TUGAS ESSAY AGAMA
“ETOS KERJA MUSLIM DALAM MERAIH PRESTASI”
Dosen Pengampuh:
Safari Hasan, S. IP., MMRS
Disusun Oleh:
Nabilla Putri Ramayanti (10223096)
PENDAHULUAN
Agama islam bagi umat manusia merupakan sebagai khalifatullah fil ardh
(god vicegerent en erth) yang berarti sebagai agama yang dapat berfungsi untuk
menjawab persoalan manusia secara keseluruhan. Di dalam islam juga
menempatkan budaya kerja sebagai pedoman untuk pembangunan umat manusia
menjadi umat yang lebih tangguh dengan menjadikan agama islam sebagai pokok
kajian sehingga dapat menjadi salah satu kebiasaan dan budaya khas dalam
masyarakat. Etos kerja merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam konteks Islam, etos kerja
muslim memiliki dimensi yang lebih luas dan mendalam karena tidak hanya
berkaitan deng an aspek duniawi tetapi juga aspek spiritual. Etos kerja dalam Islam
didasarkan pada ajaran Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW yang
menekankan pentingnya bekerja keras, jujur, dan bertanggung jawab sebagai
bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT.
Etos kerja muslim mencakup beberapa nilai utama, yaitu:
1. Kejujuran dan Integritas: Seorang muslim harus selalu jujur dalam setiap
aspek pekerjaannya, menghindari penipuan dan kecurangan. Kejujuran
adalah salah satu nilai yang sangat ditekankan dalam Islam, sebagaimana
firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 42, "Dan janganlah kamu
campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui."
2. Kerja Keras dan Disiplin: Islam mengajarkan umatnya untuk bekerja keras
dan disiplin. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah
mencintai seseorang yang apabila bekerja, dia menyelesaikannya dengan
itqan (sempurna)." (HR. Thabrani).
3. Tanggung Jawab dan Amanah: Setiap pekerjaan adalah amanah yang
harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Allah berfirman dalam
Surah Al-Ahzab ayat 72, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh."
1
4. Keadilan dan Keseimbangan: Islam mengajarkan pentingnya keadilan
dalam bekerja, baik dalam hal upah, perlakuan terhadap rekan kerja,
maupun dalam menjalankan tugas. Selain itu, seorang muslim harus
mampu menyeimbangkan antara pekerjaan, ibadah, dan kehidupan
pribadi.
5. Motivasi Spiritual: Dalam Islam, bekerja bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada Allah
SWT. Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai
dengan ajaran Islam dianggap sebagai ibadah.
Pemahaman dan penerapan etos kerja muslim ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas kerja, produktivitas, dan prestasi umat Islam dalam
berbagai bidang kehidupan. Selain itu, dengan mengamalkan etos kerja yang baik,
seorang muslim dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan
mencerminkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh
alam).
Pada realitas kehidupan, masih banyak bangsa Indonesia khususnya umat
Islam yang bersikap malas, tidak disiplin, tidak mau kerja keras, dan bekerja
seenaknya. Hal ini didukung kenyataan berupa kebiasaan yang menyepelekan
waktu, maksudnya kalau mengerjakan sesuatu sering tidak tepat waktu atau
sering terlambat dan sebagainya. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia masih
memiliki sikap etos kerja yang rendah. Kenyataannya etos kerja merupakan faktor
penting dari adanya keberhasilan manusia, baik dalam komunitas kerja yang
terbatas maupun dalam lingkungan sosial yang lebih luas. Karyawan harus
memiliki etos kerja terhadap pekerjaanya sehingga produk yang dihasilkan
mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik yang dapat dilihat melalui prestasi
kerja yaitu berupa hasil dan produktivitas. Hal utama yang dituntut oleh perusahan
dari karyawannya adalah prestasi kerja karyawan yang sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Prestasi kerja karyawanakan membawa
dampak bagi karyawan bersangkutan maupun perusahaan tempat bekerja.
Prestasi kerja menjadi faktor terpenting dalam mengukur tingkat keefektifan
pelaksanaan tugas pokok dan tanggung jawab pegawai pada suatu organisasi
pemerintahan. Pentingnya mengukur tingkat prestasi kerja pegawai dikarenakan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan organisasi, perbaikan dalam
2
evaluasi kerja, keputusan dalam penempatan, penyesuaian kompensasi,
kebutuhan pelatihan dan pengembangan, serta perencanaan dan pengembangan
karir. Dengan begitu, untuk mewujudkan prestasi tersebut harus dilakukan dengan
etos kerja yang baik.
