ َػ‬٤‫ َؽذَّصََ٘ب إِ ْع َٔ ِؼ‬١ َّ ‫َ ْؾ ٌُ ِش‬٤ُ‫ ْا‬٢ِ٘‫َ ْؼ‬٣ ّ‫ؾَب‬ِٛ ُٖ‫َؽذَّصََ٘ب ُٓ َؤ َّٓ َُ ْث‬ ِْٖ ‫ ث‬ٝ‫ػ ْٔ ِش‬ َّ ُ‫ ا‬٢ ُ َّٞ ‫ع‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ ٢ َ َُٞ َٛٝ ‫د‬ٝ‫ دَ ُا‬ُٞ‫هَب ٍَ أَث‬ ُّ ِ‫ َْشك‬٤‫ق‬ ُّ ِٗ َ‫ َؽ ْٔضَ ح َ ْاُ ُٔض‬ُٞ‫دَ أَث‬ٝ‫اس ْثُٖ دَ ُا‬ ُ َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍُ ٞ‫ع‬ ‫ا‬ٝ‫عَِّ َْ ُٓ ُش‬ ُ ‫ هَب ٍَ هَب ٍَ َس‬ِٙ ّ‫ػ ْٖ َع ِذ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ِٚ ٤ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ ‫ْت‬٤َ‫ؽؼ‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ َ َ َ ُ َ َ ْ ‫ػؾش‬ َّ ُ‫لدًَ ْْ ثِب‬ْٝ َ ‫أ‬ َ ‫ ْْ أ ْثَ٘ب ُء‬ُٛ َٝ ‫ب‬َٜ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ ْْ ُٛ ُٞ‫اض ِْشث‬َٝ َٖ٤ِ٘‫عج ِْغ ِع‬ َ ‫ ْْ أ ْثَ٘ب ُء‬ُٛ َٝ ِ‫قالح‬ ‫بع ِغ‬ َ َٔ ُ‫ ْا‬٢ِ‫ ْْ ك‬ُٜ َ٘٤ْ َ‫ا ث‬ُٞ‫كَ ِ ّشه‬َٝ ِ ‫ض‬ Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Mu`ammal bin Hisyam Al-Yasykuri] telah menceritakan kepada kami [Isma'il] dari [Sawwar Abu Hamzah] berkata Abu Dawud; Dia adalah Sawwar bin Dawud Abu Hamzah Al-Muzani Ash-Shairafi dari [Amru bin Syu'aib] dari [Ayahnya] dari [Kakeknya] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya." (HR. Abi Daud) Pada hadis diatas menjelaskan, pertama, setiap orang tua diperintahkan untuk memberikan didikan terhadap anakanaknya sejak kecil. Pendidikan terkait dengan shalat ini tidak hanya sekedar menyerahkannya kepada guru mengaji ataupun 181 guru agama, seperti ustadz, kiai dan sebagainya, namun perintah utama ini khusus untuk orang tuanya. Walaupun orang tua tidak memiliki potensi dalam mengajarkan ilmu agama maupun ilmu terkait dengan shalat kepada anakanaknya, sehingga menyerahkan anaknya kepada guru mengaji/guru agama. Akan tetapi Pendidikan agama seorang anak tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik, jika tidak ada diberikan tauladan oleh orang tuanya di rumah, seperti mengajak anak shalat ke masjid maupun mengingatkan anak untuk melaksanakan shalat. Kedua, dalam Pendidikan memiliki berbagai metode yang perlu diterapkan oleh seorang guru, selama metode itu mampu memberikan pengajaran yang terbaik bagi anak yang bersangkutan. Berdasarkan bunyi hadis tersebut, bahwa metode yang digunakan dalam mengajar anak untuk shalat setelah baligh, maka diberikan metode iqob (hukuman) bagi yang melanggarnya. Tujuan dari pelaksanaan hukuman tersebut juga kepada anak merupakan sebagai pembentukan kepribadiannya.(Haryanto Atmojo, 2018) Akan tetapi, dalam memahami kata ―memukul‖ dalam hadis tersebut, tidak hanya semerta hukuman dalam pembelajaran terhadap dalam bentuk pukulan, namun orang tua bisa menggantinya dengan bentuk hukuman yang dapat memberikan anak jera dan tidak mau melanggarnya. Selain itu, perintah untuk melaksanakan shalat merupakan perihal wajib dan shalat merupakan tiang agama dan pembeda antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir. Ketiga, Perintah dalam memisahkan tempat tidur anak yang telah berumur 10 tahun dengan tempat tidur orang tuanya. Perintah ini merupakan bentuk pengajaran yang diberikan kepada anak yang menyatakan, bahwa anak yang bersangkutan telah baligh, 182 sehingga terhindar dari perbuatan seksual. Hal ini dapat berdampak perbuatan yang menyimpang yang dilakukan oleh anak, baik kepada saudaranya maupun kepada orang lain. Selain itu, hubungan seksual yang dilakukan oleh suami istri akan berdampak kepada perbuatan yang buruk lainnya dan berdampak pada kepribadian seorang anak.(Haryanto Atmojo, 2018) Selain itu, tempat tidur dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin juga dipisahkan, karena akan dapat berdampak kepada hal-hal negative lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga perintah Allah dan larangannya.(Haryanto Atmojo, 2018, p. 89) Selanjutnya, orang tua juga memiliki tugas penting dalam mendidik anaknya untuk memiliki adab yang baik. Hal tersebut sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang berbunyi: َ ‫بسح‬ ُ ُٖ‫ذُ ْث‬٤‫ع ِؼ‬ َ ُٖ‫ ْث‬٢ َ ‫ َؽذَّصََ٘ب‬٢ ُ ‫َؽذَّصََ٘ب ْاُؼَج‬ َ ‫َّبػ َؽذَّصََ٘ب‬٤‫ػ‬ َ َٔ ‫ػ‬ ُّ ِِ ‫ػ‬ ُّ ‫ ِذ اُ ِذّ َٓ ْؾ ِو‬٤ُِ َٞ ُ‫َّبط ْثُٖ ْا‬ ُ ّ‫ُ َؾذ‬٣ ‫َظ ثَْٖ َٓب ُِي‬ ُ ‫بس‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ ٠َِّ‫ف‬ ُ ‫ػ ْٖ َس‬ َ ‫ِس‬ َ ٕ‫ب‬ َ ِ‫َّللا‬ َ َٗ‫ع ِٔ ْؼذُ أ‬ ِ ‫ ْاُ َؾ‬٢ِٗ‫أ َ ْخجَ َش‬ ِ َٔ ‫س ْثُٖ اُُّ٘ ْؼ‬ َ َ َ َ َّ ْْ ُٜ َ‫ا أدَث‬ُٞ٘‫أؽْ ِغ‬َٝ ْْ ًُ َ‫ َلد‬ْٝ ‫ا أ‬ُٞٓ ‫عَِّ َْ هَب ٍَ أ ًْ ِش‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ Terjemahannya: Telah menceritakan kepada kami [Al 'Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi] telah menceritakan kepada kami [Ali bin 