Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
276
RESEARCH STUDY
Open Access
Perbedaan Keragaman Pangan, Pola Asuh Makan, dan Asupan Zat Gizi Makro
pada Balita dari Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja
Differences of Food Diversity, Child Feeding Patterns, and Macro Nutrition
Intake in Children from Business Women and Housewife
Hesti Permata Sari 1, Lilis Permatasari1, Widya Ayu Kurnia Putri1
ABSTRAK
Latar Belakang: Balita merupakan kelompok yang rentan mengalami permasalahan gizi. Pola asuh merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Ibu yang bekerja di luar rumah memiliki lebih sedikit waktu bersama balita
sehingga akan berdampak pada perhatian ibu terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita, termasuk keragaman
pangan, pola asuh makan, dan asupan zat gizi makro balita. Hasil penelitian di Padang menunjukkan bahwa malnutrisi pada
anak memiliki resiko 1,3 kali lebih besar pada ibu yang bekerja.
Tujuan: Mengetahui perbedaan keragaman pangan, pola asuh makan, dan asupan zat gizi makro pada balita berdasarkan
status pekerjaan ibu
Metode: Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada ibu
yang tinggal di perumahan dengan tingkat sosial ekonomi menengah di Kabupaten Banyumas. Sampel penelitian yaitu balita
berusia 12-59 bulan sebanyak 78 balita, diambil menggunakan teknik total sampling. Data diuji statistik menggunakan uji T
independent.
Hasil: Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan keragaman pangan (p=0,767), pola asuh makan (p=0,605),
asupan energi (p=0,483), asupan protein (p=0,806), asupan lemak (p=0,787) dan asupan karbohidrat (p=0,337) pada balita
berdasarkan status pekerjaan ibu. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan dan ekonomi yang sama antara kedua kelompok.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan keragaman pangan, pola asuh makan, dan asupan zat gizi makro pada balita berdasar
status pekerjaan ibu
Kata Kunci: Keragaman Pangan, Pola Asuh Makan, Asupan Zat Gizi Makro, Ibu Bekerja
ABSTRACT
Background: Toddlers are a group that is vulnerable to experiencing nutritional problems. The role of caregivers is one of the
one of the factors that influence nutritional status. Working mother especially who work outside house, have less time
together with toddlers so that it will have an impact on mothers' attention to the growth and development of toddlers, food
diversity, child feeding patterns, and macro-nutrient intake of toddlers. Research in Padang states that business women have
a 1,3 times risk of experiencing malnutrition in children.
Purpose: To assess the differences in food diversity, child feeding patterns, and macro nutrient intake in toddlers from business
women and housewife.
Methods: The design of this study was an observational analytic with cross sectional approach. The research was conducted
on medium socioeconomic housing in Banyumas Regency. The sample are toddlers aged 12-59 months as many as 78 toddlers,
taken using total sampling techniques. Data were statistically tested using independent T tests.
Results: The results of study showed no differences in food diversity (p = 0.767), child feeding patterns (p = 0.605), energy
intake (p = 0.483), protein intake (p = 0.806), fat intake (p = 0.787) and carbohydrate intake (p = 0.337) in toddlers from
business women and housewife.
Conclusions: There were no differences in food diversity, child feeding patterns, and macro nutrient intake in toddlers from
business women and housewife.
Keywords: Food Diversity, Child Feeding Patterns, Macro Nutrient Intake, Business Women
*Korespondensi:
hesti.sari@unsoed.ac.id
Hesti Permata Sari
1Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman
Jl. Dr Soeparno No. 60, Karangwangkal, Purwokerto, Indonesia
Published by Universitas Airlangga and IAGIKMI
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
PENDAHULUAN
Usia balita merupakan salah satu kelompok usia
yang rentan mengalami permasalahan gizi. Peningkatan
angka kematian bayi dan anak, gangguan pertumbuhan
dan perkembangan, serta penurunan produktifitas dan
kualitas hidup balita merupakan beberapa akibat yang
dapat ditimbulkan karena kekurangan gizi1. Hasil
Riskesdas tahun 2018 menunjukan bahwa di Indonesia,
prevalensi balita gizi kurang mencapai 13,8% dan balita
gizi buruk mencapai 3,9%. Balita sangat pendek sebanyak
11,5% dan 19,3% balita termasuk dalam kategori
pendek2. Prevalensi gizi kurang pada balita usia 0-59
bulan di Jawa Tengah sebesar 13,7% dan gizi buruk
sebesar 3,1%. Balita pendek sebesar 20,1% dan balita
sangat pendek 11,2%. Balita di Kabupaten Banyumas yang
mengalami gizi kurang dan gizi buruk prevalensinya
mencapai 14,8% dan balita pendek serta sangat pendek
mencapai 24,5%3.
