Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA Oleh: Sutar. M 21.023.22.201.036 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDI DJEMMA PALOPO 2024 ABSTRAK Pemberdayaan masyrakat adalah sebuah konsep dalam pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.konsep ini mencerminkan pradingma baru dalam pembangunan Desa. Hasil penilitian dan pembahasan menjelaskan pemberdayaan massyrakat adalah merupakan kegiatan yang mengerrahkan segala kemampuan dari suatu kelompok masyrakat yang tumbuh sukarela didasarkan atas kesadaransendiri dalam rangka memenuhi kehidupannya, jangka pendek maupun jangka panjang namun untuk tumbuh dan berkembangnya pemberdayaan masyrakat dalam desa.namun untuk menyalurkan pemberdayaan masyrakat ke dalam organisasi ekonami masyarakat sangat sulit sekali dilaksanakan. Bentuk organisasi masyarakat sangat sulit sekali dilaksanakan dalam desa bentuk organisasi ekonomi msyarakat yang ada di desa sedang dikelolah oleh koperasi melalui peranan kredit union (CU) yapidi dan sebagai kecil pada bank-bank yang ada di sekitar wilayah pemberdayaan masyarakat di desa diwujudkan dalam bentuk sumbangan pikiran berupa saran, pendapat dan gagasan tentang langkah-langkah yang perluh di ambil atau di laksanakan dalam desa. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan masyarakat (community develepment) merupakan konsep pembangunan masyarakat yang dikembangkan dan diterapkan sejak dasawarsa 1960-an, yaitu dalam rencana pembangunan lima tahun 1956-1960 atau dikenal dengan nama Rencana Juanda yang disusun oleh Biro Perancang Negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan sejak tahun 1954 telah menggunakan istilah(community develepment) sebagai suatu penggunaan berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat setempat sebagai kesatuan tindakan dan mengutamakan perpaduan antara bantuan yang berasal dari luar dengan keputusan dan upaya masyarakat yang terorganisasi. Program-program tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong prakarsa dan kepemimpinan setempat sebagai sarana perubahan sesungguhnya. Di negaranegara berkembang, program ini memberikan perhatian utama pada kegiatankegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga masyarakat, termasuk didalamnya pemenuhan kebutuhan non-material. Dalam konsep pembangunan masyarakat, komunitas digambarkan sebagai elemen-elemen pokok masyarakat yang ada dalam batas geografis tertentu dimana mereka dapat mengembangkan interaksi sosial dengan ikatan-ikatan psikologi satu sama lain dan dengan tempat tinggal mereka. Tiga pendekatan dalam pengembangan masyarakat, yaitu menolong diri sendiri (self-help), pendekatan konflik, dan pendampingan teknik (technical asistance). Dalam kajian-kajian tentang pemberdayaan masyarakat, para pakar ilmu sosial lebih suka menggunakan istilah pengembangan masyarakat yang sifatnya bottom up daripada pembangunan masyarakat yang cenderung bersifat top down untuk menerjemahkan kata community develepment. Pengembangan masyarakat dengan demikian merupakan suatu aktivitas pembangunan yang berorientasi pada kerakyatan. Syarat pembangunan kerakyatan adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam konteks seperti itu maka pembangunan merupakan gerakan masyarakat, seluruh masyarakat, bukan proyek pemerintah yang dipersembahkan kepada rakyat dibawah. Pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka dalam memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri. Dalam konsep pembangunan masyarakat juga dikenal istilah pemberdayaan yang berasal dari kata empowerment. Konsep ini digunakan sebagai alternatif dari konsep-konsep pembangunan yang selama ini dianggap tidak berhasil memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah-masalah besar, khususnya masalah kekuasaan (power) dan ketimpangan (inequity). Pemberdayaan merupakan suatu proses menolong individu dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung agar dapat berkompetisi secara efektif dengan kelompok kepentingan lainnya dengan cara menolong mereka untuk belajar menggunakan pendekatan lobil, menggunakan media, terlibat dalam aksi politik, memberikan pemahaman kepada mereka agar dapat bekerja secara sistematik, dan lain-lain. Pemberdayaan adalah sebuah politik pembangunan alternatif yang menekankan keutamaan politik sebagai sarana pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui pa partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”. Konsep ini lebih luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang disebut sebagai alternative development, yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty. Kaitan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat diuraikan dengan sangat baik oleh Adi Fahrudin yang mengatakan bahwa pengembangan masyarakat harus didasarkan pada asumsi, nilai, dan prinsip-prinsip agar dalam pelaksanaannya dapat memberdayakan masyarakat berdasarkan inisiatif, kemampuan, dan partisipasi mereka sendiri. Dengan demikian, konsep pengembangan masyarakat yang di dalamnya terkandung makna partisipatif harus benar-benar dapat memberdayakan masyarakat yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka menolong diri mereka sendiri (self-help) dan dapat bersaing secara efektif dengan kelompok masyarakat lainnya. Sebagai lokasi dalam penelitian ini dilakukan penelitian pada Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. Sebagai suatu wilayah pedesaan maka pembangunan di Desa Suka Dame belum sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Hal ini disebabkan tenaga-tenaga potensial yang ada di desa pergi meninggalkan desa untuk mencari rezeki di tempat lain. Pemberdayaan merupakan bagian dari paradigma pembangunan yang menfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan. Telaah lebih lanjut skripsi ini adalah bagaimanakah peran pemberdayaan masyarakat desa dalam program-program pemerintah untuk peningkatan pendapatan. Kemudian seberapa besarkah kegiatan ekonomi masyarakat desa mendukung perekonomian nasional. Topik tersebut masih relevan untuk dibahas bagi agenda pembangunan ekonomi Indonesia kedepan, mengingat keberadaan masyarakat desa dari sisi kualitas dan kuantitas menjadi peluang dan tantangan khususnya di Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. 