PEMBAHASAN
1. Pekerjaan
Menurut Wiltshire (2016), pekerjaan adalah suatu kegiatan sosial dimana
individu atau kelompoknya menempatkan upaya selama waktu dan ruang
tertentu, dan terkadang mengharapkan penghargaan moneter (atau dalam
bentuk lain), atau tanpa mengharapkan imbalan tetapi dengan rasa kewajiban
pada orang lain. Tujuan utama seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan
gaji, dengan sejarah di balik mengapa banyak tempat kerja fokus pada gaji
daripada insentif non moneter seperti membuat karyawan merasa terpenuhi
dengan bekerja, merasa terlibat, merasa bertanggung jawab, memenuhi
kebutuhan sosial, dan memandang bahwa pekerjaan mereka bermakna.
Makna kerja didefinisikan sebagai penghayatan dan pemahaman individu
pada sebuah pekerjaan dalam bentuk nilai-nilai yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan kebahagiaan hidup
Setiap orang dewasa atau orang yang merasa memiliki kebutuhan, maka
mereka akan melakukan sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan dasar
utama untuk memperoleh gaji atau penghasilan. Orang yang bekerja pada
sebuah entitas atau perorangan atau bentuk – bentuk tempat pekerjaan
lainnya untuk orang lain disebut sebagai karyawan. Setiap karyawan
memaknai pekerjaan sesuai orientasi hidupnya masing – masing, yang dibagi
menjadi orientasi pekerjaan, orientasi karir dan orientasi panggilan.
Banyak peneliti juga menggambarkan bahwa adanya pekerjaan yang
dilakukan dapat bermanfaat bagi karyawan itu sendiri dan juga organisasi
tempatnya bekerja atau sebagai orientasi yang dimiliki individu terhadap
pekerjaannya dan memiliki pengaruh untuk individu, grup, dan organisasi.
Banyak pula seseorang melakukan suatu pekerjaan karena memiliki orientasi
yang tinggi pada perusahaan dengan rasa loyalitas yang tinggi mengabdi
kepada perusahaan untuk memberikan kontribusi serta berkembang untuk
mengupgrade skill yang berguna baik bagi karyawan sendiri maupun
3
perusahaan. Karena rasa yang ikhlas untuk bekerja demi memenuhi tujuan
hidup sudah sepatutnya ditanamkan dalam diri seorang karyawan agar tidak
merasa terbebani dan terpaksa dalam melakukan sebuah pekerjaan. Dengan
begitu karyawan akan melakukan pekerjaan secara sukarela sehingga bisa
melakukan pekerjaan secara maksimal dan mendapatkan suatu prestasi yang
membanggakan bagi karyawan maupun perusahaan.
2. Etos Kerja
Ethos yang berasal dari Bahasa Yunani artinya sikap, kepribadian, watak,
karakter serta keyakinan atas sesuatu. Etos dibentuk oleh berbagai
kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Etos kerja
adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental
yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Dalam Islam,
kata “amal” bertebaran dalam al-Qur’an. Etos kerja menjadi hal kunci yang
cukup mendapat banyak perhatian. Tak hanya kerja untuk kehidupan akhirat
kelak, tapi juga kerja untuk keberlangsungan hidup di dunia. Islam melarang
umatnya berpangku tangan atau menunggu belas Etos Kerja.
Dalam Perspektif Islam kasihan orang. Sebaliknya, agama samawi ini
menekankan pentingnya kerja keras dan profesionalitas. Etos kerja Islam
menekankan
kreatifitas
kerja
sebagai
sumber
kebahagiaan
dan
kesempurnaan dalam hidup. Pada hakekatnya, seorang manusia bekerja
untuk mencapai falah (kesuksesan,kemuliaan,atau kemenangan). Selain itu,
etos kerja Islam menuntut kejujuran, kabaikan, kebenaran, rasa malu,
kesucian diri, kasih sayang, hemat dan kesederhanaan (qana’ah dan zuhud).
Islam memandang bahwa bekerja merupakan satu kewajiban bagi setiap
insan. Karena dengan bekerja, seseorang akan memperoleh penghasilan
yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga keluarganya serta
dapat memberikan maslahat bagi masyarakat di sekitarnya.