Status gizi balita dipengaruhi oleh faktor
penyebab langsung dan tidak langsung. Secara tidak
langsung status gizi balita dipengaruhi oleh ketersediaan
pangan, pola asuh ibu, sanitasi, dan pemanfaatan layanan
kesehatan. Secara langsung status gizi balita dipengaruhi
oleh asupan makan dan kondisi kesehatan balita 4. Status
gizi balita bergantung pada peran pengasuh, terutama
ibu. Peran ibu dalam keluarga bergantung pada waktu
yang dimiliki untuk berada di rumah. Menurut Badan
Pusat Statistik Indonesia tahun 2019, tingkat partisipasi
angkatan kerja perempuan selalu meningkat dari 55,04%
pada Februari 2017 menjadi 55,44% pada Februari 2018,
dan 55,50 % pada Februari 20195. Ibu bekerja memiliki
waktu yang lebih sedikit untuk bersama dengan balita
sehingga perhatian terhadap pertumbuhan dan
perkembangan balita menjadi kurang6. Penelitian yang
dilakukan di Padang menunjukan bahwa malnutrisi pada
anak memiliki resiko 1,3 kali lebih besar pada ibu yang
bekerja7.
Pola asuh ibu berhubungan dengan pemberiaan
makan dan perawatan kesehatan balita 8. Pemberian
makan akan berpengaruh terhadap kecukupan asupan
dan status gizi balita. Pemberian makan tidak hanya
memperhatikan apa yang dimakan, tetapi juga sikap atau
peran ibu untuk memperhatikan sikap balita ketika
makan, serta mengenalkan berbagai jenis makanan
kepada balita. Balita dengan pola asuh makan kurang
tepat lebih banyak mengalami gizi kurang dibandingkan
balita dengan pola asuh makan tepat9. Pola asuh makan
dipengaruhi oleh status pekerjaan ibu. Ibu yang memiliki
kegiatan diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan
dalam bentuk uang atau barang, baik dilakukan secara
langsung atau tidak langsung dengan mengeluarkan
energi dalam waktu tujuh jam selama enam hari kerja
atau delapan jam selama lima hari kerja disebut ibu
bekerja10. Balita dengan pola asuh makan baik pada ibu
bekerja sebesar 38,1%, sedangkan pada balita dari ibu
tidak bekerja mencapai 65%11.
Asupan zat gizi dapat dilihat secara kuantitas
dan kualitas. Asupan zat gizi secara kuantitas dilihat
melalui tingkat kecukupannya, sedangkan secara kualitas
dilihat melalui keragaman pangan yang dikonsumsi.
Keragaman pangan adalah banyaknya konsumsi pangan
atau kelompok pangan dalam jangka waktu tertentu.
277
Konsumsi makanan yang beragam merupakan indikator
tercapainya status gizi optimal dan salah satu upaya
pencegahan kekurangan zat gizi12. Keragaman pangan
yang rendah dapat meningkatkan resiko terjadinya
masalah gizi seperti stunting, wasting, dan gizi buruk13.
Keragaman pangan juga merupakan faktor resiko
kejadian stunting paling banyak dibanding pola asuh
makan dan panjang badan balita saat lahir 14.
Asupan zat gizi secara kuantitas dapat dilihat
dari tingkat kecukupan konsumsi zat gizi, baik mikro
ataupun makro. Zat gizi makro berfungsi sebagai
penyedia energi dan dibutuhkan tubuh dalam jumlah
besar. Kebutuhan zat gizi makro yang tidak tercukupi
dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan.
Rendahnya asupan energi dan protein pada balita akan
meningkatkan resiko terjadinya kekurangan energi
protein dan kekurangan energi kronis, serta gangguan
pada pertumbuhan dan perkembangan balita 15. Tingkat
asupan lemak yang rendah dapat mengakibatkan
gangguan hormone, penyerapan vitamin larut lemak,
gangguan metabolisme zat gizi, dan penurunan massa
tubuh. Zat gizi makro lainnya yang berpengaruh terhadap
status gizi adalah karbohidrat. Asupan karbohidrat yang
rendah menyebabkan pemecahan lemak tubuh dan asam
amino menjadi energi, akibatnya tubuh akan kehilangan
asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan
pertumbuhan balita. Selain itu, susunan syaraf dan otak
hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energi,
sehingga kekurangan glukosa dan oksigen dapat
menyebabkan kelainan pada syaraf dan kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki16. Ketidakseimbangan
konsumsi zat gizi makro dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kehilangan berat badan karena
berubahnya komposisi jaringan dan massa tubuh 17.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud
melakukan penelitian untuk mengetahui keragaman
pangan, pola asuh makan, dan asupan zat gizi makro pada
balita dilihat dari perspektif status pekerjaan ibu.
METODE
Penelitian ini berupa penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
dilakukan di Perumahan Grand Safira Karangsalam dan
Perumahan Saphire Karang Sempu Purwokerto,
Kabupaten Banyumas pada Bulan Maret 2020. Populasi
penelitian yaitu balita berusia 12 – 59 bulan dari ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja. Usia balita dikategorikan
menjadi tiga kelompok, yaitu 0-1 tahun (usia bayi), 2-3
tahun (usia batita), dan 4-5 tahun (usia pra-sekolah)18.
