Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Penanggulangan Banjir di Kabupaten Sidoarjo

PENANGGULANGAN BANJIR DI KABUPATEN SIDOARJO Oleh : Nawang Wulan – 3314202807 Mahasiswa Magister Teknik Sanitasi Lingkungan _ Teknik Lingkungan ITS Surabaya BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kabupaten Sidoarjo diapit dua kali besar pecahan dari Kali Brantas, yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong yang merupakan hilir dari DAS Brantas dan bermuara ke Selat Madura. Hilir yang terpecah menjadi dua kali ini membentuk suatu Delta dimana sebagian besar wilayah Sidoarjo berada disini. Kabupaten Sidoarjo juga sangat terpengaruh dari pasang surut air laut karena berhimpitan langsung dengan selat madura. Dan lagi topografi Kabupaten Sidoarjo relatif rendah dan datar. Kondisi geografis ini mengakibatkan Sidoarjo berpotensi untuk banjir. Jika tetap berpegang pada paradigma lama dimana kelebihan air yang berasal dari hujan secepat – cepatnya dialirkan ke saluran lalu ke sungai dan dari sungai secepatnya dialirkan ke laut agar tidak ada yang menggenang atau terjadi banjir, maka genangan dan banjir di Kabupaten Sidoarjo tidak akan hilang. Mengingat daerah tangkapan air dihulu semakin berkurang dan tinggi permukaan air laut yang semakin naik. Pemikiran ini masih memandang permasalahan secara local saja. Tidak melihat secara luas kondisi lingkungan di hulu, tengah dan hilir menjadi satu kesatuan dari permasalahan dan penyelesaian. Terlepas dari kondisi lingkungan di hulu yang tidak begitu memperhatikan konservasi air, kondisi lingkungan dihilir pun sangat perlu diperhatikan. Lokasi Kabupaten Sidoarjo yang cukup strategis karena berhimpitan langsung dengan Kota Surabaya sebagai pusat perkembangan Ekonomi di Jawa Timur membuat Sidoarjo tidak bias mengelak dari pertumbuhan penduduk yang begitu pesat. Dan sebagai limpahan dari perkembangan Surabaya, membuat kondisi perubahan lahan (land use) di Sidoarjo menjadi sangat cepat. Utamanya dari Tanah Pertanian/ Tegalan menjadi perumahan dan industri yang berakibat meningkatnya koefisien aliran, tanpa ada kebijakan yang terpadu dalam sistem drainasenya. Dengan pemikiran yang luas dan dengan analisa spasial permasalahan banjir di Kabupaten Sidoarjo dapat diselesaikan dengan lebih masuk akal dalam hal teknis dan pendanaan. Jadi permasalahan dilihat dari berbagai sektor dan wilayah. Maka diharapkan penyelesaiannya berupa sebuah kebijakan spasial yang aplikatif. I. 2. Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan makalah ini menjadi panduan penentuan kebijakan untuk menanggulangi banjir yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Yang tujuannya adalah mewujudkan Kabupaten Sidoarjo yang berkelanjutan dengan penanganan drainase yang ramah lingkungan. BAB II. KONSEP DASAR TEORI II. 1. Konsep Dasar Pengelolaan Sanitasi Lingkungan Konsep yang digunakan dari segi pengelolaan sanitasi lingkungan yang pada hal ini adalah sistem drainase memakai Konsep Drainase Ramah Lingkungan yang berpedoman pada Permen PU Nomor 12/ PRT/ M/ 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya untuk mengelola air kelebihan (air hujan) dengan berbagai metode diantaranya dengan menampung melalui bak tandon air untuk langsung bisa digunakan, menampung dalam tampungan buatan atau badan air alamiah, meresapkan dan mengalirkan ke sungai terdekat tanpa menambah beban pada sungai yang bersangkutan serta senantiasa memelihara sistem tersebut sehingga berdaya guna secara