1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) menegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada
penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas,
2006).
Sehingga proses pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan ilmu pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikaan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar, serta proses
perkembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk
menemukan (inkuiri) dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar
(KTSP, 2006: 484).
Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang
2
dapat diidentifikasikan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan
memberikan pengalaman langsung kepada siswa dengan tujuan untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan perubahan tingkah laku peserta didik kearah yang lebih baik.
Kegiatan ini sebaiknya dilakukan tanpa tekanan dan hendaknya
menyenangkan
bagi
siswa.
Kegiatan
yang
menyenangkan
akan
memberikan suasana nyaman, interaksi siswa akan kelihatan nyata, ide dan
keberanian siswa akan tumbuh berkembang dan proses pembelajaran akan
berlangsung secara optimal.
Guru merupakan contoh dari perubahan dalam pembelajaran,
menerapkan strategi, model dan penggunaan metode pembelajaran yang
menyenangkan bagi peserta didik. Sehingga belajar merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan berupa keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi
dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses
belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau
kompetensi personal (Benny A. Pribadi, 2009: 6). Kegiatan belajar ini
semata-mata mengubah prilaku peserta didik secara terencana dan melalui
proses yang berkesinambungan. Pemanfataan model dalam proses
pembelajaran sangat diperlukan agar mentransfer pesan lebih mudah untuk
diterima siswa.
3
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran
hasil penemuan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya
pada tingkat operasional di kelas (Agus Suprijono, 2009:45). Proses
pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran pada umumnya
akan
berlangsung
secara
terarah
dan
menyenangkan,
sebaliknya
pembelajaran yang berlangsung tanpa menggunakan model pembelajaran
akan terasa membosankan dan kurang bermakna. Rendahnya kualitas dan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran dikarenakan kurang tepatnya
strategi pembelajaran yang diterapkan di kelas atau pembelajaran yang
terkesan monoton, salah satu diantaranya adalah kurangnya memanfaatkan
model pembelajaran yang telah ada. Berdasarkan pendapat diatas, dalam
pembelajaran IPA di sekolah dasar yang merupakan mata pelajaran yang
menekankan pada arah efektif, diperlukan penerapan model pembelajaran
yang banyak melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif make a match dikemas dengan
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dalam
proses pembelajaran dengan memperhatikan tingkat kemampuan siswa
yang berbeda-beda (berprestasi tinggi, sedang, dan rendah) untuk
membangkitkan keingintahuan dan kerjasama diantara siswa serta mampu
menciptakan kondisi yang menyenangkan.
Berkaitan dengan masalah pembelajaran IPA, siswa kelas IV SD
Negeri Karangampel Kidul IV pada umumnya kurang memiliki motivasi
dalam mengikuti pembelajaran, daya serap belum mencapai KKM. Dimana
4
35% siswa nilai ulangan hariannya di atas rata-rata KKM, sedangkan 65%
siswa nilai ulangan hariannya di bawah KKM.
Berdasarkan
ditemukan
hasil
kesenjangan
pengamatan
dalam
proses
dilapangan
ternyata
banyak
belajar
mengajar.
Proses
pembelajaran IPA yang dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Karangampel
Kidul IV masih banyak berorientasi pada guru dengan mengandalkan
bahan belajar dari buku IPA yang tersedia tanpa ditunjang dengan media
pembelajaran yang sesuai. Selain itu guru menyampaikan materi IPA pada
pokok pembahasan sistem rangka kurang menarik perhatian siswa yang
menyebabkan siswa menjadi jenuh dan bosan dengan materi yang
diajarkan.
Hal ini menyebabkan perolehan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Padahal banyak
metode dan model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses belajar
mengajar agar siswa tidak merasa bosan dan tetap bisa menerima serta
merespon materi yang diajarkan dengan baik. Untuk memperbaiki
permasalahan pembelajaran IPA dikelas IV perlu disusun suatu model
pembelajaran yang lebih menarik dan dapat meningkatkan aktivitas peserta
didik dalam proses pembelajaran. Atas dasar itulah peneliti mencoba
mengembangkan model pembelajaran kooperatif make a match guna
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik dalam kelas. Guru
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match atau mencari
pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada
peserta didik. Penerapanya dimulai dari peserta didik disuruh mencari
5
pasangan kartu yang merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya,
peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi poin. Dengan
model pembelajaran ini siswa dapat memahami suatu konsep atau
informasi tertentu dengan mencari pasangan yang sesuai dalam suasana
yang aktif dan menyenangkan.
Berdasarkan kajian latar belakang diatas, maka penulis melakukan
penelitian tindakan kelas tentang upaya meningkatkan kualitas proses
pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar IPA, dengan judul penelitian:
Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Pembelajaran IPA
Tentang Sistem Rangka dengan Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperative Tipe Make a Match di SD Negeri Karangampel Kidul IV.
B. Indentifikasi Masalah
Masalah dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Karangampel Kidul
IV dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya hasil belajar siswa yang ditandai dengan nilai hasil
ulangan formatif IPA yang belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM).
2. Rendahnya kemampuan guru dalam memahami dan menggunakan
model-model pembelajaran yang terpusat pada guru.
3. Guru
kesulitan
dalam
merancang
dan
melaksanakan
model
pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk melaksanakan
proses pembelajaran IPA.
6
4. Kurangnya
sarana
dan
prasarana
yang
mendukung
proses
pembelajaran terutama media pembelajaran IPA.
5. Lemahnya motivasi siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a
match pada pembelajaran IPA pokok pembahasan sistem rangka di
kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel
Kabupaten Indramayu?
2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa tentang sistem rangka
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a
match di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan
Karangampel Kabupaten Indramayu?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kooperative tipe make a
match terhadap peningkatan hasil belajar siswa tentang sistem rangka
di kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan
Karangampel Kabupaten Indramayu.
7
2. Mengetahui hasil belajar siswa mengenai sistem rangka dengan
menggunakan model pembelajaran kooperative tipe make a match di
kelas IV SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel
Kabupaten Indramayu.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan
manfaat yaitu:
1. Bagi Siswa
a. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam akan meningkat.
b. Semakin banyak peserta didik yang meyukai mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam.
c. Keaktifan, kreativitas dan semangat peserta didik tercipta pada
proses mengajar di kelas.
d. Menciptakan situasi belajar yang menyenangkan sehingga
memotivasi anak untuk mengikuti pembelajaran IPA.
2. Bagi guru
a. Sebagai landasan motivasi untuk meningkatkan kreativitas dalam
mengelola
pembelajaran
dikelas
dengan
memilih
model
pembelajaran yang bervariasi yang dapat memperbaiki sistem
pembelajaran.
b. Pendidik secara bertahap dapat mengetahui strategi pembelajaran
yang bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan
8
sistem pembelajaran di kelas sehingga permasalahan yang
berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dapat teratasi.
c. Sebagai sarana untuk membantu guru dalam menyelesaikan
masalah pembelajaran yang ada di dalam kelas.
d. Memberikan pengetahuan kepada guru tentang cara mengajar
yang baik sehingga dapat memotivasi
siswa dalam dapat
meningkatkan hasil belajar.
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan
hasil belajar yang lebih optimal.
b. Memberikan
sumbangan
yang
bermanfaat
dalam
rangka
perbaikan proses pembelajaran sehingga meningkatkan mutu
sekolah.
c. Meningkatkan mutu dan professionalisme guru dalam mengajar.
4. Bagi Peneliti
a. Memperoleh pengalaman dan wawasan tentang penggunaan
Pembelajaran Kooperatife Tipe Make a- Match di sekolah.
b. Melakukan kajian-kajian lebih lanjut
untuk menyusun suatu
rancangan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pembelajaran IPA di SD
a. Pengertian Hakekat Pembelajaran IPA
Pada hakekatnya IPA mempelajari tentang alam sebagaimana
adanya dan terbatas pada pengalaman manusia. Aktifitas pelajaran IPA
selalu berhubungan dengan aktivitas percobaan-percobaan yang
membutuhkan keterampilan dan kerajinanan. Secara sederhana IPA
juga dapat didefinisikan sebagai apa yang telah dilakukan oleh para
ahli IPA. Dengan demikian IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan
tentang benda atau makhluk hidup saja, tetapi menyangkut cara kerja,
cara berfikir dan cara memecahkan masalah.
Kajian IPA selalu
menghubungkan tentang peristiwa alam, yakni selalu ingin mengetahui
apa, bagaimana, dan mengapa suatu gejala alam itu terjadi.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan
10
yang
dilakukan
dengan
keterampilan
bereksperimen
dengan
menggunakan metode ilmiah.
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pemberian
pengalaman
belajar
secara
langsung
dengan
mengembangkan
keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Berdasarkan rasional dan pemikiran tersebut, maka tujuan
mata pelajaran IPA di SD/MI dalam Kurikulum 2006 (KTSP)
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaanNya.
2) Mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep-konsep yang
bermanfaat sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, kesadaran adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi,
masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
11
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, dan ketrampilan sebagai
dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Materi IPA memiliki berbagai konsep yang dapat dipelajari
siswa melalui sajian pembelajaran langsung maupun pembelajaran
kooperatif.
Guru
harus
mempersiapkan
pembelajaran
dengan
menyesuaikan keadaan siswa, sarana, materi dan kompetensi yang
harus dicapai seperti tertera pada Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar mata pelajaran IPA. Secara umum ruang lingkup bahan kajian
IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan,
tumbuhan, lingkungan, serta kesehatan Benda/materi, sifat-sifat
dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
2) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
3) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Setiap proses pembelajaran mengharuskan peserta didik
untuk ikut aktif dalam menghidupkan suatu pembelajaran di kelas,
oleh karena itu pentingnya menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran Ilmu
12
Pengetahuan Alam pada materi Sistem Rangka adalah peserta
didik aktif berpartisipasi sehingga menjadikan pembelajaran lebih
hidup dan lebih bermakna. Dalam kegiatan pembelajaran
kooperatif tipe make a match diperlukan adanya keterampilan dan
kemauan untuk bekerja sama. Tanpa hal tersebut maka
pembelajaran kooperatif tidak akan berhasil.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat AlMaidah ayat 2:
ّ ّ ّ
ّ اتّق ا
ّ
َ تع ن ا عل ْاْ ْثم ْالع ْ ا
تع ن ا عل ْالب ّ التّ ْق
ش ي ا ْلعق
“Bertolong-tolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran,
dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah
sangat berat siksanya”. (QS. Al-Maidah: 2).
Begitu juga dalam Hadits dinyatakan sebagai berikut:
ا ْل ْ من ل ْل ْ من آ ْالب ْني يُ بعُْه،س ْ اّ صلّ اّ عليْه سلّم
ْ
ق: عن اب م ْ س ق
ُ
ً ب ْع
Dari Abi Musa, berkata Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang
mukmin bagi mukmin yang lainnya bagaikan satu bangunan yang
saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya”. (HR. AnNasa’i).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan
belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented),
13
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru
dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan
orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.
Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam
berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Teori tersebut sependapat dengan (Etin Solihatin, 2005 :4)
Cooperatif Learning adalah suatu sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu diatara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua
orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi
oleh keterlibatan dari anggota kelompok itu sendiri.
Senada
dengan
itu
(Enjah
Takari
R,
2010:26)
mengemukankan bahwa cooperative learning adalah suatu strategi
belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam
struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas
dua orang tau lebih.
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat
bekerja dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama.
Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai
tujuan keompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan
mencapai tujuan, maka siswa lain dalam kelompoknya memiliki
kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap kooperatif
dengan sesama kelompoknya.
14
Sedangkan menurut Siahaan (2005:2, dalam Rusman
2010:205) mengutarakan lima unsur esensial yang ditekanan
dalam pembelajaran kooperatif yaitu: a) saling ketergantungan
yang positif, b) interaksi berhadapan (face to face interaction), c)
tanggung
jawab
individu
(individual
responsibility),
d)
keterampilan sosial (social skill), e) terjadi proses dalam kelompok
(group processing).
Beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
adalah
suatu
kegiatan
pembelajaran yang dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan
setiap siswa dituntut untuk berinteraksi maupun berkomunikasi
demi mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Model Pembelajaran Make a Match (membuat pasangan)
merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran
kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Menurut Rusman (2011:223) mengatakan salah satu
keunggulan model pembelajaran ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
Penerapan model pembelajaran ini dimulai dengan teknik,
yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokan kartunya diberi poin.
15
Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
seperti difirmankan dalam al-qur’an surat yasin ayat 36 yang
berbunyi:
خلق ْاْ ْ اج كلّ م ّ ت ْنبت ْاْ ْ ض م ْن أ ْنفس ْم م ّ َ يعْل
36 : يس
ّ ال
سبْح
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS.
Yasin/36:36).
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT telah
menciptakan sesuatu di dunia ini dengan berpasang-pasangan, baik
yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak diketahui oleh
manusia.
Salah
satunya
adalah
mengenai
model
pembelajaran make a match, dimana model pembelajaran ini
menggunakan permainan kartu, jadi siswa harus mencari pasangan
kartu yang dipegang.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
make a match adalah suatu metode yang digunakan oleh pendidik
untuk
menciptakan
pembelajarannya
suasana
menggunakan
yang
aktif
kartu-kartu
dimana
cara
guna
mencari
dengan
strategi
pasangan yang cocok.
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
Kooperatif
berbeda
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam
16
kelompok. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan
akademik
dalam
pengertian
penguasaan
materi
pembelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan
materi tersebut.
