Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Perbandingan Tugas dan Wewenang Lembaga

Tugas Akhir Semester Hukum Tentang Lembaga – Lembaga Negara “Perbandingan Tugas dan Wewenang Lembaga Negara” Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Indah Arianti 110110130286 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2015 I. Latar Belakang Menurut Prof. Bagir Manan, Lembaga Negara adalah kumpulan lingkungan jabatan sebagai unsur penyelenggara organisasi Negara; merupakan alat-alat kelengkapan yang menjalankan Negara (state organs); organ-organ Negara “baku” (di bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif) atau badan konstitusional. Sedangkan menurut Bapak Hernadi Affandi, Lembaga Negara adalah alat kelengkapan Negara yang bersifat vital dan fundamental yang diperlukan dalam penyelenggaraan Negara dan keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Vital maksudnya, lembaga Negara tersebut sangat penting bagi penyelenggaraan Negara dan jika tidak ada lembaga Negara tersebut maka akan menyebabkan penyelenggaraan Negara tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Sedangkan fundamental adalah lembaga Negara tersebut memiliki tugas, fungsi, dan wewenang yang bersifat mendasar yang diperlukan keberadaannya dalam penyelenggaraan Negara. Sehingga, dapat dikatakan bahwa lembaga Negara dalam sebuah Negara sangatlah penting keberadaannya. Selain itu, lembaga Negara telah mengalami banyak perubahan dari setiap periode yakni dalam Periode I UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, Periode II UUD 1945, dan Pasca Perubahan UUD 1945. Berdasarkan inventarisasi sampai saat ini nama atau jenis lembaga Negara sudah mencapai hampir lebih dari seratus jenis. Keadaan ini berbeda dengan saat berlakunya UUD 1945 Pra-Perubahan yang hanya meyebutkan enam lembaga negara saja. Lembaga Negara tersebut terbagi menjadi tiga macam lembaga kekuasaan yakni kekuasaan legislatif yang bertugas membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif yang bertugas untuk menjalankan undang-undang dan kekuasaan yudikatif yang bertugas untuk mengadili jika terjadi pelanggaran terhadap undang-undang. Lembaga Negara yang disebutkan secara jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni: 1) MPR; 2) DPR; 3) DPD; 4) Presiden dan Wakil Presiden; 5) Mahkamah Agung; 6) Mahkamah Konstitusi; dan 7) Badan Pemeriksa Keuangan. 1 II.   Identifikasi Masalah Apa sajakah tugas dan wewenang dari lembaga Negara? Bagaimana perbandingan tugas dan wewenang dari lembaga Negara? III. Tujuan Penulisan Tujuan dari adanya penulisan ini yakni untuk mengetahui apa sajakah tugas dan wewenang dari macam-macam lembaga Negara. Lalu, untuk mengetahui tugas dan wewenang yang diberikan kepada macam-macam lembaga Negara sudah mencakup komponen-komponen yang tepat sebagaimana dengan fungsinya. Dan juga, dengan adanya penulisan ini kita dapat mengetahui secara ringkas implementasi dari tugas dan wewenang lembaga Negara tersebut. IV. Pembahasan Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, lembaga Negara di Indonesia terbagi menjadi enam lembaga, yakni: 1) MPR, 2) DPR, 3) DPD, 4) Presiden dan Wakil Presiden, 5) Mahkamah Agung, 6) Mahkamah Konstitusi, dan 7) Badan Pemeriksa Keuangan. Dari masingmasing lembaga Negara tersebut, mempunyai berbagai macam tugas dan wewenang yang berbeda satu dengan yang lainnya. 1) Majelis Permusyawaratan Rakyat 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR adalah pemegang kekuasaan Negara tertinggi atau pemegang kedaulatan rakyat. Karena sebagai pemegang kekuasaan Negara tertinggi, maka MPR membawahi lembaga Negara yang lainnya. Sebagaimana dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakila Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dijelaskan tugas dan wewenang MPR pada pasal 4 dan pasal 5. Wewenang dari MPR yakni adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945, melatik Presiden dan Wakilnya, memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden atau Wakilnya dalam masa jabatan namun setelah adanya 1 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 161 2 keputusan dari Mahkamah Konstitusi, melantik Wakil Presiden untuk menggantikan Presiden karena hal tertentu, memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan, dan memilih Presiden dan Wakilnya apabila keduanya tidak dapat melakukan kewajiban saat masa jabatannya. Sedangkan, tugas daripada MPR yakni adalah memasyarakatkan ketetapan MPR; memasyarakatkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika; mengkaji sistem ketatanegaraan, UUD 1945 dan pelaksanaanya; dan menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan UUD 1945 2) Dewan Perwakilan Rakyat Anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR terdiri dari pimpinan partai politik dan juga anggota partai politik. DPR adalah wakil rakyat yang menyampaikan aspirasi masyarakat, anggota DPR terdiri dari 560 anggota. 