berkelanjutan. Dengan konsep drainase ramah lingkungan tersebut, maka kelebihan air hujan tidak secepatnya dibuang ke sungai terdekat. Namun air hujan tersebut dapat disimpan di berbagai lokasi di wilayah yang bersangkutan dengan berbagai macam cara, sehingga dapat langsung dimanfaatkan atau dimanfaatkan pada musim berikutnya, dapat digunakan untuk mengisi/ konservasi air tanah, dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas ekosistem dan lingkungan, dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi genangan dan banjir yang ada. Dengan drainase ramah lingkungan, maka kemungkinan banjir dihilir serta kekeringan dihulu dapat dikurangi. Drainase ramah lingkungan erat kaitannya dengan perubahan iklim yang ditandai dengan kenaikan muka air laut,kenaikan temperatur udara, perubahan durasi dan intensitas hujan, perubahan arah angin dan perubahan kelembaban udara. Agar perubahan iklim tidak terjadi maka paradigma lama yang mengalirkan air kelebihan secepat-cepatnya yang berakhir dilaut tidak lagi digunakan. Karena akan berdampak tidak adanya air yang masuk ketanah sehingga cadangan air menjadi tidak ada. Kekeringan terjadi dimana-mana, banjir dan juga longsor yang disebabkan oleh flu fluktuasi kandungan air tanah pada musim kering ker dan musim basah yang sangat tinggi. Dam mpak selanjutnya adalah kerusakan ekosiste sistem, perubahan iklim mikro dan makro. Dalam drainase ramah lingkunga gan kelebihan air pada musim hujan harus dike ikelola agar tidak secepatnya ke sungai. Metode drainase ramah lingkung ngan : 1. Kolam konservasi 2. Sumur resapan 3. River side polder 4. Pengembangan perlindun ungan air tanah II. 2. Konsep Kebijakan Spasia ial Sedangkan dari segi Konsep Ke Kebijakan Spasialnya dapat dilakukan dengan a n analisa spalsial sehingga menghasilkan kebija bijakan yang komperhensif. Analisa Spasi sial merupakan sekumpulan metoda untuk men enemukan dan menggambarkan tingkatan/ pola po dari sebuah fenomena spasial, sehingga d dapat dimengerti dengan lebih baik. Deng ngan melakukan analisis spasial, diharapkan mu uncul informasi baru yang dapat digunakan n sebagai dasar pengambilan keputusan di bidan dang yang dikaji. Metoda yang digunakan sangat san bervariasi, mulai observasi visual sampai ai ke pemanfaatan matematika/ statistic terap rapan (Sadahiro, 2006). Dari definisi itu analisa spasial sial dilakukan dengan overlay informasi/ data spasial. sp Seperti ilustrasi pada gambar 2.1. Gamba bar 2.1. Overlay data spasial Dari materi perkuliahan ‘Konsep Analisis Geospasial dan Aplikasinya’ yang disampaikan oleh Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. skema proses pembuatan kebijakan dan strategi dalam konteks spasial dapat dijalaskan pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Proses pembuatan kebijakan dan strategi dalam konteks spasial Langkah _ langkah yang harus dikerjakan dalam proses pembuatan kebijakan dan strategi dalam kontek spasial dari skema diatas, adalah : 1. Analisa karakteristik dan kesenjangan kebutuhan pembangunan daerah 2. Analisa kebijakan dan strategi pembangunan daerah 3. Analisa kinerja implementasi kebijakan dan strategi pembangunan daerah BAB III. STUDI LOKASI DAN TEMA Pergerakan ekonomi di Kabupaten Sidoarjo sangatlah tinggi karena didukung lokasinya yang strategis yaitu berhimpitan langsung dengan Kota Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia sekaligus kawasan strategis nasional. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembangunan di wilayah Sidoarjo. Industri dan pemukiman bertambah sangat pesat yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan yang ekstrim. Sayangnya pesatnya pertumbuhan ekonomi ini juga berdampak pada lingkungan. Banjir masih menjadi masalah dan bahkan lebih parah. Perubahan tata guna lahan dari lahan pertanian (sawah atau tegalan) menjadi lahan industri/ perdagangan dan kawasan permukiman / perumahan, membawa konsekuensi perubahan koefisien aliran yang menjadi semakin tinggi. Hal ini karena fungsi penyerapan lahan makin kecil sehingg aliran permukaan menjadi makin besar, sementara itu lahan persawahan yang semula dapat digenangi sudah berkurang sehingga air permukaan yang harus dialirkan ke laut makin besar pula. Sebenarnya sudah ada upaya dari Pemerintah Daerah untuk menanggulangi banjir yang terjadi diKabupaten Sidoarjo. Hanya saja prasana penanggulangan banjir ini belum lengkap dan pelaksanaannya masih bersifat parsial. Sehingga penanganannya tidak maksimal. Diperlukan sistem dalam pengendalian banjir ini dan pola secara menyeluruh yang terpadu. Agar keberlanjutan Kabupaten Sidoarjo tetap terjaga maka permasalahan banjir ini menjadi hal yang patut dipikirkan dengan pendekatan kebijakan yang komprehensif dan sistematis. Karenanya pada makalah ini mengangkat tema strategi penanggulangan banjir dimana lokasi studi adalah Kabupaten Sidoarjo. III. 1. Deskripsi Daerah Studi III. 1. 1. Lokasi Lokasi adalah Kabupaten Sidoarjo yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur terletak pada 112.5o – 112.9o BT dan 7.3o – 7.5o LS. Secara administratif berbatasan dengan wilayah – wulayah sebagai berikut : - Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik - Timur : Selat Madura - Selatan : Kabupaten Pasuruan - Barat : Kabupaten Mojokerto Kedudukan Kabupaten Sidoarjo terhadap Provinsi Jawa Timur terdapat pada gambar 3.1 Gambar 3. 1. Letak Kabupaten Sidoarjo terhadap Provinsi Jawa Timur III. 1. 2. Kondisi Fisik oarjo 71.424,25 km2 terbagi menjadi 18 Keca camatan. Lokasi Luas wilayah Kabupaten Sidoar dan luasannya dapat dilihat pada gambar 3.. 2 dan tabel 3.1 masing – masing kecamatan da dibawah ini. hm masing-masing kecamatan di Kabupaten Sido idoarjo Tabel 3.1. Luas wilayah Tinggi rata-rata dari Luaswilayah permukaan laut (m) (km2) Sidoarjo 4 62.56 2 Buduran 4 41.03 3 Candi 4 40.67 4 Porong 4 29.82 5 Krembung 5 29.55 6 Tulangan 7 31.21 7 Tanggulangin in 4 32.29 8 Jabon 2 81.00 9 Krian 12 32.50 10 Balongbendo o 20 31.40 11 Wonoayu 4 33.92 12 Tarik 16 36.06 No Kecamatan 1 13 Prambon 10 34.23 14 Taman 9 31.54 15 Waru 5 30.32 16 Gedangan 4 24.06 17 Sedati 4 79.43 18 Sukodono 7 32.68 Total 714.27 Sumber : BPS – Sidoarjo Dalam Angka 2014 III. 1. 3. Demografi Jumlah penduduk pada tahun 2013 berdasarkan Sidoarjo dalam angka Tahun 2014 adalah 2.049.038 jiwa. Dapat secara rinci dilihat pada tabel 3.2. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kecamatan Tarik Prambon Krembung Porong Jabon Tanggulangin Candi Tulangan Wonoayu Sukodono Sidoarjo Buduran Sedati Waru Gedangan Taman Krian Balongbendo Jumlah Perempuan Laki + Perempuan Sex Ratio 31.004 34.528 29.354 31.994 25.005 44.398 81.695 46.818 36.896 63.075 104.744 49.29 49.568 115.276 68.812 110.088 63.506 33.977 62.056 69.524 58.724 63.827 49.923 88.519 162.895 93.749 73.596 126.752 207.29 100.27 100.462 233.809 139.809 221.518 127.876 68.439 100.15 101.36 100.05 99.5 99.65 99.38 99.39 100.24 99.47 100.95 97.9 103.43 102.68 102.83 103.18 101.22 101.36 101.43 1.029.010 1.020.028 2.049.038 Laki-Laki 31.052 34.996 29.37 31.833 24.918 44.121 81.2 46.931 36.7 63.677 102.546 50.98 50.894 118.533 70.997 111.43 64.37 34.462 100.88 Tabel. 