Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Rekonsilasi fiskal

.1  Rekonsiliasi (Koreksi) Fiskal Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto atau laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan, (Agoes & Trisnawati, 2009). Perbedaan - perbedaan antara akuntasi dan fiskal tersebut dapat di kelompokkan menjadi beda tetap dan beda waktu. 2.1.1        Beda Tetap atau Permanen Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya, beda tetap mengakibatkan laba/ rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal. Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan yang mengharuskan hal – hal berikut dikeluarkan dari perhitungan penghasilan kena pajak: 1.      Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh) antara lain:          Penghasilan  berupa  bunga  deposito  dan  tabungan  lainnya,  bunga obligasi dan surat utang negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang lain.          Penghasilan berupa hadiah undian.          Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.          Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/ atau bangunan.          Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan berdasarkan peraturan pemerintah. 2.      Penghasilan yang bukan Obyek Pajak (Pasal 4 ayat (3) UU PPh), terdiri dari:          Bantuan atau sumbangan.          Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, kopersi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro atau kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-Pihak yang bersangkutan.          Warisan.          Harta termasuk setoran tunai yang diterma oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai penganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.          Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam betuk natura dan/ atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh buka wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang   menggunakan   norma   perhitungan   khusus   sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 15 UU PPh no.36 tahun 2008.          Pembayaran perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.          Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: Dividen bersal cadangan laba yang ditahan dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.          Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendirianya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar pemberi kerja maupun pegawai.          Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham - saham persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unitpenyertaan kontrakinvestasi kolektif.          Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.          Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3.      Pengeluaran yang tak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifat pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran (Pasal 9 ayat (1) UU PPh) .          Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.          Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.          Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1.      Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank untuk usaha bank dan badan usaha lainnya yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang. 2.      Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial. 3.      Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan 4.      Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan 5.      Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan 6.      Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahanlimbah industri.          Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.          Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.          Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.          Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana yang dimaksutkan dalam pasal 4 ayat (3) UU PPh No.36 Tahun 2008, huruf a dan b kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalkam pasal 6 ayat (1) UU PPh No.36 Tahun 2008 huruf i sampai dengan huruf mserta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang di akui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang di bentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.          Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.          Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.          Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. 2.1.2        Beda Waktu atau Sementara Beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dengan perpajakan yang bersifat temporer. Artinya, secara keseluruan beban atau pendapatan menurut akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi tetap berbeda alokasi setiap tahunnya. Beda waktu atau beda sementara antara akuntansi dengan fiskal akan dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Beda Waktu atau Sementara. No Jenis Biaya Fiskal Akuntansi 1 Penyusutan aktiva tetap Hanya dilakukan dengan dua metode yaitu garis lurus dan saldo menurun. Umur aktiva tetap berwujud ditetapkan berdasarkan UU Perpajakan sebagai berikut : Bukan bangunan Kelompok I, 4 tahun Kelompok II, 8 tahun Kelompok III, 16 tahun Kelompok IV, 20 tahun Bangunan Permanen, 20 tahun Tidak permanen, 10 tahun Penyusutan dapat dilakukan dengan metode apapun. Metode penyusustan ditentukan dengan melihat ekspetasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aktiva tetap berwujud (PSAK 16R tentang “Aset Tetap”. Aktiva tetap berwujud nilainya dialokasikan tidak hanya melalui mekanisme amortisasi, tetapi juga melalui mekanisme penurunan nilai aktiva dengan basis unit penghasil kas, sebagaimana diatur dalam PSAK 48 tetntang “Penurunan Nilai Aset”. 2 Amortisasi aktiva tetap tidak berwujud Amortisasi hanya dapat dilakukan dengan metode garis lurus dan slado menurun. Umur aktiva tetap tidak berwujud ditetapkan berdasarkan UU Perpajakan sebagai berikut : Kelompok I, 4 tahun Kelompok II, 8 tahun Kelompok III, 16 tahun Kelompok IV, 20 tahun Amortisasi dapat dilakukan dengan metode apapun. Metode amortisasi ditentukan dengan melihat ekspetasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aktiva tetap tidak berwujud (PSAK 19 R tentang “Aset Tetap Tidak Berwujud”. Aktiva tetap tidak berwujud nilainya dialokasikan tidak hanya melalui mekanisme amortisasi, tetapi juga melalui mekanisme penurunan nilai aktiva dengan basis unit penghasil kas, sebagaimana diatur dalam PSAK 48 tetntang “Penurunan Nilai Aset”. 3 Pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan aktiva tetap berwujud kecuali tanah Penyusustan dilakukan berdasarkan ketentuan terkait dengan aktiva tetap berwujud tersebut Penyusutan dilakukan selama masa manfaat ekonomis yang dapat diperoleh dari pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan dari suatu aktiva tetap berwujud 4 Biaya-biaya yang dikapitalisasikan karena masa manfaatnya melebihi periode satu tahun Amortisasi dilakukan sama seperti amortisasi atas aktiva tetap tidak berwujud Amortisasi dilakukan selama masa manfaat 5 Biaya-biaya terkait dengan pendirian perusahaan dan penambahan modal, seperti biaya notaris, konsultan, akuntan dan lain-lain Amortisasi dilakukan sama seperti amortisasi atas aktiva tetap tidak berwujud Apabila perusahaan dalam tahap pengembangan, maka semua pembebanan ditangguhkan untuk kemudian disusutkan atau diamortisasi hak selama bebrapa periode sesuai dengan pemulihan masa manfaatnya dimasa depan 6 Penyisihan piutang usaha tak tertagih Piutang usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan. Ketidaktertagihan dapat dilihat dari adanya penyerahan parkara penagihan kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang tak tertagih atau adanya perjanjian yang tertulis penghapusan piutang. Namun UU No. 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1, mengizinkan pengurangan terhadap cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan hukum lainnya yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang Piutang usaha disisikan secara tidak langsung secara rutin dengan menggunakan persentase penjualan kredit dan umur piutang 7 Persediaan Persediaan dialokasikan dengan menggunakan metode FIFO atau metode rata-rata. Persediaan harus tetap dinilai dengan menggunakan basis harga perolehan. Persediaan dialokasikan dengan menggunakan metode FIFO, rata-rata, LIFO, dan metode lain-lain. 8 Sewa Semua transaksi sewa harus dicatat sebagai sewa biasa (operating lease). Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan(finance lease) jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh resiko dan manfaat terkait dengan kepemilikan aktiva (PSAK 30R tentang “Sewa”. Sumber : Purba, 2009 2.1.3        Koreksi Posistif dan Negatif dari Rekonsiliasi Fiskal Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negatif. (Agoes &Trisnawati, 2009). Koreksi positif terjadi apabila laba menurut fiskal bertambah. Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya : 1.      Beban tidak diakui oleh pajak (non- deductible expense). 2.      Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal. 3.      Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal. Koreksi negatif terjadi apabila laba menurut fiskal berkurang. Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya: 1.      Penghasilan yang biasanya tidak termasuk obyek pajak. 2.      Penghasilan yang biasanya dikenakan PPh final. 3.      Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal. 4.      Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal. BAB III PEMBAHASAN 3.1  Rekonsiliasi Fiskal pada PT ABC PT ABC dalam operasionalnya menggunakan pendekatan komersial yang digunakan untuk kepentingan perusahaan (manajemen). Laporan keuangan yang dihasilkan adalah laporan laba rugi, neraca, arus kas dan laporan perubahan modal. Untuk kepentingan perpajakan, laporan laba rugi yang selanjutnya disebut dengan laporan laba rugi komersial digunakan sebagai dasar penentuan pajak terutang. Dalam rangka menentukan besarnya pajak terutang maka harus dilakukan rekonsiliasi fiskal. Hal tersebut perlu dilakukan karena ada biaya- biaya dan pendapatan yang menurut laba komersial dapat dibebankan dan diakui sebagai pendapatan tetapi dalam laba fiskal tidak boleh dibebankan dan tidak diakui sebagai sebagai biaya dan pendapatan. Berikut ini disajikan laporan laba rugi komersial PT ABC tahun 2009 : PT ABC LAPORAN LABA RUGI (Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009) Penjualan Ekspor Rp720.000.000 Penjualan dalam negeri : 1.      Penjualan tunai 2.      Penjualan kredit 3.      Penjualan kepada  pemerintah Rp485.000.000 Rp380.000.000 Rp375.000.000 Jumlah penjualan bersih Rp1.960.000.000 Harga pokok penjualan (Rp1.040.000.000) Laba Kotor Usaha Rp920.000.000 Biaya Operasional Gaji, upah, honorarium, bonus THR Biaya asuransi Biaya penyusutan Biaya perjalanan Biaya iklan dan promosi Biaya listrik dan air Biaya telepon Cadangan penghapusan piutang Kerugian piutang tak tertagih Reparasi dan pemeliharaan kendaraan Pemeliharaan bangunan Pajak-pajak Biaya lain-lain Rp437.500.000 Rp10.920.000 Rp35.000.000 Rp17.500.000 Rp18.000.000 Rp16.000.000 Rp20.250.000 Rp20.000.000 Rp15.000.000 Rp17.000.000 Rp16.000.000 Rp40.100.000 Rp110.500.000 Jumlah Biaya Operasional (Rp773.770.000) Penghasilah luar usaha Bunga deposito Bunga tabungan Deviden dari saham 40% Penghasilan sewa gudang Jalan Pelangi Semarang Rp16.000.000 Rp15.000.000 Rp55.000.000 Rp65.000.000 Jumlah penghasilan luar usaha Rp151.000.000 Laba Bersih Rp297.230.000 Dari pembukuan dan catatan-catatan dapat diketahui rincian dari laporan laba rugi tahun 2009 sebagai berikut : 1.      Harga Pokok Penjualan LIFO FIFO Persediaan awal Rp110.000.000 Rp50.000.000 Pembelian Rp1.055.000.000 Rp1.055.000.000 Jumlah barang tersedia untuk dijual Rp1.165.000.000 Rp1.105.000.000 Persediaan akhir Rp125.000.000 Rp125.000.000 Harga Pokok Penjualan Rp1.040.000.000 Rp980.000.000 2.      