Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren Asep Saefullah Peneliti Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Jakarta asepfm@yahoo.com Abstract This paper discusses the biography of K.H. Abdul Halim, a cleric, educator, political activist, a national hero, who was born in Jatiwangi, Majalengka, West Java on June 26, 1887 and died on May 7, 1962, in a peaceful and quiet place, Santi Asromo, Majalengka. The title of the National Hero from the Government of Indonesia was granted on the basis of his important roles in education, economics and politics. Among his legacy are the religious educational institutions, namely Santi Asromo Pesantren, the religious organization of the Islamic Ummah Union (PUI), and several books such as the Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia (Manual for Man), Ekonomi dan Koperasi dalam Islam (Economics and Cooperative in Islam), dan Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (The Teaching Decrees at Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama School). His biography is a manifestation of appreciation for his services and works, his struggle and his devotion to science and people, as well as his role and contribution in building the nation of Indonesia with noble character and dignity. Another milestone of his is the value of the struggle and at the same time his Islamic scholarship can be an example for the younger generation in particular and for anyone who aspires to build a nation of Indonesia which is based on the Belief in One God, fair and civilized, united in the context of the Republic of Indonesia (NKRI). Keywords: Kiai, Education, Pesantren, Majalengka, West Java Abstrak Tulisan ini mengangkat biografi K.H. Abdul Halim dan gagasannya tentang pendidikan ekonomi di pesantren. Ia memiliki nama kecil Otong Syatori, dikenal sebagai ulama pejuang, pendidik, dan aktivis politik. Ia 177 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 dilahirkan di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, pada 26 Juni 1887, dan wafat dalam usia 75 tahun pada 7 Mei 1962, di Santi Asromo, Majalengka. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah RI tahun 2008. Perjuangannya meliputi pendidikan, ekonomi, dan politik. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif-analitis dengan perspektif historis. Adapun fokusnya, selain biografi singkat K.H. Abdul Halim, juga tentang konsep pendidikan ekonomi berbasis pesantren. Dari hasil pembahasan ditemukan bahwa ia telah melakukan pembaharuan di bidang pendidikan agama dan sekaligus memberikan keterampilan kewirausahaan bagi santri dan lulusannya. Awalnya gagasan tersebut berasal dari konsep pembaharuannya yang disebut Iṣlāḥ as-Ṡamāniyyah, yaitu: perbaikan akidah, ibadah, pendidikan, keluarga, kebiasaan (adat), masyarakat, ekonomi, dan hubungan umat dan tolong-menolong. Di bidang pendidikan, ia memadukan sistem pesantren dengan sistem sekolah, ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, serta memberkali para santrinya dengan berbagai keterampilan tangan dan keahlian teknik. Di bidang ekonomi, disebutnya dengan Iṣlāḥ al-Iqtiṣād, untuk menanggulangi ketimpangan ekonomi di masyarakat, yaitu dengan menanamkan kesadaran kepada kaum muslimin agar berusaha memperbaiki dan meningkatkan kehidupan ekonominya dan berjuang secara bersamasama melalui wadah koperasi. Kata kunci: Abdul Halim, Santi Asromo, pendidikan ekonomi, Iṣlāḥ as-Ṡamāniyyah, Iṣlāḥ al-Iqtiṣād Pendahuluan Penulisan biografi ulama dalam Islam telah dimulai seiring dengan perkembangan agama ini, atau setidaknya sejak abad ke8 M. Misalnya, penulisan bentuk al-sīrah, yang berarti perjalanan, atau “perjalanan hidup”. Penulisan sīrah dalam Islam dianggap yang paling penting sebab terkait dengan sejarah kehidupan Rasulullah saw. Kata sīrah tanpa diberi kata atau kalimat lain sesudahnya biasanya berarti al-sīrah al-nabawiyyah (sejarah atau penjalanan hidup Nabi Muhammad saw.), seperti Sīrah Ibn Isḥāq dan Sīrah Ibn Hisyām. Jika dimaksudkan untuk yang lainnya, maka setelah kata sīrah ditambahkan kata atau kalimat lain, atau digunakan kata jamak (plural)-nya, yaitu siyar atau as-siyar, misalnya Siyar A‘lām an-Nubalā’ (Kumpulan Biografi OrangOrang Mulia).1 Bentuk lain kitab biografi adalah abaqāt, yang 1 178 Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h. 196-203. K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah berarti lapisan, yaitu “kumpulan biografi tokoh berdasarkan pelapisan generasi” atau cukup disebut “kumpulan biografi”, seperti a - abaqāt al-Kubra-nya Muhammad Ibnu Sa’ad, abaqāt alFuqahā’-nya Abu Ishaq asy-Syirazi, dan abaqāt al-A ibbā’-nya Ibnu Juljul atau Ibnu Usaibah. Termasuk ke dalam jenis biografi dalam Islam adalah Tarājim (jamak dari tarjamah) yang berarti sejarah hidup dan mu’jam; keduanya juga berarti sejarah atau riwayat hidup. Kemudian, jenis lain adalah nasab