Las ferrerías en Bizkaia

Tips dan Trik Penelusuran Informasi pada Mesin Pencarian Google

Пеляшенко К.Ю. Невідомі розкопки скіфського часу Островерхівка // Феномен Більського городища 2018. – Харків-Котельва: «Майдан», 2018. – С. 108 – 116.

This article elucidated the level of abaca production in Eastern Visayas, Philippines, and developed a statistical model that determined its significant governing factors. A cross-sectional survey and primary data collection were done to gather sufficient information through a face-to-face interview with a random sample of 349 abaca farmers. The study used standard statistical metrics to describe the data and presented it in a tabular form. In addition, ordinal regression was employed to model the factors governing the level of abaca production in the Region and tested its significance at standard level. Results portrayed that, on average, the production of the abaca industry in Eastern Visayas is considered at a moderate level. This implies that the abaca production in the region has still room for improvement. It is found that abaca farmers in the region only interact with the traders and have no engagement with other players such as enablers (PhilFIDA, SUCs, and LGU) due to some constraints. The results of the first ordinal regression revealed that the factors affecting the level of abaca production are the age of farmers (1 =0.027, p-value=0.003) and the size of the farm (6 =-0.564, p-value<0.001). This implies that older farmers are more knowledgeable in applying innovative techniques that enhance production activities. Moreover, the smaller size of the abaca farm is easy to manage and apply technologies to improve production levels as opposed to bigger farms. The second ordinal regression showed that farming experience (4 =0.015, p-value=0.038) is a significant predictor of abaca production level which indicates that experienced farmers are more productive and competitive.

Noticia sobre cinco fachadas de edificios de Tarragona del siglo XIX, decoradas con relieves escultóricos de terracota que representan temas románticos basados en un repertorio de figuras femeninas derivadas de la mitología clásica

this study reflects on how ocupações help us reinterpret our relations with each other and the Earth. We unpack what it means for someone to belong in a housing movement, in the physical and organisational space of an ocupação, and through that in belonging to the larger city and the Earth. We deploy a conceptual framework that borrows from staying with the trouble (Haraway, 2016), pluriverse (Escobar, 2017), and theories on radical interdependence and repair.

Archaeologists of the Herman Ottó Museum have been conducting excavations in the territory of the lignite mine in Bükkábrány since 2007. As the total area scheduled for mining must be surveyed and, where necessary, excavated, they had an unparalleled opportunity to unearth complete sites even if those extend to a couple of hectares; however, the timeframe was (and still is) often narrow. The authors excavated a multi-period site com-prised of the records of various historical periods from the Neolithic to the Roman Imperial Period on Site VIII in 2017–2020. The most prominent horizons consisted of the archaeological remains of Copper and Iron Age occupations, respectively, with both settlement features and cemeteries from both periods. The results presented here are preliminary, as the excavation of the site is still in progress

The chemical investigation of the anti-yeast methanol extract from the stem bark of Terminalia mantaly led to the isolation of seven compounds: 3-O-methyl-4-O-&alpha;-rhamnopyranoside ellagic acid (1), 3-O-mehylellagic acid (2), arjungenin or 2,3,19,23-tetrahydroxyolean-12-en-28-o&iuml;c acid (3), arjunglucoside or 2,3,19,23-tetrahydroxyolean-12-en-28-o&iuml;c acid glucopyranoside (4), 2&alpha;,3&alpha;,24-trihydroxyolean-11,13(18)-dien-28-o&iuml;c acid (5), stigmasterol (6), stigmasterol 3-O-&beta;-D-glucopyranoside (7). Their structures were established by means of spectroscopic analysis and comparison with published data. Compounds 1-5 were tested in vitro for activity against three pathogenic yeast isolates, Candida albicans, Candida parapsilosis and Candida krusei. The activity of compounds 1, 2 and 4 were comparable to that of the reference compound fluconazole (MIC values below 32 &micro;g/ml) against the three tested yeast isolates. They were also tested for inhibitory prope...

