Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
TUGAS ESSAY AGAMA “ETOS KERJA MUSLIM DALAM MERAIH PRESTASI” Dosen Pengampuh: Safari Hasan, S. IP., MMRS Disusun Oleh: Nabilla Putri Ramayanti (10223096) PENDAHULUAN Agama islam bagi umat manusia merupakan sebagai khalifatullah fil ardh (god vicegerent en erth) yang berarti sebagai agama yang dapat berfungsi untuk menjawab persoalan manusia secara keseluruhan. Di dalam islam juga menempatkan budaya kerja sebagai pedoman untuk pembangunan umat manusia menjadi umat yang lebih tangguh dengan menjadikan agama islam sebagai pokok kajian sehingga dapat menjadi salah satu kebiasaan dan budaya khas dalam masyarakat. Etos kerja merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam konteks Islam, etos kerja muslim memiliki dimensi yang lebih luas dan mendalam karena tidak hanya berkaitan deng an aspek duniawi tetapi juga aspek spiritual. Etos kerja dalam Islam didasarkan pada ajaran Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya bekerja keras, jujur, dan bertanggung jawab sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Etos kerja muslim mencakup beberapa nilai utama, yaitu: 1. Kejujuran dan Integritas: Seorang muslim harus selalu jujur dalam setiap aspek pekerjaannya, menghindari penipuan dan kecurangan. Kejujuran adalah salah satu nilai yang sangat ditekankan dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 42, "Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui." 2. Kerja Keras dan Disiplin: Islam mengajarkan umatnya untuk bekerja keras dan disiplin. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, dia menyelesaikannya dengan itqan (sempurna)." (HR. Thabrani). 3. Tanggung Jawab dan Amanah: Setiap pekerjaan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Allah berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 72, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." 1 4. Keadilan dan Keseimbangan: Islam mengajarkan pentingnya keadilan dalam bekerja, baik dalam hal upah, perlakuan terhadap rekan kerja, maupun dalam menjalankan tugas. Selain itu, seorang muslim harus mampu menyeimbangkan antara pekerjaan, ibadah, dan kehidupan pribadi. 5. Motivasi Spiritual: Dalam Islam, bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam dianggap sebagai ibadah. Pemahaman dan penerapan etos kerja muslim ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerja, produktivitas, dan prestasi umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan. Selain itu, dengan mengamalkan etos kerja yang baik, seorang muslim dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan mencerminkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Pada realitas kehidupan, masih banyak bangsa Indonesia khususnya umat Islam yang bersikap malas, tidak disiplin, tidak mau kerja keras, dan bekerja seenaknya. Hal ini didukung kenyataan berupa kebiasaan yang menyepelekan waktu, maksudnya kalau mengerjakan sesuatu sering tidak tepat waktu atau sering terlambat dan sebagainya. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia masih memiliki sikap etos kerja yang rendah. Kenyataannya etos kerja merupakan faktor penting dari adanya keberhasilan manusia, baik dalam komunitas kerja yang terbatas maupun dalam lingkungan sosial yang lebih luas. Karyawan harus memiliki etos kerja terhadap pekerjaanya sehingga produk yang dihasilkan mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik yang dapat dilihat melalui prestasi kerja yaitu berupa hasil dan produktivitas. Hal utama yang dituntut oleh perusahan dari karyawannya adalah prestasi kerja karyawan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Prestasi kerja karyawanakan membawa dampak bagi karyawan bersangkutan maupun perusahaan tempat bekerja. Prestasi kerja menjadi faktor terpenting dalam mengukur tingkat keefektifan pelaksanaan tugas pokok dan tanggung jawab pegawai pada suatu organisasi pemerintahan. Pentingnya mengukur tingkat prestasi kerja pegawai dikarenakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan organisasi, perbaikan dalam 2 evaluasi kerja, keputusan dalam penempatan, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan pengembangan, serta perencanaan dan pengembangan karir. Dengan begitu, untuk mewujudkan prestasi tersebut harus dilakukan dengan etos kerja yang baik. PEMBAHASAN 1. Pekerjaan Menurut Wiltshire (2016), pekerjaan adalah suatu kegiatan sosial dimana individu atau kelompoknya menempatkan upaya selama waktu dan ruang tertentu, dan terkadang mengharapkan penghargaan moneter (atau dalam bentuk lain), atau tanpa mengharapkan imbalan tetapi dengan rasa kewajiban