Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Jurnal pemikiran John Lokce empirisme

EFFORTS TO FIND THE TRUTH WITH EMPIRICAL METHODE UPAYA UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN DENGAN METODE EMPIRIS; (STUDI ANALISIS PEMIKIRAN JOHN LOCKE) M. Fathun Nadhor Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Filsafat Agama IAIN Tulungagung Email : fathunnadhor@gmail.com Abstrak Memahami pemikiran John Locke adalah suatu hal yang menarik, karena itulah penulis tertarik untuk mengurai secara singkat dengan artikel yang sangat sederhana ini beberapa pemikiran John Locke yang sangat luas, karena dia tidak hanya berbicara tentang filsafat saja, dia juga berbicara tentang politik, pendidikan, agama dan juga medis. John Locke sebagai ilmuwan yang cerdas dan kritis, tidak segan mengkoreksi dan mengkritik beberapa pemikiran pendahulunya. Tentu sebaliknya ide gagasannyapun juga dikritik oleh orang lain. Oleh karena itu, terjadi kritik dan sanggahan yang menarik yang akan kami ungkap dalam artikel ini. Pemikiran Locke tentang Filsafat ditulis dalam karyanya yang berjudul “An Essay Concerning Human Understanding” yang menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan manusia bersumber dari pengalaman. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan (tabula rasa), yang menerima segala sesuatu dari pengalaman. Obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman batiniah (reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi seperti melihat, mencium, merasa, mengecap, dan mendengarkan dan sebagainya. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh pengalaman batiniah, seperti kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan sebagainya. Gagasan-gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, memercayai dan meragukannya dan sebagainya.Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya. Locke membedakan antara gagasan-gagasan yang tunggal disebut dengan simple ideas dan gagasan-gagasan majemuk dengan sebutan complex ideas. Dengan pendekatan Deskriptif historis Analisis, artikel ini akan membahas beberapa serpihannya saja dari pemikiran John Locke karena keterbatasan ruang dan waktu,akan tetapi dengan harapan besar dengan tulisan ini dapat memberikan pencerahan pada pembaca sekaligus bisa menambah wawasan terutama tentang pemikiran aliran empirisme semoga tulisan ini bisa memberi inspirasi kepada pembaca untuk bisa berpikir kritis, kreatif dan produktif. Understanding of John Locke’ thought is very interesting, therefore writer is interested to parse briefly with this simple article which John Locke’s thought is very broad, because he was not just talking about philosophy, he also talked about politics, education, religion and also medical. Locke thought about Philosophy is written in his work entitled "An Essay Concerning Human Understanding" which explains how humans process for getting knowledge. According to Locke, all human knowledge comes from experience. Reason does not produce the knowledge with itself. Originally, reason is like a piece of paper without writing (tabula rasa), which receives everything from experience. Object of knowledge are ideas, the emergence because external experience (sensation) and because the internal experience (reflection). External experience is a experience that captures sensory activities such as sight, smell, feel, taste, and listen, and so on. External experience produce psychic symptoms that must be addressed by the internal experience, such as awareness of its own activities in a way 'to remember', 'want', 'believes', etc .. The ideas come from the senses had been processed in a way of thinking, reasoned, trust and doubt and sebagainya.Kedua forms of human experience is what will build knowledge through further processing. Locke distinguishes between ideas single called with simple ideas and notions compound as complex ideas. Pendahuluan Manusia merupakan makhluk historis. Seseorang berkembang dalam pengalaman dan pikiran, bersama dengan lingkungan dan zamannya. Oleh karena itu, baik dia sendiri maupun ekspresinya dan bersamaan dengan lingkup zamannya sendiri, harus dilihat menurut perkembangannya. Masing-masing orang bergumul dalam antar relasi dengan dunianya, untuk membentuk nasibnya dan sekaligus dibentuk olehnya. Listiyono Santoso dkk, Epistemologi Kiri, (Ar-Ruzz Press: Yogyakarta, 2003), h.267 Teks tidak akan jauh dari konteks. Oleh karenanya, memahami pemikiran John Locke, juga tidak bisa dilepaskan dari berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakteristik dasar pemikirannya. Sebagai seorang filsuf John Locke dikenal memiliki ide pemikiran yang luar biasa, yang membawa pengaruh hingga sampai detik ini. Sehingga penulis merasa yakin dan perlu menelusuri pemikiranya John Locke, dan