Responden dimasukkan ke kelompok ibu bekerja bila
responden bekerja diluar rumah selama tujuh jam selama
enam hari kerja atau delapan jam selama lima hari kerja
dan meninggalkan balitanya dengan pengasuh selama
hari kerja. Responden dimasukan kedalam kategori ibu
tidak bekerja bila responden tidak memiliki pekerjaan lain
selain mengurus balitanya. Responden yang memiliki
bekerja dari rumah seperti pedagang daring, atapun ibu
rumah tangga yang memiliki pekerjaan lain namun bukan
sebagai pekerjaan utama kami ekslusi. Jumlah sampel
penelitian sebanyak 78 sampel yang ditentukan dengan
teknik total sampling.
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
278
Penelitian dilakukan dengan melakukan
kunjungan rumah balita sebanyak dua kali. Kunjungan
pertama dilakukan untuk melakukan pengambilan data
karakteristik responden, pola asuh makan, serta asupan
makan balita pada hari libur. Kunjungan kedua dilakukan
untuk melakukan pengambilan data asupan makan balita
yang kedua yaitu pada hari kerja. Pengambilan data
karakteristik pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan
pendapatan keluarga dilakukan dengan wawancara. Data
pendidikan ibu dikategorikan menjadi dua kategori yaitu
pendidikan menengah yaitu ibu yang berlatar pendidikan
SMA dan tinggi yaitu ibu yang berlatar pendidikan tinggi
meliputi pendidikan diploma, strata satu, dua, maupun
tiga. Pekerjaan ibu dikategorikan menjadi dua, yaitu
karyawan swasta dan pegawai negeri sipil (PNS). Data
pendapatan keluarga yaitu total pendapatan dalam
keluarga dalam satu bulan.
Pengambilan data
karakteristik status gizi dilakukan dengan pengukuran
langsung. Pengukuran berat badan menggunakan
timbangan bayi untuk responden yang berusia kurang
dari dua tahun dan timbangan digital untuk responden
yang berusia lebih dari dua tahun. Data status gizi
didapat dengan analisis Z-Score BB/U dan kategorikan
berdasarkan kategori permenkes nomor 2 tahun 2020.
Pengambilan data pola asuh makan menggunakan Child
Feeding Questionare. Data konsumsi makan balita
diperoleh melalui kuesioner food recall 2x24 jam dengan
mewawancarai ibu balita, asisten rumah tangga, dan atau
nenek yang memberikan makan kepada balita.
Pengambilan data konsumsi makan dilakukan sebanyak
dua kali, yaitu pada hari kerja (senin-jum’at) dan hari libur
(sabtu dan minggu), kemudian diperoleh hasil rata-rata
asupan zat gizi makro balita. Data keragaman pangan
diperoleh menggunakan kuesioner Dietary Diversity Score
dengan melihat hasil recall 2x24 jam. Data penelitian
dianalisis menggunakan analisis distribusi frekuensi untuk
data karakteristik responden, dan uji Independent T-Test
untuk menganalisis perbedaan kedua kelompok.
Penelitian telah mendapat persetujuan Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan
UNSOED dengan nomor 072/EC/KEPK/III/2020.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden
Usia Balita
12 – 23 bulan
24 – 35 bulan
36 – 47 bulan
48 – 59 bulan
Total
Status Gizi Balita
Gizi Kurang (BB/U -3 SD sampai <-2 SD)
Gizi Baik (BB/U -2 SD sampai 2 SD)
Gizi Lebih (BB/U >2 SD)
Total
Status Pekerjaan Ibu
Ibu Bekerja
Ibu Tidak Bekerja
Total
Pendidikan Ibu
Menengah (SMA)
Tinggi (D3, S1, S2)
Total
Pekerjaan Ibu
Ibu Rumah Tangga
Karyawan Swasta
PNS
Total
Total Penghasilan Keluarga pada Ibu Bekerja
Rp 1.750.000,00 s.d < Rp 3.500.000,00
Rp 3.500.000,00 s.d Rp 5.000.000,00
>Rp 5.000.000,00
Total
Total Penghasilan Keluarga pada Ibu Tidak Bekerja
Rp 1.750.000,00 s.d < Rp 3.500.000,00
Rp 3.500.000,00 s.d Rp 5.000.000,00
>Rp 5.000.000,00
Total
Distribusi karakteristik responden disajikan
pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukan sebagian besar usia
responden berkisar antara 12-59 bulan. Masa bayi hingga
n
Frekuensi
%
23
19
18
18
78
29,5
24,5
23,0
23,0
100,0
2
70
6
78
2,6
89,7
7,7
100,0
33
45
78
42,3
57,7
100,0
10
68
78
12,8
87,2
100,0
45
25
8
78
57,7
32,0
10,3
100,0
2
5
26
33
6,0
15,2
78,8
100,0
9
9
27
45
20,0
20,0
60,0
100,0
usia 2 tahun merupakan periode kritis pada masa
pertumbuhan atau disebut periode emas (golden period).
Pertumbuhan pada masa bayi lebih pesat dari masa batita
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
dan pra-sekolah, akan tetapi pada masa batita dan pra
sekolah terjadi peningkatan aktivitas yang lebih tinggi,
sehingga pemenuhan kebutuhan zat gizi sangat penting
untuk mendukung aktivitas dan tumbuh kembangnya.
