BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar saliva merupakan salah satu organ dalam sistem pencernaan serta merupakan kelenjar sekretori yang memiliki duktus untuk mengeluarkan sekresinya ke rongga mulut. Apabila terjadi peradangan pada salah satu kelenjar saliva (kelenjar parotis) disebut Parotitis. Lokasinya terdapat di sisi kanan dan kiri wajah manusi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang pada 30-40 % kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. (Warta medika, 2009). Penyakit ini di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar gondok (Chin, 2000).
Sebanyak 6.584 kasus parotitis di Amerika dilaporkan pada tahun 2006, dengan 76% terjadi diantara Maret dan Mei, namun tidak ada kematian yang dilaporkan. Kejadian nasional parotitis adalah 2,2 per 100.000. Kasus ini juga telah dilaporkan di Jerman, Inggris, Kanada. Namun, dibandingkan dengan negara-negara lain, angka kejadian di AS sebenarnya masih relatif kecil, meskipun tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di Inggris, pada tahun 2004-2006 dilaporkan bahwa penyakit parotitis sebanyak lebih dari 70.000 kasus (Dayan Gustavo, 2008). Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya, dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika. (Sari Pediatri, 2009). Sedangkan, jumlah kasus parotitis akut di Indonesia khususnya di kota Surabaya belum dapat diketahui secara pasti karena minimnya penelitian mengenai penyakit ini.
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian. Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan parotitis dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian. Oleh karena itu, sebagai perawat kita harus melakukan tindakan keperawatan dengan tepat untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi, mendukung proses penyembuhan, menjaga atau mengembalikan fungsi pencernaan, dan memberikan insformasi tentang proses penyakit dan tata cara perawatan dirumah. Peran keluarga dan lingkungan juga mendorong penurunan terjadinya parotitis, yaitu dengan cara hidup sehat.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana anatomi fisiologi dari kelenjar saliva?
Apa definisi dari parotitis?
Bagaimana etiologi dari parotitis?
Bagiaman patofisiologi dari parotitis?
Bagaimana manifestasi klinis dari parotitis?
Apa saja pemeriksaan diagnostik parotitis?
Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan dari parotitis?
Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari parotitis?
Bagaimana prognosis dari parotitis?
Bagaimana asuhan keprawatan untuk pasien dengan gangguan parotitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem pencernaan, khususnya parotitis serta dapat memahami dan menerapkan perannya sebagai perawat dalam pencegahan dan penanganan masalah gastrointestinal terutama masalah parotitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Konsep teori
Menjelaskan anatomi fisiologi dari kelenjar saliva.
Mengetahui definisi dari parotitis.
Mengetahui etiologi dari parotitis.
Mengetahui patofisiologi dan WOC dari parotitis.
Mengetahui manifestasi klinis dari parotitis.
Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari parotitis.
Mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan dari parotitis.
Mengetahui komplikasi dari parotitis.
Mengetahui prognosis dari parotitis.
Dapat menjelaskan proses keperawatan pada pasien parotitis.
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien parotitis.
2) Asuhan keperawatan pasien
Menjelaskan tentang pengkajian pasien dengan parotitis.
Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan pasien dengan parotitis.
Menjelaskan intervensi tindakan keperawatan kepada pasien dengan parotitis.
Menjelaskan hasil evaluasi keperawatan kepada pasien dengan parotitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva merupakan kelenjar sekretori yang memiliki duktus untuk mengeluarkan sekresinya ke rongga mulut. Produksi saliva pada orang dewasa sehat lebih kurang 1,5 liter/24 jam. Proses sekresinya dikendalikan oleh sistem persyarafan reseptor kolinergik. Fungsi dari kelenjar saliva, yaitu:
Lubrikasi dan membersihkan mukosa oral, melindunginya dari kekeringan, dan bahan-bahan karsinogen.
Membantu pencernaan makanan melalui aktivitas enzim (amylase atau ptyalin) yang dikandungnya.
Sebagai buffer mukosa oral terhadap bahan yang bersifat asam dan bakteri.
Aktivitas anti bakteri.
Membantu mempertahankan integritas gigi karena saliva berperan dalam remineralisasi permukaan gigi.
Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).
Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukurang tentang keseimbangan air dalam tubuh.
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981).
Kelenjar Saliva Mayor
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran parotis atau saluran stensen. Ada dua struktur penting yang melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis eksterna dan saraf kraial ke tujuh (saraf fasialis).
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan berukuran kira-kira sebesar buah kenari. Seketnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguage.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis.
Kelenjar Saliva Minor
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di kacum oral di dalam lamina propria mukosa oral dan berdiameter 1-2mm. Kelenjar ini biasanya merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil. Kelenjar liur minor mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan kelenjar minor yang lain, atau mungkin juga mempunyai saluran sendiri. Secara alami, sekresi utamanya adalah mukous (kecuali Kelenjar Von Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti membasahi kavum oral dengan saliva.
Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus.
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat mukus dan serus.
Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras.
Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal.
Definisi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise. Mialgia, serta sakit kepala (Susyana Tamin, 2011). Pada saluran kelenjar ludah, terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah menderita penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur hidupnya. Penyakit Parotitis (gondongan) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). (Warta Medika, 2009).
Parotitis merupakan penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh. (Sumarmo,2008). Dalam sebuah jurnal penelitian oleh Puspita, Komang Yullan (2014), menjelaskan bahwa ada suatu zat yakni chlorhexidine yang digunakan dalam jangka waktu 2 minggu seringkali menimbulkan efek samping timbulnya parotitis dengan tanda munculnya iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar dan perubahan persepsi rasa.
Obi Andareto (2015) menjelaskan faktor penyebab parotitis adalah gangguan pada kelenjar tiroid sehingga tidak dapat mensekresikan hormon tiorid sesuai dengan kebutuhan tubuh. Juga dapat terjadi karena kekurangan kadar yodium yang menyebabkan gondok bersifat endemik. Demikian pula, kekurangan yodium pada wanita hamil kadang-kadang menyebabkan bayi meninggal dunia maupun dilahirkan dengan kelambatan mental atau tuli (kretinisme). Penyakit ini di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar gondok, disebut juga parotitis infektiosa. Adapun biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submaksilaris di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah (Chin, 2000). Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah (droplet), muntahan, dan bisa pula melalui air kencing.
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :
Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan disini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal mengenai pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi umum lama dan ada gangguan hidrasi.
Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90–300 mµ. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo, 2008).
Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah mumps. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan. Vaksinasi rutin dilakukan setiap kali insidens mumps. Mumps akan sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari. Bakteri parotitis akut yang paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus Aureus tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri commensal. Parotitis ekstrapulmonary tuberculosis. Mikrobakterium ini menyebabkan tuberkulosis dan dapat juga menyebabkan infeksi parotis. Infeksi tersebut menyebabkan pembesaran tetapi nyeri sedang pada kelanjar parotis. Diagnosis dibuat melalui penemuan tipe radiografi dada, kultur, diagnosis histologi setelah kelenjar diangkat. Ketika didiagnosis dan dirawat dengan pengobatan anti tuberkular, kelenjar mungkin kembali normal dalam1 -3 bulan.
Penyebab autoimun diketahui sebagai parotitis kronis autoimun. Sindrom Sjogren’s meruapakan inflamasi kronis pada kelenjar saliva bisa menjadi sebuah penyakit autoimun yang dikenal sebagai Sindrom Sjogren’s. Penyakit ini paling umum muncul pada orang berumur 40-60 tahun, tetapi bisa juga menyerang anak kecil. Pada sindrom Sjogren’s, prevalensi parotitis perempuan : laki-laki berkisar 9 : 1. Sindrom ini sering bermanifestasi dengan kekeringan berlebihan pada mata, mulut, hidung, vagtna dan kulit. Blokade atau penyumbatan dari saluran parotis utama, satu dari cabangnya, sering menyebabkan parotitis akut, inflamasi selanjutnya terhadap super infeksi bakteri. Penyumbatan bisa terjadi akibat dari batu saliva, sumbatan mucus, atau jarang dari tumor ganas. Batu saliva atau bisa dikenal dengan sialolithiasis atau kalkulus saluran saliva merupakan bentukan dari kalsium tetapi tidak mengindikasikan kelainan kalsium. Batu saliva pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang hilang timbul disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat Batu saliva didiagnosa melalui X-Ray, CT Scan atau USG (Professor of otolaryngology, 2009).