pada orang lain. Tujuan utama seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan gaji, dengan sejarah di balik mengapa banyak tempat kerja fokus pada gaji daripada insentif non moneter seperti membuat karyawan merasa terpenuhi dengan bekerja, merasa terlibat, merasa bertanggung jawab, memenuhi kebutuhan sosial, dan memandang bahwa pekerjaan mereka bermakna. Makna kerja didefinisikan sebagai penghayatan dan pemahaman individu pada sebuah pekerjaan dalam bentuk nilai-nilai yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kebahagiaan hidup Setiap orang dewasa atau orang yang merasa memiliki kebutuhan, maka mereka akan melakukan sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan dasar utama untuk memperoleh gaji atau penghasilan. Orang yang bekerja pada sebuah entitas atau perorangan atau bentuk – bentuk tempat pekerjaan lainnya untuk orang lain disebut sebagai karyawan. Setiap karyawan memaknai pekerjaan sesuai orientasi hidupnya masing – masing, yang dibagi menjadi orientasi pekerjaan, orientasi karir dan orientasi panggilan. Banyak peneliti juga menggambarkan bahwa adanya pekerjaan yang dilakukan dapat bermanfaat bagi karyawan itu sendiri dan juga organisasi tempatnya bekerja atau sebagai orientasi yang dimiliki individu terhadap pekerjaannya dan memiliki pengaruh untuk individu, grup, dan organisasi. Banyak pula seseorang melakukan suatu pekerjaan karena memiliki orientasi yang tinggi pada perusahaan dengan rasa loyalitas yang tinggi mengabdi kepada perusahaan untuk memberikan kontribusi serta berkembang untuk mengupgrade skill yang berguna baik bagi karyawan sendiri maupun 3 perusahaan. Karena rasa yang ikhlas untuk bekerja demi memenuhi tujuan hidup sudah sepatutnya ditanamkan dalam diri seorang karyawan agar tidak merasa terbebani dan terpaksa dalam melakukan sebuah pekerjaan. Dengan begitu karyawan akan melakukan pekerjaan secara sukarela sehingga bisa melakukan pekerjaan secara maksimal dan mendapatkan suatu prestasi yang membanggakan bagi karyawan maupun perusahaan. 2. Etos Kerja Ethos yang berasal dari Bahasa Yunani artinya sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Dalam Islam, kata “amal” bertebaran dalam al-Qur’an. Etos kerja menjadi hal kunci yang cukup mendapat banyak perhatian. Tak hanya kerja untuk kehidupan akhirat kelak, tapi juga kerja untuk keberlangsungan hidup di dunia. Islam melarang umatnya berpangku tangan atau menunggu belas Etos Kerja. Dalam Perspektif Islam kasihan orang. Sebaliknya, agama samawi ini menekankan pentingnya kerja keras dan profesionalitas. Etos kerja Islam menekankan kreatifitas kerja sebagai sumber kebahagiaan dan kesempurnaan dalam hidup. Pada hakekatnya, seorang manusia bekerja untuk mencapai falah (kesuksesan,kemuliaan,atau kemenangan). Selain itu, etos kerja Islam menuntut kejujuran, kabaikan, kebenaran, rasa malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat dan kesederhanaan (qana’ah dan zuhud). Islam memandang bahwa bekerja merupakan satu kewajiban bagi setiap insan. Karena dengan bekerja, seseorang akan memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga keluarganya serta dapat memberikan maslahat bagi masyarakat di sekitarnya. Etos Kerja merupakan seperangkat perilaku positif dan fondasi yang mencakup motivasi yang menggerakkan mereka, karakteristik utama, spririt dasar, pikiran dasar, kode etik,kode moral,kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi, keyakinan-keyakinan, perinsip-prinsip dan standar-standar (Sukmawati, 2020). Dalam melaksanakan pekerjaannya, para pegawai harus memiliki Etos kerja yang tinggi atau memiliki perilaku yang positif, agar mampu menghasilkan kinerja yang baik. Namun perlu disadari bahwa individu-individu 4 dalam suatu organisasi memiliki sikap, nilai-nilai, norma-norma perilaku dan harapan-harapan yang berbeda-beda terhadap apa yang dapat diberikan oleh organisasi di tempat mereka bekerja. Etos kerja memiliki beberapa karakter yang menjadi identitas dari etos kerja itu sendiri. Tiga karakter utama dari etos kerja, menurut Priansa (2018) yaitu: 1. Keahlian Interpersonal Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan kemampuan pegawai untuk menjalin hubungan kerja dengan orang lain atau bagaimana pegawai berhubungan dengan pegawai lain yang ada di dalam organisasi maupun pegawai yang ada diluar organisasi. Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara, penampilan dan perilaku yang digunakan pegawai pada saaat disekitar orang lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal pegawai meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya hubungan interpersonal yang baik dan dapat memberikan konstribusi dalam kinerja pegawai, dimana kerjasama merupakan unsur sangat penting. Terdapat tujuh belas sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal pegawai, yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama,menolong, disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatifkerja keras, rendah hati,emosi yang stabil dan keras dalam kemauan. 2. Inisiatif Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi pegawai agar terdoronguntuk lebih meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung merasa puas dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering dihbungkan dengan iklim kerja yang terbentuk di dalam lingkungan pekerjaan yang ada di dalam organisasi. Terdapat enam belas sifat yang dapatmenggambarkan inisiatif yang berkenan dengan pegawai, yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif, antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri maupun beradaptasi, gigih, dan teratur. 3. Dapat diandalkan 5 Dapat diandalakan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan terhadap kinerja pegawai dan merupakan suatu perjanjian implisit pegawai untuk melakukan beberapa fungsi pekerjaan. Pegawai diharapkan dapat memuasakan harapan minimum organisasi, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan salah satu hal yang sangat diingat oleh pihak organisasi terhadap pegawainya. Terdapat tujuh sifat yang dapat menggambarkanseorang pegawai yang dapat diandalkan, yaitu: petunjuk, mematuhi peraturan, dapat diandalkan, dapat dipercaya, berhati hati, jujur dan tepat waktu. 3. Prinsip Bekerja Menurut Islam Seorang pekerja atau pengusaha muslim dalam melakukan berbagai aktivitas usaha harus selalu bersandar dan berpegang teguh pada dasar dan prinsip berikut ini (Umiyarzi, 2021): a. Seorang muslim harus bekerja dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Karena dalam kacamata syariat, bekerja hanyalah untuk menegakkan ibadah kepada Allah SWT agar terhindar dari hal-hal yang diharamkan dan dalam rangka memelihara diri dari sifat-sifat yang tidak baik, seperti meminta-minta atau menjadi beban orang lain (Aravik & Hamzani, 2021). Bekerja juga bisa menjadi sarana untuk berbuat baik kepada orang lain dengan cara ikut andil membangun umat di masa sekarang dan masa yang akan datang, serta melepaskan umat dari belenggu ketergantungan kepada ummat lain dan jeratan transaksi haram. b. Seorang muslim dalam usaha harus berhias diri dengan akhlak mulia, seperti: sikap jujur, amanah, menepati janji, menunaikan hutang dan membayar hutang dengan baik, memberi kelonggaran orang yang sedang mengalami kesulitan membayar hutang, menghindari sikap menangguhkan pembayaran hutang, tamak, menipu, kolusi, melakukan pungli (pungutan liar), menyuap dan memanipulasi atau yang sejenisnya. c. Seorang muslim harus bekerja dalam hal-hal yang baik dan usaha yang halal. Sehingga dalam pandangan seorang pekerja dan pengusaha muslim, tidak akan sama antara proyek dunia dengan proyek akhirat. 6 Baginya tidak akan sama antara yang baik dan yang buruk atau antara yang halal dan haram, meskipun hal yang buruk itu menarik hati dan menggiurkan karena besarnya keuntungan materi yang didapat. Ia akan selalu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, bahkan hanya berusaha mencari rizki sebatas yang dibolehkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya d. Seorang muslim dalam bekerja harus menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan, baik yang terkait dengan hak-hak Allah SWT (seperti zakat) atau yang terkait dengan hak-hak manusia (seperti memenuhi pembayaran hutang atau memelihara perjanjian usaha dan sejenisnya). Karena menunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu merupakan suatu bentuk kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah dan melanggar perjanjian bukanlah akhlak seorang muslim, hal itu merupakan kebiasaan orang-orang munafik. e. Seorang muslim harus menghindari transaksi riba atau berbagai bentuk usaha haram lainnya yang menggiring ke arahnya. Karena dosa riba sangat berat dan harta riba tidak berkah, bahkan hanya akan mendatangkan kutukan dari Allah SWT dan Rasul-Nya, baik di dunia maupun akherat f. Seorang pekerja muslim tidak memakan harta orang lain dengan cara haram dan bathil, karena kehormatan harta seseorang seperti kehormatan darahnya. Harta seorang muslim haram untuk diambil kecuali dengan kerelaan hatinya dan adanya sebab syar’i untuk mengambilnya, seperti upah kerja, laba usaha, jual beli, hibbah, warisan, hadiah dan yang semisalnya g. Seorang pengusaha atau