Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Energy Security

Nama : Grace Kara Situmorang Energy Security Mata Kuliah Isu-isu Keamanan Non-Tradisional Konsep Keamanan Energi Di dalam tulisan “Energy and Non-Traditional Security (NTS)—Understanding Security from Below”, penulis membahas mengenai keamanan sektor energi yang selama ini telah diasosiasikan sebagai kompetisi antara negara-negara untuk sumber daya energi yang tersedia dalam jumlah yang terbatas. Selain itu, kompetisi ini juga dinilai sebagai zero-sum game yaitu keamanan suatu negara hanya dapat dicapai dengan mengorbankan keamanan negara lain. Pada dasarnya, keamanan energi memiliki signifikansi yang berbeda di setiap negara yaitu sangat tergantung terhadap apakah negara tersebut merupakan ekportir atau importer dari sumber daya energi dan terhadap tingkat pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, gagasan mengenai keamanan energi bervariasi di setiap negara dan kawasan dan terhadap status ekonominya. Menurut International Energy Agency (IEA), keamanan energi mengacu kepada “uninterrupted physical availability at a price which is affordable, while respecting environment concerns”. Selain itu, definisi lain menurut Brown adalah keamanan energi mengacu kepada suatu sistem energi yang tangguh yang dapat bertahan dari adanya ancaman-ancaman keamanan Brown, Matthew H.,“Energy Security”, National Conference of State Legislatures, (2003), hlm 7.. Walaupun memiliki banyak definisi dan konteks, namun keamanan energi secara umum dapat dilihat sebagai akses terhadap suplai energi yang memadai, terjangkau dan berkelanjutan untuk dapat menjawab kebutuhan dan aspirasi dari konsumsi baik secara swasta maupun publik dan juga penyediaan suplai tersebut dilakukan secara environmental-friendly serta memperhitungkan ketersediaan sumber daya energi tersebut untuk konsumsi generasi mendatang Caballero-Anthony, Mely dan Nur Azha Putra, “Energy and Non-Traditional Security (NTS)—Understanding Security from Below” di dalam Energy and Non-Traditional Security (NTS) in Asia, Springer Heidelberg New York Dordrecht London, (2012), hlm 3.. Non-Traditional Security (NTS) mengacu kepada konsep ini dan menambahkan bahwa keamanan energi juga seharusnya menambahkan keamanan insani secara kolektif dalam berbagai tingkatan. Oleh karena hal tersebut, para scholars NTS menyarankan adanya kolaborasi negara-negara dan menghilangkan kompetisi. Pendekatan terhadap keamanan energi harus dapat mencakup tiga tingkatan berbeda yaitu internasional, nasional dan individual. Pada tingkatan internasional, keamanan energi meliputi isu-isu antar negara. Pada tingkatan nasional, keamanan energi mengacu kepada kemampuan negara dalam memasok energi yang terjangkau, dapat diandalkan dan berkelanjutan. Pada tingkatan individual, keamanan energi adalah mengenai kemampuan untuk memaksimalkan utility atau usefulness dari sumber energi. Oleh karena itu dengan menggunakan kerangka NTS, maka tiga elemen penting yaitu keamanan, stabilitas, dan keberlanjutan sumber daya (sustainability). Dengan melihat kepada perspektif geopolitik, kebijakan yang diadopsi oleh suatu negara akan berdampak kepada hubungan dengan negara-negara lain. Para scholars NTS berargumen bahwa penekanan akan kebijakan tersebut harus dapat bergesar dari kompetisi menjadi kerjasama baik secara internasional maupun regional. Negara-negara juga didorong untuk dapat bekerjasama dalam mengatur kemanan dari infrastruktur energi secara transnasional. Pipa-pipa gas serta transportasi dan penyimpanan dari minyak dan gas dibangun melewati batasan negara dan melalui rute lautan internasional. Adanya fasilitas internasional ini membutuhkan adanya kerjasama dan komunikasi serta information sharing antar negara. Hal ini memiliki potensi untuk dapat menjadi dampak positif bagi stabilitas regional dan keamanan internasional Caballero-Anthony, Op.Cit, hlm 