atau ansāb, yang berarti silsilah, yaitu penulisan geneologi atau garis keturunan keluarga yang mulanya berasal dari tradisi lisan bangsa Arab pra Islam.2 Demikian juga di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Martin van Bruinessen misalnya memberikan catatan atas bibliografi biografi ulama di Asia Tenggara.3 Menurut van Bruinessen, bibliografi biografi ulama di Asia Tenggara tergolong masih sedikit, khususnya ulama-ulama yang hidup hingga akhir abad ke-19 M. Para ulama yang hidup dari akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 telah banyak yang ditulis, dan ada pula kumpulan biografi tokoh atau ulama yang dihasilkan oleh berbagai institusi keagamaan, misalnya Departemen Agama (sekarang: Kementerian Agama) dan Perguruan Tinggi Agama, yakni IAIN (sekarang UIN) Jakarta. Akan tetapi, bahanbahan tersebut masih sulit diakses secara umum dan karena itu 2 A. Muin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali, 1988), h. 4066, dan Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos, 1997), Tentang “Ansāb”, Lihat Badri Yatim (1997: 37 dan 212-216), dan jenis-jenis penulisan biografi (h. 195-212). 3 Martin van Bruinessen, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama". (Artikel ini merupakan edisi revisi dari paper Bruinessen yang dipublikasikan dalam La transmission du savoir dans le monde musulman périphérique, Lettre d'information, no. 17 (1997), 57-66]. Lihat http://www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal/publications/Biographies_SEA sian_ulama.htm. Diakses 8 Nopember 2013. Artikel ini dapat diunduh versi pdf-nya. Beberapa karya biografis yang disebutkan Bruinessen adalah ‘Alī b. Husain b. Muhammad b. Husain b. Ja‘far al-‘Attās, Tāj al-a’ras `alā manāqib al-habîb al-qutb Sālih bṬ `Abdallāh al-`Attās. (2 jld., Kudus: Menara Kudus, 1979). Yûsuf b. Ismā`īl al-Nabhānī, Jāmi` Karāmāt al-Auliyā' (2 jld., Beirut: Dār al-Fikr, 1989), dan K.H. Siradjuddin Abbas, Ulama Syafi'i dan KitabKitabnya dari Abad ke Abad (Jakarta: Penerbit Pustaka Tarbiyah, 1975). 179 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 pula susah ditemukan di pasaran.4 Sesungguhnya bahan-bahan tersebut tidak jarang mengandung informasi berhaga yang tidak dapat ditemukan di tempat lain. Ia menjelaskan: Another category of sources consists of reports prepared by the research desk of the Department of Religious Affairs and its regional offices, by research teams at State Institutes of Islamic Studies (IAIN) or similar bodies. Such reports are typically stencilled or printed in very small numbers and not commercially distributed, which makes them hard to find. One of the earliest reports of this kind I have found is a series of biographies of Muslim leaders prepared by the Department's research desk, which contains some information not easily found elsewhere. (cetak bold dari penulis)5 (Kategori lain tentang sumber [biografi ulama tersebut] terdiri atas laporan-laporan yang dihasilkan oleh Badan Litbang Departemen Agama [skr. Kementerian Agama, pen.] dan kantor-kantornya di daerah, oleh tim peneliti di Institut Agama Islam Negeri [IAIN] atau lembaga-lembaga sejenis. Laporan-laporan tersebut biasanya dalam bentuk stensilan atau dicetak dalam jumlah yang sangat sedikit dan tidak didistribusikan secara komensial, yang menjadikannya sulit ditemukan. Salah satu dari laporan-laporan terawal dari jenis ini yang saya telah teukan adalah serian biografi para pemimpin Muslim yang dipersiapkan oleh Badan Litbang Departemen tersebut, yang mengandung beberapa informasi yang sulit ditemukan di tempat lain di manapun [cetak tebal dari penulis]). Penulisan biografi ulama bukan saja sebagai bentuk penghargaan terhadap tetapi juga sekaligus pengungkapan fakta tentang peran ulama dalam pembangunan dan pembinaan umat Islam khususnya, dan untuk bangsa umumnya. Pada tahun 2011 dan 2012, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menghasilkan setidaknya 35 biografi ulama di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa 4 Martin van Bruinessen, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama". 5 Martin van Bruinessen, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama". Bruinessen merujuk pada laporan Puslitbang Lektur Agama (Skr. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan) tahun 1978/1979. Lihat Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, Badan Litbang Agama, Laporan penulisan biografi tokoh Islam di Indonesia (Jakarta: Departemen Agama, 1978/1979). 