Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
AKUNTANSI LINGKUNGAN SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN LINGKUNGAN: STANDAR DAN IMPELEMENTASI DI INDONESIA Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi ACCRUED (Accounting Competition and Remarkable Discussion) Diusulkan oleh: David Indra Gunawan 7211415003/2015 Nurul Holifah 7211414061/2014 Asmara Tampi 7211414025/2014 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2017 1 AKUNTANSI LINGKUNGAN SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN LINGKUNGAN: STANDAR DAN IMPELEMENTASI DI INDONESIA David Indra Gunawan1, Nurul Holifah2, Asmara Tampi3 1 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang 2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang 3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang Abstrak Di era yang semakin modern, dunia industri terus berkembang dan semakin kompleks. Perkembangan tersebut memberikan dampak terhadap unsur-unsur lain di sekitar industri tersebut berada khususnya lingkungan. Industri yang semakin maju berdampak pada semakin parahnya kerusakan lingkungan akibat pencemaran limbah, penambangan, eksplorasi minyak bumi dan batu bara dan lain-lain. Ikatan Akuntan Indonesia telah mengeluarkan beberapa PSAK terkait dengan akuntansi lingkungan. Dengan dikeluarkannya PSAK tersebut dunia industri mau tidak mau harus mengikuti apa yang telah diatur dalam PSAK tersebut. PSAK terkait akuntansi lingkungan dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin bahwa perusahaan telah melaksanakan kewajibannya dalam pemulihan kerusakan lingkungan akibat operasi perusahaan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menjamin bahwa perusahaan telah mengikuti standar yang ditentukan IAI dalam menerapkan akuntansi lingkungan sebagai salah satu pertanggungjawaban lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data kualitatif dengan mendeskripsikan objek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan secara umum telah melaksanakan PSAK khususnya no 57 terkait dengan provisi yang timbul akibat operasi perusahaan, jumlah provisi tersebut tergantung pada ukuran perusahaan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah pertanggungjawaban lingkungan dalam rangka menambah nilai bagi perusahaan. Kata Kunci: Akuntansi Lingkungan, Nilai Perusahaan, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Pertanggungjawaban Lingkungan. 2 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Pandangan konvensional terkait kinerja perusahaan menyatakan bahwa ukuran kinerja perusahaan adalah laba, perusahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat memaksimalkan laba untuk kepentingan stockholder. Usaha pokok perusahaan untuk meningkatkan laba adalah memperbesar volume produksi. Peningkatan volume produksi dapat dicapai dengan peningkatan penggunaan sumber daya, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan kreativitas. Peningkatan volume produksi dapat menimbulkan dampak negatif berupa eksploitasi sumber daya alam, pembuangan limbah sembarangan tanpa pengolahan, pencemaran udara, air, dan tanah, yang disebut dengan kerusakan lingkungan atau eksternalitas. Kerusakan lingkungan di era modern saat ini semakin meningkat. Menteri lingkungan hidup RI menyebutkan bahwa ada 305 kasus kerusakan lingkungan dan hutan. Dari 305 kasus 132 kasus merupakan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan logam, agroindustri dan manufaktur yang menyebabkan kerusakan flora, fauna, tanah dan air, sedangkan 173 kasus adalah kasus konflik lahan dan hak asasi manusia. (Alifa dkk, 2016). Dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh operasi perusahaan, perusahaan tidak boleh tinggal diam dalam menghadapi kerusakan tersebut. Berdasarkan teori pemangku kepentingan, perusahaan memiliki kewajiban lain selain kewajiban yang bersifat ekonomi (kepada