Etos Kerja merupakan seperangkat perilaku positif dan fondasi yang
mencakup motivasi yang menggerakkan mereka, karakteristik utama, spririt
dasar, pikiran dasar, kode etik,kode moral,kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi,
keyakinan-keyakinan, perinsip-prinsip dan standar-standar (Sukmawati,
2020). Dalam melaksanakan pekerjaannya, para pegawai harus memiliki Etos
kerja yang tinggi atau memiliki perilaku yang positif, agar mampu
menghasilkan kinerja yang baik. Namun perlu disadari bahwa individu-individu
4
dalam suatu organisasi memiliki sikap, nilai-nilai, norma-norma perilaku dan
harapan-harapan yang berbeda-beda terhadap apa yang dapat diberikan oleh
organisasi di tempat mereka bekerja.
Etos kerja memiliki beberapa karakter yang menjadi identitas dari etos
kerja itu sendiri. Tiga karakter utama dari etos kerja, menurut Priansa (2018)
yaitu:
1. Keahlian Interpersonal
Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan
kemampuan pegawai untuk menjalin hubungan kerja dengan orang lain
atau bagaimana pegawai berhubungan dengan pegawai lain yang ada
di dalam organisasi maupun pegawai yang ada diluar organisasi.
Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara, penampilan dan
perilaku yang digunakan pegawai pada saaat disekitar orang lain serta
mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal
pegawai meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi
terbentuknya hubungan interpersonal yang baik dan dapat memberikan
konstribusi dalam kinerja pegawai, dimana kerjasama merupakan
unsur sangat penting. Terdapat tujuh belas sifat yang dapat
menggambarkan keahlian interpersonal pegawai, yaitu: sopan,
bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama,menolong,
disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatifkerja keras, rendah
hati,emosi yang stabil dan keras dalam kemauan.
2. Inisiatif
Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi pegawai
agar terdoronguntuk lebih meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung
merasa puas dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering dihbungkan
dengan iklim kerja yang terbentuk di dalam lingkungan pekerjaan yang
ada
di
dalam
organisasi.
Terdapat
enam
belas
sifat
yang
dapatmenggambarkan inisiatif yang berkenan dengan pegawai, yaitu:
cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif,
antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri maupun
beradaptasi, gigih, dan teratur.
3. Dapat diandalkan
5
Dapat diandalakan adalah aspek yang berhubungan dengan
adanya harapan terhadap kinerja pegawai dan merupakan suatu
perjanjian implisit pegawai untuk melakukan beberapa fungsi
pekerjaan. Pegawai diharapkan dapat memuasakan harapan minimum
organisasi, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga melakukan
pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan salah satu hal
yang sangat diingat oleh pihak organisasi terhadap pegawainya.
Terdapat tujuh sifat yang dapat menggambarkanseorang pegawai yang
dapat diandalkan, yaitu: petunjuk, mematuhi peraturan, dapat
diandalkan, dapat dipercaya, berhati hati, jujur dan tepat waktu.
3. Prinsip Bekerja Menurut Islam
Seorang pekerja atau pengusaha muslim dalam melakukan berbagai
aktivitas usaha harus selalu bersandar dan berpegang teguh pada dasar dan
prinsip berikut ini (Umiyarzi, 2021):
a. Seorang muslim harus bekerja dengan niat yang ikhlas karena Allah
SWT. Karena dalam kacamata syariat, bekerja hanyalah untuk
menegakkan ibadah kepada Allah SWT agar terhindar dari hal-hal yang
diharamkan dan dalam rangka memelihara diri dari sifat-sifat yang tidak
baik, seperti meminta-minta atau menjadi beban orang lain (Aravik &
Hamzani, 2021). Bekerja juga bisa menjadi sarana untuk berbuat baik
kepada orang lain dengan cara ikut andil membangun umat di masa
sekarang dan masa yang akan datang, serta melepaskan umat dari
belenggu ketergantungan kepada ummat lain dan jeratan transaksi
haram.
b. Seorang muslim dalam usaha harus berhias diri dengan akhlak mulia,
seperti: sikap jujur, amanah, menepati janji, menunaikan hutang dan
membayar hutang dengan baik, memberi kelonggaran orang yang
sedang mengalami kesulitan membayar hutang, menghindari sikap
menangguhkan
pembayaran
hutang,
tamak,
menipu,
kolusi,
melakukan pungli (pungutan liar), menyuap dan memanipulasi atau
yang sejenisnya.
c. Seorang muslim harus bekerja dalam hal-hal yang baik dan usaha yang
halal. Sehingga dalam pandangan seorang pekerja dan pengusaha
muslim, tidak akan sama antara proyek dunia dengan proyek akhirat.
