Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
REHABILITASI KAWASAN PESISIR PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PEMULIHAN KERUSAKAN PESISIR DI WILAYAH KOTA SEMARANG DISUSUN OLEH : PRIMA TEGAR ANUGRAH (125080601111024) I 3 Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah – Nya jualah penyusun bisa menyelesaikan paper ini sebagai tugas dari mata kuliah Rehabilitasi Kawasan Pesisir yang berjudul “Pengendalian Pencemaran Dan Pemulihan Kerusakan Pesisir Di Wilayah Kota Semarang”. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Rehabilitasi Kawasan Pesisir, penyusun berharap makalah ini juga bisa digunakan sebagaimana mestinya oleh dosen, mahasiswa maupun pada masyarakat umum. Akhir kata, semoga bermanfaat. Malang, 10 Oktober 2015 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 DAFTAR GAMBAR 4 BAB I 6 PENDAHULUAN 6 1.1 LATAR BELAKANG 6 1.2 TUJUAN PENULISAN 7 BAB II 8 TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 LANDASAN TEORI 8 2.1.1 Potensi Sumberdaya Pesisir 8 2.2 GAMBARAN KERUSAKAN PESISIR 11 2.2.1 Permasalahan Pesisir 11 2.3 PENCEMARAN DI WILAYAH PESISIR 12 2.3.1 Bahan Pencemar Lingkungan Wilayah Pesisir 12 2.3.2 Sumber Pencemar Dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir 13 BAB III 16 PEMBAHASAN 16 3.1 KASUS KERUSAKAN PESISIR KOTA SEMARANG 16 3.2 SOLUSI RESTORASI 17 3.2.1 Strategi Pengelolaan 17 3.2.2 Strategi Pengendalian 19 3.2.3 Program Pemantauan Pesisir 21 3.2.4 Pengendalian Kerusakan Pesisir Dan Laut Melalui Penanaman Mangrove 21 PENUTUP 25 4.1 KESIMPULAN 25 4.2 SARAN 25 DAFTAR PUSTAKA 27 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Jenis Kegiatan Di Daratan Maupun Di Lautan Yang Menjadi Kontributor Penurunan Kualitas Pesisir 13 Gambar 2 Kompleksitas Kegiatan Wilayah Pesisir Yang Rawan Konflik Kepentingan 14 Gambar 3 Contoh Kerusakan Lingkungan Di Pesisir Semarang (Rob) 16 DAFTAR TABEL Tabel 1 Jenis Spesies Dan Lokasi Penanaman Mangrove 22 Tabel 2 Rencana Pembiayaan 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jumlah pulau sangat banyak. Data SLHI 2013 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah Pulau di Indonesia 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 80.791 km. Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan yang besar dalam mengembangkan dan mengelola potensi sumberdaya pesisir dan laut. Wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar serta menyediakan jasa – jasa lingkungan yang beragam, seperti minyak dan gas, mineral, perikanan, ekosistem terumbu karang dan mangrove, maupun pariwisata. Sayangnya, sumberdaya di wilayah pesisir dan laut Indonesia pada masa lampau belum mendapat perhatian serius sebagaimana halnya pembangunan di wilayah daratan. Beberapa kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan telah terjadi serta pencurian sumberdaya laut oleh pihak asing yang tidak terkendali. Kemiskinan di wilayah pesisir juga banyak ditemukan. Jumlah penduduk di wilayah pesisir perkotaan yang makin meningkat, ternyata mengakibatkan sumberdaya di daratan semakin terbatas, maka wilayah pesisir dan laut beserta sumberdayanya menjadi alternatif pendukung pembangunan daerah maupun nasional yang strategis di masa mendatang. Oleh karena itu sangatlah beralasan, jika dalam pembangunan jangka panjang bangsa Indonesia mengorientasikan kiprah pembangunannya terutama pada wilayah pesisir dan laut. Komitmen pemerintah dalam bidang ini dapat terlihat dari masih diperlukannya kementerian yang mengurusi masalah lingkungan hidup serta kelautan, bahkan pada kabinet saat ini ditambah dengan Menteri Koordinator Maritim. Saat ini yang masih menjadi keprihatinan kita, beberapa kegiatan pembangunan di kawasan daratan dan lautan, masih banyak yang memberikan dampak negatif pada lingkungan yang akhirnya berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan laut maupun kelestarian sumberdaya alam, yaitu berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemanfaatan yang berlebih atas sumberdaya pesisir dan laut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mungkin timbul harus menjadi bagian dari kebijakan dan langkah aksi pengelolaan lingkungan pada setiap sektor kegiatan pembangunan. Disamping permasalahan tersebut di atas, juga terdapat masalah lain, yaitu sistem manajemen yang belum terpadu. Pengelolaan pesisir saat ini masih banyak dilakukan secara sektoral dan tidak ada keterpaduan antara pengelolaan daratan dan lautan. Padahal sumber pencemaran dan kerusakan di wilayah pesisir berasal dari kegiatan yang ada di daratan dan di lautan. Menurut Undang – Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang – Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil pengelolaan di wilayah pesisir ini harus dilakukan secara terpadu. 