180 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan lain-lain.6 Fokus kajian tersebut, selain riwayat hidup para ulama, juga dibahas berbagai aspeknya, misalnya “biografi sosial politik”-nya seperti halnya kumpulan biografi Menteri-Menteri Agama.7 Dalam kajian-kajian tersebut, ulama lokal relatif masih jarang terungkap. Demikian pula dalam sejarah pergerakan kemerdekaan, informasi mengenai peran ulama lokal jarang terungkap.8 Oleh karena itu, dalam tulisan ini mengangkat salah satu ulama lokal dari Majalengka, Jawa Barat, yaitu K.H. Abdul Halim, sebagai salah seorang pendiri dalam Persatuan Umat Islam (PUI). Dalam konteks tulisan ini yang mengangkat tema pendidikan ekonomi di lingkungan pesantren perlu dijelaskan terlebih dahulu kedua hal tersebut, yakni pesantren itu sendiri dan pendidikan ekonomi. Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan tidak hanya memiliki kekuatan di bidang agama yang disebut Dhofier sebagai religious power, tetapi juga dapat menjadi “kekuatan politik” (political power). Kedua kekuatan ini cukup efektif jika digunakan untuk kepentingan politik. Oleh karena itu, pemerintah, dan khususnya pemerintah kolonial pada masa penjajahan dan sebagian politisi terkadang memanfaatkan pesantren sebagai salah satu alat untuk memperoleh dukungan politik. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 M., dalam konteks perjuangan kemerdekaan RI khususnya, pesantren menjadi salah satu pendorong dan sekaligus pelaku atau pejuang, baik secara politik maupun kultural. Dalam bidang sosial keagamaan, dan secara khusus dalam bidang pendidikan, pesantren memberikan peranannya yang 6 Lihat Laporan Hasil Penulisan Biografi Ulama, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Jakarta, tahun 2011 dan 2012, terhimpun sebanyak 35 ulama. Artikel ini merupakan bagian dan ringkasan dari laporan Asep Saefullah, “Pembahasan Biografi K.H. Abdul Halim, K.H. Mutawally, dan Syekh Ahmad Khatib AlMinangkabawi”, Laporan Hasil Penelitian Biografi Pemuka Agama, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, 2013 (belum diterbitkan). 7 Azyumardi Azra and Saiful Umam (Eds.), Menteri-Menteri Agama. Biografi Sosial-Politik, (Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI bekerjasama dengan PPIM-IAIN, 1998). 8 Kamsi, “Citra Gerakan Politik Islam dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan Bangsa Indonesia (Studi Era Pra Kemerdekan sampai dengan Era Orde Baru)”, Jurnal Millah, Vol. XIII, No. 1, 2013, khususnya h. 118-127. 181 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 besar sebagai gerakan sosial keagamaan dan pembaharuan di bidang pendidikan.9 K. H. Abdul Halim menyampaikan gagasan pendidikan ekonomi di pesantren saat Kongres Persyarikatan Oelama ke-9 di Majalengka, 29-30 Agustus 1931 M. Gagasan utamanya tentang pembaharuan pendidikan, yang salah satunya adalah pendidikan kewirausahaan, yakni menciptakan santri yang mendiri, khususnya secara ekonomi, sehingga tidak bergantung kepada pihak lain. Ia menyampaikan perlunya integrasi ilmu pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan umum, dan pembekalan santri dengan keahliankeahliah di bidang perdagangan dan pertanian, di samping keterampilan tangan (hand made product).10 Pembaharuan ekonomi disebutnya Iṣlāḥ al-Iqtiṣād, setidaknya karena dua alasan, yaitu 1) kebijakan ekonomi kolonial, dan 2) sifat malas dan boros yang menghinggapi perikehidupan kaum muslimin. Solusinya adalah perlunya 1) ditanamkan kesadaran kepada kaum muslimin agar selalu berusaha dan bertekad hidup sejajar dengan bangsa lain; dan 2) meningkatkan kehidupan ekonomi dengan membiasakan hidup hemat, menambah dan meningkatkan pendapatan, dan mendirikan koperasi.11 Konsep inilah yang diperjuangkan K.H. Abdul Halim, yang dalam tulisan ini disebut pendidikan ekonomi berbasis pesantren. Menurutnya, “pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang berhasil memadukan sistem pendidikan pesantren tradisional dengan pendidikan modern. Perpaduan dua sistem pendidikan ini akan mencetak anak-anak Muslim yang berharga di dunia maupun akhirat”.12 9 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: LP3ES, 2011), h. 39-40 dan Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), h. 246-247. 10 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 1 (Bandung: Salamadani, 2013), cet. Ke-6, h. 456. 11 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , (Bandung: MSI Jabar, 2008), h. 53-55. 12 Wawancara Sitti Nur Rofiqoh dengan Asep Zacky, 07 Desember 2015, di Majalengka. Lihat Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan Oelama (1917-1939 M)”, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2016, h. 66-67. 