Biaya Operasional a)      Dalam gaji, upah, honorium, bonus, dan THR, terdapat pemberian sembako kepada pegawai tetap sebesar Rp18.180.000 b)      Biaya asuransi sebesar Rp10.920.000, dengan rincian sebagai berikut : -          Asuransi kebakaran gedung kantor                       Rp2.200.000 -          Asuransi pengangkutan                                         Rp1.800.000 -          Asuransi kebakaran gudang Jl. Permata SMG      Rp2.200.000 -          Asuransi kebakaran rumah dinas direktur             Rp1.200.000 -          Asuransi kebakaran gudang Jl. Pelangi SMG       Rp2.400.000 -          Asuransi jiwa keluarga direktur                            Rp600.000 -          Asuransi tenaga kerja karyawan                           Rp520.000 Total biaya asuransi                                            Rp10.920.000 c)      Perhitungan biaya penyusutan Jenis Aktiva Menurut Perusahaan Ketentuan Pajak Aktiva kelompok 1 Rp20.000.000 Rp17.000.000 Aktiva kelompok 2 Rp10.000.000 Rp3.125.000 Aktiva bangunan Rp5.000.000 Rp4.500.000 Jumlah Rp35.000.000 Rp24.625.000 -          Aktiva kelompok 1, berupa peralatan kantor dari bahan kayu (meja, kursi, dan almari). Dalam perhitungan penyusutan ini terdapat beda waktu akibat perlakuan akuntansi dengan perpajakan yang bersifat temporer. Artinya, secara keseluruan bahwa beban atau pendapatan menurut akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi penyusutan tiap tahunnya. Dalam penyusutan aktiva kelompok I ini, fiskal menggunakan metode garis lurus yang mempunyai masa manfaat 4 tahun. Berikut perhitungannya : Jenis aktiva : Peralatan kantor dari kayu (meja, kursi dan lemari) Harga perolehan    Rp68.000.000 Tarif penyusutan   25% Penyusutan            = Harga perolehan x Tarif penyusutan                               = Rp68.000.000 x 25%                               = Rp17.000.000 -          Aktiva kelompok II, berupa peralatan kantor yang terdiri dari AC, dan komputer. Terdapat perbedaan akibat perlakuan akuntansi dengan perpajakan yang bersifat temporer. Artinya, secara keseluruan bahwa beban atau pendapatan menurut akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi penyusutan tiap tahunnya. Dalam penyusutan aktiva kelompok II ini, fiskal menggunakan metode garis lurus yang mempunyai masa manfaat 8 tahun. Berikut perhitungannya : Jenis aktiva : Peralatan kantor (AC dan komputer) Harga perolehan    Rp25.000.000 Tarif penyusutan   12,5% Penyusutan            = Harga perolehan x Tarif penyusustan                               = Rp25.000.000 x 12,5%                               = Rp3.125.000 -          Aktiva bangunan yaitu berupa bangunan permanen yaitu bangunan kantor perusahaan tersebut. Terdapat perbedaan akibat perlakuan akuntansi dengan perpajakan pada aktiva ini yang bersifat temporer. Artinya, secara keseluruan bahwa beban atau pendapatan menurut akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi penyusutan tiap tahunnya. Dalam aktiva bangunan, penyusutan menggunakan metode saldo menurun. Berikut perhitungannya : Klasifikasi bangunan Tarif Penyusutan Tidak permanen (10 tahun) 10% Permanen (20 tahun) 5% Jenis aktiva : Gedung kantor (permanen) Harga perolehan    Rp90.000.000 Tarif penyusutan   5% Penyusutan            = Harga perolehan x Tarif penyusustan                               = Rp90.000.000 x 5%                               = Rp4.500.000 d)     Dalam biaya perjalanan, terdapat biaya perjalanan keluarga direktur sebesar Rp3.500.000 e)      Perincian biaya iklan dan promosi sebagai berikut : -          Iklan usaha di Harian Suara Merdeka       Rp4.000.000 -          Iklan ucapan terima kasih                         Rp1.000.000 -          Iklan ucapan berduka cita                         Rp2.000.000 -          Honorarium penjaja barang                       Rp11.000.000 Total biaya iklan dan promosi               Rp18.000.000 f)       Kerugian piutang tak tertagih menurut ketentuan perpajakan sebesar Rp10.000.000 g)      Rincian biaya listrik dan air sebagai berikut : -          Untuk kantor                                             Rp7.000.000 -          Untuk gudang Jl. Permata SMG               Rp4.000.000 -          Untuk gudang Jl. Pelangi SMG                Rp3.000.000 -          Untuk rumah dinas Direktur                     Rp2.000.000 Total biaya listrik dan air                       Rp16.000.000 h)      Rincian biaya telepon sebagai berikut : -          Telepon kantor                                          Rp6.000.000 -          Telepon gudang Jl. Permata SMG            Rp3.450.000 -          Telepon gudang JL. Pelangi SMG            Rp5.000.000 -          Telepon rumah dinas Direktur                  Rp5.800.000 Total biaya telepon                                  Rp20.250.000 i)        Dalam biaya reparasi dan pemeliharaan