1.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan ditulisnya paper ini antara lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Rehabilitasi Kawasan Pesisir serta mencoba untuk menguraikan cara pengendalian pencemaran dan pemulihan kerusakan pesisir di wilayah Kota Semarang. Penyusun berharap tulisan ini dapat merangsang para pemangku kebijakan untuk mulai memperhatikan wilayah pesisir dan melakukan upaya terbaik untuk mengelolanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Potensi Sumberdaya Pesisir Dalam Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu dijelaskan bahwa wilayah pesisir (coastal zone) adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten / kota, dan kearah darat batas administrasi kabupaten / kota. Pesisir dan pantai merupakan daerah yang dinamis. Kedinamisan ini sebagai akibat adanya gaya – gaya yang berasal dari laut dan daratan yang bertemu di wilayah ini. Pesisir dan pantai sebagai tempat terendamnya energi yang dibangkitkan oleh adanya pergerakan air laut dan juga sebagai tempat bermuaranya sungai dari daratan. Wilayah pantai adalah daerah yang secara intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti, Industri, Pemukiman, Pelabuhan, Pertambakan, Pertanian, Pariwisata yang semuanya itu menimbulkan peningkatan kebutuhan alam, prasarana dan lainnya. Pada umumnya sumber daya pesisir dan laut dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu (a) sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources), (b) sumberdaya tidak dapat pulih (non renewable resources), (c) energi kelautan serta (d) jasa – jasa lingkungan kelautan (environmental services). Sumberdaya yang dapat pulih antara lain ikan, rumput laut, mangrove termasuk kegiatan mariculture. Sumberdaya yang tidak pulih antara lain berupa mineral, pasir laut, minyak bumi, gas alam. Energi kelautan antara lain gelombang laut, pasang surut air laut. Sedangkan jasa lingkungan di wilayah pesisir dan laut antara lain: pariwisata bahari, transportasi laut. Pada waktu lampau sumberdaya ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Pemerintah Daerah, karena kewenangan pengelolaannya ada di Pemerintah Pusat, sehingga setiap kali Pemerintah Daerah mengajukan anggaran ke DPRD selalu ditolak atau diberi namun porsinya hanya sedikit. Padahal pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu dapat meningkatkan pendapatan daerah. Berdasarkan pada data Kementerian Kelautan produksi perikanan Indonesia mencapai 11,06 juta ton hingga triwulan ketiga 2013 yang disumbangkan oleh sub sektor perikanan tangkap 5,86 juta ton. PDB sub sektor perikanan juga terus mengalami pertumbuhan yang signifikan selama tahun 2013 dengan rata – rata kenaikan 6,45 %. Ekosistem hutan mangrove mempunyai kegunaan yang beragam sehingga mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Kegunaan hutan mangrove antara lain merupakan spawning ground, nursery ground dan feeding ground bagi berbagai jenis satwa air maupun satwa darat. Selain itu, dapat digunakan pula sebagai bahan bakar, bahan bangunan, obat – obatan serta dapat melindungi pesisir dari hempasan ombak, gelombang pasang, badai serta dapat menahan sedimen dan mencegah terjadinya abrasi pantai. Terumbu karang merupakan kumpulan dari banyak sekali habitat mikro yang saling berhubungan dengan ribuan spesies tumbuhan maupun tanaman sebagai penyusunnya. Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai yang sangat tiggi, namun sangat rentan. Fungsi terumbu karang antara lain sebagai breeding nursery dan feeding ground bagi banyak spesies ikan, invertebrata dan reptelia, selain itu juga dapat menahan ombak dan mencegah terjadinya abrasi. Kawasan terumbu karang juga sangat baik untuk obyek wisata, obyek penelitian, mariculture, bioteknologi. Lamun adalah tumbuhan berbunga (spermatophyta) yang hidup di laut, berbiji satu (monokotil) dan terdiri dari tiga bagian utama yaitu daun, rimpang (rhizome) dan akar. Lamun dapat menyesuaikan diri untuk hidup dan tumbuh pada lingkungan laut dengan kemampuan : hidup pada air asin, berfungsi normal dalam keadaan terbenam, bertahan terhadap arus dan gelombang melalui sistem perakaran yang baik, berbiak secara generatif (biji) dalam keadaan terbenam. Luas area padang lamun di Indonesia data BPS tahun 2013 yang dimuat dalam SLHI tahun 2013 seluas 2.016.728.46 hektar pada tahun 2012. Produktifitas padang lamun sangat tinggi, dapat mencapai lebih dari 5000 grCal / m2 / tahun. Di Indonesia terdapat 12 jenis lamun yang dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas untuk membentuk suatu padang lamun (seagrass bed). Keberadaan lamun di perairan laut dangkal sangat penting, karena : (1) dapat membentuk lingkungan berupa padang lamun yang menjadi salah satu ekosistem terkaya dan paling produktif, (2) dapat menjaga dan memelihara stabilitas pantai pesisir dan lingkungan ekosistem estuaria, (3) merupakan sumber makanan bagi banyak hewan laut seperti duyung, penyu, ikan dan bulu babi, (4) merupakan tempat berlindung banyak jenis hewan dan tumbuhan dari hewan pemangsa, (5) merupakan komoditas yang banyak digunakan sebagai pupuk, kertas, pakan ternak dll. Ekosistem estuaria merupakan ekosistem yang khas, karena air tawar dan air laut bertemu sehingga sumberdaya yang dapat pulih banyak terdapat di wilayah tersebut. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan sungai – sungai yang mengalir didaratannya menjadikan wilayah estuary menjadi banyak dan luas. Mengingat pentingnya wilayah estuary ini, maka wilayah estuary perlu dilestarikan. Potensi sumberdaya yang tidak dapat pulih di Indonesia yang paling potensial adalah minyak dan gas bumi. Sedangkan energi kelautan belum banyak dimanfaatkan, namun usaha ke arah pemanfaatan energi kelautan telah mulai dilakukan, yaitu yang dikenal dengan ocean thermal energy conversion (OTEC) antara lain berupa energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas. Laut Indonesia menyimpan kekayaan migas yang cukup tinggi. Dari 40 cekungan yang ada di laut diperkirakan berpotensi menghasilkan 106,2 milyar barel setara minyak. Cadangan minyak yang belum terjamah diperkirakan sebanyak 57,3 milyar barrel terkandung di lepas pantai. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi untuk pengembangan wisata bahari dan pelayaran. Namun demikian, masih banyak wisata bahari yang belum dikembangkan secara professional. Padahal Keanekaragaman flora dan fauna di wilayah pesisir dan laut dapat dijual sebagai obyek wisata. Potensi wisata bahari yang dapat dikembangkan antara lain: wisata pantai, menyelam dll. Jasa transportasi laut juga belum dikembangkan secara optimal. Pihak asing masih menguasi jasa pelayaran di Indonesia. 2.2 GAMBARAN KERUSAKAN PESISIR Data luasan mangrove di Indonesia sampai tahun 2010 yang dimuat dalam SLHI tahun 2012 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup seluas 5.543.012.08 hektar dengan konsisi 56,91 % baik, 10,69 % sedang, 7,20% rusak dan 25,20 % tidak teridentifikasi. Data SLHI tahun 2013 Luas terumbu karang di Indonesia 50.875 km2 atau 18 % dari total terumbu karang di dunia. Sedangkan kondisi terumbu karang di Indonesia hasil penelitian Oseanografi LIPI tahun 2012 di 1.133 lokasi menunjukkan hanya 5,30 % terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 27,19 % baik, 37, 25 % cukup baik dan 30,45 % kurang baik. Aktivitas yang paling mengancam ekosistem pesisir ini adalah aktivitas manusia terutama penebangan pohon yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi serta pencemaran lingkungan. Selain bencana alam (badai), kegiatan manusia (pencemaran dan perusakan) dapat mengancam kelestarian lamun. 