182 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Pembahasan 1. Masa Kecil dan Riwayat Pendidikan Riwayat hidup K.H. Abdul Halim dapat dengan mudah ditemukan, baik dalam buku, ensiklopedi, ataupun di situs-situs internet. Ia adalah salah seorang ulama yang telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008.13 Pemerintah RI telah menganugerakan Gelar Pahlawan Nasional kepadanya atas jasa-jasanya selama ia hidup. Penganugrahan gelar ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor: 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.”14 K.H. Abdul Halim lahir di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 26 Juni 1887. Ia meninggal dunia pada tanggal 7 Mei 1962, di tempat yang damai dan sunyi, Santi Asromo, Majalengka dalam usia 75 tahun.15 Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar, seorang penghulu Kewadenaan Jatiwangi, dan ibunya bermana Nyi Hj. Siti Mutmainnah binti Imam Safari. Meraka bedua merupakan pasangan suami istri yang berlatar belakang agama sangat kuat. Ketika lahir seorang anak lakilaki, mereka memberi nama Otong Syatori. Sumber lain menyebutkan, nama kecil Abdul Halim adalah Mohammad Sjatari. Akan tetapi nama Otong adalah nama kecilnya yang paling dikenal oleh masyarakat. Ia merupakan anak bungsu delapan bersauSitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, khususnya h. 14-22. Dalam situs online antara lain Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”, http://www.radarcirebon.com/meneladani-perjuangan-kh-abdul-halim/, 16 Agustus 2011, dan http://www.upksindang.or.id/2011/08/meneladaniperjuangan-kh-abdul-halim.html, 18 Agustus 2011. Diakses 11 November 2013. 14 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 1, (Bandung: Salamadani, 2013), cet. Ke-6, h. 455-456, dan Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 22. Informasi daring, antara lain Erwyn Kurniawan, “KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”, http://esqnews.com/2009/03/18/96/kh-abdul-halim-pahlawan-nasional-darimajalengka.html, 18 Maret 2009. Diakses 8 November 2013, “Biografi Pahlawan K.H. Abdul Halim” www.pahlawanindonesia.com, dan “K.H. Abdul Halim”, http://tamanmakampahlawan.com/k-h-abdul-halim/, 20 September 2013. Diakses 11 November 2013. 15 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , (Bandung: MSI Jabar, 2008), h. 174. 13 183 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 dara, yaitu: Iloh Mardiyah, Empon Kobtiyah, E. Sodariyah, Jubaedi, Iping Maesaroh, Hidayat, dan Siti Sa’diyah. 16 Gambar 1: K.H. Abdul Halim Sumber: http://dpp-pui.blogspot.com/2008/06/parapendiri-pui.html Pendidikan pertama yang diterima oleh Abdul Halim atau Otong Syatori adalah dari kedua orang tuanya. Pendidikan itu diterimanya ketika ia masih sangat kecil sebelum memasuki usia sekolah. Sayangnya, Otong Syatori ditinggalkan ayahnya ketika masih kecil sehingga pendidikan pertamanya hanya diteruskan oleh Ibunya, Hj. Siti Mutmainnah. Saat itu, ia belajar di Kampung Cideres, Desa Dawuan, Kecamatan Dawuan, ketika keluarganya pindah ke kampung tersebut sekitar tahun 1896. Di kampung ini, intensitas pendidikan keagamaan yang diterimanya semakin meningkat. Sampai dengan usia 10 tahun, ia telah belajar membaca Al-Qur’an.17 Setelah itu, ia mulai belajar kepada beberapa orang kiai, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah sampai usianya 22 tahun. “Kiai yang pertama kali didatanginya adalah KH Anwar di Pondok Pesantren Ranji Wetan, Majalengka, kemudian berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Ia menjalani setiap pesantren antara 1 sampai dengan 3 tahun. Tercatat beberapa kiai yang pernah menjadi gurunya, antara lain KH Abdullah di Pesantren Lontangjaya, Majalengka; KH 16 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , h. 4; Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Abdul Halim, KH”, dalam Ensiklopedi Islam, Jilid I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 12; dan Erwyn Kurniawan, “KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”. 17 Miftahul Falah Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim ,h. 5-6. 184 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Sujak di Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon; KH Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedus, Cilimus, Kuningan; KH Agus di Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah; kemudian kembali lagi ke Pesantren Ciwedus.”18 Selain belajar Al-Qur’an dan ilmu agama kepada para kiai, Otong Syatori juga belajar membaca dan menulis huruf latin kepada seorang pendeta yang bertanggung jawab atas kegiatan zending di Majalengka, Mr. van Hoeven.19 Pada mulanya, Otong Syatori belajar di pesantren di Jatiwangi, Majalengka, yaitu Ranji Wetan. Ia juga belajar ilmu keislaman kepada K. H. Anwar sekitar satu tahun. Ilmu qira’at dan tajwid, dipelajari di Pesantren Lontangjaya di Desa Panjalin, Leuwimunding, Majalengka pada 1898 Otong Syatori di bawah asuhan K. H. Abdullah, selama satu setengah tahun. Setelah itu, ia belajar kepada K. H. Sjuja’i di Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon, pada 1899. Selain ilmu agama, ia juga belajar kesusasteraan Arab di sana. Kemudian, ia berguru kepada K. H. Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedus, Cilimus, Kuningan, khususnya untuk pelajaran fiqh. Saat itu, ia juga belajar kepada K. H. Agus dari Pesantren Kanayangan, Kedungwuni, Pekalongan, Jawa Tengah. Lalu, K. H. Agus menyuruhnya kembali nyantri di Pesantren Ciwedus hingga menyelesaikan pendidikan keagamaannya.20 Setelah beberapa tahun berlajar ilmu agama kepada para kiai di Indonesia, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pada usia 22 tahun, Abdul Halim, yang waktu itu masih bernama Otong Syatori, berangkat ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima, haji. Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji, masyarakat Indonesia umumnya mencantumkan gelar haji di belakang namanya. Akan tetapi, Otong Syatori dari Majalengka ini, seharusnya menjadi H. Otong Syatori, “ternyata 18 Ensiklopedi Islam, Jilid I, h. 13. Kegiatan Zending merupakan kegiatan menyebarkan agama Kristen Protestan kepada penduduk pribumi yang belum menganut Protestan. Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim,h. 7, dan h. 9-10. 20 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 9-10. 19 185 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 namanya diubah menjadi H. Abdul Halim. Sejak saat itulah, namanya kemudian lebih dikenal sebagai H. Abdul Halim.”21 Otong Syatori yang kini bernama H. Abdul Halim pergi ke Tanah Suci bukan hanya untuk ibadah haji, tetapi juga hendak meneruskan belajar ilmu agama. Ia bermukim di Mekah selama tiga tahun, dari tahun 1908-1911 M. Tujuannya adalah untuk memperdalam ilmu keislamanannya kepada guru dan syekh di sana. Walaupun tempat belajarnya tidak disebut pasti, di Madinah atau di Mekah, tetapi dengan disebutnya “pusat jaringan Haramayn”, dapat dipastikan bahwa itu di Mekah.22 Di antara guru-gurunya ketika ia belajar di Haramayn tercatat empat orang, yaitu Syekh Ahmad Khatib, Syekh Ahmad Khayyat, Emir Syakib Arslan, dan Syekh Tanthawi Jauhari.23 Selama bermukim di Mekah, H. Abdul Halim juga mempelajari tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh. Selain itu, ia juga bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang kelak juga menjadi ulama dan orang besar di Indonesia, yaitu Mas Mansur, Abdul Wahab Hasbullah, dan Ahmad Sanusi, yang menjadi temannnya selama di sana. Selain dengan gurugurunya, ia sering juga berdiskusi tentang masalah-masalah keagamaan, pendidikan, dan politik di tanah air dengan ketiga temannya tersebut. “Hubungan khusus dengan K. H. Ahmad Nina H Lubis, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam Di Jawa Barat”, Laporan Hasil Penelitian, Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung, tt. (versi pdf.), h. 106-107. lihat juga Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 13-14. 22 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 14. 23 Syekh Ahmad Khatib adalah anak seorang hakim Paderi. Ia dilahirkan di Bukittinggi tahun 1855. Kaum Paderi sendiri adalah sekelompok ulama di Minangkabau yang berupaya membersihkan ajaran Islam (pembaharuan) dari adat istiadat yang dinilai tidak sesuai dengan Islam. Akan tetapi hal tersebut mendapat tantangan dari kaum adat. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-19 M. Akibatnya, terjadilah Perang Paderi, antara Kaum Pembaharu Muhammad Syahab atau Pelo Syarif yang dikenal Tuanku Imam Bonjol dengan Kaum Adat yang didukung Inggris dan Pemerintah Kolonial Belanda pada 18211838 M. Sedangkan Emir Syakib Arslan adalah seorang tokoh nasionalis dari Arab dan Syekh Thanthawi Jauhari sebagai cendekiawan dari Mesir yang terus memberi semangat kepada kaum muslimin agar mencari ilmu sebanyakbanyaknya. Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 14-16. 21 186 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Sanusi terus berlanjut ketika mereka sudah kembali ke tanah air. Dari hubungan itulah, kelak di kemudian hari lahir sebuah organisasi yang bernama Persatuan Umat Islam (PUI) yang merupakan organisasi massa hasil fusi antara PUI dan PUII.”24 Setelah bermukim, belajar, dan berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan ilmu-ilmu keislaman di Tanah Suci, H. Abdul Halim kembali ke tahan air pada 1911 M. Tujuannya adalah tempat kelahirannya, Majalengka, Jawa Barat.25 Ia pulang dengan membawa semangat dan tekad yang membara: melakukan perbaikan kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkannya, ia menempuh jalur pendidikan (at-tarbiyah) dan penataan ekonomi (aliqtiṣādiyyah). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika ia juga berdagang dengan menjual batik, minyak wangi, dan bukubuku agama di tengah kesibukannya menuntut ilmu. Pengalaman dagangnya itu pulalah yang kelak memengaruhi langkah-langkahnya dalam memperbaiki sistem ekonomi masyarakat pribumi, antara lain dengan dibekali keterampilan teknik, pertukangan, dan tekstil.26 2. Pemikiran dan Karyanya Pemikiran K.H. Abdul Halim antara lain dapat dilihat dari karya-karyanya, baik karya tulis maupun dalam bentuk kelembagaan. Ia dapat dikatakan sebagai ulama yang aktif berdakwah dan sekaligus seorang penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya banyak yang sempat diterbitkan, baik dalam bentuk buku ataupun dalam bentuk brosur dan tulisan lepas di media massa. Sebagian tulisannya ada yang dipublikasikan khusus untuk kalangan anggota Persyarikatan Ulama (PU). Sayangnya, sebagian besar tulisannya terbakar sewaktu agresi militer Belanda kedua. Beberapa karya tulisnya yang dapat didata antara lain: a. Risalah Petunjuk bagi Sekalian Manusia; b. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam; c. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah 24 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 19-21 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 20. 26 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 1, h. 456 dan Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 11, dan Ensiklopedia Islam, Jilid I, h. 13. 25 187 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan); c. Da’watul Amal; d. Tarikh Islam; e. Neraca Hidup; f. Risalah; g. Ijtimaiyah Wailajuha; h. Kitab Tafsir Tabarok; i. Kitab 262 Hadits Indonesia; dan j. Babul Rizqi. 27 Aktivitas K.H. Abdul Halim, selain berorganisasi dalam Persjarikatan Oelama, juga aktif dalam di bidang dakwah dan pendidikan. Ia sering memberikan tablig dan membuka lembaga pendidikan. Tema utamanya adalah tentang hak-hak umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara 28 Persjarikatan Oelama tidak hanya memperjuangkan kepentingan ulama. Ketimpangan ekonomi masyarakat umum merupakan salah satu sasaran perjuangannya. K.H. Abdul Halim menyebut perjuangan memperbaiki kehidupan ekonomi dengan konsep Iṣlāḥ al-Iqtiṣād atau Pembaharuan Ekonomi. Ia juga menulis sebuah buku berjudul Economie dan Cooperatie dalam Ajaran Islam (1936; lihat fotonya di bawah) yang isinya antara lain menjelaskan, bahwa koperasi dapat dijadikan sebagai salah satu cara berekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Menurutnya, melalui koperasi, bukan hanya usrusan ekonomi yang dapat dilakukan, tetapi juga dapat dibina asas persaudaraan dan persatuan sesama anggotanya. Kedua asas ini merupakan prinsip-prinsip dasar untuk membangun kesetaraan umat dalam bidang ekonomi dan pada gilirannya dapat menghilangkan ketimpangan ekonomi.29 Ketimpangan dalam bidang ekonomi, menurut KH Abdul Halim, setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) kebijakan ekonomi kolonial, dan (2) sifat malas dan boros yang mengLihat Nina H Lubis, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam Di Jawa Barat”, h. 108, Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h.22-24, dan Anonim, “K.H. Abdul Halim”, http://www.pondokpesantren.net/ponpren/ index.php?option=com_content&task=view&id=175, 14 Januari 2011. Dikases 8 November 2013. 28 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 47-49. 29 Dalam bidang polilitk, KH Abdul Halim juga pernah berperan dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama K.H. Ahmad Sanusi dari Sukabumi. Sulasman, “Heroes from Pesantren: A Brief Biography of K.H.Ahmad Sanusi: A Patriot of Indonesian Independence”, International Review of Social Sciences and Humanities, Vol. 6, No. 2 (2014), h. 182. Lihat juga Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 53. 27 188 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah hinggapi perikehidupan kaum muslimin. Untuk itu, ia menawarkan salah satu cara penyelesaiannya: Pertama menanamkan kesadaran pada diri kaum muslimin agar (a) berusaha dengan cara yang halal dan layak un-tuk memperbaiki kehidupan ekonomi; dan (b) menumbuhkan tekad untuk dapat hidup sejajar atau kalau dapat melebihi bangsa lain; dan kedua, meningkatkan perekonomian kaum muslimin dengan cara (a) membiasakan hidup secara hemat, (b) menambah dan meningkatkan pendapatan, dan (c) mendirikan koperasi.”30 3. Pesantren Santi Asromo dan Basis Ekonomi Pesantren Sepulangnya dari Tanah Suci, K.H. Abdul Halim langsung melakukan aktivitas keagamaannya. Sesuai dengan prinsipnya bahwa pembangunan umat antara lain dapat dilakukan melalui jalur pendidikan, maka pada tahun 1911, didirikan sebuah lembaga pendidikan agama di atas tanah milik mertuanya, K.H Muhammad Ilyas, yang diberi nama Majlis Ilmu. “Lembaga itu bertempat di sebuah surau sangat sederhana yang terbuat dari bambu. Sehari-hari, Abdul Halim dibantu oleh mertuanya dalam memberikan pelajaran kepada para santrinya. Kian lama, aktivitas Majlis Ilmu semakin berkembang. Sebuah asrama berhasil dibangun sebagai tempat tinggal para santri.”31 Kegiatan-kegiatan selanjutnya terus ia lakukan dalam rangka memperbaiki nasib umat dan sekaligus memantapkan langkahlangkah perjuangannya memajukan pendidikan. Langkah-langkah perbaikan tersebut diforulasikan ke dalam konsep Iṣlāḥ asṠamāniyyah, atau delapan langkah perbaikan. Kedepalan langkah tersebut adalah: Iṣlāḥ al-‘aqīdah (perbaikan bidang akidah), Iṣlāḥ al-‘ibādah (perbaikan bidang ibadah), Iṣlāḥ at-tarbiyyah (perbaikan bidang pendidikan), Iṣlāḥ al-‘ā’ilah (perbaikan bidang keluarga), Iṣlāḥ al-‘ādah (perbaikan bidang kebiasaan), Iṣlāḥ almujtama‘ (perbaikan masyarakat), Iṣlāḥ al-iqtiṣād (perbaikan 30 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 53-55. Erwyn Kurniawan, “KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”. 