It is shown that the basis of the periodic system of elements is a cyclical change in the moment of distribution of valence electrons as one of the parameters of the inhomogeneity of the system. An approximate expression of this moment is found through the degree of filling of the outer shell of an atom and on its basis a graphical representation of a periodic law is proposed, taking into account its number, charge, atomic radius and distribution of valence electrons. The graph reveals the existence of additional periods ending in inert metals, not only in known elements but also in the group of lanthanides and actinides, allowing them to be organically incorporated into the periodic system. The consistency of such a representation of the classical and quantum models of atoms is shown.

nalisis kebijakan pendidikan di Indonesia melibatkan pemeriksaan berbagai kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan bagi seluruh warga negara. Berikut adalah beberapa aspek utama dari kebijakan pendidikan di Indonesia, termasuk analisis terhadap pencapaian dan tantangannya: Aspek Utama Kebijakan Pendidikan di Indonesia Wajib Belajar 12 Tahun Kebijakan: Pemerintah Indonesia menerapkan program wajib belajar 12 tahun yang mencakup pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah pertama (SMP), dan pendidikan menengah atas (SMA/SMK). Analisis: Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi pendidikan dan mengurangi angka putus sekolah. Namun, tantangan termasuk infrastruktur yang tidak merata dan kurangnya tenaga pengajar berkualitas di beberapa daerah. Kurikulum Merdeka Belajar Kebijakan: Kurikulum Merdeka Belajar, yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk menyesuaikan kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa. Analisis: Kebijakan ini mendapat respon positif karena dianggap dapat meningkatkan kreativitas dan kemandirian siswa. Namun, penerapannya membutuhkan pelatihan dan adaptasi dari guru, serta dukungan infrastruktur yang memadai. Penguatan Pendidikan Karakter Kebijakan: Pemerintah menekankan pentingnya pendidikan karakter untuk membangun nilai-nilai moral, etika, dan sosial dalam diri siswa. Analisis: Pendidikan karakter dianggap penting untuk menciptakan generasi yang berintegritas dan beretika. Tantangan yang dihadapi termasuk integrasi nilai-nilai ini ke dalam kurikulum dan penilaian yang efektif. Digitalisasi Pendidikan Kebijakan: Penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran melalui platform e-learning dan penyediaan perangkat digital bagi siswa dan guru. Analisis: Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi digital dalam pendidikan. Meskipun teknologi dapat meningkatkan akses dan fleksibilitas, tantangan utama adalah kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta keterbatasan akses internet. Pengembangan Guru dan Tenaga Kependidikan Kebijakan: Program sertifikasi guru dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi guru. Analisis: Kualitas guru merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pendidikan. Program sertifikasi membantu memastikan standar kompetensi, namun implementasinya sering menghadapi kendala administrasi dan birokrasi. Pendidikan Vokasi Kebijakan: Penguatan pendidikan vokasi untuk mempersiapkan tenaga kerja yang siap bersaing di pasar kerja. Analisis: Pendidikan vokasi diharapkan dapat mengurangi pengangguran dengan menyediakan keterampilan praktis. Tantangan termasuk relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri dan kualitas fasilitas pendidikan vokasi. Tantangan dan Rekomendasi Disparitas Regional: Ada kesenjangan signifikan antara kualitas pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan. Pemerintah perlu fokus pada pembangunan infrastruktur dan distribusi sumber daya yang lebih merata. Kualitas Pendidikan: Meskipun akses telah meningkat, kualitas pendidikan masih menjadi isu. Pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru dan penilaian berbasis kompetensi dapat membantu. Pendanaan: Anggaran pendidikan perlu dikelola secara lebih efektif untuk memastikan semua inisiatif pendidikan dapat dijalankan dengan baik. Inklusi dan Kesetaraan: Perlu ada kebijakan yang lebih inklusif untuk memastikan anak-anak dari semua latar belakang sosial-ekonomi mendapatkan pendidikan yang layak. Kesimpulan Kebijakan pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai perkembangan yang signifikan, tetapi masih menghadapi tantangan besar. Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat, untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan bahwa semua anak di Indonesia mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan merata.