2.2.1 Permasalahan Pesisir Permasalahan dalam pengelolaan pesisir di Indonesia pada dasarnya adalah masalah menejemen dan masalah teknis yang bersumber dari daratan dan lautan. Pengelolaan pesisir belum dilaksanakan secara terpadu, namun masih sektoral. Dalam pelaksanaan program tidak didasarkan pada rencana strategis pengelolaan pesisir yang disusun dengan melibatkan semua stakeholder atau sudah ada rencana strategisnya namun pelaksanaan program atau proyeknya tidak berdasarkan pada rencana strategis yang telah dibuat tersebut. Koordinasi yang belum baik juga merupakan salah satu kendala, beberapa daerah belum membentuk Tim Teknis Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu, sehingga koordinator atau leading sector yang menangani pengelolaan pesisir dan laut ini tidak jelas. Pemahaman atas pengelolaan pesisir secara terpadu oleh aparat pengelola belum merata atau tidak paham sama sekali. Masalah menejemen yang lain adalah kurangnya data dan informasi yang valid atau belum adanya data base management untuk pengelolaan pesisir, adanya ego sectoral, lemahnya penegakan hukum, rendahnya komitmen, tidak adanya dana yang berkelanjutan, perpindahan staf yang cukup sering, belum adanya kebersamaan dan keterpaduan antar sektor, belum adanya tata ruang pesisir dan laut, kerangka hukum untuk pengelolaan pesisir di daerah masih lemah, keterlibatan ilmuwan atau pakar belum optimal sehingga hasil kajian ilmiah belum dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan, serta permasalahan lain yang masing – masing daerah berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Sering pengelolaan pesisir tidak mendasarkan pada prinsip good environmental governance, yaitu : (1). partisipasi, (2). penegakan hukum, (3). transparansi, (4). kesetaraan, (5). daya tanggap, (6). wawasan ke depan, (7). akuntabilitas, (8). pengawasan, (9). efisien dan efektif, (10). profesionalisme. Adanya kelemahan menejemen ini, mengakibatkan pengelolaan pesisir sampai batas 12 mill belum dapat dilakukan secara optimal. Potensi pariwisata, sumberdaya perikanan, mineral dan lain – lainnya belum digarap secara terpadu untuk menaikkan pendapatan daerah maupun pendapatan masyarakat pesisir. Dilain pihak, mutu lingkungan pesisir dan laut makin menurun dari tahun ke tahun. Selain masalah menejemen seperti tersebut di atas, masalah teknis yang muncul adalah menurunnya kualitas pesisir dan laut yang diakibatkan oleh kegiatan yang ada di daratan dan di lautan. 2.3 PENCEMARAN DI WILAYAH PESISIR 2.3.1 Bahan Pencemar Lingkungan Wilayah Pesisir Kita ketahui bahwa laut menerima aliran dari sungai yang mengandung zat pencemar. Selain itu, beberapa kegiatan sering membuang limbah langsung ke laut bahkan ada yang secara illegal. Dengan demikian, seakan – akan laut menjadi tempat sampah yang sangat besar. Beberapa bahan pencemar yang berasosiasi dengan lingkungan laut antara lain sebagai berikut : (a). Patogen (b). Sedimen (c). Limbah padat (d). Panas (e). Material anorganic beracun (f). Material organic beracun (g). Minyak (h). Nutrient (i). Bahan radioaktif (j). Oxygen demand materials (al. karbohydrat, protein, dan senyawa organic lainnya) (k). Material asam – basa (l). Material yang merusak estetika. Pada daerah tertentu, suatu bahan pencemar dapat menjadi lebih beresiko dibanding bahan pencemar lain, sedangkan pada daerah lainnya dapat terjadi hal yang sebaliknya. 2.3.2 Sumber Pencemar Dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor : 19 Tentang Pengendalian Pencemaran Dan / Atau Perusakan Laut disebutkan : “Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan / atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan / atau fungsinya”. Dalam perspektif global, pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktifitas di daratan (land – based pollution), maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea – based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi. a) Pencemaran bersumber dari aktivitas di daratan (Land – based pollution) Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut, antara lain adalah : a) Penebangan hutan (deforestation) b) Buangan limbah industri (disposal of industrial wastes) c) Buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes) d) Buangan limbah cair domestik (sewege disposal) e) Buangan limbah padat (solid waste disposal) f) Konvensi lahan mangrove & lamun (mangrove swamp conversion) g) Reklamasi di kawasan pesisir (reclamation) b) Pencemaran bersumber aktivitas di laut (Sea – based pollution) Sedangkan, kegiatan atau aktivitas di laut yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain adalah : a. Pelayaran (shipping) b. Dumping di laut (ocean dumping) c. Pertambangann (mining) d. Eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation) e. Budidaya