Patofisiologi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala (Tamin, Susyana & Duhita Yassi, 2011).
Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun. Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari dua tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh antibody yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki kekebalan seumur hidupnya (Nahlieli, 2005). Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer Ig-M dan Ig-G secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis atau epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus respiratorius di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain, termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati, ginjal dan saraf otak. Bila testis terkena maka terdapat pendarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pancreas kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan. Adenitis kelenjar liur manifestasi viremia awal. Viruria biasanya terjadi dan disertai oleh gangguan ginjal (Suprohaita et al, 2000). Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis yang membesar dan cepat bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari, biasanya demam menghilang 1-6 hari dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar.bagian bawah daun telinga terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan glandula parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung selama 6-10 hari. Biasanya satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaaan parotis unilateral ditemukan kira-kira 25% (Berker, 2004).
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan (Mansjoer, 2000). Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien. Adanya respons inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respons ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi nyeri dan ketidak seimbangan pemenuhan nutrisi. Raad et al (1990), setelah kajian literatur, menyimpulkan bahwa faktor utama dalam patogenesis adalah dilatasi duktus dengan atau tanpa bukti obstruksi dan infeksi persisten derajat rendah.
WOC PAROTITIS
Manifestasi Klinis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut (Obi Andareto, 2015) :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala, demam (suhu badan 38,5-40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut)
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan
Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur-angsur mengempis.
Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar dibawah rahang (submandibula) dan kelenjar dibawah lidah (sublingual) . pada pria akil balik adakalanya terjadi pembengkakan buah akar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah 4x109/L darah dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang.
b) Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c) Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.
d) Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.
Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh atau hilang sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita :
Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum cukup baik).
Istirahat yang cukup, di berikan kompres
Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
Medikamentosa : Analgetik-antipiretikPenderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi.
Diet lunak, cair dan tidak kering
Analgetik-antipiretik
Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
Terapi komplikasi
Encephalitis
Simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk mengurangi sakit kepala.
Orkhitis
Istrahat yang cukup
Pemberian analgetik
Sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg/kg/24 jam, peroralm, selama 2 – 4 hari)
Pankreatitis
Terapi simptomatis dengan cairan yang cukup.
Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi dengan vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan kemudian usia 5–6 tahun (FK UNUD, 2011). Penecegahan bisa dilakukan secara pasif dan aktif. Berikut adalah perbedaan pencegahan secara pasif dan aktif.
Pasif : Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi.
Aktif : Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain yang dapat dideteksi, tidak mengeksresi virus, dan tidak menular terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7 – 10 hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibody pada sekitar 96% resipien seronegatif dan mempunyai kemanjuran protektif sekitar 97% terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada suatu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan demam, malaise, mual, dan ruam popular merah yang melibatkan badan dan tungkai tetapi mentelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak, tetapi kenaikan titer antibody parotitis ditunjukkan.
Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas. Dibawah ini adalah komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini :
Meningoensepalitis : Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
Ketulian : Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
Orkitis : Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
Ensefalitis atau Meningitis : Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
Ooforitis : Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita pasca pubertas.
Pankreatitis : kelainan berat tetapi jarang terjadi. Pankreatitis dapat terjadi karena infeksi virus parotitis yang menyebabkan jejas primer sel asiner dan terjadi efek destruktif enim-enim pankreas yang dilepas oleh sel asiner sehingga leukosit akan meleppaskan sitokin pro inflamatorik yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal dam edema pada pankreas
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.
Nefritis : Kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
Miokarditis : Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik.
Artritis : Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
Prognosis
Prognosis pasien parotitis hidup karena gejala ringan dan tidak ditemukan keterlibatan infeksi susunan saraf pusat. Parotitis bersifat self-limiting dan hanya memerlukan pengobatan suportif. Prognosis fungsi karena walaupun pasien sudah memasuki usia pubertas, orkitis terjadi unilateral. Sehingga kecil kemungkinan terjadi atrofi testis kecil. Infeksi virus parotitis epidemika memberikan imunitas jangka panjang, dan tidak menyebabkan kekambuhan pada pasien sehingga prognosis sanactionam baik (Pudjiadi & Hadinegoro, 2009).