Status gizi respoden menurut indikator BB/U
menunjukan bahwa balita dengan status gizi normal
sebanyak 89,7%, status gizi kurang sebanyak 2,6%, dan
status gizi lebih sebanyak 7,7%. BB/U merupakan
perbandingan BB relatif dengan umur balita. Indeks BB/U
menggambarkan status gizi baik, gizi kurang
(underweight), gizi buruk (severely underweight), dan gizi
lebih19.
Status pekerjaan ibu terbagi dalam dua
kategori, yaitu 42,3% ibu balita merupakan ibu bekerja
279
dan 57,7% lainnya ibu tidak bekerja. Tingkat pendidikan
ibu sebagian besar S1, yaitu sebanyak 61,5%. Tabel 1 juga
menunjukan sebagian besar penghasilan keluarga per
bulan yaitu >Rp 5.000.000,00. Pendidikan, jenis pekerjaan
dan jumlah penghasilan keluarga merupakan indikator
konvensional yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat sosial ekonomi20. Kemampuan keluarga dalam
memberikan perhatian yang lebih terhadap asupan dan
status gizi balita akan meningkat pada keluarga dengan
kehidupan ekonomi yang lebih baik. Pengetahuan ibu
yang cukup terkait gizi dan pengaturan makan balita juga
dapat menghindari kejadian gizi kurang pada balita 21.
Tabel 2.Keragaman Pangan, Pola Asuh Makan, Dan Asupan Zat Gizi Makro Balita
Ibu Bekerja
Ibu Tidak Bekerja
Karakteristik
n
%
n
%
Keragaman Pangan
Sedang
24
72,7
30
66,7
Baik
9
27,3
15
33,3
Total
33
100,0
45
100,0
Pola Asuh Makan
Tepat
33
100,0
45
100,0
Kurang Tepat
0
0,0
0
0,0
Total
33
100,0
45
100,0
Asupan Energi
Defisit berat (<70% AKGI)
1
3,0
3
6,7
Defisit sedang (70-79% AKGI)
2
6,1
7
15,6
Defisit ringan (80-89% AKGI)
4
12,2
8
17,8
Normal (90-119% AKGI)
18
54,5
17
37,8
Lebih (≥120% AKGI)
8
24,2
10
22,2
Total
33
100,0
45
100,0
Asupan Protein
Defisit berat (<70% AKGI)
0
0,0
0
0,0
Defisit sedang (70-79% AKGI)
1
3,0
0
0,0
Defisit ringan (80-89% AKGI)
0
0,0
0
0,0
Normal (90-119% AKGI)
2
6,1
0
0,0
Lebih (≥120% AKGI)
30
90,9
45
100,0
Total
33
100,0
45
100,0
Asupan Lemak
Defisit berat (<70% AKGI)
2
6,1
2
4,4
Defisit sedang (70-79% AKGI)
2
6,1
1
2,2
Defisit ringan (80-89% AKGI)
2
6,1
6
13,3
Normal (90-119% AKGI)
7
21,1
13
28,9
Asupan Lemak
20
60,6
23
51,2
Lebih (≥120% AKGI)
Total
33
100,0
45
100,0
Asupan Karbohidrat
Defisit berat (<70% AKGI)
7
21,2
14
31,1
Defisit sedang (70-79% AKGI)
8
24,2
7
15,6
Defisit ringan (80-89% AKGI)
5
15,2
7
15,6
Normal (90-119% AKGI)
10
30,3
15
33,3
Lebih (≥120% AKGI)
3
9,1
2
4,4
Total
33
100,0
45
100,0
Tabel 2 menunjukan pola asuh makan balita
seluruhnya termasuk kategori tepat. Keragaman pangan
balita dari ibu bekerja sebagian besar (72,7%) termasuk
kategori sedang, sementara pada balita dari ibu tidak
bekerja hanya sebesar 66,7% yang termasuk kategori
sedang. Asupan energi dan karbohidrat balita termasuk
dalam kategori normal, sedangkan asupan protein dan
lemak termasuk dalam kategori lebih.
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
280
Tabel 1. Frekuensi Makan Balita
Ibu Bekerja
Ibu Tidak Bekerja
n
%
n
%
Makan utama
≥ 3x sehari
< 3x sehari
Total
Selingan
≥ 2x sehari
< 2x sehari
Total
Susu formula
Rata-rata
≥ rata-rata
< rata-rata
Total
Sayur
≥ 3x sehari
< 3x sehari
Total
Buah
≥ 2x sehari
< 2x sehari
Total
Tabel 3 menunjukan bahwa ibu bekerja
lebih banyak memberikan makanan utama dan susu
formula dibanding ibu tidak bekerja. Konsumsi
24
9
33
72,7
27,3
100,0
31
14
45
68,9
31,1
100,0
15
18
33
45,5
54,5
100,0
24
21
45
53,3
46,7
100,0
21
12
33
63,6
36,4
100,0
21
24
45
46,5
53,5
100,0
4
29
33
12,1
87,9
100,0
3
42
45
6,7
93,3
100,0
3
30
33
9,1
90,9
100,0
3
42
45
6,6
93,4
100,0
3
2,62
sayur dan buah juga lebih sering diberikan oleh ibu
bekerja kepada balitanya.