4.. Stabilitas di dalam pasokan dan permintaan dari energi merupakan suatu hal yang sangat penting dan kritikal untuk memproteksi negara dari adanya kekurangan pasokan dan kenaikan permintaan yang menyebabkan adanya kenaikan harga. Terjadinya kenaikan harga dapat berdampak kepada kerusuhan sosial. Hal ini terjadi pada tahun 2008 di ratusan desa di Tajikistan saat terjadi kenaikan harga listrik sebanyak 20% yang tidak dapat dijangkau oleh para penduduk desa. Kondisi ini diperburuk oleh kenyataan bahwa Tajikistan harus bergantung kepada impor dari negara-negara tetangga yaitu Kyrgyzstan, Uzbekistan dan Turkmenistan yang juga sedang mengalami kekurangan energi. Di Eropa, kenaikan harga bahan bakar pada tahun 2007-2008 juga mengalami banyak protes demonstrasi yaitu oleh negara Perancis, Spanyol, Portugal dan Italia. Para pekerja di industri-industri perikanan, logistik dan agrikultur sangat terpuruk dengan adanya krisis minyak ini. Mereka melakukan mogok kerja dan meminta kepada pemerintah untuk menurunkan harga bhan bakar. Para nelayan di Spanyol, Portugal dan Italia meminta pemerintah mereka untuk memberikan subsidi untuk perbedaan harga yang sangat signifikan antara harga minyak yang tinggi dan harga ikan yang sangat rendah Caballero-Anthony, Op.Cit, hlm 5.. Keberlangsungan energi merupakan konsep lain dalam menganalisa ancaman-ancaman dalam NTS. Kebergantungan dunia terhadap fossil fuels seperti minyak, gas dan batu bara menimbulkan kekhawatiran bahwa bahan bakar ini suatu hari akan habis. Konsumsi bahan bakar juga menimbulkan banyak pertanyaan akan keberlangsungan lingkungan terutama tingginya emisi karbon yang akan berdampak terhadap perubahan iklim. Oleh karena hal itu, negara-negara melangsungkan berbagai macam strategi seperti mempromosikan efisiensi energi dan penggunaan energi alternatif seperti renewables dan energi nuklir Caballero-Anthony, Op.Cit, hlm 6.. Definisi efisiensi energi menurut American Council for an Energy Efficient Economy adalah ‘‘a means of using less energy to provide the same (or greater) level of energy services’’. Sektor-sektor yang selama ini melakukan konsumsi energi yang besar adalah bangunan, industri, listrik dan transportasi. Oleh karena itu, dengan adanya efisiensi energi akan berdampak besar terhadap sektor-sektor tersebut. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk melakukan efisiensi energi adalah dengan mendorong adanya konservasi energi. Hal ini membutuhkan adanya perubahan dari perilaku dan kebiasaan dari pengguna listrik yaitu contohnya dengan mematikan lampu saat meninggalkan kantor. Pendekatan yang lainnya adalah dengan menggunakan produk-produk hasil green technology. Hal ini sudah mulai berkembang untuk dilakukan oleh sektor-sektor privat yaitu dengan menggunakan peralatan-peralatan kantor yang sifatnya energy-saving Caballero-Anthony, Op.Cit, hlm 6-7.. Energi terbarukan atau disebut dengan renewables dapat berbentuk energi solar, hydro, biofuel dan wind yang dapat menjadi alternatif bagi fossil fuels. Namun demikian, energi alternatif ini masih membutuhkan riset dan pembangunan untuk dapat secara penuh menjadi komersial. Negara-negara di Asia pada saat ini sedang mengembangkan salah satu energi terbarukan yaitu hydro. Di estimasikan bahwa bagian atas dari Sungai Mekong memiliki potensi untuk memproduksi 28,930 MW dan bagian bawah berpotensi untuk memproduksi 30,000 MW listrik. Energi Nuklir telah berhasil diadopsi oleh beberapa negara di lima dekade terakhir terutama di Amerika Selatan, Eropa Barat, Jepang, Korea dan Tiongkok. Oleh karenanya, energi ini menjadi pilihan yang cukup ideal untuk dilakukan. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya ketertarikan beberapa negara di Asia Tenggara dalam membangun fasilitas energi nuklir. Namun demikian, tragedy di Fukushima, Jepang pada Maret 2011 membuktikan adanya kerentanan dari reaktor nuklir dan menjadi ancaman bagi NTS. Negara-negara di Asia Tenggara yang sebelumnya memiliki rencana untuk mengembangkan negara ini kemudian menjadi merubah kebijakan dan rencananya. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2011 mengurungkan rencananya karena mmelihat kondisi geografis Indonesia dan Jepang yang memiliki beberapa kemiripan. Menteri Energi Thailand, Wannarat Channukul, juga mengurungkan niat ini karena adanya kekhawatiran publik Caballero-Anthony, Op.Cit, hlm 8.. Studi Kasus: Upaya Tiongkok dalam melakukan efisiensi energi dan emisi karbon Di dalam tulisan berjudul “Beyond Efficiency: China’s Energy Saving and Emission Reduction Initiatives vis-à-vis Human Development” dibahas mengenai upaya Tiongkok dalam melakukan efisiensi energi dan adanya pengurangan penggunaan emisi Zheng, Yuxin dan Sofiah Jamil, “Beyond Efficiency: China’s Energy Saving and Emission Reduction Initiatives vis-à-vis Human Development”, di dalam Rethinking Energy Security in Asia: A Non-Traditional View of Human Security oleh Mely Caballero-Anthony, Youngho Chang dan Nur Azha Putra, Springer Heidelberg New York Dordrecht London, (2012), hlm 81.. Pada pertemuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Copenhagen pada tahun 2009, Tiongkok telah menyatakan rencananya untuk mengurangi intensitas penggunaan karbon sebanyak 40-45% pada tahun 2020 sebagai respon terhadap tekanan dunia internasional terhadap tingginya konsumsi karbon. Tolak ukur dalam rencana ini adalah dengan penurunan konsumsi bahan bakar fosil dan juga mempromosikan perkembangan dan aplikasi dari green technology dan renewable energy. Pemerintah Tiongkok mulai memberlakukan ekonomi low carbon yang juga merupakan respon terhadap domestiknya untuk merubah model pertumbuhan ekonomi dan strategis untuk mengurangi ketergantungannya terhadap minyak impor. Namun demikian, langkah ini juga dihadapkan dengan beberapa tantangan terutama dengan adanya pertumbuhan industri dan urbanisasi yang akhirnya meningkatkan intensitas karbon. Hal ini juga dipersulit dengan adanya pasokan energi domestik yang terbatas. Oleh karena itu, perubahan ekonomi menjadi low carbon tidak hanya membutuhkan adanya terobosan-terobosan baru di dalam perkembangan energi namun juga membutuhkan adanya kebijakan-kebijakan baru untuk diimplementasikan dalam isu ini. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok : Limitasi dan Tantangan Tiongkok adalah negara berkembang terbesar di dunia dan merupakan rumah bagi 1,373,140,000 populasi masyarakat. Demografi ini bersamaan dengan adanya reformasi dan liberalisasi kebijakan pada akhir tahun 1970s telah membuka perkembangan ekonomi yang sangat cepat yang dilihat dari indikator-indikator seperti GDP. Pada tahun 2010 besaran GDP Tiongkok adalah 20.6 kali lebih besar dibandingkan tahun 1978. Tiongkok juga posisinya bergeser dari yang sebelumnya berada di urutan ke-15 menjadi nomor ke-2 dalam negara-negara yang memiliki GDP terbesar di dunia, tidak jauh dibandingkan AS. Akselerasi dari industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan adanya permintaan energi yang meningkat terutama dalam ekspansi dari sektor-sektor industri yang membutuhkan banyak energi dan menghasilkan polusi secara besar. Hal ini menyebabkan tiga hal yaitu meningkatnya kelangkaan sumberdaya, polusi secara ekstrim dan adanya peningkatan emisi karbon. Tingginya konsumsi Tiongkok dalam energi menjadikan negara ini sebagai konsumen energi terbesar di dunia pada tahun 2009-2010. Menurut International Energy Agency (IEA), penggunaan energi Tiongkok pada tahun 2009 ekuivalen dengan 2.265 miliar ton minyak. Jumlah ini melebihi Amerika Serikat sebanyak 2.17 miliar ton di tahun yang sama. Walaupun jumlahnya sangat besar namun beberapa area di Tiongkok masih mengalami kekurangan energi. Di daerah pedesaan Tiongkok, sejumlah petani tidak memiliki akses energi dan masih sangat tergantung