Karena sifat dari penyakit yang mendasarinya, mayoritas pasien dengan ascending parotitis adalah pada usia paruh baya atau lebih tua. Pada pasien yang dilaporkan oleh Raad et al (1990), 83% kasus parotitis bakteri akut dan 76% dari sialadenitis submandibular akut pada wanita dan usia rata-rata adalah 47,5 tahun.
Secara umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena meningoensefalitis.
2.11 Proses Keperawatan
2.11.1 Pengkajian
Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, suku / bangsa, agama, pendidikan, alamat.
Keluhan Utama
Umumnya pada pasien penderita parotitis, pasien mengeluhkan demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, nafsu makan menurun, sakit kepala, muntah, nyeri otot dan sulit menelan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengelukan mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga dan pipi. Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan kemudian menjadi sukar menelan dan nafsu makan menurun, adanya rasa nyeri dan bengkak menyebar ke daerah pipi.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tanyakan apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang sama.
Tanyakan punya riwayat penyakit menular, dan riwayat penyakit alergi.
Tanyakan apakah pasien pernah di imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubela).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Biasanya semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang sama dan kemungkinan bisa tertular
Pemeriksaan Fisik:
B1 (breathing) : Takipnea
B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan terus menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher
B4 (bladder) : normal
B5 (bowel) : sulit menelan → nafsu makan menurun → BB menurun
B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan limfositosis relative.
Kadar leukosit < 4 x 109/L darah.
Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.
2.11.2 Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan menelan
Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi
Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang diderita.
Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan fisik
Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan penyakit (perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat parotitis)
Gangguan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan gangguan orofaring (parotitis)
2.11.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan menelan
Domain 2: Nutrition
Class 1. Ingestion
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pemenuhan intake nutrisi klien dapat tercukupi
Kriteria hasil: berat badan dalam batas normal & kebutuhan nutrisi adekuat
NOC
NIC
Domain II Physiologic Health Class K Digestion & Nutrition
Nutritional Status (1004)
Intake nutrisi (100401)
Intake makanan (100402)
Intake cairan (100408)
Hydrasi (100411)
Nutrition Therapy (1120)
Monitor intake makanan dan cairan serta hitung kalori harian yang dibutuhkan
Ajarkan pasien untuk memilih makanan halus, lunak dan tidak mengandung asam
Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak untuk memudahkan proses menelan
Instruksikan pasien dan keluarga tentang diet yang diresepkan
Diagnosa 2 : Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi
Domain 11: Safety/Protection
Class 6. Thermoregulation
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh klien (suhu tubuh klien kembali dalam batas normal)
Kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas normal
NOC
NIC
Domain-Physiologic Health (II)
Class-Metabolic Regulation (I)
Thermoregulation (0800)
Respiratory rate (080013)
Temperature kulit naik (080001)
Vital Sign Monitoring (6680)
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
Monitor gejala hipertermi
Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda – tanda vital
Monitor adanya sianosis
Diagnosa 3 : Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang diderita
Domain 12: Comfort
Class 1. Physical Comfort
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien menunjukkan nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil : nyeri berkurang sampai dengan hilang
NOC
NIC
Domain IV Health Knowledge & Behavior
Class Q Health Behavior
Pain Control (1605)
Mengenali timbulnya nyeri (160502)
Mendiskripsikan penyebab nyeri (160501)
Melaporkan tanda perubahan nyeri pada professional kesehatan (160513)
Melaporkan control nyeri (160522)
Pain Management (1400)