'Ayyasy] telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin 'Umarah] telah mengabarkan kepadaku [Al Harits bin An Nu'man] saya mendengar [Anas bin Malik] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku mereka." (HR. Ibnu Hibban) Berdasarkan hadis diatas menjelaskan, bahwa orang tua juga memiliki kewajiban untuk memulia anak dan memperbaiki akhlaknya. Memuliakan anak merupakan bentuk tindakkan yang dilakukan oleh orang tua, agar tidak menghina dan 183 menjatuhkan harga diri anak yang bersangkutan. Namun orang tua tetap memberikan penghargaan dan memuliakan anak sebagaimana mestinya. Selain itu, perbaikan adab dan akhlak seorang anak juga wewenang orang tua untuk menjadikannya lebih baik. 2. Lingkungan Sekolah Lingkungan Pendidikan Sekolah atau madarasah merupakan lingkungan yang sangat memberikan kontribusi yang besar terhadap karakter dan kepribadian seorang anak.(Hasbullah, 2018) Sekolah merupakan sebuah Lembaga yang mengajarkan anak-anaknya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum. Oleh karena itu, sekolah harus memiliki hubungan yang harmonis dan melakukan kolaborasi dengan orang tua terkait dengan Pendidikan yang diajarkan pada sekolah. Guru memiliki tugas penting dalam mengajar, mendidik dan membina anak-anaknya disekolah, namun ilmu tersebut akan bisa diamalkan bagi siswa, selama ada juga Kerjasama antara guru dan orang tua, sehingga ilmu yang diberikan disekolah dapat memberikan manfaat bagi mereka. Dalam Pendidikan anak, maka Rasulullah telah memberikan pembelajaran yang sangat utama untuk diajarkan kepada peserta didik. Materi penting yang perlu diajarkan kepada siswa, yaitu: Pertama, Mengenalkan Aqidah. Rasulullah SAW sebenarnya telah menyampaikan dalam hadisnya, yaitu َّ ٠َِّ‫ف‬ َّ ٍِ ٞ‫ع‬ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ق َس‬ َ ُ‫ هللا‬٢ َ ِْٖ ‫ػ ْج ِذ هللاِ ث‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ ِ ‫ػجَّبط َس‬ َ ِ‫َّللا‬ َ َِْ ‫ ًُ ْ٘ذُ خ‬:ٍَ‫ َٔب هَب‬ُٜ ْ٘ ‫ػ‬ َ ‫ض‬ ُ ْ ّ َّ َ َ ّ ُ َ َ َ َّ ‫ اؽْ ل َِع‬، َ‫َؾْ لَظي‬٣ َ‫َّللا‬ َّ ‫ اؽْ ل َِع‬،‫ػ ِِ ُٔيَ ً ِِ َٔبد‬ َ ‫ أ‬٢ِٗ ِ‫َب ؿال ُّ إ‬٣ :ٍَ‫ كوب‬،‫ٓب‬ْٞ َ٣ َْ ِ‫ع‬ َ َ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ ْ َ َ َْٞ ُ َ‫ا ْػَِ ْْ أ َ َّٕ األ ُ َّٓخ‬َٝ ،ِ‫بّلِل‬ َ َ ُ ْ ْ َ َ َ َ ْ َّ ِ‫إِرا ا ْعزؼَ٘ذَ كب ْعز ِؼٖ ث‬َٝ ،َ‫َّللا‬ َّ ٍِ ‫عأُذَ كب ْعأ‬ َ ‫ إِرا‬، َ‫َي‬ٛ‫ُ ر َغب‬ٙ‫ر َِغذ‬ 184 ْ َ‫اعْ ز َ َٔؼ‬ َّ َُٚ‫ء هَ ْذ ًَزَج‬٢ْ ‫ؾ‬ ْٞ ََُٝ ، َ‫َّللاُ َُي‬ َ ِ‫ىَ إِ َّل ث‬ُٞ‫َ ْ٘لَؼ‬٣ ْْ َُ ‫ء‬٢ْ ‫ؾ‬ َ ِ‫ىَ ث‬ُٞ‫َ ْ٘لَؼ‬٣ ْٕ َ ‫ أ‬٠َِ‫ػ‬ َ ‫ذ‬ َ َّ َ َ َ َّ َُٚ‫ء هَ ْذ ًَزَج‬٢ْ ‫ؾ‬ ‫ذ‬ َ ِ‫ىَ إِل ث‬ٝ‫َض ُُّش‬٣ ْْ ُ ‫ء‬٢َ ِ َ‫ ُسكِؼ‬، َ‫ْي‬٤ِ‫ػ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ا‬ُٞ‫اعْ ز َ َٔؼ‬ ْ ‫ىَ ثِؾ‬ٝ‫َض ُُّش‬٣ ْٕ ‫ أ‬٠ِ‫ػ‬ َّ ْ ‫ َعل‬َٝ ُّ ‫األ َ ْه َال‬ ‫ق‬ ُّ ُ‫ذ ا‬ ُ ‫ق ُؾ‬ Terjemahannya: Dari ‗Abdullāh bin ‗Abbās radhiyallahu anhuma berkata, ―Aku pernah berada di belakang Rasulullah ṣallallāhu‗alaihiwasallam pada suatu hari, beliau bersabda, ‗Wahai nak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: jagalah Allah niscaya Dia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau menemui-Nya di hadapanmu, bila kau meminta, mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah! Ketahuilah sesungguhnya seandainya umat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan memberi manfaat apapun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan telah kering. Berdasarkan hadis diatas, bahwa Rasulullah mengajarkan kepada anak-anaknya yang dalam hal ini merupakan sebagai peserta didik jika dalam sebuah Pendidikan formal seperti sekolah. Dalam hadis diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa seorang guru perlu untuk mengajarkan dan mengenalkan terkait dengan Aqidah dan ketuhanan yang merupakan sang penciptanya serta Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dari segala sesuatu. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Al-Qur‘an dalam surat Al-Ikhlas, yaitu 185 Katakanlah (Muhammad) Dialah Allah yang maha esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Dan tidak ada satupun yang setara denganNya. (QS. Al-Ikhlas) Oleh karena itu, seorang guru wajib untuk mengenalkan terkait dengan Aqidah kepada peserta didiknya, sehingga mereka mampu memahami dan mengenali siapa penciptanya, siapa yang memberikan segala bentuk rezeki kepadanya maupun dalam bentuk yang lainnya. Selain itu, seorang guru harus mampu memberikan penjelasan secara maksimal kepada peserta didiknya serta memberikan contoh yang sesuai dengan pemahamannya. Kemudian, seorang guru juga mengenalkan perbuatan yang dilarang dilakukan dan bahkan perbuatan bagian dari syirik