Tabel 4. Proporsi Susu Formula dalam Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi Makro Balita
% Pemenuhan Zat Gizi Makro dari Susu Formula
Zat Gizi Makro
Ibu Bekerja
Ibu Tidak Bekerja
Energi
35,2 %
28,7 %
Protein
71,7 %
65,4 %
Lemak
45,5 %
35,3 %
Karbohidrat
26,8 %
21,2 %
Tabel 4 menunjukan bahwa susu
formula memberikan sumbangan besar terhadap
total kebutuhan zat gizi makro balita. Sumbangan
energi yang diperoleh dari susu formula pada balita
dari ibu bekerja sebesar 35,2% , protein 71,7% ,
lemak 45,5%, dan karbohidrat 26,8% dari total
kebutuhan harian. Sumbangan energi dari susu
formula pada balita dari ibu tidak bekerja sebesar
28,7% , protein 65,4% , lemak 35,3%, dan
karbohidrat 21,2% dari total kebutuhan harian.
Tabel 5. Analisis Perbedaan Keragaman Pangan, Pola Asuh Makan, dan Asupan Zat Gizi Makro Balita
berdasarkan Status Pekerjaan Ibu
Variabel
Minimal
Maksimal
Rata-rata
p 95%
Keragaman Pangan Konsumsi
Pangan Balita (Skor)
Ibu bekerja
3
7,5
5,2
0,767
Ibu tidak bekerja
3
7
5,3
Pola Asuh Makan (Skor)
Ibu bekerja
44
60
50,7
0,605
Ibu tidak bekerja
37
58
50,1
Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro (Dalam % AKGI)
Tingkat Kecukupan Energi
Ibu bekerja
59,3
196,1
108,8
0,483
Ibu tidak bekerja
55,8
202,9
104,1
Tingkat Kecukupan Protein
Ibu bekerja
77
360,5
209,8
0,806
Ibu tidak bekerja
122,6
411,5
206,4
Tingkat Kecukupan Lemak
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
Ibu bekerja
Ibu tidak bekerja
Tingkat Kecukupan
Karbohidrat
Ibu bekerja
Ibu tidak bekerja
Keragaman Pangan Balita berdasarkan Status
Pekerjaan Ibu
Kualitas konsumsi makan balita dapat
digambarkan melalui keragaman pangan dengan
melihat sembilan jenis kelompok makanan yang
dikonsumsi balita dalam sehari. Tabel 2
menunjukan bahwa keragaman pangan balita dari
ibu bekerja sebagian besar (72,7%) termasuk
kategori sedang, sementara pada balita dari ibu
tidak bekerja hanya sebesar 66,7% yang termasuk
kategori sedang. Tabel 3 menunjukan bahwa ibu
bekerja lebih banyak memberikan makanan utama
dan susu formula dibanding ibu tidak bekerja.
Konsumsi sayur dan buah juga lebih sering
diberikan oleh ibu bekerja kepada balitanya.
Berdasarkan uji T Independent yang
telah dilakukan, diperoleh nilai p=0,767 atau p>0,05
sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan
keragaman pangan yang signifikan. Hal tersebut
dikarenakan rata-rata total pendapatan keluarga
serta tingkat pendidikan ibu pada ibu bekerja
maupun ibu tidak bekerja hampir homogen lebih
dari rata-rata kebanyakan.
Keragaman pangan balita dipengaruhi
oleh status sosial ekonomi keluarga 22. Keragaman
pangan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya pendapatan keluarga. Penelitian di
Brazil juga menyebutkan bahwa keragaman pangan
sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi,
pengeluaran
pangan,
dan
pendapatan 23.
Pengetahuan ibu yang cukup tentang gizi juga dapat
mempengaruhi pemilihan makanan serta dapat
menyusun menu makanan yang beragam sesuai
kebutuhan24.
Tabel
5
menunjukkan
bahwa
keragaman pangan balita dari ibu bekerja memiliki
rata-rata skor 5,2 dan 5,3 untuk balita dari ibu tidak
bekerja dengan skor keragaman pangan maksimal
sebesar 9. Kecenderungan konsumsi pangan balita
lebih dominan pada kelompok makanan pokok
berpati, sayur dan buah selain sayuran hijau dan
sumber vitamin A, ikan dan daging, telur, serta susu
dan produk susu. Konsumsi pangan untuk kelompok
sayuran hijau, sayur dan buah sumber vitamin A,
jeroan, serta kelompok polong, kacang dan bijibijian lebih rendah dibandingkan kelompok pangan
lainnya.
Tabel 3 menggambarkan bahwa sebagian
besar balita dari ibu bekerja (87,9%) dan ibu tidak
bekerja (93,3%) mengkonsumsi sayur <3x sehari.