Mengobservasi rasa nyeri termasuk lokasi, karakteristik, surasi, frekuensim dan intensitas nyeri dan factor pencetus
Mengamati tanda nonverbal dari nyeri
Menggunakan analgesic yang sesuai
Mempertimbangkan jenis dana sumber nyeri untuk memilih strategi penanganan nyeri
Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti hipnotis, relaksasi, terapi music
Hilangkan factor presipitasi atau yang menimbulkan nyeri
Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan fisik
Domain 4: Activity/Rest
Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien menunjukkan dapat kembali beraktivitas seperti biasa
Kriteria hasil : klien dapat beraktivitas seperti biasa tanpa bantuan orang lain
NOC
NIC
Domain-Functional Health (I)
Class-Energy Maintenance (A)
Activity Tolerance (0005)
Mudah melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) (000518)
Activity Therapy (4310)
Membantu klien untuk focus pada kemampuan, dari pada kekurangan
Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang bermanfaat
Membantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan untuk aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik, fisiologis, dan sosial
Diagnosa 5 : Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan penyakit (perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat parotitis)
Domain 6: Self-Perception
Class 3. Body Image
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien menunjukkan citra tubuh yang positif / kembali normal
Kriteria hasil : citra tubuh klien positif / kembali normal
NOC
NIC
Domain-Psychosocial Health (III)
Class-Psychological Well-being (M)
Body Image (1200)
Gambaran internal diri (120001)
Deskripsi pengaruh bagian tubuh (120003)
Kepuasan penampilan tubuh (120005)
Penyesuaian diri terhadap perubahan penampilan fisik (120007)
Penyesuaian diri terhadap perubahan status kesehatan (120009)
Body Image Enhancement (5220)
Menentukan harapan citra tubuh klien berdasarkan pada tingkat perkembangan
Membantu klien untuk mendiskusikan stressor yang mempengaruhi citra tubuh akibat penyakit
Diagnosa 6 : Gangguan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan gangguan orofaring (parotitis)
Domain 5: Perception/Cognition
Class 5. Communication
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam komunikasi verbal klien kembali normal
Kriteria hasil : komunikasi verbal klien kembali normal
NOC
NIC
Domain-Physiologic Health (II)
Class-Neurocognitive (J)
Communication (0902)
Menggunakan bahasa lisan (090202)
Pertukaran pesan secara akurat dengan yang lain (090208)
Communication Enhancement: Speech Deficit (4967)
Monitor kecepatan, tekanan, pengucapan (bolak-balik), kuantitas, volume dan artikulasi dari kemampuan bicara
Menginstruksikan klien / keluarga pada kognitif, anatomis, fiiologis yang melibatkan diri dalam kemampuan bicara
Menginstruksikan klien untuk berbicara dengan pelan
Mengulang apa yang klien katakan untuk memastikan keakuratan
2.11.4 Evaluasi Tindakan
Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
Klien menunjukkan nyeri yang berkurang
Klien dapat melakukan distraksi positif ketika nyeri
Klien mempunyai masukan nutrisi yang adekuat
Klien menunjukkan suhu tubuh dan TTV dalam rentang normal.
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Kasus
Nn. G berusia 27 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 10 Maret 2016. Klien datang dengan mengeluh demam, nyeri pada pipi kanan dan sulit menelan sejak 3 hari yang lalu. Berat badan klien turun karena kehilangan nafsu makan akibat nyeri saat menelan sehingga klien mengalami penurunan badan sekitar 2 kg dari berat badan sebelumnya. Klien mengatakan bahwa belum pernah mengalami riwayat penyakit menular, namun beberapa anggota keluarga pernah mempunyai gejala yang sama seperti klien saat ini. Suhu: 39ºC , Nadi: 110x/menit, RR: 22x/menit, TD: 130/80 mmHg.
3.2 Form Pengkajian
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal MRS : 10 Maret 2016 Jam Masuk : 10.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 10 Maret 2016 No. RM :
Jam Pengkajian : 10.30 WIB Diagnosa Masuk : Parotitis
IDENTITAS
Nama Pasien : Ny G Penanggung jawab Biaya : Mandiri
Umur : 27 Tahun Nama :-
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia Alamat :-
Agama : Islam
Pendidikan : -
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Surabaya
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Demam, nyeri pipi kanan, dan sulit menelan.