kepada Allah SWT. Sebagaimana Lukman mengajarkan anaknya yang terdapat dalam surat lukman, yaitu "Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. Lukman: 13). Kedua, Meneguhkan Keimanan siswa. Keimanan bagi setiap umat Islam merupakan sesuatu yang sangat penting diberikan keistiqomahan setelah memberikan pembelajaran terkait dengan Aqidah. Dalam memberikan pembelajaran terkait dengan keimanan, maka seorang guru harus memiliki kapasitas yang mumpuni dan mampu meneguhkan hati para peserta didiknya. Selain itu, dalam peningkatan keimanan dan mengkokohkannya, maka berikan motivasi dan laksanakan kegiatan yang mendukung keimanan siswa, seperti adanya 186 program dalam membaca dan mempelajari Al-Qur‘an, kegiatan kultum/ceramah agama, kegiatan motivasi keagamaan, kegiatan hal lainnya yang memiliki korelasi dengan keimanan peserta didik pada lingkungan sekolah. Ketiga, Mengajarkan Ibadah. Pendidikan agama pada sekolah memiliki kapasitas waktu yang sedikit, sehingga pihak sekolah harus mampu memberikan pengajaran yang maksimal terkait dengan ibadah. Pengajaran ini tidak hanya sekedar teori yang diberikan kepada siswa, namun bagaimana setiap guru juga sebagai tauladan bagi peserta didiknya untuk melaksanakannya dan lebih bagusnya membuatkan program ibadah yang terstruktur dan diikuti serta dikontrol langsung oleh para guru maupun kepala sekolah. Program pelaksanaan ini dalam bentuk shalat Dhuha maupun shalat wajib yang dilaksanakan secara berjamaah selama mereka berada disekolah. Hal ini merupakan salah satu strategi yang diberikan, agar tertanam pada hidupnya karena telah diberikan pembiasaan pada sekolah. Keempat, Memperbaiki Akhlak. Pada era sekarang akhlak peserta didik sangat penting diperhatikan sekali oleh setiap guru pada instansi Pendidikan. Karena Akhlak merupakan bentuk implementasi bagi seorang siswa dalam mengamalkan ilmu yang telah didapatkan dari gurunya di sekolah. Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk memperbaiki akhlak setiap anak, sebagaimana hadisnya: ُٖ‫ذُ ْث‬٤‫ع ِؼ‬ َ ُٖ‫ ْث‬٢ َ ‫ َؽذَّصََ٘ب‬٢ ُ ‫َؽذَّصََ٘ب ْاُؼَج‬ َ ‫َّبػ َؽذَّصََ٘ب‬٤‫ػ‬ ُّ ِِ ‫ػ‬ ُّ ‫ ِذ اُ ِذّ َٓ ْؾ ِو‬٤ُِ َٞ ُ‫َّبط ْثُٖ ْا‬ ُ ّ‫ُ َؾذ‬٣ ‫َظ ثَْٖ َٓب ُِي‬ ُ ‫بس‬ ٍِ ٞ‫ع‬ ُ ُ ‫ػ ْٖ َس‬ َ ‫ِس‬ َ ٕ‫ب‬ َ َٔ ‫ػ‬ َ َٗ‫ع ِٔ ْؼذُ أ‬ ِ ‫ ْاُ َؾ‬٢ِٗ‫بسح َ أ َ ْخجَ َش‬ ِ َٔ ‫س ْثُٖ اُُّ٘ ْؼ‬ َ َ َ َ َّ َّ ْ َ َّ ٠ِ‫ف‬ َّ ْْ ُٜ َ‫ا أدَث‬ُٞ٘‫أؽْ ِغ‬َٝ ْْ ًُ َ‫ َلد‬ْٝ ‫ا أ‬ُٞٓ ‫عِ َْ هَب ٍَ أً ِش‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ ِ‫َّللا‬ Terjemahan: hadis diriwayatkan oleh Abbas bin Walid AlDimasqiy, dikabarkan oleh Ali bin Ayyas, dikabarkan oleh Said 187 bin Umarah, telah mengabarkan kepada saya Harits bin Nu‘man. Aku mendengar Anas bin Malik, dia meriwayatkan dari Rasulullah SAW, bersabda: Muliakanlah Anakmu dan Perbaiki Adab mereka. (HR. Ibn Majah) Kelima, Memberikan Pembelajaran Keterampilan. Pendidikan sekolah juga memberikan Pendidikan tentang keterampilan bagi setiap peserta didiknya, sehingga tidak hanya didapatkan dalam bentuk ilmu dan bagaimana implementasikannya, namun siswa juga mendapatkan keterampilan tersendiri yang dapat memberikan softskill bagi mereka. Hal ini merupakan sesuatu yang dimiliki oleh setiap siswa dan dapat menjadi sebuah keunggulan bagi mereka. Bentuk keterampilan yang diberikan, seperti Kegiatan Pramuka, Kegiatan Bela diri, Seni Tilawah Al-Qur‘an, Khat AlQur‘an, Hafidz Al-Qur‘an dan lainnya. Bahkan Rasulullah SAW pernah menyampaikan terkait dengan hal duniamu, maka kita lebih mengetahuinya. Sebagaimana hadisnya: ُٞ‫بٓش هَب ٍَ أَث‬ َ ٢ِ‫ ثَ ٌْ ِش ْثُٖ أَث‬ُٞ‫َؽذَّصََ٘ب أَث‬ ِ ‫ػ‬ َ ِْٖ ‫ ِد ث‬َْٞ ‫ػ ْٖ ْاألَع‬ َ ‫ َٔب‬ُٛ ‫ اَُّ٘بهِذُ ًِ َال‬ٝ‫ػ ْٔ ٌش‬ َ َٝ َ‫جَخ‬٤ْ ‫ؽ‬ ْٖ ‫ػ‬ ِ ‫ػ‬ َ ِٚ ٤ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ َ ‫ح‬َٝ ‫ؾ َِبّ ث ِْٖ ػ ُْش‬ِٛ ْٖ ‫ػ‬ َ َ‫عَِ َٔخ‬ َ ُٖ‫دُ ْث‬َْٞ ‫ثَ ٌْش َؽذَّصََ٘ب أَع‬ َ ُٖ‫بٓش َؽذَّصََ٘ب َؽ َّٔبدُ ْث‬ َّ ٠َِّ‫ف‬ ٍَ ‫َٕ كَوَب‬ُٞ‫َُِ ِوّؾ‬٣ ّْٞ َ‫عَِّ َْ َٓ َّش ثِو‬ َ ِ‫ػبئ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ػ ْٖ ص َبثِذ‬ َ َٝ َ‫ؾخ‬ َ َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ٢ َّ ِ‫ػ ْٖ أََٗظ أ َ َّٕ اَُّ٘ج‬ ُ َ ْ َ َ‫ ًَزا‬َٝ ‫ا هُ ِْذَ ًَزَا‬ُُٞ‫ ْْ كَوَب ٍَ َٓب ُِ٘ َْخ ِِ ٌُ ْْ هَب‬ِٜ ِ‫قب كَ َٔ َّش ث‬٤‫قُِ َؼ هَب ٍَ كَخ ََش َط ِؽ‬ َ ُ ‫ا‬َِٞ‫ ُ ْْ رَلؼ‬ْٞ َُ ْْ ًُ ‫َب‬٤ْٗ ُ‫هَب ٍَ أ َ ْٗز ُ ْْ أ َ ْػَِ ُْ ثِأ َ ْٓ ِش د‬ Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan 'Amru An Naqid seluruhnya dari Al Aswad bin 'Amir; Abu Bakr berkata; Telah menceritakan kepada kami Aswad bin 'Amir; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Hisyam bin 'Urwah dari Bapaknya dari 'Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda: "Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) 188 baik." Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: 'Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: 'Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.' (HR. Muslim) 3. Lingkungan Masyarakat Pendidikan yang terdapat pada lingkungan Masyarakat tempat ia tinggal maupun tempat anak bermain sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap mereka. Hal tersebut akan tampak dengan siapa ia bergaul, berinteraksi dan berkomunikasi maupun bagaimana kebiasaan yang terdapat pada lingkungan tersebut. Lingkungan Masyarakat memiliki peran andil untuk baik dan buruknya akhlaknya seorang anak, baik dari segi tutur bahasanya maupun sikapnya. Oleh karena itu, orang tua juga harus memberikan keilmuan yang maksimal kepada anak dan juga kolaborasi dengan sekolah dari ilmu yang diajarkan kepada mereka, sehingga mampu memberikan dampak positif untuk dirinya maupun orang yang berada disekitarnya. Namun jika anak tidak diberikan keilmuan yang bagus dan bahkan tidak mendapatkan perhatian yang baik dari orang tua dan para gurunya disekolah, bisa jadi anak yang bersangkutan tidak mampu memfilter terhadap apa yang ia dapatkan pada lingkungan masyarakatnya, sehingga bagaikan air putih yang dituangkan tinta hitam. Alhasil, anak yang bersangkutan akan memiliki sikap yang tidak bagus, maupun tutur kata yang tidak sopan.(Astuti, 2022) Namun sebaliknya, jika sekitar lingkungan tersebut baik dan bahkan mampu memberikan pengajaran yang mendukungan pengajaran yang 189 diberikan oleh orang tuanya di rumah maupun para gurunya disekolah, maka anak yang bersangkutan akan memiliki sikap yang bagus serta meningkatkan pemahaman terkait hidup beragama dan bersosialisasi. Oleh karena itu, perhatikan lingkungan tempat tinggal dan pilihlah lingkungan yang mampu untuk memberikan didikan terbaik kepada mereka, sehingga menjadi anak yang bermanfaat bagi agamanya, suku dan bangsanya. Oleh karena itu, ajarkanlah kepada anak bagaimana memiliki Bahasa yang bagus, saling menghargai maupun mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Sebagaimana Hadis Nabi berbunyi: ّٞ٤ُ‫ا‬ٝ ‫ؤٖٓ ثبلل‬٣ ٕ‫ ٖٓ ًب‬: ٍ‫ٍ هللا ملسو هيلع هللا ىلص هب‬ٞ‫ إ سع‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٠‫شح سض‬٣‫ش‬ٛ ٠‫ػٖ اث‬ ٙ‫ٌشّ عبس‬٤ِ‫ّ الخش ك‬ٞ٤ُ‫ا‬ٝ ‫ؤٖٓ ثبلل‬٣ ٕ‫ٖٓ ًب‬ٝ ‫قٔذ‬٤ُ ٝ‫شا ا‬٤‫وَ خ‬٤ِ‫الخش ك‬ (ِْ‫ٓغ‬ٝ ٟ‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫ (س‬. ٚ‫ل‬٤‫ٌشّ ض‬٤ُ‫ّ الخش كب‬ٞ٤ُ‫ا‬ٝ ‫ؤٖٓ ثبلل‬٣ ٕ‫ٖٓ ًب‬ٝ Terjemahan: Dari Abu Hurairah ra, berkata, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tetangga. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu. (H.R. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadis diatas, maka dapat dipahami, bahwa bagian dari keimanan kepada Allah dan hari Akhir: pertama, mampu menggunakan lisan untuk yang baik-baik, namun jika kita memiliki kemampuan untuk hal tersebut, maka diperintahkan untuk diam. Karena lisan merupakan sebuah anggota tubuh yang terdapat pada bagian kepala, namun jika tidak mampu untuk mengontrolnya, bisa jadi lisan ini berubah menjadi sebuah pedang dan dapat melukai orang lain. Oleh karena itu, Pendidikan utama yang perlu diberikan kepada anak 190 dalam memasuki lingkungan Masyarakat, yaitu mampu untuk mengendalikan lisannya, sehingga dapat menyempaikan hal yang baik saja dan terhindar dari perkataan yang kotor, keji dan mungkar serta hal yang tidak sesuai dengan kultur pada lingkungan tersebut. Kedua, mengajarkan untuk menghormati tetangganya. Pendidikan terkait dengan tetangga perlu sekali diberikan pengetahuan kepada anak, sehingga mereka mampu memiliki feel yang bagus dan terjalin dengan baik. Menghormati tetangga mampu diberikan pengajaran oleh orang tua dirumah, seperti memiliki Bahasa yang baik dan sopan, berbagi maupun saling tolong menolong dengan tetangga. Hal tersebut sebagaimana Allah juga menjelaskan dalam Al-Qur‘an dalam surat al-Maidah dengan terjemahan: ―tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan keji dan dosa...