6
Baginya tidak akan sama antara yang baik dan yang buruk atau antara
yang halal dan haram, meskipun hal yang buruk itu menarik hati dan
menggiurkan karena besarnya keuntungan materi yang didapat. Ia
akan selalu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram,
bahkan hanya berusaha mencari rizki sebatas yang dibolehkan oleh
Allah SWT dan Rasul-Nya
d. Seorang muslim dalam bekerja harus menunaikan hak-hak yang harus
ditunaikan, baik yang terkait dengan hak-hak Allah SWT (seperti zakat)
atau yang terkait dengan hak-hak manusia (seperti memenuhi
pembayaran
hutang
atau
memelihara
perjanjian
usaha
dan
sejenisnya). Karena menunda pembayaran hutang bagi orang yang
mampu merupakan suatu bentuk kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah
dan melanggar perjanjian bukanlah akhlak seorang muslim, hal itu
merupakan kebiasaan orang-orang munafik.
e. Seorang muslim harus menghindari transaksi riba atau berbagai bentuk
usaha haram lainnya yang menggiring ke arahnya. Karena dosa riba
sangat berat dan harta riba tidak berkah, bahkan hanya akan
mendatangkan kutukan dari Allah SWT dan Rasul-Nya, baik di dunia
maupun akherat
f.
Seorang pekerja muslim tidak memakan harta orang lain dengan cara
haram dan bathil, karena kehormatan harta seseorang seperti
kehormatan darahnya. Harta seorang muslim haram untuk diambil
kecuali dengan kerelaan hatinya dan adanya sebab syar’i untuk
mengambilnya, seperti upah kerja, laba usaha, jual beli, hibbah,
warisan, hadiah dan yang semisalnya
g. Seorang pengusaha atau pekerja muslim harus menghindari segala
bentuk sikap maupun tindakan yang bisa merugikan orang lain. Ia juga
harus bisa menjadi mitra yang handal sekaligus kompetitor yang
bermoral, yang selalu mengedepankan kaidah.
h. Seorang pengusaha dan pekerja muslim harus berpegang teguh pada
aturan syari’at dan bimbingan Islam agar terhindar dari pelanggaran
dan penyimpangan yang mendatangkan saksi hukum dan cacat moral.
i.
Seorang muslim dalam bekerja dan berusaha harus bersikap loyal
kepada kaum mukminin dan menjadikan ukhuwah di atas kepentingan,
7
sehingga bisnis tidak menjadi sarana untuk menciptakan ketegangan
dan permusuhan sesama kaum muslimin. Dan ketika berbisnis jangan
berbicara sosial, sementara ketika bersosial jangan berbicara bisnis,
karena berakibat munculnya sikap tidak ikhlas dalam beramal dan
berinfak
4. Ciri-Ciri Etos Kerja Islami
Ada beberapa ciri etos kerja dalam pandangan Islam, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Kecanduan Terhadap Waktu
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara
seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya
waktu. Waktu merupakan deposito paling yang dianugerahkan Allah SWT
secara gratis dan merata kepada setiap orang.
2. Memiliki Moralitas yang Bersih (Ikhlas)
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya
kerja Islami itu adalah nilai keikhlasan. Ikhlas yang terambil dari bahasa
arab mempunyai arti: bersih, murni (tidak terkontaminasi). Kata ikhlas
dapat disejajarkan dengan sincere (bahasa latin sincerus: pure) yang
berarti suasana atau ungkapan tentang apa yang benar yang keluar dari
hati nuraninya yang paling dalam.
3. Memiliki Kejujuran
Imam al-Qusairi mengatakan bahwa kata shadiq „orang yang jujur‟
berasal dari kata shidq „kejujuraan‟. Kata shiddiq adalah bentuk
penekanan (mubalaqhah) dari shadiq dan berarti orang yang didominasi
kejujuran. Dengan demikian, di dalam jiwa seorang yang jujur itu terdapat
komponen nilai ruhani yang 20 memantulkan berbagai sikap yang
berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji (morally upright).