Menurut Dr. Rusman (2010:206) Karakteristik pembelajaran
koperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan
secara tim. Tim merupakan tenpat untuk mencapai tujuan. Oleh
karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap
anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2) Didasarkan pada Managemen Kooperatif
Pada pembelajaran kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu:
a)
Fungsi
managemen
sebagai
perencanaan
pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang
sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai,
bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk
mencapai tujuan, dan lain sebagainya. b) Fungsi managemen
sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan dengan efektif. c) Fungsi managemen sebagai kontrol,
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu
17
ditentukan kriteria kenerhasilan baik melalui bentuk tes maupun
non tes.
3) Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan
secara
kebersamaan
atau
kelompok,
kerja
sama
oleh
karenanya
prinsip
perlu
ditekankan
dalam
pembelajaran kooperatif.
4) Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan bekerjasama itu dipraktikkan melaui aktivitas
dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan
demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditepakan.
Senada
dengan
itu
bahwa
karakteristik
pendekatan
pembelajaran kooperatif, yang dikemukakan oleh Enjah Takari
(2010:28) yaitu:
Indivudual Accontability, yaitu bahwa setiap individu di
dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan
kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.
Social Skills, meliputi seluruh kehidupan sosial, kepekaan
sosial dan mendidik siswa untuk menumbuhkan pegangan diri dan
pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan ini
mengajarkan siswa untuk belajar memberi dan menerima, mengambil
18
dan menerima tanggung jawab, menghormati hak orang lain dan
membentuk kesadaran sosial.
Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan
saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok
secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran
serta setiap anggota kelompok, karena setiap anggota kelompok
dianggap memiliki kontribusi. Jadi siswa berkolaborasi bukan
berkompetisi.
Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan
dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
Beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa karakteristik
pembelajaran kooperatif adalah Membutuhkan Kerjasama tim, Adanya
Ketergantungan antar Individu, Keterampilan Berinteraksi Sosial,
Saling Mencari Pemecahan Masalah.
c. Prosedur/ Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
1) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama di dalam pembelajaran
yang
menggunakan
pembelajaran
kooperatif,
pembelajaran
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian
informasi, seringkali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal.
Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim belajar. Tahap ini
diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran
19
kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau
evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi
penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1: Menyampaikan Guru
tujuan
dan
menyampaikan
tujuan
memotivasi pembelajaran yang akan dicapai pada
siswa
kegiatan dan menekankan pentingnya
Tahap
2:
Menyajikan
topik yang akan dipelajari dan
Guru menyajikan informasi atau materi
kepada siswa dengan jalan demokrasi
informasi
atau melalui bahan bacaan.
3: Guru
Tahap
Mengorganisaikan
ke
dalam
siswa bagaimana
setiap
Tahap
Guru
kelompok
kepada
caranya
siswa
membentuk
kelompok- kelompok belajar dan membimbing
kelompok belajar
4:
menjelaskan
Membantu
bekerja
dan
kelompok
agar
membimbing
melakukan
kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
belajar
mengerjakan tugas mereka.
Tahap 5: Evaluasi
Guru
mengevaluasi
hasil
belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau
masing-masing
kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
20
Tahap
6:
Memberikan Guru
penghargaan
mencari
cara-cara
untuk
mengahrgai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
2) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Menurut
Dr.
Rusman
(2010:223),
langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep/ topik yang cocok untuk sesi review (satu kartu berupa
soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
b) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban
atau soal dari kartu yang dipegang.
c) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (kartu soal/ kartu jawaban).
d) Siswa dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
maka akan diberi poin.
e) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya.
f) Kesimpulan.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:94), langkahlangkah pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai
berikut:
21
Hal-hal yang diperlukan adalah kartu-kartu yang berisi
pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban. Langkah berikutnya
adalah guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kekompok.
Kelompok pertama merupakan pembawa kartu-kartu pertanyaan.
Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi
jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai.
Aturlah posisi kelompok-kelompok terssebut berbentuk huruf U.
Upayakan kelompok pertama dan kedua saling berhadapan.
Jika masing-masing kelompok sudah berada diposisi yang
telah ditentukan, maka guru menyembunyikan peluit sebagi tanda
agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak,
mencari pasangan pertanyaan kelompok yang cocok. Pasanganpasangan yang sudah terbentuk maka wajib menunjukkan
petanyaan dan jawaban kepada kelompok penilai. Kemudian
kelompok ini memebaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu
cocok. Setelah penilaian dilakukan, maka aturlah secara bergiliran.
Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe make a match adalah Guru menyiapkan beberapa
kartu berdasarkan materi yang akan di ajarkan, Kartu yang akan
dijadikan pembelajaran haruslah memiliki kaitan dengan kartu
yang lain (kartu sebagian berisi pertanyaan dan sebagian lagi
berisi jawaban), setiap siswa mendapatkan satu kartu (baik kartu
berupa pertanyaan ataupun jawaban), siswa ditugaskan untuk
mencari pasangan jawaban yang cocok dengan kartunya sesuai
22
dengan petunjuk guru maupun petunjuk yang ada dalam kartu,
Siswa diberi kesempatan untuk menemukan kartu pasangannya
sebelum batas waktu yang telah ditentukan, Apabila ada pasangan
siswa yang cocok memasangkan kartunya sebelum batas waktu
maka akan diberi poin, Setelah itu guru mengevaluasi hasil
pembelajaran yang telah dilakukan.
d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match
1) Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match adalah sebagai berikut:
a) Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang
disampaikan kepadanya melalui kartu.
b) Meningkatkan kreativitas belajar siswa.
c) Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar.
d) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media
pembelajaran yang dibuat oleh guru.
2) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Tipe Make A
Match adalah sebagai berikut:
a) Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan
bagus sesuai dengan materi pelajaran.
b) Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.
23
c) Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin
disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain
saja.
d) Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.
3. Hasil Pembelajaran Siswa
a. Pengertian Hakikat Hasil Belajar
Pada hakikatnya hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan,
nilai-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi
dan
keterampilan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan
pembelajaran
guna
mengetahui
sejauh
mana
pengaruh
dari
pembelajaran yang dilakukan terhadap pengetahuan dan intelektual
peserta didik. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan berproses
dan merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan
jenis dan jenjang pendidikan, dalam hal ini berarti keberhasilan
pencapaian hasil belajar atau tujuan pendidikan sangat tergantung pada
keberhasilan proses belajar peserta didik di sekolah maupun di
lingkungan sekitar. Pada setiap pembelajaran dapat menghasilkan
sebuah perubahan pada diri peserta didik dan hal itu bisa diukur
dengan mengguanakan nilai sebagai hasil dari sebuah pembelajaran
yang telah dilakukan.
Senada dengan itu (Jihad & Haris, 2009: 14) hasil belajar
merupakan sebagian dari kemampuan peserta didik yang diperolehnya
dari sebuah pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan berproses
24
dimana seseorang memiliki keinginan untuk berubah dalam segi
pengetahuan dan intelektualnya secara bertahap dan permanen.
Pada
kegiatan
pembelajaran
seorang
pendidik
akan
menetapkan sebuah standar pencapaian atau sering disebut dengan
kriteria ketuntasan minimal (KKM). Peserta didik yang
mampu
mencapai hasil belajar di atas KKM yang sudah ditentukan yaitu 64,
dalam hal ini bisa digunakan sebagai tolak ukur keberhasian peserta
didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Teori tersebut senada dengan (Suprijono, 2011: 6) Penilaian
hasil belajar pada setiap pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA
harus dilakukan untuk mengukur perkembangan hasil belajar peserta
didik yang meliputi pencapaian pemahaman, kecakapan dan kemahiran
pada materi sistem rangka, seperti pemahaman konsep, prosedur,
penalaran dan komunikasi dalam pemecahan masalah.
Sedangkan menurut pandangan islam (Umi Makromah:
2011,7), dengan hasil belajar mampu mengangkat derajatnya dimata
Allah, berikut adalah Firman Allah pada QS. Al-Mujadalah: 11, yaitu:
ا قيل انُز ا
خبي
“Hai
ّ ي أي الّ ين آمن ا ا قيل ل ْم تفسّح ا في ْال ج لس ف ْفسح ا ي ْفسح
ّ ل ْم
ّ ّ الّ ين آمن ا من ْم الّ ين أ ت ا ْالع ْلم د ج ت
ّ ف نُز ا ي ْ فع
ّ ب ت ْع ل
orang-orang
beriman
apabila
kamu
dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
25
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah:11).
Sedangkan menurut (Syah, 2010: 82) keberhasilan dalam
pembelajaran yaitu ranah psikologi peserta didik yang terpenting
adalah ranah kognitif, dimana ranah yang pepusat di otak ini
merupakan pandangan psikologis kognitif dan merupakan pengendali
yang sangat berpengaruh dalam ranah-ranah kejiwaan yang lain yakni
ranah afektif dan ranah psikomotorik.
Pada konteks psikologis kognitif, otak merupakan satu-satunya
organ tubuh yang memiliki peranan sebagai pusat fungsi kognitif
bukan hanya sebagai penggerak dan pengendali aktivitas akal pikiran,
melainkan sebagai menara pengontrol aktivitas perasaan dan
perbuatan. Sehingga dalam hal ini pendidikan dan pembelajaran sangat
perlu diupayakan semaksimal mungkin agar ranah kognitif para peserta
didik dapat berfungsi secara maksmal, positif dan bertanggung jawab.
Jadi pada dasarnya hasil belajar merupakan suatu tolak ukur
dari keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Dari
sinilah setiap peserta didik akan terlihat apakah sudah berhasil dalam
mengikuti pembelajaran atau belum.
b. Jenis Hasil Belajar
Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh hasil
belajar yang menunjukkan peserta didik telah melakukan kegiatan
pembelajaran yang meliputi berbagai aspek seperti pengetahuan,
26
keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan dapat dicapai
secara maksimal oleh peserta didik.
Menurut Bloom dalam (Sanjaya, 2010: 102) bentuk perubahan
intelektual pada peseta didik merupakan buah dari hasil belajar yang
mereka lakukan selama mengikuti pembelajaran dan hal tersebut harus
tercapai sesuai dengan harapan.
Hasil belajar digolongkan kedalam tiga ranah, yaitu ranah
Kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar yang
dimaksud dalam penelitian adalah mencakup tiga ranah yaitu :
1) Ranah Kognitif
Yang dimaksud dengan ranah kognitif disini yaitu
peserta didik mampu menyebutkan bagian-bagian sistem rangka.
Peserta didik juga mampu menjelaskan dari setiap pokok bahasan
yang berkaitan erat dengan materi sistem rangka dan memberikan
contohnya yang sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru
sehingga
mereka
dapat
memperkuat
pengetahuan
dan
pemahamanya tentang materi sistem rangka untuk dapat dengan
mudah diingat dan diterapkannya.
2) Ranah Afektif
Merupakan ranah lanjutan dari ranah kognitif, disini
peserta didik diharapkan merespon, menilai dan menerima
pembelajaran untuk dapat ikut aktif berpartisipasi dan melibatkan
diri baik dengan keberanianya memberikan pertanyaan maupun
dalam menanggapi pertanyaan yang di berikan peserta didik lain
27
maupun pendidik, sehingga pembelajaran berjalan dengan aktif
dan komunikatif.
3) Ranah Psikomotor
Psikomotor
merupakan
ranah
terakhir
dari
hasil
pembelajaran, diamana peserta didik mampu mengulang atau
menirukan dari tingkah laku yang di contohkan sebelumya oleh
pendidik. Peserta didik dituntut untuk mempraktikan dari sebuah
materi
yang
diberikan
dengan
menampilkan
action
atau
melakukan pengamatan secara langsung yang berkaitan dengan
materi sistem rangka, seperti mengamati bentuk-bentuk sistem
rangka dan tata letak sistem rangka yang ada dalam tubuh
manusia. Disitulah peserta didik akan menirukan dari yang
diajarkan oleh pendidik sebelumnya untuk memperoleh pemahan
konsep secara nyata dan lebih bermakna.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
individu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni faktor internal,
faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar (Syah, 2005 dalam Ida
Bagus Putrayasa, 2012: 29).
Ketiga
faktor
tersebut
sering
saling
berkaitan
dan
mempengaruhi satu sama lain. Berikut dipaparkan mengenai ketiga
faktor tersebut.
28
1) Faktor internal
Faktor Internal adalah faktor yang mempengaruhi hasil
belajar individu. Faktor Internal ini meliputi:
a) Faktor Fisiologis
Faktor Fisiologis adalah faktor yang berhubungan
dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan atas dua
macam. Pertama kondisi fisik atau keadaan tonus jasmani,
pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap kegiatan belajar
individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua,
kedaan fungsi jasmani/ fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat
mempengaruhi hasil belajar terutama panca indra.
b) Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa
faktor psikologis yang utama memepngaruhi proses belajar
yaitu:
(1) Kecerdasan/ Intelegensia Siswa
Kecerdasan
merupakan
faktor
yang
paling
penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan
kualitas belajar siswa. Sebagai faktor psikologis yang
29
penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu
dimiliki oleh setiap calon guru atau profesional, sehingga
mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswa.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacammacam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ
berdasarkan tes Stanford-Binet yang telah direvisi oleh
Terman dan Merill sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Manusia
Tingkat kecerdasan
Klasifikasi
140-169
Amat Superior
120-139
Superior
110-119
Rata-rata tinggi
90-109
Rata-rata
80-89
Rata-rata Rendah
70-79
Batas lemah mental
20-69
Lemah mental
Dari tabel di atas, dapat diketahui penggolongan
tingkat kecerdasan manusia.
(2) Motivasi
Motivasi
mempengaruhi
adalah
keefektifan
salah
satu
kegiatan
faktor
belajar
yang
siswa.