Riwayat Penyakit Sekarang : Nn. G mengalami demam, nyeri pipi serta bengkak yang disertai dengan keluhan nyeri menelan 3 hari ini. Hal tersebut menyebabkan nafsu makannya menurun sehingga berat badan turun 2kg dari 47kg menjadi 45kg.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pernah dirawat : ya tidak √ kapan :- diagnosa :-
Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak √ jenis: -
Riwayat kontrol : -
Riwayat penggunaan obat : -
Riwayat alergi ya tidak √ jenis: -
Riwayat operasi ya tidak √ kapan: -
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
√ Ya tidak jenis: Parotitis
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital
S : 39ºC N : 110x/menit T : 130/80 mmHg RR : 22x/menit
Kesadaran Compos Mentis √ Apatis Somnolen Sopor Koma
2. Sistem Pernafasan
a. Keluhan : √ sesak nyeri waktu nafas
Batuk produktif tidak produktif
Sekret :- Konsistensi :-
Warna :- Bau :-
b. Irama nafas √ teratur tidak teratur
c. Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
d. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Ronki Wheezing
e. Alat bantu napas ya √ tidak
Jenis................... Flow..............lpm
Lain-lain :
Sistem Kardio vaskuler
a. Keluhan nyeri dada ya √ tidak
b. Irama jantung √ reguler ireguler
S1/S2 tunggal ya tidak
c. Suara jantung √ normal murmur
gallop lain-lain.....
d. CRT : 3 detik
e. Akral hangat panas √ dingin kering basah
f. JVP normal meningkat menurun
Lain-lain : -
Sistem Persyarafan
a. GCS : 4
b. Refleks fisiologis patella triceps biceps
c. Refleks patologis babinsky budzinsky kernig
d. Keluhan pusing ya tidak
e. Pupil Isokor Anisokor Diameter……..
f. Sclera/Konjunctiva anemis ikterus
g. Gangguan pandangan ya tidak Jelaskan……..
h. Gangguan pendengaran ya tidak Jelaskan……..
i. Gangguan penciuman ya tidak Jelaskan……..
j. Isitrahat/Tidur : 5 Jam/Hari Gangguan tidur : Nyeri pada bagian pipi dan leher
Sistem perkemihan
a. Kebersihan √ Bersih Kotor
b. Keluhan Kencing √ Nokturi Inkontinensia
Gross hematuri Poliuria
Disuria Oliguria
Retensi Hesistensi
Anuria
c. Produksi urine : ………….. ml/hari Warna…… Bau………..
d. Kandung kemih : Membesar ya tidak
Nyeri tekan ya tidak
e. Intake cairan oral : ……… cc/hari parenteral : ……… cc/hari
f. Alat bantu kateter ya tidak
Jenis :............. Sejak tanggal : .........
Lain-lain :
Sistem Pencernaan
a. Mulut √ bersih kotor berbau
b. Mukosa lembab √ kering stomatitis
c. Tenggorokan √ sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
d. Abdomen √ tegang kembung ascites
Nyeri tekan √ ya tidak
Luka operasi ada √ tidak Tanggal operasi : .............
Jenis operasi :.............. Lokasi : ................
Keadaan : Drain ada tidak
Jumlah :........... Warna :...................
Kondisi area sekitar insersi :...............
e. Peristaltik : 20 x/menit
f. BAB : 2x/hari Terakhir tanggal : 9 Maret 2016
Konsistensi keras √ lunak cair lendir/darah
g. Diet padat √ lunak cair
h. Nafsu makan baik √ menurun Frekuensi: 2x/hari
i. Porsi makan habis √ tidak Keterangan : Nyeri menelan
Lain-lain:
Sistem muskulo skeletal dan integumen
a. Pergerakan sendi bebas terbatas
b. Kekuatan otot
c. Kelainan ekstremitas ya tidak
d. Kelainan tulang belakang ya tidak
e. Fraktur ya tidak
f. Traksi / spalk /gips ya tidak
g. Kompartemen syndrome ya tidak
h. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
i. Turgor baik √ kurang jelek
j. Luka jenis :........... luas : ......... bersih kotor
Lain-lain:
Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjat tyroid ya tidak
Pembesaran Kelenjar getah bening ya tidak
Hipoglikemia ya tidak
Hiperglikemia ya √ tidak
Luka gangren ya tidak
Lain-lain:
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Cobaan Tuhan hukuman √ lainnya
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam √ gelisah tegang √ marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi √ kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri ya √ tidak
Lain-lain:
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
a. Mandi :............. x/hari f. Ganti pakaian :.................x/hari
b. Keramas :....................x/hari g. Sikat gigi : ......................x/hari
c. Memotong kuku :..................
d. Merokok : ya tidak
e. Alkohol : ya tidak
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
b. Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG )
Pemeriksaan darah: Infeksi oleh virus ditunjukkan dengan terjadinya leukopenia (limfosit) 3,7x103/uL. Kenaikan kadar amilase menjadi 180 U/L.