4. Memiliki Komitmen
Yang dimaksud dengan commitment (dari bahasa latin: committere,
to connect, entrust—the state of being obligated or emotionally impelled)
adalah keyakinan yang mengikat (aqad) sedemikian kukuhnya sehingga
membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan
perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya (i’tiqad).
5. Istiqomah (kuat pendirian)
8
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap
konsisten (dari bahasa Latin consistere; harmony of conduct or practice
with profession; ability to be asserted together without contradiction), yaitu
kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan
mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus
berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya.
6. Memiliki Kedispilinan
Sikap berdisiplin (Latin: disciple, discipulus, mengikuti dengan taat),
yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat
walaupun dalam situasi yang sangat menekan. Pribadi yang berdisiplin
sangat
berhati-hati
dalam
mengelola
pekerjaan
serta
penuh
tanggungjawab memenuhi kewajibannya.
7. Konsekuen dan Berani Menghadapi Tantangan
Orang yang konsekuen mempunyai kemampuan untuk melakukan
pengendalian dan mengelola emosinya menjadi daya penggerak positif
untuk tetap semangat menapaki keyakinannya.
8. Memiliki Sikap Percaya Diri
Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian dan tegas dalam
bersikap. Berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus
membawa konsekuensi berupa tantangan dan penolakan
9. Memiliki Kreatifitas
Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau
gagasan baru dan asli, sehingga hasil kinerja dapat dilaksanakan secara
efisien, tetapi efektif. Seorang yang kreatif pun bekerja dengan informasi,
data, dan mengolahnya sedemikian rupa sehingga memberikan hasil atau
manfaat yang besar.
10. Memiliki Tanggung Jawab
Dapat didefinisikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam
menerima sesuatu sebagai amanah; dengan penuh rasa cinta, ia ingin
menunaikannya dengan bentuk pilihan-pilihan yang melahirkan amal
prestatif
11. Memiliki Rasa Bahagia Karena Melayani
Melayani dengan cinta, bukan karena tugas atau pengaruh dari
luar, melainkan benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam
9
bahwa aku bahagia karena melayani. Melayani atau melong seseorang
merupakan
bentuk
kesadaran
dan
kepedulian
terhadap
nilai
kemanusiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan merupakan investasi
yang kelak akan dipetik keuntungannya, tidak hanya di ahkirat, tetapi
didunia pun mereka sudah merasakannya.
12. Memiliki Harga Diri
Harga diri yaitu penilaian menyeluruh mengenai diri sendiri,
bagaimana
ia
menyukai
pribadinya,
harga
diri
memengaruhi
kreativitasnya, dan bahkan apakah ia akan menjadi seseorang pemimpin
atau pengikut.
13. Memiliki Jiwa Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan
sekaligus
memainkan
peran
(role)
sehingga
kehadiran
dirinya
memberikan pengaruh pada lingkungannya. Seorang pemimpin adalah
seorang yang mempunyai personalitas yang tinggi. Dia larut dalam
keyakinannya, tetapi tidak segan menerima kritik, bahkan mengikuti apa
yang terbaik. Karena, sebagai seorang pemimpin dia sudah dilatih untuk
berfikir kritis analitis karena dia sadar bahwa seluruh hidupnya akan
dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah
14. Memiliki Orientasi ke Masa Depan
Kehidupan seorang muslim tidak hanya menjalani hidup secara apa
adanya. Tetapi benar-benar mempunyai rencana, terarah, dan memiliki
tujuan yang jelas ke depannya.
15. Memiliki Jiwa Wirasasta
Memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi, yaitu kesadaran dan
kemampuan yang sangat mendalam untuk melihat segala fenomena yang
ada di sekitarnya, merenung, dan kemudian bergelora semangatnya untuk
mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan
realistis.
16. Memiiki Semangat Kecanduan Belajar
Sikap orang berilmu adalah cara dirinya berhadapan dengan
lingkungan. Kritis dan mampu melakukan analisis yang tajam terhadap
segala fenomena yang berada di sekitarnya, sehingga dia tidak mudah
10
terkecoh atau terjebak oleh gejala-gejala yang tidak didukung oleh
persyaratan yang tepat dan benar serta proporsional.