Motivasi mendorong siswa untuk melakukan kegiatan
30
belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi instrinsik sebagai
proses di dalam diri individu yang aktif mendorong,
memberi arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi
ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu
tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
(3) Minat
Secara
sederhana,
minat
(interest)
berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu. Untuk membangkitkan minat
belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari
menjadi
materi
yang
sangat
menarik
dan
tidak
membosankan. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang
studi yang dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya.
(4) Sikap
Pada belajar, sikap individu dapat mempengaruhi
keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal
yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk
bereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik
positif maupun negatif.
31
(5) Bakat
Secara umum Bakat (aptitude) didefinisikan
sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang.
2) Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor internal/
endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses
belajar siswa. Faktor-faktor eksternal dalam belajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu lingkungan sosial dan
nonsosial. Lingkungan sosial merupakan pengaruh yang datang
atau berasal dari manusia. Lingkungan sosial siswa meliputi orang
tua, keluarga, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman
sepermainan di sekitar rumah siswa. Sifat-sifat lingkungan sosial
dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar
dan hasil yang dicapai oleh siswa. Lingkungan nonsosial meliputi
lingkungan alamiah seperti keadaan alam, udara, suhu udara,
cuaca, waktu (pagi, siang, sore, malam), serta faktor instrumental
yang mencakup tempat belajar, gedung, maupun buku-buku
pelajaran.
3) Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara
atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang
keefektifan dan keefesienan proses mempelajari materi tertentu.
32
Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional
yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau
mencapai belajar tertentu.
B. Penelitian Yang Relevan
Model pembelajaran kooperatif tipe make a match memang
memiliki dua sisi yang berbeda yaitu positif dan negatif, akan tetapi sisi
negatif akan dapat tertutupi dengan hasil pembelajaran yang maksimal dan
sesuai dengan tujuan.
Banyak penelitian yang menggunakan model ini karena memiliki
pengaruh yang baik bagi peningkatan hasil belajar, salah satunya pakar
pendidikan adalah Slavin yang melakukan hasil penelitiannya dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif (dalam Rusman, 2010: 205)
mengatakan 1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain 2)
pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir
kritis, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
pengalaman.
Sehingga pembelajaran kooperatif tipe make a match ini akan
berdampak dalam pencapaian hasil belajar peserta didik di SDN
Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu
yang semakin meningkat dan lebih baik, dengan indikasi nilai sebelum
diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe make a match sebesar 35%
33
yang
mencapai
KKM,
sehingga
setelah
diterapkannya
metode
pembelajaran kooperatif tipe make a match indikasi keberhasilan menjadi
100% yang mencapai KKM. Pembelajaran kooperatif tipe make a match
juga dapat meningkatkan kesungguhan pendidik dalam menyajikan materi
dalam suatu pembelajaran.
Senada dengan itu menurut Sugiyanto (2009 : 35) pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Sulisti (2013) tentang
peningkatan hasil belajar peseta didik dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match pada kelas II MI Ma’arif
Sambeng Borobudur Magelang dengan hasilnya pencapaian 100% peserta
didik yang mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 56,25%
yang mencapai KKM. Sependapat dengan penelitian itu juga disampaikan
oleh Febriyanti Sugandi (2013) yang melakukan penelitian pada kelas V
SD Negeri Babakan Bandung Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi.
Menyampaikan pendapatnya dalam penelitianya bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sekolah dengan KKM
65 dan menunjukan hasil belajar yang lebih meningkat. Senada dengan
penelitian di atas disampaikan oleh Hidayatul Azizah (2014) yang
melakukan penelitian pada kelas III MI Miftahul Ulum Rejosari Kalidawir
34
Tulungagung dengan mencapai hasilnya yaitu 83,33 % peserta didik yang
mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 41,66%
Jadi pada intinya pembelajaran dengan mengguanakan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat memperoleh hasil belajar
yang lebih baik dan maksimal. Selain itu juga pembelajaran kooperatif tipe
make a match dapat meningkatkan minat dan semangat peserta didik
dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan adanya
beberapa penelitian yang mengguanakan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match, dimana setiap penelitian menunjukkan hasil yang lebih
baik dan lebih baik lagi sehingga diharapkan model ini dapat menjadi
salah satu model pembelajaran unggulan yang selalu diterapkan oleh para
pendidik dalam melakukan pembelajaran di kelas.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di temukan seperti
kemampuan peserta didik dalam memahami konsep materi sistem rangka
cukup rendah artinya dalam proses belajar yang dilakukan peserta didik
belum mencapai hasil yang diharapkan yaitu belum sepenuhnya dapat
memahami konsep materi apa yang telah disampaikan oleh pendidik dalam
proses belajar. Pembelajaran hanya berpusat pada pendidik dan kurang
melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga
peserta didik cenderung menjadi pendengar tanpa ikut serta berperan
dalam proses pembelajaran. Dengan indikasi tersebut akan berdampak
pada hasil belajar yang dicapai yaitu berdampak pada hasil belajar peserta
35
didik rendah yang belum mencapai hasil maksimal dan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan peserta didik dan pendidik. Masalah tersebut
akibat dari penggunaan model pembelajaran yang kurang sesuai dan
cenderung menuntut peserta didik untuk menerima dan mendengarkan saja
tanpa
menuntut
partisipasi
peserta
didik
secara
aktif
sehingga
pembelajaran berjalan monoton dan membosankan.
Suatu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pendidik selalu
dikaitkan dengan istilah model, pendekatan, dan metode sebagai strategi
pembelajaran. Dalam konteks ini seorang pendidik harus jeli dan pandai
dalam memilih suatu model pembelajaran tertentu sehingga akan
mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai dan sesuai dengan tujuan
yang
diharapkan.
Salah
satu
model
pembelajaran
yang
dapat
mempengaruhi hasil pembelajaran peserta didik yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe make a match. Penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match pada mata pelajaran IPA materi sistem rangka dengan
cara mengaitkan materi sistem rangka dengan kenyataan yang ada di
lingkungan sekitar yang digunakan sebagia contoh untuk mempermudah
peserta didik dalam memahami konsep materi sistem rangka. Peserta didik
diberikan kesempatan untuk aktif dalam menyampaikan gagasan untuk
berbagi pengalaman dengan teman sekelas sesuai dengan materi sistem
rangka dengan memberikan contoh nyata yang ada di lingkungan mereka.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
dalam pembelajaran IPA materi sistem rangka juga memiliki berbagai
keunggulan, seperti pembelajaran lebih membuat peserta didik senang dan
36
tidak cepat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
dengan model kooperatif tipe make a match menjadi lebih berakna karena
pembelajaran menuntut peserta didik lebih aktif dalam kelompok.
Secara mendasar model pembelajaran kooperatif tipe make a
match dapat lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
secara sederhana dan mudah diingat, hal ini dikarenakan pembelajaran
kooperatif tipe make a match menerapkan pembelajaran kelompok dimana
peserta didik dituntut untuk mampu bekerjasama dengan baik dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran lebih melekat dan bermakna dalam
ingatan anak. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
diharapkan meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan
semangat belajar peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar di
sekolah. Peserta didik juga lebih aktif berpartisipasi dalam kegitan
pembelajaran karena hal tersebut akan berdampak pada kemampuan anak
dalam menangkap materi yang disampaikan dan berdampak pada hasil
belajar yang lebih baik dan meningkat sesuai dengan harapan.
Keberhasilan belajar peserta didik dapat terlihat dengan hasil
belajar yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu berupa
peningkatan nilai nyata yang didapat dari hasil evaluasi pembelajaran
setelah dilakukanya pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match. Keberhasilan dalam pembelajaran juga tidak terlepas
dari
kemampuan
pendidik
dalam
menyampaikan
materi
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match secara
baik dan maksimal, jika semakin efektif model pembelajaran yang
37
digunakan dalam mengajar semakin baik pula hasil belajar yang akan
dicapai. Berdasarkan pemaparan kerangka berpikir di atas dapat dilihat
secara umum pada Gambar 2.1.
Identifikasi Masalah
1. Pemahaman konsep pada materi sistem rangka
cukup rendah.
2. Pembelajaran yang masih berpusat pada pendidik.
3. Hasil belajar rendah.
Solusi
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Keunggulan
1. Pembelajaran tidak cepat bosan.
2. Lebih aktif dalam pembelajaran.
3. Kreativitas akan tumbuh dalam memahami konsep Sistem
Rangka.
Harapan
1. Hasil belajar peserta didik lebih meningkat
2. Semangat dalam mengikuti pembelajaran meningkat.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
38
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang penting kedudukannya
dalam suatu penelitian. Dalam hipotesis penelitian ini jika model
pembelajaran kooperatif tipe make a match ini diterapkan pada
pembelajaran IPA tentang Sistem Rangka di kelas IV SD Negeri
Karangampel Kidul IV Tahun Ajaran 2015/2016, maka hasil belajar siswa
akan meningkat.
39
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Subyek dan Waktu Penelitian
1. Subyek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di SD Negeri
Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu.
Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 23 siswa.
Terdiri dari 15 laki-laki dan 8 perempuan. Fokus pada penelitian ini adalah
mata pelajaran IPA pada pokok pembahasan yaitu mengelompokkan
rangka manusia berdasarkan anggotanya dengan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ada beberapa masalah
yang ditemukan dalam proes belajar mengajar, diantaranya yaitu: pada
proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan di kelas IV SD Negeri
Karangampel Kidul IV masih banyak berorientasi pada guru dengan
mengandalkan bahan belajar dari buku IPA yang tersedia tanpa ditunjang
dengan media pembelajaran yang sesuai. Hal ini menyebabkan siswa
merasa bosan dan kurang berminat terhadap pembelajaran IPA yang pada
akhirnya perolehan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari hasil belajar yang
dicapai siswa, khususnya pada pokok bahasan sistem rangka.
40
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Karangampel Kidul IV
Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu dilaksanakan pada
Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 yang dimulai dari April
sampai bulan Agustus 2015.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Tahun 2015
No
Kegiatan
April
3
1
Observasi Awal
Penyusunan
2
Proposal
3
Sidang Proposal
Penelitian dan
4
Bimbingan
Skripsi
5
Sidang Skripsi
Perbaikan dan
6
Penyelesaian
Skripsi
Pelaporan ke
7
Akademik
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
41
B. Desain dan Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti harus memilih desain yang tepat agar
penilitian yang dilakukan dapat terarah dengan baik. Desain atau
rancangan prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan Mc
Taggart.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas
(clasroom action research) yang terdiri dari empat komponen yaitu
Perencanaan Tindakan (planning), Pelaksanaan Tindakan (acting),
Pengamatan Tindakatn (observing) dan Refleksi Terhadap Tindakan
(reflecting).
Menurut Margareta M.N dan Kania I.D, 2008: 22, Siklus PTK
dapat digambarkan sebagai berikut:
Pelaksanaan
Perencanaan
Siklus 1
Refleksi
Pengamatan
42
Pelaksanaan
Siklus 2
Perencanaan
Pengamatan
Refleksi
Gambar 3.1 Siklus PTK
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
metode Penelitian Tindakan Kelas dengan Model PTK yang dikemukakan
oleh Kemmis dan Mc Taggart.
Penelitian ini dilakukan dengan jadwal pembelajaran yang ada di
SD Negeri karangampel Kidul IV dan akan dilaksanakan dalam 2 siklus,
setiap langkah terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan/ observasi dan refleksi. Keempat tahap tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan ini peneliti menyusun rencana
tindakan dan rencana yang hendak diselenggarakan dalam proses
pembelajaran IPA. Kegiatan tersebut diantaranya: 1) berdiskusi
dengan guru mitra penelitian dalam menyiapkan RPP, 2) membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan
43
model pembelajaran kooperatif tipe make a match, 3) membuat
lembar
observasi
(lembar
observasi
guru
dan
siswa),
4)
mempersiapkan media pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahap
pelaksanaan
tindakan
adalah
tahap
praktik
pembelajaran yang sebenarnya telah tersusun berdasarkan rencana
tindakan dengan dibantu oleh guru ahli. Dalam kegiatan ini peneliti
juga mengobservasi siswa dengan dibantu oleh guru ahli guna
memperbaiki
dan
meningkatkan
Pelaksanaan
tindakan
hasil
belajar
siswa.
pembelajaran ini dilaksanakan secara
kolaboratif antara peneliti dengan guru mitra penelitian. Selanjutnya
peneliti meminta guru untuk mengamati peneliti yang sekaligus
menjadi praktisi dalam pelaksanaan tindakan. Untuk mencapai hasil
yang optimal, maka pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam
beberapa
siklus. Pelaksanaan
siklus
pertama
mengacu
pada
rancangan pra siklus untuk menjawab permasalahan yang diperoleh
dari data hasil observasi awal. Pelaksanaan siklus kedua berdasarkan
pada rencana pembelajaran yang mengacu pada hasil refleksi siklus
pertama. Untuk siklus selanjutnya dalam rencana dan pelaksanaan
pembelajaran mengacu pada kejadian siklus sebelum-sebelumnya.
c . Tahap Pengamatan Tindakan
Pada tahapan ini, peneliti dibantu dengan guru mitra
penelitian melakukan pengamatan dan mencatat semua kejadiankejadin yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan
44
berlangsung. Observer mengamati seluruh aktivitas yang dilakukan
oleh guru dan siswa berdasarkan pedoman observasi yang telah
dibuat, sehingga dapat diketahui apakah aktivitas guru dan siswa
telah sesuai atau tidak dengan lembar observasi. Hasil observasi ini
dijadikan dasar refleksi dari tindakan yang telah dilakukan untuk
merencanakan tindakan yang selanjutnya.
d. Tahap Refleksi Tindakan
Tahap refleksi merupakan tahapan untuk memproses data
yang telah didapat pada saat melakukan pengamatan. Data tersebut
kemudian ditafsirkan dan dicari kejelasannya, dianalisis, lalu
disintesiskan kembali untuk dijadikan penyusunan rencana tindakan
selanjutnya dan sebagai perbaikan terhadap pelaksanaan tindakan
yang telah dilakukan. Refleksi yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu melakukan perbaikan yang ditemukan dalam kegiatan observasi
untuk dicarikan solusinya sehingga pembelajaran lebih efektif dan
sesuai dengan harapan, seperti : melakukan pemeriksaan terhadap
hasil evaluasi belajar peserta didik dan mengganti soal-soal yang
dianggap sulit oleh peserta didik, mengganti media pembelajaran agar
pembelajaran berjalan lebih baik serta tidak monoton dan
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
45
C. Definisi Operasional
1. Metode Cooperative Tipe Make a Match
Model pembelajran kooperatif tipe make a match merupakan
model pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mempelajari isi
materi dan hubungan sosial dengan mencari pasangan. Setiap peserta didik
mendapat sebuah kartu (baik berupa soal atau jawaban) dari guru,
kemudian peserta didik secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan
kartu yang ia pegang sebelum batas waktu yang ditentukan. Suasana
pembelajaran dalam model pembelajaran make a match mungkin akan
riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan sehingga dapat memotivasi
peserta didik untuk belajar.