kendaraan, terdapat biaya reparasi kendaraan milik direktur sebesar Rp1.800.000 j)        Perincian pemeliharaan bangunan sebagai berikut : -          Gedung kantor                              Rp6.000.000 -          Gudang Jl. Permata SMG             Rp5.000.000 -          Gudang JL. Pelangi SMG             Rp3.000.000 -          Rumah dinas Direktur                   Rp2.000.000 Total biaya telepon                      Rp16.000.000 k)      Rincian untuk biaya pajak sebagai berikut : -          PBB gedung kantor                      Rp3.000.000 -          PBB rumah dinas direktur                        Rp1.300.000 -          PBB gudang Jl. Permata SMG     Rp1.900.000 -          PBB gudang Jl. Pelangi SMG      Rp2.400.000 -          PKB kendaraan perusahaan          Rp7.700.000 -          PKB kendaraan milik direktur      Rp2.600.000 -          Pajak penghasilan pasal 22            Rp8.000.000 -          Pajak penghasilan Pasal 23           Rp6.000.000 -          Pajak penghasilan pasal 25            Rp7.200.000 Total biaya pajak                        Rp40.100.000 l)        Perincian biaya lain-lain sebagai berikut : -          Honorarium teknisi komputer       Rp30.000.000 -          Hadiah kejuaraan motor                Rp25.000.000 -          Sumbangan untuk PMI                 Rp2.500.000 -          Sumbangan untuk mahasiswa       Rp3.000.000 KKN -          Biaya bunga                                  Rp50.000.000 Total biaya lain-lain                    Rp110.500.000             Berdasarkan catatan- catatan diatas maka perlunya rekonsiliasi fiskal terhadap biaya-biaya yang menurut ketentuan perpajakan tidak boleh dikurangkan dari laba fiskal sebagaimana yang disajikan dalam tabel Rekonsiliasi Fiskal PT ABC tahun 2009 berikut ini. Tabel 3.1 Rekonsiliasi Fiskal PT ABC Periode 31 Desember 2009 Keterangan Laba Rugi Komersial Koreksi Positif Koreksi Negatif Laba Rugi  Fiskal Penjualan Penjualan bersih Rp1.960.000.000 Rp1.960.000.000 Harga pokok penjualan Rp1.040.000.000 Rp60.000.000 (1) Rp980.000.000 Laba kotor Rp920.000.000 Rp980.000.000 Biaya Operasional Gaji, upah, bonus, THR Rp437.500.000 Rp18.180.000 (2) Rp419.320.000 Biaya asuransi Rp10.920.000 Rp4.200.000 (3) Rp6.720.000 Biaya penyusutan Rp35.000.000 Rp10.375.000 (4) Rp24.625.000 Biaya perjalanan Rp17.500.000 Rp3.500.000 (5) Rp14.000.000 Biaya iklan dan promosi Rp18.000.000 Rp3.000.000 (6) Rp15.000.000 Biaya listrik dan air Rp16.000.000 Rp5.000.000 (7) Rp11.000.000 Biaya telepon Rp20.250.000 Rp10.800.000 (8) Rp9.450.000 Cad. Piutang tak tertagih Rp20.000.000 Rp20.000.000 (9) 0 Kerugian piutang tak tertagih Rp15.000.000 Rp5.000.000 (10) Rp10.000.000 Reparasi dan pemeliharaan kendaraan Rp17.000.000 Rp1.800.000 (11) Rp15.200.000 Pemeliharaan bangunan Rp16.000.000 Rp5.000.000 (12) Rp11.000.000 Pajak-pajak Rp40.100.000 Rp28.000.000 (13) Rp12.100.000 Biaya lain-lain Rp110.500.000 Rp3.000.000 (14) Rp107.500.000 Jumlah biaya Rp773.770.000 Rp655.915.000 Penghasilan luar usaha Bunga deposito Rp16.000.000 Rp16.000.000 (15) Bunga tabungan Rp15.000.000 Rp15.000.000 Deviden Rp55.000.000 Rp55.000.000 Sewa gudang Jl. Pelangi Rp65.000.000 Rp65.000.000 (16) 0 Jumlah penghasilan luar usaha Rp151.000.000 Rp70.000.000 Laba bersih Rp297.230.000 Rp394.085.000 PKP Rp297.230.000 Rp394.085.000 PPh terutang* Rp41.612.200 Rp55.171.900             Sumber : data diolah (2010)             *PPh terutang             (Laba Rugi Fiskal)      = Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak                                                                         = Rp394.085.000x 50% x 25%                                                                         = Rp55.171.900 Keterangan : Tarif pajak ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Dalam kasus PT ABC peredaran bruto yang dimiliki perusahaan sebesar Rp383.710.000 (atau sampai dengan Rp4.800.000.000) sehingga tarif yang digunakan 50% x 25%. Berdasarkan koreksi di atas terdapat keterangan sebagai berikut: (1)   Berdasarkan pasal 10 ayat 6 UU PPh no. 36 tahun 2008, menyatakan bahwa persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata- rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO). HPP pada kasus PT ABC dibawah ini menggunakan metode FIFO yaitu: Persediaan awal                      Rp50.000.000 Pembelian                                Rp1.055.000.000 Barang tersedi dijual               Rp1.105.000.000 Persediaan akhir                      Rp125.000.000 Harga pokok penjualan        Rp980.000.000 (2)   Pasal 4 ayat 3 huruf d UU no 36 tahun 2008 tentang yang dikecualikan dari obyek pajak, menyatakan bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti, beras gula dan sebagainya dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah dan fasilitas pengobatan bukan merupakan obyek pajak.  Sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya pemberian sembako kepada karyawan tetap sebesar Rp. 18.180.000 bukan merupakan obyek pajak, oleh karena itu harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak perusahaan tersebut. (3)   Pasal 9 huruf d UU PPh, tentang penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.  Menyatakan bahwa premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya asuransi sebesar Rp 4.200.000 harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak  (        4) Pasal 9 ayat 2 UU PPh no.36 tahun 2008, tentang pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi dari tahun ke tahun dalam bagian- bagian yang sama. Sehingga dalam kasus PT ABC ini penyusutan tersebut harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak (5)   Pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh no.36 tahun 2008, tentang penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT yang tidak boleh dikurangkan.  Menyatakan bahwa biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam penentuan basarnya pajak terutang, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya perjalanan keluarga direktur harus dikoreksi positif yang artinya menambah besarnya penghasilan kena pajak.  (6)   Pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh no.36 tahun 2008, tentang penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT yang tidak boleh dikurangkan.  Menyatakan bahwa biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam penentuan basarnya pajak terutang, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya iklan ucapan terima kasih dan iklan ucapan berduka cita dari keluarga direktur harus dikoreksi positif yang artinya menambah besarnya penghasilan kena pajak.  (7)   Pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh no.36 tahun 2008, tentang penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT yang tidak boleh dikurangkan.  Menyatakan bahwa biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam penentuan basarnya pajak terutang, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya listrik dan air untuk rumah direktur dan gudang jalan pelangi yang telah disewakan harus dikoreksi positif yang artinya menambah besarnya penghasilan kena pajak (8)   Pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh no.36 tahun 2008, tentang penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT yang tidak boleh dikurangkan.  Menyatakan bahwa biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam penentuan basarnya pajak terutang, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya telepon rumah direktur dan gudang jalan pelangi yang telah disewakan harus dikoreksi positif yang artinya menambah besarnya penghasilan kena pajak.  (9)   Pasal 9 ayat 1 UU PPh no. 36 tahun 2008, tentang pengecualian pembentukan atau pemupukan dana cadangan. Menyatakan bahwa untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau pemupukan dana cadangan. Sehingga dalam kasus PT ABC ini cadangan piutang tak tertagih harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak pada perusahaan ini.  (10)  Pasal 6 ayat 1 huruf  h UU PPh No. 36 tahun 2008, tentang piutang yang dengan nyata- nyata tidak dapat ditagih.   Menyatakan bahwa piutang yang nyata- nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:          Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial          Telah diserahkan perkara penagihan kepada pengadilan negeri atau instasi pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.  