pekerja muslim harus menghindari segala bentuk sikap maupun tindakan yang bisa merugikan orang lain. Ia juga harus bisa menjadi mitra yang handal sekaligus kompetitor yang bermoral, yang selalu mengedepankan kaidah. h. Seorang pengusaha dan pekerja muslim harus berpegang teguh pada aturan syari’at dan bimbingan Islam agar terhindar dari pelanggaran dan penyimpangan yang mendatangkan saksi hukum dan cacat moral. i. Seorang muslim dalam bekerja dan berusaha harus bersikap loyal kepada kaum mukminin dan menjadikan ukhuwah di atas kepentingan, 7 sehingga bisnis tidak menjadi sarana untuk menciptakan ketegangan dan permusuhan sesama kaum muslimin. Dan ketika berbisnis jangan berbicara sosial, sementara ketika bersosial jangan berbicara bisnis, karena berakibat munculnya sikap tidak ikhlas dalam beramal dan berinfak 4. Ciri-Ciri Etos Kerja Islami Ada beberapa ciri etos kerja dalam pandangan Islam, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kecanduan Terhadap Waktu Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Waktu merupakan deposito paling yang dianugerahkan Allah SWT secara gratis dan merata kepada setiap orang. 2. Memiliki Moralitas yang Bersih (Ikhlas) Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja Islami itu adalah nilai keikhlasan. Ikhlas yang terambil dari bahasa arab mempunyai arti: bersih, murni (tidak terkontaminasi). Kata ikhlas dapat disejajarkan dengan sincere (bahasa latin sincerus: pure) yang berarti suasana atau ungkapan tentang apa yang benar yang keluar dari hati nuraninya yang paling dalam. 3. Memiliki Kejujuran Imam al-Qusairi mengatakan bahwa kata shadiq „orang yang jujur‟ berasal dari kata shidq „kejujuraan‟. Kata shiddiq adalah bentuk penekanan (mubalaqhah) dari shadiq dan berarti orang yang didominasi kejujuran. Dengan demikian, di dalam jiwa seorang yang jujur itu terdapat komponen nilai ruhani yang 20 memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji (morally upright). 4. Memiliki Komitmen Yang dimaksud dengan commitment (dari bahasa latin: committere, to connect, entrust—the state of being obligated or emotionally impelled) adalah keyakinan yang mengikat (aqad) sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya (i’tiqad). 5. Istiqomah (kuat pendirian) 8 Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten (dari bahasa Latin consistere; harmony of conduct or practice with profession; ability to be asserted together without contradiction), yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. 6. Memiliki Kedispilinan Sikap berdisiplin (Latin: disciple, discipulus, mengikuti dengan taat), yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan. Pribadi yang berdisiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaan serta penuh tanggungjawab memenuhi kewajibannya. 7. Konsekuen dan Berani Menghadapi Tantangan Orang yang konsekuen mempunyai kemampuan untuk melakukan pengendalian dan mengelola emosinya menjadi daya penggerak positif untuk tetap semangat menapaki keyakinannya. 8. Memiliki Sikap Percaya Diri Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian dan tegas dalam bersikap. Berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus membawa konsekuensi berupa tantangan dan penolakan 9. Memiliki Kreatifitas Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau gagasan baru dan asli, sehingga hasil kinerja dapat dilaksanakan secara efisien, tetapi efektif. Seorang yang kreatif pun bekerja dengan informasi, data, dan mengolahnya sedemikian rupa sehingga memberikan hasil atau manfaat yang besar. 10. Memiliki Tanggung Jawab Dapat didefinisikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah; dengan penuh rasa cinta, ia ingin menunaikannya dengan bentuk pilihan-pilihan yang melahirkan amal prestatif 11. Memiliki Rasa Bahagia Karena Melayani Melayani dengan cinta, bukan karena tugas atau pengaruh dari luar, melainkan benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam 9 bahwa aku bahagia karena melayani. Melayani atau melong seseorang merupakan bentuk kesadaran dan kepedulian terhadap nilai kemanusiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan merupakan investasi yang kelak akan dipetik keuntungannya, tidak hanya di ahkirat, tetapi didunia pun mereka sudah merasakannya. 12. Memiliki Harga Diri Harga diri yaitu penilaian menyeluruh mengenai diri sendiri, bagaimana ia menyukai pribadinya, harga diri memengaruhi kreativitasnya, dan bahkan apakah ia akan menjadi seseorang pemimpin atau pengikut. 13. Memiliki Jiwa Kepemimpinan Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran (role) sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya. Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai personalitas yang tinggi. Dia larut dalam keyakinannya, tetapi tidak segan menerima kritik, bahkan mengikuti apa yang terbaik. Karena, sebagai seorang pemimpin dia sudah dilatih untuk berfikir kritis analitis karena dia sadar bahwa seluruh hidupnya akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah 14. Memiliki Orientasi ke Masa Depan Kehidupan seorang muslim tidak hanya menjalani hidup secara apa adanya. Tetapi benar-benar mempunyai rencana, terarah, dan memiliki tujuan yang jelas ke depannya. 15. Memiliki Jiwa Wirasasta Memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi, yaitu kesadaran dan kemampuan yang sangat mendalam untuk melihat segala fenomena yang ada di sekitarnya, merenung, dan kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan realistis. 16. Memiiki Semangat Kecanduan Belajar Sikap orang berilmu adalah cara dirinya berhadapan dengan lingkungan. Kritis dan mampu melakukan analisis yang tajam terhadap segala fenomena yang berada di sekitarnya, sehingga dia tidak mudah 10 terkecoh atau terjebak oleh gejala-gejala yang tidak didukung oleh persyaratan yang tepat dan benar serta proporsional. 17. Memiliki Semangat Perantauan Salah satu ciri pribadi muslim yang memiliki etos kerja adalah suatu dorongan untuk melakukan perantauan. Jiwa perantauannya mengantarkan dirinya untuk mampu mandiri, menyesuaikan diri, dan pandai menyimak dan menimbang budaya orang lain. 18. Memperhatikan Kesehatan Etos kerja pribadi muslim adalah etos yang sangat erat kaitannya dengan cara dirinya memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya. 19. Tangguh dan Pantang Menyerah Sikap tangguh akan tumbuh sebagai bagian dari kepribadian diri kita, seandainya kita mampu dan gemar hidup dalam tantangan. 20. Semangat Melakukan Perubahan Pribadi yang memiliki etos kerja sangat sadar bahwa tidak akan ada satu makhluk pun di muka bumi ini yang mampu mengubah dirinya kecuali dirinya sendiri. 5. Tujuan Etos Kerja Islami Tujuan dalam kerja sebenarnya tidak lepas dari latar belakang yang menjadi motivasi seseorang dalam bekerja. Hal penting yang senantiasa melatar belakangi seseorang dalam mencapai tujuan dalam bekerja adalah faktor kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan manusia terdiri atas dua macam kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan material dan kebutuhan spiritual. Kebutuahan spiritual sangat penting peranannya dalam memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan material. Dari paparan tersebut patutlah disepakati bahwa bekerja yang benar mempunyai tujuan ganda yaitu ukhrawi yaitu ingin mendapat pahala mencari keridlaan Allah Swt, karena bernilai ibadah dan duniawi dalam arti ingin mendapat imbalan materi materi berupa uang atau gaji, guna mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Namun perlu diperhatikan bahwa tujuan bersifat material berarti imbalan upah, gaji yang setimpal, terkadang disalah artikan dengan memperoleh imbalan sebanyak-banyaknya yang ujungujungnya hanya dipakai untuk bersenang-senang (hedonisme) serta pamer 11 pada sesama dalam kedudukan sosial, yang pada akhirnya menghalalkan bergai cara, seperti menipu, korupsi dan lain-lain. 6. Etika Kerja Islam Setiap melakukan pekerjaan, aspek etika merupakan hal mendasar yang harus selalu diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik, didasari iman dan taqwa, sikap baik budi, jujur dan amanah, kuat, kesesuaian upah, tidak menipu, tidak merampas, tidak mengabaikan sesuatu, tidak semena-mena (proporsional), ahli dan professional, serta tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum Allah atau syariat Islam dengan cara: A. Melakukan Pekerjaan dengan Baik Allah memerintahkan umatnya agar melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan sungguh-sungguh. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman: "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mu'minuun [23]: 51). Selain itu, dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas, Rasulullah saw melakukannya secara selektif, di antaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak mereka agar tekun dalam menunaikan pekerjaan B. Taqwa dalam Melakukan Pekerjaan Al-Qur’an banyak sekali mengajarkan kita agar taqwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. "Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal." (QS. AlBaqarah [2]: 197). Kerja mempunyai etika yang harus selalu diikutsertakandidalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Etika bekerja yang disertai dengan ketaqwaan