Karakteristik/ Ciri pembelajaran kooperatif menurut Enjah Takari
(2010: 28) mencangkup empat
unsur yang harus diterapkan, yang
meliputi; mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan
(individual accountability), menumbuhkan kepekaan sosial (sosial skill),
saling ketergantungan yang positif (positif interdependence), dan proses
perolehan jawaban permasalahan dikerjakan secara bersama (group
processing).
2. Pembelajaran IPA di SD
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat erat kaitannya
dengan cara mencari tahu tentang alam dan segala isinya, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. (KTSP 2006 : 484).
46
Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek yang lebih
lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajaran IPA lebih menekankan pada pemberian pengalaman
langsung pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya agar
menjelajahi dan memehami alam sekitar secara ilmiah.
3. Hasil Belajar
Segala sesuatu yang telah dicapai oleh seseorang melalui
proses pembelajaran dan memenuhi standar kompetensi. Dan merupakan
alat ukur tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran, apakah siswa
dinyatakan mengusai materi pembelajaran atau tidak. Jika kurang dalam
penguasaan materi pembelajaran,
tindakan
lanjutan
maka
guru
bisa
memberikan
pembelajaran kepada siswa. Baik berbentuk
Remedial atau memberikan pelajaran tambahan
berupa Pekerjaan
Rumah (Usman, 2003 : 135).
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh kebenaran yang objektif dalam pengumpulan data
diperlukan adanya instrumen yang tepat sehingga masalah yang diteliti akan
berjalan dengan baik. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik survei
Dalam penelitian ini teknik survei yang dilakukan meliputi
pencarian informasi dari sekolah dan pendidik yang ada di SD khususnya
47
wali kelas IV yang akan menjadi objek penelitian sehingga peneliti
terlebih dahulu harus mengerti tentang permasalahan apa yang ada
didalam sekolah dan sejauh mana hasil belajar yang telah diperoleh
peserta didik sebelumnya serta meninjau lokasi dan subjek yang
digunakan dalam penelitian.
2. Tes
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat
pemahaman
dan
penguasaannya
terhadap
cakupan
materi
yang
dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang
sering digunakan dalam pembelajaran (Endang Poerwanti, 2015:5).
Teknik pengumpulan data dengan tes bermaksud untuk menilai
hasil belajar siswa pada kelas IV mata pelajaran sistem rangka dengan
melakukan latihan soal peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan
untuk memperkuat data penelitian yaitu berupa nilai sebagai hasil belajar
peserta didik yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian.
3. Observasi
Observasi adalah dimana metode pengumpulan peneliti mencatat
informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian.
Penyaksiannya dapat berupa melihat, mendengar, merasakan yang
kemudian dicatat secara obyektif (Joko Sulisyono, 2010:14).
Pada penelitian ini observasi dilakukan terhadap aktivitas siswa
dan peneliti ketika pembelajaran berlangsung.
48
4. Dokumentasi
Dalam melaksanakan dokumentasi pada penelitian ini data-data
yang perlu dikumpulkan adalah
data-data yang berkaitan dengan
penelitian, seperti foto-foto kegiatan selama kegiatan berlangsung.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Melakukan observasi secara langsung mengenai segala situasi yang
terjadi di kelas secara khusus pada pembelajaran IPA.
b. Melakukan dokumentasi berupa pengumpulan data-data yang berkaitan
dengan penelitian serta foto-foto kegiatan selama penelitian
berlangsung.
c. Memberikan tes berupa soal-soal untuk mengetahui pencapaian hasil
belajar siswa.
d. Mencatatat kejadian-kejadian yang berlangsung selama penelitian.
2. Analisis Data
Analisis data merupakan langkah dalam penelitian ini untuk
mengorganisasikan dan melakukan analisis data untuk mencapai tujuan
peneliti yang telah ditetapkan (Asmani, 2011:116).
a. Teknik analisis data
Penggunaan teknik analisis data pada penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu model pembelajaran yang
49
digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam teknik analisis data
yaitu berupa tes tertulis dilakukan setiap siklus, untuk mengetahui ratarata hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Tes tertulis tiap
siklus dilaksanakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Rumus
yang digunakan untuk menghitung rata-rata hasil belajar siswa adalah:
�̅ =
∑�
∑�
Rumus rata-rata kelas
Ket �̅
: nilai rata-rata
∑�
∑�
: jumlah semua nilai peserta didik
: jumlah peserta didik
Analisis data merupakan proses untuk mengambil sebuah
keputusan sesudah pembelajaran berlangsung. Keputusan yang diambil
berdasarkan pertimbangan yang berasal dari berbagai sumber.
b. Penilaian untuk ketuntasan belajar
Ketuntasan belajar siswa ditentukan berdasarkan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan. Adapun kategori
ketuntasan belajar, yaitu secara perorangan dan secara kolektif.
Berdasarkan
petunjuk
pelaksanaan
belajar
mengajar,
peneliti
menganggap bahwa penerapan pembelajaran materi sistem rangka mata
pelajaran
IPA
dengan
pertanyaan
dikatakan
berhasil
dalam
meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didik jika peserta didik
50
mampu mengerjakan soal dalam kegiatan evaluasi belajar dan dapat
memenuhi KKM 64 yaitu 100% dari jumlah keseluruhan peserta didik.
Berikut ini adalah tabel tingkat kriteria keberhasilan belajar
peserta didik dalam % sesuai dengan tabel 3.2.
Tabel 3.2 Tingkat kriteria keberhasilan belajar peserta didik dalam %
Tingkat Keberhasilan (%)
Keterangan
>80%
sangat tinggi
60-79%
tinggi
40-59%
sedang
20-39%
rendah
<20%
sangat rendah
Sumber: (Aqib dkk, 2009: 41)
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Awal Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas IV SD
Karangampel Kidul IV Kabupaten Indramayu. Subyek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas IV Kabupaten Indramayu, berjumlah 23 siswa yang
terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
Sebelum melakukan tindakan siklus I, II dan III terlebih dahulu
dilakukan pengamatan (observasi) pada tanggal 3 April 2015 untuk
mendapatkan data awal penelitian yang digunakan sebagai rujukan dalam
melakukan penelitian dan tindakan yang harus dilakukan. Setelah
dilakukan observasi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hasil
belajar peserta didik rendah pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
materi Sistem Rangka di kelas IV SD Karangampel Kidul IV yaitu
Rendahnya hasil belajar siswa yang ditandai dengan nilai hasil ulangan
formatif IPA yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM),
Rendahnya kemampuan guru dalam memahami dan menggunakan modelmodel pembelajaran yang terpusat pada guru, Guru kesulitan dalam
merancang dan melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe make a
match untuk melaksanakan proses pembelajaran IPA, Kurangnya sarana
dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran terutama media
pembelajaran IPA dan Lemahnya motivasi siswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
52
Kurangnya hasil belajar peserta didik kelas IV SD Karangampel
Kidul IV pada materi Sistem Rangka dibuktikan dengan banyaknya
peserta didik yang masih memperoleh nilai di bawah KKM 64 yaitu
sebanyak 15 peserta didik sedangkan yang di atas KKM yaitu sebanyak 8
peserta didik, dari indikasi ini dapat disimpulkan pembelajaran yang
belum berhasil dengan persentase keberhasilan 65%.
Berikut ini adalah gambaran data awal penelitian pra siklus secara
umum dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Nilai Siswa
No
Nama Siswa
Prasiklus
1
SW 001
60
2
SW 002
50
3
SW 003
70
4
SW 004
50
5
SW 005
80
6
SW 006
60
7
SW 007
70
8
SW 008
30
9
SW 009
40
10
SW 010
70
11
SW 011
70
12
SW 012
50
13
SW 013
60
53
14
SW 014
90
15
SW 015
40
16
SW 016
70
17
SW 017
60
18
SW 018
60
19
SW 019
50
20
SW 020
50
21
SW 021
30
22
SW 022
30
23
SW 023
70
JUMLAH
RATA-RATA
1310
56.9
Berdasarkan hasil tabel data nilai siswa didapatkan rekapitulasi
nilai secara umum dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil belajar pra siklus
No Indikator
Keterangan
1
Jumlah peserta didik
23
2
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
64
3
Target pencapaian keberhasilan
100%
4
Jumlah peserta didik tuntas pra siklus
8
5
Jumlah peserta didik tidak tuntas pra siklus
15
6
Jumlah nilai pra siklus
1310
54
7
Rata-rata nilai pra silklus
56,9
8
Persentase ketuntasan pra siklus
35%
9
Presentase ketidaktuntasan pra siklus
65%
Sumber : Hasil Pre Test
(Rekapitulasi hasil pre test dapat dilihat pada lampiran)
80%
65%
60%
40%
35%
20%
0%
Tuntas
Belum
Tuntas
Gambar 4.1 Histogram Pra Siklus Peserta Didik Kelas IV
Berdasarkan pada data tabel dan gambar diagram di atas terlihat
jelas perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah peserta didik yang
berhasil mencapai KKM dan peserta didik yang belum mencapai KKM
yaitu dengan presentase 35% berbanding 65%.
B. Hasil Penelitian
Penelitian
tindakan
kelas
dengan
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dilaksanakan di kelas IV
semester I SD Negeri Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel
Kabupaten Indramayu pada mata pelajaran IPA materi Sistem Rangka.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 siklus.
55
1. Siklus I
a. Perencanaan Pembelajaran
Pada
tahap
perencanaan
yang
dilakukan
adalah
mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
serta lembar kerja siswa yang dipergunakan dalam pembelajaran
kooperatif tipe make a match dan dikerjakan secara individu. Soal
yang diberikan berupa PG (Pilihan Ganda) dan Essay yang harus
dijawab oleh siswa.
Penyusunan instrumen pengumpulan data baik data
observasi
maupun
catatan
lapangan
yang
dibuat
untuk
mengetahui keaktifan pelaksanaan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
Penggunaan sumber media belajar dan alat-alat peraga
yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe make a
match dibuat agar siswa lebih aktif dan lebih memahami materi
pembelajaran. Media ini berupa kartu yang dibuat berpasanganpasangan yakni soal dan jawaban.
b. Kegiatan Pembelajaran
Setelah menyiapkan tahap perencanaan maka peneliti siap
melaksanakan
penelitian
dengan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Pelaksanaan siklus 1
dilaksanakan dua kali setiap pertemuan dengan alokasi waktu 2 x
56
35 menit. Pelaksanaan pertama dilaksanakan pada hari Senin 08
Juni 2015.
1) Kegiatan Awal
Pada
kegiatan
awal
guru
memulai
membuka
pembelajaran dengan mengucapkan salam, menyiapkan
kondisi peserta didik untuk siap belajar, guru dan siswa
berdoa bersama-sama, guru mengecek kehadiran siswa, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan,
kemudian diakhiri dengan memberikan apersepsi yakni
mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan
tidak lupa guru memotivasi siswa agar lebih semangat belajar.
2) Kegiatan Inti
Peneliti memberikan penjelasan materi tentang sistem
rangka dilanjutkan siswa menggali materi lebih dalam dari
buku paket yang ada. Tidak lupa peneliti memberi kesempatan
kepada siswa untuk bertanya jawab, mengenai pembelajaran
sistem rangka.
Kemudian peneliti membagi siswa menjadi 2 kelompok
besar untuk meelakukan pembelajaran kooperatif make a
match. Siswa bersama-sama mendengarkan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif make a match. Setiap siswa akan
diberi 1 kartu, kelompok yang pertama memegang soal dan
kelompok yang lain memegang jawaban. Kemudian siswa
diberi kesempatan untuk mencari pasangan katunya sebelum
57
batas waktu yang telah ditentukan. Bagi siswa yang sudah
menemukan jawaban kartunya diminta maju ke depan kelas
untuk menceritakan bagian sistem rangka yang ada pada soal.
Siswa yang tepat mencari jawaban dari pasangan kartu, maka
akan mendapat poin. Setelah itu guru mengevaluasi hasil kerja
kelompok serta memberian penghargaan pada kelompok yang
hasilnya baik.
Setelah babak pertama selesai dilanjutkan babak kedua,
peneliti mengkocok kembali kartu agar tercampur secara
acak, setelah tercampur kartu di bagikan lagi secara acak
agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari babak
pertama.
