Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Perpajakan

PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 MENGENAI UPAH BULANAN, MINGGUAN DAN HARIAN, REPEL DAN BONUS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan 2 Dosen Pengampu: Dr. Wiwik Tiswiyanti, S.E., Ak., M.M. Dr. Wirmie Eka Putra S.E., M.Si., CIQnr., CSRS Oleh: Habib Riziq Alkeimi (C1C023070) MATA KULIAH PERPAJAKAN 2 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2024/2025 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya Dengan berkatnya-Nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pajak Penghasilan (PPh) Pasla 21. Makalah ini disusun sebagian dari tugas mata kuliah perpajakan 2 dengan tujuan untuk memahami PPh Pasal 21. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnr., CSRS. atas dukungan yang telah diberikan sepanjang proses penyusuan makalah ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan, baik dalam bentuk ide, maupuun masukan. Dalam penulisan ini penulis menyadari adanya keterbatasan dan kemungkinan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa yang yang datang. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dan menjadi bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memenuhi tujuan yang diharapkan dan memberikan wawasan baru. Terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua pihak yang terlibat. Jambi, 3 September 2024 Habib Riziq Alkeimi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I : PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 1 Tujuan 1 BAB II : PEMBAHASAN 2 Perhitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap Dan Penerima Pensiun 2 Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Teratur 2 Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi Pegawai Tetap 5 Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 10 BAB III : KESIMPULAN iv Kesimpulan iv DAFTAR PUSTAKA v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan yang dterima oleh individu. PPh Pasal 21 memiliki peran penting dalam sistem perpajakan di Indonesia, terutama dalam hal peneriamaan pajak dari sumber penghasilan yang diterima oleh karyawan dan penerima penghasilan lainnya. Untuk memahami lebih mendalam mengenai perhitungan PPh Pasal 21, perlu dipehatikan besaran tarif mekanisme perhitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemahaman yang mendalam mengenai perhitungan PPh Pasal 21 sangat penting, baik untuk administrasi perpajakan oleh Wajib Pajak maupun untuk kewajiban pemotongan dan pelaporan oleh pemberi kerja. Pengetahuan ini juga mendukung penerapan ketentuan pajak secara akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat memastikan kepatuhan pajak yang baik. Makalah ini akan membahas secara singkat mengenai cara perhitungan PPh Pasal 21, lebih tepatnya cara perhitungan upah bulanan, uhpah mingguan dan harian, repel serta bonus. Rumusan Masalah Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21? Tujuan Mengetahui cara perhitungan PPh Pasal 21. BAB II PEMBAHASAN Perhitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap Dan Penerima Pensiun Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut: Perhitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja. Perhitungan kembali sebagai dasar pengisisan Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa Pajak Desember atau masa Pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja. Perhitungan kembali ini dilakukan pada: Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun. Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender. Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Teratur Bagi Pegawai Tetap Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama per bulan, yang, meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjagan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsotek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan Premi Jaminan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan oenghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sam diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghirtung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan denagn penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai. Selanjutnya, dihitung jumlah penghasilan neto per bulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto per bulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, jamnian hari tua, dan/atau tunjangan hari tua dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepasa Dana Pensiun yang pendiriaanya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Progaram Jamsotek. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji per bulan maka untuk perhitungan PPh Pasal 21, jumlah penghaslan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulananan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut: Gaji untuk masa seminggu dikalikan 4. Gaji untuk masa sehari dikalikan 26. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto per bulan dikalikan 12. Lalu, dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikuramgi dengan PTKP. Setelah diperoleh PPh terutang denagn menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadpa PKP, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 per bulan, yang harus dipotong/disetor ke kas Negara, yaitu sebesar; Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan12. Juimlah PPh Pasal 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor penggali dalam hal Wajib Pajak mulai bekerja setelah bulan Januari. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 per bulan dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas pengahaslan sehari dihitung berdasrakan PPh Pasal 21 per bulan dibagi 26. Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (repel), misalnya untuk 5 bulan, maka perhitungan PPh Pasal 21 atas repel tersebut adalah sebagai berikut: Repel dibagi dnegan banyaknya bulan poerolehan repel tersebutr (dalam hal ini 5 bulan); Hasil pembagian repel tersebut ditambahkan oada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21; PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setekah ada kaenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setealh kenaikan; PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bualn-bulan dimaksud adalah seleisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada huruf b. Bagi Penerima Pensiun Berkala Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut: Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto per bulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember; Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atus Penghasilan Kena Pajak tersebut; PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutse dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut: Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto per bulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto per bulan dikalikan 12. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 per bulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12. Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi Pegawai Tetap Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut: Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. Perhitungan PPh Pasal 21 Terutang pada Bulan Desember atau Masa Pajak Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebagai berikut: Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoles P dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak Sementara itu, untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkut sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa pajak yang sama sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang bekerja. Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Uapah Borongan, Uang Saku Harian Atau Mingguan Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari: Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp450.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah melebihi Rp450.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00 maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5% Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan per kalender telah melebihi Rp10.200.000,00 maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan secara Bulanan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto yang yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang Tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh at kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai yang Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPhatt kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Tenaga Ahli yang Melakukan Pekerjaan Bebas PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Dalam hal tenaga ahli tersebut adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, Atas Imbalan yang Bersifat Berkesinambungan Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari Pemotong Pajak yang bersangkutan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan. Bagi yang Tidak Memiliki NPWP atau Menerima Penghasilan dari Selain Pemotong Pajak yang Bersangkutan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, Atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto. Perhitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah pengahsilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Berikut adalah contoh perhitungan PPh Pasal 21 sebagaimana tercantum dalam Lampiran PER-16/PJ/2016 Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap Pengahasilan Pegawai Tetap Dengan Gaji Bulanan Contoh 1: Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi dengan memperoleh gaji per bulan Rp5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Retto menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji. Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut. Gaji per bulan Rp5.750.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan: 5% x Rp5.750.000,00 Rp287.500,00 Iuran pensiun Rp200.000,00 Rp 487.500,00 Pengahasilan neto per bulan Rp5.262.500,00 Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp5.262.500,00 Rp62.150.000,00 PTKP setahun Untuk WP sendiri Rp54.000.000,00 Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 Rp58.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp4.650.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x 4.650.000,00 = Rp232.500,00 PPh Pasal 21 per bulan Rp232.500,00 : 12 = Rp 19.375,00 Contoh 2: Bambang Eko pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji per bulan Rp8.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematiandibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-,masing 0.50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Bambang Eko membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% sari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran untuk Bambang Eko ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Meneteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp200.000,00, sedangkan Bambang Eko membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Pada bulan Juli 2016 Bambang Eko hanya menerima pembayaran berupa gaji. Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Juli adalah sebagai berikut: Perhitungan PPh Pasal 21 Gaji per bulan Rp8.000.000,00 Premi Jaminan Kecelakaan Rp 40.000,00 Premi Jaminan Kematian Rp 24.000,00 Pengahasilan bruto Rp8.064.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp8.064.000,00 Rp403.200,00 Iuran pensiun Rp200.000,00 Iuran Jaminan Hari Tua Rp160.000,00 Rp 663.200,00 Penghasilan neto per bulan Rp7.400.800,00 Penghasilan neto setahun 12 x 7.400.800,00 Rp88.809.600,00 PTKP Untuk WP sendiri Rp54.000.000,00 Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 Rp58.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp30.309.600,00 Pembulatan Rp30.309.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp30.309.000,00 = Rp1.515. 450,00 PPh Pasal 21 per bulan Rp1.515.450,00 : 12 = Rp126.288,00 Dengan gaji Mingguan Dan Harian Contoh 1: Oka Sagala belum menikah, pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PRT Mahagoni Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp2.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 21 minggu pertama bulan Agustus 2016 apabila dalam minggu tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja adalah: Perhitungan PPh Pasal 21: Gaji (4 x Rp2.000.000,00) Rp8.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp8.000.000,00 Rp 400.000,00 Penghasilan neto per bulan Rp7.600.000,00 Penghasilan neto setahun 12 x Rp7.600.000,00 Rp91.200.000,00 PTKP Untuk WP sendiri Rp54.000.000,00 Rp54.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp37.200.000,00 PPh Pasal 21 5% x Rp37.200.000,00 = Rp1.860.000,00 PPh Pasal 21 per bulan Rp1.860.000,00 : 12 =Rp 38.750,00 PPh Pasal 21 atas gaji/upah Mingguan Rp38.750,00 : 4 =Rp 9.688,00 Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Repel Contoh : Retto (lihat contoh perhitungan gaji bulanan nomor 1) pada bulan Juni menerima kenaikan gaji, menjadi Rp6.750.000,00 per bulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2016. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Retto menerima repel sejumlah Rp5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya diterima untuk masa Januari s.d. Mei 2016). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang repel trersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2016 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian perhitungan PPh Pasal 21 terutangnya adlah sebagai berikut: Gaji Rp6.750.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp6.750.000,00 Rp337.500,00 Iuran pensiun Rp200.000,00 Rp 537.500,00 Penghasilan neto per bulan Rp6.212.500,00 Pengahsilan neto setahun: 12 x Rp6.212.500,00 Rp74.550.000,00 PTKP Untuk Wajib Pajak Rp54.000.000,00 Tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 Rp58.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp16.050.000,00 PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp16.050.000,00 Rp802.500,00 PPh Pasal 21 per bulan Rp802.500,00 : 12 Rp 66.875,00 PPh Pasal 21 Januari s.d. Mei 2016 seharusnya Adalah 5 x Rp66.875,00 Rp334.375,00 5 x Rp19.375,00 (dari perhit. Contoh 1) Rp 96.875,00 PPh Pasal 21 untuk uang repel Rp237.500,00 Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Berupa: Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Tunjagan Hari Raya atau Tahun Baru, Bonus, Premi, dan Penghasilan Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan Pada Umumnya Diberikan Sekali dalam Setahun Contoh : Sudiro (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp5.000.000,00 per bulan. Pada bualn Maret 2016 Sudiro memperoleh bonus sebesar Rp8.000.000,00, sehingga pada bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh penghasilan berupa gaji sebesar Rp5.000.000,00 dan bonus Rp8.000.000,00. Setiap bulannya Sudiro membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp80.000,00. Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah: PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun): Gaji setahun (12 x Rp5.000.000,00) Rp60.000.000,00 Bonus Rp 8.000.000,00 Penghasilan bruto setahun Rp68.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp68.000.000,00 Rp3.400.000,00 Iuran pensiun setahun 12 x Rp80.000,00 Rp 960.000,00 Rp 4.360.000,00 Penghasilan neto setahun Rp63.640.000,00 PTKP Untuk WP sendiri Rp54.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 9.640.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp9.640.000,00 Rp 482.000,00 PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun Gaji setahun (12 x Rp5.000.000,00) Rp60.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp60.000.000,00 Rp3.000.000,00 Iuran pensiun setahun 12 x Rp80.000,00 Rp 960.000,00 Rp 3.960.000,00 Penghasilan neto setahun Rp56.040.000,00 PTKP Untuk WP sendiri Rp54.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 2.040.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp2.040.000,00 Rp102.000,00 PPh Pasal 21 atas Bonus PPh Pasal 21 atas bonus adalah: Rp482.000,000 – Rp102.000,00 = Rp 380.000,00 BAB III KESIMPULAN Kesimpulan Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama per bulan, yang, meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjagan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya. Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut: Perhitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja. Perhitungan kembali sebagai dasar pengisisan Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa Pajak Desember atau masa Pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. (2019). Perpajakan Edisi 2019. Yogyakarta: ANDI 3