Pemeriksaan Immunoglobulin: Ig G dan Ig M positif terdapat virus paramyxovirus menunjukkan bahwa klien sedang terinfeksi.
Pemeriksaan virologi: Terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl.
CT-Scan: Terdapat pembengkakan pada kelenjar parotis serta terlihat penyumbatan saluran saliva oleh batu saliva.
TERAPI
DATA TAMBAHAN LAIN :
B1(Breathing): Takipnea karena virus bereplikasi di traktus respiratorius sebelum bergerak ke organ target.
B2 (Blood): Takikardi terjadi karena keadaan gelisah yang dapat meningkatkan kerja jantung.
B3 (Brain): Kesadaran kompos mentis, demam akibat perjalanan penyakit, gelisah, sakit kepala.
B4 (Bladder): Nokturia terjadi akibat virus yang telah mengganggu pankreas dan produksi insulin sehingga klien sering kencing.
B5 (Bowel): Nafsu makan turun akibat gangguan sulit menelan menyebabkan BB turun pula, merasa tidak enak badan diikuti mual muntah, pembengkakan pada daerah kelenjar ludah disertai dengan rasa nyeri, mulut kering karena saliva tidak mengalir dengan lancar akibat sumbatan batu saliva pada saluran kelenjar parotis..
B6 (Bone): Rahang terasa kaku ketika membuka mulut, lemah otot dan nyeri otot.
TINDAKAN OPERASI :
Surabaya, 10 Maret 2016
(………………………)
3.3 Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS: Klien mengatakan bahwa ia mengalami nyeri pada pipi kanan.
DO: TD 130/80 mmHg.
P- Nyeri karena terjadi pembengkakan
Q- Nyeri seperti berdenyut-denyut
R- Nyeri pada pipi sebelah kanan
S- Nyeri sampai menangis
T- Nyeri ketika membuka mulut dan makan
Proses inflamasi
Edema parotis
Kesulitan menelan
Nyeri
Nyeri akut
2.
DS: Klien mengatakan sulit menelan makanan
DO: Mual muntah, nafsu makan menurun, BB turun dari 47kg menjadi 45kg.
IMT= 47 : (160)2= 17,5
Indeks Massa Tubuh (IMT) 17,5 menunjukkan klien dalam kondisi gizi kurang.
Proses inflamasi
Edema parotis
Kesulitan menelan
Intake nutrisi menurun
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi: Nutrisi kurang dari kebutuhan
3.
DS: Klien mengatakan bahwa ia demam selama 3 hari.
DO: Suhu badan: 39ºC, HR: 110x/menit, RR: 22x/menit : CRT 3 detik.
Proses inflamasi
Peningkatan laju metebolisme
Suhu tubuh meningkat
Demam (hipertermia)
Hipertermia
3.4 Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera biologi yang ditandai dengan perubahan fisiologi tekanan darah.
Ketidakseimbanagn nutrisi (00002) kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemampuan untuk menelan makanan.
Hipertermia (00007) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme tubuh yang ditandai dengan takikardi dan takipnea.
3.5 Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera biologi yang ditandai dengan perubahan fisiologi tekanan darah.
Domain 12 : Rasa nyaman
Kelas 1 : Kenyamanan fisik
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat mengontrol nyerinya (1605) dengan kriteria hasil:
(160507) Klien mempunyai kepercayaan untuk melaporkan gejala yang tidak dapat dikontrol kepada petugas kesehatan (3)
(160502) Klien mengenali serangan nyeri dengan baik sehingga dapat dilakukan penanganan dengan lebih cepat (4)
(160501) Klien menggambarkan faktor penyebab nyeri kepada petugas kesehatan (4)
Manajemen Nyeri (1400)
Mencari tahu pengetahuan klien mengenai kepercayaannya terhadap nyeri dengan cara memberi edukasi tentang sumber dan penyebab nyeri.