pemegang saham) yaitu kewajiban non-ekonomi kepada pihak lain yang berkepentingan, hal tersebut karena kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang diberikan oleh seluruh pemangku kepentingan; tergantung pada bagaimana perusahaan mengelola hubungan dengan pelanggan, karyawan, pemasok, masyarakat, komunitas, pemodal, dan lain-lain (Freeman dan Phillips, 2002). Ainy (2016) menyatakan bahwa perusahaan dianggap memenuhi kewajiban non-ekonomi tersebut apabila perusahaan melakukan pertanggungjawaban lingkungan, pertanggungjawaban lingkungan ini pada akhirnya berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang menjadi penentu kelangsungan hidup perusahaan. Pengelolaan pertanggung jawaban lingkungan/sosial harus dikelola sedemikian rupa agar dapat menciptakan nilai bagi perusahaan khususnya pengeluaran biaya dalam melaksanakan pertanggung jawaban lingkungan tersebut. Perusahaan harus mengelola pengeluaran biaya terkait pertanggung jawaban lingkungan, setidaknya pengeluaran biaya 3 tersebut harus mencapai dua aspek yaitu tepat sasaran dan efisien. Tepat sasaran dalam arti biaya yang dikeluarkan memang digunakan untuk pertanggung jawaban lingkungan/perbaikan lingkungan, efisien dalam arti biaya yang dikeluarkan tidak mempengaruhi laba perusahaan secara signifikan, oleh karena itu pengelolaan biaya terkait dengan pertanggung jawaban lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan akuntansi lingkungan, dengan akuntansi lingkungan pengeluaran perusahaan dalam rangka perbaikan lingkungan dapat dikelola dengan baik agar dapat menciptakan nilai bagi perusahaan. b. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimana konsep akuntansi lingkungan dalam pertanggungjawaban lingkungan? 2) Bagaimana standar dan implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia? c. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui konsep akuntansi lingkungan dalam pertanggungjawaban lingkungan 2) Untuk mengetahui standar dan implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia d. Manfaat Penelitian 1) Sebagai solusi dalam pemecahan masalah pengelolaan lingkungan 2) Sebagai pengembangan ilmu akuntansi demi kemajuan ilmu pengetahuan 3) Melatih kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian 4) Sebagai referensi bagi peneliti lain yang hendak melaksanakan penelitian mengenai pengelolaan lingkungan 2. Landasan Teori a. Teori Legitimasi Berdasarkan asumsi dasar akuntansi perusahaan didirikan dengan tujuan agar terus beroperasi dalam jangka panjang dan tidak mengenal penutupan/likuidasi perusahaan (going concern). Dengan asumsi dasar inilah dapat dijadikan dasar munculnya teori legitimasi. Dalam jangka panjang perusahaan akan terus beroperasi, dan dalam masa/tenggang waktu yang dilalui tentunya terjadi banyak perubahan, perubahan inilah yang harus diantisipasi perusahaan. Perubahan tersebut membutuhkan sikap /norma dan perlakuan dari para pemegang kepentingan perusahaan, norma dan perlakuan tersebut harus sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat disekitar perusahaan berada, dengan demikian perusahaan dapat memperoleh legitimasi. Suaryana 4 (2016) menyebutkan bahwa kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan terhadap masyarakat sekitar merupakan salah satu upaya mendapatkan legitimasi, perusahaan harus memenuhi harapan masyarakat, jika harapan masyarakat tidak terpenuhi akan berdampak pada berkurangnya dukungan/legitimasi masyarakat terhadap perusahaan. b. Teori Stakeholder Perusahaan memiliki kewajiban lain selain kewajiban yang bersifat ekonomi (kepada pemegang saham) yaitu kewajiban non-ekonomi kepada pihak lain yang berkepentingan, hal tersebut karena kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang diberikan oleh seluruh pemangku kepentingan; tergantung pada bagaimana perusahaan mengelola hubungan dengan pelanggan, karyawan, pemasok, masyarakat, komunitas, pemodal, dan lain-lain (Freeman dan Phillips, 2002). c. Konsep Akuntansi Lingkungan Akuntansi lingkungan merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi untuk mengidentifikasikan, mengakui, mengukur, menilai, menyajikan dan mengungkapkan komponen-komponen yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan (Mulyani, 2013). Konsep akuntansi lingkungan berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Perkembangan akuntansi lingkungan dipicu oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan lingkungan dan adanya tekanan dari lembaga non-pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh operasi perusahaan (Agustia, 2010). Akuntansi lingkungan membantu mengukur performa lingkungan yang terkait dengan peran sosial yang dilakukan oleh perusahaan termasuk pemahaman, pengukuran dan pengaturan biaya dan pendapatan lingkungan (Van, 2011). Komponen/faktor pengelolaan lingkungan tersebut menurut Ikhsan (2008) terdiri dari: biaya konservasi lingkungan (diukur dengan satuan uang), keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik), dan keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dalam satuan uang). Akuntansi sebagai salah satu disiplin ilmu ekonomi memiliki output berupa transaksi keuangan perusahaan dan output berupa laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya yang digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan. 5 Gambar 1. Proses pencatatan dan pelaporan transaksi dalam akuntansi keuangan Sumber: dokumen penulis Akuntansi lingkungan memiliki input berupa transaksi keuangan/ nonkeuangan yang berhubungan dengan lingkungan. Lako (2016) menyebutkan bahwa akuntansi tidak hanya berfokus pada transaksi keuangan tetapi juga berfokus pada transaksi/peristiwa sosial dan lingkungan yang dilaporkan pada suatu laporan yang berisi informasi sosial dan lingkungan secara terintegrasi. Gambar 2. Proses pencatatan dan pelaporan transaksi dalam akuntansi lingkungan Sumber: dokumen penulis 6 Adapun transaksi yang dapat dikelompokan ke dalam akuntansi lingkungan meliputi pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos lingkungan dan praktik bisnis perusahaan, elemen keuangan sehubungan dengan kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan perusahaan (Suartana 2010) dan kewajiban (utang/provisi) perusahaan yang timbul atas masalah lingkungan (Pratiwi, 2016). Transaksi sosial dan keuangan tersebut diproses dengan metode yang ada dalam ilmu akuntansi dan dilaporkan secara terintegrasi dalam laporan pertanggungjawaban lingkungan (CSR) atau dalam laporan lingkungan tersendiri. Laporan tersebut berguna dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan lingkungan. 3. Metode Penelitian Objek pada penelitian ini adalah beberapa perusahaan besar di Indonesia dengan jenis usaha semen, pertambangan, minyak bumi dan gas alam, perusahaan tersebut adalah PT Holcim Indonesia Tbk., PT Pertamina (Persero), PT Aneka Tambang Tbk., dan PT Atlas Resources Tbk. perusahaan tersebut dijadikan objek penelitian untuk melihat sejauh mana penerapan akuntansi lingkungan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu metode penulisan yang digunakan dalam menyusun tulisan pada kondisi obyek yang alami dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif.. Penulis juga menggunakan data sekunder yang kami peroleh dari kajian pustaka, dimana penulis mengumpulkan data dari buku-buku yang ada, skripsi, jurnal, annual report dan artikel yang terkait. Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan data-data perusahaan Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari laporan tahunan (annual report) perusahaan yang menjadi objek penelitian b. Mengidentifikasi elemen-elemen akuntansi lingkungan dalam annual report Identifikasi elemen tersebut meliputi pos-pos laporan keuangan yang berhubungan dengan akuntansi lingkungan yang berupa harta, utang, modal, pendapatan dan beban c. Menganalisis penyajian elemen akuntansi lingkungan Peneliti mencoba mencari tahu bagaimana penyajian elemen tersebut dalam akuntansi lingkungan d. Menarik kesimpulan Penarikan kesimpulan didasarkan pada analisis data yang dilakukan sehingga dapat menggambarkan objek penelitian secara tepat 7 4. Hasil dan Diskusi a. Standar Akuntansi Lingkungan di Indonesia Akuntansi lingkungan merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengelola transaksi keuangan yang berhubungan dengan lingkungan. Fokus utama akuntansi lingkungan adalah lingkungan, akuntansi lingkungan berusaha untuk mengidentifikasi, mengukur, melaporkan biaya-biaya dan aset terkait lingkungan atau pengelolaan lingkungan. Di Indonesia belum ada standar khusus untuk melaksanakan akuntansi lingkungan, akan tetapi pelaksanaan akuntansi lingkungan saat ini menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Lingkungan (PSAK) yang diterbitkan IAI. Ada beberapa pernyataan dalam PSAK yang dapat dijadikan standar akuntansi lingkungan, antara lain sebagai berikut: 1) PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 1 menyebutkan bahwa laporan mengenai lingkungan hidup dapat disajikan secara terpisah dari laporan keuangan. PSAK No. 1 yang direvisi pada tahun 2009 diadopsi dari IAS 1: Presentation of Financial Statement. Menurut PSAk 1 laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan berisi mengenai kebijakan akuntansi dan penjelasan terkait dengan pos-pos dalam laporan keuangan, laporan posisi keuangan komparatif. PSAK 1 ini dapat dijadikan standar dalam pelaksanaan akuntansi lingkungan berupa pembuatan laporan lingkungan hidup di luar laporan keuangan khususnya untuk industri yang memiliki hubungan erat dengan lingkungan. 2) PSAK No. 57 yang diadopsi dari IAS 37: Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets. Menurut PSAK ini perusahaan yang melaksanakan perbaikan lingkungan misal pemulihan lingkungan karena limbah dapat mencatat biaya pemulihan tersebut sebagai provisi. Provisi tersebut diukur dengan estimasi terbaik biaya pemulihan. Provisi diakui sebagai kewajiban atas peristiwa masa lalu, misal pencemaran lingkungan terjadi pada tahun 2011, maka provisi diakui sebagai provisi untuk pemulihan lingkungan atas pencemaran yang terjadi pada tahun 2011. “Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban di masa kini disebut sebagai peristiwa mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak punya pilihan lain selain menyelesaikan kewajiban tersebut, baik karena dipaksakan oleh hukum, atau merupakan kewajiban konstruktif. Provisi dibedakan dari kewajiban lain karena dalam provisi terdapat ketidakpastian mengenai waktu dan jumlah yang dikeluarkan di masa depan untuk menyelesaikan provisi tersebut” (Sajiarto, 2011) 8 3) Exposure Draft PSAK No. 64 tepatnya paragraf 10 yang merupakan konvergensi dari IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources. PSAK ini menimbulkan pengakuan terhadap kewajiban akibat dari pemindahan dan restorasi yang terjadi selama periode tertentu sebagai konsekuensi dari eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral. 4) PSAK No. 25 membahas mengenai kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi dan kesalahan. PSAK ini diadopsi dari IAS 8: Accounting Policies, Changes in Accounting and Errors. PSAK ini terkait denga estimasi yang tidak dapat dikukur secara tepat. Firoz dan Ansari dalam Sadjiarto (2011) beberapa biaya yang dapat diestimasi terkait dengan pemulihan lingkungan sebagai berikut: a) Provisi biaya pembersihan (cleanup costs) b) Provisi rehabilitasi di industri pertambangan c) Provisi klaim atas kontinjensi d) Provisi biaya lingkungan seperti penanggulangan polusi udara, polusi suara, gas dan limbah berbahaya. e) Provisi pembelian peralatan untuk mengendalikan polusi. 5) PSAK No. 5 tentang Segmen Operasi, entitas perlu mengungkapkan informasi untuk memungkinkan pengguna laporan keuangan mengevaluasi sifat dan dampak keuangan atas aktivitas bisnis yang melibatkan entitas dan lingkungan ekonomi tempat entitas beroperasi. “Adanya segmen operasi yang dilaporkan berdasarkan wilayah geografis atau negara akan menampakkan adanya perbedaan lingkungan peraturan yang bisa saja terkait dengan regulasi di bidang lingkungan hidup. Hal ini sinkron dengan informasi yang disyaratkan oleh GRI yaitu informasi mengenai Negara atau wilayah yang memberikan (i) kontribusi pendapatan minimal 5% dari total pendapatan, (ii) kontribusi beban minimal 5% dari total pendapatan. Dalam PSAK No 5 prosentase yang dianggap signifikan adalah 10%. PSAK No. 5 ini diadopsi dari IFRS 8: Operating Segment” (Sadjiarto, 2011) b. Implementasi Akuntansi Lingkungan di Indonesia Akuntansi lingkungan lebih tepat diterapkan pada perusahaan yang memiliki dampak langsung terhadap lingkungan. Oleh karena itu untuk melihat dan mengamati sejauh mana impelentasi akuntansi lingkungan di Indonesia penulis mengambil sample empat perusahaan yang bergerak dalam bidang industri semen (PT Holcim Indnesia Tbk), minyak bumi (PT Pertamina Persero), Pertambangan (PT Aneka Tambang Tbk) dan batu bara (PT Atlas Resources Tbk.). Berdasarkan telaah terhadap laporan keuangan tahun 2015 masing-masing perusahaan tersebut ditemukan hasil sebagai berikut: 9 1) PT Holcim Indonesia Tbk. Holcim Indonesia (HIL) adalah perusahaan penyedia layanan dan bahan bangunan berbasis semen yang kegiatan usahanya berlangsung di dua pulau Jawa dan Sumatra. Perusahaan memasok produk untuk memenuhi kebutuhan pasar ritel dan perumahan serta proyek pembangunan prasarana dan umum di dalam negeri. Kapasitas produksi gabungan HIL dan entitas anak mencapai 15 juta ton. Perusahaan menjalankan unit usaha: • Empat pabrik semen di Jawa, yakni di Narogong (NAR), Cilacap (CIL), Tuban (TUB) dan Lhoknga (LHO. • Satu fasilitas penggilingan semen: di Ciwandan (CWD), Jawa Barat. • Holcim Beton (HB), entitas anak yang mengoperasikan beberapa tambang agregat terbesar di Indonesia dan jaringan unit produksi beton siap-pakai. Berdasarkan laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) PT Holcim Indonesia telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi. PT Holcim Indonesia Tbk. melaporkan provisi untuk restorasi kuari sebesar Rp. 43.887.000.000,00 Gambar 3. Provisi untuk restorasi kuari dalam laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2015 Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2015 10 2) PT Pertamina (Persero) Berdasarkan laporan keuangan PT Holcim Indonesia Tbk. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) PT Pertamina (Persero) telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi. PT Pertamina (Persero) melaporkan provisi pembongkaran dan restorasi sebesar Rp. 1.925.585.000.000 Gambar 4. Provisi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015 Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015 b) PT Pertamina (Persero) mengakui beban eksplorasi sebesar Rp. 158.096.000.000 Gambar 5. Beban eksplorasi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015 Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015 11 Beban eksplorasi tersebut secara rinci dilaporkan dalam catatan atas laporan keuangan sebagai berikut: Gambar 6. Rincian beban eksplorasi dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015 Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2015 3) PT Aneka Tambang Tbk. Berdasarkan laporan keuangan PT Aneka Tambang Tbk. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) PT Aneka Tambang Tbk telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi. PT Aneka Tambang Tbk melaporkan provisi sebesar Rp. 232.701.864.000.000 Gambar 7. Provisi laporan keuangan tahun 2015 Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Aneka Tambang Tbk. tahun 2015 12 4) PT Atlas Resources Tbk. Berdiri sejak 26 Januari 2007, PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) adalah salah satu produsen batubara yang cukup dikenal di Indonesia. Dalam perjalanan usahanya selama kurun waktu delapan tahun, Perseroan mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat menyusul dilakukannya aksi akuisisi, eksplorasi dan pengembangan, dengan fokus awal pada wilayah pertambangan batubara regional berskala kecil. Berdasarkan laporan keuangan PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) telah melaksanakan akuntansi lingkungan khususnya penerapan PSAK No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi. PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”) melaporkan provisi sebesar Rp. 3.933.000.000 Gambar 7. Provisi dalam laporan keuangan PT Atlas Resources Tbk tahun 2015 Sumber: Laporan Posisi Keuangan PT Atlas Resources Tbk. tahun 2015 7. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia telah menerapkan akuntansi lingkungan khususnya PSAK no. No. 57 tentang provisi, utang kontinjensi dan aset kontinjensi dibuktikan dengan adanya provisi terkait dengan pemulihan kondisi lingkungan. Provisi ini timbul karena adanya kewajiban perusahaan untuk melakukan pemulihan lingkungan setelah akrivitas operasi. Dari pemaparan diatas juga dapat disimpulkan bahwa semakin besar usaha perusahaan semakin besar pula provis yang timbul dari operasi perusahaan tersebut. 8. Rekomendasi dan Saran Penelitian ini memastikan apakah perusahaan di Indonesia telah mengikuti standar yang ditentukan IAI terkait dengan pengelolaan biaya lingkungan. Mengingat belum ada standar yang khusu mengatur akuntansi lingkungan, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengusulkan desain mengenai standar dan praktek akuntansi lingkungan 13 Daftar Pustaka Agustia, D 2010, „Pelaporan Biaya Lingkungan Sebagai Alat Bantu Bagi Pengambilan Keputusan yang Berkaitan Dengan Pengelolaan Lingkungan‟, Jurnal Akuntansi Akrual, vol. 1, no 2, hh. 80-100. Ainy, Rintan Nuzul dan Zuni, B 2016, „Tata Kelola Perusahaan, Pertanggungjawaban Lingkungan, Dan Kinerja Perusahaan: Bukti Empiris Di Indonesia Dan Malaysia‟, dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27 Agustus 2016. Alifa, Finandita Putri, Bambang Agus Pramuka dan Negina Kencono, P 2016, „The Influence of CSR Disclosure on Abnormal Return Mining Companies Listed in Indonesia Stock Exchange‟, dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27 Agustus 2016. Sadjiarto, Ardja, 2011, Pelaporan Aktivitas Lingkungan Dan Akuntansi Lingkungan, dokumen dipresentasikan di Seminar Lingkungan Hidup. Freeman, R, E & Phillips, R, A 2002, „Stakeholder Theory : A Libertarian Defense‟, Business Ethics Quarterly, vol. 12, no. 3, hh. 331–349. Ikatan Akuntan Indonesia, 2015, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Revisi 2015, Jakarta : IAI Ikhsan, A, 2008, Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya, Salemba Empat, Jakarta. Lako, A 2016, „Transformasi Menuju Akuntansi Hijau: Desain Konsep dan Praktek‟, dokumen dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 24-27 Agustus 2016. Mulyani, Nita, S 2013, „Analisis Penerapan Akuntansi Biaya Lingkungan Pada Pabrik Gondorukem Dan Terpentin (PGT) Garahan – Jember, Skripsi SE, Universitas Jember. PT Aneka Tambang Tbk, Annual Report 2015 PT Atlas Resources TBk, Annual Report 2015 PT Holcim Indonesia Tbk., Annual Report 2015 PT Pertamina (Persero), Annual Report 2015 Suartana, I, W 2010, „Akuntansi Lingkungan dan Tripple Accounting: Paradigma Baru Akuntansi Bernilai Tambah‟ Lestari, vol. 10, no. 1, hh. 105 - 112. Bottom Line Jurnal Bumi Van, H 2011, „Environmental Accounting- A New Challenge for the Accounting System‟, Focus on Accounting, vol. 41, no. 56, hh. 437-452. 14 15