Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Diketahui sebuah jalan raya dengan data lalu lintas sebagai berikut : Jumlah kendaraan ringan 2 ton (3450 + 5 digit terakhir NIM) = 18535 buah Jumlah bus 8 ton (756 + 3 digit terakhir NIM) = 841 buah Jumlah truck 2 as 13 ton (472 + 3 digit terakhir NIM) = 557 buah Jumlah truck 3 as 20 ton (228 + 3 digit terakhir NIM) = 228 buah Buatlah laporan perhitungan rencana tebal perkerasan lentur berdasarkan data tersebut dengan menggunakan Metode Analisa Komponen SNI 1732-1989-F. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang paling vital dan paling lazim digunakan karena fleksibilitas moda transportasinya. Untuk transportasi jarak dekat dan menengah jalan raya merupakan prasarana transportasi yang paling optimal untuk saat ini. Pergerakan barang dan jasa dapat diakomodasi dengan mudah dengan jalan raya karena tidak memerlukan sarana pendukung yang terlalu banyak dan pergerakannya sangat bebas. Hal ini menjadikan transportasi jalan raya menjadi prasarana transportasi yang paling banyak digunakan dan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Seiring dengan pertumbuhan pergerakan barang dan jasa, maka diperlukan pembangunan sarana transportasi jalan raya yang memadai untuk mengakomodasinya. Pembangunan jalan baru sering menemui berbagai masalah. Selain itu, dampaknya juga harus diperhitungkan terlebih dahulu baik dari aspek sosial, ekonomi, aturan hukum, dan lain – lain agar tidak menimbulkan masalah yang lebih kompleks dikemudian hari. Jalan yang telah ada pun harus terus dilakukan perawatan untuk menjaga kualitasnya. Dengan menurunnya kualitas jalan maka kenyamanan pengguna jalan akan terganggu dan kendaraan yang melintasi juga akan menurun produktifitasnya. Yang menjadi perhatian utama dengan turunnya kapasitas jalan maka pergerakan barang dan jasa akan terhambat yang menjadi suatu kerugian materi bagi banyak pihak. Akan lebih parah jika terjadi kerusakan jalan dan menimbulkan korban jiwa yang tidak bisa dinilai dengan materi. Jalan Margonda Raya merupakan jalan yang menghubungkan kota DKI Jakarta dan Kota Depok serta menjadi pusat perdagangan dan pendidikan di kawasan kota Depok. Peta lokasi jalan dapat dilihat pada Gambar 1. Panjang jalan Margonda Raya adalah 4,895 km. Berdasarkan fungsinya jalan Margonda Raya dapat digolongkan sebagai jalan arteri sekunder. Lokasi Gambar 1 Peta Lokasi Jalan Metode Analisa Komponen Dalam studi kasus ini digunakan SNI 1732-1989-F (Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen) sebagai acuan. Metode Analisa Komponen SNI 1732-1989-F merupakan metode yang bersumber dari AASHTO 1972 yang disesuaikan dengan kondisi jalan di Indonesia. Selain itu, metode ini juga merupakan penyempurnaan dari Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya no. 01/PD/B/1983. Rumus dasar metode Analisa Komponen diambil dari AASHTO 1972 revisi 1981 dengan beberapa penyesuaian. Metode Analisa Komponen merupakan metode empiris yang dibuat berdasarkan penelitian terhadap jalan yang telah ada sebelumya di Indonesia. Faktor – faktor yang dipertimbangkan pada metode empirik juga dapat sangat bervariatif. BAB II PEMBAHASAN Lintas Ekivalen Rencana (LER) Tahapan – tahapan perhitungan nilai lintas ekivalen rencana yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: Lalulintas Harian Rata – Rata (LHRT) Tahun 2017 (Akhir Umur Rencana) LHR 2012 perlu dihitung untuk mendapat nilai LHR 2017 dalam memperkirakan lalu lintas harian rata – rata pada akhir umur perkerasan. Sebagai contoh untuk golongan 2 & 3 dihitung dengan persamaan : 𝐿𝐻𝑅𝑡 = 𝐿𝐻𝑅0×(1+𝑖)𝑈𝑅 𝐿𝐻𝑅2017 = 𝐿𝐻𝑅2012×(1+𝑖)𝑈𝑅 𝐿𝐻𝑅2017 = 18535×(1+5%)5 = 23656 Dengan : LHRt= lalulintas harian rata – rata pada akhir umur rencana LHR 0= lalulintas harian rata – rata pada awal umur rencana i = faktor pertumbuhan lalulintas selama masa pelaksanaan (%) UR = umur rencana (tahun) Nilai lalulintas harian rata-rata pada akhir umur rencana (LHRt) ditunjukan pada Tabel 1 Jenis Kendaraan LHR 2012 Pertumbuhan Lalulintas LHR 2017 Kend. Ringan 2 ton 18535 5% 23656 bus 8 ton 841 5% 1073 truck 2 as 13 ton 557 5% 711 truck 3 as 20 ton 313 5% 399 Tabel 1 Hasil Perhitungan Lalulintas Harian Rata – Rata Pada Akhir Umur Rencana (LHR) Koefisien Kendaraan Besarnya koefisien distribusi kendaraan (C) didasarkan pada jenis kendaraan, jumlah arah dan jumlah lajur. Jalan Margonda Raya terdiri dari 2 lajur dan 2 arah. Besarnya koefisien distribusi kendaraan (C) dapat dilihat pada Tabel 2.. Jumlah lajur Kendaraan ringan Kendaraan berat Berat total < 5 T Berat total > 5 T 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 1,00 1,00 1,00 1,000 2 0,60 0,50 0,70 0,500 3 0,40 0,40 0,50 0,475 4 - 0,30 - 0,450 5 - 0,25 - 0,425 6 - 0,20 - 0,400 Tabel 2 Koefisien Distribusi Kendaraan pada Lajur (C) Sesuai dengan Tabel 5 maka besarnya koefisien distribusi kendaraan sebesar 0,5 untuk kendaraan ringan dan 0,5 untuk kendaraan berat. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Angka ekivalen setiap jenis kendaraan berbeda – beda tergantung jumlah sumbu, beban, dan konfigurasi sumbunya. Nilai total angka ekivalen merupakan hasil penjumlahan dari angka ekivalen sumbu depan dan angka ekivalen sumbu belakang. Tabel berikut menyebutkan angka ekivalen terhadap berbagai beban kendaraan sesuai dengan yang tercantum dalam: Tabel 3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan (Sumber : SNI 1732-1989-F) Berikut adalah rekapitulasi angka ekivalen terhadap kendaraan yang melintas pada daerah penelitian : Jenis Kendaraan GVW Konfigurasi Beban (Kg) Angka Ekivalen Total (Kg) Depan Belakang Depan Belakang Kend. Ringan 2 ton 2000 1000 1000 0.0002 0.0002 0.0004 Bus 8 ton 8000 3000 5000 0.0183 0.141 0.1593 Truck 2 as 13 ton 13000 5000 8000 0.141 0.9238 1.0648 Truck 3 as 20 ton 20000 6000 14000 0.2923 0.7452 1.0375 Tabel 4 Angka Ekivalen (E) Aktual Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Lintas ekivalen permulaan dihitung dengan menggunakan LHR pada awal umur rencana (LHR 2012). Perhitungan LEP mengacu pada rumus berikut : Dengan : LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LHR = Lalulintas Harian Rata – Rata Pada Awal Umur Rencana C = Koefisien Distribusi Kendaraan E = Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan j = Jenis Kendaraan Hasil perhitungan nilai Lintas Ekivalen Akhir (LEP) disajikan dalam tabel berikut : Jenis Kendaraan LHR 2012 Koef. C Koef. E LEP Kend. Ringan 2 ton 18535 0.5 0.0004 3.707 Bus 8 ton 841 0.5 0.1593 66.986 Truck 2 as 13 ton 557 0.5 1.0648 296.547 Truck 3 as 20 ton 313 0.5 1.0375 162.369 Tabel 5 Nilai Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Dari tabel 5 didapatkan nilai total LEP adalah : 529,608 Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Lintas ekivalen akhir dihitung dengan menggunakan LHR pada akhir umur rencana (LHR 2017). Perhitungan LEA mengacu pada rumus berikut : Dengan : LEA= Lintas Ekivalen Akhir LHR = Lalulintas Harian Rata – Rata Pada Awal Umur Rencana C = Koefisien Distribusi Kendaraan E = Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan j = Jenis Kendaraan i = Pertumbuhan Lalulintas UR = Umur Rencana Hasil perhitungan nilai Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dapat dilihat pada tebel berikut : Jenis Kendaraan LHR 2017 Koef. C Koef. E LEA Kend. Ringan 2 ton 23656 0.5 0.0004 4.731 Bus 8 ton 1073 0.5 0.1593 85.493 Truck 2 as 13 ton 711 0.5 1.0648 378.477 Truck 3 as 20 ton 399 0.5 1.0375 207.228 Tabel 6 Nilai Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Dari tabel 6 didapatkan nilai total LEP adalah : 675,929 Lintas Ekivalen Tengah (LET) Nilai Lintas ekivalen tengah didapat dengan merata – ratakan nilai lintas ekivalen awal dan lintas ekivalen akhir. Nilai LET dihitung dengan rumus berikut: Lintas Ekivalen Rencana (LER) Nilai LER didapat dengan mengalikan LET dan faktor penyesuaian (FP). Faktor penyesuaian ditetapkan dengan menggunakan umur rencana (UR) 5 tahun adalah sebagai berikut : Daya Dukung Tanah (DDT) dan California Bearing Ratio (CBR) Daya dukung tanah (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR. Daya dukung tanah dapat dihitung dengan cara grafis dan analitis. Nilai DDT dapat ditentukan menggunakan nomogram dengan menarik garis lurus CBR terhadap DDT. California Bearing Ratio (CBR) Data CBR tanah dasar didapatkan dari hasil uji DCP (Dynamic Cone Penetrometer). Data CBR dianalisa dengan metode grafis untuk mendapatkan nilai CBR rencana. Nilai CBR rencana adalah nilai persentase kumulatif 90%. Nilai CBR diurutkan dari nilai terendah ke nilai tertinggi dan dihitung nilai CBR yang sama atau lebih besar. Setelah itu, dihitung nilai persentase CBR kumulatif yang sama atau lebih besar. Nilai CBR yang telah dianalisa tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai CBR Aktual Gambar 2 Grafik Hubungan Antara CBR Tanah Dasar dan % CBR Kumulatif Berdasarkan Gambar 2 didapat nilai CBR pada percentile 90% sekitar 3,25%. Dengan demikian nilai CBR rencana ditetapkan sebesar 3,25%. Daya Dukung Tanah (DDT) Perhitungan nilai daya dukung tanah (DDT) dihitung dengan memasukan nilai CBR rencana yang sebelumnya telah dihitung sebesar 3,25% pada persamaan dari Bina Marga sebagai berikut : 𝐷𝐷𝑇 = 4,3 log 𝐶𝐵𝑅 + 1,7 𝐷𝐷𝑇 = 4,3 log 3,25 + 1,7 = 3,9 Faktor Regional (FR) Faktor regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Nilai faktor regional ditentukan dengaan 3 parameter yaitu curah hujan, kelandaian dan persentase kendaraan berat. Curah Hujan Data curah hujan didapatkan dengan melakukan survey terhadap curah hujan yang dilaksanakan dari tahun 2000 hingga tahun 2010. Data tersebut dalam satuan mm/bulan dan dijumlahkan untuk mendapatkan curah hujan tahunan. Data curah hujan diambil dari stasiun hidrometri setempat. Data curah hujan yang digunakan dalam perencanaan adalah nilai curah hujan tahunan tertinggi. Curah hujan tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 3952 mm/tahun. Kelandaian / Alinyemen Kelandaian yang digunakan untuk perencanaan ruas jalan Margonda Raya diambil dari perencanaan lengkung vertikalnya. Dari lengkung vertikal tersebut didapat kemiringan tertinggi sebesar 5,62%. Persentase Kendaraan Berat *) Kendaraan Berat ≥ 13 ton Kendaraan Ringan ≤ 13 ton Tabel 8 Perhitungan Persentase Kendaraan Berat Faktor Regional Nilai curah hujan, kelandaian, dan persentase kendaraan berat yang didapat akan dijadikan dalam acuan dalam penentuan nilai Faktor Regional (FR), dengan merujuk pada tabel berikut : Tabel 9 Nilai Faktor Regional (FR) (Sumber : SNI 1732-1989-F) Catatan:Pada bagian jalan – jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian, atau tikungan tajam (jari – jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada derah rawa – rawa FR ditambah dengan 1,0. Berdasarkan data curah hujan didapat nilai 3952 mm/tahun sehingga > 900 mm/tahun. Persentase kendaraan berat sebesar 4,297%. Kelandaian ditentukan berdasarkan alinyemen vertikalnya. Kemiringan terbesar adalah 5,62% sehingga dapat ditetapkan memiliki kelandaian < 6%. Dari data tersebut, sesuai dengan Tabel 9 maka nilai FR ditentukan sebesar 1,5. Indeks Permukaan (IP) Indeks permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. Nilai IP dan pengertiannya ditunjukan pada Tabel 10 Tabel 10 Nilai Indeks Permukaan (IP) (Sumber : SNI 1732-1989-F) Nilai Indeks permukaan perkerasan lentur dibagi menjadi dua yaitu pada awal umur rencana dan akhir umur rencana. Penentuan nilai indeks permukaan tersebut adalah sebagai berikut : Indeks permukaan awal umur rencana (IPo). Nilai IPo ditentukan berdasarkan jenis lapis perkerasan yang digunakan. Nilai IPo dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) (Sumber : SNI 1732-1989-F) Nilai IPo ditentukan berdasarkan jenis lapis perkerasan yang digunakan. Karena jenis perkerasan yang digunakan ditetapkan dengan menggunakan aspal beton (Laston). Alat pengukur Roughness yang dipakai adalah Roughometer NAASRA yang dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 Station Wagon, dengan kecepatan kendaraan ± 32 km/jam. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai Roughness asebesar 1254 mm/km (≥1000). Sesuai pada Tabel 11 maka besarnya IPo adalah ≥ 4. Indeks Permukaan akhir umur rencana (IPt). Nilai IPt ditentukan berdasarkan nilai lintas ekivalen rencana (LER) dan klasifikasi kelas jalan. Nilai IPt Tabel 12. Indeks permukaan akhir umur rencana (IPt ) Tabel 12 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) (Sumber : SNI 1732-1989-F) *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal Catatan:Pada proyek – proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan murah, atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0 Berdasarkan perhitungan sebelumnya didapat LER sebesar 301,384 dan jalan termasuk kelas jalan arteri. Oleh karena itu, dari Tabel 12 didapatkan nilai IPt sebesar 2,0. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Indeks tebal perkerasan (ITP) merupakan fungsi dari daya dukung tanah, faktor regional, lintas ekivalen rencana, dan indeks permukaan. Perkerasan tidak menggunakan metode konstruksi bertahap, maka nilai ITP dapat langsung dihitung. Dari perhitungan sebelumnya didapatkan IPo ≥ 4 dan IPt = 2,0. Nilai ini digunakan untuk menentukan nomogram yang digunakan. Kemudian nilai DDT (3,9) dan LER (301,384) digunakan untuk mendapatkan nilai ITP dan selanjutnya dikoreksi dengan FR 1,5 untuk mendapatkan ITP seperti pada Gambar 3. Gambar 3 Plotting Pada Nomogram IPo ≥ 4 dan IPt = 2,0 Berdasarkan nomogram pada Gambar 3 didapat nilai ITP 9,5. Nilai ini yang didapat akan digunakan dalam penentuan tebal masing – masing lapis perkerasan. Tebal Masing-Masing Lapis Perkerasan Tebal lapis perkerasan ditentukan berdasarkan bahan yang dipakai dan nilai ITP hasil ploting pada nomogram. Untuk masing-masing lapisan, tebalnya memiliki standar minimum yang berbeda ditentukan sesuai dengan nilai ITP. Lapis Permukaan. Berdasarkan bahan yang digunakan, tebal lapis permukaan minimum ditunjukan pada Tabel 13. Tabel 13 Batas Minimum Tebal Lapis Permukaan (Sumber : SNI 1732-1989-F) Lapis Fondasi. Berdasarkan bahan yang digunakan, tebal lapis fondasi minimum ditunjukan pada Tabel 14. *) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk fondasi bawah digunakan material berbutir kasar. Tabel 14 Batas Minimum Tebal Lapis Pondasi (Sumber : SNI 1732-1989-F) Lapis Fondasi Bawah Tebal minimum bila menggunakan fondasi bawah, untuk setiap nilai ITP adalah 10cm. Nilai koefisien kekuatan relatif ditunjukan Tabel 15. Tabel 15 Koefisien Kekuatan Relatif (Sumber : SNI 1732-1989-F) Perkerasan dengan menggunakan komposisi aspal (MS 454) untuk lapis permukaan, batu pecah CBR 60% untuk fondasi atas dan siru/pitrun CBR 30% untuk fondasi bawah. Dengan nilai 9,5 maka tebal minimum (Dmin) koefisien kekuatan relatif (a) setiap lapisan adalah sebagai berikut : Lapis permukaan, aspal MS 454, a1 = 0,32 , maka batas tebal minimum lapis permukaan adalah 7,75 cm Lapis fondasi atas, sirtu/pitrun CBR 60%, a2 = 0,12 , maka batas tebal minimum lapis fondasi atas adalah 20 cm Lapis fondasi bawah, batu pecah CBR 30%, a3 = 0,13 , maka batas tebal minimum lapis pondasi bawah adalah 10 cm Penentuan ketebalan masing-masing lapisan mengikuti rumus berikut : dimana, D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapisan. = 0,32.D1 + 0,12.20 + 0,13.10 = 0,32.D1 + 2,4 + 1,3 0,32.D1 = 9,5 – 3,7 19 cm 20 cm 10 cm D1 = 18,125 ~ 19 cm. Abuton (MS 454) Batu Pecah (CBR 60%) Sirtu (CBR 30%) Subgrade (CBR 3,25%) Gambar 4 Gambar Susunan Perkerasan 12