Gunakan komunikasi terapeutik untuk menyatakan pengalaman nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyerinya.
Mengontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan suara keras.
Dukung klien untuk memonitor nyerinya sendiri seperti mengajarkan distraksi musik atau buku bacaan.
Ajarkan tentang metode farmakologi untuk menghilangkan nyeri.
2) Diagnosa 2: Ketidakseimbanagn nutrisi (00002) kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemampuan untuk menelan makanan.
Domain 2 : Nutrisi
Kelas 1 : Pencernaan
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, klien menunjukkan status nutrisi (1004) yang adekuat dengan kriteria hasil:
(100401) Klien mendapatkan masukan makanan yang adekuat (4)
(100402) Klien memperokeh masukan cairan yang cukup untuk mengurangi dehidrasi (4)
(100405) Klien menunjukkan bahwa berat badannya mengalami peningkatan atau membaik seperti semula (3).
Manajemen Nutrisi (1100)
Menyediakan pilihan makanan untuk ditawarkan dengan menggunakan pilihan yang lebih sehat, apabila memingkinkan.
Tentukan kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Menyediakan lingkungan yang optimal untuk mengonsumsi makanan seperti menjaga kebersihannya, ventilasinya, dan bebas dari bau-bau menyengat.
Dukung klien untuk duduk tegak di kursi, bila memungkinkan.
Dukung keluarga klien untuk membawa makanan kesukaan klien ketika di Rumah Sakit, bila memungkinkan.
3) Diagnosa Keperawatan: Hipertermia (00007) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme tubuh yang ditandai dengan takikardi dan takipnea.
Domain 11: Keselamatan/Proteksi
Kelas 6 : Termoregulasi
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien dapat mempunyai termoregulasi (0800) yang seimbang dengan kriteria hasil:
(080015) Klien melaporkan kenyamanan suhu tubuh dan lingkungannya (4)
(080014) Klien menunjukkan dehidrasi tubuh yang sudah berkurang (3)
(080010) Klien berkeringat ketika panas menunjukkan bahwa termoregulasi tubuhnya membaik (3)
Monitor tanda-tanda vital (6680)
Monitor warna kulit, temperatur, dan kelembutannya untuk mengetahui kondisi dehidrasi
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya perubahan TTV
Mempertahankan suhu terus-menerus dengan menggunakan alat, bila memungkinkan.
Monitor kemungkinan adanya sianosis sentral atau periferal.
3.6 Evaluasi Tindakan
Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
Klien menunjukkan nyeri yang berkurang
Klien dapat melakukan distraksi positif ketika nyeri
Klien mempunyai masukan nutrisi yang adekuat
Klien menunjukkan suhu tubuh dan TTV dalam rentang normal.
3.7 WOC Kasus
BAB IV
SIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda membesarnya kelenjar ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang akut (Yvonne). Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu parotitis kambuhan dan parotitis akut. Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah (droplet), muntahan dan bisa pula melalui air kencing. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
Penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruanganMasa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008).
Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik. Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien. Adanya respons inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respons ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi nyeri dan ketidak seimbangan pemenuhan nutrisi. Ada tahapan-tahapan yang nampak dari tanda-tanda pasien parotitis yaitu tahap prodromal, tahap akut serta adanya gejala lain yang mencakup malaise, anoreksia, dan limfadenopati umum.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai. Penecegahan bisa dilakukan secara pasif dan aktif. Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem pencernaan pada pasien, agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah kebutuhan yang berhubungan dengan sistem pencernaan. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bang HO, Bang J. 1943. Involvement of the central nervous system in mumps. United state: Acta Med Scand
Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Chin, James M D. 2000. Control of Communicable Diseases Manual. American Public Health Asociation: Washington
Dayan, H, Gustavo. 2008. Recant Resurgence of Mumps United States. The New England
George, C. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi XIII. Jakarta: EGC
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford: Wiley Blackwell
Moorhead, Sue., [et al.]. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC): measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Muscary, Marry E. 2001. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Muttaqin, A dan Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan perioperatif Konsep, Proses,
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Soemarmo.2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta:Penerbit IDAI
PAGE \* MERGEFORMAT 36