‖ selain itu, hal ini mampu diimplementasikan oleh seorang anak dengan memiliki tauladan yang baik dari orang tuanya sendiri. ُ ‫ط هَ َبل َؽذَّصََ٘ب‬ ‫ػ ْج ِذ‬ ٌ ‫ َؽغَّب‬َٝ ‫َؽذَّصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔذُ ْثُٖ َع ْؼلَش‬ َ ْٖ ‫ػ‬ َ َٕ‫ ِػ ْٔ َشا‬٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ ُ‫ؽ ْؼجَخ‬ ُ ْٗ ‫َب ص ُ َّْ ا‬ٛ‫فَ٘ؼْذَ َٓ َشهَخ كَأ َ ًْضِ ْش َٓب َء‬ َّ ‫ظ ْش‬ ِ ٓ‫ب‬ ِ ‫ق‬ َّ ُ‫َّللاِ ث ِْٖ ا‬ َ ‫ذ‬ َ ‫إِرَا‬َٝ … ٍَ ‫ رَ ّس هَب‬٢ِ‫ػ ْٖ أَث‬ َ … ‫ف‬ٝ‫ُ ثِ َٔ ْؼ ُش‬ْٚ٘ ِٓ ْْ ُٜ ‫ف ْج‬ ِ ‫شاِٗيَ كَأ‬٤ َ ‫ْذ ِٓ ْٖ ِع‬٤َ‫ ََ ث‬ْٛ َ ‫أ‬ Terjemahan: hadis dari Muhammad bin Ja‘far dan Hajjaj, berkata hadis dari Syu‘bah dari Abi Imran dari Abdillah bin Shamit dari Abi Dzar berkata:… Jika engkau memasak, perbanyaklah kuahnya, lalu perhatikan penghuni rumah dari tetanggamu, dan berikanlah kepadanya dengan cara yang baik…(HR. Bukhari Muslim) Ketiga, mengajarkan kepada anak untuk memuliakan tamu. Tamu merupakan orang yang berkunjung ke rumah. Seorang yang berkunjung, maka sangat penting diperhatikan, dilayani serta dihormati. Memuliakan tamu merupakan adab 191 yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, bahkan Rasul menyampaikan kemuliaan bagi yang memuliakan tamunya. Sebagaimana hadisnya: ―Sesungguhnya orang yang berakhlak baik dalam memuliakan tamu, akan mendapat derajat kemuliaan orang yang banyak berpuasa dan mendirikan salat sunnah‖. Bahkan Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam kitabnya Ulumuddin: ―menyambutnya dengan wajah berseri dan tersenyum, menyajikan minuman dan makanan dengan segera serta mengucapkan selamat tinggal ketika berpisah‖. Oleh karena itu, Pengajaran yang akan didapatkan dilingkungan Masyarakat, maka orang tuanya perlu memberika bekal untuk anak, sehingga mampu menjadi anak yang mulia dan memuliakan orang lain serta mampu memberikan hal positif pada lingkungannya. Referensi Astuti, E. (2022). Dampak Pemerolehan Bahasa Anak Dalam Berbicara Terhadap Peran Lingkungan. Edriagus Saputra. (2021). Tradisi dalam Kajian Hadis (1st ed.). Graha Aksara. Edriagus Saputra; Syamsurizal. (2021). Pendidikan Karakter di Era Milenial (dalam Lingkaran Islam) (1st ed.). Penerbit Insan Cendekia Mandiri. Haryanto Atmojo. (2018). Analisis Hadits tentang Perintah Shalat pada Anak dalam Sunan Abu Daud. Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya. Hasbullah. (2018). Lingkungan Pendidikan dalam Al-Qur‘an dan Hadis. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 4(1), 13–26. https://doi.org/10.32678/tarbawi.v4i01.1768 192 Saeful, A., & Lafendry, F. (2021). Lingkungan Pendidikan dalam Islam. Tarbawi: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, 4(1). https://doi.org/10.51476/tarbawi.v4i1.246 193 BIOGRAFI PENULIS Andi Abd. Muis Lahir di TujuTujuKajuaraKabupaten Bone pada taggal 12-12-1982. Istri Bernama Imrawati dan dikaruniai dua anakyaitu Andi Kafi El Azam Muis dan Andi Arsyi Maziyah Muis. Penulismenempuhpendidikansarjana (S1) di PRODI Pendidikan Agama Islam Fakultas Agam Islam Universitas Muhammadiyah Parepare, Program Magister (S2) di PRODI PAI Program Pascasarjana UM Parepare, dan Program Doktor (S3) di PRODI PAI UM Parepare. Penulispernahmengajar di PondokPesantren Pendidikan Islam Darul Abrarar Kahu Palattae Bone, mengajar di SDN 66 Kota Parepare, mengajar di SMP PGRI Kota Parepare, mengajar di SMP Muhammadiyah Parepare, Staf PPs-UMPAR, dan Kini Menjadi Dosen Tetap Yayasan di UM Parepare dan mengajar di PRODI PAI FAI dan PRODI PAI Program Pascasarjana UM Parepare. Adapun karya yang dihasilkan oleh penulisselamamenjadi Dosen dapatdilihat pada link (1) Andi Abd. Muis | Universitas Muhammadiyah Parepare-Academia.edu dan Andi Abd. Muis (Orcid.org/0000-0003-0919-3593) Indonesia - Google Cendekia . Penulis juga aktifdalammelaksanakanpenelitianpengabdiankepadamasyaraka t dan mengikuti seminar, pelatihan dan worshop yang berskalalokal, regional, nasional, dan internasional. 194 BIOGRAFI PENULIS Ahmad Farihin, S.Pd.I., M.Pd Penulis adalah dosen tetap pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam STAI Darussalam Kunir. Penulis merupakan lulusan sarjana Pendidikan Agama Islam di STAI Riyadhul Jannah Subang (2012) dan Magister Menejemen Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung (2016). Saat ini penulis tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Doktoral Program Studi Islam dengan mengambil konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam di UIN Walisongo Semarang (2024). Selain aktif mengajar di kampus, penulis juga merupakan staff pengasuhan santri di Pondok Pesantren Darussalam Kunir. Karya-karya ilmiah penulis berupa buku dan jurnal penelitian dapat disimak di https://bit.ly/AhmadFarihinGoogleSholar. BIOGRAFI PENULIS Dr. Asdiana, MA Penulis lahir pada tanggal 02 Mei 1982. Anak dari Bapak (Alm) Idris dan Ibu Asnaini. Penulis merupakan salah satu dosen pada kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Takengon. Yang menamatkan pendidikan pada Program Doktoral (S3) Pascasarjana UIN Medan pada Tahun 2020. Kemudian 195 menempuh pendidikan S2 pada IAIN Sumatera Utara Medan pada tahun 2010 dan menyelesaikan study S1 pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih Takengon Pada Tahun 2005. Karya ilmiah yang sudah di tulis oleh penulis dan diterbitkan dalam beberapa Journal Nasional dan Internasional diantaranya adalah: Islamic Leadership Model for Indonesian Millennial Teachers Performance in Pharmacy Schools 2020, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menghadapi Kenakalan Remaja Pada Masa Pubertas 2019, Nilai-Nilai Pendidikan dalam Tradisi Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo 2020. Kemudian penulis juga ikut serta dalam beberapa konferensi dan seminar nasional sebagai salah satu naras umber diantaranya adalah: Online internasional seminar connecting classroom with leaner task and silence STAIN Mandailing Natal, Peran orang tua dan tenaga kependidikan dalam pembangunan karakter generasi Z IAIN Sinjai. Penulis juga menulis pada Book Chapter ber ISBN dengan judul “Teknik Analisis Data Dalam Library Research 2022”, Ibadah Khusus 2023. Email Penulis: asdianaidris@gmail.com BIOGRAFI PENULIS Nama lengkap adalah Dr. Andrianto, S.Pd.I., MA. Tk. Ibrahim. biasa dipanggil dengan Andri. Penulis lahir pada kampung Pakandangan, 1 Maret 1983 yang berada di Kenagarian Pakandangan, Kecamatan Enam Lingkung Pakandangan Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat dari pasangan suami istri H. Mukhlis dan Hj. Marnis (Almh). 196 Pendidikan yang pernah ditempuhnya, yaitu SDN 33 Sungai Asam di Kabupaten Padang Pariaman, SLTP N 1 2 x 11 Enam Lingkungkabupaten Padang Pariaman. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri1 2 x 11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Pada tahun 2004, penulis diterima pada kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang Diploma 2 Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah selesai pada tahun 2007. setelah itu tahun 2008 penulis melanjutkan Pendidikan Strata 1 pada kampus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syekh Burhanuddin Pariaman dengan Program Studi Pendidikan Agama Islam selesai pada tahun 2011, selanjutnya tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan Magister di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang selesai tahun 2015, Pada Tahun 2016 penulis melanjutkan studi Program Doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang dengan Progam Studi Pendidikan Islam dengan focus judul disertasi pada keilmuan Pendidikan Islam. Selain pendidikan formal penulis juga pernah menempuh pendidikan non formal di sebuah pesantren salafiah dari tahun 2000 dan diberi penghormatan gelar ulama (Tuangku) tahun 2011. Alhamdulillah, pada Bulan Desember 2019 diterima sebagai Dosen di Institut Agama Islam Sumatera Barat (IAI SUMBAR) Pariaman dengan homebase di Program Studi Pendidikan Agama Islam. Pada kampus IAI SUMBAR, penulis memegang mata kuliah Ilmu Penddiikan Islam yang terdapat pada Prodi Pendidikan Agama Islam. Selain itu, penulis juga diangkat sebagai Wakil Rektor Bidang Akadmik sejak tahun 2020 sampai sekarang. Selain itu, penulis juga sibuk dalam pengelolaan jurnal yang terdapat pada kampus IAI SUMBAR dan juga aktif 197 sebagai editor dan reviewers dalam beberapa jurnal,. Dalam meningkatkan karir sebagai dosen, penulis juga aktif dalam melakukan penelitian, menjadi narasumber maupun pengabdian kepada Masyarakat, menulis artikel dan buku. Dalam bidang kejurnalan, penulis telah banyak mengikuti pelatihan baik diadakan secara online maupun offline. Selain itu, juga aktif dalam mengisi Bimbingan Teknis. Tulisan dan artikel sebagai seorang dosen, publish pada jurnal Nasional, maupun jurnal yang terakreditasi sinta maupun internasional. BIOGRAFI PENULIS Nurul Hakim atau yang akrab disapa dengan Hakim merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia dilahirkan di Tuban pada 20 Mei 1986. Saat ini ia sudah menikah dengan Ainur Rodliyah, dan telah dikaruniai seorang putri yang bernama Atifa Eliya Nisa. Pendidikannya dimulai dari RA Muslimat Tuban, dan lulus tahun 1994. Selanjutnya, ia masuk di MI Salafiyah Tuban dan lulus tahun 2000. Setelahnya, ia masuk MTs Salafiyah Tuban dan lulus tahun 2003. Setelah itu, ia masuk di MA Al-Iman Ponorogo dan lulus pada tahun 2007, di tempat ini pula, ia berperan sebagai santri. Pendidikan tinggi pada jenjang sarjana ia tempuh di STAIN Ponorogo pada Prodi Tafsir Hadis, lulus tahun 2012. Jenjang magister ditempuh di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada konsentrasi Studi Al-Qur’an dan Hadis, lulus pada 2014. Dan saat ini, ia sedang menempuh program doktoral di Universitas Islam Malang pada Prodi Pendidikan Islam Multikultural dan sedang proses menyusun disertasi. 