17. Memiliki Semangat Perantauan
Salah satu ciri pribadi muslim yang memiliki etos kerja adalah suatu
dorongan
untuk
melakukan
perantauan.
Jiwa
perantauannya
mengantarkan dirinya untuk mampu mandiri, menyesuaikan diri, dan
pandai menyimak dan menimbang budaya orang lain.
18. Memperhatikan Kesehatan
Etos kerja pribadi muslim adalah etos yang sangat erat kaitannya
dengan cara dirinya memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya.
19. Tangguh dan Pantang Menyerah
Sikap tangguh akan tumbuh sebagai bagian dari kepribadian diri
kita, seandainya kita mampu dan gemar hidup dalam tantangan.
20. Semangat Melakukan Perubahan
Pribadi yang memiliki etos kerja sangat sadar bahwa tidak akan ada
satu makhluk pun di muka bumi ini yang mampu mengubah dirinya kecuali
dirinya sendiri.
5. Tujuan Etos Kerja Islami
Tujuan dalam kerja sebenarnya tidak lepas dari latar belakang yang
menjadi motivasi seseorang dalam bekerja. Hal penting yang senantiasa
melatar belakangi seseorang dalam mencapai tujuan dalam bekerja adalah
faktor kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan manusia terdiri atas dua macam
kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan material dan kebutuhan spiritual.
Kebutuahan spiritual sangat penting peranannya dalam memotivasi
seseorang untuk melakukan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan material.
Dari paparan tersebut patutlah disepakati bahwa bekerja yang benar
mempunyai tujuan ganda yaitu ukhrawi yaitu ingin mendapat pahala mencari
keridlaan Allah Swt, karena bernilai ibadah dan duniawi dalam arti ingin
mendapat imbalan materi materi berupa uang atau gaji, guna mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya. Namun perlu diperhatikan bahwa tujuan
bersifat material berarti imbalan upah, gaji yang setimpal, terkadang disalah
artikan dengan memperoleh imbalan sebanyak-banyaknya yang ujungujungnya hanya dipakai untuk bersenang-senang (hedonisme) serta pamer
11
pada sesama dalam kedudukan sosial, yang pada akhirnya menghalalkan
bergai cara, seperti menipu, korupsi dan lain-lain.
6. Etika Kerja Islam
Setiap melakukan pekerjaan, aspek etika merupakan hal mendasar yang
harus selalu diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik, didasari iman dan
taqwa, sikap baik budi, jujur dan amanah, kuat, kesesuaian upah, tidak
menipu, tidak merampas, tidak mengabaikan sesuatu, tidak semena-mena
(proporsional), ahli dan professional, serta tidak melakukan pekerjaan yang
bertentangan dengan hukum Allah atau syariat Islam dengan cara:
A. Melakukan Pekerjaan dengan Baik
Allah memerintahkan umatnya agar melakukan suatu pekerjaan
dengan baik dan sungguh-sungguh. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT
berfirman: "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik,
dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mu'minuun [23]: 51).
Selain itu, dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas,
Rasulullah saw melakukannya secara selektif, di antaranya dilihat dari
segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu
mengajak mereka agar tekun dalam menunaikan pekerjaan
B. Taqwa dalam Melakukan Pekerjaan
Al-Qur’an banyak sekali mengajarkan kita agar taqwa dalam setiap
perkara dan pekerjaan. "Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal." (QS. AlBaqarah [2]: 197). Kerja mempunyai etika yang harus
selalu diikutsertakandidalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti
adanya iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para
pekerja dapat meningkatkan tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka
lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan,
karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah
SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Etika bekerja yang disertai
dengan ketaqwaan merupakan tuntunan Islam
C. Adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, tidak
menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semena-mena.
12
Pekerja harus memiliki komitmen terhadap agamanya, memiliki
motivasi untuk menjalankan kewajiban-kewajiban Allah, seperti
bersungguh-sungguh
dalam
bekerja
dan
selalu
memperbaiki
muamalahnya. Disamping itu, mereka harus mengembangkan etika
yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu
tradisi kerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip agama. Cara seperti
ini mempunyai dasar yang kuat dalam ajaran Islam. Akhlak Islam tidak
tergantung pada manusia bekerja atau tidak bekerja, namun akhlah
Islam lahir dari aqidah Islam, konsisten pada ajaran-ajaran Islam serta
bertalian dengan halal dan haram
D. Adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi
tanggung jawabnya
Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah.