31 189 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 bidang perekonomian), dan Iṣlāḥ al-ummah (perbaikan bidang hubungan umat dan tolong-menolong).32 Perjuangan K. H. Abdul Halim tidak berhenti meskipun Hayatul Qulub dilarang dan dibubarkan. Esensi dari kegiatan Hayatul Qulub, khususnya dalam bidang ekonomi tetap dilanjutkan dan dikembangkan, meskipun tanpa nama resmi. Adapun dalam bidang pendidikan, pada tahun 1911 telah dibentuk organisasi bernama Majlis Ilmu. Organisasi ini menjadi embrio bagi berdirinya Jami'iyyat I'anat al-Muta'allimin pada 16 Mei 1916. “Tidak lama kemudian Jami'iyyat I’anat al-Muta'allimin termasyhur sebagai satu-satunya pusat pendidikan Islam modern di Majalengka. Ciri penting dari sekolah ini adalah diterapkannya sistem kelas dengan lama studi lima tahun. Dalam usaha memperbaiki mutu sekolahnya, Abdul Halim mengadakan kerjasama dengan Jami'at al-Khair dan al-Irsyad di Jakarta.”33 Organisasi yang bernama Jami'iyyat I’anat al-Muta'allimin, yang dapat diterjemahkan sebagai “lembaga bantuan bagi para pelajar” ini mengalami perkembangan menggembirakan. Setelah mendapat petunjuk dan bantuan H.O.S. Tjokroaminoto, Presiden Sarekat Islam pada waktu itu, nama Jami'iyyat I'anat alMuta'allimin diganti menjadi Persjarikatan Oelama (PO) pada Nopember 1916. Persjarikatan Oelama (PO) diakui secara resmi (rechtspersoon) oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1917. ”Pada tahun 1924, Persjarikatan Oelama mulai melebarkan sayapnya ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 ke seluruh Indonesia. Pada tahun-tahun tersebut, berhasil didirikan cabang-cabang PO di Semarang, Pamekasan, Purwokerto 32 Peran K.H. Abdul Halim dalam politik sering dikaitkan dengan KH Ahmad Sanusi dari Sukabumi, antara lain lihat Sulasman, “Heroes from Pesantren: A Brief Biography of K.H. Ahmad Sanusi: A Patriot of Indonesian Independence”, International Review of Social Sciences and Humanities, Vol. 6, No. 2 (2014), h. 182. Lihat juga entri “Abdul Halim” dalam Ensiklopedi Islam, Jilid I, h. 13. 33 Wawan Hernawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam dari Majalengka”, dalam http://www.fu.uinsgd.ac.id/site/detail/ artikel/k.h.-abdul-halim-tokoh-pembaharuan-pendidikan-islam-dari-majalengka, Update: Kamis, 30-MEI-2013. Diakses 8 November 2013. Lihat juga Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 32. 190 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah (Banyumas), dan Tebing Tinggi (Sumatera Selatan).34 Perjuangan K.H. Abdul Halim seperti mendapat momentum yang tepat untuk berkembang. Mengenai hal ini, dijelaskan demikian: Dalam rentang waktu itu, didapati beberapa peristiwa penting yang tidak dapat diabaikan. Pada tahun 1919, Abdul Halim dengan organisasi PO-nya mendirikan Kweek School (Sekolah Guru). Pembangunan Kweek School PO tidak lepas dari jasa K.H. Muhammad Ilyas (mertua), Kiai Imam Hasan Basyari (anggota Hoofdbestuur President PO) dan H. Abdul Ghani seorang peningmister PO. Pada tanggal 19-20 Nopember 1932 dalam sebuah Konfrensi Kilat di Majalengka, Kweek School PO berganti nama menjadi Madrasah Daroel Oeloem. Sedang untuk bagian puteri, di bawah organisasi wanita PO didirikan Fathimiyah. Perkembangan Madrasah Daroel Oeloem putera dan puteri cukup pesat, para pelajar dari berbagai daerah terus bertambah. Selain berasal dari beberapa daerah di Jawa Barat, juga berasal dari Tegal, Semarang, Kudus, Banyumas, Kediri, Pare, Lampung, Sumatera, dan Jakarta. Selain membangun Kweek School, Abdul Halim juga menggagas berdirinya Santi Asromo pada Kongres PBPO ke-IX pada tahun 1931. Santi Asromo lebih diintensifkan usahanya melalui keputusan Kongres PBPO ke-X, 14-17 Juli 1932 dengan ciri penting sebagai berikut: Pertama, Sistem pondok pesantren dengan menggabungkan pengetahuan agama dan umum, seperti: Sejarah Dunia dan bahasa Belanda, juga dibekali pelajaran praktek bercocok tanam, tukang kayu, menenun kain, serta berbagai keterampilan lainnya. Kedua, bertujuan kelak anak-anak dapat mencari rizki yang halal, tidak membutuhkan pertolongan luar, bahkan berangsur-angsur dapat usaha yang berdasarkan selfhelp (memenuhi kebutuhan sendiri) dan autoactivitiet (percaya pada diri sendiri), menjadi santri lucu bukan santri kaku, dan Ketiga, wajib tinggal di asrama selama 5 atau 10 tahun. Selain membangun Kweek School, Daroel Oeloem dan Santi Asromo dalam kiprahnya di dunia pendidikan, Abdul Halim juga ikut 35 merintis berdirinya Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 34 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 40. Wawan Hernawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam dari Majalengka”. 