Setelah babak ke dua selesai, peneliti memberi
penguatan terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian
peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk
bertanya tentang materi yang belum dipahami.
Selanjutnya masing-masing individu diberi soal tes
tertulis yang terdiri dari 10 soal yang dikerjakan siswa selama
20 menit. Peneliti memantau pekerjaan siswa dengan
berkeliling dan mendampinginya apabila ada siswa yang
kesulitan dalam memahami soal. Peneliti meminta siswa
untuk meneliti kembali hasil pekerjaan sebelum dikumpulkan
kepada peneliti.
58
3) Kegiatan Akhir
Peneliti bersama siswa membuat kesimpulan dan
memberi motivasi. Selanjutnya peneliti bersama siswa
menutup pembelajaran dengan membaca hamdalah dan salam.
c. Observasi
Untuk
mengetahui
hasil
observasi,
maka
peneliti
menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti.
Berikut ini adalah hasil observasi yang dilakukan observer
pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan seperti pada
tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Observasi Pembelajaran Siklus I
No Penampilan Mengajar
Skor
1
1
2
3
4
Kemampuan Membuka Pelajaran
a. Menarik perhatian peserta didik.
b. Memotivasi peserta didik.
c. Mengaitkan
antara
materi
yang
sudah diajarkan dengan materi yang
akan diajarkan.
d. Memberi acuan materi yang akan
diajarkan.
2
Sikap
praktikan
dalam
proses
pembelajaran
a. Memiliki
kejelasan
suara
dalam
komunikasi.
b. Tidak
melakukan
gerakan
atau
unggkapan yang dapat mengganggu
59
perhatian peserta didik.
c. Antusiasme
mimik
dalam
penampilan.
d. Mobilitas posisi tempat dalam kelas.
3
Penguasaan materi dalam pembelajaran
a. Kejelasan memposisikan materi ajar
yang disampaikan dengan materi
lainnya yang terkait.
b. Kejelasan menerangkan berdasarkan
tuntutan aspek kompetensi (kognitif,
afektif dan psikomotor).
c. Kejelasan dalam memberikan contoh
sesuai
dengan
tuntutan
aspek
kompetensi.
d. Mencerminkan penguasaan materi
ajar secara profesional.
4
Implementasi
langkah-langkah
pembelajaran
a. Penyajian materi sesuai dengan
langkah-langkah
yang
terdapat
pada RPP.
b. Proses
pembelajaran
berjalan
komunikatif dengan berpusat pada
peserta didik.
c. Antusias dalam menanggapi dan
menggunakan respon dari peserta
didik.
d. Cermat
dalam
memanfaatkan
waktu sesuai dengan alokasi yang
ditentukan.
5
Penggunaan media pembelajaran
a. Perhatikan
prinsip
penggunaan
60
jenis media pembelajaran.
b. Sesuai
dengan
materi
yang
diajarkan.
c. Terampil dalam mengoperasikan.
d. Membantu
kelancaran
proses
pembelajaran.
6
Evaluasi Pembelajaran
a. Melakukan evaluasi berdasarkan
tntutan aspek kompetensi.
b. Melakukan evaluasi sesuai dengan
butir soal yang direncanakan dalam
RPP.
c. Melakukan evaluasi sesuai dengan
alokasi waktu yang direncanakan.
d. Melakukan evaluasi sesuai dengan
bentuk dan jenis yang dirancang.
7
Kemampuan menutup pelajaran
a. Meninjau
kembali
dan
menyimpulkan materi kompetensi
yang diajarkan.
b. Memberikan kesempatan bertanya.
c. Memberikan tugas untuk melatih
pemahaman.
d. Menginformasikan
materi
ajar
berikutnya.
Skor Maksimal
28
Jumlah Aspek
23
Nilai penampilan
82,1 %
61
Keterangan :
4 = jika semua deskiptor muncul
3 = jika 3 deskiptor yang muncul
2 = jika 2 deskiptor yang muncul
1 = jika 1 deskiptor yang muncul
Nilai =
Ju
Ju
a
a
ya
a
a
x 100%
Taraf Keberhasilan Tindakan:
86 % -100%
= Sangat Baik
76 % - 85%
= Baik
60 % - 75%
= Cukup
55 % - 59 %
= Kurang
0 % - 54 %
= Sangat Kurang
Berdasarkan dari data tabel diatas dapat diketahui bahwa
penyampaian pembelajaran yang dilakukan peneliti sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan, meskipun ada beberapa hal yang
belum dilakukan. Sehingga data di atas nilai yang diperoleh
peneliti selama kegiatan pembelajaran adalah 23 dari 28
deskriptor yang ditetapkan. Sehingga diperoleh taraf keberhasilan
tindakan mencapai 82, 1 % dengan kategori baik. Sedangkan hasil
observasi siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
62
Tabel 4.4 Hasil Observasi Siswa Siklus I
No Penampilan Mengajar
Skor
1
1
2
3
Melakukan aktifitas rutin sehari-hari
a. Menjawab salam guru
b. Menjawab absen guru
c. Menjawab pertanyaan guru
d. Mendengarkan penjelasan guru
2
Memperhatikan penjelasan materi
a. Memperhatikan penjelasan guru
b. Mencatat materi
c. Mengajukan pendapat terhadap
penjelasan guru yang berkaitan
dengan materi
d. Menjawab pertanyaan guru yang
berkaitan dengan materi
3
Keterlibatan dalam pembangkitan
pengetahuan siswa mengenai materi
a. Menjawab pertanyaan guru
berdasarkan pengetahuan/
pengalaman siswa
b. Menanggapi penjelasan guru yang
berkaitan dengan materi yang
disampaikan
c. Mengikuti bimbingan guru untuk
memasuki materi yang akan
diajarkan
d. Mencerminkan penguasaan materi
ajar secara profesional.
4
4
Memahami lembar kerja (individu)
a. Memahami perintah dan soal pada
63
lembar kerja
b. Membaca soal pada lembar kerja
c. Memahami maksud soal pada lembar
kerja dan mengerjakannya secara
mandiri
d. Bertanya pada guru jika ada yang
tidak dimengerti
5
Memanfaatkan sarana yang tersedia
a. Memanfaatkan sarana dengan tepat
b. Mengisi/ menjawab lembar kerja
sesuai dengan petunjuk
c. Memanfaatkan sarana secara
bersama-sama
d. Memanfaatkan sarana sesuai dengan
kebutuhan
6
Mengerjakan tugas secara mandiri/
kelompok
a. Siswa mengerjakan tugas secara
mandiri/ bekerjasama dengan
kelompok
b. Aktif mengerjakan tugas mandiri/
kelompok
c. Aktif menyampaikan ide/ pendapat
d. Menghargai pendapat temannya
7
Menanggapi evaluasi
a. Siswa bersama-sama guru membuat
kesimpulan materi yang telah
dipelajari
b. Melengkapi jawaban teman
c. Menghargai jawaban teman
d. Berani bertanya
8
Mengakhiri pembelajaran
64
a. Mengatur kelas dalam posisi semula
b. Menerima tugas pekerjaan rumah
yang diberikan guru
c. Memperhatikan penjelasan guru
mengenai materi untuk pertemuan
yang akan datang
d. Menjawab salam
Jumlah skor yang diperoleh
21
Skor maksimal
32
Nilai penampilan
65,6 %
Keterangan :
4 = jika semua deskiptor muncul
3 = jika 3 deskiptor yang muncul
2 = jika 2 deskiptor yang muncul
1 = jika 1 deskiptor yang muncul
Nilai =
S
S
ya
a
a
x 100%
Taraf Keberhasilan Tindakan:
86% - 100% = Sangat baik
76% - 85%
= Baik
60% - 75%
= Cukup
55% - 59 %
= Kurang
0% - 54%
= Sangat kurang
65
Berdasarkan data tabel
observasi siswa di atas,
pengamatan secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan
pembelajaran sudah cukup sesuai dengan apa yang diharapkan
meskipun masih ada deskriptor yang belum muncul dalam
aktivitas kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung. Nilai
yang diperoleh dari aktivitas siswa yakni 21 dari 32 deskriptor
yang diharapkan. Sehingga taraf keberhasilan tindakan mencapai
65,6 % dengan kategori cukup.
Berikut ini data nilai siswa siklus I yang diperoleh
menggunakan model pembelajaran kooperatif make a match.
Tabel 4.5 Data Nilai Siswa Siklus I
No
Nama Siswa
Nilai Siklus II
1
SW 001
25
2
SW 002
72.5
3
SW 003
95
4
SW 004
64
5
SW 005
87.5
6
SW 006
64.5
7
SW 007
81.5
8
SW 008
30
9
SW 009
25
10
SW 010
37.5
11
SW 011
57.5
66
12
SW 012
55
13
SW 013
50
14
SW 014
75
15
SW 015
52.5
16
SW 016
40
17
SW 017
64.5
18
SW 018
67.5
19
SW 019
46.5
20
SW 020
75
21
SW 021
40
22
SW 022
72.5
23
SW 023
75
JUMLAH
RATA-RATA
1353.5
58.8
Berdasarkan dari hasil tes siklus I didapatkan rekapitulasi
nilai secara umum dapat dilahat pada tabel 4.5.
Tabel 4.6 Rekapitulasi hasil belajar siklus I
No Indikator
Keterangan
1
Jumlah peserta didik
23
2
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
64
3
Target pencapaian keberhasilan
100%
4
Jumlah peserta didik tuntas siklus I
12
67
5
Jumlah peserta didik tidak tuntas siklus I
11
6
Jumlah nilai siklus I
1366
7
Rata-rata nilai silklus I
59,4
8
Persentase ketuntasan siklus I
52%
9
Presentase ketidaktuntasan siklus I
48%
Sumber : Hasil Test Siklus I
(Rekapitulasi hasil test dapat dilihat pada lampiran)
Berdasarkan tabel di atas pembelajaran dikatakan cukup
berhasil walaupun belum mencapai target yang telah ditentukan,
indikasi hasil siklus I yaitu banyaknya peserta didik yang mencapai
KKM sebanyak 12 anak sedangkan peserta didik yang belum
mencapai KKM sebanyak 11 anak, jadi keberhasilan pada siklus I
sebanyak 52% dan berbanding 48% dari jumlah seluruh peserta
didik. Berdasarkan tingkat keberhasilan ini dapat dilihat pada pada
gambar 4.2.
52%
52%
51%
50%
49%
48%
48%
47%
46%
Tuntas
Belum
Tuntas
Gambar 4.2 Histogram Peningkatan Hasil Belajar Siklus I
68
Untuk mengetahui data yang lebih akurat peneliti juga
mencatat
beberapa
catatan
lapangan
sehubungan
sengan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Berikut adalah catatan
yang diperoleh selama kegiatan belajar mengajar:
1) Masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam
pembelajaran.
2) Suasana kelas mulai ramai saat peneliti membagikan soaljawaban kartu make a match, dikarenakan siswa tidak mau
berpasangan dengan teman sejenisnya.
3) Siswa
tidak
berani
bertanya
jawab
dengan
peneliti
dikarenakan ketidak beranian mereka dalam mengeluarkan
pendapatnya.
d. Refleksi
Setelah dilakukan observasi pada siklus I dan didapatkan
ada beberapa temuan yang kemudian diadakan refleksi untuk
mencari solusi terhadap hasil belajar sebagai bahan acuan
instropeksi untuk pembelajaran selanjutnya. Berikut ini dalah
hasil refleksi secara umum pada siklus I:
1) Hasil evaluasi siswa berdasarkan pelaksanaan tes akhir
siklus I mengalami peningkatan dibandingkan pra siklus,
dengan hasil 35 % menjadi 52 %.
2) Penggunaan waktu dalam kegiatan pembelajaran masih
belum optimal, namun sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan.
69
3) Ada beberapa hal yang dilupakan oleh peneliti dalam
menyampaikan materi ajar, sehingga hasil yang diperoleh
masih belum maksimal.
4) Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match ada peningkatan hasil belajar siswa tentang
sistem rangka.
Ada pula hasil refleksi pada peneliti guna sebagai dasar
untuk memperbaiki tindakan pada siklus I, diantara lain:
1) Peneliti menghimbau kepada seluruh siswa untuk tidak ribut
ketika mencari pasangannya.
2) Peneliti berpesan kepada siswa agar tidak takut untuk
bertanya dan menjawab pertanyaan.
3) Peneliti selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk
bertanya dangan memberikan motivasi dan rangsangan.
4) Peneliti berkeliling kepada siswa agar lebih aktif dan mau
bekerjasama dengan teman sekelompoknya.
2. Siklus II
a. Perencanaan Pembelajaran
Pada
tahap
perencanaan
yang
dilakukan
adalah
mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
serta lembar kerja siswa yang dipergunakan dalam pembelajaran
kooperatif tipe make a match dan dikerjakan secara individu. Soal
70
yang diberikan berupa PG (Pilihan Ganda) dan Essay yang harus
dijawab oleh siswa.
Penyusunan instrumen pengumpulan data baik data
observasi
maupun
catatan
lapangan
yang
dibuat
untuk
mengetahui keaktifan pelaksanaan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
Penggunaan sumber media belajar dan alat-alat peraga
yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe make a
match dibuat agar siswa lebih aktif dan lebih memahami materi
pembelajaran. Media ini berupa kartu yang dibuat berpasanganpasangan yakni soal dan jawaban.
b. Kegiatan Pembelajaran
Setelah menyiapkan tahap perencanaan maka peneliti siap
melaksanakan
penelitian
dengan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Pelaksanaan siklus 2
dilaksanakan pada hari Selasa 28 Juli 2015.