3.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan sex Ratio (Sumber : BPS - Kab. Sidoarjo Dalam Angka Tahun 2014) Sebaran penduduk pada tiap-tiap kecamatan dapat dipetakan seperti gambar 3. 3 Gambar 3. 3. Peta Sebaran Penduduk (Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sidoarjo, 2011) Kecamatan Waru merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar sejumlah 233.809 jiwa disusul oleh Kecamatan Taman. Hal ini disebabkan karena dua kecamatan tersebut berhimpitan dengan Kota Surabaya, sehingga menjadi alternatif tempat tinggal bagi mereka yang berkerja di Surabaya tetapi tidak mempunyai daya beli tempat tinggal di Kota Surabaya. III. 1. 4. Topografi Kondisi topografi di Wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 s/d + 25 m diatas permukaan laut, dengan kemiringan lereng 0 % s/d 2 %. Berdasarkan Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka secara rinci pembagian wilayah Kabupaten Sidoarjo berdasarkan ketinggian dari permukaan laut ditunjukkan pada Tabel 3.3. (Sumber : BPS - Sidoarjo Dalam Angka 2014). Dan terpetakan seperti pada gambar 3.4. Tabel 3. 3. Letak Ketinggian Wilayah Sidoarjo Dari Permukaan Laut. Ketinggian Dari Permukaan Laut (m) 0–3 Keterangan Merupakan daerah pantai dan pertambakan, berada di sebelah Timur, meliputi 29,99 % 3 – 10 Merupakan daerah yang berair tawar, berada di bagian Tengh meliputi 40,81 % 10 -25 Terletak dibagian Barat, meliputi 29,20 % Sumber : BPS - Sidoarjo Dalam Angka 2014. Gambar 3.4. Peta Topografi (Sumber : Dok. Identifikasi sistem dan jaringan drainase perkotaan Kabupaten Sidoarjo, 2013) III. 1. 5. Tata Guna Lahan dan Rencana Pola Ruang Pengunaan lahan di Kabupaten Sidoarjo terdiri dari penggunaan untuk kawasan lindung maupun kawasan bududaya. Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo tahun 2009-2029, prosentase penggunaan tanah di Kabupaten Sidoarjo, yaitu berupa permukiman (26,65%), kebun (4,97%), industri (1,75%), lahan sawah (32,39%), pekarangan/ tanahkosong/ yasan/ pematangan tanah (3,61%), kolam/ tambak (26,14%), fasum (1,12%), bakau (1,41%), ruang terbuka hijau (0,66%) dan lain-lain (1,61%). Peralihan fungsi lahan di Kabupaten Sidoarjo sangat dinamis. Untuk mengetahui lebih jelas penggunaan lahan budidaya di KabupatenSidoarjo, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. 4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sidoarjo Kecamat an Luas A B C D E F G 452 94,38 5 3394,3 01 776 39,37 1 2211,7 09 0 1089 83,30 9 1361,1 48 0 1165 62,70 4 579,32 2 0 1862 83,64 9 H I J 107,14 Sidoarjo 6256 1550,3 77 210,70 6 0 Buduran 4102, 5 1704,7 65 111,74 2 138,3 66 Candi 4066, 75 967,29 5 198,41 9 Porong 2982, 25 723,56 5 76,922 Tulanga n 3120, 5 980,40 9 340,23 2 2955 683,53 6 513,11 5 Tanggul angin 3229 685,37 4 Jabon 8099, 75 445,22 8 0 172,5 86 0 110,2 95 0 43,97 9 0 22,12 7 0,001 0 38,40 8 1,92 43 43,955 4,718 16 34,131 3,645 96 69,733 8 15,279 0 2,164 0 1669 123,9 9 0 11,80 2 0 1231 13,08 5 492,68 7 0 1531 223,5 88 4696,2 89 21 22,084 Krembu ng 0 9,026 58 17,762 25,576 0 5,945 0 272,1 22 1,106 18 488,91 28,213 8,142 92 36,914 817,41 8 201,47 6 159,7 08 1462 172,6 33 3140 601,74 210,33 7 18,10 7 1728 357,9 21 3392 718,75 6 348,48 7 57,37 4 2123 195,1 69 Tarik 3606 644,82 7 236,92 7 149,2 54 2068 367,1 98 Prambo 3422, 675,99 229,15 