2DPR berwenang untuk membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama, memberikan persetujuan atau tidak terhadap peraturan pemerintah pengganti UU yang diajukan oleh Presiden, membahas rancangan UU yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, dan lain-lain serta dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undangundang tentang APBN, membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan UU, memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan Negara lain, memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat terkait dengan beban keuangan Negara dan mengharuskan perubahan atau pembentukan UU, memberi pertimbangan kepada Presiden dalam hal amnesti dan abolisi serta hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar di Negara lain, memilih anggota BPK dengan memerhatikan pertimbangan DPD, memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota KY, memberi persetujuan calon hakim agung yang diusulkan KY untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden dan memilih tiga orang hakim konstitusi dan mengajukan kepada Presiden untuk meresmikan dengan keputusan Presiden. 2 Lihat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, Bagian Ketiga Paragraf 1 Pasal 71 3 DPR bertugas untuk menyusun, membahas, menetapkan dan menyebarluaskan program legislasi nasional serta RUU, menerima RUU yang diajukan oleh DPD, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah, membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK, memberi persetujuan terhadap pemindahtanganan asset Negara yang menjadi kewenangannya, serta menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. 3) Dewan Perwakilan Daerah 3 Dewan Perwakilan Daerah atau DPD merupakan lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga dari UUD 1945. Hadirnya DPD dalam struktur kenegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 22C dan 22D. Berikut wewenang DPD yakni adalah dapat mengajukan kepada DPR RUU, DPD ikut membahas RUU, DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU, dan Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya sesuai dengan syarat dan tata cara yang diatur oleh UU. Dalam hal keikutsertaan DPD dalam membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang diajukan baik oleh DPR maupun oleh pembahasan RUU tersebut bersama dengan pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I dilakukan bersama antara DPR, DPD, dan Pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan pendapat DPD atas RUU, serta tanggap atas pandangan dan pendapat dari masing-masing lembaga. Maka, tampak bahwa DPD tidak mempunyai hak inisiatif dan mandiri dalam membentuk UU sekalipun di bidang yang berkaitan dengan masalah daerah. Tugas wewenang DPD sebagaimana diatur dalam Pasal 22D, 23E ayat (2), dan Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 dapat dikatakan sebagai tugas dan weweang yang utama. Namun, DPD sebagai bagian dari kelembagaan MPR juga memiliki tugas dan wewenang yang lebih luas (sampingan) yakni melantik dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, mengubah UUD, dan memilih Presiden atau Wakil Presiden jika dalam waktu yang sama keduanya berhalangan. 3 Ibid., hlm 181 4 Bahkan jika dilihat, tugas dan wewenang sampingan yang dimiliki oleh DPD lebih baik daripada tugas dan wewenangnya yang utama. 