merupakan tuntunan Islam C. Adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, tidak menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semena-mena. 12 Pekerja harus memiliki komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan kewajiban-kewajiban Allah, seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu, mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu tradisi kerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip agama. Cara seperti ini mempunyai dasar yang kuat dalam ajaran Islam. Akhlak Islam tidak tergantung pada manusia bekerja atau tidak bekerja, namun akhlah Islam lahir dari aqidah Islam, konsisten pada ajaran-ajaran Islam serta bertalian dengan halal dan haram D. Adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikapsikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal perbuatannya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksaan di dunia. Allah SWT berfirman: "Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik," (QS. Al- Kahfi [18]: 2). E. Berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan. F. Dilarang memaksakan (memforsir) seseorang, alat-alat produksi, atau binatang dalam bekerja Semua harus dipekerjakan secara proporsional dan wajar, misalnya tidak boleh mempekerjakan buruh atau hewan secara zhalim. Termasuk didalamnya penggunaan alat-alat produksi secara terus menerus. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas dirimu." Demikian pula terhadap alat-alat produksi, agar tidak dipergunakan secara terus menerus tanpa ada waktu istirahat, guna mengurangi kerusakan yang terlalu cepat, apalagi jika alat-alat tersebut milik umum. G. Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah 13 Dalam bekerja tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti memeras bahan & bahan minuman keras, sebagai pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks komersial (PSK), pengedar narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan seperti membunuh orang dan sebagainya. H. Kuat dan dapat dipercaya (jujur) dalam bekerja. Baik pekerja pemerintah, swasta, bekerja pada diri sendiri, ataukah di umara, para hakim, para wali rakyat, maupun para pekerja biasa, mereka adalah orang-orang yang disebut "pegawai tetap". Begitupun kelompok pekerja lain, seperti tukang sepatu, penjahit, dan lainnya ; atau para pedagang barang-barang seperti beras; atau para petani, mereka juga harus dapat dipercaya dan kuat, khususnya mereka mandiri dalam kategori terakhir I. Bekerja secara profesional (ahli). Aspek profesionalisme ini amat penting bagi seorang pekerja. Maksudnya adalah kemampuan untuk memahami dan melaksankan pekerjaan sesuai dengan prinsipnya (keahlian). Pekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh sifat-sifat amanah, kuat, berakhlaq dan bertakwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar pekerjaannnya KESIMPULAN Etos kerja merupakan ekspresi pandangan hidup yang berlandaskan nilainilai Tuhan (Ilahiya). Selain itu, etos kerja dikaitkan dengan pencapaiankesuksesan materi. Untuk mencapai etos kerja yang baik, ada konteks yangmendasari keinginan untuk mencapainya secara maksimal. Artinya, karenaadanya keinginan untuk mendapatkan pahala dengan mencari keridhaan Allah SWT sehingga layak disembah dan hal-hal duniawi. Ada orang yang inginmenerima imbalan materi berupa uang atau gaji untuk menunjang biaya hidupkeluarganya. Namun tujuan materi berarti imbalan berupa upah, gaji yang wajar,dan terkadang disalahartikan sebagai mendapatkan imbalan setinggitingginya,yang pada akhirnya hanya untuk bersenang-senang. (Hedonisme). Islam memandang perwujudan etos kerja ini seimbang. Islammenekankan prinsip keseimbangan, wawasan tentang keselarasan dankeselarasan antara kehidupan 14 sehari-hari dan duniawi, antara materi danspiritual, antara materi dan spiritual, antara bekerja dan beribadah untukmemenuhi kebutuhan keluarga. Artinya, tidak hanya sukses hidup di dunia saja,tapi juga tidak melalaikan akhirat DAFTAR PUSTAKA Referen ces Priansa, D. (2018). Perencanaan dan Pengembangan SDM. Bandung : Alfabeta. Sukmawati, D. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi, Pelatihan, Etos Kerja dan Karakteristik Individu terhadap Kinerja Karyawan. Dimensi. Umiyarzi, E. (2021). Motivasi Kerja Dalam Perspektif Islam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis. Wiltshire, A. H. (2016). The Meanings of Work in a Public Work Scheme in South Africa. International Journal of Sociology and Social Policy, 119-135. Zamzam, F., & Aravik, H. (2020). Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: Deepublish. 15