1) Kegiatan Awal
Pada
kegiatan
awal
guru
memulai
membuka
pembelajaran dengan mengucapkan salam, menyiapkan
kondisi peserta didik untuk siap belajar, guru dan siswa
berdoa bersama-sama, guru mengecek kehadiran siswa, guru
menyampaikan
dilaksanakan,
tujuan
kemudian
pembelajaran
diakhiri
dengan
yang
akan
memberikan
apersepsi yakni mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan
71
sehari-hari dan tidak lupa guru memotivasi siswa agar lebih
semangat belajar.
2) Kegiatan inti
Peneliti menjelaskan materi sistem rangka dengan
media gambar dan alat peraga melalui metode ceramah,
siswa bersama-sama mendengarkan penjelasan materi
mengenai sistem rangka beserta fungsinya. Kemudian guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab
tentang sistem rangka beserta fungsinya.
Setelah itu siswa diminta membagi menjadi dua
kelompok untuk melakukan kegiatan memasangkan kartukartu (make a match). Guru menjelaskan peraturan kegiatan
kelompok, supaya tidak terjadi kerusuhan. Setiap siswa akan
diberi 1 kartu, kelompok yang pertama memegang soal dan
kelompok yang lain memegang jawaban. Kemudian siswa
diberi kesempatan untuk mencari pasangan katunya sebelum
batas waktu yang telah ditentukan. Bagi siswa yang sudah
menemukan jawaban kartunya diminta maju ke depan kelas
untuk menceritakan bagian sistem rangka yang ada pada
soal. Siswa yang tepat mencari jawaban dari pasangan kartu,
maka akan mendapat poin.
Setelah babak pertama selesai dilanjutkan babak
kedua, peneliti mengkocok kembali kartu agar tercampur
secara acak, setelah tercampur kartu di bagikan lagi secara
72
acak agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
babak pertama.
Setelah babak ke dua selesai, peneliti memberi
penguatan terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian
peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk
bertanya tentang materi yang belum dipahami. Kemudian
guru memberikan lembar kerja siswa dan siswa diberi
kesempatan untuk menjawab soal.
3) Kegiatan Akhir
Pembelajaran yang selanjutnya adalah kegiatan
penutup, pada kegiatan ini guru dan peserta didik membuat
kesimpulan materi pembelajaran. Pendidikpun tidak lupa
memberikan motivasi dan penguatan agar selalu mengingat
serta mempelajari kembali materi sebelumnya. Kemudian
guru dan siswa mengakhiri pembelajaran.
c. Observasi
Setelah melakukan kegiatan pembelajaran maka dilakukan
observasi. Untuk mengetahui hasil observasi, maka peneliti
menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Hasil observasi yang
dilakukan observer pada kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan seperti pada tabel 4.7.
73
Tabel 4.7 Hasil Observasi Pembelajaran Siklus II
No Penampilan Mengajar
Skor
1
1
2
3
4
Kemampuan Membuka Pelajaran
a. Menarik perhatian peserta didik.
b. Memotivasi peserta didik.
c. Mengaitkan antara materi yang sudah
diajarkan dengan materi yang akan
diajarkan.
d. Memberi acuan materi yang akan
diajarkan.
2
Sikap
praktikan
dalam
proses
pembelajaran
a. Memiliki
kejelasan
suara
dalam
komunikasi.
b. Tidak
melakukan
gerakan
atau
unggkapan yang dapat mengganggu
perhatian peserta didik.
c. Antusiasme mimik dalam penampilan.
d. Mobilitas posisi tempat dalam kelas.
3
Penguasaan materi dalam pembelajaran
a. Kejelasan memposisikan materi ajar
yang disampaikan dengan materi
lainnya yang terkait.
b. Kejelasan menerangkan berdasarkan
tuntutan aspek kompetensi (kognitif,
afektif dan psikomotor).
c. Kejelasan
dalam
memberikan
contoh sesuai dengan tuntutan aspek
kompetensi.
d. Mencerminkan penguasaan materi
74
ajar secara profesional.
4
Implementasi
langkah-langkah
pembelajaran
a. Penyajian
materi
sesuai
dengan
langkah-langkah yang terdapat pada
RPP.
b. Proses
pembelajaran
berjalan
komunikatif dengan berpusat pada
peserta didik.
c. Antusias dalam menanggapi dan
menggunakan respon dari peserta
didik.
d. Cermat dalam memanfaatkan waktu
sesuai
dengan
alokasi
yang
ditentukan.
5
Penggunaan media pembelajaran
a. Perhatikan prinsip penggunaan jenis
media pembelajaran.
b. Sesuai
dengan
materi
yang
diajarkan.
c. Terampil dalam mengoperasikan.
d. Membantu
kelancaran
proses
pembelajaran.
6
Evaluasi Pembelajaran
a. Melakukan
evaluasi
berdasarkan
tntutan aspek kompetensi.
b. Melakukan evaluasi sesuai dengan
butir soal yang direncanakan dalam
RPP.
c. Melakukan evaluasi sesuai dengan
alokasi waktu yang direncanakan.
d. Melakukan evaluasi sesuai dengan
75
bentuk dan jenis yang dirancang.
7
Kemampuan menutup pelajaran
a. Meninjau
kembali
dan
menyimpulkan materi kompetensi
yang diajarkan.
b. Memberikan kesempatan bertanya.
c. Memberikan tugas untuk melatih
pemahaman.
d. Menginformasikan
materi
ajar
berikutnya.
Jumlah Aspek
26
Skor Maksimal
28
Nilai penampilan
92.9 %
Keterangan :
4 = jika semua deskiptor muncul
3 = jika 3 deskiptor yang muncul
2 = jika 2 deskiptor yang muncul
1 = jika 1 deskiptor yang muncul
Nilai =
Ju
Ju
a
a
ya
a
a
x 100%
Taraf Keberhasilan Tindakan:
86 % -100%
= Sangat Baik
76 % - 85%
= Baik
60 % - 75%
= Cukup
55 % - 59 %
= Kurang
0 % - 54 %
= Sangat Kurang
76
Berdasarkan dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa
kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti dengan secara
matang
sudah
mencapai
keberhasilan.
Pada
penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siklus I masih
belum maksimal, maka pada siklus ke II ini sudah mendekati
kesempurnaan, baik dari penyampaian materi, langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe make a match dan kegiatan evaluasi.
Sehingga data di atas nilai yang diperoleh peneliti selama
kegiatan pembelajaran adalah 23 dari 28 deskriptor yang
ditetapkan dan diperoleh taraf keberhasilan tindakan mencapai 82,
1 % dengan kategori baik. Sedangkan hasil observasi siswa dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8 Hasil Observasi Siswa Siklus II
No Penampilan Mengajar
Skor
1
1
2
3
4
Melakukan aktifitas rutin sehari-hari
a. Menjawab salam guru
b. Menjawab absen guru
c. Menjawab pertanyaan guru
d. Mendengarkan penjelasan guru
2
Memperhatikan penjelasan materi
a. Memperhatikan penjelasan guru
b. Mencatat materi
c. Mengajukan pendapat terhadap
penjelasan guru yang berkaitan
dengan materi
77
d. Menjawab pertanyaan guru yang
berkaitan dengan materi
3
Keterlibatan dalam pembangkitan
pengetahuan siswa mengenai materi
a. Menjawab pertanyaan guru
berdasarkan pengetahuan/
pengalaman siswa
b. Menanggapi penjelasan guru yang
berkaitan dengan materi yang
disampaikan
c. Mengikuti bimbingan guru untuk
memasuki materi yang akan
diajarkan
d. Mencerminkan penguasaan materi
ajar secara profesional.
4
Memahami lembar kerja (individu)
a. Memahami perintah dan soal pada
lembar kerja
b. Membaca soal pada lembar kerja
c. Memahami maksud soal pada lembar
kerja dan mengerjakannya secara
mandiri
d. Bertanya pada guru jika ada yang
tidak dimengerti
5
Memanfaatkan sarana yang tersedia
a. Memanfaatkan sarana dengan tepat
b. Mengisi/ menjawab lembar kerja
sesuai dengan petunjuk
c. Memanfaatkan sarana secara
bersama-sama
d. Memanfaatkan sarana sesuai dengan
kebutuhan
78
6
Mengerjakan tugas secara mandiri/
kelompok
a. Siswa mengerjakan tugas secara
mandiri/ bekerjasama dengan
kelompok
b. Aktif mengerjakan tugas
mandiri/kelompok
c. Aktif menyampaikan ide/pendapat
d. Menghargai pendapat temannya
7
Menanggapi evaluasi
a. Siswa bersama-sama guru membuat
kesimpulan materi yang telah
dipelajari
b. Melengkapi jawaban teman
c. Menghargai jawaban teman
d. Berani bertanya
8
Mengakhiri pembelajaran
a. Mengatur kelas dalam posisi semula
b. Menerima tugas pekerjaan rumah
yang diberikan guru
c. Memperhatikan penjelasan guru
mengenai materi untuk pertemuan
yang akan datang
d. Menjawab salam
Jumlah skor yang diperoleh
29
Skor maksimal
32
Nilai penampilan
87.5%
Keterangan :
4 = jika semua deskiptor muncul
79
3 = jika 3 deskiptor yang muncul
2 = jika 2 deskiptor yang muncul
1 = jika 1 deskiptor yang muncul
Nilai =
S
S
ya
a
a
x 100%
Taraf Keberhasilan Tindakan:
86% - 100% = Sangat baik
76% - 85%
= Baik
60% - 75%
= Cukup
55% - 59 %
= Kurang
0% - 54%
= Sangat kurang
Berdasarkan data tabel
observasi siswa di atas,
pengamatan secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan
pembelajaran sudah sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun
masih ada deskriptor yang belum muncul dalam aktivitas kegiatan
siswa selama pembelajaran berlangsung. Nilai yang diperoleh
dari aktivitas siswa yakni 29 dari 32 deskriptor yang diharapkan.
Sehingga taraf keberhasilan tindakan mencapai 87.5 % dengan
kategori cukup.
Berikut ini data nilai siswa siklus II yang diperoleh
menggunakan model pembelajaran kooperatif make a match.
80
Tabel 4.9 Data Nilai Siswa Siklus II
No
Nama Siswa
Nilai Siklus II
1
SW 001
76.5
2
SW 002
82.5
3
SW 003
80
4
SW 004
80
5
SW 005
75
6
SW 006
60.5
7
SW 007
92.5
8
SW 008
68
9
SW 009
65
10
SW 010
64
11
SW 011
67.5
12
SW 012
72.5
13
SW 013
70
14
SW 014
90
15
SW 015
71.5
16
SW 016
55.5
17
SW 017
71.5
18
SW 018
65
19
SW 019
66.5
20
SW 020
87.5
21
SW 021
45.5
81
22
SW 022
76.5
23
SW 023
75
JUMLAH
1658.5
RATA-RATA
72.1
Berdasarkan dari hasil tes siklus II didapatkan rekapitulasi
nilai secara umum dapat dilahat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Rekapitulasi hasil belajar siklus II
No Indikator
Keterangan
1
Jumlah peserta didik
23
2
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
64
3
Target pencapaian keberhasilan
100%
4
Jumlah peserta didik tuntas siklus II
20
5
Jumlah peserta didik tidak tuntas siklus II
3
6
Jumlah nilai siklus II
1658.5
7
Rata-rata nilai silklus II
72.10
8
Persentase ketuntasan siklus II
87%
9
Presentase ketidaktuntasan siklus II
13 %
Sumber : Hasil Test Siklus II
(Rekapitulasi hasil pre test dapat dilihat pada lampiran)
Berdasarkan tabel di atas pembelajaran dikatakan berhasil
karena hasil dari pembelajaran tersebut telah mencapai hasil sesuai
target yang telah ditentukan, indikasi hasil siklus II yaitu
banyaknya peserta didik yang mencapai KKM sebanyak 20 anak
82
sedangkan peserta didik yang belum mencapai KKM sebanyak 3
anak, jadi keberhasilan pada siklus II sebanyak 87% dan
berbanding 13% dari jumlah seluruh peserta didik. Berdasarkan
tingkat keberhasilan ini dapat dilihat pada pada gambar 4.3.
100%
87%
80%
60%
40%
13%
20%
0%
Tuntas
Belum
Tuntas
Gambar 4.3 Histogram Peningkatan Hasil Belajar Siklus II
Untuk mengetahui data yang lebih akurat peneliti juga
mencatat
beberapa
catatan
lapangan
sehubungan
sengan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Berikut adalah catatan
yang diperoleh selama kegiatan belajar mengajar:
1) Terdapat perbedaan pada siklus I dan II, yaitu siswa lebih
tenang dalam mengikuti pembelajaran.
2) Suasana kelas mulai tidak terasa ramai saat peneliti
membagikan soal-jawaban kartu make a match, dikarenakan
para siswa dipasangkan dengan lawan jenisnya, sehingga
tidak terjadi kerisuhan.
3) Siswa sangat antusias belajar mencari pasangan (pembelajaran
make a match).
83
4) Siswa mulai berani bertanya jawab dengan peneliti.
e. Refleksi
Setelah dilakukan kegiatan observasi pada siklus II dan
didapatkan ada beberapa temuan yang kemudian diadakan
refleksi untuk mencari solusi terhadap hasil belajar sebagai bahan
acuan instropeksi untuk pembelajaran selanjutnya. Berikut ini
dalah hasil refleksi secara umum pada siklus II:
1) Hasil evaluasi siswa berdasarkan pelaksanaan tes akhir
siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus I,
dengan hasil 52% menjadi 87 %.
2) Penggunaan waktu dalam kegiatan pembelajaran masih
cukup optimal, walaupun ada 3 menit waktu yang belum
bisa dimanfaatkan tetapi bisa diatasi dengan baik.