Konsumsi buah pada balita sebagian besar <2x
sehari, yaitu sebanyak 90,9 % pada balita dari ibu
bekerja dan 93,4% pada balita dari ibu tidak
bekerja. Jumlah tersebut lebih rendah dari anjuran
konsumsi sayur dan buah menurut Kementerian
Kesehatan RI yaitu 3-4 porsi sayur dan 2-3 porsi
281
49,5
64,8
203,3
240,7
130,6
128
45,2
34
168,6
153,3
86,4
80,9
0,787
0,337
buah setiap harinya. Sayur dan buah memiliki
kandungan vitamin, mineral, serat, dan zat fitokimia
yang berperan dalam meningkatkan daya tahan
tubuh, kecerdasan intelektual dan sosial, proses
pertumbuhan dan perkembangan balita serta
sistem hormon dalam tubuh. Konsumsi sayur dan
buah yang rendah dapat meningkatkan resiko
penyakit degeneratif pada saat dewasa 25.
Balita lebih menyukai mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dibandingkan sayur dan buah 26.
Lingkungan keluarga dan lingkungan luar akan
mempengaruhi pembentukan pola makan pada
balita. Kebiasaan makan yang diajarkan kepada balita
sejak dini akan lebih resisten untuk mengalami
perubahan, sehingga kebiasaan atau pola makan yang
baik termasuk pengenalan aneka ragam makanan
penting untuk dilakukan sejak usia balita 27.
Pengenalan
aneka ragam makanan perlu
diperkenalkan sejak dini agar dapat membiasakan
pola makan sehat pada balita.
Pola makan balita akan menyesuaikan
dengan kelompoknya. Pembentukan pola makan
seimbang pada balita harus dimulai dari keluarga28.
Kebiasaan makan pada masa balita juga akan terbawa
sampai dewasa, sehingga apabila kebiasaan
mengkonsumsi sayur dan buah tidak diterapkan sejak
dini maka kebiasaan tersebut akan berlanjut sampai
dewasa29.
Perbedaan Pola Asuh Makan Balita berdasarkan
Status Pekerjaan Ibu
Pola asuh makan, ketersediaan pangan
dan akses terhadap pangan merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi serta proses
pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita yang
mendapat pola asuh makan tepat akan tercukupi
kebutuhannya sehingga proses pertumbuhan dan
perkembangan dapat belangsung secara optimal.
Balita yang mendapat pola asuh makan kurang tepat
dapat menyebabkan kekurangan zat gizi yang bersifat
irreversible. Pola asuh makan penting untuk
diperhatikan agar balita mendapatkan asupan makan
yang berkualitas.
Hasil uji T Independent terhadap pola asuh
makan balita memperoleh nilai p=0,605 atau p>0,05
sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan
pola asuh makan yang signifikan. Tabel 2 menunjukan
bahwa pola asuh makan balita seluruhnya termasuk
kategori tepat. Penilaian pola asuh makan dilakukan
dengan menjumlahkan skor dari seluruh pertanyaan
dan ditentukan persentasenya. Pola asuh makan
dikatakan tepat apabila diperoleh hasil 55%-100%,
dan kurang tepat apabila diperoleh hasil <55% 30. Ibu
memiliki peran penting dalam mengasuh balita
termasuk mengatur pola konsumsi makan balita dan
keluarga, akan tetapi dalam melakukan peran
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
tersebut ibu dapat dibantu oleh orang dewasa yang
memiliki kemampuan mendidik balita 31.
Ibu tetap dapat memantau apakah
perkembangan balita sudah sesuai dengan tahapan
perkembangan yang seharusnya atau tidak,
sehingga proses pertumbuhan dan pekembangan
balita dapat tetap optimal sekalipun ibu tersebut
bekerja31. Tingkat pendidikan ibu yang sebagian
besar tergolong pendidikan tinggi juga akan
membantu ibu dalam mengetahui makanan yang
baik bagi balita dan kemudian meneruskan
informasi tersebut kepada orang yang mengasuh
balita, serta memantau apakah informasi tersebut
diterapkan atau tidak32. Penelitian lain di Boyolali
menunjukan bahwa pekerjaan ibu tidak
berhubungan dengan pemberian stimulus maupun
pola asuh makan pada balita berusia 2-5 tahun31.
Pola asuh makan batita yang diasuh ibu dan selain
ibu tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena
tingkat pendapatan keluarga dan pendidikan ibu
yang sama-sama tinggi32.
Perbedaan Asupan Zat Gizi Makro Balita
berdasarkan Status Pekerjaan Ibu
Uji T Independent terhadap asupan
energi memperoleh nilai p=0,483 atau p>0,05
sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan
asupan energi yang signifikan. Hal tersebut
dikarenakan pada balita dari kedua kelompok ratarata asupan energinya relatif sama, yaitu 108,8%
dan 104,1%. Seorang ibu, baik ibu rumah tangga
atau bekerja sebagai pegawai memiliki kesadaran
yang sama untuk mencukupi kebutuhan zat gizi
balita, sehingga akan tetap memberikan perhatian
terhadap pemberian makan balitanya, walaupun
pada ibu bekerja memerlukan bantuan oranglain
untuk melakukannya31.