13,57 Krian 3250 0 23,22 6 0 36,48 5 0 20,90 3 0 19,73 3 15 59,203 Balongb endo 0 4,297 0 10,58 3 56 8,2446 Wonoay u 43 67,889 1986 279,4 0 0,888 0 50,46 0 4,362 0 9,31 06 37,250 n 5 3 7 3 78 3153, 5 1452,0 94 217,13 3 364,1 56 871 100,5 49 Waru 3032 1497,6 48 53,318 194,8 35 Gedang an 2405, 75 1942,8 45 122,90 6 110,7 12 Sedati 7943 1193,5 76 57,108 Sukodon o 3267, 75 1752,5 41 Total 71424 ,25 19037, 987 04 35,874 Taman 0 19,44 8 0 117,0 99 79 127,1 5 864,26 54,64 1 55,46 4 100,2 26 782 53,38 2 0 0 0 6,667 540 78,14 4 5073,0 8 670,1 85 328,1 56 12,25 3 367,57 7 47,28 6 1725 125,8 39 0 0 0 35,09 2 3549,3 51 1253, 371 2581, 544 18672, 796 801,5 96 1010, 674 475,1 94 56 33,320 79 0 64,651 0 61 11,743 08 1154,1 23.1 39 Sumber : RTRW Kabupaten Sidoarjo 2009-2029 Keterangan: A: Permukiman; B: Kebun; C: Industri; D: Lahan sawah; E: Perkarangan/Tanah Kosong/Yasan/Pematangan Tanah F: Tambak/Kolam; G: Fasum; H: Bakau; I: RTH; J: dll Sedangkan rencana pola ruang Kabupaten Sidoarjo yang terdapat dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo tahun 2009-2029 dapat dilihat pada gambar 3.5. 0188 Gambar 3. 5. Rencan Pola Ruang Kabupaten Sidoarjo (RTRW 2009-2029) Dan rencana penggunaan lahan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3. 5. Tabel 3. 5. Rencan Penggunaan Lahan (Sumber : RTRW Kab. Sidoarjo 2009-2029) Terdapat gap yang cukup signifikan dari penggunaan lahan sawah eksisting dengan rencana penggunaan lahan. Penggunaan lahan terbesar Kabupaten Sidoarjo dalam table 3.4 adalah pertanian/ sawah yang luasnya mencapai 23.139 Ha. Sedangkan pada table 3.5 dalam rencana penggunaan lahan, kawasan lahan sawah menjadi seluas 13.544,07 Ha. Yang berarti nantinya akan ada perubahan guna lahan dari sawah menjadi areal terbangun (permukiman, industi, perdagangan dan jasa) seluas kurang lebih 9.595 Ha. Gap inilah yang berpotensi mengurangi daya serap lahan dan harus diselesaikan dengan terpadu dan sistematis. BAB IV. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT IV. 1. Faktor Pendukung IV. 1. 1. Kondisi Sistem Drainase yang Ada Drainase Kabupaten Sidoarjo memanfaatkan sungai-sungai yang ada sebanyak 54 sungai termasuk Kali Surabaya dan Kali Porong, dan sebagian saluran Campuran yaitu saluran irigasi yang berfungsi ganda sebagai saluran pembuang. Sungai yang ada di susun sesuai orde sungai sebanyak 4 (empat) orde. Orde 1 (satu) 8 sungai, orde 2 (dua) 14 sungai, orde 3 (tiga) 15 dan orde 4 (empat) 15 sungai. Khusus daerah Kota dan perumahan-perumahan yang baru sistem pematusan yang ada menggunakan saluran kota/drainase jalan yang selanjutnya dimasukkan pada saluran pembuang kota atau langsung menuju sungai terdekat yang dianggap masih dapat sebagai buangan, Untuk daerah pedesaan dan pertanian sistem pematusan diatur sesuai sistem drainase yang ada di irigasi (Sumber : Dokumen Identifikasi Sistem dan Jaringan Drainase Perkotaan Kabupaten Sidoarjo, 2013). Gambar 4. 1. Peta Saluran Pembawa dan Pembuang (Afvoer) Kabupaten Sidoarjo (Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sidoarjo, 2011) IV. 1. 2. Rencan Tata Ruang Wilayah Dukungan dari RTRW Kabupaten Sidoarjo 2009-2029 dapat terlihat dari kebijakan dan strategi pencegahan perluasan dampak bencana. Didalamnya terdapat mitigasi bencana banjir, meliputi : a. Melakukan pemetaan wilayah rawan banjir, mengarahkan pembangunan menghindari daerah rawan banjir (kecuali untuk taman dan fasilitas olahraga) dan dilanjutkan dengankontrol penggunaan lahan b. Merekomendasikan upaya perbaikan prasarana dan sarana pengendalian banjir c. Mengoptimalkan DAS sebagai zona kawasan lindung d. Memonitoring dan mengevaluasi data curah hujan, banjir, daerah genangan dan informasi lain yang diperlukan untuk meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi terkena banjir serta daerah yang rawan banjir e. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau terowongan yang dapat membantumengurangi terjadinya banjir Dari segi kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya dilakukan dengan peningkatan kapasitas tampung ruang Kabupaten melalui pembangunan vertikal guna memperoleh tambahan luas Ruang Terbuka Hijau dan lahan pembangunan infrastruktur Kabupaten. IV. 1. 3. Rencana Pengembangan Infrastruktur Rencana pengembangan infrastruktur berdasarkan RTRW Kabupaten Sidoarjo 2009-2029 dapat dilihat pada gambar 4.2. dibawah ini. Gambar 4. 2. Rencana pengembangan saluran dan drainase Kabupaten Sidoarjo IV. 2. Faktor Penghambat IV. 2. 1. Permasalahan Drainase Permasalahan drainase dapat dilihat dengan adanya genangan yang terjadi dibanyak tempat di Kabupaten Sidoarjo. Luas daerah genangan dapat dilihat dari peta genangan pada gambar 4.3. Gambar 4.3. Peta Genangan Sampai saat ini belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman. Oleh karena fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah maka tentunya akan membawa masalah pada daerah aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat. IV. 2. 2. Permasalahan Infrastruktur yang Ada Agar kinerja dari infrastruktur yang mendukung sistem drainase dapat berjalan baik maka harus ada perawatan berkala. Seperti hal nya normalisasi saluran primer hingga saluran desa dan perbaikan saluran drainase. Tetapi hal ini dilokasi – lokasi tertentu tidak dapat dilakukan, karena adanya faktor penghambat. Salah satunya adalah adanya bangunan liar di tepi / sempadan air dari saluran yang ada. Kondisi ini mempersulit kegiatan normalisai saluran terutama yang membutuhkan alat berat (Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sidoarjo, 2011). Untuk menanggulangi genangan akibat air tidak dapat mengalir secara gravitasi mengingat wilayah Kabupaten Sidoarjo sebagian besar merupakan dataran rendah, maka di Kabupaten Sidoarjo telah dioperasikan beberapa buzem dan pompa banjir. Namun karena jumlah dan kapasitas boesem dan pompa masih jauh dari luasnya genangan. Oleh sebab itu beberapa boesem dan pompa banjir juga telah direncanakan. IV. 2. 3. Permasalahan Pola Ruang Dari pola ruang yang direncanakan banyak komitmen – komitmen yang dijalankan. Salah satunya yang berkaitan dengan banjir adalah proporsi luas Ruang Terbuka Hijau yang seharusnya diupayakan secara bertahap menjadi 30%. Dimana 20% didapat dari RTH Publik dan 10% RTH Privat. Ruang terbuka hijau merupakan upaya untuk meresapkan air limpahan (hujan), maka jika luasan ini tidak terpenuhi akan menambah debit air permukaan yang harus dialirkan. Kebijakan vertikal housing belum diterapkan pada arahan pembangunan perumahan dan permukiman. Juga belum adanya produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (wet land) misalnya lembah bukit, rawa, situ-situ, embung dan lain-lain. Pembangunan sistem drainase utama dan lokal belum terpadu, terutama masalah peil banjir, desain kala ulang, belum adanya Master Plan Drainase sehingga pengembang tidak mempunyai acuan untuk sistem drainase lokal yang berakibat pengelolaannya bersifat hanya partial di wilayah yang dikembangkannya