3) Hasil penggunaan model pembelajaran kooperatif make a
match dalam kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan
langkah-langkah.
4) Hasil observasi peneliti pada siklus I sebesar 82,1 % pada
siklus II meningkat menjadi 92,9 %. Sedangkan hasil
observasi siswa pada siklus I sebesar 65,6 % pada siklus II
meningkat menjadi 87,5 %.
Berdasarkan hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pembelajaran pada siklus II ada peningkatan dibanding
pada siklus I, begitu pula pada aktivitas guru dan siswa. Dengan
84
persiapan peneliti yang sangat matang sehingga kegiatan
penelitian siklus I dan II terjadi peningkatan yang baik.
3. Siklus III
a. Perencanaan Pembelajaran
Pada
tahap
perencanaan
yang
dilakukan
adalah
mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
serta lembar kerja siswa yang dipergunakan dalam pembelajaran
kooperatif tipe make a match dan dikerjakan secara individu. Soal
yang diberikan berupa PG (Pilihan Ganda) dan Essay yang harus
dijawab oleh siswa.
Penyusunan instrumen pengumpulan data baik data
observasi
maupun
catatan
lapangan
yang
dibuat
untuk
mengetahui keaktifan pelaksanaan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
Penggunaan sumber media belajar dan alat-alat peraga
yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe make a
match dibuat agar siswa lebih aktif dan lebih memahami materi
pembelajaran. Media ini berupa kartu yang dibuat berpasanganpasangan yakni soal dan jawaban.
d. Kegiatan Pembelajaran
Setelah menyiapkan tahap perencanaan maka peneliti siap
melaksanakan
penelitian
dengan
rencana
pelaksanaan
85
pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Pelaksanaan siklus 3
dilaksanakan pada hari Selasa 4 Agustus 2015.
1) Kegiatan Awal
Pada
kegiatan
awal
guru
memulai
membuka
pembelajaran dengan mengucapkan salam, menyiapkan
kondisi peserta didik untuk siap belajar, guru dan siswa
berdoa bersama-sama, guru mengecek kehadiran siswa, guru
menyampaikan
dilaksanakan,
tujuan
kemudian
pembelajaran
diakhiri
dengan
yang
akan
memberikan
apersepsi yakni mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan
sehari-hari dan tidak lupa guru memotivasi siswa agar lebih
semangat belajar.
2) Kegiatan inti
Peneliti menjelaskan materi sistem rangka dengan
media gambar dan alat peraga melalui metode ceramah,
siswa bersama-sama mendengarkan penjelasan materi
mengenai sistem rangka beserta fungsinya. Kemudian guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab
tentang sistem rangka beserta fungsinya.
Setelah itu siswa diminta membagi menjadi dua
kelompok untuk melakukan kegiatan memasangkan kartukartu (make a match). Guru menjelaskan peraturan kegiatan
kelompok, supaya tidak terjadi kerusuhan. Setiap siswa akan
diberi 1 kartu, kelompok yang pertama memegang soal dan
86
kelompok yang lain memegang jawaban. Kemudian siswa
diberi kesempatan untuk mencari pasangan katunya sebelum
batas waktu yang telah ditentukan. Bagi siswa yang sudah
menemukan jawaban kartunya diminta maju ke depan kelas
untuk menceritakan bagian sistem rangka yang ada pada
soal. Siswa yang tepat mencari jawaban dari pasangan kartu,
maka akan mendapat poin.
Setelah babak pertama selesai dilanjutkan babak
kedua, peneliti mengkocok kembali kartu agar tercampur
secara acak, setelah tercampur kartu di bagikan lagi secara
acak agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
babak pertama.
Setelah babak ke dua selesai, peneliti memberi
penguatan terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian
peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk
bertanya tentang materi yang belum dipahami. Kemudian
guru memberikan lembar kerja siswa dan siswa diberi
kesempatan untuk menjawab soal.
3) Kegiatan Akhir
Pembelajaran yang selanjutnya adalah kegiatan
penutup, pada kegiatan ini guru dan peserta didik membuat
kesimpulan materi pembelajaran. Pendidikpun tidak lupa
memberikan motivasi dan penguatan agar selalu mengingat
87
serta mempelajari kembali materi sebelumnya. Kemudian
guru dan siswa mengakhiri pembelajaran.
b. Observasi
Setelah melakukan kegiatan pembelajaran maka dilakukan
observasi. Untuk mengetahui hasil observasi, maka peneliti
menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Hasil observasi yang
dilakukan observer pada kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan seperti pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Observasi Pembelajaran Siklus III
No Penampilan Mengajar
Skor
1
1
2
3
4
Kemampuan Membuka Pelajaran
a. Menarik perhatian peserta didik.
b. Memotivasi peserta didik.
c. Mengaitkan antara materi yang sudah
diajarkan dengan materi yang akan
diajarkan.
d. Memberi acuan materi yang akan
diajarkan.
2
Sikap
praktikan
dalam
proses
pembelajaran
a. Memiliki
kejelasan
suara
dalam
komunikasi.
b. Tidak
melakukan
gerakan
atau
unggkapan yang dapat mengganggu
perhatian peserta didik.
c. Antusiasme mimik dalam penampilan.
88
d. Mobilitas posisi tempat dalam kelas.
3
Penguasaan materi dalam pembelajaran
a. Kejelasan memposisikan materi ajar
yang disampaikan dengan materi
lainnya yang terkait.
b. Kejelasan menerangkan berdasarkan
tuntutan aspek kompetensi (kognitif,
afektif dan psikomotor).
c. Kejelasan
dalam
memberikan
contoh sesuai dengan tuntutan aspek
kompetensi.
d. Mencerminkan penguasaan materi
ajar secara profesional.
4
Implementasi
langkah-langkah
pembelajaran
a. Penyajian
materi
sesuai
dengan
langkah-langkah yang terdapat pada
RPP.
b. Proses
pembelajaran
berjalan
komunikatif dengan berpusat pada
peserta didik.
c. Antusias dalam menanggapi dan
menggunakan respon dari peserta
didik.
d. Cermat dalam memanfaatkan waktu
sesuai
dengan
alokasi
yang
ditentukan.
5
Penggunaan media pembelajaran
a. Perhatikan prinsip penggunaan jenis
media pembelajaran.
b. Sesuai
diajarkan.
dengan
materi
yang
89
c. Terampil dalam mengoperasikan.
d. Membantu
kelancaran
proses
pembelajaran.
6
Evaluasi Pembelajaran
a. Melakukan
evaluasi
berdasarkan
tntutan aspek kompetensi.
b. Melakukan evaluasi sesuai dengan
butir soal yang direncanakan dalam
RPP.
c. Melakukan evaluasi sesuai dengan
alokasi waktu yang direncanakan.
d. Melakukan evaluasi sesuai dengan
bentuk dan jenis yang dirancang.
7
Kemampuan menutup pelajaran
a. Meninjau
kembali
dan
menyimpulkan materi kompetensi
yang diajarkan.
b. Memberikan kesempatan bertanya.
c. Memberikan tugas untuk melatih
pemahaman.
d. Menginformasikan
materi
ajar
berikutnya.
Jumlah Aspek
27
Skor Maksimal
28
Nilai penampilan
96.4 %
Keterangan :
4 = jika semua deskiptor muncul
3 = jika 3 deskiptor yang muncul
2 = jika 2 deskiptor yang muncul
90
1 = jika 1 deskiptor yang muncul
Nilai =
Ju
Ju
a
a
ya
a
a
x 100%
Taraf Keberhasilan Tindakan:
86 % -100%
= Sangat Baik
76 % - 85%
= Baik
60 % - 75%
= Cukup
55 % - 59 %
= Kurang
0 % - 54 %
= Sangat Kurang
Berdasarkan dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa
kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti dengan secara
matang
sudah
mencapai
keberhasilan.
Pada
penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siklus II masih
belum maksimal, maka pada siklus ke III ini sangat mendekati
kesempurnaan, baik dari penyampaian materi, langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe make a match dan kegiatan evaluasi.
Sehingga data di atas nilai yang diperoleh peneliti selama
kegiatan pembelajaran adalah 27 dari 28 deskriptor yang
ditetapkan dan diperoleh taraf keberhasilan tindakan mencapai
96,4 % dengan kategori sangat baik. Sedangkan hasil observasi
siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
91
Tabel 4.12 Hasil Observasi Siswa Siklus III
No Penampilan Mengajar
Skor
1
1
2
3
4
Melakukan aktifitas rutin sehari-hari
a. Menjawab salam guru
b. Menjawab absen guru
c. Menjawab pertanyaan guru
d. Mendengarkan penjelasan guru
2
Memperhatikan penjelasan materi
a. Memperhatikan penjelasan guru
b. Mencatat materi
c. Mengajukan pendapat terhadap
penjelasan guru yang berkaitan
dengan materi
d. Menjawab pertanyaan guru yang
berkaitan dengan materi
3
Keterlibatan dalam pembangkitan
pengetahuan siswa mengenai materi
a. Menjawab pertanyaan guru
berdasarkan pengetahuan/
pengalaman siswa
b. Menanggapi penjelasan guru yang
berkaitan dengan materi yang
disampaikan
c. Mengikuti bimbingan guru untuk
memasuki materi yang akan
diajarkan
d. Mencerminkan penguasaan materi
ajar secara profesional.
4
Memahami lembar kerja (individu)
a. Memahami perintah dan soal pada
92
lembar kerja
b. Membaca soal pada lembar kerja
c. Memahami maksud soal pada lembar
kerja dan mengerjakannya secara
mandiri
d. Bertanya pada guru jika ada yang
tidak dimengerti
5
Memanfaatkan sarana yang tersedia
a. Memanfaatkan sarana dengan tepat
b. Mengisi/ menjawab lembar kerja
sesuai dengan petunjuk
c. Memanfaatkan sarana secara
bersama-sama
d. Memanfaatkan sarana sesuai dengan
kebutuhan
6
Mengerjakan tugas secara mandiri/
kelompok
a. Siswa mengerjakan tugas secara
mandiri/ bekerjasama dengan
kelompok
b. Aktif mengerjakan tugas
mandiri/kelompok
c. Aktif menyampaikan ide/pendapat
d. Menghargai pendapat temannya
7
Menanggapi evaluasi
a. Siswa bersama-sama guru membuat
kesimpulan materi yang telah
dipelajari
b. Melengkapi jawaban teman
c. Menghargai jawaban teman
d. Berani bertanya
93
8
Mengakhiri pembelajaran
a. Mengatur kelas dalam posisi semula
b. Menerima tugas pekerjaan rumah
yang diberikan guru
c. Memperhatikan penjelasan guru
mengenai materi untuk pertemuan
yang akan datang
d. Menjawab salam
Jumlah skor yang diperoleh
31
Skor maksimal
32
Nilai penampilan
96,9%
Keterangan :
4 = jika semua deskiptor muncul
3 = jika 3 deskiptor yang muncul
2 = jika 2 deskiptor yang muncul
1 = jika 1 deskiptor yang muncul
Nilai =
S
S
ya
a
a
x 100%
Taraf Keberhasilan Tindakan:
86% - 100% = Sangat baik
76% - 85%
= Baik
60% - 75%
= Cukup
55% - 59 %
= Kurang
0% - 54%
= Sangat kurang
94
Berdasarkan data tabel
observasi siswa di atas,
pengamatan secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun masih
ada satu deskriptor yang belum muncul dalam aktivitas kegiatan
siswa selama pembelajaran berlangsung. Nilai yang diperoleh
dari aktivitas siswa yakni 31 dari 32 deskriptor yang diharapkan.
Sehingga taraf keberhasilan tindakan mencapai 96,9 % dengan
kategori sangat baik.
Berikut ini data nilai siswa siklus III yang diperoleh
menggunakan model pembelajaran kooperatif make a match.
Tabel 4.13 Data Nilai Siswa Siklus III
No
Nama Siswa
Nilai Siklus II
1
SW 001
80
2
SW 002
82.5
3
SW 003
80
4
SW 004
80
5
SW 005
75
6
SW 006
80
7
SW 007
97
8
SW 008
80
9
SW 009
80
95
10
SW 010
70
11
SW 011
67.5
12
SW 012
72.5
13
SW 013
87.5
14
SW 014
90
15
SW 015
76.5
16
SW 016
71.5
17
SW 017
76.5
18
SW 018
65
19
SW 019
71.5
20
SW 020
87.5
21
SW 021
76.5
22
SW 022
76.5
23
SW 023
87.5
JUMLAH
RATA-RATA
1811
78.7
Berdasarkan dari hasil tes siklus III didapatkan rekapitulasi
nilai secara umum dapat dilahat pada tabel 4.10.
Tabel 4.14 Rekapitulasi hasil belajar siklus III
No Indikator
Keterangan
1
Jumlah peserta didik
23
2
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
64
96
3
Target pencapaian keberhasilan
100%
4
Jumlah peserta didik tuntas siklus III
23
5
Jumlah peserta didik tidak tuntas siklus III
0
6
Jumlah nilai siklus III
1811
7
Rata-rata nilai silklus III
78.7
8
Persentase ketuntasan siklus III
100%
9
Presentase ketidaktuntasan siklus III
0%
Sumber : Hasil Test Siklus III
(Rekapitulasi hasil pre test dapat dilihat pada lampiran)
Berdasarkan tabel di atas pembelajaran dikatakan berhasil
karena hasil dari pembelajaran tersebut telah mencapai hasil sesuai
target yang telah ditentukan, indikasi hasil siklus III yaitu
banyaknya peserta didik yang mencapai KKM sebanyak 23 anak
sedangkan peserta didik yang belum mencapai KKM sebanyak 0
anak, jadi keberhasilan pada siklus III sebanyak 100%.