laut (marine culture) f. Perikanan (fishing) Sedangkan perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan / atau hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan laut. Bentuk kerusakan lingkungan wilayah pesisir di beberapa daerah antara lain berupa hancurnya terumbu karang akibat pengeboman, rusaknya hutan bakau akibat penebangan liar dan abrasi pantai (al. Di Kelurahan Mangunharjo Semarang) Kegiatan yang berpotensi menimbukan abrasi antara lain adalah penimbunan atau reklamasi pantai dan pengambilan pasir laut yang tidak terkendali. Contoh kasus kerusakan dan pencemaran pesisir, antara lain terjadi di Semarang yang telah mengalami abrasi pantai. Gambaran mengenai sumber pencemaran serta kerusakan di wilayah pesisir dan laut yang berasal dari kegiatan di daratan maupun di lautan adalah sebagai berikut : Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 1 Jenis Kegiatan Di Daratan Maupun Di Lautan Yang Menjadi Kontributor Penurunan Kualitas Pesisir Selain hal tersebut di atas, kegiatan wilayah pesisir juga sangat kompleks sehingga rawan terjadi konflik kepentingan. Kompleksitas wilayah pesisir dapat dilihat pada gambar berikut dibawah ini : Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 2 Kompleksitas Kegiatan Wilayah Pesisir Yang Rawan Konflik Kepentingan BAB III PEMBAHASAN 3.1 KASUS KERUSAKAN PESISIR KOTA SEMARANG Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai dataran rendah dan dataran tinggi serta pantai. Terdapat dua sungai besar yang melintasi Kota Semarang, yaitu Sungai Banjirkanal Barat dan Banjirkanal Timur. Sungai Banjirkanal Barat merupakan muara Sungai Kali Garang dan Sungai Kreyo. Kedua sungai ini mengalirkan zat pencemar baik berupa limbah domestik dan limbah industri dari Kota Semarang maupun Kabupaten Semarang (Kota Ungaran). Kota Semarang dan Kabupaten Semarang hingga saat ini tidak mempunyai pengolahan air limbah domestik yang terpadu. Dengan demikian, limbah cair maupun padat dari penduduk di kota dan kabupaten Semarang langsung masuk ke laut melalui kedua sungai Banjirkanal, sehingga berpotensi menurunkan kualitas air laut di perairan pesisir Kota Semarang. Selain masalah pencemaran, kota Semarang juga mengalami kerusakan lingkungan yang cukup parah, yaitu terjadinya abrasi pantai dan naiknya muka air laut yang akhirnya menenggelamkan tambak ikan dan perumahan penduduk di daerah Sayung. Daerah Sayung ini berbatasan dengan Kabupaten Demak, sehingga beberapa daerah di Kabupaten Demak yang berbatasan langsung dengan kota Semarang juga mengalami abrasi pantai maupun Rob. Naiknya muka air laut (Rob) ini juga diikuti oleh turunnya permukaan tanah, sehingga pada saat musim hujan beberapa daerah tergenang air termasuk stasiun kereta api Tawang Semarang. Abrasi pantai yang cukup parah juga terjadi di Kecamatan Tugu yang berbatasan dengan Kabupaten Kendal. Kerugian nelayan tambak cukup besar, karena tambaknya tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Pendangkalan Pantai Semarang juga menjadi masalah besar bagi pelabuhan. Agar kapal bisa masuk ke pelabuhan, perairan laut di pelabuhan Tanjung Mas harus dilakukan pengerukan setiap tahun yang menghabiskan dana milyaran rupiah. Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 3 Contoh Kerusakan Lingkungan Di Pesisir Semarang (Rob) 3.2 SOLUSI RESTORASI 3.2.1 Strategi Pengelolaan Strategi pengelolaan disini dimaksudkan untuk mengelola limbah, baik limbah cair, padat dan gas (emisi gas buang). Dengan adanya pengelolaan limbah yang benar, maka air limbah dan gas buang dapat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Suatu kota harus mempunyai instalasi pengolahan air limbah domestik terpadu, baik limbah padat maupun cair. Dengan demikian, kualitas air laut di pesisir dapat terjaga. Limbah yang harus dikelola (waste management), antara lain : (a). Limbah padat domestik (solid waste) (b). Limbah Cair Domestik (sewage) (c). Limbah industri (industrial waste) (d). Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Hazardous Waste) (e). Limbah Minyak dan (f). Limbah Gas dan Debu. Strategi pengelolaan selanjutnya lebih mengarah pada sistem manajemen, yaitu pengelolaan pesisir terpadu (Integrated Coastal Management). Beberapa hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan terpadu adalah : a. Adopsi pendekatan yang sistematis dalam implementasi proyek atau program pengelolaan pesisir terpadu antara lain sebagai berikut : 1. Penerapan kerangka pengelolaan lingkungan pesisir dalam pengelolaan sektoral. 