Kesadaran ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikapsikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam
kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal perbuatannya
secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau
siksaan di dunia. Allah SWT berfirman: "Sebagai bimbingan yang lurus,
untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang
mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan
yang baik," (QS. Al- Kahfi [18]: 2).
E. Berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
F. Dilarang memaksakan (memforsir) seseorang, alat-alat produksi, atau
binatang dalam bekerja
Semua harus dipekerjakan secara proporsional dan wajar,
misalnya tidak boleh mempekerjakan buruh atau hewan secara zhalim.
Termasuk didalamnya penggunaan alat-alat produksi secara terus
menerus. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya tubuhmu
mempunyai hak atas dirimu." Demikian pula terhadap alat-alat
produksi, agar tidak dipergunakan secara terus menerus tanpa ada
waktu istirahat, guna mengurangi kerusakan yang terlalu cepat, apalagi
jika alat-alat tersebut milik umum.
G. Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah
13
Dalam bekerja tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
syariat Islam seperti memeras bahan & bahan minuman keras, sebagai
pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks komersial (PSK), pengedar
narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan
seperti membunuh orang dan sebagainya.
H. Kuat dan dapat dipercaya (jujur) dalam bekerja.
Baik pekerja pemerintah, swasta, bekerja pada diri sendiri, ataukah
di umara, para hakim, para wali rakyat, maupun para pekerja biasa,
mereka adalah orang-orang yang disebut "pegawai tetap". Begitupun
kelompok pekerja lain, seperti tukang sepatu, penjahit, dan lainnya ;
atau para pedagang barang-barang seperti beras; atau para petani,
mereka juga harus dapat dipercaya dan kuat, khususnya mereka
mandiri dalam kategori terakhir
I.
Bekerja secara profesional (ahli).
Aspek profesionalisme ini amat penting bagi seorang pekerja.
Maksudnya adalah kemampuan untuk memahami dan melaksankan
pekerjaan sesuai dengan prinsipnya (keahlian). Pekerja tidak cukup
hanya dengan memegang teguh sifat-sifat amanah, kuat, berakhlaq
dan bertakwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar
pekerjaannnya
KESIMPULAN
Etos kerja merupakan ekspresi pandangan hidup yang berlandaskan nilainilai
Tuhan
(Ilahiya).
Selain
itu,
etos
kerja
dikaitkan
dengan
pencapaiankesuksesan materi. Untuk mencapai etos kerja yang baik, ada konteks
yangmendasari keinginan untuk mencapainya secara maksimal. Artinya,
karenaadanya keinginan untuk mendapatkan pahala dengan mencari keridhaan
Allah SWT sehingga layak disembah dan hal-hal duniawi. Ada orang yang
inginmenerima imbalan materi berupa uang atau gaji untuk menunjang biaya
hidupkeluarganya. Namun tujuan materi berarti imbalan berupa upah, gaji
yang wajar,dan terkadang disalahartikan sebagai mendapatkan imbalan setinggitingginya,yang pada akhirnya hanya untuk bersenang-senang. (Hedonisme).
Islam memandang perwujudan etos kerja ini seimbang. Islammenekankan prinsip
keseimbangan, wawasan tentang keselarasan dankeselarasan antara kehidupan
14
sehari-hari dan duniawi, antara materi danspiritual, antara materi dan spiritual,
antara bekerja dan beribadah untukmemenuhi kebutuhan keluarga. Artinya, tidak
hanya sukses hidup di dunia saja,tapi juga tidak melalaikan akhirat
DAFTAR PUSTAKA
Referen ces
Priansa, D. (2018). Perencanaan dan Pengembangan SDM. Bandung : Alfabeta.
Sukmawati, D. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi, Pelatihan,
Etos Kerja dan Karakteristik Individu terhadap Kinerja Karyawan. Dimensi.
Umiyarzi, E. (2021). Motivasi Kerja Dalam Perspektif Islam. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis.
Wiltshire, A. H. (2016). The Meanings of Work in a Public Work Scheme in South
Africa. International Journal of Sociology and Social Policy, 119-135.
Zamzam, F., & Aravik, H. (2020). Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: Deepublish.
15