Hasil uji T Independent terhadap asupan
protein memperoleh nilai p=0,806 atau p>0,05
sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan
asupan protein yang signifikan. Hal tersebut
dikarenakan pada balita dari kedua kelompok ratarata asupan proteinnya relatif sama, yaitu 209,8%
dan 206,4%. Menurut AKG tahun 2019, rata-rata
kebutuhan protein balita dalam sehari yaitu sebesar
20-25 gram, sedangkan temuan di lapangan ratarata asupan protein pada balita dari ibu bekerja dan
ibu rumah tangga yaitu 39,6 gram dan 38,5 gram
dalam sehari.
Asupan protein yang tinggi pada balita
selain bersumber dari makanan utama juga
diperoleh dari susu formula. Asupan protein pada
balita dari ibu bekerja yang bersumber dari susu
formula sebesar 71,7% dari total kebutuhan protein
dalam sehari dan 65,4% pada balita dari ibu tidak
bekerja. Pemberian susu formula sebaiknya
diberikan sebagai makanan selingan dan tidak
menggantikan makanan utama.
Hasil uji T Independent terhadap asupan
lemak memperoleh nilai p=0,787 atau p>0,05 sehingga
secara statistik tidak terdapat perbedaan asupan lemak
yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan pada balita
dari kedua kelompok rata-rata asupan lemaknya relatif
282
sama, yaitu 130,6% dan 128%. Sumber asupan lemak
pada responden diantaranya dari bahan makanan
sumber protein yang tinggi lemak, minyak yang
digunakan untuk memasak, dan susu formula. Susu
formula menyumbang lemak pada balita dari ibu
bekerja sebesar 45,5% dan ibu tidak bekerja sebesar
35,3% dari total kebutuhan lemak dalam sehari. Asupan
lemak berlebih terutama lemak jenuh dalam jangka
panjang dapat memicu terjadinya obesitas. Resiko
obesitas meningkat 4,4 kali lebih besar pada anak
dengan tingkat asupan lemak yang termasuk dalam
kategori lebih 33.
Hasil uji T Independent terhadap asupan
karbohidrat memperoleh nilai p=0,337 atau p>0,05
sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan
asupan karbohidrat yang signifikan. Hal tersebut
dikarenakan rata-rata asupan karbohidrat pada balita
relatif sama, yaitu 86,4% dan 80,9%. Sumber
karbohidrat diantaranya terdiri dari berbagai jenis
makanan pokok, sayur dan buah. Hasil penelitian ini
menunjukan sebagian besar karbohidrat yang
dikonsumsi balita berasal dari makanan pokok seperti
nasi, biskuit, roti, dan berbagai olahan tepung terigu
lainnya. Asupan karbohidrat yang rendah pada
penelitian ini disebabkan karena konsumsi makanan
pokok seperti nasi, serta sayur dan buah yang rendah,
selain itu juga dikarenakan jumlah konsumsi makanan
sumber karbohidrat lebih sedikit dibandingkan
makanan sumber protein. Kekurangan asupan
karbohidrat dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya proses pemecahan glikogen (glikolisis) dan
dalam jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi
seseorang 34.
KESIMPULAN
Responden pada penelitian ini sebagian
besar berusia 12-23 bulan dan memiliki status gizi baik.
Tidak terdapat perbedaan keragaman pangan, pola
asuh makan, dan asupan zat gizi makro pada balita
berdasar status pekerjaan ibu.
ACKNOWLEDGEMENT
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman
yang telah memberikan pendanaan dalam penelitian
ini. Kepala Desa Karangsalam, Bidan Desa serta Kader
Posyandu Perumahan Grand Safira Karang Salam dan
Saphire Regency Karang Sempu Purwokerto atas izin
dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat
terlaksana. Terimakasih juga peneliti sampaikan kepada
ibu balita yang telah mengizinkan balitanya menjadi
responden pada penelitian ini, serta seluruh pihak yang
terlibat sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.
REFERENSI
1.
Tarigan, I. U. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan
Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi di Jawa Tengah.
Bul. Penelit. Kesehat. 31, 1–12 (2003).
2.
Kementerian Kesehatan. Profil Kesehatan
Indonesia
2018.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/downl
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Sari, et.al.Amerta Nutr (2021). 276-283
DOI:10.20473/amnt.v5i3.2021. 276-283
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
oad/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf
(2018).
Pemantauan Status Gizi. Buku Saku Pemantauan
Status Gizi Tahun 2017. (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2017).
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. (Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1995).
Badan Pusat Statistik. Keadaan Ketenagakerjaan
Indonesia Februari 2019. (Badan Pusat Statistik
Indonesia, 2019).
Dyah, A. S. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu
Tentang Makanan Bergizi Dengan Status Gizi
Balita Usia 1-3 Tahun Didesa Lencoh Wilayah
Kerja Puskesmas Selo Boyolali. Publ. Penelitian,
Akbid Estu Utomo, Boyolali (2008).