2. Penggunaan kombinasi opsi – opsi pengelolaan. 3. Adopsi pendekatan pencegahan. b. Pelibatan sektor masyarakat umum dalam proses pengelolaan lingkungan pesisir dan laut terpadu c. Pengintegrasian informasi lingkungan, ekonomi dan sosial sejak tahap awal dari proses pengelolaan lingkungan pesisir dan laut terpadu d. Pembentukan mekanisme bagi keterpaduan dan koordinasi e. Pembentukan mekanisme pendanaan secara berkelanjutan f. Pengembangan kapasitas pengelolaan lingkungan pesisir dan laut terpadu di semua tingkatan g. Pemantauan efektifitas proyek atau program pengelolaan pesisir dan laut terpadu Dalam pelaksanaan pengolalaan lingkungan pesisir dan laut secara terpadu, prinsip dasar yang harus diperhatikan antara lain adalah : 1. Wilayah pesisir dan laut adalah suatu sistem sumber daya (resources system) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya. 2. Air merupakan faktor kekuatan penyatu utama (the major integrating force) dalam ekosistem wilayah pesisir. 3. Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu 4. Daerah perbatasan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus utama dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir. 5. Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif. 6. Fokus utama dari pengelolaan lingkungan pesisir dan laut adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama (common property resources) 7. Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam satu program pengelolaan lingkungan pesisir dan laut secara terpadu 8. Semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan lingkungan pesisir dan laut. 9. Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pengelolaan lingkungan pesisir dan laut. 10. Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir dan laut serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolan lingkungan pesisir dan laut. 11. Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumber daya lingkungan pesisir dan laut. 12. Pengelolaan multiguna sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumber daya lingkungan pesisir dan laut. 13. Pemanfaatan multiguna merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan lingkungan pesisir dan laut secara berkelanjutan 14. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara tradisional harus ditangani 15. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan sangat penting bagi pengelolaan lingkungan pesisir dan laut secara efektif. 3.2.2 Strategi Pengendalian Pengendalian pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup di wilayah pesisir. Dalam Pasal 13 ayat (2) Undang – undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup dinyatakan: “Pengendalian pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan”. Ada beberapa instrumen yang dapat dikembangkan dalam mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan di wilayah pesisir. Menurut Pasal 14 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Instrumen pencegahan pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas : a) kajian lingkungan hidup strategis (KLHS); b) tata ruang; c) baku mutu lingkungan hidup; d) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; e) amdal; f) UKL – UPL; g) perizinan; h) instrumen ekonomi lingkungan hidup; i) peraturan perundang – undangan berbasis lingkungan hidup; j) anggaran berbasis lingkungan hidup; k) analisis risiko lingkungan hidup; l) audit lingkungan hidup; dan m) instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan / atau perkembangan ilmu pengetahuan. Penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan tata ruang yang konsisten akan mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan. Dalam penyusunan strategi pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, perlu memperhatikan: - Penerapan baku mutu; - Pelaksanaan program pengawasan; - Izin pembuangan limbah ke laut dan - Penaatan serta penegakan hukum lingkungan. Pengendalian pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir harus dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan / atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing – masing. Masing – masing pihak yang terkait harus memperhatikan instrumen pencegahan yang tersebut di atas, melaksanakan penanggulangan seperti yang diatur pada Pasal 53 Undang – Undang No. 32 Tahun 2009, yaitu : a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan / atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan pemulihan lingkungan kerusakan dan pencemaran wilayah pesisir dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan / atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3.2.3 Program Pemantauan Pesisir Pemantauan dapat dilaksanakan dengan fokus dan sasaran, antara lain terhadap : 1. Kualitas buangan (effuent / emission) dan lingkungannya (air sungai, laut) 2. Penaatan hukum dan peraturan 3. Dampak dari buangan limbah 4. Abrasi dan akresi di wilayah pantai 5. Penurunan tanah dan kenaikan muka air laut di wilayah pesisir 6. Daya dukung lingkungan 7. Model prediksi perubahan lingkungan Hasil pemantauan lingkungan pesisir digunakan untuk menyusun Status Mutu Kualitas Pesisir dan pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk perbaikan program pada tahun berikutnya. 3.2.4 Pengendalian Kerusakan Pesisir Dan Laut Melalui Penanaman Mangrove Hutan mangrove yang sehari – hari dikenal dengan hutan bakau merupakan salah satu ekosistem yang berperan penting di wilayah pesisir dan laut disamping ekosistem Terumbu Karang dan Padang Lamun. Dengan fungsi ekologisnya, mangrove dibutuhkan oleh sebagaian besar biota laut seperti udang ikan dan kepiting untuk memijah (Spawning ground), daerah pembesaran / asuhan (nursery ground) dan daerah tempat mencari makan (feeding ground) dari biota laut tersebut. Disamping itu, peran ekologis mangrove yang cukup penting bagi ekosistem di wilayah pantai adalah kemampuannya dalam menahan laju abrasi pantai. Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 1 Jenis Spesies Dan Lokasi Penanaman Mangrove No Jenis Mangrove Lokasi Penanaman Jumlah Bibit Mangrove Yang Ditanam 1 a. b. c. Jenis Mangrove Avicennia Rhizopohora Ceriops Kecamatan Tugu Kecamatan Genuk Kecamatan Semarang Barat 50.000 50.000 50.000 2 a. b. c. Jenis Tanaman Pantai Waru (Hibiscus tiliaceus) Pandan (Pandanus sp) Ketapang (Terminalia cattapa) Kecamatan Tugu Kecamatan Genuk Kecamatan Semarang Barat 50.000 50.000 50.000 Estimasi Tingkat Keberhasilan 70% 210.000 Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 2 Rencana Pembiayaan No Sumber Total Persentase Keterangan 1 2 3 4 5 APBN APBD Propinsi APBD Kota Swadaya Masyarakat Sumber Lainnya Rp 1000.000,- Rp 600.000,- Rp 400.000,- Rp 200.000,- Rp 800.000,- 33,3 % 20 % 13,3 % 6,7 % 26,7% Kas Negara Kas Propinsi Kas Kota Partisipasi Masyarakat CSR Perusahaan Total Rp 3.000.000,- 100 % 3.2.4.1 Teknik Penanaman Mangrove Lokasi dan jarak penanaman mangrove disesuaikan dengan substrat tanah (tempat hidup organisme) dan spesies mangrove. Dilakukan pemasangan ajir – ajir, yaitu patok – patok bambu yang ditanam dalam lokasi penanaman mangrove secara sejajar dan rapi. Proses penanaman ada 2 cara : a). Penanaman buahnya langsung dengan tingkat keberhasilan tumbuh hanya 20 – 30 %, dan persemaian bibit (tempat untuk menumbuhkan benih atau biji menjadi bibit yang siap dipindahkan) dengan tingkat keberhasilan 60 – 80%. Tekniknya ada 2 cara : silfofishery (wanamina) dan sistem banjaran. Pemasangan Alat Pemecah gelombang (APO) yang akan melindungi bibit mangrove dari gempuran gelombang juga perlu dilakukan. 3.2.4.2 Teknik Pemeliharaan Mangrove Setelah tanaman bibit mangrove ditempatkan secara benar, dan ditanam pada ketinggian yang seharusnya pada garis pantai maka upaya pemeliharaan ditujukan guna memastikan bahwa herbivora, jejak kaki, dan perusakan oleh puing – puing tidak menyebabkan kerusakan parah. Akan sangat penting untuk memagari akses jalan menuju ke lokasi dan / atau secara teratur membuang puing – puing yang ada terutama jika menimbulkan akibat yang parah. Yang pertama kali dilakukan setelah penanaman bibit mangrove adalah penyiangan dan penyulaman, yaitu dengan memeriksa kondisi dan memastikan tidak ada sampah yang tersangkut tumbuhan liar yang tumbuh disekitar penanaman. Selanjutnya dilakukan penjarangan, yaitu pemberian ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman agar pertumbuhan tanaman dapat meningkat dan pohon – pohon yang tumbuh bisa sehat dan baik. Langkah selanjutnya adalah perlindungan tanaman, yaitu melindungi mangrove dari hama pengganggu pada masa kritis. Misalnya pada usia 1 tahun, hama yang bisa menyerang adalah ketam atau serangga. Penyiraman sangat penting bagi bibit tanaman hutan pantai terutama pada masa kekeringan walaupun hal ini akan membutuhkan keterlibatan banyak tenaga kerja pada area yang luas dan menjadi tidak mungkin untuk dilaksanakan. Haruslah dipertimbangkan untuk menggali sumur dekat wilayah penanaman mangrove ini. Bibit tanaman juga ditanam pada tempat yang lebih luas disertai dengan pemberian tanah / pupuk yang memadai, terutama pada wilayah yang berpasir dan kering. Dianjurkan pula untuk mencabut tumbuhan lawan agar menghindari persaingan dalam mendapatkan air, yang mana dapat menyebabkan bibit ini dikelilingi oleh tanaman merambat dan tumbuhan lain yang tidak diinginkan. BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Telah banyak terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pesisir Indonesia, khususnya di wilayah kota Semarang, karena pengelolaan yang dilakukan di lingkungan pesisir selama ini belum sistematis dan terpadu. Pelibatan masyarakat, ilmuan, pengusaha dan stakeholder lainnya dalam pengelolaan wilayah pesisir masih sangat minim. Pemantauan dan evaluasi program pengelolaan pesisir selama ini juga masih belum maksimal. Harus dilaksanakan langkah nyata untuk mengendalikan dan memperkecil dampak kerusakan di wilayah pesisir tersebut. 4.2 SARAN Dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir, sudah saatnya Pemerintah aktif melakukan langkah – langkah yang konkrit mulai dari kegiatan pemantauan kualitas air laut, pendataan rona awal, penanganan kasus – kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan di pesisir serta pengelolaan wilayah pantai. Peningkatan penaatan pada peraturan oleh kegiatan industri yang membuang limbah langsung ke laut, transportasi laut (kapal), eksploitasi terumbu karang atau pasir laut sampai kepada langkah penegakan hukumnya perlu segera dilakukan. Valuasi ekonomi perlu dilakukan agar potensi wilayah pesisir secara ekonomi dapat diketahui degan pasti, sehingga memudahkan dalam melakukan tuntutan ganti rugi (claim) apabila terjadi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Penanganan limbah domestik dari kegiatan perkotaan sudah saatnya dikelola dengan baik dan benar, karena dapat memberikan andil yang cukup besar pada penurunan kualitas air laut. Selain itu, adanya erosi, limbah kegiatan pertanian dan pencemaran udara terutama Pb dan ammonia harus segera dikendalikan. Untuk melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan laut perlu dibangun suatu komitmen dari semua pihak terutama para pengambil keputusan baik di pusat maupun daerah serta adanya peningkatan kapasitas kelembagaan di daerah. Pelaksanaan pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu melalui Program Pantai Lestari perlu dilakukan dengan konsisten serta dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga terwujudnya peningkatan pendapatan dan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di wilayah pesisir dapat terlaksana. DAFTAR PUSTAKA Badan Lingkungan Hidup Kota Bengkulu. 2015. Pengendalian Kerusakan Pesisir Dan Laut Melalui Penanaman Mangrove. (online) http://blhkotabengkulu.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id =105:pengendalian-kerusakan-pesisir Berhitu, Pieter Th dan Abraham Kalalimbong. 2009. Studi Kerusakan Wilayah Pesisir Pantai Kecamatan Nusaniwe Dan Kecamatan Sirimau Dengan Analisis Fisik Untuk Perencanaan Tata Ruang Pesisir. Jurnal Teknologi Vol 6. No 2 : 708 – 716. Pramudyanto, Bambang. 2014. Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Di Wilayah Pesisir. Jurnal Lingkar Widyaiswara Edisi 1. No. 4 : 21 – 40. Rachmansyah, Muhammad Faisal. 2015. Data Potensi Dan Kerusakan Pesisir Kota Semarang. (online) http://mangrovemagz.com/index.php/mangrove/data/212-data-potensi-dan- kerusakan-pesisir-kota-semarang Suwedi, Nawa. 2006. Teknologi Penanggulangan Dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Pesisir, Pantai Dan Laut Untuk mendukung Pengembangan Pariwisata. Jurnal Teknik Lingkungan Vol 7. No 2 : 152 – 159. 25 24