1.2. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Kurang diresponnya kepentingan masyarakat setempat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. 2. Orientasi pemberdayaan masyarakat masih sebatas pembangunan sarana dan prasarana seperti gedung maupun jalan. 3. Terbatasnya kemampuan aparatur pemerintah dalam mencapai dan menerapkan perencanaan pembangunan desa. 1.3. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada upaya pemberdayaan masyaraat dalam pembangunan di Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. 1.4. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan di Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. 2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan di Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang? 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan di Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan di Desa Suka Dame Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi dinas/instansi di Kabupaten Deli Serdang dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan di Desa Suka Dame Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 2. Sebagai sumber informasi dalam dunia akademik tentang pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan desa. 3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan menganalisis pelayanan puskesmas. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pemberdayaan Masyarakat Manusia tidak bisa lepas dari pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Tuhan bukan saja sebagai hiasam, tetapi sebagai suatu ciptaan yang diberikan tugas. Tugasnya tak lain adalah memelihara ciptaan-Nya ini dengan pekerjaan. Pengembangan sumber daya manusia merupakan pilihan yang memiliki arti strategis bagi bangsa ini. Karena cita-cita pembangunan harus berlangsung lama, berkesinambungan, dan dinamis, serta mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena kejayaan bangsa Indonesia dimasa depan sangat ditentukan oleh perkembangan dan kualitas sumber daya manusianya. (Syamsuddin, 2002:155). Harus diakui bangsa Indonesia masih menghadapi masalah mendasar tentang kualitas sumber daya manusia (SDM). Secara umum kehidupan kita masih diliputi lemahnya kualitas pengalaman disiplin nasional dan etos kerja. Dalam hal ini seorang manusia modern yang maju adalah yang cenderung merealisasikan segala cita, rasa, dan karsanya kedalam karya nyata. Oleh karena itu tuntutan akan kemajuan manusia Indonesia semakin mendesak. (Syamsuddin, 2002:155). Pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang diharapkan unggul dan berkualitas terutama bidang ekonomi, politik, dan budaya. Dewasa ini perjuangan tidak hanya dalam satu negara. Antara satu kelompok berkuasa (minoritas) dan kelompok mayoritas (masyarakat secara umum), melainkan sudah mencapai antar negara dan bangsa. Karena itu mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting. Sehingga kehidupan bangsa di tengah-tengah berlangsungnya kemajuan peradaban, masyarakat Indonesia mampu mengimbanginya. (Raharjo, 2009:344). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Mandiri berarti masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya (baik secara individu ataupun kolektif) melalui usaha yang dilakukan dan tidak bergantung pada yang lain. Jaringan kerja merupakan kerangka kerjasama yang dilakukan oleh stakeholder yaitu pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat sehingga pembangunan tidak merugikan pihak manapun dan dapat memberikan hasil yang merata yang merupakan konsep keadilan (kesejahteraan yang merata). Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan semua pihak yang berkaitan termasuk masyarakat itu sendiri. Masyarakat diberi kesempatan untuk ikut merencanakan, melaksanakan, dan menilai. Strategi pembangunan meletakkan partisipasi masyarakat sebagai fokus isu sentral pembangunan sementara itu strategi pemberdayaan meletakkan partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektivitas, efisiensi, dan sikap kemandirian (Hikmat, 2006:21). Partisipasi masyarakat merupakan potensi yang dapat digunakan untuk melancarkan pembangunan. Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan dengan kata lain pembangunan tersebut bersifat bottom up (dari bawah ke atas). Pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyelenggara akan tetapi telah bergeser menjadi fasililator, mediator, koordinator, pendidik, ataupun mobilisator. Adapun peran dari organisasi lokal, organisasi sosial, LSM, dan kelompok masyarakat lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksana program. 2.1.2. Unsur-Unsur Pemberdayaan Masyarakat Adapun unsur-unsur dari pemberdayaan masyarakat tersebut meliputi : 1. Ekonomi Kerakyatan Negara Republik Indonesia, yang baru dilahirkan itu terombang –ambing dalam dilema perjuangan fisik dan batin. Kesulitan ekonomi dihadapkan pada persoalan global suasana perubahan yang cepat dan keras melanda hampir diseluruh wilayah bekas Hindia Belanda ini. Pada zaman kolonial masyarakat tak punya kekuatan dan keberdayaan dalam menghadapi penjajahan. Masyarakat nyaris percaya mitos atas supremasi kulit putih. Karena dalam berbagai bidang terutama dalam bidang teknologi, bangsa kulit putih jauh melebihi kulit berwarna. Perbedaan hawa yang dingin dan panas menimbulkan adanya perbedaan dalam hal cepat dan lambannya kemajuan lahir dan batin. Hal ini mengakibatkan pribumi merasa rendah, dan menurunkan semangat perjuangan. Dalam keadaan Negara yang masih muda, hampir semua kegiatan ekonomi menjadi macet. Bagaimana para pemimpin Indonesia mengatasinya, khususnya menguasai dan mengendalikan sumber ekonomi strategis, dari mana sumber dana perjuangan diperoleh, diapa pelaku utama ekonomi pada masa ini, baik dari pusat maupun daerah, sejauh mana faktor non ekonomi telah menjadi faktor dominan dalam masalah perekonomian