saja. (Sumber : Dok. Identifikasi sistem dan jaringan drainase perkotaan Kabupaten Sidoarjo, 2013) BAB V. IMPLIKASI TEORI KEBIJAKAN SPASIAL V. 1. Analisa Spasial Langkah awal pada analisa spasial adalah pengumpulan informasi/ data spasial yang kemudian dioverlay. Sehingga menjadi informasi spasial baru. Berikut ini overlay dari data spasial yang telah didapatkan (Gambar 5.1) Rencana pengembangan saluran Peta Genangan Peta Saluran Pembawa dan Pembuang Rencana Pola Ruang Sebaran Penduduk Topografi Penggunaan Lahan Eksisting Peta Wilayah Sidoarjo Gambar 5. 1. Overlay data spasial Dari overlay ini didapat informasi baru yaitu : 1. Wilayah sebelah barat pada umumnya tidak tergenang. Wilayah ini relative lebih tinggi dan tidak padat penduduk. 2. Wilayah permukiman, area genangan mengalami peningkatan 3. Pembangunan sistem drainase utama dan lokal belum terpadu 4. Wilayah padat penduduk terjadi banyak genangan dikarenakan debit saluran tidak maksimal. Penyebabnya sampah dan limbah domestik yang ikut tercampur pada saluran drainase. Langkah selanjutnya adalah : 1. Analisa karakteristik dan kesenjangan kebutuhan pembangunan daerah Berkurangnya ruang terbuka yang dapat menyerap air dan kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) menjadi areal terbangun mengakibatkan meningkatnya volume air yang masuk ke saluran drainase. Karenanya lebih diutamakan membuat tangkapan-tangkapan air berupa sumur resapan, kolam resisten, buzem. Dan lebih konsern dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau. 2. Analisa kebijakan dan strategi pembangunan daerah Arah kebijakan pembangunan bidang drainase meliputi penyelenggaraan/penanganan terpadu dengan sektor/sub-sektor terkait terutama pengendalian banjir, jalan, bangunan gedung, perumahan dan permukiman, air limbah dan persampahan. Dan dengan mengoptimalkan sistem yang ada, rehabilitasi/ pemulihan, pengembangan dan pembangunan baru. Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut di atas, maka perlu strategi pembangunan sistem drainase berwawasan lingkungan (ramah lingkungan) dan membuat mekanisme koordinasi, menentukan peran dan tanggung jawab pemerintah, swasta dan masyarakat dalam penanganan drainase, memperkuat kapasitas kelembagaan dan meningkatkan SDM pengelola drainase. 3. Analisa kinerja implementasi kebijakan dan strategi pembangunan daerah Untuk dapat mencapai pengembangan secara efektif maka pelaksanaan program tersebut perlu dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu: koordinasi dan sinergi, pemberdayaan masyarakat, teknologi tepat guna, dan stimulasi serta terobosan baru agar target penurunan genangan dapat dicapai (Sumber : Dok. Identifikasi sistem dan jaringan drainase perkotaan Kabupaten Sidoarjo, 2013) V. 2. Konsep Drainase Ramah Lingkungan Metode drainase ramah lingkungan dibawah ini dapat diterapkan pada sistem drainase di Kabupaten Sidoarjo dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Kolam konservasi Dilakukan dengan membuat kolam-kolam air bak untuk menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat diterapkan pada wilayah perkebunan dan perdesaan. Dan untuk wilayah yang tadinya sebagai tempat parkir air (retarding pond) yang menjadi areal terbangun kolam reservasi menjadi kolam tampungan debit air hujan yang tidak bisa diserap oleh permukaan yang telah tertutupi bangunan. 2. Sumur resapan Merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan. Dapat diterapkan pada ruang terbuka hijau privat. 