berusaha mendapat tetasan pengetahuan dari karya-karyanya yang amat banyak sekali, dari gagasannya akan terungkap bagaimana manusia proses manusia mendapat pengetahuan, dan bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik dan bagaimana hubungan antara negara dan agama menurut John Locke. Sebelum kita masuk pada inti pokok pembahasan, terlebih dahulu kita perlu tahu siapa sosok jati diri John Locke dan apa saja karya-karyanya serta latar belakang kemunculannya. Secara singkat akan kami bahas di bawah ini. Biografi John Locke ( 1632-1704 M ) dan karya-karyanya John Locke adalah seorang filsuf yang lahir di Wrington, Somerset, Inggris tanggal 28 Agustus 1632 Pendidikan John Locke diawali dengan ber sekolah di Westminster tahun 1647 dan kemudian tahun 1652 John Locke mendapat bea siswa sekolah di Sekolah Gereja Kristus (Christ Church), Oxford dan mendapat gelar S2 dengan nilai yang kurang memuaskan karena Locke kurang menyukai metode skolastik yang digunakan sekolahnya pada waktu itu. Locke lebih cenderung menyukai sastra dan bidang medis ketika beliau bersekolah dulu. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-john-locke diaksess 1 April 2016 Melalui bidang medis inilah Locke mengenal filsafat alam serta filsafat mekanis yang membawanya bertemu dengan Robert Boyle yang banyak memberikan pengaruh bagi Locke. Selain membaca karya Robert Boyle, Locke juga rajin membaca karya Descartes. Minat Locke juga terlihat dalam bidang politik. Hal ini terlihat dengan 3 karyanya yang dibuat berdasarkan gejolak politik yang sedang terjadi di Inggris pada waktu itu. Karir Locke diawali dengan menjadi dosen pada tahun 1661 di sekolah Gereja Kristus tempatnya belajar dulu dan mengajar bahasa Yunani dan Latin. Kemudian menjadi petugas sensor filsafat moral tahun 1664. Ia juga tetap menekuni minatnya dalam bidang medis dan filsafat alam serta juga mempelajar kimia kepada Boyle dan Thomas Willis. Locke juga sempat menjadi sekretaris Walter Vane yang bertugas melakukan misi diplomatik ke beberapa negara. Locke kembali bersekolah lagi di Oxford dan mengambil kimia dan biologi. Keseriusannya dalam bidang medis semakin dibuktikan dengan menjadi asisten dokter Thomas Sydenham. Locke menemani Sydenham, dalam perjalanannya dia juga membuat catatan-catatan tentang soal-soal kesehatan. Di sini, Locke membuat catatan yang akhirnya dibukukan dengan judul “De Arte Medica”, yang di dalamnya dipakai pendekatan empiris. https://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke diaksess 1 April 2016 Locke pergi ke Perancis tahun 1675 dan tinggal disana selama 3,5 tahun.. Disana ia banyak mengadakan pertemuan dan mengerjakan kegiatan administratif. Di Perancis Locke kembali meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat.  Ketika Locke memutuskan kembali ke Inggris pada Mei 1679 situasi politik Inggris sedang mengalami krisis. Kehidupan Locke di Inggris turut terancam karena gerakan-gerakan dari kaum anti pemerintahan Charles II, dimana sahabat nya Lord Ashley merupakan salah satu pemimpin kaum yang anti terhadap pemerintahan Raja Charles II.Sehingga ia terus dicurigai sebagai pengkhianat oleh pemerintah. Akhirnya, Locke meninggalkan Inggris pada tahun 1683 dan menuju Rotterdam, Belanda. Dalam bidang politik, Locke menulis buku yang berjudul “Two Treatises of Government “ (Dua Tulisan tentang Pemerintahan) serta tentang filsafat pemikirannya ditulis dalam buku yang berjudul “An Essay Concerning Human Understanding“ (Essay tentang Pemahaman Manusia). Locke juga menulis karya lain yang berjudul “A Letter Concerning Toleration” (Surat Perihal Toleransi) yang berisi tentang toleransi agama. Sekembalinya Locke ke Inggris pada periode pemerintahan William, Locke bertemu dengan Newton dan sering bertemu untuk membahas topik – topik tertentu seperti penafsiran Alkitab. Locke tinggal dan menetap di Oates, Essex tempat kediaman teman diskusi Locke melalui surat selama bertahun – tahun. Disinilah Locke berupaya menyelesaikan karya di bidang pendidikan yang berjudul “Some Thoughts Concerning Education” (Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan). Locke juga menerbitkan tulisan yang berjudul “The Reasonableness of Christianity, as Delivered in the Scriptures” (Kerasionalan Agama Kristen) dan menimbulkan kontroversi sebagaimana surat – surat tentang toleransi Locke sebelumnya. Kontroversi itu muncul karena pemikiran-pemikiran Locke di dalam buku itu dinilai terlalu melemahkan agama Kristen. Sebelumnya Locke membela gereja Anglikan, tetapi kini berubah dan menyanggah posisi gereja Anglikan. Ketika di Oates, Locke menghabiskan waktunya untuk beristirahat dan mulai melakukan pekerjaannya untuk pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi dan koloni-koloni Inggris, selama empat tahun berikutnya. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-john-locke diaksess 1 April 2016 Pemikiran John Locke tentang Filsafat Pemikirannya dalam bidang filsafat ditulis dalam buku yang berjudul “An Essay Concerning Human Understanding“ (Essay tentang Pemahaman Manusia) John Lock mengatakan : Let us then suppose the mind to be, as we say, white paper, void of all characters, without any ideas:—How comes it to be furnished? Whence comes it by that vast store which the busy and boundless fancy of man has painted on it with an almost endless variety? Whence has it all the materials of reason and knowledge? To this I answer, in one word, from experience. “Marilah kita andaikan jiwa itu laksana ‘kertas putih yang kosong dari semua karakter’, tanpa ide apapun: -Bagaimana ia berisi? Dari mana mendapatkan materi rasio dan pengetahuan? Untuk ini saya menjawab, dengan satu kata, dari pengalaman.” John Locke, An Essay Concerning Human Understanding, (The Pennsylvania State University, 1999) hal.87 John Locke adalah tokoh pembawa gerbong aliran empirisme dalam filsafat. Yakni, sebuah aliran yang mengimani bahwa semua pikiran dan gagasan manusia berasal dari sesuatu yang didapat melalui indra atau pengalaman, sehingga dia disebut filsuf Inggris dengan pandangan empirisme. Ali Maksum, Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik Hingga Post modernisme (Ar-Ruzz Media : Jogjakarta, 2012) hal. 133 Empirisme itu sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “Empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme adalah faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Ibid. 357 Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-john-locke diaksess 1 April 2016 Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2.( Yogyakarta: Kanisius, 2005) Hal. 37 Fokus filsafat Locke adalah antitesis pemikiran Descartes. Baginya, pemikiran Descartes mengenai akal budi kurang sempurna. Ia menyarankan, sebagai akal budi dan spekulasi abstrak, kita harus menaruh perhatian dan kepercayaan pada pengalaman dalam menangkap fenomena alam melalui pancaindra. Ia hadir secara aposteriori. Pengenalan manusia terhadap seluruh pengalaman yang dilaluinya seperti mencium, merasa, mengecap, dan mendengarkan menjadi dasar bagi hadirnya gagasan-gagasan dan pikiran sederhana. Tapi kata Locke, pikiran bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, memercayai dan meragukannya dan inilah akhirnya disebut bagian dari aktivitas merenung atau perenungan. Ibid,.38 Locke banyak membaca karya-karya Descartes dan mengaguminya. Akan tetapi, dia tidak setuju atas rasionalisme Descartes yang beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh secara a priori. Dalam teori Descartes mengenai idea-idea bawaan sangat jelas bahwa bagi Descartes pengetahuan kita tentang dunia luar ditentukan oleh kebenaran-kebenaran yang sudah melekat dalam pikiran subjek. Teori kebenaran a priori ini sebenarnya merupakan warisan kuno dari plato. Menurut Locke anggapan para filsuf rasionalis bahwa idea-idea tentang kenyataan itu sudah kita miliki sejak lahir adalah anggapan yang tidak terbukti dalam kenyataan. Pikiran anak harus dianggap sebagai ‘tabula rasa‘, yaitu kertas kosong. Baru dalam proses pengenalannya terhadap dunia luar, pengalaman memberikan kesan-kesan dalam pikirannya. Dengan demikian kebenaran dan kenyataan dipersepsi subjek melalui pengalaman dan buku bersifat bawaan. Berdasarkan anggapan ini Locke berusaha menolak segala prinsip-prinsip logis, matematis, bahkan moral yang bersifat a priori. Misalnya, ajaran tentang dosa asal juga ditolaknya, karena menurutnya manusia memiliki kekuatan untuk berubah dan bukan budak dari keadaan-keadaan awalinya. Segala prinsip a priori yang universal itu harus dikembalikan kapada pengalaman dulu. Dapat dikatakan bahwa penolakan Locke atas adea-idea bawaan itu berkaitan dengan pandangan liberalnya tentang manusia dan masyarakat. F.Budi Hardiman, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Gramedia, 2007) hal.75 Locke berusaha menggabungkan teori empirisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Ia menentang teori rasionalisme yang mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan (tabula rasa), yang menerima segala sesuatu dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali. Satu satunya sasaran atau obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman batiniah (reflection). Pengalaman lahiriah mengajarkan kepada kita tentang hal-hal yang ada diluar kita, sedangkan pengalaman batiniah mengajarkan tentang keadan-keadaan spikis kita sendiri. Kedua macam pengalaman ini jalin-menjalin. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh pengalaman batiniah. Obyek-obyek pengalaman lahiriah itu mula-mula menjadi isi pengalaman, karena dihisabkan oleh pengalaman batiniah, artinya : obyek-obyek itu tampil dalam kesadaran. Segala sesuatu yang berada di luar kita berupa pengalaman lahiriah menimbulkan gagasan-gagasan dalam diri kita. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2….. Hal. 36. Dengan demikian, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Sedangkan reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang sifatnya lebih baik dari pada sensation, pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya. Simon Petrus L. Tjahjadi. Petualangan Intelektual ( Yogyakarta: Kanisius. 2004) Hal. 236. Proses manusia mendapatkan pengetahuan itu didapat dari perpaduan antara pengalaman lahiriah dan batiniah. Dari kedua perpaduan pengalaman tersebut diperoleh apa yang disebut pandangan – pandangan sederhana seperti: Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga. Pandangan yang diterima oleh beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak. Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan. Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, dan waktu. Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini ada, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks. Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-john-locke diaksess 1 April 2016 Locke membedakan antara gagasan-gagasan yang tunggal ( simple ideas ) dan gagasan-gagasan majemuk ( complex ideas ). Gagasan-gagasan tunggal datang pada diri kita secara langsung dari pengalaman, tanpa pengolahan logis apa pun, akan tetapi gagasan-gagasan majemuk timbul dari percampuran atau penggabungan gagasan-gagasan tunggal. Jikalau beberapa gagasan secara teratur bersama-sama menampilkan diri, kita menanggapi gagasan-gagasan itu sebagai termasuk satu hal yang sama, yang berdiri sendiri, yang disebut subtansi. Selain daripada substansi gagasan-gagasan majemuk juga dapat meliputi pengertian tentang keadaan atau modi dan tenang hubungan-hubungan. Pekerjaan roh manusia terbatas pada memberi sebutan kepada gagasan-gagasan tunggal tadi, menggabung-gabungkannya, merangkumkannya dan menjadikannya sifat umum. Dari gagasan-gagasan itulah timbul isi pengatahuan kita yang bermacam-macam sekali. Pengertian umum adalah suatu sebutan kolektif bagi segala gagasan yang tunggal dan majemuk dari macam atau rumpun yang sama. Jadi kata atau perkataan berfungsi sebagai tanda bagi suatu isi kesadaran kita. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2… Hal.37 Proses manusia mendapatkan pengetahuan Dari perpaduan dua bentuk pengalaman manusia, pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah, diperoleh apa yang Locke sebut 'pandangan-pandangan sederhana' (simple ideas) yang berfungsi sebagai data-data empiris. Ada empat jenis pandangan sederhana: Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga. Pandangan yang diterima oleh beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak. Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan. Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, dan waktu. Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk 'pandangan-pandangan kompleks' (complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut. Ada tiga jenis pandangan kompleks yang terbentuk: substansi atau sesuatu yang berdiri sendiri, misalnya pengetahuan tentang manusia atau tumbuhan. modi (cara mengada suatu hal) atau pandangan kompleks yang keberadaannya bergantung kepada substansi. Misalnya, siang adalah modus dari hari. hubungan sebab-akibat (kausalitas). Misalnya saja, pandangan kausalitas dalam pernyataan: "air mendidih karena dipanaskan hingga suhu 100° Celcius". https://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke diakses 1 April 2016 Pemikiran Locke tentang bagaimana proses manusia mendapat pengetahuan memiliki dua implikasi penting. Pertama, munculnya anggapan bahwa seluruh pengetahuan manusia berasal dari pengalaman, dan tiadanya pengetahuan secara apriori (sebelum pengalaman) sebagaimana yang dikatakan Descartes. Itu berarti segala pengetahuan manusia sebenarnya hanya merupakan kait-mengait dari pengalaman-pengalaman sederhana. Konsep ini akan memengaruhi dan dipertajam oleh David Hume di kemudian hari, dan akhirnya mendapat bentuk paling tajam di dalam filsafat Kant, yang merupakan seorang filsuf paling berpengaruh di era filsafat modern. Kant menolak semua kemungkinan metafisika, maksudnya manusia tidak dapat mengetahui sesuatu apapun di luar panca-indranya. Kant menyatakan bahwa pengetahuan atau pemikiran tentang Tuhan telah kehilangan legitimasi karena tidak mungkin lagi, sebab Tuhan berada di luar jangkauan indrawi manusia. Kedua, semua hal yang manusia ketahui melalui pengalaman, bukanlah obyek atau benda pada dirinya sendiri. Dengan demikian,manusia dalam pengalamannya sebenarnya hanya menerima kesan-kesan indrawi yang ditangkap oleh panca indra kita dari benda-benda atau hal-hal tertentu, memiliki implikasi terhadap kecenderungan subyektivisme. Maksudnya subyektivisme adalah pandangan yang menolak adanya sesuatu yang obyektif, yang berlaku umum, dan hal itu akan mengarah ke relativisme. Hal itu disebabkan manusia yang satu dengan yang lain dapat menarik kesimpulan berbeda mengenai kesan-kesan indrawi mereka masing-masing terhadap suatu hal atau benda. Apa yang obyektif, yakni benda tersebut sesungguhnya pada dirinya sendiri, tidak dapat diketahui oleh manusia. Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius. 1992) hal. 73-74 Selain dari itu, Locke membedakan antara apa yang dinamakannya “kualitas primer” dan “kualitas skunder”. Yang dimaksud dengan kualitas primer adalah luas, berat, gerakan, jumlah dan sebagainya. Jika sampai pada masalah kualitas seperti ini, kita dapat merasakan yakin bahwa indra-indra menirunya secara objektif. Tapi kita juga akan merasakan kualitas-kualitas lain dalam benda-benda. Kita akan merasakan bahwa sesuatu itu manis atau pahit, hijau atau merah. Locke menyebut ini sebagai kualitas skunder. Penginderaan semacam ini tidak meniru kualitas-kualitas sejati yang melekat pada benda-benda itu sendiri. Ali Maksum, Pengantar Filsafat; …hal. 134 Yang membedakan Locke dengan yang lainnya adalah karakter pemikirannya yang empiris dibangun atas dasar tunggal dan serbaguna. Kata Locke, semua pengalaman (pengetahuan) berawal dari pengalaman. Pengalaman memberikan kita sensasi-sensasi. Dari sensasi kita memperoleh berbagai macam ide baru yang lebih kompleks. Dan pikiran kita terpengaruh oleh perasaan dan refleksi. Kendati Locke berbeda pandangan dengan filsuf lain, namun Locke juga menerima metafora sentral Cartesian, pembedaan antara pikiran dan tubuh. Terbukti, dia memandang bahwa pengetahuan pertama-tama berkenaan dengan pemeriksaan pikiran. Ibid.,134 Kritikan John Locke Terhadap Pemikir-pemikir Lain Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes. Ia juga menolak metoda deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman; jadi Locke cenderung induktif. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan kesimpulan dengan metoda induksi. Buku John Locke yang berjudul Essay Concerming Human Understanding (1689 M), ditulis berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan idea untuk konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak adanya innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and Distinct Idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada. H.A Syadali & Mudzakkir, Filsafat Umum (Pustaka Setia : Bandung, 2004) hal. 118 Locke memang suka membaca karya-karya Descartes dan mengaguminya. Akan tetapi, dia tidak setuju atas rasionalisme Descartes yang beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh secara a priori. Dalam teori Descartes mengenai idea-idea bawaan sangat jelas bahwa bagi Descartes pengetahuan kita tentang dunia luar ditentukan oleh kebenaran-kebenaran yang sudah melekat dalam pikiran subjek. Teori kebenaran a priori ini sebenarnya merupakan warisan kuno dari plato. Didalam karyanya ini, Locke berusaha menghantam ajaran kuno itu dengan sebuah pendekatan filosofis yang berbeda sama sekali dari rasionalisme. F. Budi Hardiman, Filsafat Modern; dari Machiavelli .. hal. 75-76. Argumentasi John Locke Selain dia mengkritik pendapat orang lain, diapun tentu saja mempunyai argumen untuk memperkuat pendapatnya, yaitu : 1. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahuai bahwa innate itu tidak ada. Memang sebagian orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti ditempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli. 2. Persetujuan umum adalah argumen yang kuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea itu sebagai suatu daya yang inheren. Argumen ini ditarik dari persetujuan umum. Bagaimana kita akan mengatakan Innate idea itu ada, padahal tidak mengakui adanya. 3. Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea. 4. Apa innate idea itu sebenarnya tidak mungkin diakui dan sekaligus tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate idea justru dijadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada. 5. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot, idea yang innate itu tidak ada padahal anak normal ada anak idiot sama-sama berpikir. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005) hal. 176 Ia mengatakan bahwa apa yang dianggapnya subtansi ialah pengertian tentang obyek sebagai idea tentang obyek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan dari indera. Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea itu adalah subtansi obyek, subtansi kita tidak tahu. Persoalan subtansi agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang masa; Berkeley dan Hume masih juga membicarakannya. H.A Syadali & Mudzakkir, Filsafat Umum …..) hal. 119 Pemikiran John Locke tentang Politik Pandangan Locke tentang negara terdapat di dalam bukunya yang berjudul "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Civil Government). Ia menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-tahap perkembangan masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni keadaan alamiah (the state of nature), keadaan perang (the state of war), dan negara (commonwealth). a. Tahap keadaan alamiah Keadaan alamiah adalah tahap pertama dari perkembangan masyarakat. Konsep Locke ini serupa dengan pemikiran Hobbes namun bila Hobbes menyatakan keadaan alamiah sebagai keadaan "perang semua lawan semua", maka Locke berbeda. Menurut Locke, keadaan alamiah sebuah masyarakat manusia adalah situasi harmonis, di mana semua manusia memiliki kebebasan dan kesamaan hak yang sama. Dalam keadaan ini, setiap manusia bebas menentukan dirinya dan menggunakan apa yang dimilikinya tanpa bergantung kepada kehendak orang lain. Meskipun masing-masing orang bebas terhadap sesamanya, namun tidak terjadi kekacauan karena masing-masing orang hidup berdasarkan ketentuan hukum kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Yang dimaksud hukum kodrat dari Tuhan menurut Locke adalah larangan untuk merusak dan memusnahkan kehidupan, kebebasan, dan harta milik orang lain, Dengan demikian, Locke menyebut ada hak-hak dasariah yang terikat di dalam kodrat setiap manusia dan merupakan pemberian Allah. Konsep ini serupa dengan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam masyarakat modern. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2….. hal. 38 b. Tahap keadaan perang Tahap kedua adalah keadaan perang. Locke menyebutkan bahwa ketika keadaan alamiah telah mengenal hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni mulai berubah. Penyebab utamanya adalah terciptanya uang. Dengan uang, manusia dapat mengumpulkan kekayaan secara berlebihan, sedangkan di dalam keadaan alamiah tidak ada perbedaan kekayaan yang mencolok karena setiap orang mengumpulkan secukupnya untuk konsumsi masing-masing. Ketidaksamaan harta kekayaan membuat manusia mengenal status tuan-budak, majikan-pembantu, dan status-status yang hierarkis lainnya. Untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri, saling bermusuhan, dan bersaing. Masing-masing orang menjadi hakim dan mempertahankan miliknya sendiri. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai tersebut kemudian berubah menjadi keadaan perang yang ditandai dengan permusuhan, kedengkian, kekerasan, dan saling menghancurkan. Situasi seperti ini berpotensi memusnahkan kehidupan manusia jika tidak ada jalan keluar dari keadaan perang. c. Tahap terbentuknya negara Locke menyatakan bahwa untuk menciptakan jalan keluar dari keadaan perang sambil menjamin milik pribadi, maka masyarakat sepakat untuk mengadakan "perjanjian asal". Inilah saat lahirnya negara persemakmuran (commonwealth). Dengan demikian, tujuan berdirinya negara bukanlah untuk menciptakan kesamarataan setiap orang, melainkan untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Di dalam perjanjian tersebut, masyarakat memberikan dua kekuasaan penting yang mereka miliki di dalam keadaan alamiah kepada negara. Kedua kuasa tersebut adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan. Ajaran Locke ini menimbulkan dua konsekuensi: Kekuasaan negara pada dasarnya adalah terbatas dan tidak mutlak sebab kekuasaannya berasal dari warga masyarakat yang mendirikannya. Jadi, negara hanya dapat bertindak dalam batas-batas yang ditetapkan masyarakat terhadapnya. Tujuan pembentukan negara adalah untuk menjamin hak-hak asasi warga, terutama hak warga atas harta miliknya. Untuk tujuan inilah, warga bersedia melepaskan kebebasan mereka dalam keadaan alamiah yang diancam bahaya perang untuk bersatu di dalam negara. Dengan demikian, Locke menentang pandangan Hobbes tentang kekuasaan negara yang absolut dan mengatasi semua warga negara. Ibid,. Pembatasan kekuasaan negara Negara di dalam pandangan Locke dibatasi oleh warga masyarakat yang merupakan pembuatnya. Untuk itu, sistem negara perlu dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan negara, dan bentuk pembatasan kekuasaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan membentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang ditentukan oleh Parlemen berdasarkan prinsip mayoritas. Cara kedua adalah adanya pembagian kekuasaan dalam tiga unsur: legistlatif, eksekutif, dan federatif. Unsur legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang dan merupakan kekuasaan tertinggi. Kekuasaan ini dijalankan oleh Parlemen yang mewakili golongan kaya dan kaum bangsawan sebab mereka, dengan kekayaannya, paling banyak menyumbangkan sesuatu kepada