Indonesia. Sebelumnya di dalam masyarakat kapitalis terjadi pertentangan diantara kerja bersama oleh yang tak berpunya, akan hilang lenyap (fa’al, 2005:110). Untuk menerapkannya mendasarkan pada kondisi ekonomi yang ada dalam masyarakat Indonesia. Karena bangsa Indonesia terdiri dari petani dan nelayan maupun buruh pabrik. Tan Malaka menuliskan rencana ekonomi sosialis. Menurutnya merupakan rencana ekonomi yang dapat menolong rakyat Indonesia, keluar dari cengkraman kekuatan ekonomi kapitalis. Menurut Tan Malaka perekonomian yang berdasarkan pada kapitalisme, demokrasi dan fasisme tidak mungkin dapat menyejahterakan rakyat Indonesia. Para petani pada saat itu tidak lebih daripada budak-budak belian. Negaranegara demokrasi mempunyai tatanan ekonomi yang kapitalis, dan sebagai akibatnya tidak adil dalam distribusi kekayaan. Tidak mampu menanggulangi krisis ekonomi dan penuh kontradiksi khususnya antara persamaan formal dan ketimpangan dalam bidang materi (Legge, 2003:167). Ini tidak berarti tindakan-tindakannya sudah ditentukan sebelumnya, atau bahwa negara tidak mempunyai ruang gerak untuk melakukan pilihan dan menempuh kebijakan alternatif. Keadaan buruk yang terjadi mulai awal abad 20an tidak disangkal oleh kaum terdidik Indonesia. Mereka mulai mencari latar belakang kondisi sosial yang pincang ini dengan saling mengajukan konsep untuk penyelesaiannya. Mereka berpendapat bahwa penyebab kesengsaraan rakyat Indonesia adalah akibat struktur kemasyarakatan yang ada. Yaitu struktur masyarakat jajahan yang diperas oleh kaum kapitalis (Gie, 2005:23). Dengan kekuatan uang mereka (penjajah belanda) berhasil mengeruk kekayaan Indonesia, sekaligus memeras rakyat. Akibatnya meningkatnya kriminalitas di kalangan rakyat Indonesia, sehingga menjadi persoalan dalam negeri. Kesengsaraan tersebut menjadi makin berat dengan adanya peperangan (perang dunia I). Perang tersebut disebabkan adanya persaingan antara kepentingan kaum kapasitas Eropa (Inggris dan Jerman) Disamping faktor-faktor dari luar (ekonomi global), faktor politik ternyata peranannya besar sekali dalam mengubah sistem ekonomi (Mubyarto, 2000:75). Misalnya di Indonesia kerusakan lingkungan, energi tenaga listrik yang dapat mendukung pertumbuhan industri dan meningkatkan perekonomian. Ini yang masih menjadi kendala bagi bangsa Indonesia. Masalah lain yang menghantui perkembangan ekonomi dan politik negaranegara Asia adalah tingkat ramuan demokrasi yang dianggap “pas” bagi negaranegara tersebut. Termasuk Negara Indonesia, dalam menerapkan konsep demokrasi. Apakah demokrasi terpimpin, demokrasi liberal, atau banyak demokrasi. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 menyebutkan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Pasal 33 adalah merupakan sendi utama bagi politik, perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia. Di dalamnya tersimpul dasar ekonomi teratur. Salah satunya adalah Moh. Hatta arsitek ekonomi Indonesia merdeka dalam arti sesungguhnya. Karena pemikiran subtansu ekonomi nasional menjadi rumusan pasal 33 UUD 1945. Ekonomi nasional dalam pemikiran Hatta, adalah ekonomi kerakyatan. Pemikiran Hatta tersebut merupakan antitesis ekonomi kolonial yang dualistik dan menindas. Karena selama ini sistem ekonomi kolonial dan kapitalistik memaksakan ekonomi rakyat pribumi yang agraris terbelakang miskin dan sengsara (Zed, 2005:76). Keyakinan dan cita-cita kemakmuran rakyat Indonesia dalam bidang ekonomi dapat dicantumkan sebagai berikut : a. Perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan. b. Cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. c. Bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Setiap orang berhak mendapatkan standar kehidupan yang layak bagi kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya. Mencakup kebutuhan makanan, pakaian, rumah, perawatan kesehatan, dan layanan sosial yang diperlukan dan hak untuk mendapatkan jaminan disaat mengganggur, sakit, tidak berdaya, dan keadaan-keadaan lain di luar kekuasaannya yang tidak memberinya sumber kehidupan. Kemerdekaan sudah tentu merupakan tujuan yang harus diperjuangkan setelah kalahnya negara poros tengah. Keadilan sosial, demokrasi politik serta penghormatan terhadap hak-hak manusia merupakan tujuan domestik yang harus dilakukan bangsa Indonesia. 2. Teknologi Berbasis Kerakyatan Kemajuan ekonomi biasanya berlaku sejalan dengan spesialisasi keahlian dan perkembangan manusia. Karena itu globalisasi ekonomi adalah nyata. Dan tidak hanya merupakan kelanjutan, atau kebalikan dan kecenderungankecenderungan tahun-tahun sebelumnya. Sementara masih banyak perdagangan yang masih bersifat regional ada pula yang perekonomian yang bersifat global, di tingkat pasar keuangan. Pada dasarnya pembangunan adalah suatu perubahan, dalam hal ini perubahan tidak hanya diharapkan akan terjadi dalam taraf kehidupan masyarakat. Akan tetapi juga diharapkan terjadi pula kemajuan pada peranan dan unsur-unsur yang terlibat di dalamnya, dalam hal ini, peran negara, negara berkembang termasuk Indonesia, Negara masih mempunyai peranan penting atau tanggungjawab terhadap ekonomi rakyatnya. Karena negara tidak hanya membiayai akan tetapi juga merencanakan pembangunan maupun kesejahteraan masyarakat (ekonomi kerakyatan). Serta masyarakat, dan alat produksi. Dalam arti kemampuan masyarakat untuk menciptakan pembangunan, mau melestarikan dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan yang berasal dari usaha mereka sendiri maupun dari prakarsa yang datang dari luar masyarakat (Swarsono, 2004:224). Di negara- keberadaan masyarakat tidak hanya menjadi konsumen yang hanya menerima hasil pembangunan, yang dibiayai oleh negara. Tetapi masyarakat juga ikut peran serta / partisipasi di dalamnya. Dari sudut sejarah pembangunan di Indonesia, khususnya pembangunan pedesaan. Munculnya negara sebagai suatu kekuatan yang dominan dalam proses pembangunan dimulai sejak abad ke-19. Yaitu semasa pemerintah kolonial Belanda dengan kebijakan ekonomi yang kita (rakyat Indonesia) dikenal dengan tanam