terhadap biomass yang menggunakan jerami dan kayu bakar sebagai sumber energi utama. Hal ini tentunya kemudian berdampak kepada penebangan hutan karena para petani tergantung kepada sumber daya yang ada di hutan untuk bahan bakar biomass. Selain itu, besarnya konsumsi energi, pasokan yang tersedia tidak dapat memenuhi semua permintaan tersebut terutama untuk minyak dan gas. Minyak yang dimiliki oleh Tiongkok diprediksi hanya dapat mencukupi permintaan hingga 10.7 tahun kedepan. Semakin tingginya pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga berdampak semakin besarnya ketergantungan Tiongkok akan minyak impor. Pada tahun 2010, Tiongkok telah melebihi AS dalam impor minyak mentahnya sebanyak 55.2% dibandingkan AS yang sebesar 53.5%. Tantangan kedua yang dihadapi oleh Tiongkok adalah dengan pertumbuhan teknologi yang semakin cepat, tingkat polusi lingkungan juga semakin tinggi. Polusi mencakup polusi udara, tanah dan air. Cepatnya pertumbuhan industri Tiongkok dibuktikan dengan pencapaian selama puluhan tahun dibandingkan dengan negara lain yang membutuhkan waktu beberapa abad. Namun, hal ini kemudian menciptakan masalah-masalah lingkungan. Intensitas penggunaan batu bara Tiongkok yang berkontribusi sebesar 70% dari total penggunaan energinya merupakan penyebab utama dari masalah ini. Batu bara memiliki tingkat polusi yang tinggi dan melepaskan elemen konsentrasi karbon. Permasalahan ini juga berdampak secara signifikan terhadap kesehatan manusia. Pada beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah menjadi negara yang memiliki kasus polusi air terburuk di dunia. Oleh karenanya, Tiongkok perlu untuk memprioritaskan adanya penurunan dari polutan-polutan tradisional di dalam rencananya untuk menurunkan emisi yang nantinya tidak hanya dapat memitigasi perubahan iklim namun juga untuk memastikan keberlangsungan lingkungan dan manusianya. Tantangan ketiga terasosiasi dengan peningkatan polusi adalah dengan tingginya emisi karbon di Tiongkok. PBL Netherlands Environmental Assessment Agency (PBL) pada Juni 2007 melaporkan bahwa Tiongkok telah menjadi negara yang merupakan carbon emitter terbesar di dunia. IEA mengestimasi emisi CO2 Tiongkok lebih tinggi dari AS pada tahun 2009 dan menjadi kontributor terbesar terhadap emisi global greenhouse gas (GHG). Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab bagi Tiongkok untuk dapat menurunkan emisinya dalam waktu dekat. Tiongkok harus mengambil kebijakan strategis dan solusi teknis dalam menurunkan emisi karbonnya. Walaupun kondisi lingkungan Tiongkok menjadi semakin buruk secara umum, namun ada beberapa tanda-tanda peningkatan sejak tahun 1990 sebagai hasil dari mekanisme pengontrolan lingkungan yang diinisiasikan pada tahun 19970an. Walaupun demikian, kemajuan ini hanya terbatas terhadap beberapa area yang spesifik seperti kota-kota besar dan kawasan-kawasan yang pertumbuhannya besar Zheng, Yuxin, Op.Cit, hlm 82.. Kebijakan Pemerintah Tiongkok dalam Permasalahan Energi Sebagai respon terhadap kenaikan intensitas pemakaian energi, pemerintah Tiongkok memperkuat regulasi mengenai penggunaan energi didalam five-year plan ke-11 yang dibentuk untuk dapat mengurangi secara signifikan konsumsi energinya selama 5 tahun sebesar 20%. Rencana ini juga termasuk strateginya untuk konservasi energi dan pengurangan emisi sebagai fokus terhadap regulasi makroekonomi dan bagian penting dalam transformasi ekonomi Tiongkok. Selain itu, pemerintah Tiongkok juga membuat beberapa kebijakan kepada sektor industri yang meliputi kebijakan finansial, perpajakan dan harga untuk dapat mempromosikan perkembangan dari industri yang sifatnya energy-efficient dan membatasi adanya ekspor dari produk-produk yang membutuhkan konsumsi energi yang tinggi. Pemerintah Tiongkok juga menginisiasi suatu proyek yang melibatkan 1,000 perusahaan yang telah melakukan promosi dalam konservasi energi. Perusahaan-perusahaan ini telah melakukan penurunan secara drastis dalam konsumsi energi. Implementasi dari proyek ini membuahkan hasil yang positif yaitu memberikan pembelajaran di dalam memberikan standar terhadap konsumsi energi di perusahaan-perusahaan Zheng, Yuxin, Op.Cit, hlm 85.. Industrialisasi versus Perkembangan Sosio-ekonomi Di dalam perkembangan ekonomi yang dialami oleh Tiongkok, permasalahan sosio-ekonomi juga semakin meningkat karena adanya ketidaksetaraan sosial. Tiongkok harus dapat melakukan penilaian akan kebijakan-kebijakannya dan melihat sejauh mana pertumbuhan ekonomi dapat berkontribusi terhadap perkembangan sosio-ekonomi masyarakatnya. Ketersediaan sumber daya yang terbatas harus dapat secara efektif diutilisasi dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dan juga pendidikan, kesehatan dan sanitasi, pangan dan air bersih serta akses terhadap listrik dan bentuk-bentuk energi lainnya. Dengan memastikan terpenuhinya kebutuhan ini, seperti yang dicantumkan dalam UN Millenium Development Goals, akan membantu komunitas dan individu untuk dapat memiliki keamanan insani. Memperkecil jarak di dalam kesetaraan juga dapat membantu dalam memastikan tidak adanya eksploitasi sumber daya oleh mereka yang memiliki kepentingan pribadi dan lebih ke arah mempromosikan utilisasi dari kepentingan publik Zheng, Yuxin, Op.Cit, hlm 93.. Pendekatan NTS yang menekankan terhadap pengembangan insani dapat menjadi analisa yang memperluas cakupan pembangunan ekonomi Tiongkok secara keseluruhan. Pengembangan individu menurut United Nations Development Programme (UNDP), “entails expanding people’s choices, building on shared natural resources and requires that sustainability at multiple levels be addressed through methods that are equitable and empowering” (UNDP 2011).Selain itu, pada Human Development Report juga ditekankan tantangan yaitu ‘‘environmental degradation intensifies inequality through adverse impacts on already disadvantaged people and how inequalities in human development amplify environmental degradation’’ (UNDP 2011). Oleh karena itu, di dalam tujuan dalam pembangunan industri, perkembangan juga harus dirasakan oleh semua aktor di dalamnya yaitu produsen, konsumen dan stakeholders Zheng, Yuxin, Op.Cit, hlm 94.. Kesimpulan Pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga diiringi dengan penambahan konsumsi energi. Akselerasi dari industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan adanya permintaan energi yang meningkat terutama dalam ekspansi dari sektor-sektor industri yang membutuhkan banyak energi dan menghasilkan polusi secara besar. Hal ini menyebabkan tiga hal yaitu meningkatnya kelangkaan sumberdaya, polusi secara ekstrim dan adanya peningkatan emisi karbon. Dalam menjawab isu ini, pemerintah Tiongkok membuat strategi-strategi yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan serius ini. Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan mengenai keamanan insani dimana setiap individu dapat secara efektif mengutilisasi dan terjamin terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dan juga pendidikan, kesehatan dan sanitasi, pangan dan air bersih serta akses terhadap listrik dan bentuk-bentuk energi lainnya REFERENSI Brown, Matthew H.,“Energy Security”, National Conference of State Legislatures, (2003) Caballero-Anthony, Mely dan Nur Azha Putra, “Energy and Non-Traditional Security (NTS)—Understanding Security from Below” di dalam Energy and Non-Traditional Security (NTS) in Asia, Springer Heidelberg New York Dordrecht London, (2012) Zheng, Yuxin dan Sofiah Jamil, “Beyond Efficiency: China’s Energy Saving and Emission Reduction Initiatives vis-à-vis Human Development”, di dalam Rethinking Energy Security in Asia: A Non-Traditional View of Human Security oleh Mely Caballero-Anthony, Youngho Chang dan Nur Azha Putra, Springer Heidelberg New York Dordrecht London, (2012)