Berdasarkan tingkat keberhasilan ini dapat dilihat pada pada
gambar 4.3.
97
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
100%
0%
Tuntas
Belum
Tuntas
Gambar 4.4 Histogram Peningkatan Hasil Belajar Siklus III
Untuk mengetahui data yang lebih akurat peneliti juga
mencatat
beberapa
catatan
lapangan
sehubungan
sengan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Berikut adalah catatan
yang diperoleh selama kegiatan belajar mengajar:
1) Terdapat perbedaan pada siklus I, II dan III, yaitu siswa
sangat tenang dalam mengikuti pembelajaran.
2) Suasana kelas mulai tidak terasa ramai saat peneliti
membagikan soal-jawaban kartu make a match, dikarenakan
para siswa dipasangkan dengan lawan jenisnya, sehingga
tidak terjadi kerisuhan.
3) Kentusiasan siswa sangat terasa pada saat pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
4) Siswa lebih berani bertanya jawab dengan peneliti.
98
f. Refleksi
Setelah dilakukan kegiatan observasi pada siklus III dan
didapatkan ada beberapa temuan yang kemudian diadakan
refleksi untuk mencari solusi terhadap hasil belajar sebagai bahan
acuan instropeksi untuk pembelajaran selanjutnya. Berikut ini
dalah hasil refleksi secara umum pada siklus III:
1) Hasil evaluasi siswa berdasarkan pelaksanaan tes akhir
siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus III,
dengan hasil 87% menjadi 96,9 %.
2) Penggunaan waktu dalam kegiatan pembelajaran bisa
teratasi dengan baik.
3) Hasil penggunaan model pembelajaran kooperatif make a
match dalam kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan
langkah-langkah.
4) Hasil observasi peneliti pada siklus II sebesar 92,9 %. pada
siklus III meningkat menjadi 96,4 %. Sedangkan hasil
observasi siswa pada siklus I sebesar 87,5 % pada siklus II
meningkat menjadi 96,9 %.
Berdasarkan hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pembelajaran pada siklus III ada peningkatan dibanding
pada siklus II, begitu pula pada aktivitas guru dan siswa. Dengan
persiapan peneliti yang sangat matang sehingga kegiatan
penelitian siklus II dan III terjadi peningkatan yang baik.
99
C. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match. Dengan menerapkan model
pembelajaraan make a
match
tersebut
dalam
pembelajaran
IPA
siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran dan siswa akan lebih
mampu
mengembangkan
masing-masing
siswa,
keterampilan
selain
itu
sosial yang dimiliki oleh
dengan
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa juga akan lebih
memahami materi secara mendalam.
Penelitian ini dilakukan selama 3 siklus, yaitu siklus I
dilaksanakan pada tanggal 0 8 Juni 2015, siklus ke II dilaksanakan
pada tanggal 28 Juli 2015 dan siklus III dilaksanakan pada tanggal 04
Agustus 2015.
Sebelum melakukan tindakan,
peneliti
melakukan tes untuk
mengetahui seberapa jauh pemahaman mereka tentang materi yang
akan disampaikan saat penelitian siklus I. Dan dari analisis hasil tes
memang diperlukan
tindakan
untuk
meningkatkan
hasil
belajar
mereka dalam mata pelajaran IPA dan fokus penelitian ini pada
materi sistem rangka.
1. Peningkatan keaktifan belajar siswa dengan
penerapan
model
pembelajaran kooperatif tipe make a match
Pembelajaran kooperatif tipe make a match melibatkan siswa
untuk aktif dalam pembelajaran. Dimana peneliti akan membagi 2
100
kelompok untuk mencari pasangan berdasarkan kartu-kartu. Kemudian
siswa diberi kesempatan untuk mencari pasangannya sendiri dengan
diberi waktu. Bagi siswa yang tepat mencari dari pasangan kartunya
maka akan diberi poin, dan apabila siswa yang tidak tepat
mendapatkan pasangan kartunya maka tidak diberi poin. Berdasarkan
hasil
dari siklus I, siklus II dan siklus III, keaktifan siswa
mengalami peningkatan dari awalnya siswa masih merasa jenuh
berdiri dan berkeliling kelas untuk mencari pasangannya terlebih
lagi siswa tidak mau mendapatkan pasangan yang bukan sejenisnya,
karena merasa malu.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
suatu proses yang membutuhkan keaktifan siswa dalam kelompok
pembelajaran. Dalam mencari pasangan dari kartu yang dipegang
tiap siswa, tentunya siswa melakukan diskusi antara teman dan
melakukan tanya jawab antar teman, sehingga mereka aktif dalam
pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match mampu menciptakan suasana belajar
aktif dan menyenangkan.
Pada pelaksanaan penelitian peneliti memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya jawab tentang materi yang belum
dimengertinya. Selama proses pembelajaran peneliti dibantu oleh
observer untuk mengamati aktifitas pembeljaran, baik peneliti maupun
siswa. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
101
Tabel 4.15 Aktivitas peneliti dan siswa
Keterangan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Aktivitas peneliti
82,1 %
92,9 %
96,4 %
Aktivitas siswa
65,6 %
87,5 %
96, 9 %
2. Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match.
Selama pelaksanaan proses pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match terjadi peningkatan
hasil belajar siswa secara optimal. Peningkatan hasil belajar tersebut
dapat dilihat dari nilai hasil siklus I sampai dengan siklus III.
Peningkatan hasil tes akhir mulai dari Pra Siklus, Siklus I sampai
dengan Siklus III dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Tes Siswa
Keterangan
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Jumlah Skor yang Diperoleh
1310
1366
1658.5
1811
Rata-rata
56.95
59,4
72.10
78.7
Jumlah Siswa yang Mengikuti Tes
23
23
23
23
Jumlah Siswa yang Tuntas
8
12
20
23
Jumlah Siswa yang Tidak Tuntas
15
11
3
0
Ketuntasan Belajar (%)
35%
52%
87%
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hasil belajar
siswa mengalami peningkatan mulai Pra Siklus, S iklus I, sampai
100%
102
Siklus III. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata nilai siswa
56,95 (Pra Siklus), meningkat menjadi 59,4 (Siklus I), meningkat
lagi menjadi 72,10 (Siklus II) dan pada siklus III lebih meningkat
menjadi 78,7 Pencapaian pembelajaran pada setiap siklusnya dapat
dilihat sesuai dengan gambar 4.5.
100%
100%
87%
80%
65%
60%
40%
52%
48%
Tuntas
35%
Belum
Tuntas
20%
13%
0%
Pra
Siklus
0%
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 4.5 Histogram Peningkatan Hasil Belajar Pada Tiap Siklus
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkaan temuan dan pembahasan pada setiap tindakan dalam
penelitian tindakan kelas di SD Negeri Karangampel Kidul IV di kelas IV
Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu, hasilnya dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Penerapan pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi sistem rangka
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di SDN Karangampel
Kidul IV. Hal ini dapat diketahui dari indikator keberhasilan yang
berupa hasil siswa dan proses pembelajaran, yakni nilai ketuntasan
belajar siswa sebesar 35 % pada pra siklus menjadi 52 % pada siklus I,
87 % pada siklus II dan 100 % pada siklus III. Nilai hasil belajar yang
diperoleh oleh siswa pada kriteria yang sangat baik. Hal ini
menunjukkan siswa telah mampu mengusai materi sistem rangka dengan
baik. Aktivitas peneliti pada siklus I adalah 82,1 %, pada siklus II 92,9
%, dan pada siklus III meningkat menjadi 96,4 %. Sedangkan pada
aktivitas siswa siklus I sebesar 65,6 % dan pada siklus II menjadi 87,5 %
dan pada siklus III meningkat menjadi 96,9 %. Sehingga dapat diketahui
bahwa penerapan pembelajaran kooperatif make a match pada siswa
104
kelas IV tentang sistem rangka sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa.
2. Hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif
make
a match dalam pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri
Karangampel Kidul IV Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu,
berdasarkan hasil penilaian selama dua siklus menunjukan adanya
peningkatan hasil belajar siswa. Pada pra siklus nilai rata-rata mencapai
56,9; pada siklus kesatu rata-rata nilai siswa yaitu: 59,4 ini berarti
adanya peningkatan nilai rata-rata dari pra siklus ke siklus kesatu
yaitu sebesar 2,5. Dan pada siklus kedua 72,1, ini berarti ada
peningkatan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 12,7, kemudian pada
siklus III lebih meningkat sekitar 78.7 dengan peningkatan rata-rata
sekitar 6,6. Ditinjau dari ketuntasan belajar pada pra siklus baru
mencapai 35%, kemudian siklus kesatu mencapai 52%, pada siklus
kedua menjadi 87% dan pada siklus ketiga meningkat menjadi 100%.
Pada siklus ketiga pembelajaran sudah dianggap berhasil karena telah
mencapai ketuntasan belajar dari batas minimal yaitu 100%.
B. Saran
Kesimpulan yang telah diuraikan di atas sebagai hasil penelitian
diharapkan
menimbulkan
implikasi
bagi
komponen
pengajaran
khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Dalam hal ini peneliti
berharap hasil penelitian
ini dapat memberikan kontribusi bagi
komponen-komponen pendidikan dan pengajaran. Karena itu ada
beberapa saran dari peneliti sebagai implikasi penelitian ini. Saran
105
yang peneliti kemukakan diantaranya sebagai berikut:
1.
Bagi guru seyogyanya dapat memilah-milah kepentingan penggunaan
model pembelajaran, antara kebutuhan peserta didik untuk dapat
belajar aktif, dan menyenangkan. Suatu tuntutan yang sulit namun
menjadi tantangan bagi guru untuk sukses dalam menjalankan
tugas, fungsi dan perannya sebagai guru yang professional.
2.
Bagi pihak sekolah, untuk dapat memberdayakan semua fasilitas
sarana prasarana untuk kebutuhan proses pembelajaran peserta
didik, guna mempermudah pemahaman makna isi materi standar
kompetensi yang dirasakan sulit dipahami oleh peserta didik, dan
dapat digunakan untuk kelancaran penggunaan model pembelajaran
lainnya yang akan digunakan oleh guru IPA.
3.
Bagi peneliti lanjut, untuk lebih meningkatkan atau melanjutkan
penelitian ini lebih dalam lagi, agar diperoleh hasil yang maksimal
guna menambah wacana pengetahuan bagi dunia pendidikan.
4.
Apabila akan menggunakan model pembelajaran make a match
hendaknya memperhatikan dahulu kelebihan dan kelemahannya,
dengan tujuan agar dapat memanfaatkan kelebihannya dan dapat
mengatasi kelemahannya.
106
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Z, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Yrama Widya.
Arpin. 2014. Penerapan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Pada
Pembelajaran Ipa-Biologi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
VIID Smpn 17 Kota Bengkulu. Tersedia : http://repository.unib.ac.id/8397/.
[02 Juli 2015].
Asmani, J M. 2011. Tips Pintar Penelitian Tindakan Kelas. yogjakarta: Laksana.
Azizah, Hidayatul. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Make Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Al-Quran Hadits Pada
Siswa Kelas III MI Miftahul Ulum Rejosari Kalidawir Tulungagung.
Tersedia : http://repo.iain-tulungagung.ac.id/121/1/Azizah.pdf. [02 Juli
2015].
Bagus P, Ida, dkk. 2012. Landasan Pembelajaran. Bali: Undiksha Press.
BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.
Depdiknas. (2006). Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi Untuk Satuan Pendidikan dasar
Dan Menengah.
Jihad, A & Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Presindo.
Kartadinata, Sunaryo. 2011. Bahan Ajar Ilmu Pengetahuan Alam SD/ MI.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
107
Makromah, Umi. 2011. Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif “ Make A
Match” Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam
Kompetensi Dasar menyebutkan Tugas Malaikat Siswa Kelas IV SDN 2
Karangmalang
kangkung
Kendal.
Tersedia
:
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAAahUKEwip2NOogNHHAhXMG5Q
KHUt7B9U&url=http%3A%2F%2Flibrary.walisongo.ac.id%2Fdigilib%2
Fdownload.php%3Fid%3D20681&ei=MRHjVen7C8y30ATL9p2oDQ&us
g=AFQjCNGSJUyC0csrOjvoCkL91VFSQbn4dQ&sig2=iwazljqd5oQWl7
880euxzA. [02 Juli 2015].
Matondang, Zulkifli. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Medan: Unimed.
Mega N, Margaretha. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: CV Regina
Poerwati, Endang. (2015). Konsep Dasar Asesmen Pembelajaran. Tersedia :
http://www.scribd.com/doc/129983959/1-Konsep-Dasar-AsesmenPembelajaran-pdf#scribd. [02 Juli 2015].
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Solihatin, Etin. 2005. Pengaruh Kooperatif learning terhadap Belajar IPS
ditinjau dari Gaya Belajar. Jakarta: Bumi Aksara.
108
Sugandi, Febriyanti. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran IPA tentang Pokok Pembahasan Pesawat Sederhana melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match. Tersedia :
http://repository.upi.edu/1731/. [05 Juli 2015].
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: UNS Press.
Sulisti, Wiwik. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Make a Match Untuk
Meningkatkan Hasil belajar IPA pada Kelas II MI Maarif Sambeng
Borobudur
Magelang.
Tersedia
:
http://digilib.uin-
suka.ac.id/14010/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf.
[02 Juli 2015].
Sulisyono, Joko. 2010. 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta : Cakrawala.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Pakem.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Suprijono, A. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Takari, Enjah. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Ilmu Pengetahuan Alam.
Bandung: Ganesindo.
Usman, M.U, Setiawawati L. (1993). Upaya Kegiatan Belajar Mengajar.
Bandung : Remaja Rosda Karya.