paksa. Apa yang dapat masyarakat pahami dalam hubungan dengan sistem ekonomi warisan kolonial ini. Dalam keadaan yang paling dirasakan sampai hari ini, ternyata sistem serta kebijakan yang diterapkan oleh kolonialisme masih membungkam kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan tenaga bukan manusia, yang berkaitan erat dengan industrialisasi ialah tingkat distribusi tenaga manusia dan dalam sektor perdagangan. Di dalam masyarakat pedesaan, penguasaan tanah masih ukuran terhadap tinggi rendahnya status seseorang. Dengan makin kuatnya pengaruh dari luar peranan penguasaan tanah terhadap penentuan status semakin berkurang. Karena sebagian besar penduduk Indonesia adalah bercocok tanam ; maka ada kecenderungan bahwa sektor pertanian, merupakan pekerjaan paling besar serta menampung tenaga kerja. Selain itu masih minimnya keahlian pada seseorang di luar pertanian. Pentingnya suatu skill kependudukan itu untuk memperlihatkan persamaan ciri penduduk dan kesejahteraan negara. Memang tidak dapat dikatakan bahwa tradisi kemerdekaan itu menyediakan suasana yang lebih baik. Karena kolonialisme setidak-tidaknya memberikan penjelasan tentang kebijakan ekonomi. Menjelaskan tenang kemiskinan, dalam segala hal. Masyarakat harus mampu berusaha untuk mengatasinya. Hal ini memang berlainan dengan asumsi-asumsi yang barang kali datang dari perempat dunia. Berbagai alasan telah dikemukakan mengenai kelebihan dari sistem kolonial dengan yang lain. Akan tetapi setidaknya kita mampu memberikan konsep dan metode yang sesuai dengan kondisi lokalitas kebudayaan kita, bukan kolonial Belanda. Yang bangsa Indonesia inginkan adalah motivasi ekonomi. Masyarakat menginginkan setiap orang turut ambil bagian dalam kehidupan ekonomi berdasarkan kepercayaan atas tekanan dan ketakutan. 3. Pendidikan Warisan kolonial di bidang pendidikan perl di lihat dari dua tingkat : pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan dasar merupakan langkah minimal yang diperlukan untuk bertindak secara efektif dalam suasana barat. Sedangkan pendidikan menengah dianggap penting bagi pembangunan politik ekonomi. Rakyat Indonesia membutuhkan komitmen untuk membangun dunia tanpa perang dan tentara. Konsep ini memang utopis untuk beberapa tahun kita perang untuk perumahan. Sekarang masyarakat harus belajar kalau ingin kaya. Hal ini sangat diperlukan disiplin. Kedisiplinan merupakan sesuatu hal yang benar-benar baru. Seiring dengan semakin pendeknya jarak, demikian juga perbedaanperbedaan kita seakan-akan semakin menghilang. Sebagaimana yang termaktup dalam Bhineka Tunggal Ika (suku, ras dan agama), ini harus kita lihat secara nyata. Pentinnya membangun sebuah era baru yang seimbang, penuh kepedulian sosial dan tanggung jawab sejarah. Misalnya di sekolah kuno, umumnya hanya mengajarkan dua formasi pendidikan untuk anak-anak. Mereka diajari esensi ilmu pengetahuan alam dan gagasan tentang hak-hak dan tugas-tugas sipil. Karena kerja adalah metode spesifik manusia yang secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan alami dalam rangka mengubah dan mensosialisasikan lebih mendalam dan lebih luas. Penjajah Belanda mengajarkan sebuah pandangan yang lebih modern berdasarkan kesadaran atas kenyataan sederhana dan mendasar bahwa hukum-hukum dalam obyektif. Hal ini tidak mudah ditangani di mana manusia harus menyesuaikan dirinya, jika ia hendak menguasai hukum tersebut. Jadi seseorang dapat mengatakan prinsip pendidikan yang merupakan basis sekolah adalah didasarkan atas gagasan tentang kerja. Sebenarnya struktur alam dan hukumnya merupakan sesuatu yang membatasi secara absolut jangkauan imajinasi. Ia harus menjadi kebutuhan yang dikenali dan diusulkan untuk mereka sendiri sebagai kebebasan, dan bukan hanya hasil dari keterbatasan. 2.1.3. Pengertian Pembangunan Menurut Ndrata (2007:35) pembangunan dapat diartikan sebagai usaha yang di selenggarakan secara sadar guna menciptakan perubahan-perubahan dan pertumbuhan di segala bidang dalam rangka mencapai tujuan negara dan bangsa. Sedangkan Siagian (2007:2) mendefenisikan pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubaha yang berencana untuk dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa. Berbicara mengenai pembangunan maka kita harus mengerti apa arti pembangunan. Pembangunan adalah perubahan keadaan yang lebih baik dilaksanakan secara sadar dan terus menerus. Seperti tercantum dala m Tap/MPR/No. II/1989 bahwa hakekat daripada pembangunan itu sendiri adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Disini jelas terlihat bahwa pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dalam ikatan bangsa Indonesia yang mencerminkan situasi tersebut. Dilihat dari uraian diatas dapatlah digambarkan betapa luasnya bidangbidang pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia dan memerlukan partisipasi dari sebanyak mungkin seluruh penduduk Indonesia. Tetapi kadang kala perubahan tidak dilihat dari segi aspek lingkungan masyarakat tersebut, misalnya hubungan antara manusia dengan Tuhannya, sehingga Pembangunan yang ditetapkan itu hanya berlaku di dalam konsep, dan segala yang dicita-citakan itu hampa adanya. Oleh sebab itu berhasilnya Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara negara. Dapat diterangkan lebih lanjut bahwa proes ini bukan merupakan proses yang mudah dan tidak tanpa gejolak maupun perasaan yang sering emosional, mengingat bahwa titik tolak Pembangunan bangsa ialah selalu bentuk Bhinneka, dengan perbedaan dalam kebiasaaan maupun tata nilai kelompok masyarakat. Adapun pelaksanaan pembangunan yang di laksanakan di Indonesia bukanlah suatu kegiatan yang asal jadi ataupun meniru dan mengikuti mode pembangunan yang dilaksanakan di negara lain melainkan sungguh-sungguh didorong oleh keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dan martabat masyarakat Indonesia. Hal inilah yang merupakan cita-cita dari mendirikan Negara Kesatuan RI dalam Tahun 1945. Karena itu pula kegiatan pembangunan di Indonesia merupakan bagian integral dari perjuangan bangsa Indonesia. Keinginan