4) Presiden dan Wakil Presiden 4 Presiden adalah seseorang yang memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945 yang didalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. Presiden mempunyai dua macam kedudukan yakni Presiden sebagai Kepala Negara dan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Dengan adanya macam-macam kedudukan presiden, maka kewenangan dari Presiden pun berbeda ditiap kedudukannya. Presiden sebagai Kepala Negara, mempunyai kewenangan yakni memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU; dapat menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan Negara lain; dapat menyatakan Negara dalam keadaan berbahaya; mengangkat duta dan konsul; memberi grasi, amnesti, dan rehabilitasi; serta memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya. Sedangkan, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan mempunyai kewenangan yakni memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD; mengajukan RUU kepada DPR; menetapkan PP untuk menjalankan UU; dan mengangkat serta memberhentikan menteri. Dalam tugas Presiden tidak disebutkan secara terperinci di dalam Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan. Namun, tugas Presiden yakni meliputi bidang kenegaraan dan bidang pemerintahan dan tugas dari Wakil Presiden yakni adalah membantu dan mewakili tugas Preiden di bidang kenegaraan dan pemerintahan. Dalam melaksanakan tugas di bidang Pemerintahan, Wakil Presiden berwenang untuk melaksanakan tugas teknis pemerintahan seharihari dan menyusun agenda kerja kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan kepada Presiden. 5) Mahkamah Agung 5 Undang-Undang Dasar Negara 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Prinsip ini dimuat dalam penjelasan yang berbunyi: “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat). Dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip penting Negara hukum yakni adalah jaminan penyelenggaraa 4 5 Lihat Undang-Undang Dasar 1945, Bab III Pasal 4 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 206 5 kekuasaan hakim yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya (intervensi) untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 6 Cabang kekuasaan yuridikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dapat dipahami mempunyai dua pintu yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, dan permohonan adanya peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun dalam tugasnya, Ketua Mahkamah Agung menetapkan pembidangan tugas dalam Mahkamah Agung. Selain itu, Mahkamah Agung berwenang untuk menguji secara materiil terhadap perundang-undangan dibawah UU, berwenang menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 7 Namun dalam praktiknya, tidaklah mudah untuk mengkompromikan prinsip kedaulatan rakyat dengan kedaulatan hukum dalam kelembagaan yang benar-benar seimbang. Dalam sistem UUD 1945, lembaga Negara tertinggi Negara justru diwujudkan dalam lembaga MPR yang lebih berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Akan tetapi, setelah dilakukan perubahan terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar berkenaan dengan hal itu maka lembaga kekuasaan kehakiman yang mencakup dua mahkamah itu juga harus ditempatkan dala kedudukan yang sederajat dengan MPR yang terdiri atas DPR dan DPD. Sekarang, keduanya dikembangkan secara bersamaan dan berada dalam hubungan yang sederajat, sebagai perwujudan keyakinan kolektif bangsa Indonesia akan kedaulatan Tuhan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan Indonesia berdasarkan Pancasila. 6) Mahkamah Konstitusi 8 Perubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru di bidang kekuasaan kehakiman yakni Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) yang berbunyi kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, 6 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergerseran Kekuasaan Dalam UUD 1945 (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), hlm. 82-83 7 Ibid., hlm. 84 8 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 212 6 lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Mengenai tugas dan wewenang dari Mahkamah Konstitusi, Pasal 24C menegaskan bahwa Mahkamah Konstitui berwenang mengadili pada tingkat pertama dann terakhir yang putusannnya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Di samping itu, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaraan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD. 9Namun perlu diingat bahwa putusan ini sifatnya tidak final karena tunduk pada (subject to) putusan MPR, lembaga politik yang berwenang memberhentikan Presiden (Pasal 7A). 10 Mahkamah Konstitusi tetap diberi tugas yang berkenaan dengan fungsinya sebagai ‘court of justice’ disamping fungsi utamanya sebagai ‘court of law’. 11Semula putusan MK hanya sekadar menyatakan suatu norma atau undang-undang bertentangan terhadap UUD, kemudian berkembang dengan memberikan tafsiran norma atau undang-undang yang diuji agar memenuhi syarat konstitusionalitas sehingga tidak terhindarkan Mahkamah Konstitusi membuat norma baru. Putusan MK memberi tafsir (petunjuk, arah, dan pedoman serta syarat bahkan membuat norma baru) yang dapat diklasifikasi sebagai putusan dan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) dan putusan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional). 7) Badan Pemerika Keuangan 12 Awal dari pembentukan lembaga Negara ini yakni berasal dari Raad van Rekenkamer pada zaman Hindia Belanda. Beberapa Negara juga mengadakan lembaga semacam ini untuk menjalankan fungus pemeriksaan atau sebagai external auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah. Ni’Matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945 (Yogyakarta: FH UII Press, 2003), hlm. 195-200 10 Jimly Asshidiqie, Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-Undang, Makalah Kuliah Umum Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2 Oktober 2004, hlm. 5-6 11 Hamdan Zoelva, “Mekanisme Checks and Balances Antar Lembaga Negara (Pengalaman dan Praktik di Indonesia)”, makalah disampaikan pada Simposium Internasional “Negara Demokrasi Konstitusional”, yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun ke-8 Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa 12 Juli 2011 12 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 224 9 7 13 Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mempunyai tugas yakni memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan berdasarkan undang-undang yang berlaku; pemeriksaan terhadap BPK mencakup keuangan, kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu; dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan UU dan harus dilaporkan kepada BPK dan dipublikasi; BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standard pemeriksaan keuangan Negara; serta ketentuan lebih lanjut diatur sebagaimana dalam peraturan BPK. Dari segi jangkauan fungsi pemeriksaannya, tugas BPK sekarang menjadi semakin luas. Ada tiga perluasan yang dapat dicatat yakni perluasan dari pemeriksaan atas pelaksanaan APBN menjadi pemeriksaan atas pelaksanaan APBN dan APBD serta pengelolaan keuangan dan kekayaan Negara dalam arti luas; perluasan dalam arti hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak saja dilaporkan kepada DPR di tingkat pusat, tetapi juga kepada DPD dan DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten/Kota sesuai tingkatan kewenangannya masing-masing; dan perluasan terjadi terhadap lembaga atau badan hukum yang menjadi objek pemeriksaan oleh BPK. V. Kesimpulan dan Saran Lembaga Negara merupaka lembaga yang sangat penting dalam suatu Negara. Dengan adanya lembaga Negara, maka Negara dapat berjalan dengan baik dan ditangani oleh pihakpihak atau badan-badan yang berdasarkan kekuasaanya yakni dalam kekuasaan legislatif, kekuasan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Lembaga Negara telah mempunyai masing-masing tugas dan wewenang yang ditentukan oleh Undang-Undang yang terkait. Dengan adanya tugas dan wewenang tersebut, maka diharapkan suatu Negara akan berjalan dengan baik jika lembaga Negara tersebut tidak terdapat suatu tumpang tindih dalam kewenangan dan tugasnya. Lembaga Negara diharapkan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan tidak melakukan tugas yang bukan pada kajiannya. Selain itu, Lembaga Negara diharapkan tidak melebihi atau menyalahgunakan 13 Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, Bab III Pasal 6 8 wewenang yang dimilikinya agar tidak terjadi kesewenangan yang dilakukan oleh suatu Lembaga Negara. 9 Daftar Pustaka  Asshidiqie, Jimly. 2004. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaa Dalam  UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press.  atas Kerja Sama Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi HTN FH UI. Asshidiqie, Jimly. 2004. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Diterbitkan Asshidiqie, Jimly. “Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-Undang,” Makalah Kuliah Umum Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam   Indonesia, Yogyakarta, 2 Oktober 2004. Huda, Ni’Matul. 2013. Hukum Tata Negara: Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Huda, Ni’Matul. 2003. Politik Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: FH UII P 10