198 Saat ini ia tercatat sebagai dosen di Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban. Ia mempunyai beberapa karya yang diterbitkan dan dipublikasikan, baik berupa jurnal ilmiah dan buku. Begitu pula, ia pernah menulis artikel di koran Republika dan juga Blog. Ia dapat dihubungi melalui Contact Person 085815978285. BIOGRAFI PENULIS Melda Delvia, S.Pd.I., M.Pd, lahir di Kayu Ampek Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, dari pasangan Dalius dan Efi Erti. Pendidikan dimulai tahun 1998-2003 di MIN Jati Kampung Baru, kemudian melanjutkan ke MTs Asy- Syarif Koto Laweh hingga tahun 2006, selanjutnya masih melanjutkan di MAS Asy – Syarif Koto laweh lulus tahun 2009, setelah itu melanjutkan pendidikan di IAIN Imam Bonjol Padang pada program studi Pendidikan Agama Islam lulus tahun 2013, dan selanjutnya melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang program studi Pendidikan Agama Islam lulus 2016. Sudah tertarik dengan dunia pendidikan setelah tamat dari Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang. Karir sebagai Dosen berawal menjadi Asisten Dosen dan Dosen Luar Biasa di Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang, dan selanjutnya menjadi Dosen Tetap di Institut Agama Islam Sumatera Barat (IAI SUMBAR) Pariaman pada Program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). BIOGRAFI PENULIS 199 Yuliharti, lahir di desa Penyasawan Air Tiris, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, provinsi Riau pada tahun 1970. Ayahnya bernama H. Abbas.J (alm) dan ibunya Hj. Sariba (almh).Pendidikannya dimulai pada tahun 1976 hingga tahun 1983 di Sekolah Dasar Muhammadiyah Penyasawan.Kemudian melanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Penyasawan dari tahun 1983 hingga tahun 1986. Setelah itu melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Pekanbaru. Tamat pada tahun 1989. Pada tahun itu juga, melanjutkan ke IAIN Susqo Pekanbaru jurusan Bahasa Arab. Dan berhasil mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa Arab pada tahun 1993. Pada tahun 1995, lulus mengikuti program Calon Dosen yang diselenggarakan oleh Departemen Agama selama 10 bulan sebagai persiapan kuliah S2 di luar negeri di Jakarta. Pada tahun 1996, ia berhasil lulus dosen CPNS dan di tempatkan di IAIN Susqo Pekanbaru. Pada tahun itu juga, ia berhasil mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama untuk melanjutkan S2 di IAIN Imam Bonjol Padang. Ia berhasil menamatkan pendidikan S2 pada program studi Tafsir Hadis pada tahun 1999. Setelah itu, ia kembali ke kampus untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai dosen PNS. Akhirnya pada tahun 2012 ia melanjutkan pendidikan S3 di IAIN Imam Bonjol Padang program Studi Pendidikan Islam. Dan berhasil meraih gelar Doktor di bidang Pendidikan Islam pada tahun 2017. Selama menjadi dosen dia telah melakukan berbagai penelitian dan menulis beberapa srtikel jurnal nasional dan international, di antaranya adalah: : 1. Ayat-Ayat Perempuan dalam Tafsir Kontemporer (Tesis) 2. Pandangan Jemaah Tabligh Kota Pekanbaru terhadap Perempuan ( Diks IAIN tahun 2001) 3. Latifah School: Sekolah Perempuan di Zaman Kesulthanan Siak Sri Indrapura (Pemprov.Riau 2003) 200 4. Aktifitas Dosen Perempuan dalam Kegiatan Dakwah Islamiyah (Diks IAIN 2004) 5. Hadis dan Aplikasinya Menurut Muhammad Al-Ghazali (DIPA 2005) 6. Peranan Guru dalam Administrasi Sekolah di Sekolah Dasar Kota Pekanbaru (Diks UIN 2006) 7. Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Hadis ( Diks UIN 2007) 8. Hadis dan aplikasinya di Kalangan Dai/ah Kota Pekanbaru (DIPA UIN 2008) 9. Pendidikan anak Dalam Perspektif Hadis (DIPA UIN 2009) 10.Hadis-hadis Misoginis Dalam perspektif Keadilan Gender (DIPA UIN 2010) 11.Studi Tentang Kompetensi Pedagogik Guru Dalam Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar (DIPA UIN 2012) 12.Pengamalan Hadis-hadis Misoginis di Kalangan Murobbi PKS Provinsi Riau (Anggota Peneliti) ( DIPA UIN 2013) 13.Konsep PAUD dalam Perspektif Islam (Al-Quran Hadis) (Mandiri 2015) 14.Pengembangan soft skill guru PAI Tingkat Sekolah Menengah Pertama kota Pekanbaru ( LPPM UIN 2018) 15.Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual pada mata kuliah Studi Hadis di UIN Suska Riau Tahun 2017 (disertasi) 16.The Concept of Prophetic Learning Model in Learning Islamic Religious Education at School ISSN 978-1-63190358-8/2593-7650, tahun 2022 (Proseding Terindek Scopus) 17.Menakar Kurikulum PAI abad 21, 2019, Proseding 18.Implementasi Pendididkan Multikultural oleh Guru PAI di SMP Pekanbaru, 2022, Proseding, ISSN. 2722-9169 19.Augmented RealityTechnology for Learning Shalah , International Journal of Innovative Technology and Exploring Engineering (IJITEE), 2019, ISSN: 2278-3075, Volume-8 Issue-9, July 2019. 