3. River side polder Metode menahan aliran air kelebihan/ hujan disepanjang bantaran sungai. Lokasi polder perlu dicari karena dikembangkan mendekati kondisi alamiah. Pada saat permukaan air naik sebagian air akan mengalir ke polder dan akan keluar jika air turun. Sehingga banjir dihilir berkurang dan konservasi air terjaga. Dapat diterapkan pada saluran – saluran primer. 4. Pengembangan perlindungan air tanah Dilakukan dengan cara menetapkan kawasan lindung untuk air tanah, dimana dalam kawasan tersebut tidak boleh dibangun apapun. Dapat diterapkan sebagai hutan kota. BAB VI. HASIL ANALISA Dari data dan implikasi yang dilakukan dapat disimpulkan kebijakan dan strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi banjir di Kabupaten Sidoarjo dijabarkan sebagai berikut : 1. Dalam kebijakan spasial yang lebih detail yaitu RDTRK dan RTBL harus memerhatikan hal – hal sebagai berikut : a. Penyedian RTH Publik 20% dan RTH Privat 10%. Didapat dari wilayah terbangun hunian menyediakan 20% lahannya untuk RTH dan non hunian 10%. Dari wilayah terbuka terdapat taman seluas 12,5% dari luas wilayah keseluruhan, 30% dari jalan merupakan RTH yaitu 6% dari luas wilayah keseluruhan dan dari bangunan terbuka lainnya 1,5%. (Permen PU No. 05/PRT/M/2008) b. Vertikal housing diterapkan pada permukiman padat penduduk. c. Pemisahan drainase dan saluran limbah domestik harus diterapkan. Dapat dimulai dari perumahan. Pengembang diharuskan membuat instalasi pemisahan drainase dan air limbah. Serta dilengkapi dengan SPAL. 2. Dalam hal pengendalian debit puncak, untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan peresapan air, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk mengendalikan debit puncak. Penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan (untuk lahan yang memungkinkan), kolam-kolam retensi di atap-atap gedung, di dasar-dasar bangunan, waduk, yang selanjutnya dialirkan secara bertahap ke dalam saluran. 3. Sistem drainase direncanakan dengan perkiraan penggunaan lahan di masa yang akan datang. Peningkatan aliran permukaan akibat kecenderungan perubahan tata guna lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun dan peningkatan pasang ait laut akibat pemanasan global harus dipertimbangkan dalam perencanaan drainase. 4. Daerah cekungan/topografi rendah sebaiknya dipertahankan sebagai area terbuka sebagai tempat tampungan air sementara atau resapan air 5. Saluran irigasi yang difungsikan sebagai saluran drainase karena sudah tidak digunakan untuk mengairi sawah perlu disesuaikan agar mengikuti kaidah saluran drainase 6. Kolam-kolam tampung di hulu atau di sepanjang sisi sungai, boesem dihilir diperlukan mengingat kapasitas alir saluran dan sungai yang ada saat ini tidak memungkin mengalirkan debit banjir dan adanya aliran balik air laut pasang 7. Untuk mengurangi aliran permukaan dapat digalakkan metode memanen hujan dengan menampung sebagian air hujan pada masing-masing rumah maupun secara komunal 8. Untuk meningkatkan kapasitas alir saluran, diperlukan pengerukan sedimen dan sampah-sampah yang ada didalam saluran. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai/saluran. Dan dapat ditempatkan trash rack dilokasi-lokasi tertentu. DAFTAR PUSTAKA Perda No.6 Tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo 2009 2029 Permen PU Nomor 12/ PRT/ M/ 2014, tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sidoarjo, 2011 Dokumen Identifikasi sistem dan jaringan drainase perkotaan Kabupaten Sidoarjo, 2013