Sehingga dalam kasus PT  ABC ini kerugian piutang tak tertagih diakui sebagai biaya dan harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak.  (     11)  Pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh no.36 tahun 2008, tentang penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT yang tidak boleh dikurangkan. Menyatakan bahwa biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam penentuan basarnya pajak terutang, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya reparasi kendaraan direktur harus dikoreksi positif yang artinya menambah besarnya penghasilan kena pajak.  (   12)  Pasal 6 ayat 1 huruf a UU PPh no.36 tahun 2008, tentang biaya yang secara langsung atau tidak berhubungan dengan kegiatan usaha. Menyatakan bahwa pengeluaran – pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya, sehingga dalam kasus PT ABC ini biaya reparasi rumah direktur dan gudang jalan pelangi harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak. (13)   Pasal 9 (1) h UU PPh no.36 tahun 2008 tentang biaya- biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan penghasilan kena pajak. Menyatakan bahwa pajak penghasilan tidak dapat dikurangkan dalam biaya tersebut, sehingga harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak.  (14)    Pasal 9 (1)UU PPh no.36 tahun 2008 tentang biaya- biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan penghasilan kena pajak. Menyatakan bahwa pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut, sehingga dalam kasus PT ABC ini macam- macam biaya yang diperinci tersebut terdapat biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung sebesar Rp. 3.000.000 harus dikoreksi positif yang artinya menambah penghasilan kena pajak.  (    15)   Berdasarkan pasal 4 ayat (2) huruf a UU PPh No. 36 tahun 2008, tentang penghasilan yang bersifat final yaitu berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Bunga deposito yang didapat oleh PT ABC merupakan penghasilan yang bersifat final, maka harus dikoreksi negatif yang artinya akan mengurangi penghasilan kena pajak PT ABC. (    16)   Penghasilan dari sewa gudang Jl. Pelangi yang didapat oleh PT ABC merupakan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, maka harus dikoreksi negatif yang artinya akan mengurangi penghasilan kena pajak PT ABC. BAB IV PENUTUP 4.1  Simpulan Berdasarkan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal pada laporan laba rugi PT ABC semarang tahun 2009, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1.  Terdapat dua unsur penting ketika melakukan rekonsiliasi fiskal yaitu koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif terjadi apabila pengakuan beban atau biaya pada laporan keuangan komersial lebih besar dari beban atau biaya pada laporan keuangan fiskal. Dalam kasus laporan keuangan PT ABC tahun 2009 ini rekening- rekening yang mengalami koreksi positif antara lain:          Harga pokok penjualan          Gaji, upah, honorarium, THR dan bonus          Biaya asuransi          Biaya penyusutan          Biaya perjalanan          Biaya iklan dan promosi          Biaya listrik dan air          Biaya telepon          Cadangan piutang tak tertagih          Reparasi dan pemeliharaan kendaraan          Pemeliharaan bangunan          Pajak-pajak          Biaya lain-lain Koreksi negatif terjadi karena adanya pendapatan yang tidak boleh ditambahkan dengan penghasilan lainnya, dan adanya biaya yang menurut perhitungan komersial lebih kecil dibandingkan menurut perhitungan fiskal. Rekening- rekening yang mengalami koreksi negatif bagi PT ABC antara lain:          Bunga deposito          Pendapatan sewa gudang Jalan Pelangi 2.      Konsep beda waktu dan beda tetap. Beda waktu adalah perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang bersifat temporer artinya secara keseluruan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama tetapi alokasi tiap tahunnya yang berbeda. Dalam kasus PT ABC ini yang merupakan beda sementara antara lain penyusutan dan penilaian persediaan. Sedangkan beda tetap adalah perbedaan yang menurut akuntansi boleh dibiayakan namun tidak dapat diakui menurut fiskal, antara lain: natura, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham atau direktur, bunga deposito, penghasilan sewa