20.Implementation of Islamic Religious Education in Developing Students' Religious Character, International 201 Journal of Science and Society (IJSOC), e-ISSN (27158780),2022 21.The Use of Learning Media in Islamic Religious Education to grow students’ Interest in Learning, International Journal of Demos Publisher, ISSN 2721-0642,2022 22.Soft Skills Guru Pendidikan Agama Islam di Tingkat Sekolah Menengah Pertama Kota Pekanbaru ( Studi Kasus Di SMPN 4 Pekanbaru), Murabby, ISSN. 2615-2061 (p) 2622-4712 (online) 23.Toleran dan Bijaksana sebagai Sifat dan Kepribadian Guru dalam Perspektif Hadis, Al-Uswah, e-ISSN: 2615-4153 | pISSN: 2615-4161,2022 24.Buku Referensi ; Manajemen Profetik, ISBN 978-602-087545.3, 2019. Bumi Aksara. Adapun pengalaman organisasi yang pernah diikuti adalah: 1. Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Aisyiah Riau 2010-2015 2. Wakil Ketua KP.MDI Prov. Riau periode 2010-2015 3. Wakil Ketua III ( Bidang Pendidikan) BKMT Kota Pekanbaru 2014-sekarang 4. Wakil sekretaris Umum 7 MUI kota Pekanbaru periode 2022-2027 5. Anggota Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI Provinsi Riau periode 2020-2025 6. Sekretaris Komisi Pemberdayaan Keluarga dan Perempuan MUI Kota Pekanbaru dari tahun 2014-2023 7. Wakil Ketua Badan Pembina Harian STKIP Aisyiah Riau 2015-2019 BIOGRAFI PENULIS 202 Nama lengkap adalah Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag,C.ITQ. biasa dipanggil dengan Agus. Penulis lahir pada kampung Koto Batung, 13 Juni 1993 yang berada di Kenagarian Bawan, Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat dari pasangan suami istri Farizal dan Eva. Pendidikan yang pernah ditempuhnya, yaitu SDN 13 Lubuk Alung di Kabupaten Agam, MTs Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Bayur Maninjau yang merupakan cabang pondok pesantren yang berada di Candung. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri Maninjau yang sekarang disebut dengan MAN 1 Agam. Pada tahun 2012, penulis diterima pada kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang pada Jurusan Tafsir Hadis melalui beasiswa prestasi yang dikenal dengan jalur PMDK. Pada tahun 2016, studi diselesaikan dengan kuliah 3,5 Tahun dan Yudisium Cumlaude (IPK: 3.76) dengan konsentrasi Ilmu Hadis. setelah itu penulis melanjutkan Pendidikan Magister pada Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang dengan Program Studi Ilmu Hadis dan wisuda pada tahun 2019 dengan focus judul thesis pada keilmuan Living Hadis. Alhamdulillah, pada Bulan Desember 2019 diterima sebagai Dosen di Institut Agama Islam Sumatera Barat (IAI SUMBAR) Pariaman dengan homebase di Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Pada kampus IAI SUMBAR, penulis memegang mata kuliah Ilmu Hadis yang terdapat pada Prodi Ilmu Al- 203 Qur’an dan Tafsir. Selain itu, penulis juga diangkat sebagai Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sejak tahun 2019 sampai sekarang. Selain itu, penulis juga sibuk dalam pengelolaan jurnal yang terdapat pada kampus IAI SUMBAR dan juga aktif sebagai editor dan reviewers dalam beberapa jurnal, seperti JLB IHSA Sumatera Utara, Jurnal El-Rusyd STIT Ahlussunnah Bukittinggi, Jurnal dibawah Penerbit Goodwood Bengkulu, Jurnal Yastis Padang, Jurnal Tadabur IAIN Ternate, Jurnal Risalah Iqtisadiyah STEI Ar Risalah Sumatera Barat, Jurnal SEMAR: Jurnal Sosial dan Pengabdian Masyarakat dan lain sebagainya. Dalam meningkatkan karir sebagai dosen, penulis juga aktif dalam melakukan penelitian, menjadi narasumber maupun pengabdian kepada Masyarakat, menulis artikel dan buku. Saat ini buku yang telah terbit, yaitu Tradisi dalam kajian Hadis (2021), Pendidikan Karakter di Era Milenial (dalam lingkaran Islam) (2021) dan Akulturasi Agama dan Budaya dalam Tradisi Sadakah Basorakan (2023). Dalam bidang kejurnalan, penulis telah banyak mengikuti pelatihan baik diadakan secara online maupun offline. Selain itu, juga aktif dalam mengisi Bimbingan Teknis (BIMTEK), seperti BIMTEK yang diadakan oleh STEI Ar Risalah Sumatera Barat, STIT Diniyah Puteri Padang Panjang, STIT Ahlussunnah Bukittinggi, Universitas Sumatera Barat dan lainnya. Tulisan dan artikel sebagai seorang dosen, alhamdulillah telah mencapai 20 artikel yang publish pada jurnal Nasional, maupun jurnal yang terakreditasi SINTA (2,3,4,5, dan 6). Dan saat ini sedang melakukan Kerjasama penelitian dan publikasi dengan para peneliti baik secara Nasional yang berada di Indonesia maupun International, terkhususnya Afganistan, Tunisia dan Malaysia. 204