untuk merdeka sangat erat hubungannya akan adanya suatu citra tentang masa depan, suatu citra dari bangsa Indonesia, yang ditentukan oleh pengalaman masa lampau. Sejak semula para ahli menyadari bahwa manusia dipengaruhi oleh lingkungannya, dan sehubungan dengan itu terbentuklah suatu citra tentang masa depan yang menjadi pendorong bagi kegiatan manusia selanjutnya. Kita juga mengetahui bahwa pembangunan mempunyai tujuan yaitu terdiri dari jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek. Dan untuk melaksanakan pembangunan itu diperlukan adanya kemampuan untuk melaksanakannya. Adapun kemampuan yang dimaksud ialah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas, yang terdiri dari beberapa variabel yaitu : 1. Kepemimpinan 2. Struktur organisasi 3. Sarana dan fasilitas yang terbagai atas : a. Sarana fisik b. Biaya c. Skill d. Peraturan-peraturan dan perundangan yang melandasi tata kerja kegiatan organisasi. 4. Teknologi yaitu cara yang digunakan oleh organisasi yang bersangkutan di dalam proses pekerjaan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian jelaslah bahwa pembangunan bukan saja sebagai perubahan tetapi juga sebagai : 1. Sebagai suatu proses evolusi. 2. Mencakup bidang materi dan non materi yang dihubungkan dengan kemajuan teknologi. 3. Pemikiran tentang pembangunan sebagai suatu arah gerak yang penting dalam kemajuan pembangunan secara bertahap. 4. Adanya keterbatasan dalam pembangunan di sektor ekonomi disebabkan keterbatasan daya tampung lahan ekonominya. 2.1.4. Teori-teori Pembangunan Teori pembangunan menurut Budiman (2007:89) terbagi dalam tiga bagian atau pembahasan, yaitu : 1. Teori Modernisasi a. Teori Modernisasi Klasik Teori ini merupakan warisan pola pikir yang berparadigma pada teori evolusi dan teori fungsionalisme. Dalam teori ini, nilai tradisional dianggap sebagai faktor penghambat pembangunan. Teori ini bersandar teguh pada analisa yang abstrak dan tipologi. Subjek yang diperhatikan yaitu Negara Dunia Ketiga, tingkah analisa berada dalam lingkup nasional, variabel pokok penyebab keterbelakangan berasal dari internal yaitu berupa nilai-nilai budaya dan pranata sosial, konsep pokok teori ini yaitu tradisional dan modern, implikasi kebijakannya yaitu bahwa modernisasi memberikan manfaat positif. Dalam teori ini, tradisi dinilai sebagai penghalang pembangunan. Metode kajiannya abstrak dan berkonstruksi tipologi, arah pembangunannya berupa garis lurus dan hanya menggunakan USA sebagai model. Teori modernisasi klasik ini tidak memperhatikan faktor ekstern dan konflik dan dengan jelas mencoba menunjukkan peran negative nilai tradisional. Namun, para pengkritik teori ini beranggapan bahwa peneliti yang menggunakan teori modernisasi klasik akan cenderung memiliki analisa yang abstrak, dan tidak jelas periode sejarah dan wilayah negara mana yang dimaksud. Maksudnya, teori modernisasi klasik tidak memiliki batas ruang dan waktu dalam analisanya. b. Teori Evolusi Teori ini memiliki dua anggapan yaitu : Teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah seperti garis lurus. masyarakat berkembang dari masyarakat primitive menuju masyarakat maju. Masa depan masyarakat dunia sudah jelas dan dapat diramalkan, bahwa kelak dalam masa pemerintahan yang panjang dunia akan menjadi masyarakat maju. Dan, Teori ini membaurkan antara pandangan subjektifnya mengenai nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perubahan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Perubahan ini berjalan secara perlahan dan bertahap. Perubahan dari masyarakat sederhana (primitive) ke masyarakat modern (complex) memerlukan waktu panjang dan bahkan berabad-abad untuk sampai pada tahapan terakhir. Pada dasarnya, menurut teori evolusi, perubahan sosial pada dasarnya merupakan gerakan searah, linier, progresif dan perlahan-lahan, yang membawa masyarakat berubah dari tahapan primitive ke tahapan yang lebih maju, dan membuat berbagai masyarakat memiliki bentuk dan struktur serupa. Dibangun dengan premis yang seperti tersebut diatas, para teoritis perspektif modernisasi secara implicit membangun kerangka teori dan tesisnya dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut : • Modernisasi merupakan proses bertahap. • Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi. • Modernisasi sama dengan barat. Karena, terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya sbeagai proses Eropanisasi atau Amerikanisasi. • Proses modernisasi tidak bisa dihentikan, dan juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur. • Modernisasi merupakan perubahan progresif. • Modernisasi memerlukan waktu yang panjang. Proses modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner dan bukanlah sebagai perubahan revolusioner. c. Teori Fungsionalisme Talcott Parsons dalam Budiman (2007:85) menyatakan bahwa masyarakat manusia tidak ubahnya seperti organ tubuh manusia sehingga, masyarakat manusia dapat juga dipelajari seperti mempelajari tubuh manusia. Dalam melakukan pengamatan teori fungsionalisme, Parsons memiliki beberapa konsep yaitu : 1) Konsep keseimbangan dinamis-stasioner (Homeostatic Equilibrium) Jika satu bagian tubuh manusia berubah maka, bagian lain akan mengikutinya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan intern dan mencapai keseimbangan baru. Sama halnya dengan masyarakat yang selalu mengalami perubahan, namun teratur. Perubahan sosial yang terjadi pada satu lembaga akan berakibat pada perubahan di lembaga lainnya untuk mencapai keseimbangan baru. Jadi, masyarakat bukan sesuau yang statis, tetapi dinamis. Sekalipun perubahan itu amat teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru. 2) Konsep faktor kebakuan dan pengukur (Pattern Vaiables) Konsep ini merumuskan bagaimana menjelaskan perbedaan masyarakat tradisional dengan masyarakat modern, dengan mengacu pada faktor kebakuan dan pengukur sbeagai alat utama untuk memahami hubungan sosial yang langgeng, berulang dan mewujud dalam sistem kebudayaan, yang merupakan sistem yang tertinggi dan terpenting. 