Abdiana. Hubungan Durasi Pemberian ASI
dengan Kejadian Kegemukan pada Anak Taman
Kanak-Kanak di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang tahun 2010. (2010).
Sarah, M. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dan
Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin
Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Tahun 2008. (Universitas Sumatera Utara, 2008).
Pratiwi, T. D., Masrul & Eti, Y. Hubungan Pola
Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. J.
Kesehat. Andalas 5, 661–665 (2016).
Undang-undang Ketenagakerjaan. Undangundang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2003. (2003).
Diana, F. M. Hubungan Pola Asuh dengan Status
Gizi Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang
Tahun 2004. J. Kesehat. Masy. 1, 19–23 (2006).
Food and Agriculture Organization. Guidelines
for Measuring Household and Individual Dietary
Diversity. 2010.
Labadarios, D., Zandile, J., Gericke, G., Eleni, M.
& Paker, W. Food security in South Africa: a
review of national surveys. Bull World Heal.
Organ 891–899 (2011).
Widyaningsih, N. N., Kusnandar & Anantanyu, S.
Keragaman pangan, Pola Asuh Makan dan
Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan.
J. Gizi Indones. 7, 22–29 (2018).
Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. (Gramedia
Pustaka Utama, 2010).
Helmi, R. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Margototo Kecamatan Metro Kibang
Kabupaten Lampung. J. Kesehat. IV, 233–242
(2013).
Barasi, M. Nutrition at a Glance. (Erlangga,
2007).
World Health Organization. Indicators for
assessing infant and young child feeding
practices part 3: country profiles. WHO Press.
Geneva (2002).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
283
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Anak. (2020).
Krieger, N., D.R., W. & N.E., M. Measuring social
class in US public health research: concepts,
methodologies, and guidlines. Annu Rev Public
Heal. 18, 41–78 (1997).
Krisnatutu,
D.
Menyiapkan
Makanan
Pendamping Air Susu Ibu. (Puspa Swara, 2001).
Wirawan, N. N. & Rahmawati, W. Ketersediaan
dan Keragaman Pangan serta Tingkat Ekonomi
sebagai Prediktor Status Gizi Balita. Indones. J.
Hum. Nutr. 3, 80–90 (2016).
Bezerra, I. N. & Sichieri, R. Household food
diversity and nutritional status among adults in
Brazil. Int. J. Behav. Nutr. Phys. Act. 8, (2011).
Rahardjo, S. & Wijayanti, S. P. M. Peran Ibu yang
Berhubungan dengan Peningkatan Status Gizi
Balita (Studi di Wilayah Puskesmas II Sumbang
Kabupaten Banyumas). J. Kesmas Indones. 3, 56–
66 (2010).
Grober, U. Penyelarasan Metabolik, Pencegahan
dan Terapi. (Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2009).
Afif, P. A. & Sri, S. Peran Ibu sebagai Edukator dan
Inisiator Konsumsi Sayur Buah pada Anak.
Amerta Nutr. 1, 236–242 (2017).
Waladow, G., Sarah, M. & Jula, V. . Hubungan
Pola Makan dengan Status Gizi pada Anak usia 35 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tompaso
Kecamatan Tompaso. ejournal Keperawatan 1,
1–6 (2013).
Marlinda, P. Pola Konsumsi Buah dan Sayur Anak
Usia 4-6 Tahun pada Masyarakat Pesisir Desa
RanduSanga Kulon Brebes. (Universitas Negeri
Semarang, 2016).
Kurniawati, T. & Wahono, N. S. Pola Konsumsi
Buah dan Sayur pada Anak Usia Dini sebagai
Usaha Penanggulangan Penyakit Kanker. J. Anak
Usia Dini dan Pendidik. Anak Usia Dini 3, 221–
226 (2017).
Camci, N., Bas, M. & H., A. B. The Psychometric
Properties of the Child Feeding Questionare
(CFQ) in Turkey. Appetite 78, 49–54 (2014).
Putri, D. F. T. P. & Kusbaryanto. Perbedaan
Hubungan antara Ibu Bekerja dan Ibu Rumah
Tangga terhadap Tumbuh Kembang Anak Usia 25 Tahun. Mutiara Med. 12, 143–149 (2012).
Sari, P. N. & Sumarmi, S. Perbedaan Pola
Pemberian Makan Batita Diasuh Ibu dan Selain
Ibu.
Amerta
Nutr.
98–104
(2017)
doi:10.20473/amnt.v1.i2.2017.98-104.
Kharismawati, R. Hubungan Tingkat Asupan
Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Serat
dengan Status Obesitas Pada Siswa SD. SKRIPSI
(Universitas Diponegoro, Semarang, 2010).
Baculu, E. P. H. Hubungan Pengetahuan Ibu dan
Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi pada
Anak Balita di Desa Kalangkangan Kecamatan
Galang Kabupaten Tolitoli. Promotif 7, 14–17
(2017).
© 2021. Sari, et.al. Open access under CC BY - SA license.
Received: 18-09-2020, Accepted: 02-03-2021, Published online: 01-09-2021.
doi: 10.20473 /amnt.v5i3.2021. 276-283. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga