KUMPULAN MAKALAH
P E L A T I H A N LESSON STUDY BAGI
GURU BERPRESTASI DAN PENGURUS MGMP MIPA
SMP SELURUH INDONESIA
Diselenggarakan atas kerjasama
Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan, Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Departemen Pendidikan Nasional
dengan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
di PPPG Kesenian Yogyakarta
tanggal 26 November – 10 Desember 2006
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
KATA PENGANTAR
Atas berkah dan rahmat Allah SWT materi pelatihan lesson study bagi guru
berprestasi dan Pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bidang studi
Matematika dan IPA SMP/MTs se-Indonesia Bagian Tengah selesai disusun.
Pelatihan lesson study ini secara umum bertujuan agar para peserta memahami
lesson study untuk menumbuhkembangkan budaya akademik di sekolah tempat
kerjanya. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan agar peserta dapat meningkatkan
mutu pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas mereka. Dengan kata lain, agar
peserta dapat meningkatkan keprofesionalannya, yang pada gilirannya peserta didik
mereka akan meningkat kualitas hasil dan proses belajarnya.
Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Jadi lesson
study merupakan suatu strategi bagaimana meningkatkan keprofesionalan guru dari
guru oleh guru dan untuk guru. Oleh karena itu, peserta perlu memahami pengertian
lesson study dan langkah-langkah pelaksanaannya serta mempraktekkannya. Untuk
ini disusun materi pelatihan tentang pengertian lesson study dan langkah-langkah
pelaksanaannya, serta bagaimana menyusun perangkat pembelajaran yang dapat
dipahami dan dipraktekkan oleh para guru sesuai dengan perangkat yang telah
direncanakan.
Untuk dapat menyusun perangkat pembelajaran, khususnya rencana pembelajaran
(lesson plan), selain penguasan materi ajar, guru perlu mempertimbangkan
karakteristik siswa dan strategi/metode pembelajaran yang sesuai dengan materi
dan karakteristik siswa yang dihadapinya. Untuk ini disusun materi pelatihan tentang
strategi pembelajaran yang inovatif dan cara menyusun desainnya.
Rencana pembelajaran dan perangkat lainnya yang telah disusun secara matang,
selanjutnya perlu dipraktekkan di depan kelas. Apakah dengan mempraktekkan
rencana pembelajaran dan perangkat lainnya tersebut dapat nyata-nyata dapat
mengaktifkan belajar siswa, siswa tampak memahami materi ajar, siswa termotivasi
belajarnya, dan siswa tampak senang dan bergairah dalam belajar? Untuk
mengetahui hal-hal tersebut dengan benar, maka disajikan materi pelatihan tentang
evaluasi pelaksanaan lesson study dan cara menyusun instrumennya.
Selanjutnya, agar model-model pelaksanaan lesson study tersebut dapat dicontoh
atau sebagai bahan kajian, maka pelaksanaan lesson study perlu didokumentasikan
dengan baik. Untuk ini disusun materi pelatihan teknik dokementasi agar para
peserta dapat melakukan dokumentasi kejadian-kejadian dalam pembelajaran yang
menarik untuk dijadikan bahan kajian.
Akhirnya pada kesempatan ini, kami mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada
para penyusun materi pelatihan ini. Selain itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada Direktur Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan, Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas yang membiayai
pelatihan ini. Kami akan sangat senang dan berterima kasih, jika para pembaca
memberikan koreksi atas kesalahan dan kekurangan materi pelatihan ini. Semoga
bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Yogyakarta, November 2006
FMIPA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
DEKAN
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
ii
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
DAFTAR ISI
1. Halaman Judul ...................................................................
i
2. Kata Pengantar .................................................................
ii
3. Daftar Isi ............................................................................
iii
4. Peningkatan Keprofesionalan Guru Melalui Lesson
Study.................................................................................
1
5. Inovasi Pembelajaran MIPA Di Sekolah Dan Alternatif
Implementasinya ..............................................................
14
6. Prinsip-Prinsip Monitoring Dan Evaluasi Program Lesson
study...............................................................................
29
7. Penyusunan Perangkat Pembelajaran Lesson Study ....
66
8. Strategi Perekaman Audio Visual Kegiatan Lesson Study
Dan Interpretasinya Untuk Peningkatan Kualitas
Pembelajaran ...................................................................
85
9. Teknik Dokumentasi Dalam Dalam Lesson Study ...........
94
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
iii
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
PENINGKATAN KEPROFESIONALAN GURU
MELALUI LESSON STUDY
Sukirman, M.Pd.
A. Latar Belakang
Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah banyak faktor yang
harus diperhatikan seperti: pendidik (guru), siswa, sarana dan prasarana,
laboratorium dan kelengkapannya, lingkungan, dan manajemennya. Namun pada
kesempatan ini hanya akan dilihat dari segi pendidik (guru) dan siswa yang
merupakan dua komponen terpenting, yang berperan dalam peningkatan kualitas
pembelajaran, dengan tidak mengesampingkan komponen atau faktor-faktor lainnya.
Dalam era sentralisasi pendidikan, peningkatan kualitas pembelajaran dari segi
pendidik (guru) biasanya dilakukan dengan kegiatan inservice teacher training yang
berupa penyetaraan, pelatihan, penataran, seminar atau lokakarya, atau kegiatankegiatan lain yang sejenis. Setelah mengikuti kegiatan tersebut, diharapkan guru
dapat menerapkan hasil training tersebut dalam pembelajaran di kelas. Kegiatankegiatan tersebut telah banyak dilaksanakan dengan biaya yang tidak kecil yang
dikeluarkan oleh pemerintah, baik yang berasal dari rupiah murni maupun dari dana
pinjaman luar negeri. Banyak atau sedikit, pasti ada sumbangan kegiatan tersebut
dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Tetapi, kebanyakan setelah kegiatan
inservice teacher training, hasil monitoring yang mempersoalkan apakah ada
peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh para peserta tidak tampak
nyata hasilnya. Padahal pada dasarnya, hakikat pelaksanaan kegiatan inservice
teacher training selain meningkatkan kualitas guru, yang lebih penting adalah guru
peserta inservice teacher training mampu menerapkan hasil training dalam proses
pembelajaran di kelasnya dan mengimbaskan kepada rekan-rekan guru di
sekolahnya atau di kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Namun
masih banyak guru setelah mengikuti kegiatan inservice teacher training, mereka
tidak mengubah cara pembelajaran untuk para siswanya. Hal ini sangat
dimungkinkan karena dalam kegiatan training tersebut tidak diberikan contoh
kongkret cara pembelajarannya di kelas nyata.
Mulai tahun 2002, Indonesia menerapkan sistem desentralisasi pendidikan.
Apakah dalam era desentralisasi ini strategi peningkatan kualitas pembelajaran dari
segi guru akan tetap sama seperti dalam era sentralisasi? Dalam era desentralisasi
pendidikan, posisi guru berada pada titik sentral dengan tanggung jawab yang luas
dan menjadi tumpuan vital dalam pengembangan pembelajaran yang dilakukan.
Guru bukan lagi sebagai pelaksana pengajaran seperti yang tertulis dalam Garis
garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang telah ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan di masa lalu. Dalam era desentralisasi pendidikan, guru harus menyusun
sendiri jabaran kurikulum. Kurikulum sekarang sangat sederhana, secara garis besar
hanya berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaiannya.
Guru harus menjabarkannya menjadi silabus (garis-garis besar program pengajaran
yang lebih rinci), yang sesuai dengan karakteristik siswa, kemampuan sekolah, dan
lingkungannya.
Pada era desentralisasi ini, guru harus lebih aktif mengambil prakarsa sendiri,
karena tidak akan ada lagi intervensi dari luar yang harus dipatuhi secara mutlak.
Bukan karena sesuatu yang datang dari luar dianggap pasti tidak sesuai. Tetapi yang
lebih penting adalah bahwa guru lebih leluasa berperan sebagai seorang profesional.
Kini guru ditantang tampil dengan kemampuan yang terbina dari dalam dirinya,
guru harus mampu membuktikan kemampuan profesionalnya untuk menerima
amanah sebagai pendidik yang tangguh. Secara singkat, jika pada era sentralisasi
pendidikan, guru sebagai pelaksana dari apa yang telah dipikirkan oleh para birokrat,
tapi kini guru ditantang untuk berfikir logis, kritis, kreatif, dan refleksif dalam
meningkatkan mutu pembelajarannya, dan melaksanakan hasil pemikirannya ini
dalam pembelajaran di kelas.
1
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Bergantinya sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi pendidikan secara
mendadak seperti saat ini tidak akan serta merta mengubah pola pikir guru yang
semula sebagai pelaksana pengajaran langsung menjadi pemrakarsa pembelajaran,
seperti membalikkan telapak tangan. Apalagi beragamnya kualitas dan
profesionalitas guru, dari guru yang bermotivasi peribadahan hingga karena
keterpaksaan, dari guru yang selalu menggerutu hingga yang senantiasa tawakkal.
Untuk itu perlu tersedianya pendukung yang memadai dan proses yang panjang
dalam program pendidikan dan pembinaan guru. Perlu adanya gerakan dari bawah,
dari para guru untuk mengidentifikasi kebutuhan dirinya dalam meningkatkan
kompetensinya, agar dapat mengembangkan mutu pembelajaran pada siswanya.
Bertolak dari pandangan tersebut, ditawarkan suatu sistem pembinaan guru melalui
lesson study dalam rangka peningkatan keprofesionalan guru.
B. Pengertian Lesson Study
Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning
community. Lesson Study bukan suatu metode pembelajaran atau suatu strategi
pembelajaran, tetapi dalam kegiatan Lesson Study dapat memilih dan menerapkan
berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan
permasalahan yang dihadapi pendidik. Lesson study dapat merupakan suatu
kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup
3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action)
pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan
implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran.
PLAN
(merencanakan)
DO
(melaksanakan)
SEE
(merefleksi)
Skema kegiatan dalam lesson study
1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada di kelas yang akan
digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya.
Identifikasi masalah dalam rangka perencanaan pemecahan masalah tersebut
berkaitan dengan pokok bahasan (materi pelajaran) yang relevan dengan kelas dan
jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan suasana kelas, metode/pendekatan
pembelajaran, media, alat peraga, dan evaluasi proses dan hasil belajar.
Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan (dalam kelompok lesson study)
tentang pemilihan materi pembelajaran, pemilihan metode dan media yang sesuai
dengan karakteristik siswa, serta jenis evaluasi yang akan digunakan. Pada saat
diskusi, akan muncul pendapat dan sumbang saran dari para guru dan pakar dalam
kelompok tersebut untuk menetapkan pilihan yang akan diterapkan. Pada tahap ini,
pakar dapat mengemukakan hal-hal penting/baru yang perlu diketahui dan
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
2
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
diterapkan oleh para guru, seperti pendekatan pembelajaran konstruktif, pendekatan
pembelajaran yang memandirikan belajar siswa, pembelajaran kontekstual,
pengembangan life skill, Realistic Mathematics Education, pemutakhiran materi ajar,
atau lainnya yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan tersebut.
Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi,
terutama penentuan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu proses
pembelajaran dan indikator-indikatornya, terutama dilihat dari segi tingkah laku
siswa. Aspek-aspek proses pembelajaran dan indikator-indikator itu disusun
berdasarkan perangkat pembelajaran yang dibuat serta kompetensi dasar yang
ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Dari hasil identifikasi masalah dan diskusi perencanaan pemecahannya,
selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri
atas :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
Rencana Pembelajaran (RP)
Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran (Teaching Guide)
Lembar Kerja Siswa (LKS)
Media atau alat peraga pembelajaran
Instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran.
Lembar observasi pembelajaran.
Penyusunan perangkat pembelajaran ini dapat dilakukan oleh seorang guru atau
beberapa orang guru atas dasar kesepakatan tentang aspek-aspek pembelajaran
yang direncanakan sebagai hasil dari diskusi. Hasil penyusunan perangkat
pembelajaran tersebut perlu dikonsultasikan dengan dosen atau guru yang
dipandang pakar dalam kelompoknya untuk disempurnakan.
Perencanaan itu dapat juga diatur sebaliknya, yaitu seorang atau beberapa orang
guru yang ditunjuk dalam kelompok mengidentifikasi permasalahan dan membuat
perencanaan pemecahannya yang berupa perangkat-perangkat pembelajaran untuk
suatu pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam
kelompok. Selanjutnya, hasil identifikasi masalah dan perangkat pembelajaran
tersebut didiskusikan untuk disempurnakan.
2. Tahap Implementasi dan Observasi
Pada tahap ini seorang guru yang telah ditunjuk (disepakati) oleh kelompoknya,
melakukan implementasi rencana pembelajaran (RP) yang telah disusun tersebut, di
kelas. Pakar dan guru lain melakukan observasi dengan menggunakan lembar
observasi yang telah dipersiapkan dan perangkat lain yang diperlukan. Para
observer ini mencatat hal-hal positif dan negatif dalam proses pembelajaran,
terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Selain itu (jika memungkinkan),
dilakukan rekaman video (audio visual) yang mengclose-up kejadian-kejadian
khusus (pada guru atau siswa) selama pelaksanaan pembelajaran. Hasil rekaman ini
berguna nantinya sebagai bukti autentik kejadian-kejadian yang perlu didiskusikan
dalam tahap refleksi atau pada seminar hasil lesson study, di samping itu dapat
digunakan sebagai bahan diseminasi kepada khalayak yang lebih luas.
3. Tahap Refleksi
Selesai praktik pembelajaran, segera dilakukan refleksi. Pada tahap refleksi ini,
guru yang tampil dan para observer serta pakar mengadakan diskusi tentang
pembelajaran yang baru saja dilakukan. Diskusi ini dipimpin oleh Kepala Sekolah,
Koordinator kelompok, atau guru yang ditunjuk oleh kelompok. Pertama guru yang
melakukan implementasi rencana pembelajaran diberi kesempatan untuk
menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap
dirinya maupun terhadap siswa yang dihadapi. Selanjutnya observer (guru lain dan
3
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
pakar) menyampaikan hasil analisis data observasinya, terutama yang menyangkut
kegiatan siswa selama berlangsung pembelajaran yang disertai dengan pemutaran
video hasil rekaman pembelajaran. Selanjutnya, guru yang melakukan implementasi
tersebut akan memberikan tanggapan balik atas komentar para observer. Hal yang
penting pula dalam tahap refleksi ini adalah mempertimbangkan kembali rencana
pembelajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana
pembelajaran berikutnya. Apakah rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dan
dapat meningkatkan performance keaktifan belajar siswa. Jika belum ada
kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi
dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya. Pertimbangan-pertimbangan ini
digunakan untuk perbaikan rencana pembelajaran selanjutnya.
Memperhatikan perencanaaan, pelaksanaan dan observasi serta refleksinya,
langkah-langkah dalam pelaksanaan lesson study ini ada kemiripan dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), maka setiap kelompok dapat melaksanakannya
sebagai PTK, sehingga setiap kelompok lesson study, selain mengadministrasi
semua perangkat pembelajaran dan hasil refleksi harus membuat laporan PTK
seperti lazimnya penelitian. Bahkan akan sangat baik, jika dilengkapi dengan artikel
untuk dimuat dalam jurnal.
C. Pelaksanaan Lesson Study
Lesson Study adalah suatu model peningkatan mutu pembelajaran melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning
community. Oleh karena itu lesson study dapat dilaksanakan dalam satu sekolah,
kelompok sekolah, kelompok guru mata pelajaran sejenis atau Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP).
Suatu sekolah (khususnya Sekolah Menengah) dapat melaksanakan school
based lesson study, jika banyaknya guru mata pelajaran sejenis atau serumpun
minimal 3 (tiga) orang, untuk mata pelajaran yang akan diterapkan lesson study.
Mereka dapat secara rutin bersama dan berkelanjutan dalam melaksanakan lesson
study, baik dalam perencanaan (plan), implementasi (do) dan observasi serta refleksi
(see) pada suatu mata pelajaran. Dalam pelaksanaan lesson study di suatu sekolah,
agar tidak mengganggu kewajiban guru dalam tugas mengajarnya, perlu
penyusunan jadwal pelajaran yang menyediakan pertemuan rutin guru mata
pelajaran sejenis/serumpun.
Lesson study dapat pula dilaksanakan dengan cara: seorang guru menyusun
seluruh perangkat pembelajaran secara lengkap untuk suatu topik tertentu (yang
bermasalah) untuk didiskusikan dengan beberapa teman sejawat. Selanjutnya ia
tampil sebagai guru model dan teman sejawat melakukan observasi, lalu melakukan
refleksi atas pembelajaran yang telah dilakukan.
Hal-hal di atas dapat dilaksanakan dalam kelompok sekolah (jika suatu sekolah
tidak memenuhi persyaratan untuk melaksanakan lesson study), kelompok guru
mata pelajaran sejenis, atau dalam MGMP. Sekali lagi, lesson study dilaksanakan
secara kolaboratif dan berkelanjutan, oleh karena itu pelaksanaannya perlu diatur
sedemikian hingga tidak mengganggu kewajiban mengajar dan diusahakan
keberlanjutannya.
D. Lesson Study sebagai Model Pembinaaan Guru
Lesson Study merupakan kerja kolektif sekelompok guru (atau anggota MGMP),
bisa dengan mahasiswa dan dosen. Pembuatan rencana pembelajaran (planning)
dapat dikerjakan secara bersama-sama, diimplementasikan dengan menunjuk salah
satu anggota sebagai guru model, guru lain dan pakar bertindak sebagai observer,
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
4
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
kemudian dari hasil observasi tersebut dianalisis (melalui tahapan reflecting) secara
bersama-sama.
Lesson study mempunyai pengertian belajar pada suatu pembelajaran.
Seseorang (guru atau calon guru) bisa belajar tentang bagaimana melakukan
pembelajaran pada mata pelajaran tertentu melalui tampilan pembelajaran yang ada
(live/real atau rekaman video). Guru bisa mengadopsi metode, teknik, ataupun
strategi pembelajaran, penggunaan media, dan sebagainya yang diangkat oleh guru
penampil untuk ditiru atau dikembangkan di kelasnya masing-masing. Guru
lain/pengamat perlu melakukan analisis untuk menemukan positif-negatifnya kelas
pembelajaran tersebut dari menit ke menit. Hasil analisis ini sangat diperlukan
sebagai bahan masukan bagi guru penampil untuk perbaikan atau lewat profil
pembelajaran tersebut, guru/pengamat bisa belajar atas inovasi pembelajaran yang
dilakukan oleh guru lain.
Lesson study dapat dipandang sebagai model pembinaan guru dalam
meningkatkan profesionalitasnya. Mengapa demikian? Pada tahap penyusunan
perencanaan (planning), sekelompok guru dan seorang pakar berdiskusi tentang :
1. Kondisi dan lingkungan siswa serta fasilitas yang tersedia.
2. Rumusan kompetensi apa yang harus dimiliki siswa serta merumuskan
indikator-indikator pencapaiannya
3. Penentuan materi pelajaran yang berkenaan, antara lain :
a. pokok-pokok materi dan uraian masing-masing pokok materi,
b. urutan sajian materi pelajaran,
c. sajian materi yang disesuaikan dengan lingkungan siswa atau materi lokal
atau yang berkaitan dengan life skill atau yang berkaitan dengan
keimanan/agama,
d. pemilihan/penyusunan soal-soal latihan, soal-soal yang berkaitan dengan
problem-solving dalam rangka penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS)
dan soal-soal untuk tes formatif.
4. Pemilihan metode/strategi pembelajaran inovatif yang menyenangkan dan
memotivasi belajar siswa.
5. Pemilihan media/alat peraga pembelajaran dan pengadaannya.
6. Petunjuk guru dalam praktek pembelajarannya (teaching guide).
7. Penentuan indikator-indikator proses pembelajaran yang dikatakan berhasil.
8. Model Rencana Pembelajaran (RP) atau Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
Ada banyak model/format RP/SAP, mana yang perlu dipilih? Hal-hal apakah
yang penting dan merupakan prinsip-prinsip dalam penyusunan RP/SAP,
sehingga seorang guru dapat memahami dan menerapkannya dalam
pembelajaran.
Materi-materi diskusi tersebut dapat diangkat sebagai materi pelatihan yang
senantiasa aktual, mengingat kompleksnya perkembangan pengetahuan dalam
dunia yang senantiasa berkembang. Sehingga dalam suatu kelompok guru yang
merasa tertantang dengan suatu permasalahan pembelajaran dapat mengundang
pakar yang dipandang dapat memberi pemecahan permasalahan tersebut.
Selanjutnya, pada tahap implementasi dapat langsung diamati oleh observer,
yang selanjutnya pada tahap refleksi dapat didiskusikan, apakah yang telah
direncanakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, atau ada hal-hal dalam
perencanaan tersebut yang perlu diperbaiki, atau hal-hal lainnya tentang
pembelajaran yang telah dilakukan, baik dari segi siswa maupun guru.
Keberhasilan lesson study dapat dilihat pada dua aspek pokok, yaitu:
perbaikan pada praktek pembelajaran oleh guru, dan meningkatkan kolaborasi
antar guru.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
5
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Pertama, lesson study memberikan banyak hal yang menurut para peneliti
dianggap efektif dalam merubah praktek pembelajaran, seperti :
1. penggunaan materi pembelajaran yang konkret untuk memfokuskan pada
permasalahan yang lebih bermakna,
2. mengambil konteks pembelajaran dan pengalaman guru secara eksplisit, dan
3. memberikan dukungan pada kesejawatan guru.
Dengan kata lain, lesson study memberikan banyak kesempatan kepada para
guru untuk membuat bermakna ide-ide pendidikan dalam praktik mengajar mereka,
untuk merubah perspektif mereka tentang pembelajaran, dan untuk belajar melihat
praktek mengajar mereka dari perspektif siswa. Dalam lesson study, kita melihat apa
yang terjadi dalam pembelajaran lebih objektif dan itu membantu kita memahami ideide penting dalam memperbaiki proses pembelajaran.
Kedua, lesson study juga mempromosikan dan mengelola kerja kolaboratif antar
guru dengan memberi dukungan dan intervensi sistematik. Selama lesson study,
para guru berkolaborasi untuk:
1. merumuskan kompetensi yang harus dimiliki siswa sebagai dasar untuk
pengembangan belajar siswa;
2. merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang berdasar pada hasil
penelitian dan observasi, agar siswa memiliki kompetensi yang telah
dirumuskan.
3. mengobservasi secara hati-hati tingkat belajar siswa, keterlibatan mereka,
dan perilaku mereka selama pembelajaran;
4. melaksanakan diskusi setelah pembelajaran bersama dalam kelompok
kolaboratif mereka untuk mendiskusikan dan merevisi rencana pembelajaran.
Lesson study sebagai suatu strategi dalam meningkatkan keprofesionalan guru
oleh para guru, yang sudah tentu merupakan gerakan dari para guru untuk
mewujudkannya. Oleh karena itu, perlu komitmen dari para guru yang didukung oleh
kebijakan para pengambil keputusan, agar gerakan itu terwujud.
Wang-Iverson dan Yoshida (2005) juga mengemukakan definisi dan hal-hal
yang terkait dengan lesson study sebagai berikut.
1. Lesson study (jugyokenkyu) is a form of long-term teacher-led professional
learning, developed in Japan, in which teachers systematically and
collaboratively conduct research on teaching and learning in classroom in
order to enrich students’ learning experiences and improve their own
teaching.
2. A lesson study cycle generally involves a team of teachers planning collaboratively based upon a research theme, implementing the lesson in the
classroom, collecting observation data, reflecting upon and discussing the
data, and developing a record of their activity.
3. Lesson study is more than a studying instructional materials and developing
useful lessons. It also explores ideas for improved teaching that bring out
students’ thinking and thinking processes, helps students to develop mental
images for solving problem and understanding the topic, and expands those
skills and abilities.
4. Lesson study is a comprehensive approach to professional learning that helps
teachers develop ways of:
a) thinking about learning and teaching in the classroom
b) planning lessons
c) observing how students are thinking and learning and taking appropriate
actions
d) reflecting on and discussing teaching
e) identifying and recognizing knowledge and skills necessary to improve
their practice and seek new solutions.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
6
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
5. Lesson study supports teachers in becoming lifelong learners about how to
develop and improve teaching and learning in the classroom.
E. Mengapa Lesson study?
Lesson study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan.
Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa.
Hal ini karena (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil
“sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil
pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar pada
pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar, (3)
kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama
dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson
study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson
study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis,
2002).
Kedua, lesson study yang didisain dengan baik akan menjadikan guru yang
profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran (lesson) yang efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang
bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang
disajikan para guru; (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para
siswa; (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti
belajar dan perilaku siswa; (7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang
dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang
dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002)
Wang-Iverson dan Yoshida (2005) mengatakan bahwa lesson study memiliki
beberapa manfaat sebagai berikut.
1). Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya)
2). Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya
3). Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan
urutan materi dalam kurikulum.
4). Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar
siswa.
5). Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir
dan belajar siswa
6). Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru.
F. Bagaimana Melaksanakan Lesson study?
Ada berbagai variasi tahapan atau langkah pelaksanaan lesson study dalam
perkembangan implementasinya. Lewis (2002) menyarankan ada enam tahapan
dalam awal mengimplementasikan lesson study di sekolah, yakni :.
Tahap 1: Membentuk kelompok lesson study.
Tahap 2: Memfokuskan lesson study.
Tahap 3: Menyusun rencana pembelajaran.
Tahap 4: Melaksanakan pembelajaran di kelas dan mengamatinya (observasi).
Tahap 5: Refleksi dan menganalisis pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Tahap 6: Merencanakan pembelajaran tahap selanjutnya.
Sementara itu, Richardson (2006) menuliskan ada 7 tahap atau langkah yang
termasuk dalam lesson study, yang masih mirip deng Lewis, yakni:
Tahap 1: Membentuk tim lesson study.
Tahap 2: Memfokuskan lesson study
Tahap 3: Merencanakan pembelajaran.
Tahap 4: Persiapan untuk observasi.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
7
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Tahap 5: Melaksanakan pembelajaran dan observasinya.
Tahap 6: Melaksanakan diskusi pembelajaran yang telah dilaksanakan (refleksi).
Tahap 7: Merencanakan pembelajaran untuk tahap selanjutnya.
Di tempat lain, dalam rangkaian adaptasi dan implementasi lesson study,
Robinson (2006) mengusulkan ada delapan tahap berdasarkan pada banyaknya
kegiatan yang diperlukan dalam pelaksanaan lesson study, yakni:
Tahap 1: Pemilihan topik lesson study
Tahap
2: Melakukan reviu silabus untuk mendapatkan kejelasan tujuan
pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang
ada dalam buku pelajaran. Selajutnya bekerja dalam kelompok untuk
menyusun rencana pembelajaran.
Tahap 3: Setiap tim yang telah menyusun rencana pembelajaran menyajikan atau
mempresentasikan rencana pembelajarannya, sementara kelompok lain
memberi masukan, sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran yang
lebih baik.
Tahap 4: Guru yang ditunjuk oleh kelompok menggunakan masukan-masukan
tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran.
Tahap 5: Guru yang ditunjuk tersebut mempresentasikan rencana pembelajarannya
di depan semua anggota kelompok lesson study untuk mendapatkan
balikan.
Tahap 6: Guru yang ditunjuk tersebut memperbaiki kembali secara lebih detail
rencana pembelajaran dan mengirimkan pada semua guru anggota
kelompok, agar mereka tahu bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan
di kelas.
Tahap 7: Para guru dapat mempelajari kembali tentang rencana pembelajaran
tersebut dan mempertimbangkannya dari berbagai aspek pengalaman
pembelajaran yang mereka miliki, khususnya difokuskan pada hal-hal yang
penting seperti : hal-hal yang akan dilakukan guru, pemahaman siswa,
proses pemecahan oleh murid, dan kemungkinan yang akan terjadi dalam
implementasi pembelajarannya.
Tahap 8: Guru yang ditunjuk tersebut melaksanakan rencana pembelajaran di kelas,
sementara guru yang lain bersama dosen/pakar mengamati sesuai dengan
tugas masing-masing untuk memberi masukan pada guru. Pertemuan
refleksi segera dilakukan secepatnya kegiatan pelaksanaan pembelajaran,
untuk memperoleh masukan dari guru observer, dan akhirnya komentar
dari dosen atau pakar luar tentang keseluruhan proses serta saran
sebagai peningkatan pembelajaran, jika mereka mengulang di kelas
masing-masing atau untuk topik yang berbeda.
Dari delapan tahapan di atas tampak adanya upaya penyusunan dan perbaikan
rencana pembelajaran yang berulang-ulang untuk
memperoleh rencana
pembelajaran yang terbaik.
Dalam implementasi lesson study yang dilakukan oleh IMSTEP-JICA di
Indonesia, Saito, dkk (2005) mengenalkan lesson study yang berorientasi pada
praktik. Lesson study yang dilaksanakan tersebut terdiri atas 3 tahap pokok, yakni:
1. Merencanakan pembelajaran dengan penggalian akademis pada topik dan alatalat pembelajaran yang digunakan, yang selanjutnya disebut tahap Plan.
2. Melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan
alat-alat yang disediakan, serta mengundang rekan-rekan sejawat untuk
mengamati. Kegiatan ini disebut tahap Do.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
8
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
3. Melaksanakan refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi
bersama pengamat/observer. Kegiatan ini disebut tahap See.
Lebih jelasnya digambarkan dalam bagan berikut.
Perencanaan (Plan):
- Penggalian
akademis
- Perencanaan
pembelajaran
- Persiapan alat-alat
Pelaksanaan (Do):
- Pelaksanaan
pembelajaran
- Pengamatan oleh
rekan sejawat dan
pakar
Melihat:
- Refleksi dengan
rekan
- Komentar dan
diskusi
Gambar 2: Daur Studi Pembelajaran Berorientasi pada Praktik
Berikut ini akan diuraikan secara lebih detil keenam tahap yang dikemukakan
oleh Lewis.
1. Membentuk Kelompok Lesson study
Setidak-tidaknya ada empat kegiatan yang perlu dilakukan dalam membentuk
kelompok lesson study. Keempat kegiatan tersebut adalah (1) merekrut anggota
kelompok, (2) menyusun komitmen tentang tugas-tugas yang harus dilakukan, (3)
menyusun jadwal pertemuan, dan (4) membuat aturan-aturan kelompok.
Anggota kelompok lesson study pada dasarnya dapat direkrut dari guru,
dosen, supervisor akademik, pejabat pendidikan, dan/atau pemerhati pendidikan.
Yang sangat penting adalah mereka mempunyai komitmen, minat, dan kemauan
untuk melakukan inovasi dan memperbaiki kualitas pendidikan. Setiap anggota
kelompok lesson study harus memiliki komitmen, agar dia menyiapkan waktu khusus
untuk mewujudkan atau mengimplementasikan lesson study. Para anggota
kelompok ini biasanya menyelenggarakan pertemuan-pertemuan rutin baik
mingguan, bulanan, semesteran, maupun tahunan dalam satu tahun ajaran tertentu.
Di samping itu, mereka juga bisa bertindak sebagai guru untuk melakukan suatu
research lesson.
Seperti dikemukakan di atas, pertemuan-pertemuan anggota kelompok
diperlukan adanya jadwal yang harus ditaati oleh setiap anggota kelompok. Jadwal
itu mengatur semua tugas yang terkait dengan kegiatan anggota kelompok,
termasuk tugas mengajar rutin. Anggota kelompok yang bertugas sebagai guru tentu
saja tidak boleh meninggalkan kelas mengajarnya, sehingga kegiatan lesson study
tidak mengganggu tugas pokok mengajar. Oleh karena itu, dalam menyusun jadwal
pertemuan hharus mempertimbangkan tugas pokok mengajarnya, agar tugas pokok
tersebut tidak ditinggalkan.
2. Memfokuskan Lesson study
Pada langkah ini ada tiga kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu menyepakati
tema permasalahan, fokus permasalahan, atau tujuan utama pemecahan masalah,
memilih subbidang studi, serta memilih topik dan unit pelajaran.
Terkait dengan penentuan tema permasalahan suatu lesson study, kita perlu
memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat
sekarang? Kedua, bagaimana kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa
mendatang? Ketiga, adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
9
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
para siswa yang menjadi sasaran lesson study? Kesenjangan inilah yang dapat
diangkat menjadi bahan tema permasalahan.
Mata pelajaran yang digunakan untuk lesson study ditentukan oleh anggota
kelompok lesson study. Anggota kelompok bisa memilih, misalnya mata pelajaran
IPA, Bahasa, atau Matematika, dan sebagainya sesuai dengan minat para anggota.
Sebagai panduan untuk memilih mata pelajaran, kita dapat menggunakan tiga
pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi siswa?.
Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru?. Ketiga, mata
pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami oleh
guru?.
Setelah menentukan mata pelajaran, langkah berikutnya adalah memilih topik
dan pembelajaran. Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik yang menjadi dasar
bagi topik-topik berikutnya, topik yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa,
topik yang sulit diajarkan atau tidak disukai oleh guru, atau topik yang baru dalam
kurikulum. Topik dipilih harus sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki
oleh siswa. Berdasarkan kompetensi dasar ini kita menyusun pembelajaran yang
akan menunjang tercapainya kompetensi tersebut.
3. Merencanakan Pembelajaran
Di dalam merencanakan pembelajaran (instructional improvement), di
samping mengkaji pembelajaran-pembelajaran yang sedang berlangsung, kita perlu
mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar (plan to guide learning).
Rencana itu akan memandu proses pembelajaran, pengamatan, dan diskusi tentang
pembelajaran serta mengungkap temuan yang akan muncul selama lesson study
berlangsung. Rencana untuk memandu belajar itu merupakan suatu hal yang
kompleks. Suatu rencana pembelajaran diharapkan akan menjawab pertanyaan
yang sangat penting, yaitu “perubahan-perubahan apa yang akan terjadi pada siswa
selama pelajaran berlangsung dan apa yang akan memotivasi mereka.
Daftar pertanyaan berikut mungkin dapat membantu untuk memandu
perencanaan pembelajaran (Lewis, 2002).
1. Apa yang saat ini dipahami oleh siswa tentang topik ini?
2. Apa yang kita inginkan dari siswa untuk dipahami pada akhir pembelajaran?
3. Rentetan pertanyaan dan pengalaman apa yang akan mendorong para siswa
untuk berpindah dari pemahaman awal menuju pemahaman yang diinginkan?
4. Bagaimana para siswa akan menjawab pertanyaan dan aktivitas apa yang
dilakukan siswa pada pembelajaran tersebut? Apakah terdapat masalah dan
miskonsepsi yang akan muncul? Bagaimana guru akan menggunakan idea dan
miskonsepsi untuk meningkatkan pembelajaran tersebut?
5. Apa yang akan membuat pembelajaran ini mampu memotivasi dan bermakna
bagi siswa?
6. Apakah diperlukan bukti tentang belajar siswa, motivasi siswa, perilaku siswa
yang perlu dikumpulkan, yang nantinya dapat didiskusikan dalam kegiatan
refleksi? Bagaimanakah format pengumpulan data yang diperlukan?
Penyusunan lembar observasi untuk pengumpulan data ini merupakan suatu
elemen penting yang didasarkan pada rencana pembelajaran yang telah disusun.
Lembar observasi ini memandu pengamat untuk memperhatikan aspek-aspek
khusus dari pelaksanaan pembelajaran. Anggota kelompok lesson study dan guruguru biasanya diberikan tugas dan format pengumpulan data untuk membantu
mereka dalam mengumpulkan data. Pengumpulan data itu biasanya dikaitkan
dengan denah tempat duduk siswa, daftar anggota setiap kelompok siswa, catatan
tentang pemikiran awal siswa, daftar cek untuk mencatat hal-hal penting tentang
karya siswa, catatan tentang partisipasi setiap siswa dari suatu kelompok kecil, atau
data lainnya yang diperlukan/mendukung.
Data yang dikumpulkan selama lesson study biasanya memuat bukti tentang
aktivitas belajar, motivasi, dan iklim sosial. Walaupun pengumpulan data lebih difoFMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
10
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
kuskan pada siswa, namun juga bisa dilakukan untuk mencatat ucapan, gerakan
guru, dan waktu yang digunakan guru pada setiap elemen pembelajaran.
Satu bagian penting lagi dan yang patut dipertimbangkan dalam merencanakan
lesson study adalah kehadiran ahli/pakar dari luar. Mereka bisa berasal dari guru
senior atau dosen yang memiliki pengetahuan tentang bidang studi yang dipelajari
dan/atau bagaimana mengajar bidang studi tersebut. Keterlibatan ahli/pakar dari luar
ini akan lebih efektif jika berlangsung sejak awal. Dengan cara ini, ahli/pakar tersebut
mempunyai kesempatan dalam membantu merancang pembelajaran, memberi saran
tentang sumber-sumber kurikulum, dan bertindak sebagai komentator dan motivator
terhadap pelaksanaan lesson study.
4. Praktik Pembelajaran dan Observasi
Rencana pembelajaran yang telah disusun bersama diimplementasikan oleh
seorang guru yang ditunjuk (disepakati) oleh kelompok dan diamati oleh guru lain
dan pakar/ahli dari luar. Pengamat akan mengumpulkan data yang diperlukan
selama pelajaran berlangsung. Untuk mendokumentasikan proses pelaksanaan
pembelajaran biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan audiotape, videotape,
handycam, kamera, karya siswa, dan catatan observasi naratif. Peranan pengamat
selama lesson study adalah mengumpulkan data dan bukan membantu apalagi
mengganggu siswa. Para siswa harus diberitahu lebih dahulu bahwa pengamat atau
guru lain di kelas mereka itu hanya bertugas untuk mempelajari pembelajaran yang
berlangsung dan bukan untuk membantu ataupun menilai mereka.
Selanjutnya, setiap anggota kelompok lesson study sebaiknya diberi tugas
dengan tanggung jawab tertentu. Untuk ini setiap anggota kelompok memahami isi
dari semua perangkat pembelajaran yang digunakan guru, seperti rencana
pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS), teaching guide, dan lembar observasi,
sehingga mereka akan lebih cermat dalam mengamatinya.
5. Refleksi dan Menganalisis Pembelajaran yang Telah Dilakukan
Rencana pembelajaran yang sudah diimplementasikan perlu dilakukan refleksi
dan dianalisis. Hal ini perlu dilakukan, karena hasil refleksi dan analisis tersebut
dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau revisi rencana
pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berikutnya diharapkan akan menjadi
lebih sempurna, efektif dan efisien.
Refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran sebaiknya memuat butir-butir: (1)
refleksi dari guru pelaksana pembelajaran, (2) tanggapan umum dari
observer/pengamat, (3) presentasi dan diskusi tentang hasil pengolahan data dari
pengamat, (4) tanggapan dan saran dari ahli/pakar.
Beberapa bagian penting yang berguna sebagai panduan refleksi pelaksanaan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
Pertama, guru yang melakukan pembelajaran diberi kesempatan menjadi
pembicara pertama untuk mengemukakan semua kesulitan dalam pembelajarannya,
kesalahan yang diperbuatnya selama pembelajaran, atau hal-hal lain yang terjadi
dalam pembelajaran dan perlu dikemukakan dalam refleksi.
Kedua, pembelajaran yang disampaikan merupakan milik semua anggota
kelompok lesson study. Ini adalah pembelajaran “kita”, bukan pembelajaran “saya”
ataupun pembelajaran ”Anda”, sehingga hal ini direfleksikan pada setiap anggota
kelompok. Anggota kelompok bertanggung jawab untuk menjelaskan pemikiran dan
perencanaan yang telah disusun bersama tersebut.
Ketiga, para guru yang merencanakan pembelajaran itu sebaiknya menceritakan
mengapa mereka merencanakan itu, perbedaan antara apa yang mereka
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
11
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
rencanakan dan apa yang sesungguhnya terjadi dalam pelaksanaan, serta aspekaspek pelajaran yang mereka inginkan agar para pengamat mengevaluasinya.
Keempat, diskusi yang berfokus pada data yang dikumpulkan oleh para
pengamat. Para pengamat membicarakan secara spesifik tentang kegiatan siswa
dan karya siswa yang mereka catat. Pengamat tidak membicarakan tentang kualitas
pelajaran berdasarkan kesan mereka, tetapi mereka membicarakan atas dasar fakta
yang ditemukan.
Kelima, waktu refleksi bebas terbatas, oleh sebab itu hanya terdapat
kesempatan yang terbatas (Lewis, 2002).
Refleksi dari pelaksanaan pembelajaran ini dilaksanakan segera, pada hari yang
sama, setelah rencana pembelajaran diimplementasikan. Hal ini seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya bahwa hasil diskusi dan analisis ini dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk merevisi materi pelajaran, pendekatan pembelajaran,
dan media yang digunakan.
6. Merencanakan Tahap-tahap Berikutnya
Dalam merefleksikan lesson study, hal yang perlu dilakukan adalah
memikirkan tentang apa-apa yang sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan
rencana dan apa-apa yang masih perlu diperbaiki. Sekarang tiba saatnya untuk
berpikir tentang apa yang harus dikerjakan selanjutnya oleh kelompok lesson study.
Apakah anggota kelompok
berkeinginan untuk membuat peningkatan agar
pembelajaran ini menjadi lebih baik? Apakah anggota-anggota yang lain dari
kelompok lesson study ini berkeinginan untuk mengujicobakan pembelajaran ini
pada kelas mereka sendiri? Apakah anggota kelompok lesson study puas dengan
pelaksanaan lesson study dan operasional kelompok? (Lewis, 2002).
Pertanyaan-pertanyaan berikut juga dapat membantu dalam melakukan
refleksi terhadap siklus lesson study maupun memikirkan langkah yang akan dilakukan berikutnya. Pertanyaan tersebut (menurut Lewis, 2002), antara lain :
a. Apa yang berguna atau nilai tambah apa tentang pelaksanaan lesson study
yang telah dikerjakan bersama?
b. Apakah lesson study membimbing kita untuk berpikir dengan cara baru
tentang praktek pembelajaran sehari-hari?
c. Apakah lesson study membantu mengembangkan pengetahuan kita tentang
materi pelajaran serta pengetahuan tentang pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan siswa?
d. Apakah pelaksanaan lesson study menarik bagi kita dalam meningkatkan
keprofesionalan kita?
e. Apakah
pelaksanaan
lesson
study
yang
dilakukan
secara
kolaboratif/bersama-sama merupakan suatu kerja yang produktif dan
suportif?
f. Sudahkah kita membuat kemajuan pembelajaran secara menyeluruh melalui
pelaksanaan lesson study?
g. Apakah semua anggota kelompok kita merasa terlibat dan berguna?
h. Apakah pihak yang bukan peserta kelompok memperoleh informasi atau
manfaat dari hasil pelaksanaan kegiatan lesson study kita?
Daftar Pustaka
DGSE. (2002). Report on Validation and Socialization of the Guideline of Syllabi and
Evaluation System of Competent-Based Curriculum for Mathematics in
Manado, North Sulawesi. Jakarta: Depdiknas.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
12
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Fernandez, Clea and Yoshida, Makoto. (2004). Lesson Study : A Japanese
Approach to Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Garfield, J. (2006). Exploring the Impact of Lesson Study on Developing Effective
Statistics Curriculum.
(Online): diambil tanggal 19-6-2006 dari:
www.stat.auckland.ac.nz/-iase/publication/-11/Garfield.doc.
Lewis, Catherine C. (2002). Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional
Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc.
Morgan, Shawn. 2001. Teaching Math the Japanese Way (Online), Diambil tanggal
16 Mei 2005 dari: http://www.as1.org/alted/lessonstudy.htm,.
Robinson, Naomi. 2006. Lesson Study: An example of its adaptation to Israeli middle
school teachers. (Online): stwww.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/
Robinson_proposal.doc
Richardson, J. 2006. Lesson study: Teacher Learn How to Improve Instruction.
Nasional Staff Development Council. (Online): www.nsdc.org. 03/05/06.
Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di
Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Jurnal Pendidikan “Mimbar
Pendidikan”, No.3. Th. XXIV: 24-32.
Saito, E., (2006). Development of school based in-service teacher training under the
Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving
Schools. Vol.9 (1): 47-59
Takashi A. (2006). Implementing lesson study in North American schools and school
(makalah yang dipresentasikan pada seminar “APEC International
Symposium on Innovation and Good Practice for Teaching and Learning
Mathematics through Lesson Study”, 14-17 Juni 2006). Thailand: Khon
Kaen University.
Tim Piloting. (2002). Laporan Kegiatan Piloting. Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA
UNY.
___________ .(2003). Laporan Kegiatan Piloting. Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA
UNY.
___________. (2004). Laporan Kegiatan Piloting. Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA
UNY.
Tim Pengembang Sertifikasi Kependidikan. (2003). Pedoman Sertifikasi Kompetensi
Tenaga Kependidikan (draft). Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi Ditjen Dikti
Depdiknas.
Walker, J.S. (2005). UWEC Math Dept. Journal of Lesson Studies. (Online)
Wang-Iverson, Patsy and Yoshida, Makoto (Editors). (2005). Building Our
Understanding of Lesson study. Philadelphia, PA: Research for Better
Schools.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
13
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
INOVASI PEMBELAJARAN MIPA DI SEKOLAH DAN ALTERNATIF
IMPLEMENTASINYA
Oleh
Prof. H. Suparwoto, M.Pd
Dr. H. Rusgianto H.S.
Sudjoko, M.S.
DOSEN FMIPA- UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
A. Pendahuluan
Sebagian besar guru selalu berusaha melaksanakan tugasnya secara baik,
dan kenyataan yang dijumpai di sekolah adalah guru melaksanakan tugasnya dalam
pembelajaran sejalan dengan kesepakatan jadwal yang telah ditetapkan. Hal ini
seringkali diartikan sebagai bukti pelaksanaan tugas yang baik dan dalam bahasa
lain diartikan guru dapat menjadikan dirinya efisien. Melaksanakan tugas seperti di
atas itu memang penting, tetapi tindakan yang dilakukan guru di atas tidak
selamanya berdampak pada pembelajaran yang efektif di kalangan siswa. Tindakan
yang dilakukan guru dikatakan tidak efektif manakala apa yang dilakukan guru tidak
mengarah pada sesuatu hal yang benar. Kegiatan pembelajaran dikatakan efektif
manakala dapat mencapai tujuan yang dicanangkan seperti dalam perencanaan
secara baik. Dalam tugas ini guru seharusnya mampu menyusun tugas sedemikian
rupa secara kreatif sehingga tujuan atau sasaran pembelajaran dicapai dalam waktu
yang lebih cepat.
Praxis pembelajaran menuntut agar seseorang mampu melakukan aksi
terhadap apa yang telah dipahaminya. Hambatan yang dialami dalam pembelajaran
MIPA pada umumnya bertumpu tidak dipahami konsep MIPA secara utuh.
Pembelajaran Matematika/sains pada intinya adalah upaya memahami konsep
matematika/sains melalui proses internalisasi dalam diri siswa dan selanjutnya
penguasaan konsep tersebut diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Kenyataan yang dijumpai selama ini guru dalam mengampu MIPA
menunjukkan bahwa hambatan yang paling besar pada penyelesaian masalah
adalah lemahnya siswa dalam berlogika dan upaya menggambarkan gejala secara
benar.
Pembelajaran efektif tentu berbeda dengan pembelajaran efisien, meskipun
kedua-duanya merujuk pada upaya peningkatan kualitas pendidikan. Pembelajaran
efisien pada umumnya mengacu pada pelaksanaan prosedur baku yang dapat
meningkatkan kualitas. Prosedur baku yang dimaksudkan di sini adalah langkahlangkah kerja sistemik dengan tahapan yang urut dan teratur secara sistematis.
Penerapan prosedur ini secara rasional dan empiris dapat meningkatkan kualitas
siswa, namun proporsi siswa yang mencapai skor optimal tidak banyak berubah,
demikian pula posisi skor siswa.. Dalam distribusi skornya tampak kecenderungan,
bila semula skor berdistribusi normal, di akhir pembelajaran juga masih berdistribusi
normal meskipun terjadi peningkatan rerata skor siswa
B. Strategi, Metode, Pendekatan dan model Pembelajaran
Dalam praktek pembelajaran di kelas keempat istilah ini seringkali dipakai
secara bersamaan dan ada kalanya dipisahkan satu sama lain. Bagi yang
memisahkan istilah tersebut seringkali dengan maksud agar memberikan ketegasan
implementasinya. Bagi sebagian guru pemisahan ini dimaksudkan agar tindakan
yang dilakukan dapat segera direfleksi lewat pengalaman empiris sehari-hari dari
tugas profesinya. Pembelajaran MIPA di sekolah dapat dipandang dari berbagai
segi, misalnya pembelajaran diartikan sebagai proses penyelesaian masalah, proses
pemberian informasi, membangun interaksi antar guru-siswa-sumber belajar dan
bentuk lain yang kesemuanya itu bermuara dalam upaya meningkatkan kualitas
peserta didik. Lewat pengertian belajar demikian inilah ke empat istilah tersebut
dibeda-bedakan.
Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pendekatan pembelajaran
diartikan sebagai kerangka berpikir dalam menyelesaikan masalah. Dalam hal ini
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
14
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
pendekatan pembelajaran dapat berupa cara pandang guru dalam melihat dan
menyikapi masalah beserta bentuk penyelesaiannya. Pendekatan pembelajaran ini
secara real di kelas dikenali dari aspek bentuk bantuan guru terhadap peserta didik
agar mereka mampu menyelesaikan masalah berkaitan dengan topik yang sedang
dipelajarinya.
Misalnya seorang guru dalam pembelajaran menekankan
penggunanan pendekatan CBSA, maka tekanan utama pendekatan ini adalah
bagaimana guru dapat membantu peserta didik secara aktif menemukan sendiri cara
belajar efektif dan efisien. Keterlibatan secara aktif ini dapat diterjemahkan terlibat
secara aktif aspek fisik dan psikologis untuk menyelesaikan masalah. Pendekatan
CBSA tentu sangat luas cakupan bentuk kegiatan belajar di pihak siswa maupun
pembelajaran di pihak guru, sehingga secara spesifik perlu dioperasionalkan ke
dalam
istilah strategi, metode dan model pembelajaran untuk mewujudkan
pembelajaran yang memiliki payung CBSA tersebut.
Dalam istilah kemiliteran strategi adalah the art of the general, yakni
pengaturan sumber daya dan perhitungan faktor pembatasnya dalam pengaturan
siasat perang. Selanjutnya dalam pengertian manajemen, strategi ditekankan pada
upaya pengaturan perencanaan dan pengelolaan sumber daya yang tersedia. Di sini
fokusnya tentu ketercapaian tujuan dengan efektif dan efisien, oleh karena itu
ide/gagasan, tujuan, urutan langkah perlu memperhitungkan faktor keunggulan dan
keterbatasannya. Perhitungan tentang keunggulan dan faktor pembatas yang
cermat tentang potensi diri dan lembaga menjadi fokus utamanya. Dalam kaitan
dengan penerapan pendekatan CBSA, maka strategi adalah pemikiran seorang guru
tentang cara memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menyelesaikan
masalah. Strategi ini seringkali dilakukan jauh sebelum proses pembelajaran,
khususnya saat perencanaan. Dalam istilah lain dilakukan di belakang meja.
Sebagai upaya mengembangkan strategi pembelajaran agar lebih spesifik,
misalnya pendekatan CBSA dilakukan dengan mengembangkan diskusi. Dari segi
strategi tujuan penggunanan diskusi bagi siswa adalah agar siswa dapat
berpartisipasi aktif mengeluarkan pendapatnya, menyelesaikan masalah dengan
saling tukar pendapat, terlatih menghargai pendapat orang lain dengan memperoleh
feedback dari teman lain mengenai kemampuan berfikir, berpendapat, dan
menyimpulkan, mengembangkan penalarannya secara teoretis maupun praktis,
menambah pengetahuan dan kemampuannya, lebih bersemangat dalam belajar
lebih lanjut. Dari tujuan tersebut selanjutnya perlu dipikirkan peran guru dan siswa
dalam diskusi. Sebagai gambaran peran guru dan siswa dalam diskusi agar
berlangsung secara optimal antara lain :
Peran guru dalam diskusi meliputi, Initiating, Seeking information, Giving
information, Giving Opinion, Clarifying, Controling dan Encouraging. Secara rinci
beberapa istilah tersebut diartikan sebagai berikut :
1. Initiating, yakni menyarankan gagasan baru atau cara baru dalam melihat
pokok/materi yang didiskusikan
2. Seeking information, meminta fakta yang relevan (info kualitatif) tentang topik
diskusi.
3. Giving information, memberi fakta relevan, menghubungkan pokok diskusi
dengan pengalaman pribadi siswa.
4. Giving Opinion, memberi pendapat tentang pokok yang sedang
dipertimbangkan
oleh
kelompok
dengan
maksud
memberi
semangat/motivasi.
5. Clarifying, merumuskan kembali pernyataan seseorang dengan maksud
memperjelas pernyataan.
6. Controling, mengatur/mengawasi giliran bicara,
7. Encouraging, bersikap reseptif dan responsif terhadap pernyataan dan buah
pikiran siswa.
Beberapa peran siswa dalam diskusi antara lain menjaga dan menegakkan tata
tertib diskusi, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mau mendengar dan menerima
pendapat orang lain, self controling dan self convidence serta aktif berinisiatip untuk
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
15
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
memberikan kontribusi pendapatnya. Jadi berbagai hal yang diuraikan di atas
merupakan gambaran tentang implementasi strategi.
Metode pembelajaran memiliki pengertian lebih spesifik, yang merupakan
persoalan bagaimana tujuan, peran guru dan siswa dalam diskusi dapat
diimplementasikan dalam kelas agar pembelajaran mencapai tujuan dengan efektif
dan optimal. Dalam terapannya di kelas metode ini pada umumnya selalu dibarengi
dengan penerapan taktik, yakni saat implementasi pembelajaran di kelas dengan
keadaan real siswa, sarana pra-sarana yang tersedia. Jika pada implementasi di
kelas mengalami pergeseran dari perencanaan, dengan kondisi dan situasi siswa
nyata, ketersediaan sarana dan prasarana yang ada, maka seorang guru harus
segera memutuskan apa yang harus dan patut dilaksanakan dalam pembelajaran di
kelas secara cepat.
Banyak metode pembelajaran yang telah dikembangkan baik lewat riset maupun
lewat pemikiran, menyimpulkan bahwa belajar menjadi lebih bermakna manakala
melibatkan siswa secara aktif. Keterlibatan secara aktif ini sering ditafsirkan
bermacam-macam yang bergantung pada konteksnya. Di satu pihak diterjemahkan
dalam terlibat aktif dari segi fisiknya, di lain pihak terlibat aktif dari segi psikisnya
dapat diartikan sebagai belajar secara aktif. Tentu saja yang dikehendaki adalah
terlibat aktif baik dari segi fisik maupun psikisnya. Melalui cara ini diharapkan
muncul komunikasi secara horisontal sehingga pembelajaran menjadi lebih
bervariasi dan bermakna.
Model pembelajaran didefinisikan sebagai suatu pola pembelajaran yang dapat
menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan lingkungan belajar tertentu
sehingga siswa dapat berinteraksi yang selanjutnya berakibat terjadinya perubahan
tigkah laku siswa secara khusus. Ciri model pembelajaran yang baik antara lain
(1).memiliki prosedur yang sistematik dalam mengubah tingkah laku siswa
(2).menyebutkan hasil belajar secara detail tentang penampilan siswa
(3).menjelaskan secara pasti kondisi lingkungan belajar, yang pada lingkungan
tersebut perilaku siswa dapat diamati. (4). Memiliki kriteria penampilan siswa yang
spesifik dan dapat di tampilkan melalui langkah-langkah pembelajaran yang
ditetapkan. (5). Menyebutkan mekanisme yang merujuk pada reaksi siswa dalam
interaksinya dengan lingkungan yang ditetapkan.
C. Hubungan antara Prinsip Belajar dengan Penetapan Metode Pembelajaran.
Di antara metode-metode pembelajaran yang dirumuskan ini banyak aspek
yang harus mendapatkan perhatian dalam terapannya di kelas. Penggantian
penampilan guru di kelas dengan suatu alat/media pembelajaran tentu memiliki
dampak yang berbeda bagi siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam
pembelajaran di kelas akan melibatkan banyak domain yang dapat dicapai lewat
interaksi antara guru dengan siswa. Gagne (1965) mengungkapkan 8 tipe belajar
yakni belajar signal, belajar stimulus respon, berantai, asosiasi verbal, belajar
diskriminasi, belajar konsep, belajar aturan dan problem solving. Ke delapan tipe ini
tersusun secara hierarkhis yang diawali dengan belajar signal dan membentuk
hubungan stimulus respon yang dianggap sebagai prasyarat belajar. Selanjutnya
rantai dan asosiasi verbal merupakan kelanjutan dari belajar stimulus–respon yang
pada gilirannya merupakan prasyarat belajar yang lebih lengkap, sehingga
memunculkan kemampuan deskriminasi yang dalam hal ini mendahului belajar
konsep. Melalui proses yang lebih lanjut belajar konsep ini merupakan prasyarat
bagi belajar yang lebih kompleks sehingga menghasilkan belajar aturan, dan
tingkatan belajar aturan inilah yang nantinya mampu mengantarkan siswa untuk
melakukan problem solving. Belajar seperti diatas sifatnya hierakhikal, setiap
langkah mesti diambil sebelum langkah berikutnya yang dilakukan dengan berhasil.
Dalam kaitaannya dengan pemilihan metode pembelajaran,
aktivitas
pemilihan metode selalu menuntut guru untuk selalu bertanya dimana posisi siswa,
yakni apakah siswa telah berada pada hierarkhi yang tingi dari keterampilan belajar,
dan prasyarat apa yang perlu dalam belajar yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini
pengetahuan tentang kesiapan siswa menjadi sangat penting, seperti halnya saran
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
16
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Ausubel yang menyatakan bahwa ‘mulailah pembelajaran dengan apa yang telah
diketahui siswa, yakinlah akan hal itu’. Oleh karena itu, kadar keaktifan siswa
ditentukan oleh dua hal pokok yakni (1). informasi tentang keberartian belajar bagi
siswa dan (2). kadar penemuan yang didapat dari siswa saat belajar. Ke dua hal ini
memberikan indikasi bahwa
ada dua ujung yang ekstrim untuk menilai
kebermaknaan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru yakni metode ceramah
(guru aktif, siswa pasif) di satu pihak dan metode penemuan (siswa aktif, guru
sebagai fasilitator pembelajaran) di lain pihak.
Kedua ujung ini tidaklah selalu
bertentangan, atau yang satu lebih baik dari yang lain. Oleh karena itu seorang
guru haruslah dapat menempatkan dirinya secara baik, metode ceramah barangkali
akan bermakna dan efektif dalam tujuan tertentu, misalnya : penyampaian informasi,
memberikan pengertian pada siswa. Metode penemuan bermakna dan efektif bagi
upaya pembelajaran yang ditekankan pada proses.
Setiap penetapan metode pembelajaran sampai dengan implementasinya di
kelas, akan berhasil jika seorang guru mampu menciptakan situasi yang mendukung
proses pembelajaran sehingga siswa benar-benar belajar tentang sesuatu materi.
Oleh karena itu setiap guru perlu menyadari bahwa prinsip-prinsip belajar tidak
terwujud hanya dengan memilih metode pembelajaran semata. Dalam hal ini
motivasi belajar siswa amat bergantung pada banyak variabel, misalnya tantangan,
kemanfaatan hal yang dipelajari bagi siswa, kemudahan akses belajar di kelas dan
sebagainya. Beberapa aspek yang pilihan yang ada hubungannya antara prinsip
belajar dengan metode pembelajaran antara lain motivasi, pelibatan secara aktif,
pendekatan pribadi, pentahapan, umpan balik dan transfer belajar.
Motivasi merupakan bagian penting yang perlu mendapatkan perhatian guru,
sebab motivasi belajar siswa meningkat apabila materi ditampilkan secara menarik,
dapat diterapkan dalam praktik hidup sehari-hari dan membawa manfaat bagi siswa.
Dalam hal pemilihan metode pembelajaran, sampai pada tingkat tertentu masih
dapat dicapai lewat pemilihan metode tertentu oleh guru. Namun demikian metode
partisipatif yang banyak langsung menerapkan pengetahuan siswa untuk materi
pelajaran dalam kehidupan sehari-hari siswa akan mampu memberikan peningkatan
gairah siswa untuk mempelajarinya. Pelibatan secara aktif merupakan landasan
utama dalam metode partisipatif. Lazimnya apabila siswa merasa dirinya banyak
dilibatkan, motivasi (baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik) akan meningkat
sehingga memungkinkan semakin banyak materi pelajaran yang dikuasainya.
Sebagai catatan penting bagi guru : metode yang dianggap paling partisipatif juga
belum menjamin pelibatan siswa secara total, dan keterlibatan siswa ini juga sangat
bergantung pada persiapan guru, gaya kepemimpinan guru, gaya belajar siswa, dan
faktor lainnya. Siswa tentu akan bersifat pasif manakala menganggap bahwa materi
ajar bermutu rendah atau tingkat komptensi guru rendah khususnya kepedulian dan
kecakapan guru kurang.
Pendekatan dari segi pribadi siswa, merupakan bagian yang tak terpisahkan
saat guru membangun komunikasi dengan siswa.
Guru perlu memperhatikan
keadaan pribadi siswa, khususnya berkait dengan bakat siswa.
Setiap siswa
memiliki bakat yang barangkali berbeda satu sama lain, dan kecepatan belajar yang
berbeda pula. Siswa kadang-kadang juga memiliki gaya belajar yang berbeda satu
sama lain, oleh karena itu perlu diupayakan agar semua siswa memiliki kepedulian
terhadap materi yang diajarkan guru. Beberapa indikator untuk melihat komitmen
siswa antara lain guru perlu memperhatikan berbagai hal antara lain : (a). perhatikan
pekerjaan yang wajib dilakukan oleh siswa sendiri (bacaan, latihan dsb)
(b).
gunakan alat peraga/media yang dapat membantu mengembangkan komunikasi
dengan siswa (c). upayakan membagi tugas kepada siswa secara merata dan
kembangkan tugas tambahan siswa secara sukarela dalam rangka mendeteksi
siswa yang pandai dan aktif.
Pentahapan yang dimaksudkan di
sini berkaitan dengan luas dan
kompleksnya sajian materi pelajaran. Dalam hal ini materi perlu dipecah-pecah
sesuai dengan tingkat kesulitannya, apakah materi yang dipelajari disusun secara
bertahap. Langkah yang perlu dilakukan guru adalah membuat pentahapan
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
17
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
pembelajaran dengan menggunakan model spiral, yakni penyusunan dan penyajian
materi dilakukan dengan prinsip maju berkelanjutan. Pengulangan perlu dilakukan
bertahap dengan tingkat pendalaman yang berbeda. Untuk maksud itulah seorang
guru seharusnya dalam situasi tertentu tidak meninggalkan pemberian ceramah
atau memberikan tugas membaca kepada siswa.
Umpan balik dan transfer merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan
dalam pembelajaran. Umpan balik dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan dan
perilaku siswa yang dapat dilihat oleh guru maupun siswa lainnya. Misalnya umpan
balik mengenai apa yang telah diketahui/dimiliki siswa dari materi yang dipelajari
lewat tes atau wawancara kepada siswa.
Menggunakan pertanyaan guru
selanjutnya dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menerapkannya secara
efektif. Umpan balik ini dapat merupakan salah satu indikator adanya transfer dalam
pembelajaran. Transfer ini dapat berupa retensi siswa, yakni kemampuan siswa
dalam mengingat informasi yang telah dipelajarinya dan reinforcement yakni
penguatan di pihak siswa mengenai materi yang telah dipelajari/diingat dan siswa
mampu menyelesaikan persoalan yang sejenis yang berkaitan dengan kemampuan
yang dipelajarinya.
D. Model-Model Pembelajaran
Model pembelajaran didefinisikan sebagai suatu pola pembelajaran yang
dapat menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan lingkungan belajar
tertentu sehingga siswa dapat berinteraksi yang selanjutnya berakibat terjadinya
perubahan tigkah laku siswa secara khusus. Melalui pemahaman berbagai model
pembelajaran yang banyak dikembangkan di kelas, seorang guru dapat
mengembangkan strategi pembelajaran lewat pemikiran di belakang meja sebelum
yang bersangkutan menghadapi siswa. Model pembelajaran dapat membantu guru
dalam penguasaan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan upaya
mengubah tingkah laku siswa sejalan dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini
berarti model pembelajaran diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Umumnya model pembelajaran
yang dikembangkan memiliki berbagai jenis sumber dan pengembangnya, yang
secara umum akan membedakan pendekatan yang digunakannya yang sasaran
akhirnya adalah perubahan tingkah laku siswa. Oleh karena itu kegunaan model
pembelajaran bagi guru antara lain membimbing, membantu dalam pengembangan
kurikulum, penetapan material pembelajaran, dan peningkatan efektivitas
pembelajaran. Membimbing yang dimaksudkan disini adalah menolong guru dalam
menentukan apa yang seharusnya dilakukan guru dalam rangka pencapaian tujuan.
Membantu dalam pengembangan kurikulum berkaitan dengan pemahaman tentang
usia siswa, sehingga perhatian guru di samping pada materi yang akan
dikembangkan dalam pembelajaran juga kondisi psikologis yang sejalan dengan usia
siswa. Selanjutnya penetapan material pembelajaran berkaitan dengan macam dan
jenis material yang dipilih dan digunakan guru dalam rangka mengubah tingkah
laku siswa.
Melalui pemilihan material pembelajartan ini kepribadian siswa
diharapkan dapat terbentuk lewat kebiasaan cara belajar yang dilakukan. Akhirnya
dari semua hal di atas, efektivitas pembelajaran dapat dicapai lewat pembelajaran
yang dilakukan guru. Efektivitas merujuk pada aktivitas guru yang tidak sematamata bertindak secara prosedural, tetapi juga mampu dan menggerakkan partisipasi
siswa dalam pembelajaran.
Kelima ciri model pembelajaran seharusnya dapat di ukur lewat perencanaan
dan penampilan siswa melalui pembelajaran yang dikembangkan. Sejalan dengan
kelima ciri tersebut dikenal 4 model pembelajaran yakni (a). interaksi sosial (b).
pemrosesan informasi (c). sumber pribadi dan (d). modifikasi tingkah laku. Masingmasing model pembelajaran ini memiliki asumsi-asumsinya masing-masing.
Interaksi sosial dalam hal ini model pembelajaran lebih menekankan pentingnya
hubungan sosial antara siswa dalam masyarakat. Dalam hal ini model ini diharapkan
dapat mengembangkan dan meningkatkan proses demokratisasi dalam masyarakat.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
18
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Asumsi yang dipergunakan oleh model ini adalah bahwa hubungan sosial adalah
sarana pembelajaran yang tepat.
Pemrosesan informasi, tekanan pembelajaran yang dikembangkan ditandai
dengan kemampuan siswa dalam menangani stimuli, data yang terorganisir dan
permasalahan serta penyelesaiannya. Model pembelajaran tipe ini berasumsi
bahwa proses berfikir merupakan proses transaksi aktif di pihak siswa, sehingga
kemampuan intelektual siswa berkembang secara bertahap. Tahapan–tahapan
berpikir siswa dapat dipelajari, sehingga model ini pada umumnya berkembang
pesat terutama dalam MIPA, sebab struktur materi MIPA selalu membahas
mengenai kesanggupan intelektual siswa.
Sumber pribadi, merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada
individu-individu sebagai sumber ide dalam pendidikan. Penekanan pada model ini
diberikan pada bagian mana proses berlangsung dalam individu yang ditandai
dengan kemampuan individu untuk menyusun dan mengorganisasikan realitas.
Asumsi yang dipergunakan dari model ini antara lain kehidupan pribadi siswa,
emosional dan organisasi internal mampu mempengaruhi lingkungannya. Modifikasi
tingkah laku, fokus pembelajarannya seringkali merupakan bagian dari ‘operant
conditioning models’ yang dikembangkan oleh BF Skinner. Pada model ini yang
diutamakan dalam pembelajaran adalah kegiatan yang ditujukan pada perubahan
tingkah laku pengutamaan penguatan.
Berikut ini ditampilkan empat (4) klasifikasi model pembelajaran yang
banyak dikembangkan di kelas sebagai berikut :
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama
Model
yang Pengembang
Dikembangkan
Donald Oliver and
Jurisprudential Teaching
James P. Shaver
Model
Herbert Thelen and
Group Investigation
John Dewey
Byron Massials and
Social inquiry
Benyamin Cox
Hilda Taba
Inductive models of Teaching
Joseph J.
and
Science Inquiry Model
J.Schab
Jerome Brunner
Concept Attainment Model
Development
Models
of Jean Piaget, Irving
Siegel and Edmund
Teaching
Sullivan
David Ausubel
Advance Organizer Model
Non Directive Teaching Model Carl Rogers
William Glasser
Classroom Meeting Model
BF Skinner
Operant Conditioning Models
Jenis sumber
Social Interaction
Social Interaction
Social Interaction
Information Processing
Information Processing
Information Processing
Information Processing
Information Processing
Person
Person
Behavior Modification
Dalam pembelajaran MIPA model yang banyak dikembangkan adalah
information processing yang didasarkan pada asumsi bahwa :
(a). Proses berfikir pada individu manusia dapat dipelajari.
(b). Proses berfikir dapat dianggap sebagai proses transaksi aktif antara individu
yang belajar dengan data, sehingga operasi berfikir tidak lain adalah operasi
mental yang tidak dapat diajarkan secara langsung, tetapi harus melalui materi
pelajaran.
Tugas guru hanyalah membantu proses internalisasi dan
konseptualisasi.
(c). Proses berfikir berkembang secara bertahap dan tahapannya tak dapat dibalik,
untuk menghasilkan pembelajaran bermakna perlu dipilih saat yang tepat yakni
siswa dalam keadaan rasa ingin tahunya.
(d). Pengetahuan seharusnya memiliki struktur tertentu dan semua pengetahuan
dapat dipetakan ke dalam struktur yang besar yang membentuk dunia mental
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
19
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
masing-masing individu. Upaya menghadapkan siswa ke dalam situasi yang
membingungkan bermakna dalam kemampuan mengorganisasikan pikirannya
yang diharapkan mampu pola berfikir yang baru dengan membawa ke pada
kesimbangan internal dan eksternal.
(e). Setiap ilmu pengetahuan memiliki struktur konsep yang membentuk dasar dari
sistem proses informasi bagi siswa, sehingga belajar antara lain mencocokkan
konsep dalam materi ke dalam sistem yang dimiliki dan berfungsi bagi dirinya.
Salah satu contoh yang dapat menggambarkan bahwa belajar merupakan
pemrosesan informasi, berikut ini ditampilkan rancangan science inquiry models
yang langkah-langkah pembelajarannya diungkapkan sebagai berikut :
Tahapan awal dimulai dengan pemilihan topik, yakni adakah disekitar tempat
tinggal siswa didapati peristiwa alam yang sesuai dengan topik yang akan dipelajari
siswa. Peristiwa tersebut sebaiknya diambil yang dapat membingungkan siswa di
awal pembelajaran. Misalnya : dalam mata pelajaran fisika di kelas dipilih gejala
pemantulan dan pembiasan cahaya yang terjadi secara bersamaan. Pembelajaran
diawali dengan gejala yang memungkinkan munculnya konflik penalaran siswa,
selanjutnya langkah pembelajaran yang disarankan adalah sebagai berikut :
(1). menghadapkan siswa dengan masalah
(2). mengumpulkan data dan informasi untuk melakukan klasifikasi.
(3). melakukan pengumpulan data dalam experimentasi.
(4). memformulasikan penyelesaian masalah dan analisis proses inkuari.
Tahapan tersebut diarahkan agar siswa mampu belajar mandiri lewat informasi yang
dibangun pembelajaran yang dapat dipilih adalah independent study/case Study.
E. Contoh Panduan Impelementasi Pembelajaran di Sekolah
Perlu ditegaskan di sini bahwa tidak ada satu metode, pendekatan, model
atau strategi yang paling baik dalam pembelajaran, baik itu pembelajaran
Matematika maupun pembelajaran sain. Kesesuaian antara metode pilihan guru
dengan karakteristik siswa dan lingkungan serta tersedianya sarana prasarana
merupakan bagian yang perlu dipertimbangkan oleh guru.
Sebagai seorang guru, kita dituntut untuk menyelesaikan target yang
diungkap oleh kurikulum, masyarakat maupun stake holder untuk dapat
melaksanakan menajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran meliputi 4
tahapan, yaitu: 1). perencanaan program pembelajaran; 2). pelaksanaan program
pembelajaran; 3). monitoring dan evaluasi proses pembelajaran; dan 4) analisis hasil
monitoring dan evaluasi untuk selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam
merevisi program pembelajaran.
Terkait dengan perencanaan pembelajaran di samping guru merumuskan
tujuan pembelajaran, berupa kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki setelah
mengikuti proses pembelajaran, guru harus dapat mengidentifikasi karakteristik
siswa yang akan mengikuti proses pembelajaran. Identifikasi karakteritik siswa
antara lain meliputi: a). kompetensi yang dimiliki siswa sebelum mengikuti
pembelajaran (pre requisite skill), b). tingkat motivasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran, c). heterogenitas kompetensi siswa, d). kebiasaan-kebiasaan siswa
dalam proses pembelajaran, dan e). perilaku-perilaku lain bagi tiap individu dalam
belajar. Pengetahuan guru tentang indikator masing-masing siswa, sangat
bermanfaat bagi guru dalam menyusun program pembelajaran.
Banyak Teori-teori belajar telah dikemukakan oleh para psikolog atau pakar
pendidikan yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran yang
inovatif. Untuk pembelajaran MIPA, dengan sifat dan karakteristik materi banyak
disarankan menggunakan model pemrosesan informasi seperti yang telah diungkap
di atas. Di antaranya aliran Psikologi Tingkah Laku dikemukakan antara lain oleh:
Thorndike, Ausubel, Gagne, Pavlov dan teori tentang Psikologi Kognitif antara lain
dikemukakan oleh Piaget, Brunner, Brownell, Dienes dan Van Hiele.
Beberapa asumsi dalam Psikologi Tingkah Laku:
1. Thorndike, mengemukakan teori Stimulus dan Respon dalam belajar, respon
siswa perlu dimunculkan dengan pemberian stimulus-stimulus yang tepat,
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
20
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
selanjutnya dapat dikemukakan hukum belajar. Hukum belajar yang dikenal
dengan nama Law of effect, dalam hukum ini dikatakan bahwa seorang
siswa akan meningkat keberhasilannya dalam belajar jika respon siswa
terhadap suatu stimulus memperoleh reinforcement atau penguatan yang
berupa pujian atas keberhasilannya. Pemberian penguatan ini menimbulkan
rasa senang bagi siwa, sehingga ada kecenderungan ia akan berusaha lebih
keras dalam belajar untuk dapat memperoleh reinforcement lagi. Teori lain
yang dikemukakan oleh Thorndike dalam belajar berkaitan Stimulus dan
Respon siswa, yaitu: 1). Hukum kesiapan (Law of readiness), 2) Hukum
latihan (Law of Exercise), dan 3). Hukum akibat ( Law of Effect).
a. Hukum kesiapan menjelaskan bahwa respon seorang terhadap
stimulus yang diberikan kepadanya akan muncul jika siswa dalam
keadaan siap, dan respon yang diberikan akan memberikan kepuasan
bagi diri siswa. Sebaliknya jika siswa tidak siap, maka respon yang
dikemukakan terhadap stimulus yang diberikan tidak akan muncul,
atau jika munculpun tidak akan sesuai dengan harapan dirinya
maupun
teman atau gurunya. Hal ini menimbulkan perasaan
ketidaksenangan pada dirinya.
b. Hukum latihan sangat diperlukan dalam belajar Matematika dan Sain,
siswa banyak latihan dalam menyelesaikan soal yang semacam
dengan tingkat kesulitan berbeda, akan lebih memantapkan konsep
dan prinsip yang dipelajarinya.
c. Hukum akibat, sebagai misal siswa yang memperoleh penguatan
akan berakibat dia merasa senang dalam belajar dan ada
kecenderungan meningkatkan gairah belajarnya. Sebaliknya respon
yang diberikan siswa salah, kecaman guru akan memimbulkan akibat
kebencian terhadap guru dan sekaligus kebencian terhadap mata
pelajaran yang diasuh guru tersebut. Oleh karena itu guru harus
pandai-pandai memberikan tanggapan terhadap respon siswa yang
salah agar tidak berakibat fatal.
Penguatan atau reinforcement bagi siswa yang memberikan respon yang
benar merupakan reward untuk memotivasi siswa lebih giat belajar. Brunner
menyatakan bahwa sajian materi yang bermakna lebih memantapkan siswa
belajar. Belajar yang baik apabila siswa dapat mengkonstruksi kognisi melalui
pengetahuan yang diterima, kemudian dianalisis apakah sesuai dengan
pengetahuan yang telah dimiliki atau justru bertentangan dengan apa yang
dimiliki. Dari hasil analisis ini siswa dapat memperkuat pengetahuan yang dimiliki,
atau menggugurkan konstruksi pengetahuan yang dimiliki jika informasi baru
diterima bertentangan dengan konstruksi kognitif yang dimiliki sebelumnya, atau
menumbuhkan konstruksi pengetahuan baru, jika konstruksi pengetahuan belum
dimiliki sebelumnya. Pembentukan konstruksi kognitif selanjutnya dinamakan
paham konstruktivisme, yang dirintis semenjak lama oleh Piaget. Efektivitas
belajar dapat dideteksi apakah pembelajaran yang berlangsung di sekolah ini
memiliki manfaat bagi siswa. Dengan demikian di kalangan siswa akan muncul
rasa ingin tahu, rasa ingin melibatkan diri, mencoba-coba, mengajukan
pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran, berusaha menamukan sendiri jawaban
dari masalah yang dipelajari.
Menurut UNESCO, kecenderungan pendidikan di abad 21 memuat empat
pilar utama, yaitu: (1). Learning to know, (2) Learning to do, (3). Learning to live
together, (4). Learning to be, sedangkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang diluncurkan pada Tahun 2006 bahwa Kurikulum dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1. berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya.
2. beragam dan terpadu
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
21
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
3.
tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni
4. relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. menyeluruh dan berkesinambungan
6. belajar sepanjang hayat
7. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas guru dituntut untuk mampu
mengembangkan model-model pembelajaran atau pendekatan pembelajaran yang
dapat di dukung teori-teori tersebut.
Berbagai bentuk pembelajaran yang menunjang pilar keempat pembelajaran
yang dikemukakan UNESCO adalah (I) Cooperative Learning (Pembelajaran
Kooperatif);
(II).Problem Based Instructions(Pembelajaran berdasar Masalah)
(III).Direct Instructions(Pembelajaran langsung).
I. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
Pada Cooperative Learning siswa bekerja bersama-sama dalam team yang
beranggotakan 4 atau 5 siswa. Cooperative Learning is a succesful teaching strategy
in wich small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of
learning activities to improve the understanding of a subject. Each members of a
team is responsible not only for learning what is taught but also for helping
teammates learn, yhus creatung an atmosphere of achievement. (http://www.ed.gov).
Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif
banyaknya anggota kelompok kecil, kemampuan anggota-anggota kelompok yang
berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan
pemahaman diri. Setiap anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab pada
belajar sendiri tetapi juga membantu teman satu team yang lain dalam belajar,
sehingga tercipta suasana sukses.
Definisi lain dikemukakan oleh Roger T. Johnson dan David W. Johnson
(http://www.co_operation.org), bahwa: Cooperative learning is a relationship in a
group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim
together), individual accountability (each of us has to contribute and learn),
interpersonal skills (communication, fruit, leadership, decision making, and conflict
resolution), face to face promotive interaction and processing (reflection on how well
the team is functioning and how to function even better). Pada definsi ini terkandung
pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar
anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang positip (menanamkan
rasa kebersamaan), tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota
memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi,
keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap
muka menaikkan interaksi dan pengolahan data.
Slavin mengemukakan bahwa: Cooperative Learning refers to a variety of
teaching methods in which students work in a small groups to help one another learn
academic content. In cooperative classrooms, student are expected to help each
other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current
knowledge in fill in gaps in each other understanding.
Belajar bekerjasama berkenaan
dengan berbagai macam metode
pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan
saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas,
partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain,
berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan
perbedaan pemahaman satu sama lain.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur:
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
22
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang
untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang terlalu
besar tidak menjamin adanya kerja belajar yang efektif.
2. Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok,
keberhasilan kelompok
sangat ditentukan oleh kekompakan anggotaanggota dalam kelompok tersebut.
3. Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran
tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat
mendukung keberhasilan kelompok.
4. Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok
daslam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat
mendorong terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat lebih saling
mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman,
menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai
perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. Siswa saling
asah, saling asih dan saling asuh.
5. Anggota-anggota kelompk berlatih untuk mengevalusi pedapat teman,
melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman esama
anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi
pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat.
Dari 5 hal di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat pembelajaran kooperatif, di
samping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga
bermakna dalam membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesama. Adapun dalam model
pembelajaran kooperatif ini peran guru yang dapat ditampilkan antara lain :
No
Fase pembelajaran
Peran guru
1
Rumuskan
tujuan, menyampaikan tujuan pembelajaran, mengaitkan
apersepsi dan motivasi
dengan manfaat mempelajari materi dan memotivasi
siswa
2
Ceramah
dan menyajikan informasi lewat media yang sesuai
Misalnya bahan bacaan,
menyajikan
informasi kepada siswa.
lewat
media
yang demonstrasi, menggali pemahaman siswa
sesuai
3
Organisasi kelompok- bentuk kelompok, menjelaskan tujuan, bentuk dan
kelompok belajar siswa macam kegiatan serta membantu kelompokkelompok agar trasisi antara informasi dan belajar
berlangsung prosedural.
4
Bimbingan
kelompok memberikan bimbingan saat mengerjakan tugas dan
siswa untuk bekerja dan menampung kesulitan siswa untuk dipecahkan
belajar
bersama
5
Asesmen
melakukan asesmen terhadap tugas, lewat tampilan
siswa dalam kelompok besar dan seterusnya
bersama siswa melakukan refleksi.
6
memberikan
memilih cara yang sesuai untuk menghargai setiap
penghargaan
hasil karya kelompok dan tampilan individual saat
presentasi
Terkait dengan Cooperative Learning, Slavin mengemukakan beberapa model,
antara lain:
1). Student Teams-Achievement Divisons, yang memiliki 5 komponen, yaitu:
(a). Class Presentation (presentasi kelas); (b). Teams (kelompok); (c) quizzes
(kuis); (d) individual improvement scores (peningkatan skore individu); (e). Team
recognition (penghargaan kelompok).
23
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
2). Teams-Games-Tournament yang dikembangkan oleh David De Vries dan Keith
Edwards, pembentukan kelompok memperhatikan perbedaan jenis kelamin dan
tingkat kemampuan siswa, yang memiliki 5 komponen, yaitu:
(a). Class Presentation oleh guru; (b). Tim mengerjakan lembar kerja yang
telah disiapkan guru; (c). Saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama
untuk menghadapi turnament; (d) tournament yang biasanya diselenggarakan
seminggu sekali. Kurang lengkap.
3). Jigsaw II yang diadaptasi oleh Elliot Aronson’s dari teknik jigsaw. Seperti pada
STAD dan TGT, team bekerja dengan keaggotaan 4 siswa yang heterogen.
II. Problem Based Instructions (Pembelajaran Berdasar Masalah)
Model pembelajaran ini bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir
di kalangan siswa lewat latihan penyelesaian masalah, oleh sebab itu siswa
dilibatkan dalam proses maupun perolehan produk penyelesaiannya. Dengan
demikian model ini juga akan mengembangkan keterampilan berpikir lewat fakta
empiris maupun kemampuan berpikir rasional, sehingga latihan yang berulang-ulang
ini dapat membina keterampilan intelektual dan sekaligus dapat mendewasakan
siswa. Siswa berperan sebagai self-regulated learner, artinya lewat pembelajaran
model ini siswa harus dilibatkan dalam pengalaman nyata atau simulasi sehingga
dapat bertindak sebagai seorang ilmuwan atau orang dewasa. Model ini tentu tidak
dirancang agar guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa,
tetapi guru perlu berperan sebagai fasilitator pembelajaran dengan upaya
memberikan dorongan agar siswa bersedia melakukan sesuatu dan
mengungkapkannya secara verbal. Adapun dalam model pembelajaran kooperatif ini
peran guru yang dapat ditampilkan antara lain :
No fase pembelajaran
Peran guru
1
Rumuskan tujuan dan menjelaskan tujuan pembelajaran dan segala hal
orientasi masalah
yang
berkaitan
dengan
masalah
dan
penyelesaiannya, memotivasi siswa untuk terlibat
dalam aktivitas penyelesaian masalah.
2
Oranisasi siswa untuk membantu dan membimbing mendefinisikan tugasbelajar
tugas serta mengorganisasikan tugas-tugas siswa
untuk penyelesaian masalah
3
Bimbingan penyelidikan mendorong dalam merancang dan melaksanakan
individual dan kelompok eksperimen, mengukur, mengamati, mengumpulkan
informasi yang sesuai.
4
Sajian hasil karya dan membantu rencana dan penyiapan karya yang
pengembangannya
sesuai, melakukan pengecekan ulang dengan
eksperimen untuk mendapatkan penyelesaian
masalah yang dimaksud.
5
analisis dan evaluasi membantu siswa dalam refleksi dan evaluasi
proses
penyelesaian penyelidikan dan proses-proses penyelesaian
masalah
masalah yang telah dilakukan
III. Direct Instructions (Pembelajaran langsung )
Pembelajaran ini seringkali dianggap sebih sesuai dengan sifat ilmu
yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan MIPA tersusun secara terstruktur yang
memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran
langsung pada umumnya dirancang srcara khusus untuk mengembangkan aktivitas
belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan procedural serta
pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah
demi selangkah. Fokus utama dari pembelajarn ini adalah adanya pelatihanpelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang
lebih kompleks. Adapun dalam model pembelajaran langsung ini peran guru yang
dapat ditampilkan antara lain :
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
24
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No fase pembelajaran
Peran guru
1
Rumuskan
tujuan
dan menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar
orientasikan
kepada belakang, pentingnya materi ini dipelajari dan
mempersiapkan siswa untuk belajar lewat pola
kegiatan siswa
latihan.
2
demonstrasi pengetahuan menampilkan kegiatan dengan demonstrasi
dan keterampilan
keterrampilan
atau
menyajikan
materi
pembelajaran setahap demi setahap dengan
mempertimbangkan strukturnya
3
Bimbingan latihan
menampilkan bentuk atau model untukpelatihan
awal.
4
Kontrol penguasaan di mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas
pihak siswa dan berikan latihan apakah siswa telah berhasil dengan baik
diteruskan dengan kegiatan untuk memperoleh
umpan balik
balikan (tes, wawancara, pengamatan dan
sebagainya).
5
Berikan kesempatan untuk memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan
pelatihan
lanjutan
dan yang fokusnya adalah penerapan pada situasi
penerapan hasil latihan
yang lebih kompleks dalam kehidupan nyata.
Untuk semua model di atas beberapa catatan yang penting antara lain :
1. Pendalaman materi secara individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran,
hal tersebut memilik dua keuntungan: a). Siswa dapat mencari sumber belajar
lebih luas (internet atau buku bacaan yang lain), b). Waktu yang disediakan
untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk diskusi kelompok dan
presentasi hasil, sehingga lebih longgar.
2. Untuk Lesson Study, beberapa guru dapat memonitor dan mengevaluasi
seluruh kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya dilakukan diskusi
diluar jam sebagai bahan masukan untuk merevisi perncanaan program
selanjutnya.
F. Penutup
Upaya peningkatan kualitas pembelajaran MIPA perlu bertumpu pada
kebutuhan siswa, artinya pengoptimalan penggunaan sense siswa menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Integrasi antara evaluasi dengan
pembelajaran memungkinkan guru mengungkap potensi siswa secara optimal. Hal
ini berarti aktivitas mendidik, melatih dan pembelajaran perlu diintegrasikan dalam
tingkah laku dalam tugas dan hidup keseharian guru. Berbagai hal yang berkaitan
dengan pemilihan model pembelajaran perlu mendapatkan perhatian yang sebaikbaiknya. Upaya melatih sikap empati guru terhadap siswa maupun sejawat dalam
diri seorang guru perlu mendapatkan perhatian yang optimal agar keahlian,
kepakaran, tanggung jawab serta perasaan senasib sepenanggungan dapat
dikembangkan secara intrinsik.
G. Daftar Pustaka
Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam PBM. Jakarta: Bina Aksara.
Piet A. Suhertian, (1992). Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Ofset
Squires David A. , William G. Huitt and john K. Segars, (1983). Effective Schools
and Classrooms. Washington: ASCD.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
25
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Peterson, Penelope L. And Herbert J. Walberg (1979). Research on Teaching:
Concepts, Finding and Implications. California : Mc Cutchan Pub.
Slavin, Robert E. (1990). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice.
Singapore: Allyn and Bacon.
Joyce, Well and Marsha Weil,(1996).
Bacon
Models of Teaching.
Boston: Allyn and
Winne, Phillip H., and Ronald W. Marx (1979). Perceptual Problem Solving:
Research on Teaching (ed. Penelope C. Patterson et.al.). California :
McCutchan Pub.
Udin S. Winataputra,dkk.(2001).
Pusat Penerbitan UT
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Strategi Belajar Pembelajaran IPA. Jakarta :
26
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Tugas : Kerjakan dalam bentuk kelompok
Buatlah flow chart satu dari contoh Model di atas
Alokasi Waktu Untuk : 2 jam pertemuan ( 2 x 50 ) menit
No.
Bentuk Kegiatan
1.
Pengarahan dari guru dan pembentukan kelompok
2.
Pendalaman materi secara individual
3.
Diskusi Kelompok dan persiapan saji hasil diskusi
4.
Presentasi kelompok
5.
Resume dan pemantapan oleh guru
jumlah waktu
Alokasi Waktu
15 menit
20 menit
25 menit
30 menit
10 menit
100 menit
Lampiran 1:
Diskusi dan Macamnya
Diskusi ditinjau dari tujuannya dibedakan menjadi :
1. The Social Problem Meeting, merupakan metode pembelajaran dengan
tujuan berbincang-bincang menyelesaikan masalah sosial di lingkungan.
2. The Open ended Meeting, berbincang bincang mengenai masalah apa saja
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dimana kita berada.
3. The Educational Diagnosis Meeting, berbincang-bincang mengenai
tugas/pelajaran untuk saling mengoreksi pemahaman agar lebih baik.
Ditinjau dari Bentuknya, dibedakan menjadi :
1. Whole Group, merupakan bentuk diskusi kelompok besar (pleno,
klasikal,paripurna dsb.)
2. Buz Group, merupakan diskusi kelompok kecil yang terdiri dari (4-5) orang.
3. Panel, merupakan diskusi kelompok kecil (3-6) orang yang mendiskusikan
objek tertentu dengan cara duduk melingkar yang dipimpin oleh seorang
moderator.
Jika dalam diskusi tersebut melibatkan partisipasi
audience/pengunjung disebut panel forum.
4. Syndicate Group, merupakan bentuk diskusi dengan cara membagi kelas
menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari (3-6) orang yang masingmasing melakukan tugas-tugas yang berbeda.
5. Brainstorming, merupakan
diskusi iuran pendapat, yakni kelompok
menyumbangkan ide baru tanpa dinilai, dikritik, dianalisis yang dilaksanakan
dengan cepat (waktu pendek).
6. Simposium, merupakan bentuk diskusi yang dilaksanakan dengan
membahas berbagai aspek dengan subjek tertentu. Dalam kegiatan ini
sering menggunakan sidang paralel, karena ada beberapa orang penyaji.
Setiap penyaji menyajikan karyanya dalam waktu 5-20 menit diikuti dengan
sanggahan dan pertanyaan dari audience/peserta. Bahasan dan sanggahan
dirumuskan oleh panitia sebagai hasil simposium.
Jika simposium
melibatkan partisipasi aktif pengunjung disebut simposium forum.
7. Colloqium, strategi diskusi yang dilakukan dengan melibatkan satu atau
beberapa nara sumber (manusia sumber) yang berusaha menjawab
pertanyaan dari audience. Audience menginterview nara sumber selanjutnya
diteruskan dengan mengundang pertanyaan dari peserta (audience) lain
Topik dalam diskusi ini adalah topik baru sehingga tujuan utama dari diskusi
ini adalah ingin memperoleh informasi dari tangan pertama.
8. Informal Debate, merupakan diskusi dengan cara membagi kelas menjadi 2
kelompok yang pro dan kontra yang dalam diskusi ini diikuti dengan
tangkisan dengan tata tertib yang longgar agar diperoleh kajian yang dimensi
dan kedalamannya tinggi. Selanjutnya bila penyelesaian masalah tersebut
dilakukan secara sistematis disebut diskusi informal.
Adapun langkah dalam diskusi informal adalah :
1. menyampaikan problema
2. pengumpulan data
3. alternatif penyelesaian
27
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
4. memlilih cara penyelesaian yang terbaik.
9. Fish Bowl, merupakan diskuasi dengan beberapa orang peserta dipimpin
oleh seorang
ketua mengadakan diskusi untuk mengambil keputusan. Diskusi model ini
biasanya
diatur dengan tempat duduk melingkar dengan 2 atau 3 kursi kosong
menghadap
peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi
sehingga
seolah-olah peserta melihat ikan dalam mangkok.
10. Seminar, merupakan kegiatan diskusi yang banyak dilakukan dalam
pembelajaran. Seminar pada umumnya merupakan pertemuan untuk
membahas masalah tertentu dengan prasaran serta tanggapan melalui
diskusi dan pengkajian untuk mendapatkan suatu konsensus/keputusan
bersama.
Masalah yang dibahas pada umumnya terbatas dan
spesifik/tertentu, bersifat ilmiah dan subject approach.
11. Lokakarya/widya karya, merupakan pengkajian masalah tertentu melalui
pertemuan dengan penyajian prasaran dan tanggapan serta diskusi secara
teknis mendalam.
Dalam diskusi ini bila perlu diikuti dengan
demonstrasi/peragaan masalah tersebut. Peserta lokakarya pada umumnya
para ahli.
Tujuannya mendapatkan konsensus/keputusuan bersama
mengenai masalah tersebut. Telaahnya : Subject matter approach.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
28
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
PRINSIP-PRINSIP MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM LESSON
STUDY
Oleh: Bambang Subali, Sukardjo, dan Suharyanto
A.
Pendahuluan
Upaya meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, yakni pendekatan internal dengan memanfaatkan guru yang lebih
berpengalaman sebagai pelatih, pendekatan eksternal dengan mengirimkan guru
untuk mengikuti pelatihan ataupun studi lanjut, dan dengan pendekatan kemitraan
melalui kerjasama antara perguruan tinggi dan sekolah. Karakteristik program
kemitraan adalah dikembangkannya prinsip kolaborasi yang memberikan
keuntungan pihak-pihak yang terlibat (Fandi Tjiptono & Anastasia Diana, 1996).
Prinsip kolaborasi juga dapat dilakukan antar sesama guru dalam suatu sekolah juga
dapat menjadi ajang yang efektif untuk meningkatkan mutu guru.
Lesson study sebagai salah satu program kegiatan untuk meningkatkan
kompetensi guru dan kualitas pembelajaran dapat dikembangkan di sekolah sebagai
studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk
pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu.
Lesson Study pada dasarnya adalah salah satu bentuk kegiatan
pengembangan profesional guru yang bercirikan guru membuka pelajaran yang
dikelolanya untuk guru sejawat lainnya sebagai observer, sehingga memungkinkan
guru-guru dapat membagi pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya. Lesson
study merupakan proses pelatihan guru yang bersiklus, diawali dengan seorang
guru: 1) merencanakan pelajaran melalui eksplorasi akademik terhadap materi ajar
dan alat-alat pelajaran; 2) melakukan pembelajaran berdasarkan rencana dan alatalat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat untuk mengobservasi; 3)
melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, dan
diskusi dengan para observer. Oleh karena itu, implementasi program lesson study
perlu dimonitor dan dievaluasi sehingga akan diketahui bagaimana keefektifan,
keefesienan dan perolehan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
B.
Lesson Study
Lesson study sebagai salah satu kegiatan untuk meningkatkan kompetensi
guru dan kualitas pembelajaran berasal dari bahasa Jepang Jugyokenkyu yang oleh
Fernandez & Yoshida (Paidi, 2005) diartikan sebagai studi untuk analisis atas suatu
praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset
untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu. Di sekolah-sekolah di Jepang
kegiatan lesson study sebagai media untuk belajar dari pembelajaran yang
merupakan
a. inisiatif suatu sekolah atau guru untuk meningkatkan diri atau untuk
memperoleh
masukan
atas
pembelajaran
inovatif
yang
telah
dipikirkan/dilakukan, dengan cara membuka kelas bagi guru lain atau
pengamat lain.
b. wahana belajar bagi guru/peserta lain (juga guru penampil sendiri).
c. wahana bersejawat, berdiskusi/sharing pikiran untuk meningkatkan
keprofesionalan mereka.
d. Wahana berkolaborasi antara sekolah dengan universitas atau lembaga lain,
kolaborasi antara guru dengan dosen atau pemikir pendidikan lainnya guna
menghasilkan inovasi pembelajaran.
Lebih lanjut Paidi menyatakan bahwa ada tiga tahapan utama dari lesson study
yakni:
a. Tahap perencanaan (planning): pada tahapan ini secara kolaboratif (guru
dengan guru atau guru dengan dosen atau guru dengan pemikir) menyusun
suatu perencanaan pembelajaran yang inovatif sehingga dihasilkan suatu
perencanaan pembelajaran (lesson plan) yang terbaik dan membantu siswa
29
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
belajar dengan baik yang disusun berdasarkan pengalaman, hasil
pengamatan, buku-buku atau sumber ide lainnya.
b. Tahap implementasi (implementing/do): pada tahapan ini dilakukan
pembagian
tugas
bagi
pihak-pihak
yang
berkolaborasi
untuk
meimplementasikan lesson plan yang sudah disusun. Salah satu kolaborator
berperan sebagai guru dan yang lainnya sebagai pengamat/observer yang
melakukan pengamatan dengan menggunakan lesson plan sebagai acuan.
Pada skala besar kegiatan implementasi ini dapat diikuti oleh guru atau
pemerhati pendidikan lainnya di luar pihak-pihak yang berkolaborasi.
c. Tahap refleksi (reflecting/see): pada tahap ini pihak-pihak yang berkolaborasi
(atau dengan ditambah pengamat lainnya) duduk bersama untuk melakukan
diskusi dalam bentuk sharing mengenai apa-apa yang baru saja mereka
tangkap dan amati dari implemantasi lesson plan yang telah dilakukan.
Dengan melihat tahapan pelaksanaan kegiatan lesson study maka monitoring dan
evaluasi yang dilakukan juga harus mengacu pada tahapan yang dilakukan.
C.
Lesson Study sebagai Classroom Action Research
Lesson study sebagai suatu riset meliputi tiga tahapan utama yakni tahap
perencanaan (planning), tahap implementasi (implementing/do), tahap refleksi
(reflecting/see). Dari tahapan tersebut, jika mengacu pada PTK menurut Sagor
(1992), maka pelaku lesson study bekerja pada tiga tahapan tindakan, yakni: (1)
memprakarsai tindakan (initiating action), misalnya ingin mengadopsi suatu gagasan
atau ingin menerapkan suatu strategi baru, (2) monitoring dan membenahi tindakan
(monitoring and adjusting action), dan (3) mengevaluasi tindakan (evaluation action)
untuk menyiapkan laporan final dari program secara lengkap. Oleh karena itu, dari
sudut inquiry maka kegiatan untuk memprakarsai tindakan biasanya berupa kegiatan
mencari informasi yang akan membantu dalam memahami dan memecahkan
masalah sehingga merupakan research for action. Selama pelaksanaan dilakukan
monitoring dan pembenahan tindakan yang lebih berkait dengan apa yang dapat
dilakukan sehingga merupakan research in action. Pada akhir kegiatan dilakukan
evaluasi akhir untuk mengevaluasi tindakan yang lebih berfokus untuk mengevaluasi
kinerja yang telah dilakukan sehingga merupakan research of action. Jika disajikan
dalam bentuk bagan pada gambar 1 sebagai berikut.
1
2
Riset
Tindakan
Pemahaman
Monitoring
dan pembenahan
3
Riset
Evaluasi
Gambar 1. Tahapan PTK Menurut Sagor
Agar dapat dibuat perencanaan yang baik pada tahap research for action,
pemrakarsa tindakan harus melakukan refleksi awal yang berbasis pada kondisi awal
dan digalii melalui need asesment. Dalam tahap ini diperoleh akar masalah yang
akan diatasi melalui lesson study sehingga hasil need assessment, sebagai deskripsi
semua kondisi awal. Dalam hal yang demikian, dapat dijadikan dasar placement
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
30
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
evaluation dengan tujuan untuk menetapkan program agar sesuai dengan kondisi riil
di lapangan. Dari placement evaluation itulah dapat dipahami dengan pasti posisi
masing-masing pihak yang berkolaborasi, baik dosen, guru, maupun siswa berkait
dengan akar masalah yang akan dipecahkan.
Pada tahap reserch in action, dilakukan kegiatan monitoring untuk
memperoleh deskripsi maupun hubungan sebab akibat yang terjadi dengan adanya
implementasi tindakan. Pada tahap ini, data hasil monitoring digunakan untuk
mengambil kepuitusan seberapa jauh perbaikan/pembenahan perencanaan tindakan
dalam setiap siklus harus dilakukan. Oleh karena itu, keputusan yang diambil adalah
pada tataran formative evaluation. Melalui
Pada tahap research of action, kegiatan monitoring dilakukan untuk
memperoleh deskripsi, hubungan sebab akibat yang berkait dengan implementasi
program secara keseluruhan (seluruh siklus), dan seberapa jauh keterlibatan pihakpihak yang telah berkolaborasi. Dengan demikian, keputusan atas dasar hasil
monitoring bertujuan untuk menetapkan efektivitas dan efisiensi program lesson
study. Dalam tahapan ini, kedudukan evaluasi program adalah sebagai sumative
evaluation.
1. Macam Lesson Study
Lesson Study sebagai penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan dalam
beberapa macam. Mengacu pendapat Kemmis dan McTaggart (1997) ada tiga
macam PTK, yakni PTK yang dilakukan secara individual, PTK yang dilakukan
secara kolaboratif, dan PTK yang dilakukan secara kelembagaan.
a. Lesson Study dalam bentuk PTK yang Dilakukan Secara Individual
Lesson study dalam PTK yang dilakukan secara individual, seorang
guru/dosen yang melakukan PTK berkedudukan sebagai peneliti sekaligus sebagai
praktisi. Sebagai peneliti, guru/dosen harus mampu bekerja pada jalur penelitiannya,
yakni
jalur
menuju
perbaikan
dengan
langkah-langkah
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dalam arti guru/dosen yang bersangkutan harus menjamin
kesahihan data yang dihimpun sehingga mendukung objektivitas penelitian yang
dilakukan serta ketepatan dalam menginterpretasi dan menarik kesimpulan hasil
penelitian. Untuk itu dalam PTK yang dilakukan secara individual harus didukung
oleh critical friend.
Critical friend yang tepat sangat membantu saat peneliti melakukan refleksi.
Selain itu, critical friend juga dapat sebagai observer saat peneliti melakukan praktik
pembelajaran sebagai praktisi. Bila tanpa critical friend ada yang mempertanyakan
objektivitas penelitiannya.
Critical friend dipilih sesuai dengan keahlian atau kebutuhan. Oleh karena itu,
critical friend dapat berganti-ganti orang sepanjang penggantian fungsional untuk
membantu keberhasilan program lesson study yang dilaksanakan. Jika seorang
pelaksana program lesson study sudah senior atau sudah terbiasa melakukan dan
didukung sarana prasarana untuk peliputan data yang memadai seperti alat perekam
dalam bentuk audio visual, maka dapat saja melibatkan critical fiend untuk
mengkritisi hasil-hasil yang dilaksanakan setelah ia menganalisis hasil perekaman.
Dengan demikian, critical friend hanya dilibatkan pada saat refleksi dan sekaligus
mengkritisi lesson study yang dilakukan. Bahkan, diharapkan critical friend juga mau
mengadop bila hasilnya dinilai positif. Sebaliknya, bagi pemula, maka dapat
melibatkan critical friend di setiap tahapan lesson study yang dilaksanakan, mulai
dari pemilihan permasalahan, perencanaan, pelaksanaan, refleksi, sampai pada
pelaporan.
b. Lessn Study berbasis PTK yang Dilakukan Secara Kolaboratif
PTK dalam bentuk kolaboratif/kelompok melibatkan sekelompok guru/dosen,
sehingga ada guru/dosen sebagai peneliti dan guru/dosen sebagai praktisi. Dapat
pula kolaborasi dilakukan antara guru dengan dosen. Dalam kolaborasi antara guru
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
31
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
dan dosen, permasalahan digali bersama di lapangan, dan dosen dapat sebagai
inisiator untuk menawarkan pemecahan atas dasar topik area yang dipilih. Dalam hal
ini validitas penelitian lebih terjamin karena ada posisi sebagai peneliti dan posisi
sebagai praktisi.
3. Lesson Study berbasis PTK yang Dilakukan Secara Kelembagaan
Lesson study yang dilakukan dalam bentuk PTK individual/perorangan
ataupun dalam bentuk PTK yang dilakukan secara kolaboratif/kelompok memiliki
skop terbatas atau berfokus pada topik area yag sempit. Misalnya, penelitian hanya
berfokus pada hubungan antara proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai.
PTK yang dilakukan secara kelembagaan memiliki skop penelitian yang lebih
luas dan ditujukan untuk perbaikan lembaga. Dengan demikian, dalam satu
penelitian dapat ditetapkan beberapa topik area. Dalam PTK yang dilakukan secara
kelembagaanpun melibatkan kolaborasi dapat dibangun secara luas dengan
melibatkan banyak pihak yang terkait. Untuk sekolah, dapat melibatkan siswa, guru,
karyawan, orang tua, kepala sekolah, dinas, dan dosen perguruan tinggi. Untuk
perguruan tinggi, dapat melibatkan mahasiswa, dosen, karyawan, pihak pengguna,
dan stakeholder ataupun yang lainnya.
Tujuan utama PTK yang dilakukan secara kelembagaan adalah untuk
memajukan lembaga. Oleh karena itu, dapat dibuat kelompok-kelompok peneliti
menurut topik-topik area yang relevan dengan kelompok yang bersangkutan.
Menurut Kemmis dan McTaggart (1997) dalam PTK bentuk ini kelompok-kelompok
kecil yang ada di dalamnya dapat melakukan kegiatan eksperimen untuk menguji
beberapa inovasi untuk permasalahan yang ada.
D. Model-Model Tahapan PTK
Ada beberapa model pentahapan dalam PTK. Menurut Mc Taggart (1991)
juga Kemmis dan McTaggart (1997) PTK dilakukan siklus demi siklus, sebelum
memulai dengan siklus pertama diawali dengan (a) refleksi awal untuk melakukan
penyidikan dalam upaya menetapkan topik area (thematic concern) yang akan
diteliti, kemudian dilanjutkan dengan (b) perencanaan secara keseluruhan, (c)
implementasi tindakan dan observasi, dan (d) refleksi. Memasuki siklus berikutnya
dimulai dengan (a) tahap perencanaan lanjut sebagai revisi atas perencanaan yang
disusun sebelumnya dengan memanfaatkan hasil refleksi, (b) pelaksanaan tindakan
dan observasi lanjut , dan (c) refleksi lanjut. Jika disajikan dalam bentuk bagan
adalah sebagai berikut.
Refleksi
Rencana
Rencana
Obserasi
Tindakan
Rencana
Rencana
yang direvisi
Refleksi
yang
direvisi
Obserasi
Tindakan
Gambar 2. Tahapan PTK
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
32
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Menurut McKernan (Hopkins, 1993) PTK dilakukan siklus demi siklus dan
dimulai dengan tahapan siklus pertama yang diawali dengan (a) menetapkan
permasalahan, (b) need assessment untuk mencari akar masalah, (c) perumusan
gagasan hipotesis, (d) implementasi tindakan, (e) evaluasi tindakan, dan diakhiri
dengan (f) pengambilan keputusan. Setelah siklus pertama dilanjutkan ke siklus
berikutnya yang diawali kembali dengan: (a) menetapkan kembali permasalahan, (b)
need assesment untuk mencari kembali akar permasalahan (c) perumusan hipotesis
baru, (d) implementasi rencana, (e) evaluasi tindakan, dan diakhiri dengan (f)
pengambilan keputusan. Jika disajikan dalam gambar 3 sebagai berikut.
Tindakan siklus I
Tindakan sklus II
Tindakan menghendaki
perbaikan situasi permasalahan
KEPUTUSAN
Refleksi, penjelasan, pemahaman
EVALUASI TINDAKAN
IMPLEMENTASI
RENCANA
PERUMUSAN
MASALAH
NEED ASSESSMENT
GAGASAN HIPOTESIS
PENGEMBANGAN RENCANA TINDAKAN
KEPUTUSAN
Refleksi, penjelasan, pemahaman
PERUMUSAN
KEMBALI MASALAH
EVALUASI TINDAKAN
NEED ASSESSMENT
IMPLEMENTASI
RENCANA
HIPOTESIS BARU
REVISI RENCANA TINDAKAN
T2
T1
T3
Gambar 3. Tahapan PTK Menurut McKernan
Menurut Ebbutt (Hopkins, 1993; McNiff, 1992) PTK dilakukan siklus demi
siklus. Pada siklus pertama diawal dengan (a) penetapan gagasan umum, (b)
melakukan penyidikan (b) menyusun perencanaan secara keseluruhan, (c)
pelaksanaan tindakan pertama, (d) monitoring dan penyidikan. Hasil monitoring dan
penyidikan untuk (a) merevisi perencanaan secara keseluruhan yang sudah disusun,
atau (b) untuk membenahi gagasan umum, atau (c) untuk memasuki tindakan
berikutnya. Jika disajikan gambar 4 sebagai berikut.
Menurut Elliott (Hopkins, 1993; McNiff, 1992) PTK dilakukan siklus demi
siklus, diawali dengan menemukenali gagasan awal, (b) penyidikan dengan mencari
fakta dan menganalisisnya, (c) menysun pwerencanaan umum yang terdiri dari
beberapa tahapan tindakan, (d) melaksanakan tindakan tahap pertama,
(e)
memonitor pelaksanaan tahapan tindakan pertama dan melihat efeknya, (f)
melakukan penyidikan untuk menemukan kegagalan/kesalahan tindakan dan
efeknya. Hasil penyidikan dipakai untuk merevisi gagasan umum beserta tahapantahapan tindakannya, dan dilanjutkan dengan melaksanakan tahap-tahap tindakan
yang sudah direvisi, dilanjutkan kembali dengan memonitor pelaksanaan tahapantahapn tidanakn dan melakukan penyidikan kembali sebagai dasar untuk memasuki
siklus berikutnya. Jika disajikan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut. Jika
disajikan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
33
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
GAGASAN UMUM
PEMBENAHAN
GAGASAN UMUM
GAGASAN UMUM YANG
SUDAH DIBENAHI
PENYIDIKAN
PERENCANAAN
KESELURUHAN YANG
SUDAH DIREVISI
PETINDAKAN KEDUA DAN
SELANJUTNYA
ATAU
PENYIDIKAN
PERENCANAAN
KESELURUHAN
TINDAKAN
PERTAMA
MONITORING DAN
PENYIDIKAN KEMBALI
MEREVISI
PERENCANAAN
KESELURUHAN
PERENCANAAN
KESELURUHAN YANG
BARU
TINDAKAN KEDUA
DAN SELANJUTNYA
ATAU
TERUS KE TAHAPAN
TINDAKAN KEDUA
DAN SELANJUTNYA
Gambar 4. Tahapan PTK Menurut Elliot
E. Prinsip prinsip Monitoring dan Evaluasi Program
Suatu program, termasuk didalamnya program pendidikan rutin, program
pelatihan, maupun program dalam kemitraan merupakan suatu kegiatan yang
terencana yang lengkap dengan rincian tujuan beserta jenis-jenis kegiatannya. Oleh
karena itu, untuk mengetahui apakah program yang diimplementasikan benar-benar
berharga diperlukan monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses yang sistematis
yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi program
yang bersangkutan. Monitoring dan evaluasi terhadap tingkat efisiensi program
terutama ditujukan kepada program yang sifatnya akan dilaksanakan berulang. Jadi,
dalam artian bahwa pada tahun mendatang program tersebut akan terus
dilaksanakan. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya akan dapat dihemat baik
tenaga, biaya, maupun waktunya. Walaupun suatu program dinilai sangat efektif
tetapi bila kurang efisien maka akan dinilai kurang berhasil karena mahal, terlalu
lama, dan terlalu banyak menghabiskan tenaga (Pusat Pengujian, 1998).
Keberhasilan suatu program tidak dapat terlepas dari segi pelaksanaannya.
Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi terhadap suatu program akan menyangkut
berbagai hal yang terkait, baik yang menyangkut kualitas masukan (input), kualitas
proses maupun kualitas hasil pelaksanaan (output) program. Selain itu, monitoring
dan evaluasi terhadap suatu program dapat dilaksanakan atas dasar sekuensi
implementasinya, dapat pula dilakukan terhadap komponen programnya (Issac &
Michael, 1981).
Karena keberhasilan suatu program tidak dapat terlepas dari segi
pelaksanaannya, maka penilaian
terhadap suatu program akan menyangkut
berbagai hal yang terkait, baik yang menyangkut kualitas masukan, kualitas proses
maupun
kualitas hasil pelaksanaan program. Selain
itu, penilaian dapat
dilaksanakan atas dasar sekuensi implementasi program, dapat pula dilakukan
terhadap komponen program.
Dalam program pendidikan pada umumnya, evaluasi keberhasilan program
menjadi sangat kompleks karena dapat dilakukan terhadap kurikulumnya, sarana
dan prasarana, tenaga yang terlibat baik edukatif maupun administratif, kelancaran
pelaksanaan program, efisiensi waktu penyelenggaraan program, dan tentunya
seberapa jauh efektifnya program yang telah diselenggarakan.
Evaluasi suatu program adalah suatu pengambilan keputusan untuk
menetapkan berharga tidaknya suatu implementasi program yang bersangkutan. Hal
34
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
ini akan sangat tergantung kepada perspektif yang digunakan. Perspektif tersebut
dapat menyangkut hal-hal berikut.
a. Perspektif alat-tujuan, yang lebih menekankan kepada pengukuran, yang
kadang-kadang hasilnya bias.
b. Perspektif situasional, yang menekankan kepada sosok programnya dan
dikaitkan dengan penghayatan semua pihak yang terkait
c. Perpektif kritis, yang dikembalikan kepada asumsi dasar dan nilai dasar yang
digunakan dalam penyelenggaraan program.
Karena evaluasi merupakan suatu bentuk penetapan untuk menyatakan
berharga tidaknya suatu implementasi program, maka perlu adanya kriteria penilaian
yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria penilaian mencakup hal-hal berikut:
a. Kriteria internal, yang dijabarkan dari dalam rancangan program pendidikan/
pengajarannya itu sendiri, yang dapat ditinjau dari sudut:
1) koherensi (konsistensi), baik koherensi antara:
a) tujuan dengan penilaian;
b) tujuan dengan pengalaman kegiatan pembelajaran diselenggarakan;
c) pengalaman kegiatan pembelajaran dengan penilaiannya;
d) tujuan dengan bahan ajarnya, dll.
2) pengetahuan penempatan resource yakni mencakup pemilihan staf;
3) reaksi pemakai program (kelompok sasaran) yang dapat ditinjau dari:
a) kepuasan;
b) pencapaian tujuan pribadi;
c) minat;
d) wawasan, dll.
4) reaksi pelaksana program, dalam hal ini adalah tenaga pengajar, yang
dapat ditinjau dari sudut
a) sikapnya terhadap program;
b) cara penerimaan terhadap program;
c) kepuasan;
d) minat;
e) wawasan;
f) kepentingan/tujuan pribadi, dll.
5) efektivitas penggunaan dana;
6) kemampuan generatif atau pengembangan diri dari program (side effect).
b. Kriteria eksternal, yang mencakup
1) kemampuan pengarahan kebijakan, maksudnya adalah sejauh mana
pelaksanaan atau implementasi program sesuai dengan garis kebijakan
yang telah ditetapkan;
2) analisis
cost-benefit
untuk
membandingkan
antara biaya dengan
keuntungan secara keseluruhan;
3) efek multiplier (melipat ganda), baik yang berupa imbasan langsung ataupun
imbasan yang tidak langsung (Depdikbud, 1986)
Dalam dunia pendidikan, program yang ada dapat berbeda-beda
tingkatannya, yaitu mulai dari tingkat departemen, dinas pendidikan di wilayah,
sekolah, sampai di kelas. Dari segi penyelenggaranya ada yang diselenggarakan
oleh lembaga negeri, diselenggarakan lembaga swasta, diselenggarakan oleh dua
atau lebih lembaga dalam bentuk kemitraan. Dari segi peserta didik sendiri ada pihak
orang tua yang terlibat di belakangnya. Oleh karena itu, pihak-pihak itulah yang
memerlukan hasil hasil evaluasi dari program yang diselenggarakan.
Dari segi pelaksananya, penilai suatu program pendidikan dapat dilakukan
oleh perencana dan pelaksana program, dan dapat pula diserahkan kepada pihak
lain yang dianggap ahli. Jika penilaian dilakukan terhadap setiap satuan kecil dari
suatu program pendidikan yang lebih besar yang masih berjalan dalam upaya untuk
pengendalian pelaksanaan program, maka evaluasi dilakukan sendiri oleh pihak
pelaksana program. Dalam hal ini dikenal dengan evaluasi program dalam skala
mikro. Sebagai contoh, untuk menilai program pembelajaran di kelas secara periodik
dalam waktu yang relatif singkat, yang paling tepat maka pelaku penilaian formatif
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
35
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
maupun sumatif adalah guru yang bersangkutan. Hal itu disebabkan gurulah yang
setiap saat berinteraksi dengan siswa selama kegiatan pembelajaran, guru pulalah
yang berkepentingan menggunakan hasil penilaian keberhasilan/prestasi untuk
menyempurnakan program pembelajarannya agar sasaran yang telah ditetapkan
dapat tercapai sesuai harapan.
Dalam skala mikro, orientasi utama evaluasi program ditujukan kepada halhal yang berkait dengan strategi pembelajaran. Sebaliknya, evaluasi juga dilakukan
pada skala makro yang dititikberatkan pada hal-hal yang berkait dengan efisiensi
pelaksanaan, yaitu berkenaan dengan strategi dan pelaksanaan. Oleh karena itu,
evaluasi pada skala makro akan lebih baik jika dilakukan oleh pihak luar. Namun
demikian, karena menyangkut efisiensi dan kerahasiaan, maka lembaga yang
ditugasi untuk melakukan evaluasi program dalam skala makro akan lebih ideal jika
tetap dari pihak pemerintah, baik yang berkait dengan evaluasi dari aspek finansial,
sarana-prasarana, ketenagaan, juga sampai pada aspek substantif dalam
perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan itu sendiri (Pusisjian Depdikbud,
1997).
Penelitian Rusgianto (2002) menyimpulkan bahwa bentuk pelatihan perlu
dievaluasi yang menyangkut revisi program dan keberhasilan program. Kaitannya
pengimbasan ide-ide baru di lapangan seperti yang akan dilakukan oleh guru peserta
lokakarya/pelatihan, Roger Schumacher mengkategorikan respon masyarakat ke
dalam tiga kelompok: yaitu kelompok yang menerima secara langsung dan lawannya
adalah kelompok yang menolak penuh. Kelompok yang ketiga berada di antara
kedua kelompok ekstrim tersebut. Demikian pula halnya dengan kegiatan kemitraan
beserta pengimbasannya terhadap guru lain di sekolah yang bersangkutan. Dengan
monitoring dan evaluasi di lapangan perlu dilakukan. Dengan cara itu, akan dapat
diketahui keunggulan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan
tantangan (threat) pada pelaksanaan kegiatan tersebut dan langkah persiapan untuk
kegiatan-kegiatan serupa untuk yang akan datang. Dari informasi ini diharapkan
diperoleh pula strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Mengacu pada pendapat Mitchell (1997) secara khusus monitoring dapat
dipisahkan dengan evaluasi. Menurut Mitchell monitoring difokuskan pada
penggambaran perubahan kondisi yang terjadi dan menjelaskan hubungan sebab
akibat yang terjadi. Manakala kemudian dilakukan asesmen terhadap efektifitas,
efisiensi, dan keseimbangan pihak-pihak yang dilibatkan dalam proses perubahan
yang diharapkan, maka komponen evaluasi akan masuk didalamnya.
Mengacu pada pendapat Mitchell, monitoring dapat dilakukan dengan tujuan
antara lain: (1) untuk menilai kondisi secara umum, (2) untuk menjamin
keterlaksanaan konsep dasar, kecenderungan, dan efek kumulatifnya, (3) untuk
mendokumentasikan beban, sumber daya, dan perubahan, (4) untuk menguji model
yang dipakai dan untuk memverifikasinya, dan (5) untuk menyediakan informasi bagi
pengambil keputusan.
Upaya meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, yakni pendekatan internal dengan memanfaatkan guru yang lebih
berpengalaman sebagai pelatih, pendekatan eksternal dengan mengirimkan guru
untuk mengikuti pelatihan ataupun studi lanjut, dan dengan pendekatan kemitraan
melalui kerjasama antara guru dan sekolah. Karakteristik program kemitraan adalah
dikembangkannya prinsip kolaborasi yang memberikan keuntungan pihak-pihak yang
terlibat (Fandi Tjiptono & Anastasia Diana, 1996). Oleh karena itu, dalam melakukan
monitoring dan evaluasi perolehan pihak-pihak yang berkolaborasi harus menjadi
fokus utama.
F. Model-Model Monitoring dan Evaluasi program
Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi program lesson study dapat
dilakukan sebagaimana monitoring dan evaluasi program pada umumnya. Pada
dasarnya, model monitoring dan evaluasi program harus didudukkan dalam konteks
program. Dalam hal ini, monitoring dan evaluasi program diposisikan sebagai tools
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
36
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
dalam keseluruhan aspek manajemen program. Oleh karena itu, model monitoring
dan evaluasi akan lebih baik jika mengacu salah satu model.
, Menurut Issac dan Michael (1981) berdasarkan pendekatannya, ada dua model
monitoring dan evaluasi program yakni
1. Model monitoring dan evaluasi program menggunakan pendekatan sistem
(systems approach) yaitu dengan memperhatikan: (a) masukan (input), (b)
proses, dan (c) luaran (output). Model ini diterapkan dengan tujuan untuk sekedar
melihat keberhasilan progam. Dengan membandingkan luaran dan masukan
akan dapat diketahui perolehan (gain) yang dicapai.
2. Model monitoring dan evaluasi program menggunakan pendekatan tujuan
(objectives approach) yaitu dengan memperhatikan: (a) tujuan (objectives),
proses/kebermaknaan (mean), dan ukuran keberhasilan (measure). Model ini
diterapkan dengan tujuan untuk mengoptimasi program. Dengan melihat
pelaksanaan selama proses kemudian dikembalikan lagi pada tujuan yang sudah
ditetapkan maka keberhasilan progam dapat dioptimalisasikan.
Model yang lebih kompleks adalah model CIPP (Context, Input, Process,
Product). Model ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi
program dengan jangkauan yang lebih luas, yakni menyangkut evaluasi conteks,
evaluasi input, evaluasi proses, evaluasi produk dalam bentuk output dan dampak.
Model ini diterapkan dengan tujuan secara lebih luas, dalam artian dapat untuk
mengevaluasi seberapa jauh kebijakan yang diterapkan dapat dicapai dengan baik.
Bila ternyata hasilnya tidak optimal maka dengan mengkaji kembali data konteks,
input, proses, dan produk maka akan dapat dibuat rekomendasi apakah perlu
progam harus dimodifikasi bila akan diterapkan kembali. Dengan demikian, dengan
model ini dapat dipakai sebagai model monitoring dan evaluasi program di mana
program didudukkan sebagai kebijakan.
Evaluasi konteks merupakan need assessment kebutuhan pengembangan
profesional guru di suatu wilayah. Problem apa yang dihadapi guru-guru di wilayah
tersebut? Kelemahan apa yang ada pada aspek kurikulum/silabi, pembelajaran,
media pembelajaran, aktivitas laboratorium, bahan ajar, asesmen pelajaran, dan lainlain. Dari hasil evaluasi konteks dapat disimpulkan substansi apa yang perlu menjadi
muatan kegiatan Lesson Study MGMP, khususnya aspek-aspek kompetensi apa
yang perlu dikembangkan pada diri guru melalui kegiatan Lesson study. Kompetensi
pedagogic yang mana dan kompetensi profesional yang mana? Disamping
mengembangkan tradisi ”berkooperasi” dikalangan guru mata pelajaran sejenis, LS
pun hendaknya berisi intervensi untuk mengubah moda pembelajaran dari ”teacher
centered” ke arah ”student centered”, serta dari ”teoritik” ke arah ”hands-on.
Evaluasi input berfokus pada pengumpulan informasi input yang penting
seperti profil siswa (kapasitas beljar, tingkat kemampuan dll.), profil guru (latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar, mismatch, sikap terhadap suatu
inovasi, budaya kerja sekolah, dll.). dan fasilitas belajar yang tersedia di sekolah.
Dari evaluasi input dapat disimpulkan pendekatan pengelolaan apa yang perlu
diterapkan dalam LS, model pembelajran apa yang perlu ditumbuh kembangkan,
serta hidden agenda apa yang perlu dibawa melalui LS MGMP.
Sasaran ”baseline survey” mestinya diarahkan pada pengumpulan
informasi yang diperlukan untuk evaluasi konteks dan input. Oleh karenanya disain
dan instrumen baseline survey perlu dirancang dengan merujuk pada kebutuhan
pengumpulan informasi secara komprehensif tentang problem lapangan yang
berkaitan dengan pembelajaran, keberadaan peralatan pendukung pembelajaran,
selain profil input lainnya, seperti kondisi guru dan siswa.
Evaluasi proses (dapat disebut monitoring) berkenaan dengan kajian
seberapa jauh pelaksanaan operasional LS di MGMP berjalan secara efektif ke arah
pengembangan profesional guru yang diharapkan. Evaluasi proses bersifat sebagai
evaluasi formatif, sehingga hasil evaluasi perlu segera diumpanbalikkan kepada
pihak-pihak terkait, termasuk manajemen program di wilayah tertentu, untuk
ditindaklanjuti.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
37
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Evaluasi produk meliputi dua aspek, yakni evaluasi output dan evaluasi
dampak (impact). Evaluasi output terarah pada hasil langsung (direct) program, baik
perubahan-perubahan pada kinerja mengajar guru maupun kinerja beljar siswa yang
teramati pada akhir implementasi program. Evaluasi dampak lebih bersifat
monitoring terhadap konsistensi aktivitas LS MGMP pasca project (sustainability).
Kerangka kerja program evaluasi dapat diilustrasikan dalam gambar 5 berikut
ini.
KOMPONEN
Context
FUNGSI
Need
assessment
PROSEDUR
Baseline
survey
Input
Site Condition
Process
Formative
Monitoring
Outputs
(summative)
End-line survey
PROGRAM
EVALUATION
Product
Impact
(sustainability)
Post-project
Impact study
Gambar 5. Kerangka Kerja Monitoring dan Evaluasi Program model CIPP
Oleh karena evaluasi produk terarah pada perubahan-perubahan yang terjadi
sebagai akibat dari program inovasi, maka isu sering muncul adalah ”benchmark´
yang dipakai untuk membandingkan kinerja guru. Penggunaan desain ex-post facto
dengan sekolah kontrol mengundang kontroversi karena persoalan disekitar
kesetaraan antara guru partisipan dengan guru non-partisipan. Oleh karenanya
pembuktian secara ilmiah akan terjadinya perubahan mesti menggunakan kinerja
pada pra-program sebagai ”benchmark”. Dengan kata lain, desain perbandingan
kinerja guru dan kinerja siswa pasca program terhadap pra-program menjadi
prosedur yang perlu diangkat.
Mengingat pentingnya informasi kinerja guru dan kinerja siswa pada keadaan
pra-program menjadi penting untuk memberikan bukti empirik bagi keberhasilan
program, maka perlu dilakukan tiga hal berikut:
a. Pada fase Perencanaan Program ditetapkan tolok ukur kinerja guru dan kinerja
siswa yang akan dipakai untuk mengevaluasi perubahan sebagai output dan
outcomes program.
b. Monitoring kinerja guru dan kinerja siswa sebelum program diimplementasikan
(pra-program) sebagai pembanding. Data otentik berkenaan dengan kinerja guru
dan kinerja siswa belajar perlu tersedia (videotaping). Hendaknya guru dan
seolah yang dipih sebagai sampel teridentifikasi secara jelas karena akan dirunut
kembali pada fase pasca program. Monitoring ini dapat dijadikan bagin dari
baseline survey.
38
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
c. Memonitor kinerja guru dan kinerja siswa selama proses pembelajaran pada
sampel pasca program untuk menginferensi perubahan-perubahan yang terjadi
pada evaluasi output dan dampak.
Tolok ukur yang perlu disepakati stakeholder
a. Tolok ukur keberhasilan program dalam mengubah kinerja guru dan kenerja
siswa dan instrumen asesmen inerja mengajar dan kinerja belajar guru untuk
mengevaluasi aspek produk dari program.
b. Informasi-informasi yang perlu dikumpulkan pada baseline survey baik untuk
penetapan substansi dan fokus program LS MGMP dan instrumen baseline
survey.
c. Tolok ukur kemajuan implementasi program serta prosedur dan alat monitoring.
Monitoring dan evaluasi kegiatan MGMP merupakan bagian integral dari
program keseluruhan. Merujuk pada profil program yang dipaparkan di atas, program
harus mengembangkan mekanisme pemantauan dan evaluasi kegiatan MGMP.
Indikator ketercapaian output program ini adalah frekuensi monitoring dan evaluasi
yang dilakukan dengan menggunakan metode dan alat evaluasi yang
dikembangkan.
G. Alternatif Alat-alat Monitoring dan Evaluasi model CIPP
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi model CIPP perlu direncanakan
teknik sampling yang akan digunakan, struktur data monitoring dan evaluasi serta
mengembangkan alat-alat monitoring dan evaluasi dikembangkan berdasarkan
komponen evaluasi program yang terdiri dari evaluasi konteks dan input untuk
baseline survey, komponen evaluasi input, process dan produk.
1. Pembuatan Instrumen Monitoring dan Evaluasi
Pada tahap kegiatan ini ditujukan agar diperoleh seperangkat instrumen yang
dipandang memadai dari segi kesahihan isi sesuai dengan tujuan
diselenggarakannya lesson study, dan dari segi keterbacaan instrumen oleh para
resoponden. Untuk itu perlu dilakukan seminar dan uji coba yang disesuaikan
dengan calon responden. Perangkat instrumen yang diperlukan adalah angket dan
panduan observasi/wawancara. Perangkat instrumen tersebut digunakan untuk
menjaring data dari pihak perguruan tinggi yakni: (a) pengelola, dan (b) dosen, serta
dari pihak sekolah yakni : (a) kepala sekolah, (b) guru, dan (c) siswa yang terlibat
dalam kegiatan lesson study.
2. Penyusunan Struktur Data
Sesuai dengan model evaluasi yang akan dikembangkan, maka perlu dilakukan
penyusunan Struktur Data yang dapat menjelaskan aspek evaluasi, fokus, informasi
yang diperlukan, metoda pengumpulan informasi dan sumber data. Dalam
penyusunan struktur data ini diperlukan pemahaman tentang konsep setiap aspek
evaluasi, dan akan lebih mudah contoh struktur data pada gambar 3 sebagai berikut.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
39
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Tabel 2. Struktur Data
No.
Aspek
Fokus
1
Evaluasi
konteks
Syllabi
Pembelajaran
Bahan Ajar
Media
pembelajaran
Aktivitas
laboratorium
Asesmen
Pembelajaran
2
Input
Profil siswa
Profil guru
Informasi yang diperlukan
¾ Identifikasi sekolah identitas
sekolah, mata pelajaran,
kelas dan semester
¾ Pengurutan Standard
Kompetensi dan Kompetensi
Dasar
¾ Penentuan Materi Pokok dan
Uraian Materi pokok
¾ Pemilihan pengalaman
belajar
¾ Teknik asesmen
¾ Dll.
¾ Rencana Pembelajaran
¾ Persiapan pembelajaran
¾ Proses pembelajaran di kelas
¾ Dll.
¾ Handout
¾ LKS
¾ Peralatan atau media untuk
mepelajaran
¾ Pemanfaatan sumber belajar
(buku, majalah dll)
¾ Peralatan untuk percobaan
¾ Persiapan pembelajaran di
lab
¾ Proses pembelajaran di lad.
¾ Alat asesmen
¾ Penyusunan bentuk
instrumen baik berupa tes
maupun non-tes
¾ Proses penilaian dalam
proses pembelajaran
¾ Teknik penskoran
¾ Dll
¾ Penguasaan konsep
¾ Kemampuan keterampilan
proses
¾ Motivasi dan persepsi
terhadap sains
¾ Hasil UAN
¾ Dll
¾ Latar belakang pendidikan
(mismatch)
¾ Pengalaman mengajar
¾ Sikap terhadap inovasi
¾ Keterlibatan dalam kegiatan
MGMP
¾ dll
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Metode pengumpulan
informasi
Studi dokumen
terhadap silabi
Studi dokumen
terhadap renpel,
wawancara,
observasi dan
rekaman video.
Studi dokumen
Sumber data
Guru
Guru,
Proses
pembelajaran
di kelas
Guru
Observasi dan studi
dokumen
Guru
Observasi, rekaman
video dan
wawancara.
Guru,
proses
pembelajaran
Studi dokumen,
wawancara dan
observasi
Guru,
Proses
pembelajaran
Tes penguasaan
konsep
danketerampilan
proses sains
Studi dokumen,
angket, dan
wawancara
Angket, wawancara
dan studi dokumen
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa & Guru
Guru
Guru
Guru
Dan kepala
sekolah
40
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Aspek
Fokus
Kegiatan
MGMP
Informasi yang diperlukan
¾ Aktivitas MGMP sebelum
tahun 2006
¾ Jadwal kegiatan
¾ Proses Implementasi MGMP
¾ Kondisi fasilitas sekolah
¾ Kondisi kelas dan
laboratorium
¾ Dll
Perencanaan
¾ Pengembangan Renpel
Lesson Study
¾ Keterlibatan Expert (Dosen)
¾ Pengembangan Media
Pembelajaran
¾ Pengembangan asesmen
pembelajaran
Proses Lesson ¾ Proses belajar mengajar di
Study
kelas
¾ Keterlibatan observer
¾ Aktivitas siswa
Refleksi
¾ Identitas para observer
¾ Komentar dari para observer
(guru, ketua MGMP, kepala
sekolah dll.)
PerubahanKin Peningkatan kualitas pada:
erja guru
¾ Renpel, bahan ajar, media
dan asesmen pembelajaran
¾ Proses pembelajaran baik
dalam kelas maupun dalam
laboratorium
¾ Sikap terhadap inovasi
pembelajaran
¾ Keterlibatan dalam MGMP
Kemampuan
Adanya peningkatan pada
siswa
aspek:
¾ Motivasi untuk belajar sains
dan mat
¾ Persepsi terhadap Mat dan
Sains
¾ Penguasaan konsep dan
keterampilan proses
¾ Hasil UAN
Aktivitas
¾ Peningkatan keberadaan alat
laboratorium
lab
¾ Peningkatan frekuensi dan
kualitas pembelajaran di lab
Reaksi MGMP ¾ Persepsi anggota MGMP
terhadap LS
¾ Program kegiatan LS MGMP
¾ Jadwal kegiatan dan
implementasi keg LS MGMP
Reaksi sekolah ¾ Persepsi kepala sekolah
kepada LS
¾ Progrogram kegiatan LS di
skeolah
¾ Pelaksanaan LS di Sekolah
Lingkungan
belajar
3
4
Evaluasi
proses
Evalua-si
Output
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Metode pengumpulan
informasi
Angket, studi studi
dokumen, observasi
dan wawancara
Observasi, dan
wawancara
Angket, observasi
dan wawancara
Sumber data
Guru
Guru, Principal
& Ketua
MGMP
Guru & kepala
sekolah
Guru & Dosen
Oservasi, rekaman Guru, observer
video, wawancara
dan proses
pembelajaran
Angket, wawancara Guru,
dan rekaman video
observer,
MGMP dan
Kepsek
Guru, proses
Studi dokumen,
pembelajaran
wawancara, angket
dan observasi atau
rekaman video
Tes penguasaaan
konsep, dan angket.
Siswa
Observasi, rekaman
video, studi dokumen
dan observasi
Guru,
Proses
pembelajaran
Angket , wawancara
dan observasi
Ketua dan
anggota
MGMP
Angket, observasi
dan wawancara
Krepala
sekolah dan
proses
kegiatan LS di
sekolah
41
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Aspek
Fokus
5
Evalua-si
dampak
Program
MGMP
Program
Sekolah
Informasi yang diperlukan
¾ Keberlanjutan program keg
LS MGMP
¾ Jadwal kegiatan LS MGMP
¾ Adanya manfaat dari keg LS
¾ Keberlanjutan kegiatan LS di
sekolah
¾ Jadwal pelaksanaan LS
¾ Adanya manfaat dari keg LS
Metode pengumpulan
informasi
Studi dokumen,
wawancara dan
observasi
Observasi,
wawancara dan studi
dokumen
Sumber data
Ketua MGMP
Kepala
sekolah
Berdasarkan struktur data di atas alat-alat evaluasi dikembangkan. Terdapat
dua jenis data yang akan dioleh yaitu data kuantitatif dan kualitatif.
Instrumen yang harus disiapkan untuk data kuantitatif terdiri dari :
- Angket Kepala sekolah
- Angket untuk Guru
- Angket untuk Siswa
- Dan Test penguasaan konsep (Academic Test) bila berkait dengan prestasi
Instrumen yang harus disiapkan untuk data kualitatif terdiri dari :
- Pedoman analisis rekaman video pembelajaran
- Pedoman observasi fasilitas sekolah
- Pedoman wawancara untuk kepala sekolah, guru, siswa dan ketua MGMP.
H. Pengembangan instrumen
Agar dapat dihimpun data yang sahih maka perlu dibuat instrumen untuk
menghimpunnya. Dalam mengembangkan instrumen, perlu disusun terlebih dahulu
kisi-kisinya. Misalnya, untuk melakukan monitoring dan evaluasi program lesson
study model kolaborasi, dalam hal aspek pengembangan kolaborasi dibuat kisi-kisi
dengan pengembangan deskriptor setara sebagai berikut.
A. Pengembangan kolaborasi
Indikator
1. Dasar
pemilihan
pasangan
kolaborator
2. Dasar
penetapan
banyaknya
kolaborator
Deskriptor
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu
¾ Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama
dalam kelompok
¾ Memilih kolaborator yang memiliki motivasi
untuk berinovasi
Skor maksimum
¾ Menentukan kolaborator berdasarkan jenis
tugas
¾ Menentukan kolaborator atas cacah aspek
jenis tugas
¾ Menentukan kolaborator atas penyelesaian
tugas dalam waktu tertentu
Skor maksimum
Skor bila
dilakukan
1
1
1
3
1
1
1
3
Setelah dibuat kisi-kisinya selanjutnya dibuat instrumen siap pakai, misalnya sebagai
berikut.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
42
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
A. Instrumen
monitoring dan
pengembangan kolaborasi
evaluasi
untuk
mengukur
aspek
Beri tanda X bila dilakukan!
Indikator
Deskriptor
1. Dasar
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi
pemilihan
tanggungjawab tugas tertentu
pasangan ¾ Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dalam
kolaborator
kelompok
¾ Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk
berinovasi
Skor
2. Dasar
¾ Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas
penetapan ¾ Menentukan kolaborator atas cacah aspek jenis
banyaknya
tugas
kolaborator ¾ Menentukan kolaborator atas penyelesaian tugas
dalam waktu tertentu
Skor
Jumlah skor
Dilakukan? Skor
....
....
.…
....
.…
.…
.…
.…
….
Kisi-kisi juga dapat dibuat dalam bentuk pengembangan deskritor vertikal sebagai
berikut.
A. Pengembangan kolaborasi
Subaspek
Dasar pemilihan
pasangan
kolaborator
Indikator
¾ Pertimbangan
aspek
tanggung
jawab
¾ Pertimbangan
kemampuan
bekerjasama
¾ Pertimbangan
kemauan dan
motivasi untuk
berinovasi
Deskriptor
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu dan sesuai
dengan bidangnya
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu tanpa
memperhatikan bidangnya
¾ Memilih kolaborator asal mau disertakan
¾ Memilih kolaborator yang dapat bekerja
sama dan yang sesuai bidangnya
¾ Memilih kolaborator yang dapat
bekerjasama meskipun tidak sebidang
¾ Memilih kolaborator asal mau disertakan
¾ Memilih kolaborator yang memiliki motivasi
untuk berinovasi dan sesuai dengan
bidangnya
¾ Memilih kolaborator yang memiliki motivasi
untuk berinovasi meskipun sesuai dengan
bidangnya
¾ Memilih kolaborator asal mau disertakan
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
Jika dibuat kisi-kisi model deskriptor vertikal, maka instrumen siap pakai akan tersaji
seperti contoh berikut.
Kisi-kisi juga dapat dibuat dalam bentuk pengembangan deskritor vertikal sebagai
berikut.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
43
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
A. Pengembangan kolaborasi
Beri tanda X bila dilakukan!
Subaspek
Indikator
¾ Pertimbangan
aspek
tanggung
jawab
Dasar
pemilihan
pasangan
kolaborator
¾ Pertimbangan
kemampuan
bekerjasama
Deskriptor
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾ Pertimbangan ¾
kemauan dan
motivasi untuk
berinovasi
¾
¾
Dilakukan?
Skor
Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu dan
sesuai dengan bidangnya
Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu tanpa
memperhatikan bidangnya
Memilih kolaborator asal mau disertakan
....
....
….
….
….
….
Memilih kolaborator yang dapat bekerja
sama dan yang sesuai bidangnya
Memilih kolaborator yang dapat
bekerjasama meskipun tidak sebidang
Memilih kolaborator asal mau disertakan
Memilih kolaborator yang memiliki
motivasi untuk berinovasi dan sesuai
dengan bidangnya
Memilih kolaborator yang memiliki
motivasi untuk berinovasi meskipun
sesuai dengan bidangnya
Memilih kolaborator asal mau disertakan
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
Jumlah skor
I. Analisis hasil dan Pelaporan
Data hasil monitoring selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengenali
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi oleh pihak-pihak yang
terkait dalam implementasi lesson study sehingga dapat dievaluasi untuk ditetapkan
derajat efektivitas, efisiensi, dan keterlibatan pihak-pihak yang terkait, baik pada
tahapan perencanaan, implementasi program, maupun hasil program. Atas hasil
analisis data selanjutnya dapat ditetapkan sebagai tindakan kebijaksanaan apakah
program lesson study dilanjutkan tanpa direvisi ataukah harus direvisi untuk tahun
mendatang.
Berikut ini diberikan contoh pengolahan data. Misalnya, dari aspek
pengembangan kolaborasi pada program lesson study model kolaborasi
diperoleh hasil sebagai berikut.
A. Aspek pengembangan kolaborasi
Indikator
1. Dasar
pemilihan
pasangan
kolaborator
2. Dasar
penetapan
banyaknya
kolaborator
Deskriptor
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab
tugas tertentu
¾ Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dalam
kelompok
¾ Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk
berinovasi
Skor
¾ Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas
¾ Menentukan kolaborator atas cacah aspek jenis tugas
¾ Menentukan kolaborator atas penyelesaian tugas
dalam waktu tertentu
Skor
Jumlah skor
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Dilakukan?
x
Skor
1
x
1
0
x
x
x
2
1
1
1
3
5
44
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Rentang skor dan kriteria pencapaian untuk aspek pengembangan kolaborasi
ditetapkan sebagai berikut.
A. Rentang skor dan kriteria pencapaian aspek pengembangan kolaborasi
Rentang skor aspek pengembangan kolaborasi
5–6
3–4
0–2
Kriteria
pencapaian
Baik
Sedang
Jelek
Dari contoh di atas diperoleh skor 5, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hasil evaluasi terhadap aspek pengembangan kolaborasi masuk dalam kategori baik.
Contoh lain, misalnya dalam aspek konteks untuk mencari permasalahan,
misalnya diperoleh data sebagai berikut.
B. Aspek Pengkajian konteks untuk mencari permasalahan yang layak di
angkat untuk kegiatan LS
Indikator
1. Tinjauan
terhadap
silabus
2. Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
3. Bahan Ajar
4. Media
pembelajaran
5. Aktivitas
laboratorium
Deskriptor
¾ Perunutan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar yang sukar
¾ Perunutan Pemilihan kegiatan pembelajaran untuk
memperoleh pengalaman belajar
¾ Perunutan teknik asesmen yang telah dilakukan
Skor
¾ Peninjauan kembali terhadap pemilihan
model/pendekatan/ strategi pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap skenario/urutan proses
pembelajaran di kelas yang pernah dilaksanakan
¾ Peninjauan kembali terhadap operasionalisasi
perencanaan asesmen
Skor
¾ Peninjuan kembali terhadap relevansi handout/LKS
dengan kompetensi yang dikembangkan
¾ Peninjauan kembali terhadap ketepatan penyajian
handout/LKS dalam mendukung pencapaian
kompetensi
¾ Peninjauan kembali kejelasan penyajian
handout/LKS
Skor
¾ Peninjauan kembali terhadap relevansi antara media
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap kefungsionalan media
pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap dampak pemilihan
media pembelajaran terhadap motivasi siswa
Skor
¾ Peninjauan kembali terhadap kelengkapan peralatan
lab untuk mendukung kegiatan pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap
pembuatan/pemodifikasian peralatan lab oleh
guru/siswa
¾ Peninjauan kembali terhadap kemanfaatan
pembuatan/pemodifikasian peralatan lab
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Dilakukan?
x
Skor
1
x
1
x
X
1
3
1
X
1
X
1
3
0
0
0
X
0
1
X
1
X
1
3
0
0
0
45
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Skor
0
¾ Peninjauan kembali terhadap perencanaan sistem
asesmen
¾ Peninjauan kembali terhadap implementasi suatu
metode asesmen
¾ Peninjauan kembali pelaksanaan suatu asesmen
Skor
Jumlah skor
6. Asesmen
Pembelajaran
X
1
X
1
X
1
3
12
Rentang skor dan kriteria pencapaian untuk aspek konteks untuk mencari
permasalahan ditetapkan sebagai berikut.
B. Rentang skor dan kriteria pencapaian aspek konteks untuk mencari
permasalahan
Rentang skor aspek pengembangan kolaborasi
13– 18
7 – 12
0–6
Kriteria
pencapaian
Baik
Sedang
Jelek
Dari contoh di atas skor 12, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil
evaluasi terhadap aspek konteks untuk mencari permasalahan masuk dalam
kategori sedang.
Bila instrumen dikembangkan dalam model deskriptor vertikal maka contoh
analisis data sebagai berikut. Misalnya, dari instrumen untuk mengukur aspek
pengembangan kolaborasi diperoleh data sebagai berikut.
A. Aspek pengembangan kolaborasi
Subaspek
Dasar
pemilihan
pasangan
kolaborator
Indikator
¾ Pertimbangan
aspek
tanggung
jawab
¾ Pertimbangan
kemampuan
bekerjasama
Deskriptor
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾ Pertimbangan ¾
kemauan dan
motivasi untuk
berinovasi
¾
¾
Jumlah skor
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Dilakukan?
Skor
Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu dan
sesuai dengan bidangnya
Memilih kolaborator yang dapat diberi
tanggungjawab tugas tertentu tanpa
memperhatikan bidangnya
Memilih kolaborator asal mau disertakan
..X..
..3..
….
….
….
….
Memilih kolaborator yang dapat bekerja
sama dan yang sesuai bidangnya
Memilih kolaborator yang dapat
bekerjasama meskipun tidak sebidang
Memilih kolaborator asal mau disertakan
Memilih kolaborator yang memiliki
motivasi untuk berinovasi dan sesuai
dengan bidangnya
Memilih kolaborator yang memiliki
motivasi untuk berinovasi meskipun
sesuai dengan bidangnya
Memilih kolaborator asal mau disertakan
....
....
..X..
..2..
....
..X..
....
..3..
....
....
....
....
8
46
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Rentang skor dan kriteria pencapaian untuk aspek pengembangan kolaborasi
ditetapkan sebagai berikut.
A. Rentang skor dan kriteria pencapaian aspek pengembangan kolaborasi
Rentang skor aspek pengembangan kolaborasi
7–9
4–6
0–3
Kriteria
pencapaian
Baik
Sedang
Jelek
Dari contoh di atas diperoleh skor 8, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hasil evaluasi terhadap aspek pengembangan kolaborasi masuk dalam kategori baik.
Triangulasi perlu dilakukan jika data di atas berdasarkan jawaban responden.
Artinya, pemonitor dan evaluator harus melihat pula apa yang tersaji di dalam
laporan lesson study. Sebagai contoh, dalam hal pengembangan kolaborasi pada
lesson study model kolaborasi dapat dilakukan pengecekan silang antara jawaban
peneliti dan jawaban praktisi yang menjadi kolaboratornya. Dalam aspek konteks
untuk mencari permasalahan dapat dilakukan pengecekan silang antara data yang
diperoleh dari jawaban peneliti, praktisi yang menjadi kolaboratornya, dan laporan
lesson study yang dibuat. Dalam lesson study model individual maka pengecekan
silang dapat dilakukan atas dasar data yang dihimpun dari peneliti dari critical friend
dan dan/atau dari laporan lesson study yang dibuat.
I. Penutup
Monitoring dan evaluasi menjadi salah satu aspek penentu keberhasilan
implementasi program lesson study. Bila program lesson study dilakukan oleh guruguru di sekolah, maka pemonitor dan evaluator dapat dilakukan oleh pihak sekolah
dengan menunjuk orang tertentu untuk melakukannya. Dengan demikian, akan dapat
diketahui apakah lesson study yang diprogramkan dapat berjalan sesuai harapan.
Monitoring dan evaluasi program lesson study pada prinsipnya tidak berbeda
baik dalam hal tujuan, fungsi, mekanisme, dan prosedurnya dengan monitoring dan
evaluasi program pada umumnya. Dengan demikian, pemahaman atas monitoring
dan evaluasi untuk program lesson study dapat diterapkan untuk program yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, W.J. (2001), Working Together for Environmental Management: The Role of
Information Sharing and Collaborative Learning, Ph.D. Thesis (Development
Studies) ,Massey University, pp.12-29.
Calhoun, E.F. (1994), How to Use Action Research in the Self Renewing School,
Association for Supervision and Curriculum Development, Alexandria,
Virginia.
Dewa Komang Tantra, Herawati Susilo, Sumarno, Kisyani Laksono, Suhadi Ibnu,
Dian Armanto, Putu Kerti Nitiasih, Abdurrahman Idris, Mulyana, & Suryadi Adj
Basri (2006), Pedoman Penyusunan Usulan dan laporan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research), Direktorat Ketenagaan, Ditjen Dikti,
Depdiknas.
Depdikbud. (1998) Bahan Penataran Pengujian Pendidikan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Pengujian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
47
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Depdikbud. (1983) Penilaian Program Pendidikan. Buku Modul Akta Mengajar V-B.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud. Jakarta.
Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1996). Total Quality Management. Yogyakarta:
Andi.
Hopkins, D. (1993), A Teacher’s Guide to Classroom Research, Open University
Press, Buckingham.
Issac, S. dan Michael, W.B. (1981) Handbok in Research and Evaluation. San
Diego : EdITS Pulishers.
Mitchell, B. (1997). Resource and Environmental Management. Waterloo, Ontario:
Longman.
McNiff, J. (1992), Action Research: Princilples and Practice, Routlege, London.
McTaggart, R. (1991), Action Research: A Short Modern History, Deaken University,
Victoria.
Kemmis, S. & McTaggart, R. (1997). The Action Research Planner, Deaken
University, Victoria.
Paidi (2005). Implementasi Lesson Study Untuk Peningkatan Kompetensi Guru dan
Kualitas Pembelajaran yang Diampunya. Makalah disampaikan pada acara
Diskusi Guru-guru MAN 1 Yogyakarta tanggal 10 Desember 2005.
Rusgianto, H.S. (2002) ), Laporan Penelitian Evaluasi Pelatihan TOT untuk Guru
Matematika SLTP Tingkat Nasional Tahun 2002. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Sagor, R. (1992), How to Conduct Collaborative Action Research, Association for
Supervision and Curriculum Development, Alexandria.
Suharsimi, Suhardjono, & Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara,
Jakarta.
Tim Pelatih Proyek PGSM (1999), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research), Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah, Ditjen Dikti,
Depdiknas.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
48
LAMPIRAN 1
Contoh kisi-kisi instrumen monitoring dan evaluasi program model CIPP untuk “Lesson Study Model Kolaborasi”
dengan menggunakan deskriptor setara
No.
Variabel
Dimensi
1
Pengembangan
kolaborasi
Dasar pemilihan
pasangan
kolaborator
2
Pengkajian
konteks untuk
mencari
permasalahan
yang layak di
angkat untuk
kegiatan LS
Deskriptor
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu
¾ Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dalam kelompok
¾ Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi
Skor maksimum
Dasar penetapan ¾ Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas
banyaknya
¾ Menentukan kolaborator atas cacah aspek jenis tugas
kolaborator
¾ Menentukan kolaborator atas penyelesaian tugas dalam waktu tertentu
Skor maksimum
Tinjauan
¾ Perunutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sukar
terhadap silabus
¾ Perunutan Pemilihan kegiatan pembelajaran untuk memperoleh
pengalaman belajar
¾ Perunutan teknik asesmen yang telah dilakukan
Skor maksimum
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap pemilihan model/pendekatan/ strategi
pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap skenario/urutan proses pembelajaran di kelas
yang pernah dilaksanakan
¾ Peninjauan kembali terhadap operasionalisasi perencanaan asesmen
Skor maksimum
Skor
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Variabel
Dimensi
Bahan Ajar
Media
pembelajaran
Aktivitas
laboratorium
Asesmen
Pembelajaran
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Indikator
¾ Peninjuan kembali terhadap relevansi handout/LKS dengan kompetensi yang
dikembangkan
¾ Peninjauan kembali terhadap ketepatan penyajian handout/LKS dalam mendukung
pencapaian kompetensi
¾ Peninjauan kembali kejelasan penyajian handout/LKS
Skor maksimum
¾ Peninjauan kembali terhadap relevansi antara media pembelajaran dan kegiatan
pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap kefungsionalan media pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap dampak pemilihan media pembelajaran terhadap
motivasi siswa
Skor maksimum
¾ Peninjauan kembali terhadap kelengkapan peralatan lab untuk mendukung
kegiatan pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap pembuatan/pemodifikasian peralatan lab oleh
guru/siswa
¾ Peninjauan kembali terhadap kemanfaatan pembuatan/pemodifikasian peralatan
lab
Skor maksimum
¾ Peninjauan kembali terhadap perencanaan sistem asesmen
¾ Peninjauan kembali terhadap implementasi suatu metode asesmen
¾ Peninjauan kembali pelaksanaan suatu asesmen
Skor maksimum
Skor
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
50
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
3
4
Aspek/Dimensi
Indikator
Pengkajian Input Profil siswa
untuk menemukan
permasalahan
yang layak
diangkat dalam
LS
Lingkungan
belajar
Pengkajian
Proses
a.Perencanaan
program LS
Deskriptor
¾ Peninjauan kembali terhadap penguasaan konsep siswa
¾ Peninajauan kembali terhadap penguasaan keterampilan proses sains oleh
siswa
¾ Peninjauan kembali terhadap motivasi dan persepsi siswa terhadap sains
Skor maksimum
¾ Peninjauan kembali terhadap kondisi lingkungan sekolah
¾ Peninjauan kembali terhadap kondisi lingkungan rumah siswa
¾ Peninjauan kembali kondisi interaksi antar siswa selama di kelas/lab
Skor maksimum
Penetapan
¾ Dasar urgensi pelaksanaan LS
permasalahan
¾ Dasar kemampuan untuk melaksanakan
yang akan diatasi ¾ Dasar dukungan kelembagaan
Skor maksimum
Penetapan
¾ Pertimbangan empirik yang pernah dilakukan orang lain
tindakan
¾ Pertimbangan teoretik berdasar dukungan kajian pustaka
¾ Pertimbangan rasional logik
Skor maksimum
Penetapan tujuan ¾ Ditentukan berdasarkan alasan pembaharuan dan peninkatan kualitas
LS
¾ Ditentukan berdasarkan kemungkinan tercapainya tujuan yang dirumuskan
¾ Ditentukan berdasarkan dampak yang ditimbulkan
Skor maksimum
Penetapan
¾ Kesesuaian rincian kegiatan/ tindakan dengan tujuan yang dirumuskan
langkah-langkah
¾ Kesesuaian rincian kegiatan dengan indikator kinerja
kegiatan dalam
¾ Kajian rincian kegiatan dengan resiko kegagalan tindakan
setiap siklus
Skor maksimum
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Skor
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
51
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Dimensi
b. Pelaksanaan
tindakan
LS
Indikator
Pelaksanaan
setiap siklus
Perekaman
data
Pelibatan
kolaborator
c. Kegiatan
refleksi
Tindakan
refleksi
Kemanfaatan
refleksi
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Kesesuaian pelaksanaan dengan setiap langkah yang ditetapkan dalam perencanaan
¾ Keterfokusan pelaksanaan sesuai dengan indikator kinerja
¾ Keterfokusan pada kondisi yang kontekstual dengan pengalaman siswa
Skor maksimum
¾ Data sesuai dengan seluruh indikator yang ditentukan
¾ Data sesuai degan keadaan yang sebenarnya
¾ Menggunakan instrumen yang tepat seuai aspek yang diamatai/diukur
Skor maksimum
¾ Kolaborator dapat melaksanakan praktik pembelajaran sesuai skenario dalam setiap
siklus
¾ Kolaborator fungsional dalam menghadapi setiap permasalahan
¾ Kolaborator bertindak kooperatif dalam pelaksanaan kegiatan di setiap siklus
Skor maksimum
¾ Berfokus pada pencapaian indikator kinerja
¾ Dilakukan berdasarkan data yang terekam dari lapangan
¾ Dikembangkan atas dasar prinsip kolaborasi
Skor maksimum
¾ Hasil refleksi untuk memperbaiki tindakan pada siklus berikutnya
¾ Tindakan pada siklus berikutnya memberi hasil yang lebih baik dibanding hasil siklus
sebelumnya
¾ Hasil tindakan pada siklus berikutnya semakin memfokus pada indikator knerja.
Skor maksimum
Skor
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
52
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
5
Dimensi
Pengkajian
Produk
a. Pengkaji
an
Output
Indikator
Perubahan
Kinerja guru
Kemampuan
siswa
Aktivitas
laboratorium
Reaksi
sekolah
o
Pengkaji
an
dampak
Program
Sekolah
Program
MGMP
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Peningkatan pada kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran
¾ Peningkatan pada kemampuan pelaksanaan pembelajaran baik dalam kelas maupun
laboratorium
¾ Peningkatan pada kemampuan melakukan evaluasi Pembelajaran
Skor maksimum
Adanya peningkatan pada aspek:
¾ Peningkatan dalam motivasi belajar sains/mat
¾ Peningkatan persepsi terhadap sains/mat ke arah yang positif
¾ Penguasaan konsep sain/mat (termasuk penguasaan proses sains untuk
matapelajaran IPA)
Skor maksimum
¾ Peningkatan frekuensi kegiatan lab
¾ Peningkatan kualitas kegiatan lab
¾ Peningkatan pemakaian peralatan lab
Skor maksimum
¾ Direspons positif kepala sekolah kepada LS
¾ Pengimbasan Program LS di sekolah
¾ Pelaksanaan LS oleh guru lain di Sekolah
Skor maksimum
¾ Pengembangan lanjut kegiatan LS pada aspek lain
¾ Penjadwalan lanjut kegiatan LS pada aspek lain
¾ Pemanfaatan lanjut dari kegiatan LS pada pembelajaran
Skor maksimum
¾ Pengkajian program keg LS MGMP untuk aspek lain
¾ Penjadwalan lanjut peninjauan kegiatan LS di sekolah
¾ Pengkajian pemanfaatan lanjut dari keg LS bagi pembelajaran
Kor maksimum
Skor
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
2
53
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
5
Dimensi
Indikator
Perubahan
Pengkajian
Kinerja guru
Produk
b. Pengkajian
Output
Kemampuan
siswa
Aktivitas
laboratorium
Reaksi
sekolah
o
Pengkajian Program
dampak
Sekolah
Program
MGMP
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Peningkatan pada kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran
¾ Peningkatan pada kemampuan pelaksanaan pembelajaran baik dalam kelas
maupun laboratorium
¾ Peningkatan pada kemampuan melakukan evaluasi Pembelajaran
Skor maksimum
Adanya peningkatan pada aspek:
¾ Peningkatan dalam motivasi belajar sains/mat
¾ Peningkatan persepsi terhadap sains/mat ke arah yang positif
¾ Penguasaan konsep sain/mat (termasuk penguasaan proses sains untuk
matapelajaran IPA)
Skor maksimum
¾ Peningkatan frekuensi kegiatan lab
¾ Peningkatan kualitas kegiatan lab
¾ Peningkatan pemakaian peralatan lab
Skor maksimum
¾ Direspons positif kepala sekolah kepada LS
¾ Pengimbasan Program LS di sekolah
¾ Pelaksanaan LS oleh guru lain di Sekolah
Skor maksimum
¾ Pengembangan lanjut kegiatan LS pada aspek lain
¾ Penjadwalan lanjut kegiatan LS pada aspek lain
¾ Pemanfaatan lanjut dari kegiatan LS pada pembelajaran
Skor maksimum
¾ Pengkajian program keg LS MGMP untuk aspek lain
¾ Penjadwalan lanjut peninjauan kegiatan LS di sekolah
¾ Pengkajian pemanfaatan lanjut dari keg LS bagi pembelajaran
Skor maksimum
Skor
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
54
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
LAMPIRAN 2
Contoh kisi-kisi instrumen monitoring dan evaluasi program model CIPP untuk “Lesson Study Model Kolaborasi”
dengan menggunakan deskriptor vertikal
No.
1
Komponen
Subkomponen
pengembangan
kolaborasi
Dasar pemilihan
pasangan
kolaborator
Indikator
¾ Pertimbangan aspek
tanggung jawab
¾ Pertimbangan
kemampuan
bekerjasama
Deskriptor
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu dan
sesuai dengan bidangnya
¾ Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu tanpa
memperhatikan bidangnya
¾ Memilih kolaborator asal mau disertakan
¾
¾
¾
¾
¾
¾ Pertimbangan
kemauan dan motivasi
untuk berinovasi
¾
Dasar penetapan
banyaknya
kolaborator
¾ Pertimbangan atas
jenis tugas yang
harus dikerjakan
¾ Pertimbangan atas
penyelesaian LS
¾
¾
¾
¾
¾
¾
Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dan yang sesuai bidangnya
Memilih kolaborator yang dapat bekerjasama meskipun tidak sebidang
Memilih kolaborator asal mau disertakan
Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi dan sesuai
dengan bidangnya
Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi meskipun
sesuai dengan bidangnya
Memilih kolaborator asal mau disertakan
Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas dan aspek untuk setiap
jenis tugas
Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas atau aspek untuk setiap
jenis tugas
Memilih kolaborator tanpa pertimbangan tertentu
Menentukan kolaborator yang sanggup untuk menyelesaikan tugas dalam
waktu tertentu dan sesuai jadwal pentahapannya
....
¾ ....
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
55
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
2
Komponen
Subkomponen
Pengkajian
konteks untuk
mencari
permasalahan
yang layak di
angkat untuk
kegiatan LS
Tinjauan terhadap
silabus
Indikator
¾ Perunutan Standar
Kompetensi dan Kompetensi
Dasar yang sukar
¾
¾
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
¾
¾
¾
¾
¾
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾
¾
¾
Perunutan pemilihan kegiatan ¾
pembelajaran untuk
memperoleh pengalaman
¾
belajar
¾
Perunutan teknik asesmen
¾
yang telah dilakukan
¾
¾
Peninjauan kembali
¾
terhadap pemilihan
model/pendekatan dan
¾
strategi pembelajaran
¾
Peninjauan kembali
¾
terhadap skenario/urutan
proses pembelajaran di
kelas yang pernah
¾
dilaksanakan
¾
¾
Peninjauan kembali
terhadap
operasionalisasi
perencanaan asesmen
¾
sebagai bagian dari
¾
perencanaan
pelaksanaan
pembelajaran
Merunut SK dan KD yang sukar dikuasai siswa
....
....
Merunut kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang
beragam dan bermakna
....
....
Menentukan teknis asesmen dan bentuik instrumen yang sesuai
....
....
Mengkaji keterlaksanaan model/ pendekatan dan strategi/metode
pembelajaran yang dipilih
....
....
Mengkaji keterlaksanaan dan kefungsionalan skenario/urutan
proses pembelajaran yang pernah dilaksanakan untuk
menunjang ketercapaian KD
....
....
Mengkaji perencanaan dan keterlaksanaan asesmen yang
direncanakan sebagai bagian dari rencana pelaksanaan
pembelajaran
....
....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
56
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
Bahan Ajar
Media
pembelajaran
Indikator
¾ Peninjuan kembali terhadap relevansi
handout/LKS dengan kompetensi yang
dikembangkan
¾
¾
¾ Peninjauan kembali terhadap
keoperesionalan dan ketepatan
penyajian handout/LKS dalam
mendukung pencapaian kompetensi
¾
¾
¾ Peninjauan kembali kejelasan dan
kebenaran konsep dalam penyajian
handout/LKS
¾
Deskriptor
¾ Mengkaji relevansi handout/ LKS
denganSK/KD yang dirumuskan
¾ Peninjauan kembali terhadap relevansi
antara media pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran beserta
kefungsionalannya
¾ Mengkaji relevansi dan media
pembelajaran dengan kegiatan
pembelajaran yang direncanakan dan
kefungsionalannya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji pemilihan media pembelajaran
dan dampak yang ditimbulkan terhadap
motivasi belajar siswa
¾ ....
¾ ....
¾ Peninjauan kembali terhadap dampak
pemilihan media pembelajaran
terhadap motivasi siswa
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji keoperasionalan Handout/LKS
dan ketepatannya dalam menunjang
pencapaian SK/KD
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji kejelasan mater dan kebenaran
konsep handout/LKS
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
57
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
Aktivitas
laboratorium
Indikator
¾ Peninjauan kembali terhadap kelengkapan
dan kefunsgionalan peralatan lab yang ada
untuk mendukung kegiatan pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap
pembuatan/pemodifikasian peralatan lab
oleh guru/siswa dan kefungsionalannya
¾ Peninjauan kembali terhadap kemanfaatan
pembuatan/pemodifikasian peralatan lab
sesuai dengan spesifikasinya
Asesmen
Pembelajaran
¾ Peninjauan kembali terhadap perencanaan
sistem asesmen baik yang bersifat testing
maupun nontesting
¾ Peninjauan kembali terhadap implementasi
suatu metode asesmen
¾ Peninjauan kembali pelaksanaan suatu
asesmen
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Mengkaji ketersediaan dan kefungsionalan
peralatan lab dengan kebutuhanpembelajaran
yang direncanakan
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji kemungkinan
pembuatan/pemodifikasian peralatan lab oleh
guru/siswa dan kefungsionalannya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji kemungkinan penggunaan alat hasil
buatan/ modifikasi oleh guru/siswa dan
kefungsionalan sesuai dengan spesifikasinya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji sistem asesmen yang direncanakan
baik yang bersifat testing maupun nontesting
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji keterlaksanaan metode asesmen
yang digunakan baik yang berkait dengan
testing maupun nontesting
¾ ....
¾ ....
¾ Megkaji pelaksanaan suatu asesmen yang
dilakukan baik dari segi tingkat kesulitan
maupun waktu pelaksanaannya
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
58
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
3
Komponen Subkomponen
Pengkajian Profil siswa
Input untuk
menemukan
permasalah
an yang
layak
diangkat
dalam LS
Indikator
¾ Peninjauan kembali
terhadap penguasaan
konsep
¾ Peninajauan kembali
terhadap penguasaan
keterampilan proses sains
¾ Peninjauan kembali
terhadap motivasi dan
persepsi terhadap sains
Lingkungan
belajar
¾ Peninjauan kembali
terhadap kondisi lingkungan
sekolah
¾ Peninjauan kembali
terhadap kondisi lingkungan
rumah
¾ Peninjauan kembali kondisi
interaksi yang terjadi
selama di kelas/lab
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Mengkaji penguasaan konsep oleh siswa sebagai hasil
pembelajaran dan dispesifikasi sesuai dengan setiap
pokok bahasan yang dipelajarinya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji keterampilan proses sains oleh siswa sebagai
hasil pembelajaran dan dispesifikasi sesuai dengan
pokok bahasan yang dipelajarinya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji motivasi dan persepsi siswa terhadap sains
dan dispesifikasi sesuai dengan jenis pokok bahasan
maupun jenis kegiatan yang dilakukannya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji kelayakan lingkungan sekolah untukbelajar
siswa baik ditinjau lingkunan fisik maupun lingkungan
sosialnya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji kelayakan lingkungan rumah untuk belajar
siswa baik dari lingkungan fisik maupun lingkungan
sosialnya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji interaksi antarsiswa dan interaksi siswa-guru
dalam kelas/lab
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
59
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
4
Komponen
Pengkajian
Proses
a.Perencanaan
program LS
Subkomponen
Penetapan
permasalahan
yang akan
diatasi
Penetapan
tindakan
Indikator
¾ Dasar urgensi dan
kemampuan
melaksanakan lesson
study
¾ Dasar dukungan
kelembagaan
¾ Pertimbangan ilmiah
empirik
¾ Pertimbangan ilmiah logik
Penetapan
tujuan LS
¾ Pertimbangan inovasi
¾ Pertimbangan pencapaian
¾ Pertimbangan dampak
yang ditimbulkan
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Memilih masalah berdasarkan urgensi dan tingkat
keterlaksanaan lesson study
¾ ....
¾ ....
¾ Memilih masalah untuk lesson study berdasarkan
dukungan dari sekolah baik moral maupun finansial
¾ ....
¾ ....
¾ Penetapan tindakan yang dipilih didasarkan pada
pertimbangan kajian kepustakaan dan dasar empirik
yang pernah dilakukan orang lain
¾ ....
¾ ....
¾ Penetapan tindakan yang dipilih didasarkan pada
pertimbangan kajian kepustakaan dan rasional logik
¾ ....
¾ ....
¾ Tujuan lesson study ditentukan berdasarkan alasan
pembaharuan dan peningkatan kualitas pembelajaran
¾ ....
¾ ....
¾ Tujuan lesson study ditentukan berdasarkan
kemungkinan tercapainya tujuan yang dirumuskan
dan dengan hasil yang terminal (ada hasil yang nyata)
¾ ....
¾ ....
¾ Ditentukan berdasarkan dampak yang ditimbulkan
baik bagi siswa, guru maupun pihak yang terkait
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
60
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
Penetapan
langkahlangkah
kegiatan
dalam setiap
siklus
Indikator
¾ Relevansi rincian
kegiatan/tindakan dengan
tujuan
¾ Relevansi rincian kegiatan
dengan indikator kinerja
¾ Pertimbangan rincian
kegiatan dengan resiko
kegagalan
b. Pelaksanaan
tindakan
LS
Pelaksanaan
setiap siklus
¾ Kesesuaian pelaksanaan
dengan setiap langkah
yang ditetapkan dalam
perencanaan
¾ Keterfokusan
pelaksanaan sesuai
dengan indikator kinerja
¾ Keterfokusan pada
kondisi yang kontekstual
dengan pengalaman
siswa
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Kesesuaian rincian kegiatan/ tindakan dengan tujuan
yang dirumuskan dan tingkat keoperasionalannya
¾ ....
¾ ....
¾ Kesesuaian rincian kegiatan dengan indikator kinerja dan
tingkat keoperasionalannya
¾ ....
¾ ....
¾ Mengkaji operasionalisasi kegiatan dan dihubungkan
dengan resiko kegagalan tindakan
¾ ....
¾ ....
¾ Kesesuaian pelaksanaan dengan setiap langkah yang
ditetapkan dalam perencanaan
¾ ....
¾ ....
¾ Keterfokusan pelaksanaan sesuai dengan indikator
kinerja
¾ ....
¾ ....
¾ Keterfokusan pada kondisi yang kontekstual dengan
pengalaman siswa
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
61
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
Perekaman data
Indikator
¾ Sesuai indikator kinerja
(lengkap)
¾ Sesuai dengan kondisi lapangan
(objektif)
¾ Instrumen yang digunakan
sesuai dengan aspek yang
diamati/diukur (sahih)
Pelibatan
kolaborator
¾ Kolaborator dapat melaksanakan
praktik pembelajaran sesuai
skenario dalam setiap siklus
¾ Kolaborator fungsional dalam
menghadapi setiap
permasalahan
¾ Kolaborator bertindak kooperatif
dalam pelaksanaan kegiatan di
setiap siklus
c. Kegiatan
refleksi
Tindakan refleksi
¾ Berfokus pada pencapaian
indikator kinerja dan didasarkan
pada data
¾ Dikembangkan atas dasar
prinsip kolaborasi
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Data sesuai dengan seluruh indikator yang ditentukan
¾ ....
¾ ....
¾ Data sesuai degan keadaan yang sebenarnya
¾ ....
¾ ....
¾ Menggunakan instrumen yang tepat seuai aspek yang
diamatai/diukur
¾ ....
¾ ....
¾ Kolaborator dapat melaksanakan praktik pembelajaran
sesuai skenario dalam setiap siklus
¾ ....
¾ ....
¾ Kolaborator fungsional dalam menghadapi setiap
permasalahan dalam setiap siklus
¾ ....
¾ ....
¾ Kolaborator bertindak kooperatif dalam pelaksanaan
kegiatan di setiap siklus
¾ ....
¾ ....
¾ Tindakan refkelsi berfokus pada pencapaian indikator
kinerja dan didasarkan data yang terekam
¾ ....
¾ ....
¾ Tindakan refleksi dilakukan secara seimbang antara
pertimbangan tujuan dan apa yang sudah dilakukan
praktisi sebagai kolaborator
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
62
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
Pemanfaatan
refleksi
5
Pengkajian
Produk
c. Pengkajian
Output
Perubahan
Kinerja guru
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Indikator
¾ Hasil refleksi untuk
memperbaiki tindakan
pada siklus berikutnya
¾ Harapan tindakan pada
siklus berikutnya memberi
hasil yang lebih baik
dibanding hasil siklus
sebelumnya
¾ Peningkatan pada
kemampuan
merencanakan kegiatan
pembelajaran di kelas dan
di lab
¾ Peningkatan pada
kemampuan pelaksanaan
pembelajaran baik dalam
kelas dan di lab
¾ Peningkatan pada
kemampuan melakukan
evaluasi Pembelajaran
Deskriptor
¾ Hasil refleksi dipakai untuk
merencanakan/memperbaiki tindakan (yang sudah
didesain sejak awal) siklus berikutnya dan
disesuaikan dengan kemampuan praktisi untuk
melaksanakannya
¾ ....
¾ ....
¾ Hasil tindakan pada siklus berikutnya lebih baik
dibanding hasil siklus sebelumnya dan tetap fokus
pada indikator keberhasilan
¾ ....
¾ ....
¾ Kemampuan guru dalam merencanakan kegiatan
pembelajaran meningkat, baik di kelas dan di
laboratorium
¾ ....
¾ ....
¾ Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran
meningkat, baik dalam kelas maupun laboratorium
¾ ....
¾ ....
¾ Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi
pembelajaran meningkat, baik dalam aspek kognitif,
afaktif, maupun psikomotor
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
63
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
Indikator
Kemampuan siswa Adanya peningkatan pada
aspek:
¾ Peningkatan dalam
motivasi belajar
¾ Peningkatan persepsi
terhadap sains/mat ke
arah yang positif
¾
Aktivitas
laboratorium
Penguasaan konsep
sain/mat (termasuk
penguasaan proses
sains untuk
matapelajaran IPA)
¾ Peningkatan kegiatan
lab
¾ Peningkatan pemakaian
peralatan lab
Reaksi sekolah
¾ Respons kepala sekolah
dan wakasek kepada LS
¾ Pengimbasan Program
LS di sekolah
¾ Pelaksanaan LS oleh
guru lain di Sekolah
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Motivasi belajar peserta didik meningkat, baik pada laki-laki
maupun perempuan
¾ ....
¾ ....
¾ Persepsi peserta didik terhadap mata pelajaran semakin positif,
baik pada laki-laki maupun perempuan
¾ ....
¾ ....
¾ Penguasaan peserta didik semakin meningkat, baik pada lakilaki maupun perempuan
¾ ....
¾ ....
¾ Penggunaan lab untuk proses pembelajaran meningkat, baik
kuantitas maupun kualitasnya
¾ ....
¾ ....
¾ Penggunaan perlatan lab dalam pembelajaran semakin
meningkkat baik dari segi keefektifan maupun keefesienannya
¾ ....
¾ ....
¾ Kasek dan wakasek merespon positif kegiatan LS
¾ ....
¾ ....
¾ Hasil LS dikomunikasikan dan diimbaskan pada guru lain
¾ ....
¾ ....
¾ Banyak guru lain melaksanakan lesson study sebagai hasil
pengimbasan
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
64
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
No.
Komponen
Subkomponen
o Pengkajian Program Sekolah
dampak
Indikator
¾ Pengembangan lanjut
kegiatan lesson study
pada aspek lain
¾ Penjadwalan lanjut
kegiatan LS pada
aspek lain
¾ Pemanfaatan lanjut
dari kegiatan LS pada
pembelajaran
Program MGMP
¾ Pengkajian program
keg LS MGMP untuk
aspek lain
¾ Penjadwalan lanjut
peninjauan kegiatan
LS di sekolah
¾ Pengkajian
pemanfaatan lanjut
dari keg LS bagi
pembelajaran
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Deskriptor
¾ Banyak guru berusaha mengembangkan kegiatan
lanjut dari program lesson study dengan
menerapkannya pada aspek lain
¾ ....
¾ ....
¾ Banyak guru yang menjadwalkan kegiatan lanjut
program lesson study untuk aspek lain
¾ ....
¾ ....
¾ Banyak guru yang mencoba meemanfaatkan hasil
program lesson study untuk kegiatan pembelajaran
¾ ....
¾ ....
¾ Banyak guru peserta MGMP yang berusaha
mengembangkan kegiatan lanjut dari program lesson
study dengan menerapkannya pada aspek lain
¾ ....
¾ ....
¾ Banyak guru peserta MGMP yang menjadwalkan
kegiatan lanjut program lesson study untuk aspek lain
¾ ....
¾ ....
¾ Banyak guru peserta MGMP yang mencoba
meemanfaatkan hasil program lesson study untuk
kegiatan pembelajaran
¾ ....
¾ ....
Skor
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
65
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN LESSON
STUDY
Sukarni Hidayati, Endang Listyani, dan Warsono
Pendahuluan
Apa yang dimaksud dengan perangkat pembelajaran dalam lesson study ?
Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran atau digunakan pada tahap
tindakan (do) dalam kegiatan lesson study.
Apa tujuan penyusunan perangkat pembelajaran ? Lesson study adalah
kegiatan yang direncanakan, dilakukan dan dinilai bersama oleh kelompok lesson
study. Keberhasilan dan kegagalan kegiatan adalah tanggung jawab bersama semua
anggota kelompok. Oleh karena itu tujuan penyusunan perangkat pembelajaran
adalah agar segala sesuatu yang telah direncanakan bersama dapat tercapai.
Bagaimana menyusun perangkat pembelajaran dalam lesson study ?
Pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi siwa , baik
potensi akademik, potensi kepribadian dan potensi sosial ke arah yang lebih baik
menuju kedewasaan. Dalam proses ini diperlukan perangkat pembelajaran yang
disusun dan dipilih sesuai dengan kompetensi yang akan di kembangkan.
Apakah perangkat pembelajaran lesson study berbeda dengan perangkat
pembelajaran biasa? Pada dasarnya perangkat pembelajaran lesson study tidak
berbeda dengan perangkat pembelajaran yang biasa disiapkan oleh masing-masing
guru di sekolah. Namun karena pembelajaran dalam program lesson study
dirancang untuk keperluan peningkatan pembelajaran yang inovatif dan melibatkan
kelompok guru serta dimungkinkan untuk dijadikan sebagai ajang penelitian
tindakan kelas, maka dalam perencanaannya perangkat pembelajaran harus
disusun bersama (kelompok guru), secara seksama, sistematis dan terukur.
Dasar pemikiran Penyusunan perangkat Pembelajaran dalam lesson study.
1. Kompetensi dasar yang akan di kembangkan .
Dalam kurikulum KTSP guru dituntut untuk mempunyai kreativitas lebih
dalam merancang pembelajaran, agar kompetensi dasar yang telah di tetapkan
dapat tercapai. Ada tiga aspek dalam kompetensi dasar untuk siswa SMP yang
harus dicapai, yaitu kompetensi akademik meliputi penguasaan konsep dan
metode keilmuan, kompetensi pribadi yang menyangkut perkembangan etika
dan moral, serta kompetensi sosial. Ketiga kompetensi ini dikembangkan dalam
proses pembelajaran, oleh karena itu harus nampak dalam perangkat
pembelajaran, mulai dari rencana pembelajaran sampai evaluasi
proses
pembelajaran.
2. Karakteristik materi pelajaran atau pokok bahasan
Setiap materi pelajaran mempunyai sifat masing masing. . Materi IPA akan
berbeda dengan matematika. Matematika dengan sifat materinya yang abstrak
memerlukan perangkat pembelajaran yang mampu membuat lebih kongkrit.
Sedangkan materi IPA yang umumnya gejalanya dapat diindera , memerlukan
perangkat pembelajaran yang membuat anak mampu mengungkap gejala yang
ada dan menganalisisnya menjadi suatu pengertian atau konsep yang utuh.
Perangkat pembelajaram dalam rangka kongkritisasi persoalan maupun dalam
rangka konseptualisasi fakta perlu di susun dengan mempertimbangkan kaidah
keilmuan masing-masing agar pengertian yang akan di peroleh siswa tidak
menyimpang dari kaidah keilmuan yang berlaku. Dalam rangka lesson study
hendaknya guru mampu memilih dan mengorganisasi materi pelajaran dan
mengemasnya sebagai bahan ajar sebagai salah satu perangkat pembelajaran.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
66
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Dalam hal ini guru hendaknya tahu persis konsep esensial materi tersebut agar
tidak mengalami kesulitan dalam menyusun perangkat pembelajaran.
3. Karakteristik subyek didik
Subyek didik dalam proses pembelajaran pada hakekatnya adalah pribadi
yang kompleks yang berbeda antara satu dengan lainnya.. Walaupun mereka
ada dalam kelas yang sama namun kenyataannya dalam banyak hal mereka
berbeda.. Variabel subyek didik yang perlu di pertimbangkan dalam menyusun
perangkat pembelajaran adalah ; (1) tingkat perkembangan kognitifnya, (2)
langgam belajarnya , (3) lingkungan sosial budayanya., (4) keterampilan
motoriknya. dan lain-lain. Tidak jarang perangkat pembelajaran yang kita buat
tidak dapat dipergunakan secara optimal karena kita mengabaikan karakteristik
subyek didik. Dalam pembelajaran untuk lesson study perubahan perilaku siswa
ini menjadi fokus perhatian. Seorang guru model dalam proses refleksi sesudah
pembelajaran akan menguraikan/menyampaikan tentang semua kondisi yang
dia ciptakan untuk membelajarkan siswa., sesuai dengan program
pengembangan yang di rencanakan. Hal ini sangat penting karena refleksi para
observer tidak di tujukan kepada performance guru, tetapi tertuju pada cara guru
mengelola kegiatan pembelajaran dan aktifitas belajar siswa..
4. Pemilihan model pembelajaran .
Setiap model pembelajaran yang dipilih dalam perencanaan pembelajaran
mencerminkan urutan pembelajaran yang terjadi . Urutan pembelajaran model
deduktif misalnya akan berbeda dengan urutan pembelajaran model induktif.
Demikian juga dengan model- model pembelajaran yang lain. Pilihan model
pembelajaran ini akan mewarnai
penyusunan perangkat pembelajaran ,
terutama dalam penyusunan skenario pembelajaran dan penyusunan lembar
kegiatan siswa. Dalam pelaksanaan lesson study
penetapan model
pembelajaran, terutama yang inovatif diharapkan mampu mengubah paradigma
pembelajaran dari pola pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pola
pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan murid, baik dalam
mengekplorasi
gejala, memecahkan masalah maupun dalam proses
pembangunan konsep, ecara kooperatif di dalam kelompok, maupun secara
individu..
5. Karakteristik lingkungan sekitar sekolah .
Lingkungan sekolah sebenarnya sangat potensial sebagai sumber belajar.
Banyak hal yang dapat dipelajari siswa dari lingkungannya, baik masalah
matematika maupun masalah IPA. Kemampuan anak mengekplorasi lingkungan
merupakan bekal penting untuk dapat memecahkan masalah yang timbul di
masyarakat , terutama jika kita memilih Contextstual Teaching Learning ( CTL)
sebagai model pembelajaran. Pengembangan kecakapan hidup bagi siswa SMP
dapat dimulai dari lingkungan sekolah.. Perangkat pembelajaran yang
memungkinkan anak belajar di luar kelas mempunyai karakteristik yang agak
berbeda dengan perangkat pembelajaran di dalam kelas. Dalam proses
pembelajaran di luar kelas siswa lebih leluasa mengekpresikan dirinya ,
sehinggaperangkat evaluasi pembelajaran terutama evaluasi afektif lebih mudah
untuk diimplementasikan. .
6. Alokasi Waktu
Bagaimanapun waktu merupakan faktor pembatas utama dalam proses
pembelajaran, baik bagi proses pembelajaran
regular maupun proses
pembelajaran dalam rangka lesson study.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
67
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang disusun dalam pelaksanaan lesson study meliputi :
1. Rencana Pembelajaran
Adapun komponen rencana pembelajaran adalah :
a. Standar kompetensi dan kompetensi dasar, dalam hal ini kita harus memilih
dari kurikulum
b. Pokok bahasan , dipilih dari kurikulum
c. Indikator, disusun sendiri oleh kelompok guru dan dijabarkan dari standar
kompetensi .
d. Model Pembelajaran, dipilih sesuai penekanan kompetensi dan materi .
e. Skenario pembelajaran, berisi urutan aktivitas pembelajaran siswa dan
mencerminkan pilihan model Pembelajaran .
f. Urutan Metode Pembelajaran, disesuaikan dengan aktivitas siswa dan model
pembelajaran .
g. Media pembelajaran, dipilih dan di urutkan sesuai skenario pembelajaran .
h. Instrumen evaluasi meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik
2. Lembar Kerja Siswa ( LKS)
Berisi langkah- langkah kegiatan belajar siswa . LKS yang di susun dapat
bersifat panduan tertutup yang dapat dikerjakan siswa, sesuai dengan tuntunan
yang ada, atau LKS yang bersifat semi terbukan. LKS model ini memberi peluang
bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, walaupun masih ada peranan
guru dala memberikan arahan . LKS dapat juga berupa modul pembelajaran.
LKS model apapun yang di susun harus mampu memberikan panduan agar
siswa dapat belajar dengan benar, baik dari segi proses keilmuan maupun dalam
memperoleh konsep.
3. Teaching Guide ( Panduan Guru )
Dalam Lesson study perencanaan dibuat oleh kelompok guru, namun
pelaksanaannya tetap di lakukan oleh seorang guru . Agar apa yang di
rencanakan sesuai dengan yang di laksanakan, maka perlu adanya pedoman/
petunjuk guru. Panduan guru ini biasanya berisi bagaimana guru harus
mengorganisasi siswa, mengunakan LKS, memimpin diskusi sampai bagaimana
guru harus mengevaluasi.
4. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dipergunakan dalam proses pembelajaran dapat
berupa perangkat lunak seperti : lembar transparansi, gambar, CD maupun
perangkat keras seperti : OHP, VCD Player, piranti demonstrasi ataupun piranti
ekperimen.
Lesson study melibatkan banyak orang, dalam kaitannya dengan
manajemen waktu ini maka guru harus benar- benar melakukan uji waktu
sebelum tampil, apalagi jika menggunakan perangkat untuk demonstrasi atau
eksperimen.
5. Instrumen Evaluasi
Instrumen evaluasi meliputi :
• Evaluasi kognitif untuk melihat daya serap anak terhadap materi yang di
pelajari
• Evaluasi afektif untuk melihat perubahan perilaku, etika, nilai- nilai ( value )
pada siswa .
• Evaluasi Psikomotorik untuk mengetahui keterampilan siswa dalam
melakukan pekerjaan.
Instrumen ini disusun baik dalam bentuk instrumen test maupun non test
Contoh Rencana Pembelajaran dan LKS (ada di lampiran)
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
68
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Lampiran
RENCANA LESSON STUDY
(Lesson Plan)
A. IDENTITAS
Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Kelas/Semester
Pokok Bahasan
Sub Pokok Bahasan
Alokasi Waktu
: IPA /Fisika
: SMP/MTs
: VIII/2
: Pesawat Sederhana
: Pengungkit (Tuas)
: 2 jam pelajaran
B. STANDAR KOMPETENSI
Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan sehari-hari
C. KOMPETENSI DASAR
Melakukan percobaan tentang pesawat sederhana dan penerapannya dalam
kehidupan sehari hari
D. INDIKATOR
1. Menunjukkan contoh-contoh pesawat sederhana dalam kehidupan sehari-hari
yang termasuk golongan pengungkit (tuas)
2. Menggolongkan pesawat sederhana jenis pengungkit
3. Menunjukkan letak titik tumpu beban, kuasa, lengan beban dan lengan kuasa
E. MATERI POKOK
1. Pengertian Pengungkit
2. Jenis-Jenis Pengungkit
F. MEDIA PEMBELAJARAN
1. Alat Percobaan
2. LKS
3. OHP atau LCD
G. PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN
1. Pendekatan
2. Metode
: Keterampilan Proses
: Informasi, Diskusi, Demonstrasi dan Eksperimen
H. SKENARIO PEMBELAJARAN
Waktu
Kegiatan Pembelajaran
10 menit
Pendahuluan :
1. Memulai pembelajaran dengan salam dan doa
2. Guru menunjukkan kain tebal (sudah dipersiapkan
sebelumnya) kepada siswa, kemudian menanyakan :
Dapatkah anda memotong kain ini dengan tangan ?
Siswa diharapkan menjawab tidak.
3. Guru meminta salah seorang siswa ke depan kelas
untuk memotong kain tebal dengan tangan. Salah
seorang siswa diharapkan maju
mendemostrasikannya. Setelah itu guru menanyakan
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
Metode
Demonstrasi
69
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
4.
5.
6.
7.
8.
60 menit
10 menit
kembali : Bagaimana ? Apakah teman anda dapat
memotongnya?
Setelah guru menyuruh siswa kembali ke tempatnya,
kemudian menanyakan kepada siswa : Alat apa yang
dapat digunakan memotong kain? Siswa diharapkan
menjawab gunting.
Untuk membuktikannya, guru meminta seorang siswa
tampil ke depan mendemonstrasikannya. Setelah
siswa mendemonstrasikannya (kain dapat dipotong),
guru menanyakan kepada seluruh siswa: Apakah kain
dapat dipotong dengan mudah? Siswa diharapkan
menjawab “ya“. Guru kemudian mengatakan : Kalau
begitu gunting termasuk alat yang dapat
mempermudah……. (menunggu jawaban siswa) dan
disebut……………(menunggu jawaban siswa).
Guru kemudian mengeluarkan media chart dan
menempelnya di papan tulis. Chart yang digunakan
berisi gambar gunting dan bagian-bagiannya, yaitu :
titik tumpu, beban dan kuasa. Guru menjelaskan
bagian-bagian gunting sebagai dari pengungkit, yaitu
bagian : titik beban, titik kuasa dan titik tumpu.
Setelah selasai menjelaskan, guru menyampaikan
tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
yang anggotanya kurang lebih 4 orang siswa.
Kegiatan Inti :
9. Guru membagi Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Siswa
mencermati LKS yang telah diterimannya.
10. Memberi penjelasan singkat sebelum siswa
melakukan percobaan. Siswa diharapkan bertanya
apabila ada yang belum jelas.
11. Guru mempersilahkan siswa untuk melakukan
kegiatan sesuai petunjuk di LKS. Siswa melakukan
kegiatan sesuai dengan petunjuk LKS
12. Guru mengamati dan memfasilitasi siswa dalam
melakukan percobaan.
13. Setelah percobaan selesai, kelompok siswa diberi
kesempatan memprentasikan hasil Kegiatan I, II, III
dan IV serta mendiskusikannya. Tiap kelompok
hanya mempresentasikan satu kegiatan.
Informasi
Eksperimen
Presentasi,
diskusi
Penutup :
14. Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan hasil
kegiatan dan menuliskannya di papan tulis
15. Guru memberi tugas kepada siswa
16. Mengakhiri pembelajaran dengan doa dan salam
I.
Informasi
Diskusi,
Informasi
TAGIHAN
1. Pekerjaan Siswa dalam LKS
2. Tugas yang diberikan pada Akhir Pembelajaran
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
70
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
J. PENILAIAN
1. Penilaian Proses Sains
KRITERIA PENILAIAN
1. Kemampuan Mengamati (Observasi)
2. Kemampuan Mengklasifikasi
3. Kemampuan Mengukur
4. Kemampuan Menyimpulkan
5. Kerjasama dalam kelompok
6. Menghargai Kelompok Lain
I
NILAI KELOMPOK
II
III
IV
2. Penilai an Hasil
a. Aspek Kognitif
1). Hasil Pekerjaan Siswa dalam LKS
2). Hasil Pekerjaan Siswa dari Tugas
3). Hasil Pekerjaan Siswa dari Tes Tertulis
b. Aspek Afektif
c. Aspek Psikomotor
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
71
……
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
LEMBAR OBSERVASI
LESSSON STUDY
Hari/Tanggal
Topik
Nama Guru Model
:
:
:
Petunjuk :
1. Isilah dengan tanda √ pada kolom YA/TIDAK jika aktivitas pembelajaran
teramati/muncul.
2. Isilah dengan tanda X
pada kolom YA/TIDAK jika aktivitas pembelajaran
tidak teramati/muncul.
3. Isilah kolom KOMENTAR untuk setiap komponen aktivitas pembelajaran dengan
memberi penjelasan tentang keadaan yang teramati.
AKTIVITAS PEMBELAJARAN
YA/TIDAK
HASIL PENGAMATAN
KOMENTAR
1. Apakah ada siswa yang tidak
memperhatikan proses
pembelajaran ?
2. Apakah siswa mengajukan
pertanyaan kepada guru atau
sesama siswa?
3. Apakah siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari
guru atau siswa lain?
4. Apakah siswa bekerjasama
dengan siswa lain untuk
menyelesaikan persoalan ?
5. Apakah siswa tertekan dalam
mengikuti pelajaran ?
6. Apakah siswa tampak senang
dalam mengikuti pelajaran ?
7. Apakah ada materi yang sulit
dipahami siswa ?
8. Apakah guru sudah
melakukan perannya sesuai
dengan perencanaan?
9. Apakah metode yang
diterapkan guru sudah tepat?
10. Apakah secara keseluruhan
tujuan pembelajaran tercapai
seauai dengan perencanaan?
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
72
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
LEMBAR KERJA SISWA (LKS)
Mata Pelajaran
Materi Pokok
Sub Materi Pokok
Kelas/Semester
: Sais/Fisika
: Pesawat Sederhana
: Pengungkit (Tuas)
: VIII/2
TUJUAN
3. Mengungkapkan kegunaan pengungkit melalui kegiatan percobaan
4. Menunjukkan letak titik tumpu, titik beban, dan titik kuasa
5. Menggolongkan jenis pengungkit
PETUNJUK UMUM
1. Lakukan percobaan atau kegiatan sesuai dengan prosedur kerja pada setiap
Kegiatan
2. Lakukan kegiatan anda bersama-sama teman-teman satu kelompok
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang ada pada setiap kegiatan dengan
mendiskusikannya bersama teman-teman anda dalam satu kelompok
4. Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang ada sesuai hasil pengamatan
5. Kumpulkan LKS yang telah anda kerjakan kepada guru.
KEGIATAN I : MEMBUKA KALENG SUSU
Alat dan Bahan
1. Kaleng Susu
2. Tangan
3. Obeng
Kaleng Susu
Tangan
Obeng
Gambar 1. Alat dan Bahan Percobaan
Cara Kerja
1. Letakkan kaleng dalam keadaan tertutup di atas meja
2. Bukalah tutup kaleng tersebut dengan ujung jarimu. Jangan dipaksa apabila
kamu mengalami kesulitan !
3. Rapatkan tutup kaleng tersebut, kemudian bukalah tutup kaleng tersebut dengan
menggunakan ujung obeng.
(a)
(b)
Gambar 2. Percobaan membuka kaleng susu dengan : (a) ujung jari tangan, (b) obeng
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
73
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Pertanyaan-Pertanyaan :
1.
2.
3.
4.
Apakah anda dapat membuka kaleng dengan ujung jarimu ?
Apakah anda berhasil membuka kaleng dengan obeng ?
Cara manakah yang lebih mudah untuk membuka kaleng ?
Pada percobaan tersebut, obeng adalah alat yang berguna untuk ……………...
…………………………………………………………………………………………..
5. Pada saat anda membuka kaleng dengan obeng (lihat Gambar 2.(b)), yang
berfungsi sebagai :
• beban adalah …………………………………………………………………………
• titik tumpu adalah …………………………………………………………………….
• kuasa adalah…………………………………………………………………………..
6. Pada saat obeng digunakan untuk membuka kaleng :
• lengan beban adalah jarak antara ………………………………………………...
dengan ……………………………………………………………………………....
• lengan kuasa adalah jarak antara ………………………………………………...
dengan ……………………………………………………………………………....
7. Titik tumpu pada saat anda membuka kaleng dengan obeng terletak diantara
beban dan kuasa. Pengungkit yang mempunyai ciri demikian disebut
pengungkit jenis……………..
KEGIATAN II : MELUBANGI KERTAS
Alat dan Bahan
1. Lima lembar kertas HVS
2. Tangan
3. Pelubang Kertas
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
74
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Cara Kerja
1. Ambil 5 lembar kertas HVS. Lubangi ke-lima lembar kertas tersebut dengan jari
tangan anda. Jangan dipaksa apabila anda mengalami kesulitan !
2. Ambil 5 lembar kertas HVS. Letakkan kelima lembar kertas tersebut di atas
landasan pelubang kertas. Pastikan bahwa kertas telah berada di bawah ujung
pelubang kertas. Tekan tangkai pelubang kertas dengan tangan anda secara
cepat !
(b)
Gambar 4. Percobaan melubangi kertas dengan : (a) ujung jari tangan, (b) pelubang kertas
Pertanyaan-Pertanyaan :
1. Apakah anda dapat melubangi 5 lembar kertas dengan ujung jarimu ?
2. Apakah anda dapat melubangi 5 lembar kertas dengan pelubang kertas ?
3. Cara manakah yang lebih mudah untuk melubangi beberapa lembar kertas
sekaligus?
4. Pelubang kertas adalah alat yang berguna untuk……….………………………
………………………………………………………………………...........................
5. Pada saat anda melubangi kertas dengan pelubang kertas, yang berfungsi
sebagai :
• beban adalah ……………………………………………………………………
• titik tumpu adalah ………………………………………………………………..
• kuasa adalah……………………………………………………………………
6. Pada saat pelubang kertas digunakan untuk melubangi kertas :
• lengan beban adalah jarak antara …………………………………………
dengan ……………………………………………………………………………
• lengan kuasa adalah jarak antara ……………………………………………
dengan ……………………………………………………………………………
7. Pada saat anda melubangi kertas dengan pelubang kertas, letak beban
berada diantara …………………… dan …………………………. Pengungkit
yang mempunyai ciri demikian disebut pengungkit jenis kedua.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
75
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
KEGIATAN III
Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
Lima lembar kertas HVS
Isi Staples
Staples
Tangan
Cara Kerja
1. Ambil 5 lembar kertas HVS dan 1 buah isi staples. Gunakan isi staples dan
tangan anda untuk menyatukan (menjepit) 5 lembar kertas. Dapatkah anda
lakukan ? Jika tidak dapat jangan anda paksakan !
2. Isilah staples dengan isi staples. Gunakan untuk menyatukan (menjepit) 5
lembar kertas. Dapatkah anda lakukan?
(b)
(a)
Gambar 4. Menyatukan kertas dengan : (a) ujung jari tangan dan (b) staples
Pertanyaan-Pertanyaan :
1.
2.
3.
4.
Apakah anda dapat menyatukan 5 lembar kertas dengan ujung jarimu ?
Apakah anda dapat menyatukan 5 lembar kertas dengan staples ?
Cara manakah yang lebih mudah untuk menyatukan kertas?
Pada percobaan tersebut, staples adalah alat yang berguna untuk
……………….…………………………………………………………………………...
5. Pada saat anda mestaples kertas, ada 3 titik penting (lihat gambar berikut):
B
C
A
•
•
•
Titik A adalah ……………
Titik B adalah ……………
Titik C adalah ……………
6. Pada saat anda mestaples kertas, yang dimaksud :
• lengan beban adalah jarak antara ……………………………………………
dengan ……………………………………………………………………………
• lengan kuasa adalah jarak antara ……………………………………………
dengan ……………………………………………………………………………
7. Posisi kuasa pada saat anda menstaples kertas terletak diantara
…………………… dan …………………………. Pengungkit yang mempunyai
ciri demikian disebut pengungkit jenis …….....................
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
76
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
KEGIATAN IV
Petunjuk :
• Tabel di bawah ini digambarkan beberapa contoh pengungkit dan bagianbagiannya.
• Isilah kolom-kolom yang ada di sebelah kanannya
GAMBAR PENGUNGKIT
NAMA BAGIAN
GOLONGAN
PENGUNGKIT
1. …………………………
3
2. …………………………
2
3. …………………………
1
2
1. …………………………
2. …………………………
3
3. …………………………
3
1. …………………………
2. …………………………
1
3. …………………………
2
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
77
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
CONTOH : LKS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
LKS -1
BAGAIMANA MANUSIA BERNAPAS ?
KEGIATAN- 1
1. Dekatkan punggung tapak tangan kananmu di depan lubang hidung.
Apa yang kamu rasakan ?
2. Biarkan tanganmu tetap di depan lubang hidung. Gunakan tangan tapak tangan
kirimu untuk memegang dada. Apa yang kamu rasakan ?
3. Pindahkan tangan kirimu ke bagian perut. Apa yang kamu rasakan ?
4. Apakah keluar-masuknya udara lewat hidung bersamaan dengan gerak dada dan
perut ?
5. Tuliskan hasil pengamatanmu pada tabel berikut .(isilah dengan tanda rumput /
√ )
No.
Gerak udara pernapasan
1
Saat udara keluar hidung
2
Saat udara masuk hidung
Gerak dada
Naik
Turun
Gerak perut
Naik
Turun
KEGIATAN- 2
Manusia bernapas dengan menggunakan paru-paru yang terdapat di dalam rongga
dada. Dengan menggunakan torso yang tersedia, perhatikan susunan rongga dada
dan rongga perut.
Yang diamati
Atas
Batas penyusun
Bawah
Depan
Belakang
Rongga dada
Rongga perut
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
78
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
KEGIATAN-3
Lakukan pengamatan cara kerja model alat pernapasan seperti pada gambar berikut
:
1.
Pipa T
2 Lodong plastik
3 Balon karet
4 Balon karet yang direntang
1. Saat balon karet no.4 dibiarkan dalam posisi datar (diam), balon karet no.3 dalam
keadaan ……………………………………………………………………………
2. Saat balon karet no. 4 ditekan ke atas menggunakan jari, keadaan balon karet no.
3 menjadi ……………………………………………………………………………
Dibandingkan dengan torso :
1. Balon karet no.4 merupakan tiruan alat yang disebut : …………..………………..
2. Lodong plastik no. 2 merupakan tiruan …………………………………………….
TUGAS : diskusikan dengan kelompokmu tentang bagaimana cara kerja alat
bernapas. Tuliskan hasil diskusimu.
1. Urutan cara kerja saat paru-paru memasukkan udara lewat hidung.
2. Urutan cara kerja saat paru-paru menghembuskan udara ke luar lewat hidung
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
79
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
LKS - 2
GAS APA YANG DIKELUARKAN SAAT BERNAPAS ?
Jawaban sementara :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
KEGIATAN – 1
Siapkan alat percobaan seperti berikut :
M (Mulut)
1. Pipa T
2. Selang plastik
3. Tutup / sumbat karet.
4. Botol bening
A
B
5. Air kapur
Lakukan pengamatan percobaan dengan mengikuti langkah kerja sbb : (catat
semua hasil pengamatanmu di dalam tabel yang tersedia)
Tabel pengamatan :
No
Botol
1
A
2
B
Warna air
kapur
Mula-mula
Warna air kapur
setelah diisap dan
ditiup
Lebih
Kurang
keruh
keruh
Asal udara
Luar
Pernapasan
LANGKAH KERJA :
1. Sebelum percobaan, warna air kapur di botol A dan B mula-mula :
………………………………………………………………………….………………
2. Dengan menggunakan mulut, isaplah udara secara perlahan-lahan.
Apa yang terjadi pada air kapur di botol A?
Air kapur di botol A : ………………………………………………………….
Timbulnya gelembung udara pada air kapur di botol A akibat udara mengalir dari :
……………………………….. ke ….…………………………………….
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
80
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
3. Dengan menggunakan mulut, tiupkan udara pernapasan lewat ujung selang
plastik M.
Apa yang terjadi pada air kapur di botol B ?
Air kapur di botol B : ………………………………………………………….
Timbulnya gelembung udara pada air kapur di botol B akibat udara mengalir dari :
………………………….......... ke ………………………………………….
4. Lakukan kegiatan mengisap dan meniupkan udara pernapasan beberapa kali.
Perhatikan warna air kapurnya.
Warna air kapur di botol A : ………………………………………………………
Warna air kapur di botol B : ……………………………………………………….
5. Dengan membandingkan warna air kapur setelah percobaan, dapat disimpulkan :
a. Keruhnya air kapur di botol A adalah akibat : ………………………
b. Keruhnya air kapur di botol B adalah akibat : ………………………
c. Udara hasil pernapasan banyak mengandung gas : …………………
Kata kunci : Gas asam arang (CO2) menyebabkan air kapur menjadi keruh
Masalah untuk dipikirkan :
1. Apakah tumbuhan dan hewan juga bernapas ?
2. Gas apakah yang dikeluarkan hewan atau tumbuhan saat bernapas ?
3. Dengan menggunakan kata kunci di atas, coba buatlah rancangan alat untuk
membuktikannya.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
81
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
LKS - 3
GAS APAKAH YANG DIKELUARKAN DALAM PERNAPASAN TUMBUHAN ?
Jawaban sementara : ………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………...
Buatlah rangkaian alat seperti gambar berikut :
E
Botol plastik
Selang plastik
Sumbat
lubang
A
B
Botol A,B dan D berisi air kapur
Botol C beirisi kecambah, tempe atau hewan
C
D
IKUTI LANGKAH KERJA SBB.
Setelah botol A,B,C dan D tersumbat rapat, biarkan beberapa saat.
1. Perhatikan warna air kapur mula-mula.
Warna air kapur di botol A : …………………………………………………
Warna air kapur di botol B: …………………………………………………
Warna air kapur di botol D : …………………………………………………
2 Dengan menggunakan botol E (berlubang) sebagai pompa. (Gunakan ibu jarimu
sebagai klep pompa yang bekerja membuka dan menutup lubang). Alirkan udara
luar ke dalam botol A beberapa kali.
Perhatikan apa yang terjadi pada air kapur di botol A, B dan D ?
Warna air kapur di botol A : …………………………………………………
Warna air kapur di botol B: …………………………………………………
Warna air kapur di botol D : …………………………………………………
3. Setelah beberapa kali udara dialirkan ke dalam botol A. Air kapur yang paling
keruh terjadi di botol : ………………………………
Diskusikan dengan kelompokmu.
1. Bila dibandingkan pada akhir percobaan samakah kekeruhan air kapur di botol A,
B dan botol D ?
Dapatkah kamu menjelaskannya?
2. Dari percobaan tersebut, tuliskan pengertian (kesimpulan ) apakah yang kamu
peroleh ?
Kesimpulan :
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Kata kunci :
Di udara terdapat gas CO2 sebanyak 0,03 %
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
82
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
CONTOH MODEL : RENCANA PEMBELAJARAN IPA/ BIOLOGI
I.
Identitas :
1. Nama sekolah :
2. Mata pelajaran :
3. Kelas / semester :
4. Alokasi waktu :
Madrasah Tsanawiah …………..
IPA (biologi)
VIII / I
3 x 2 JP
II. Standar Kompetensi : Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia.
Kompetensi Dasar
: Mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan
hubungannya dengan kesehatan.
Materi Pokok
: Sistem pernapasan pada manusia
Indikator
: 1. Siswa dapat menjelaskan mekanisme kegiatan
bernapas pada manusia.
2. Siswa dapat mengidentifikasi macam gas yang
dihasilkan pada pernapasan manusia.
3. Siswa dapat menemukan kesamaan gejala
pernapasan pada manusia dan tumbuhan.
III Konsep Dasar : 1. Pada manusia, bernapas merupakan kegiatan pertukaran
gas yang terjadi pada alat-alat bernapas ( hidung, rongga
hidung, trakea, dan pulmo).
2. Mekanisme bernapas meliputi fase inspirasi dan ekspirasi
yang melibatkan mekanisme kerja otot-otot sekitar tulang
rusuk, diafragma dan perut.
3. Udara yang dikeluarkan dalam kegiatan bernapas banyak
mengandung gas CO2.
4. Bernapas terjadi pada semua makhluk hidup.
IV. Sumber / Pustaka :
Tortora, Gerard J and Nicholas P. Anagnostakos. 1990.
Principles of Anatomy and Physiology. Sixth Edition.
New York : Harper & Row, Publishers.
V. Metode Pembelajaran : Percobaan dan diskusi
VI. Media : 1. Human media tentang pernafasan dada dan perut
2. Torso tubuh manusia
3. Model paru- paru
4. Perangkat percobaan pernapasan manusia
5. Perangkat percobaan pernafasan tumbuhan
6. LKS : Pernapasan manusia (LKS-1 dan LKS- 2)
Pernapasan tumbuhan ( LKS- 3)
7. Gambar sistem alat pernapasan manusia
VII. Kegiatan Pembelajaran .
Pertemuan ke-I : Bagaimana manusia bernapas ?
KEGIATAN AWAL
1. Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan memotivasi siswa.
a. Coba tutup hidung dan mulutmu. Apa yang kamu rasakan ?
b. Dapatkah kamu bertahan tanpa udara ?
c. Untuk apa udara keluar-masuk hidung ?
2. Guru menuliskan topik pelajaran di papan tulis
3. Guru menuliskan rumusan persoalan (masalah) yang akan dibahas di
papan tulis.”Bagaimana manusia bernapas ?”
4. Guru meminta siswa untuk beropini, dengan bertanya :” Dapatkah kamu
jelaskan bagaimana proses bernapas pada manusia ? Secara brain
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
83
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
storming semua jawaban siswa di catat guru pada kolom paling kanan
papan tulis ( untuk dicocokan dengan hasil belajar di akhir kegiatan).
KEGIATAN INTI
1. Guru meminta siswa membuat kelompok kerja dengan anggota kelopok 3
– 5 siswa. Tiap kelompok menunjuk salah satu anggota kelompok
sebagai pimpinan kelompok. Guru menjelaskan tata cara bekerja dalam
kelompok (Model Buzz Group)
2. Guru membagikan LKS - 1 dan memberi kesempatan pada siswa untuk
mempelajari maksud dan urutan langkah kerja yang tertera dalam LKS-1.
3. Siswa melakukan kegiatan pengamatan dan diskusi sesuai arahan LKS-1.
Guru memonitor kegiatan tiap kelompok.
4. Guru menunjuk salah satu sampel kelompok untuk mempresentasikan
hasil kegiatan belajar di depan kelas. Hasil kegiatan di tulis di papan tulis.
5. Dengan dipimpin guru, kegiatan dilanjutkan diskusi kelas dengan
memberi kesempatan pada kelompok lain untuk memberi tanggapan
terhadap hasil presentasi kelompok sampel.
a. Guru mengarahkan diskusi untuk mendapatkan kesimpulan.
b. Guru melakukan pengecekan (performance test) pencapaian hasil
belajar dengan meminta beberapa orang siswa (secara random)
menjelaskan ulang mekanisme bernapas.
c. Di akhir diskusi guru memberi kejelasan (penegasan) hasil belajar
tentang mekanisme proses bernapas pada manusia dengan bantuan
gambar sistem pernapasan manusia dan torso. Dengan dipimpin guru,
semua siswa diminta untuk melakukan pengamatan ulang secara teliti
untuk memahami mekanisme proses bernapas pada manusia.
KEGIATAN PENUTUP
1. Guru mengembangkan persoalan pada macam gas yang dikeluarkan
selama kegiatan bernapas. (untuk dipelajari pada pertemuan ke-2)
2. Guru membagikan LKS-2 untuk dipelajari dirumah.
3. Guru memberi tugas pada siswa untuk menyiapkan alat dan bahanbahan yang diperlukan sesuai LKS-2. Semua alat dan bahan dibawa
pada pertemuan ke-2.
VI. Evaluasi : Bentuk performance test
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
84
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
STRATEGI PEREKAMAN AUDIO VISUAL KEGIATAN LESSON
STUDY DAN INTERPRETASINYA UNTUK PENINGKATAN
KUALITAS PEMBELAJARAN
Oleh:
Dadan Rosana, Jaslin Ikhsan, Triatmanto
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah proses dinamis yang selalu memerlukan inovasi dan
perbaikan dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu pengembangan berbagai pendekatan
yang positif sangat diperlukan agar pendidikan itu mampu bergerak dinamis
mengimbangi proses perubahan yang paling aktual. Salah satu pendekatan yang
belakangan cukup berhasil dikembangkan di Jepang, USA dan beberapa negara
eropa dalam upaya perbaikan proses dan produk pendidikan adalah kegiatan lesson
study. Lesson study adalah suatu kegiatan instruksional yang ditandai dengan
adanya proses kolaboratif dari sekelompok guru yang secara bersama-sama
merencanakan langkah-langkah pembelajaran termasuk metode, media dan
instrumen evaluasinya. Kegiatan ini berlangsung dengan cara salah seorang guru
melakukan praktek pembelajaran yang direncanakan di kelas dan yang lain
mengamati proses pembelajaran tersebut, setelah selesai pembelajaran akan
dievaluasi bersama dan diperbaiki bila ada yang kurang tepat. Hasil evaluasi ini
sangat bermanfaat untuk memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya sekaligus
untuk berbagi pengalaman dan temuan dari hasil evaluasi tersebut pada guru lain
dengan demikian lesson study cukup efektif untuk digunakan sebagai salah satu
bentuk pembinaan pengembangan kompetensi guru. Penerapan Lesson Study dapat
meningkatkan kompetensi guru, terutama yang terkait dengan pengetahuan,
pengetahuan materi pokok, pengetahuan pengajaran, pengetahuan riset, kapasitas
mengamati siswa, menghubungkan praktik sehari-hari dengan tujuan jangka
panjang, motivasi, hubungan dengan kolega dan saling bantu, komitmen, dan
akuntabilitas.
Dasar sosial lessons study adalah keterlibatan; dasar pendidikan lesson
study adalah perbaikan atau peningkatan mutu. Jadi seseorang yang melakukan
lesson study adalah orang yang menginginkan adanya perubahan dari apa yang
selama itu dijalankan dan ingin yang lebih baik. Lesson study dapat berarti action
(tindakan ), baik mengenai sistemnya maupun mengenai orang-orang yang terlibat
dalam sistem tersebut.
Bila diterapkan di kelas, lesson study adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktek mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan
agar mau untuk memperbaikinya. Lesson study bersifat patisipatif, karena ia
melibatkan guru dalam observasinya sendiri, dan kolaboratif, karena ia melibatkan
orang lain (rekan-rekan) sebagai bagian dari suatu kegiatan yang hasilnya dapat
dinikmati bersama (shared enguiry). Misalnya, ada seorang guru ingin mengetahui
apakah suatu pendekatan mengenai waktu berbicara di kelas akan mempengaruhi
kinerja atau prestasi siswa. Bila ia mengajurkan para siswa untuk bertanya secara
bebas, atau belajar dalam pasangan (in pairs) atau dalam kelompok, yang tidak
hanya mendengarkan guru atau membaca buku, apakah pengertian mereka
mengenai pelajaran tersebut akan lebih baik? Lesson study berusaha untuk memberi
makna kepada situasi dari sudut pandang yang berlainan. Lesson study berupaya
mencari pertanyaan yang benar sesuai dengan situasinya maupun jawabanya.
Dalam contoh di atas, guru akan mengadakan intropeksi mengenai
pelaksanaan mengajar di kelasnya sendiri. Mengapa ia tidak puas dengan situasi
yang dihadapinya sekarang? Apa yang ingin ia rubah? Bagaimana ia akan
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
85
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
mengamati reaksi-reaksi terhadap tindakan yang akan ia lakukan tersebut?
Bagaimana ia akan mengevaluasi reaksi-reaksi tersebut? Dan bagaimana ia akan
mengakomodasikan penemuan-penemuannya? Ini semua merupakan pertanyaanpertayaan dalam pendidikan yang penting, pertanyaan-pertanyaan yang setiap guru
siap untuk menanyakan kepada diri sendiri mengenai apa yang terjadi, dan
kesiapannya untuk menjawab secara jujur dan dengan mengikat konsekuensi yang
akan dihadapinya.
Terkait dengan upaya mengamati situasi pembelajaran, maka salah satu
bagian yang penting dalam lesson study adalah pengumpulan bukti (gather
evidance) dari proses belajar mengajar yang dapat digunakan sebagai bahan
analisis, evaluasi dan refleksi. Agar bagian ini lebih optimal maka diperlukan
pengamatan secara intensif, maka penggunaan film dokumentasi sangat membantu.
Film ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk umpan balik (feed back) bagi guru
dengan melihat pembelajaran yang sudah dilalui nya dengan demikian setidaknya
sudah dapat ditarik kesimpulan (walaupun sifatnya tidak baku dan masih bisa
berkembang di masa-masa yang akan datang) yang bisa dijadikan acuan untuk
perancangan kegiatan pembelajaran berikutnya.
Dengan demikian maka beberapa fungsi dari pembuatan film dokumentasi ini
adalah:
• Akuntabilitas kegiatan
Dengan adanya rekaman yang menunjukkan berlangsungnya pembelajaran nyata
(real teaching) maka ada pertanggungjawaban penuh bahwa program benar-benar
telak terlaksana, sehingga, media ini bisa menjadi alat untuk permasalahan
akuntabilitas.
• Sebagai alat verifikasi
Dengan terdokumentasinya apa yang berlangsung selama kegiatan pembelajaran,
maka secara tidak langsung media ini akan menjadi alat verifikasi yang efektif. Di
kemudian hari tidak ada lagi alasan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak
sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan sebelumnya.
• Sebagai alat kontrol dan evaluasi
Metode ini juga bisa dipakai sebagai alat kontrol pada kegiatan yang
sedang berlangsung; sesuai tidaknya kegiatan dengan rencana. Selain itu metode
ini juga bisa dimanfaatkan sebagai alat bantu evaluasi kegiatan secara
keseluruhan.
Konsekuensi-konsekuensi itu tentu mengandung perubahan dari proses
pembelajaran sebelumnya, tetapi perubahan yang ditujukan untuk perbaikan.
Perbaikan tersebut tidak akan terjadi apabila ia tidak sadar atau tanggap akan
standar profesinya sendiri. Lesson study adalah suatu instrumen yang digunakan
dengan penuh kemampuan oleh guru yang baik untuk meningkatkan mutu
mengajarnya.
Namun, salah satu dari tantangan terhadap lesson study adalah bahwa
memperbaiki mutu mengajar adalah hal yang harus senantiasa dilakukan oleh guru
yang baik; ia harus terus-menerus sadar mengenai praktek di kelasnya dan
berusaha untuk memperbaiki praktek tersebut. Orang-orang yang skeptis terhadap
lesson study menyatakan bahwa ini hanya kegiatan mengajar yang baik. Untuk itu
sebaiknya lesson study tidak berhenti di situ, sehingga ia merupakan cara untuk
menghidupkan situasi belajar-mengajar. Lesson study bukan sekedar
mengajar.Lesson study mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan
menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap
proses perubahan dan perbaikan mengajar. Lesson study mendorong para guru
untuk berani bertindak dan berfikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional
bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya
secara profesional.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
86
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
LANGKAH-LANGKAH PEREKAMAN DAN INTERPRETASI KEGIATAN LESSON
STUDY
Sebelum kita membahas langkah-langkah perekaman dan interpretasi
kegiatan lesson study maka kita perlu mencermati kembali tahapan kegiatan lesson
study itu sendiri. Lesson Study memiliki tahapan-tahapan yang perlu dilaksanakan
secara sistematis, menurut versi yang dikembangkan melalui perogram kegiatan
FMIPA UNY yang bekerjasama dengan JICA terdiri dari tiga tahapan, yaitu; tahap
perencanaan (plan), tahap pelaksanaan (do) yang sering juga disebut dengan
research lesson dan tahap post-class discussion (see) atau kegiatan pascapelajaran.
Tindakan
Do
PENGEMBANGAN
MODEL
Rencana
Plan
Observasi
See
REVISI
Refleksi
Menurut Lesson Study Project (http://www.uwlax.edu), kegiatan
lesson study dapat dibagi menjadi enam tahapan sebagai berikut:
2
Develop
Goals
3
Plan
Lesson
4
Gather
Evidence
1
Form a
Team
6
Repeat The
Process
5
Culminating
Product
Berdasarkan langkah-langkah kegiatan tersebut maka tahapan dalam
perekaman kegiatan itupun mengikuti tahapan itu. Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam pembuatan fim dokumentasi lesson study adalah sebagai berikut:
1. Penyamaan Visi.
Proses ini adalah sangat penting dilakukan karena inilah dasar dari
koordinasi kegiatan dokumentasi. Pembuat film bersama-sama guru dan
siswa harus mempunyai pandangan yang sama terhadap produksi ini.
Penyamaan visi ini meliputi: Kegiatan ini bertujuan membantu guru dan
siswa. Kepentingan siswa merupakan kepentingan utama. Mengacu kepada
biaya produksi yang kecil
2. Riset dan Pengembangan Ide.
Pada proses ini kita menentukan: Masalah yang akan diangkat
Jumlah materi/data yang tersedia dan yang akan digali dari pembuatan
lesson study ini Pihak yang dituju lesson study. Analisa permasalahan dan
kelemahan yang ada Alur proses pembuatan lesson study Konsolidasi
dengan guru dan siswa tentang pelaksanaannya di kelas.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
87
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
3. Perancangan Produksi
Pembentukan alur cerita/isi lesson study. Biaya yang diperlukan.
Jumlah SDM yang terlibat.. Jangka waktu produksi. Langkah antisipasi
terhadap hal-hal di luar perhitungan
4. Produksi
Mendapatkan semua data/gambar yang diperlukan untuk
menunjang alur kegiatan yang sudah direncanakan. Mengambil gambar
sebanyak-banyaknya (untuk cadangan)
5. Pasca Produksi
Prioritas utama adalah pada prilaku belajar siswa, atau begaimana
siswa belajar selama kegiatan berlangsung. Editing gambar haruslah singkat,
padat, langsung mengarah kepada permasalahan-permasalahan kunci yang
akan disampaikan. Pada tahap ini kita juga menentukan permasalahanpermasalahan apa yang akan kita masukkan ke dalam film mengacu kepada
tujuan lesson study ini. Pada praktiknya bisa saja masalah yang didapat
selama proses produksi itu tidak sesuai dengan rancangan awal. Kalau
dirasakan perlu, buat alternatif lain yang dipandang positif untuk nantinya
dijadikan alternatif perekaman kegitan.
6. Verifikasi
Melakukan verifikasi draft editing (sebelum hasil akhir diselesaikan) dengan
cara mempertontonkannya kepada guru dan siswa yang menjadi subyek
dalam lesson study tersebut. Apa semua isi yang ada pada draft tersebut
sudah sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini penting sebagai
bagian dari akuntabilitas kegiatan.
Fokus Pengambilan Gambar Pada Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan (plan) beberapa bagian penting yang perlu
didokumentasikan adalah kegiatan sebagai berikut: (1). prasurvei
yang
dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di suatu kelas
yang akan diteliti. Bagi pengajar yang bermaksud melakukan perbaikan di kelas yang
menjadi tanggung jawabnya tidak perlu melakukan prasurvai karena berdasarkan
pengalamannya selama dia di depan kelas sudah secara cermat dan pasti
mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik yang berkaitan dengan
kemajuan siswa, sarana pengajaran maupun sikap siswanya. Dengan demikian para
guru yang sudah akan mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.(2). Diagnosis
yang dilakukan oleh guru lain yang tidak terbiasa mengajar di kelas yang dijadikan
sasaran kegiatan. Mereka perlu melakukan diagnosis atau dugaan – dugaan
sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam satu
kelas. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, akan dapat ditentukan berbagai hal,
misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat
dalam kaitannya dengan implementasinya lesson study. (3) Perencanaan kegiatan,
dalam penentuan perencanaan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu perencanaan
umum dan perencanaan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun
rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait dengan lesson study.
Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari
tahapn kegiatan ke tahapan berikutnya. Oleh karena itu dalam perencanaan khusus
ini tiap kali dapat dilakukan perencanan ulang (replanning). Hal–hal yang
direncanakan di antaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode
pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran,
dan sebagainya. Perencanaan dalam hal ini kurang lebih hampir sama dengan
apabila kita menyiapkan suatu kegiatan belajar – mengajar.
Bagi seorang guru tahapan perencanaan ini penting dalam upayanya
untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih
professional, guru dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur khususnya
kepada dirinya sendiri mengenai sisi – sisi lemah yang masih terdapat dalam
implementasi program pembelajaran yang dikelolanya . dengan kata lain guru garus
mampu merefleksi, merenung, serta berpikir balik, mengenai apa saja yang telah
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
88
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi –sisi lemah
yang mungkin ada. Dalam proses perenungan ini terbuka peluang bagi guru untuk
menemukan kelemahan – kelemahan praktek pembelajaran yang selama ini selalu
dilakukan secara tanpa disadari. Oleh karena itu untuk memanfaatkan secara
maksimala potensi lesson study bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu
memulainya sedini mungkin merasakan adanya persoalan – persoalan dalam proses
pembelajaran.
Dengan kata lain permasalahan yang diangkat dalam lesson study harus
benar–benar merupakan masalah–masalah yang dihayati oleh guru dalam praktek
pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan apalagi
ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan tersebut dapat berangkat bersumber dari
siswa, guru, bahan ajar, kurikulum, interaksi pembelajaran, dan hasil belajar siswa.
Pada tahap diagnosisi guru juga bisa merinci proses penemuan
permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan – gagasan yang masih bersifat
umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Untuk mendorong pikiran–pikiran
dalam mengembangkan fokus lesson study, kita bisa bertanya kepada diri sendiri,
misalnya:
Apa yang sedang terjadi sekarang?
Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahan?
Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya?
Bila pertanyaan tersebut telah ada dalam pikiran guru sebagai pemeran
utama lesson study, maka langkah dapat dilanjutkan dengan mengembangkan
beberapa pertanyaan sepeerti dibawah ini:
Saya berkeinginan memperbaiki …………………
Beberapa orangkah yang merasa kurang puas tentang …..
Saya dibingungkan oleh…………………………..
Saya memilih untuk menguji cobakan di kelas gagasan tentang;
Dan seterusnya.
Pada tahap ini yang paling penting adalah menghasilkan gagasan –
gagasan yang awal mengenai permasalahan aktual yang dialami guru di kelas.
Dengan berangkat dari gagasan – gagasan awal tersebut guru dapat berbuat
sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan lesson study.
Jika mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi permasalahan, guru
dapt meminta bantuan pada rekan seasama guru, berdiskusi dengan mitranya
dan/atau melacak sumber – sumber kepustakan yang relevan . Namun para
koleganya itu perlu memaklumi bahwa ada kemungkinan guru yang bersangkutan
akan lebih terfokus pada kesulitannya daripada kepada tujuan dan perubahan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Bila menghadapi hal seperti ini guru perlu diajak mendalami lebih jauh
permasalahn yang dihadapi. Mitra harus siap menjadi pendengar yang lebih baik dan
terbuka agar semua permasalahan yang dihadapi guru di dalm tugasnya dapat
diidentifikasi. Sebaliknya mitra itu harus berupaya keras. agar tidak terperosok dan
menempatkan diri sebagai pembina atau pengarah. Sebab ia juga ada posisi
membutuhkan kesempatan belajar baik dalam memahirkan diri dalam lesson study
maupun dalam mengakrabi lapangan.
Selanjutnya setelah memperoleh sederet permasalahan melaui proses
identifikasi ini, maka guru kelas sendirian atau dengan bermitra guru lain melakukan
analisis terhadap permasalahan – permasalahan tersebut untuk menentukan urgensi
penyelesaiaanya. Dalam hubungan ini akan muncul permasalahan yang sangat
mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan materi tertentu, atau yang
dapat ditunda pengatasannya tanpa kerugian yang besar, seperti misalnya
kemampuan membaca peta buta. Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru
sendiri dan muridnya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas
yang memang diprogramkan oleh sekolah. Jangan memilih masalah yang berada di
luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya. Pilih dan tetapkan
permasalahn yang skalanya cukup kecil dan terbatas (manageable). Usahakan untuk
bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan fokus penelitian. Kaitkan lesson
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
89
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
study yang akan dilakukan denga prioritas – prioritas yang ditetapkan dalam rencana
pengembangan sekolah.
Tidak perlu ditekankan lebih kuat lagi bahwa analisis masalah perlu
dilakukan secara cermat, sebab keberhasilan pada tahap analisis masalah akan
menentukan keberhasilan keseluruhan proses pelaksanaan lesson study. Jika lesson
study berhasil dilaksanakan dengan membawa kemanfaatan yang dapat dirasakan
oleh guru dan sekolah (intrinsically rewarding). Maka keberhasilan ini akan menjadi
motivasi bagi guru untuk meneruskan uasahanya di masa – masa yang akan datang.
Disamping itu temuan – temuan yang dihasilkan melalui lesson study itu akan
menarik bagi guru lain yang belum mengikuti program lesson study untuk juga
mencoba melaksanakannya.
Fokus Pengambilan Gambar Pada Tahap Pelaksanaan (do)
Tahap pelaksanaan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu
tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan,
materi apa yang di ajarkan atau dibahas dan sebagainya. Pada tahap pelaksanaan
(do) dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: guru model melakukan pembelajaran
sedang guru lain sebagai observer. Pada tahap yang disebut implementasi ini guru
model secara mandiri melaksanakan pembelajaran dan mengimplementasikan
inovasi pembelajaran yang akan dikembangkan dan diwajibkan melaksanakan
penilaian afektif disamping penilaian lainnya. Observer mencatat jalannya
pembelajaran dimana observasi ini difokuskan pada “bagaimana siswa belajar” pada
setiap tahapan pembelajaran. Observer melakukan observasi dan dan analisis
kegiatan pembelajaran guna mengidentifikasi apakah para siswa telah belajar sesuai
dengan yang diharapkan. Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan
oleh guru mitra atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat
memonitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di
kelas. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa,
penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang
diajarkan, dan sebagainya. Semua anggota tim pelaksana diharapkan melakukan
observasi dengan mengembangkan “the eyes to see student” dan tim dokumentasi
melakukan perekaman terhadap jalannya pembelajaran yang difokuskan pada
aktivitas belajar siswa baik secara kelompok maupun individual.
Dilihat dari sudut lain, alternative tindakan perbaikan juga dapat dilihat
sebagai hipotesis dalam arti mengindikasikan dugaan mengenai perubahan dalam
arti perbaikan yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Misalnya jika
kebiasaan membaca ditingkatkan melalui penugasan mencari kata atau istilah
serapan, perbendaharaan kata akan meningkat dengan rata – rata 10 % setiap
bulannya. Dari contoh ini, hipotesis tindakan merupakan tindakan yang diduga akan
dapat memecahkkan masalah yang ingin diatasi dengan penyelenggaraan lesson
study.
Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesisa
formal. Jika hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua
variabel atau lebih atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau
lebih, maka hipotesis tindakan tidak mengatakan demikian, tetapi mengatakan
percaya tindakan kita akan merupakan suatu solusi yang dapat memecahkan
permasalahan yang diteliti sebagai contoh lain, pelibatan orang tua dalam
perencanaan kegiatan akademik sekolah akan berdampak menungkatkan perhatian
mereka terhadap penyelesaian tugas siswa di rumah. Agar dapat menyusun
hipotesis tindakan dengan tepat, guru dapat melakukan:
Kajian teoretik di bidang pembelajaran pendidikan
Kajian hasil – hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan
Diskusi dengan rekan – rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain, dan
sebagainya.
Kajian pendapat dan saran pakar pendidsikan khususnya yang dituangkan
dalam bentuk program, dan
Mereflesikan pengalamannya sendiri sebagai guru
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
90
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Dari hasil kajian tersebut dapat diperoleh landasan untuk membangun
hipotesis tindakan. Beberapa, hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan
hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:
Rumusan alternatif indakan perbaikn berdasarkan hasil kajian. Dengan kata
lain, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang
mantap secara konseptual.
Setiap alternatif tndakan perbaikan yang dipertimbangkan perlu dikaji ulang
dan dievaluasi dari segi relevansinya. Disamping itu juga perlu ditetapkan
cara penilaiannya sehingga dapat menfasilitasi pengumpulan serta analisis
data secara cepat namun tepat selama program tindakan perbaikan itu
diimplementasikan.
Pilih alternatif tindakan serta prosedur implementasi yang dinilai paling
menjanjikan hasil optimal namun masih tetap ada dalam jangkauan
kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah
yang aktual.
Pikiran dengan seksama perubahan – perubahan ( perbaikan – perbaiakn)
yang secara implicit dan dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang
berupa proses dan hasil belajar siswa maupun tehnik mengajar guru.
Pada gilirannya, untuk melakukan lesson study agar menghasilkan
dampak/hasil sebagaimana diharapkan diperlukan kajian mengenai kelaikan
hipotesis tindakan terlebih dahulu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:
Implementasi suatu lesson study akan berhasil, hanya apabila didukung
oleh kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain,
sebagaiman telah dikemukakan untuk pelaksanaan lesson study kadang – kadang
memang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk
pelatihan sebagai komponen penunjang. Selanjutnya selain persyaratan
kemampuan, keberhasilan pelaksanaan lesson study juga ditentukan oleh adanya
komitmen guru yang merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan
kata lain lesson study dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau didorong
oleh keinginan untuk memperoleh imbalan financial. Kemampuan siswa juga perlu
diperjhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya maupun etik.
Dengan kata lain lesson study seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan
berdampak merugikan siswa.
Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga
perlu diperhitungkan sebab pelaksanaan lesson study dengan mudah dapat
tersabotase oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh kartena itu
demi keberhasilan lesson study maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat
mengusahakan fasilitas dan sarana yang ditentukan. lesson study juga sangat
tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun pertimbangan ini tentu
tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan status kuno.
Dengan kata lain perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah memsng justru dapat
dijadikan sebagai salah satu sasaran lesson study.
Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasai, maka selain iklim
belajar, iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan lesson
study. Dengan kata lain dukungan dari kepala sekolah serta rekan sejawat guru
dapat memperbesar peluang keberhasilan lesson study. Selain itu semua tim lesson
study juga perlu membahas secara mendalam tentang kemungkinan konsekuensi
alasan dilakukannya tindakan yang harus diantisipasi. Demikian pula kemungkinan
timbulnya masalah baru dengan adanya kegiatan di kelas. Atas dasar berbagai
pertimbangan di atas maka pelaksana dapat secara lebih cermat menyusun rencana
yang akan dilakukan.
Fokus Pengambilan Gambar Pada Tahap Post Class Discusion (See)
Setelah tahap implementasi selesai dilaksanakan tahap ketiga post-class
discussion (see) atau kegiatan pasca-pelajaran biasanya disebut juga dengan istilah
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
91
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
refleksi. Pada prinsipnya yang dimaksud dengan istilah refleksi ialah upaya evaluasi
yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait denga suatu lesson
study yang dilaksanakan.Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya
diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian
refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil
observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning)
selanjutnya ditentukan. Fokus utama dalam tahap ini adalah menganalisis
“bagaimana siswa belajar”. Hal terpenting yang bagi peserta lesson study adalah
mengambil makna apa yang bisa dipelajari dengan dari tampilan tersebut dengan
kata lain siswa bisa “belajar apa” dari penampilan guru model tersebut. Refleksi
dilakukan setelah pembelajaran berakhir denan maksud apa yang telah dipelajari
observer dari pembelajaran tersebut dapat dikarifikasi dan diketahui. Bahan yang
digunakan untuk refleksi adalah catatan yang dimiliki observer dan hasil rekaman tim
dokumentasi yang dapat diputar ulang untuk kejadian yang menarik perhatian..
PENUTUP
Lesson study adalah salah satu alternative kegiatan yang diyakini
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dan sekaligus sebagai suatu
strategi untuk peningkatan kemampuan professional guru yang dilaksanakan dalam
bentuk sharing experiences antara guru pelaksana dengan guru lainnya. Oleh
karena itu beberapa manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan lesoon study ini
adalah:
Penerapan Lesson Study dapat meningkatkan kompetensi guru, terutama
yang terkait dengan pengetahuan, pengetahuan materi pokok, pengetahuan
pengajaran, pengetahuan riset, kapasitas mengamati siswa, menghubungkan
praktik sehari-hari dengan tujuan jangja panjang, motivasi, hubungan dengan
kolega dan saling bantu, komitmen, dan akuntabilitas.
Lesson study mendorong para guru untuk berani bertindak dan berfikir kritis
dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan
bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Dapat meningkatkan aktivitas dan kerterlibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran secara keseluruhan
REFERENSI
Becker, J. P., Silver, E. A., Kantowski, M. G., Travers, K. J., & Wilson, J. W.
(1990). Some Observations of Mathematics Teaching in Japanese
Elementary and Junior High Schools. Arithmetic Teacher, 38, 12–21.
Stevenson, H. W., & Stigler, J. W. (1992). The Learning Gap: Why Our
Schools Are Failing and What We Can Learn From Japanese and
Chinese Education. New York, NY: Summit Books.
Stigler, J.W., Gonzales, P.A., Kawanka, T., Knoll, S., & Serrano S. (1999). The
TIMSS Videotape Classroom Study: Methods and Findings from an
Exploratory Research Project on Eighth-Grade Mathematics Instruction
in Germany, Japan, and the United States. Washington, DC: U.S.
Department of Education.
Stigler, J. W., & Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the
World’s Teachers for Improving Education in the Classroom. New York,
NY: The Free Press.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
92
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Yanase, O. (1990). Sansu—Tanoshii Bansho no Giho [Mathematics—
Techniques for Enjoyable Blackboard Use]. Tokyo: Nihonshoseki.
Yoshida, M. (1999). Lesson Study: A Case Study of a Japanese Approach to
Improving Instruction Through School-Based Teacher Development.
Unpublished doctoral dissertation, The University of Chicago.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
93
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Teknik Dokumentasi Dalam Dalam Lesson Study
Oleh : Nur Kadarisman, Ciptono, Nurhadi
Makalah Pelatihan Guru-Guru Dalam Matematika dan Sains
___________________________________________________________________
Menurut Kamus umum bahasa Indonesia, arti dari kata “ dokumentasi “, adalah
sesuatu yang tertulis , tercetak atau terekam yang dapat dipakai sebagai bukti atau
keterangan. Adapun definisi dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan
bukti-bukti dan keterangan. Sedangkan dalam pengelolaan kegiatan dokumentasi
Lesson Study
didefinisikan sebagai suatu bahan untuk refleksi kegiatan
pembelajaran yang berfungsi sebagai alat evaluasi atau Refleksi dari perencanaan
sampai implementasi suatu model pembelajaran; informasi Model Pembelajaran;
Stategi Pembelajaran yang diterapkan; Interaksi aktif siswa terekam dalam proses
dokumentasi.
Kegiatan pembelajaran dalam lesson study yang akan dijadikan bahan kajian
bersama adalah kegiatan riil dan utuh sepanjang waktu proses pembelajaran
tersebut berlangsung. Sekiranya 1 jam pelajaran berlangsung selama 40 menit,
maka kegiatan pembelajaran utuh juga semestinya lebih kurang selama waktu 40
menit. Pendokumentasian pada lesson study pun seharusnya berdurasi tidak jauh
berkurang dari proses pembelajaran yang berlangsung.
Ditinjau dari jenis-jenisnya dokumentasi pembelajaran untuk lesson study ada
beberapa macam :
1. Dokumentasi Visual, dapat berupa hasil pemotretan event-event penting baik
dengan kamera konvensional maupun digital. Hasilnya berupa gambar-gambar
urutan kejadian dalam kelas selama PBM berlangsung;
2. Dokumentasi Audio, jenis ini menekankan pada rekaman suara di dalam kelas
selama PBM berlangsung. Rekaman ini sangat penting untuk mengkaji kualitas
verbal dan isi instruksi-instruksi yang disampaikan oleh guru, atau pun juga respon
verbal siswa di dalam PBM yang sedang berlangsung; dan
3. Video, jenis dokumentasi ini sangat menguntungkan apabila digunakan di dalam
kelas saat PBM berlangsung. Kedua aspek, yakni visual dan audio akan terekam
dalam sekuens yang lebih lengkap dan jelas. Keuntungan jenis video adalah mampu
merekam semua ekspresi dan impresi siswa maupun guru dengan baik. Sudah
barang tentu dari ke-3 jenis dokumentasi di atas, kesemuanya akan saling
melengkapi dengan kelebihan kualitas masing-masing. Namun apabila harus diambil
sebuah pilihan, maka hendaknya diambil yang jenis video karena akan lebih banyak
keuntungannya dalam kegiatan lesson study.
Sistem Dokumentasi akan membantu keberhasilan seluruh proses pengelolaan
kegiatan pembelajaran dalam Lesson study, baik perencanaan, implementasi sampai
evaluasi serta penilaian pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dokumentasi kegiatan
dalam Lesson study juga dapat dijadikan sebagai alat untuk mereview kembali
kekurangan dan kelebihan model pembelajaran yang diterapkan. Begitu pentingnya
dokumentasi, maka pengerjaannya memerlukan perhatian, waktu dan seni.
Dokumentasi yang baik akan memiliki nilai tersendiri dari keseluruhan kegiatan
Lesson study. Dalam makalah ini disajikan sistem dokumentasi Lesson study dalam
bentuk VCD. Informasi dari dokumen video akan bermanfaat untuk perbaikan proses
pembelajaran seorang guru di kelas. Melalui
dokumentasi video (VCD) ini
memungkinkan seorang guru pengampu pelajaran dan guru lain sejawat setiap saat
dapat melihat kembali model pembelajaran yang berupa gambar hidup ketika dia
mengajar serta mencatat dan mengingatkan kembali beberapa hal atau kejadian
selama proses pembelajaran guna untuk perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
Bentuk dokumentasi dalam pelaksanaan lesson study sesuai dengan jenis dan
fungsinya yaitu benbentuk video baik berupa pita video atau sudah ditransver dalam
VCD.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
94
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Teknik Dokumentasi yang dibahas dalam makalah ini adalah cara mentrasnver
sekaligus mengedit dari pita video menjadi VCD. Mengingat dokumentasi dalam
bentuk VCD mudah disimpan dan ditemukan lagi dengan cepat serta mudah
digandakan. Dokumentasi kegiatan dalam lesson study, sangat diperlukan bagi
peningkatan dan pengembangan kegiatan lesson study itu sendiri. Rekaman
kejadian selama lesson study, baik pada aspek siswa, guru, ataupun lainnya, sangat
diperlukan sebagai bahan refleksi yang lebih aktual. VCD ini juga sangat bermanfaat
untuk menunjukkan program dan produk lesson study ke tempat maupun kawasan
lainnya. Perluasan kawasan ataupun skup pengembangan lesson study, sangat
terbantu dengan rekaman profil kelas lesson study. Gambaran tentang bagaimana
lesson study diselenggarakan, akan menjadi lebih mudah dipahami audien, dengan
melihat rekaman VCD.
VCD pembelajaran, yang berisi rekaman pembelajaran dari mulai guru
membuka kelasnya hingga berakhirnya proses belajar mengajar di kelas yang di
lesson studykan , memiliki kelebihan baik dari proses produksi sampai dengan ke
pemaknaannya. Sasaran pengambilan gambar, cara mengambil gambar, dan pengeditannya sangat spesifik. Diusahakan agar dalam proses pengambilan gambar
tidak mengganggu jalannya proses belajar mengajar dikelas dengan tidak
mengurangi kwalitas pengambilan gambar baik dari sudut pengambilan obyek yang
tepat dan bermakna. Sasaran gambar yang perlu menjadi fokus-pengambilan
gambar, sangat diwarnai oleh aspek pedagogis dan juga keilmuan mata pelajaran,
serta makna lesson study itu sendiri. Demikian pula pada editing gambar, gambar
mana yang perlu ditonjolkan penampilannya, bagian gambar yang mana yang harus
dijadikan fokus perhatian, sangat diwarnai oleh spesifikasi lesson study. Oleh
karenanya baik untuk pengambilan gambar, editing, sampai dengan ke produksi
VCD lesson study, perlu melibatkan guru mata pelajaran atau ahli pendidikan yang
terkait dengan materi lesson study.
Hasil pengamatan, banyak sekolah yang telah memiliki fasilitas untuk VCD
production (meskipun belum komplit), namun sangat sedikit (atau bahkan langka)
yang telah memanfaatkannya untuk memproduksi VCD. Selain faktor biaya,
ketidaktersediaan personel yang mempunyai skill untuk VCD production, menjadikan
alasan belum dimanfaatkannya fasilitas-fasilitas ini. Pengalaman juga menunjukkan,
bahwa, untuk produksi VCD pembelajaran, sekolah sangat potensial, sangat
mungkin melakukannya sendiri, mengingat teknologi dan SDM untuk itu sangat
mungkin terjangkau. Bagaimana penyiapan personel untuk VCD production ini yang
efektif dan efisien, menjadi pertanyaan kunci dan mendesak, mengingat kegiatan
lesson study yang memerlukan sistem dokumentasi dengan baik. Dari pertimbangan
dan pemikiran tersebut, dirasakan perlunya penyiapan SDM yang memadai baik
kemampuan maupun jumlahnya, baik untuk pengambilan gambar, editing, maupun
produksi akhir. Pelatihan pengembangan guru SMP khususnya produksi media VCD
pembelajaran untuk para guru-guru, dinilai merupakan langkah yang efektif dan
efisien untuk mengoptimalkan keberhasilan pelaksanaan Lesson Study dengen
variasi model pembelajaran yang sudah didokumentasikan. Secara sederhana akan
dijelaskan Pengenalan berbagai fasilitas pendukung VCD produksi, bagaimana
teknik pengambilan gambar yang baik, bagaimana teknik editing gambar, dan
bagaimana teknik produksi VCD.
1. Fasilitas yang diperlukan.
a. Video Kamera (VHS, Video-8, Hi-8, Digital-8, mini DV)
b. Komputer (Idealnya P-IV, 80 Gbyte, Fire Wire IEEE 1396, CD rom RW)
c. Soft Ware Editing (Pinacle, Adobe Pramiere, Ulead Video-8, Nero Burning)
d. CD blank 700 Mbyte
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
95
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Gambar-1 Beberapa jenis kaset video VHS, Video-8, Hi8, Digital-8 dan mini DV
yang akan ditransver ke CD dalam format VCD.
Gambar-2 Software untuk transver film ke vcd dan proses editing yaitu Ulead
VideoStudio-8
Gambar-3 Software untuk produksi VCD yaitu Nero Express
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
96
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
II. Teknik Pengambilan Gambar
Gambar-4 Pengambilan gambar dengan Video Kamera dengan dipanggul
supaya mobilitasnya tinggi.
Sebaiknya sebelum pengambilan gambar terlebih dahulu mengetahui bagaimana
scenario model pembelajaran yang akan diterapkan, sehingga durasi waktu
serta penggambilan gambar yang dianggap penting bisa diprioritaskan. Dalam
perencanaan lesson study hendaknya dipertimbangkan penggunaan ruang
kelas yang cukup memadai baik pencahayaan dan kekuatan suara. Cahaya
yang cukup dan suara yang jelas akan menghasilkan gambar yang terekam
dengan jelas dan hasil editing yang baik. Jika cahaya kurang maka cara yang
sederhana untuk mengatasinya adalah mengatur menu explosure pada video
kamera sedangkan penguatan suara bisa dengan menggunakan micropon atau
pengeras suara.
Pada dasarnya juru kamera juga dapat berperan sebagai pengarah
acara sekaligus pembuat skenario terhadap proses perekaman gambar video.
Namun tentu saja hal ini menuntut tambahan kemampuan di dalam memahami
situasi kelas dan menyesuaikan perekaman gambar videonya dengan
karakteristik materi pelajaran yang sedang disampaikan di kelas.
Untuk perekaman gambar yang mampu menangkap kegiatan siswa di kelas
diharapkan seorang juru kamera melakukan long shoot, following movement
dan close up secara bergantian; dan agar pergantian sesi gambar video satu
dengan berikutnya menjadi bagus, maka harus dilengkapi dengan sisipan
transisi yang sesuai. Untuk menangkap instruksi guru secara verbal, maka
meskipun dilakukan close up ke arah siswa, namun mikrofon tetap diarahkan
dekat dengan sumber suara, yang dalam hal ini adalah guru. Zooming in perlu
dilakukan ke arah siswa.
Seorang juru kamera yang baik haruslah memiliki kreativitas tinggi dan akan
selalu berusaha mendapatkan gambar-gambar, sudut pengambilan gambar
(angle) dan momen-momen yang maksimal, meskipun demikian dia juga harus
menjaga harmoni kegiatan di kelas yang sedang berlangsung agar PBM juga
dapat berlangsung sewajar mungkin.
Pengambilan gambar obyek yang bergerak di dalam kelas sebaiknya dilakukan
dengan variasi gradasi dari long shoot ke close up dengan gerak kamera yang
gradual, tidak terlalu cepat. Gerakan kamera yang terlalu cepat pada proses
penangkapan gambar akan membuat pusing orang yang melihat hasil
rekamannya nanti. Demikian juga halnya apabila terlalu banyak komponen
gambar yang dibuat dengan menggerakkan kamera pada saat shooting.
Idealnya menggunakan 2 video kamera, satu untuk mengambil gambar
pengajar dan yang satu untuk siswa, sehingga interaksi keduanya bisa
ditampilkan dalam proses editing. Untuk menjaga kestabilan gambar sebaiknya
video kamera diletakkan pada statif saat merekam. Jika hanya mengunakan 1
kamera maka pengambilan gambar hendaknya mengambil posisi dimana
pengajar dan siswa dapat terlihat secara keseluruhan, sebaiknya posisi
dibelakang ruangan kelas membelakangi siswa dan menghadap pengajar serta
meletakkan video kamera diatas lebih tinggi dari kepala siswa peserta didik.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
97
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
Untuk memperoleh intonasi obyek pengambilan gambar dapat dilakukan dengan
mengatur zoom dekat dan jauh seuai dengan kebutuhan. Sebaiknya video
kamera dipanggul supaya mobilitas pengambilan gambar bisa leluasa sesuai
dengan kebutuhan. Seperti terlihat pada gambar-5.
Gambar-5 posisi sudut pengambilan gambar membelakangi siswa.
Jika video kamera berada pada posisi dibelakang kelas tidak memungkinkan
maka sebaiknya dicari
posisi lain dimana guru dan siswa keduanya
memungkinkan dapat terlihat walaupun tidak secara keseluruhan. Seperti terlihat
pada gambar-6.
ga m ba r - 6 sudut pengam bilan gam bar yang t epat dikelas
maka perlu
Jika siswa melakukan diskusi kelompok atau tugas kelompok
pengaturan kursi tempat duduk sedemikian rupa sehingga sudut pengambilan
gambar dapat terekam dengan baik. Seperti terlihat pada gambar-7.
Gambar-7, posisi sudut pengambilan gambar yang baik untuk tugas kelompok.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
98
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
III. Teknik Editing dan Produksi VCD
Setelah pengambilan gambar video dari proses pembelajaran selesai, kita dapat
langsung melihat melalui video kamera yang digunakan atau dihubungkan
dengan layar TV. Caranya terlebih dahulu memposisikan menu pada video
kamera pada posisi player kemudian merewind sampai posisi awal kemudian
tekan play.
Evaluator dapat menunjukkan langsung dari hasil rekaman
beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam proses pembelajaran yang telah
dilangsungkan oleh seorang guru, bahkan seorang guru yang tidak bisa
menghadiri melihat Lesson Study dikelas secara langsung bisa memberi
kontribusi perbaikan proses belajar dengan melihat hasil dari rekaman video.
Selanjutnya video kamera dalam bentuk pita tersebut dapat kita simpan dalam
format VCD. Untuk itu diperlukan software pendukung untuk proses editing dan
produksi VCD yaitu Ulead Video Studio-8 dan Nero Burning. Setelah semua
perangkat keras dan lunak tersedia, berikut urut-urutan cara sederhana untuk
memproduksi VCD hasil dokumentasi Lesson Study.
a. Mengimpor Gambar ke komputer.
Gambar-4, mengimpor film ke komputer
1. Hubungkan DV out atau S Video out video kamera dengan FireWire
IEEE 1396 card atau dekoder yang sudah terpasang pada komputer
dengan kabel yang kompatible.
2. Memanggil software Ulead Video studio-8, pilih menu VideoStudio
editor kemudian tekan Capture kemudian menentukan lama waktu
mengimpor film, memilih format AVI ( kualitas gambar yang bagus
ukuran pixel 720x576) atau MPEG (kualitas gambar lebih rendah
352x288) tekan menu Capture Video tunggu sampai selesai proses
impornya.
3. Setelah impor data selesai bisa diedit dengan mengisi tulisan, suara
tambahan dan animasi pendukung sesuai dengan kebutuhan.
4. Setelah itu kita rendering (menggabungkan klip-klip film, tulisan,
suara tambahan dalam satu kesatuan film) dengan menekan menu
Share kemudian pilih Create Video File pilih menu PAL VCD
kemudian mengisi file nama film tekan ok.
b. Produksi dan Penggandaan VCD
Setelah proses Rendering selesai dengan file berbentuk mpg selanjutnya
kita memproduksi film tersebut dalam CD blank (700 Mbyte) dengan
menggunakan software Nero Burning. Urut-urutannya sebagai berikut :
1. Panggir software Nero Burning kemudian pilih menu Video-CD
Letakkan CD kosong pada drive CD-RW rom, pilih menu new
selanjutnya panggil file film yang tersimpan dengan menarik file
.mpg menggunakan mouse pada kolom tersedia kemudian pilih
menu CD-Burning diakhiri dengan menekan menu Burning.
2. Setelah selesai selanjutnya dapat dilakukan pelabel VCD atau
pembuatan cover VCD
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
99
Pelatihan Lesson study bagi Guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia
PENUTUP
Akhir kata, semuanya kembali kepada pelaku di balik pembuatan dokumentasi
video lesson study itu sendiri. Segala metode dan cara pada prinsipnya akan
mempermudah di dalam pemrosesan sebuah dokumen video. Ketekunan dan
kemauan untuk senantiasa belajar dari kesalahan dan kekurangan sebelumnya
akan menjadi penentu keberhasilan, baik teknisi pelaku pembuat dokumentasi
video, para guru yang terlibat di dalam lesson study juga yang tak kalah
pentingnya adalah keberhasilan proses pembelajaran selanjutnya. Tidak ada
yang akan menjadi lebih baik apabila tanpa mau belajar dari kesalahan dan
kekurangan. Selamat mencoba.
FMIPA UNY & DIT BINDIKLAT DITJEN PMPTK DEPDIKNAS
100