3) Hubungan Kecintaan dan Kenetralan (Affective and Effective-Neutral) Masyarakat tradisional cenderung memiliki hubungan kecintaan, yakni hubungan yang mempribadi dan emosional. Masyarakat modern memiliki hubungan kenetralan, yakni hubungan kerja yang tidak langsung, tidak mempribadi dan berjarak. 4) Hubungan Kekhususan dan Universal (Particularistic and Universalistic) Masyarakat tradisional cenderung untuk berhubungan dengan anggota masyarakat dari satu kelompok tertentu, sehingga ada rasa untuk memikul beban tanggung jawab bersama. Sedangkan masyarakat modern berhubungan satu sama lain dengan batas-batas norma universal, yang lebih tidak terikat dengan tanggung jawab kelompok dan kekhususan. Namun, Teori Fungsionalisme Parsons sering disebut konservatif karena, menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang dan mapan. Teori fungsionalisme juga merupakan salah satu pola pikir dari teori modernisasi. Teori fungsionalisme memberikan tekanan pada keterkaitan dan ketergantungan lembaga sosial, pentingnya variabel kebakuan dan pengukur dalam sytem budaya, dan adanya kepastian keseimbangan dinamis-stasioner dari perubahan sosial. Ciri modernisasi dalam teori fungsional yaitu sebagai berikut : - Modernisasi merupakan proses sistematik - Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi - Modernisasi melibatkan proses yang terus menerus (immanent). d. Teori Modernisasi Baru Teori modernisasi baru telah bergerak ke arah yang lebih canggih dan tidak lagi mengikuti arah yang di tempuh oleh teori modernisasi klasik. Dengan dibimbing oleh konsep-konsep baru yaitu usaha familisme, teori barikade, dan budaya local, teori modernisasi baru ini secara lebih cermat mengamati apa yang disebut dengan tradisionalisme. Teori modernisasi baru ini menggunakan metode kajian yang berbeda dengan membawa kembali peran analisa sejarah sehingga, lebih memberikan perhatian pada keunikan dari setiap kasus pembangunan yang dianalisa. Hasil kajian teori modernisasi baru ini menggunakan teorinya untuk menjelaskan masingmasing kasus yang dipelajari. Menurut teori ini, budaya tradisional selalu mampu melakukan penyesuaian dengan baik terhadap kondisi lokal jadi, budaya tradisional biasanya tidak bersalah, ketika budaya tradisional tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu target perubahan yang diinginkan oleh proses pembangunan huntington juga tidak lupa untuk menekankan pentingnya menganalisa proses sejarah dan tahapan yang dilalui oleh pembangunan demokrasi. Perhatian teori modernisasi baru lebih di tunjukkan untuk mengamati dan menganalisa secara serentak dan simultan terhadap berbagai pranata sosial yang ada (sosial, budaya, ekonomi, dan politik), berbagai kemungkinan arah pembangunan, dan interaksi antara faktor internal dan eksternal. Teori modernisasi baru ini muncul secara samar-samar untuk memberikan koreksi terhadap dua perspektif lain, yaitu teori deendensi baru dan sistem dunia yang secara khusus sepertinya berlebihan dalam memberikan perhatian kepada faktor eksternal. 2. Teori Dependensi a. Teori Dependensi Klasik Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara dunia ketiga. Teori dependensi mewakili suara negara-negara pinggiran untuk menantang hegemoni politik, ekonomi, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini memiliki fokus perhatian pada pembangunan dunia ketiga, dengan menggunakan metode yang abstrak dan perumusan berbagai model. Teori ini memiliki konsep pokok atau struktur teori antara sentral (metropolis) dan pinggiran (satelit). Teori ini merupakan warisan pemikiran dari program KEPBBAL dan Marxis ortodoks. Teori dependensi klasik beranggapan bahwa hubungan internasional merupakan hal yang merugikan negara dunia ketiga, dan kebijakan pembangunan atau pemecahan masalah dengan mengurangi keterkaitan dengan negara sentral revolusi sosialis. Teori dependensi juga memiliki anggapan bahwa situasi ketergantungan yang terjadi di dunia ketiga muncul akibat adanya desakan faktor eksternal. b. Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran Ada empat pernyataan pokok mengenai teori peralihan kapitalisme pinggiran yaitu : 1) Peralihan kapitalisme pinggiran berbeda secara mendasar dengan peralihan kapitalisme pusat (utama). Menurut Amin, krisis agrarian pada negara dunia ketiga lebih banyak disebabkan oleh proses kemunduran, seperti misalnya industri kerajinan rakyat dan industri kecil yang hancur akibat tidak ada kompensasi atas tumbuhnya industri baru. 2) Kapitalisme pinggiran dicirikan oleh tanda-tanda ekstraversi berupa distorsi atas kegiatan-kegiatan usaha yang mengarah pada upaya ekspor. (Ekstraversi disini bukanlah diartikan sebagai akibat dari ketidakmampuan pasar dalam negeri melainkan disebabkan oleh superioritas produk dari negara-negara sentral di hampir segala bidang yang memaksa pinggiran untuk mengurung dirinya sendiri untuk sekedar berperan sebagai pelengkap dalam penyediaan bahan mentah bagi keperluan proses produksi, yang untuk ini memang negara pinggiran memiliki keunggulan alam dalam bentuk produk pertanian dan tambang yang menakjubkan). 3) Hipertropi (peningkatan tenaga kerja yang menyolok) pada sektor tersiar di negara pinggiran. Hal ini merupakan refleksi kesulitan untuk menghasilkan surplus ekonomi pada tata ekonomi kapitalis yang sudah memonopolistik. Menurut Amin hipertropi merupakan kegiatan yang tidak produktif yang membelenggu proses akumulasi modal di negara pinggiran. 