negara. Dalam membuat undang-undang, kekuasaan legislatif terikat kepada tuntutan hukum alam yaitu keharusan menghormati hak-hak dasar manusia. Unsur eksekutif adalah pemerintah yang melaksanakan undang-undang, yaitu raja dan para bawahannya. Terakhir, unsur federatif adalah kekuasaan yang mengatur masalah-masalah bilateral, seperti mengadakan perjanjian damai, kesepakatan kerja sama, atau menyatakan perang. Menurut Locke, kekuasaan federatif dapat dipegang oleh pihak eksekutif, di mana dalam keadaan darurat pihak eksekutif dapat mengambil tindakan yang melampaui wewenang hukum yang dimilikinya. Di dalam sistem kenegaraan Locke di atas, tetap ada kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak yang berkuasa atas rakyat. Oleh karena itu, menurut Locke, rakyat memiliki hak untuk mengadakan perlawanan dan menyingkirkan pihak eksekutif dengan kekerasan bila mereka telah bertindak di luar wewenang mereka. Di sini, rakyat merebut kembali hak yang telah mereka berikan. Simon Petrus L. Tjahjadi. Petualangan Intelektual …. Hal. 237 Pemikiran John Locke Tentang hubungan Agama dan Negara Pemikiran Locke mengenai hal ini terdapat di dalam bukunya yang berjudul 'Surat-Surat Mengenai Toleransi' (Letters of Toleration). Locke menyatakan bahwa perlu ada pemisahan tegas antara urusan agama dan urusan negara sebab tujuan masing-masing sudah berbeda. Negara tidak boleh menganut agama apapun, apalagi jika membatasi atau meniadakan suatu agama. Tujuan negara adalah melindungi hak-hak dasar warganya di dunia ini sedangkan tujuan agama adalah mengusahakan keselamatan jiwa manusia untuk kehidupan abadi di akhirat kelak setelah kematian. Jadi, negara berfungsi untuk memelihara kehidupan di dunia sekarang, sedangkan agama berfungsi untuk menjalankan ibadah kepada Tuhan dan mencapai kehidupan kekal. Agama adalah urusan pribadi, berbeda dengan negara yang merupakan urusan masyarakat umum.Pemisahan antara keduanya haruslah ditegaskan, dan masing-masing tidak boleh mencampuri urusan yang lain. Negara tidak boleh mencampuri urusan keyakinan religius manusia, sedangkan agama tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat menghalangi atau menggagalkan pelaksanaan tujuan negara. Bila negara hendak menghalangi kebebasan beragama dari warganya, maka rakyat berhak untuk melawan. Ibid, hal.238. Kontribusi dan Pengaruh Pemikiran John Locke Hingga Saat Ini Locke sering disebut tokoh yang memberikan titik terang dalam perkembangan psikologi. Teori yang sangat penting darinya adalah tentang gejala kejiwaan adalah bahwa jiwa itu pada saat mula-mula seseorang dilahirkan masih bersih bagaikan sebuah “tabula rasa”. Ali Maksum, Pengantar Filsafat; ……. hal. 133 Melalui Locke, tradisi empiris di Inggris dimulai dan berkembang ke penjuru dunia yang semenjak era Plato tradisi ini dibuang di Negeri Barat. Filsafat Locke ini belakangan juga dibawa Voltarie ke Prancis. Filsafat Locke selalu menyarankan bahwa semua pengetahuan berasal dari Indra. Ia juga segera diikuti oleh uskup Irlandia George Berkeley dan filsuf Skolandia David Hume. Ibid,. Bukunya yang berjudul “An Essay Concerning Human Understanding“ (Essay tentang Pemahaman Manusia) merupakan buku terpentinya, dan terutama nama besarnya disebabkan buku ini, dan pengaruhnya pada filsafat politiksangat besar dan sangat lama, sehingga ia dianggap sebagai pendiri liberalisme filosofis dan empirisme dalam teori pengetahuan. Locke adalah filosof yang paling beruntung diantara semuanya. Dia melengkapi karyanya dalam filsafat teoritis pada saat-saat ketika pemerintahan negaranya jatuh ke tangan orang-orang yang mengadopsi pandangan-pandangan politiknya. Dalam praktek maupun teori, pandangan-pandangan Locke dianjurkan untuk diikuti selama bertahun-tahun oleh para politisi dan filosof-filosof lain yang hebat dan berpengaruh. Ajaran-ajaran politinya dengan pengaruh Montesque dituangkan dalam Konstitusi Amerika, dan tampaknya selalu dipakai ketika terjadi perselisihan antara Presiden dan Kongres. Konstitusi Inggris juga didasarkan pada ajaran-ajarannya-sampai sekitar 15 tahun, juga diadopsi Prancis pada tahun 1871. Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007) hal. 793. Pengaruh pemikiran Locke dalam bidang politik amat besar di negara-negara Eropa, seperti Inggris, Perancis, Jerman, bahkan hingga Amerika Serikat. Bapak-bapak pendiri negara Amerika Serikat, seperti Jonathan Edwards, Hamilton, dan Thomas Jefferson dipengaruhi oleh ide-ide politik Locke. Kemudian para filsuf Pencerahan Perancis, seperti Voltaire dan Montesquieu, juga dipengaruhi oleh Locke. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran politik Locke juga mempengaruhi munculnya Revolusi Perancis tanggal 14 Juli 1789. https://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke diaksess 1 April 2016 John Locke dikenal juga sebagai bapak hak asasi manusia, dalam bukunya yang berjudul “Two Treatises On Civil Government”, menyatakan tujuan Negara adalah untuk melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Manusia sebelum hidup bernegara atau dalam keadaan alamiah (status naturalis) telah hidup dengan damai dengan haknya masing-masing, yaitu hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dan hak atas penghormatan terhadap harta miliknya, yang semua itu merupakan propertinya. Dewa Gede Atmadja, Hak-hak Sipil dan Politik, (Denpasar : Biro Hukum dan HAM Setda Propinsi Bali, 2002) hal 5 Pandangan Locke yang memisahkan urusan negara dan urusan agama dengan sangat ketat merupakan awal dari munculnya negara-negara sekularistik di kemudian hari. Negara-negara yang menganut paham sekular memisahkan dengan ketat urusan negara dan urusan agama. Simon Petrus L. Tjahyadi, Petualangan Intelektual, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hal.236 Beberapa filsuf dan pemikir setelahnya yang dipengaruhi Locke adalah David Hartley (1705-1757), Joseph Priestley (1733-1804), Francis Hutcheson (1694-1747), James Mill (1733-1836), dan Étienne Condillac (1715-1780). Mereka mendapat pengaruh Locke dalam hal menganalisis pengalaman manusia berdasarkan unsur-unsur pengalaman, kombinasi unsur-unsur tersebut, dan asosiasi-asosiasi yang terjadi. Telaah Kritis atas Pemikiran John Locke Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Ali Maksum mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu: Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya. Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. Obyek yang menipu, contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah. Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan. Ali Maksum, Pengantar Filsafat; ……. hal. 358. Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial. Kesimpulan Seluruh pengetahuan manusia bersumber dari pengalaman. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan (tabula rasa), yang menerima segala sesuatu dari pengalaman. Obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman batiniah (reflection). Gagasan-gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, memercayai dan meragukannya dan sebagainya.Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya. Locke membedakan antara gagasan-gagasan yang tunggal disebut dengan simple ideas dan gagasan-gagasan majemuk dengan sebutan complex ideas. Dalam hal politik, Locke menyatakan tujuan Negara adalah untuk melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Manusia sebelum hidup bernegara atau dalam keadaan alamiah (status naturalis) telah hidup dengan damai dengan haknya masing-masing, yaitu hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dan hak atas penghormatan terhadap harta miliknya, yang semua itu merupakan propertinya Dalam hal hubungan agama dan negara, Locke menyatakan bahwa perlu ada pemisahan tegas antara urusan agama dan urusan negara sebab tujuan masing-masing sudah berbeda. Negara tidak boleh menganut agama apapun, apalagi jika membatasi atau meniadakan suatu agama. Dengan demikian menurut analisa penulis John Locke adalah seorang tokoh dalam hal Filsafat beraliran empiris, dalam hal politik beraliran Liberal dengan metode nalar induktif dengan beranggapan bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh secara aposteriori. DAFTAR PUSTAKA John Locke, An Essay Concerning Human Understanding, (The Pennsylvania State University, 1999) Listiyono Santoso dkk, Epistemologi Kiri, (Ar-Ruzz Press: Yogyakarta, 2003) Ali Maksum, Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik Hingga Post modernisme (Ar-Ruzz Media : Jogjakarta, 2012) Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2.( Yogyakarta: Kanisius, 2005) F.Budi Hardiman, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Gramedia, 2007) Simon Petrus L. Tjahjadi. Petualangan Intelektual ( Yogyakarta: Kanisius. 2004) Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius. 1992) H.A Syadali & Mudzakkir, Filsafat Umum (Pustaka Setia : Bandung, 2004) Dewa Gede Atmadja, Hak-hak Sipil dan Pilitik, (Denpasar : Biro Hukum dan HAM Setda Propinsi Bali, 2002) hal 5 Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007) Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005) DARI INTERNET https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-john-locke diakses 1 April 2016 https://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke diaksess 1 April 2016 MAKALAH STUDY ANALISIS PEMIKIRAN JOHN LOCKE Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah FILSAFAT BARAT Dosen Pengampu : Dr.H. Teguh, M.Ag. Disusun Oleh : M. FATHUN NADHOR NIM : 175715009 Semester II Program Studi Filsafat Agama PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG APRIL 2016 18