4) Teori efek penggandaan investasi (multiplier effects of investment) tidak dapat diterakan secara mekanis pada negara pinggrin karena, pengiriman kembali laba usaha modal asing ke negara asalnya telah menggagalkan proses efek penggandaan investasi. Namun, pada negara sentral yang telah menganut tata ekonomi kapitalis yang monopolistik, teori efek penggandaan Keynesian dapat bekerja dengan sempurna. c. Teori Dependensi Baru Teori dependensi baru telah mengubah berbagai asumsi dasar yang dimiliki oleh teori dependensi klasik. Teori dependensi baru tidak lagi menganggap situasi ketergatungan sebagai sesuatu keadaan yang berlaku umum dan memiliki karakteristik yang serupa tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Situasi ketergantungan juga tidak lagi disebabkan oleh faktor eksternal. Teori ini juga tidak memberlakukan situasi ketergantungan semata sebagai persoalan ekonomi yang akan mengakibatkan adanya polarisasi regional dan keterbelakangan. Teori dependensi baru telah melahirkan berbagai kategori ilmiah baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh teori dependensi klasik seperti : - Pembangunan yang bergantung - Pembangunan yang dinamis - Negara birokratik otoriter - Aliansi tiga kelompok Teori dependensi baru dengan sadar memberikan perhatian pada kemungkinan untuk munculnya ciri ketergantungan yang unik dan khas secara historis. Dan secara keseluruhan, teori dependensi baru terlihat lebih canggih dibandingkan dengan teori dependensi klasik. 3. Teori Sistem Dunia Teori sistem dunia lahir ketika ada sekelompok pemikir pembangunan yang dipimpin oleh Immanuel Wallerstein, ia membuat gagasan baru yang radikal dengan menunjuk bahwa banyak peristiwa sejarah di dalam tata ekonomikapitalis dunia yang tidak dapat dijelaskan oleh kedua perspektif pembangunan yang telah ada secara memuaskan, khususnya oleh teori dependensi klasik ataupun baru. Menurut Kaye, teori sistem dunia yang dirumuskan Wallerstein lahir dengan cara mengambil intisari yang menyerap pada pikir pembangunan negara dunia ketiga neo0marxis dan ajaran Annales Perancis. Dalam rangka untuk memikirkan ulang dan menganalisa persoalan-persoalan krisis yang muncul dalam tata ekonomi dunia pada dua dekade terakhir ini. Wallerstein dan kelompoknya telah mengembangkan satu perspektif pembangunan baru yang disebut sebagai ajaran sistem ekonomi kapitalis dunia (The World Capitalist-Economy School). Bagi Wallerstein perspektif sistem dunia bukan merupakan teori, melainkan sebuah wujud dari protes melawan kecenderungan terbentuknya struktur pemahaman dan pengkajian ilmu sosial sejak dari lahirnya pada pertengan abad ke-19. Dalam pengaplikasiannya Wallerstein menjelaskan bahwa perspektif sistem dunia merupakan suatu alat yang hendak mencoba melakukan analisa di dalam satu kesatuan yang sistemik, dengan referensi waktu yang panjang dan dalam referensi ruang yang besar yang cukup untuk mewadahi perhitungan logis dan kekuatan penentu dari bagian tersebar suatu sistem terhadap bagian yang lebih kecil. Dalam teori ini, Historical sistem lebih tepat dipakai sebagai unit analisa dibandingkan dengan masyarakat atau negara karena, istilah sistem yang menyejarah ini mampu membebaskan ilmuwan sosial dari kecenderungannya untuk mencoba mencari dan melegitimasi hubungan antara masyarakat dan negara. Wallerstein memberikan batasan yang lebih jelas mengenai apa yang dimaksud dengan sistem yang menyejarah. Sistem ini diartikan sebagai sistem yang dengan segala isinya lahir, berkembang, mati, serta timbul kembali akibat dari adanya proses pembagian kerja yang terus menerus dan lebih canggih. Wallerstein juga berpendapat bahwa ada tiga sistem yang menyejarah yaitu, sistem mini, sistem kekaisaran dunia, dan sistem sekonomi dunia. Teori sistem dunia menyatakan bahwa gerak maju sebagai arah dan lintasan yang pasti dilalui dan dicapai dan memperlakukan perkembangan sejarah manusia sebagai sesuatu yang memiliki berbagai kemungkinan. Pada dasarnya analisa sistem dunia mengajak untuk membangun satu ilmu sejarah sosial yang menyadari dan memahami unsur ketidakpastian dari masa transisi ini, sehingga ilmu sejarah sosial ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih mengenai pemikirannya tentang bagaimana proses transformasi dunia ini terjadi dengan memberikan petunjuk-petunjuk pilihan yang tersedia dengan tanpa memberikan ajakan untuk mendukung kepercayaan akan kepastian kemenangan dari yang baik atau pencapaian keadaan yang lebih baik. Implikasi kebijakan yang terlihat yaitu tujuan yang ingin dicapai adalah tata dunia yang berkeadilan ekonomi dan politik atau dunia yang demokratis dan egalitarian. Wallerstein juga berpendapat bahwa gerakan populis berskala nasional perlu diganti dengan perjuangan kelas berskala dunia. Namun, menurut Zeitlin para peneliti yang mengikuti perspektif sistem dunia tidak akan mampu menjawab berbagai pertanyaan kritis tertentu. Bagi para pengkritik teori sistem dunia dianggap lebih memperhatikan hubungan pertukaran distribusi barang di pasar ketimbang analisa kelas dan konflik kelas di arena produksi. Pada dasarnya, kritik atas teori ini ditujukan pada tuduhan refikasi, dan dakwaan meninggalkan spesifikasi sejarah serta pemahaman mengenai stratifikasi. 2.1.5. Pengertian Desa Pada umumnya pengertian desa dikatikan dengan pertanian, yang sebenarnya masih bisa didefenisikan lagi berdasarkan pada jenis dan tingkatannya Menurut Koentjaraningrat mendefenisikan desa itu sebagai komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat (Rahadjo, 2010 : 29) sedangkan menurut P.H Landis terdapat tiga defenisi tentang desa yaitu pertama desa itu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2.500 orang, kedua desa adalah suatu lingkungan yang penduduknya mempunyai hubungan yang saling akrab serta informasi satu sama lain, dan yang ketiga desa adalah suatu lingkungan yang penduduknya hidup dari pertanian. Sedangkan menurut Koentjaraningrat desa adalah suatu komunitas kecil yang menetap secara tetap di suatu tempat, masyarakat desa itu sendiri mempunyai karateristik seperti yang dikemukakan oleh Roucek dan Warren mereka menggambarkan karateristik masyarakat desa sebagai berikut (Leibo, 2007:7) 1. Besarnya peranan kelompok primer 2. Faktor geografis menentukan dasar pembentukan kelompok atau asosiasi 3. Hubungan lebih bersifat akrab dan langgeng 4. Homogen 5. Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi 6. Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar Menurut pendapat dari Pitirim dalam Leibo (3005:9) yang mengemukakan faktor-faktor yang menjadi dasar penentuan karateristik masyarakat desa dan kota yaitu : 1. Mata pencaharian 2. Ukuran komunitas 3. Tingkat kepadatan penduduk 4. Lingkungan 5. Diferensiasi sosial 6. Stratifikasi sosial 7. Solidaritas sosial Karateristik desa sangat diperlukan adanya pembagian desa atau biasa disebut dengan tipologi desa. Tipologi desa itu sendiri akan mudah diketahui jika dihubungkan dengan kegiatan pokok yang ditekuni oleh masyarakat itu dalam memenuhi kebutuhan hiduo sehari-hari, adapun pembagiannya sebagai berikut (Leibo, 2005:18). 1. Desa Pertanian Pada jenis desa ini semua kegiatan masyarakatnya terlibat dalam bidang pertanian. 2. Desa Industri Pada jenis desa ini pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari lebih banyak bergantung pada sektor industri baik industri kecil maupun industri besar. 3. Desa Nelayan atau Desa Pantai Pada jenis desa ini pusat kegiatan dari seluruh anggota masyarakatnya bersumber pada usaha-usaha di bidang perikanan baik perikanan laut, pantai, maupun darat. 4. Desa Pariwisata Pada jenis desa ini terdapat objek wisata seperti peninggalan-peninggalan kuno, keistimewaan kebudayaan rakyat, dan juga terdapat keindahan alam. Kebudayaan yang terdapat pada masyarakat desa masih tergolong masuk dalam kategori yang belum maju dan masih sederhana. Kebanyakan orang menganggap bahwa masyarakat desa khususnya masyarakat petani masih dianggap secara umum yang mana mereka dianggap seragam atau sama antara masyarakat petani yang satu dengan yang lain. Kenyataannya malah berbanding terbalik dimana masing-masing petani memiliki ciri yang berbeda misalnya saja pada tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang ditanam, teknologi atau alat-alat pertanian yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, dan juga topografi atau bentuk kondisi fisik geografiknya. Masyarakat petani bisa dibagi menjadi dua yaitu antara masyarakat petani tradisional dan petani modern, yang membedakan antara keduanya adalah bagi kelompok petani yang pertama mereka masih tergantung dan ditentukan oleh alam karena masih rendahnya teknologi dan pengetahuan mereka. Produksi yang mereka hasilkan hanya untuk usaha memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghidupi keluarganya, dan tidak mengejar keuntungan sedangkan kelompok petani yang kedua mereka lebih mengutamakan mendapatkan keuntungan, mereka juga menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan yang modern dan menanam tanaman yang laku di pasaran (Rahardjo, 2010:63). Kebudayaan tradisional masyarakat desa merupakan suatu hasil produk dari besar kecilnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang bergantung pada alam itu sendiri. Besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa ditentukan sebagai berikut: 1. Sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian 2. Sejauh mana tingkat teknologi yang mereka miliki 3. Sejauh mana sistem produksi yang diterapkan Ketiga faktor diatas menjadikan faktor determinan bagi terciptanya kebudayaan tradisional masyarakat desa yang artinya kebudayaan tradisional akan tercipta apabila masyarakatnya sangat tergantung pada pertanian, tingkat teknologi yang rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Rahardjo, 2010:66). Pola pemukiman penduduk suatu desa merupakan suatu aspek yang dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Menurut P.H Landis membagi menjadi empat pola pemukiman penduduk yaitu (Rahardjo, 2010:99). 1. The Form Village Type (FVT) Pola pemukiman ini biasanya para keluarga petani atau penduduk tinggal bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat dengan lahan pertanian berada di luar lokasi pemukiman. 2. The Nebulous Farm Type (NFT) Pola ini hampir sama dengan pola FVT bedanya disamping ada yang tinggal bersama disuatu tempat terdapat penduduk yang tinggal tersebar di luar pemukiman itu, lahan pertanian juga berada di luar pemukiman itu. 3. TheArranged Isolated Farm Type (AIFT) Pola pemukiman ini dimana penduduknya tinggal disekitar jalan dan masingmasing berada di lahan pertanian mereka dengan suatu trade center diantara mereka. 4. The Pure Isolated Farm Type (PIFT) Pola pemukiman ini penduduknya tinggal dalam lahan pertanian mereka masing-masing terpisah dan berjauhan satu sama lain dengan suatu trade center. 2.2. Kerangka Pemikiran Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan, manusia adalah subjek dari dirinya sendiri Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya bahwa apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional. Dalam kerangka pikir inilah upaya memberdayakan masyarakat pertamatama haruslah dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah- langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. DAFTAR PUSTAKA Fa’al, Fahsal. M. 2005. Negara dan Refolusi Sosial. Yogyakarta : Resist Book. Gie, Soe Hok. 2005. Dibawah Lentera Merah. Yogyakarta : Bentang. Fisu, A.A.,Syabri,1., & Andani,1.G.A(2024). Hou do you people move anrund in urban spaces?:Exploring trip patterns of generation-Z in urban areas by examining travel historis on Google maps Timelina.Travel Behaviour and Society, 34, 100684 Fisu, A. A. (2018). Analisis Lokasi pada perencanaan Terminal Topoyo Mamucu Tengah. PENA TEKNIK: jurnal ilmiah ilmu-ilmu Teknik, 3 (1), 112. Hikmat, Hary. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Humaniora. Legge, J.G. 2003. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : Grafiti. Leibo, Jefta. 2005. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta : Andi Ofset. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya : Bandung Mubyarto, 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta : BPFE Ndraha, Talizuddin. 2007. Pengertian Desa dan Pembangunan Desa. Jakarta : Yayasan Karya Darma II. Rahardjo, Adisasmitha. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Jakarta : PT. Graha Ilmu. Raharjo, M. Dawam, 2009. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta : LSAF Siagian, Sondang P. 2007. Adminsitrasi Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Adminsitrasi. Bandung : Alfabetha Swarsono, Sri Edi. 2004. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta : UIP