35 Miftahul Falah dalam Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, menjelaskan secara detail dan terperinci tentang Santi Asromo, dalam Sejarah 191 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 Persyarikatan Ulama, dulu ditulis Persjarikatan Oelama (PO) menggelar kongres ke-9 di Majalengka pada 29-30 Agustus 1931 M. Dalam kongres tersebut, K. H. Abdul Halim menyampaikan gagasan pembaharuan dalam bidang pendidikan untuk melahirkan anak didik atau generasi muda yang mandiri dan berdikari, tidak bergantung kepada orang lain. “Untuk mencapai kondisi itu, para siswa harus dibekali bukan hanya pengetahuan agama dan pengetahuan umum saja, melainkan juga harus dibekali dengan keterampilan sesuai dengan minat dan bakatnya masingmasing. Konsep yang dikemukakan oleh K. H. Abdul Halim itu kemudian dikenal dengan istilah Santri Lucu.” 36 Konsep Santri Lucu lahir antara lain berdasarkan pandangan K. H. Abdul Halim bahwa jika kaum muslimin benar-benar berpedoman pada ajaran Islam, akan mencapai tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi, baik kehidupan duniawi maupun di akhirat kelak. Untuk itu, ia menulis sebuah artikel berdasarkan Quran Surah al-Mu’minun ayat 12-14. Ia menulis sebagai berikut: … Maka dengan keterangan dari Surat Al Mu’minun ayat 1214, kita dapat mengambil pokok arti bahwa penghidupan manusia ialah pertanian. Sesudah pertanian berhajat kepada pertukangan. Maka dari dua pekerjaan tadi, timbullah perdagangan. Menu-rut faham pelajaran Islam, jika manusia mengadakan pokok keperluan hidup yang tiga: satu, makanan; dua, pakaian; dan tiga, tempat kediaman. Daripada yang tiga di atas tadi, ialah pertanian, pertukangan, dan perdagangan, Insya Allah pergaulan hidup sempurna dengan aturan (maatschapelijke levensorde).37 Gagasan pembaharuan pendidikan tersebut mendapat sambutan baik dan dapat diterima oleh peserta Kongres ke-9 Perjuangan KH Abdul Halim, h. 57-101. Lihat juga Wawan Hernawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam dari Majalengka” 36 Nina H Lubis, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat”, h. 39-40, dan Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 69-70. 37 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 71. 192 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Persjarikatan Oelama di Majalengka tahun 1931 M.38 Selanjutnya, Kongres mengamanatkan kepada K.H. Abdul Halim untuk mendirikan kompleks pendidikan untuk mewujudkan pembaharuan pendidikan dimaksud. Dalam rangka merealisasikan gagasannyanya, ia berdiskusi dan bermusyawarah dengan beberapa teman seperjuangannya. Pada Januari 1932, ia pergi ke Maja bersama Muhammad Dardjo. Selanjutnya, setelah menyelesaikan keperluan organisasi, mereka berdiskusi tentang kondisi pendidikan pada masa itu. Pada kesempatan tersebutlah dibahas langkah-langkah yang harus segera dilakukan untuk membangun kompleks pendidikan yang diamanatkan kepadanya pada Kongres PO kesembilan tersebut.39 Perlu ditegaskan di sini bahwa salah satu puncak pemikiran K.H. Abdul Halim, khususnya dalam bidang pendidikan, adalah pendirian Pesantren Santi Asromo. Menurut Miftahul Falah, “Santi Asromo dapat dikatakan sebagai puncak perwujudan pemikiran K. H. Abdul Halim di bidang pendidikan. Ketika Santi Asromo berdiri dan dijadikan sebagai bagian dari Majelis Pengajaran Persjarikatan Oelama, K. H. Abdul Halim secara penuh mengurus pondok pesantren tersebut. Konsepnya tentang santri lucu, betul-betul diterapkan oleh K. H. Abdul Halim sehingga para santrinya tidak hanya menguasai pengetahuan agama saja, melainkan juga menguasai bidang pertanian dan keterampilan tangan lainnya, seperti menyamak kulit, membuat sabun, dan membuat kapur tulis.”40 Sebagai puncak pemikiran, berdirinya Pesantren Santi Asromo telah melewati beberapa fase dengan beberapa gagasan yang menyertainya, baik dalam perspektif pemikiran K.H. Abdul Halim maupun yang diwujudkannya dalam kurikulum atau penggunaan kitab-kitab yang diajarkannya. Santi Asromo berdiri pada April 38 Gagasan pembaharuan pendidikan KH Abdul Halim secara lebih teperinci lihat Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 53-70, khusus tentang Santi Asromo, h. 65-70 39 Kongres IX Persyarikatan Oelama itu dimuat dalam Soera P.O. Nomer 6,7,8. Tahun III. Juni-Agustus 1931, lihat Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 39. Lihat juga Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 72. 40 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 95. 193 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 1932 di Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka, sekitar 17 km di arah timur laut Majalengka. Santi Asromo berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti tempat yang damai dan sunyi. Pesantren ini berdiri di atas lahan seluas 15 hektare.41 Gambar 2: Para Santi Santi Asmoro (1952) Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 98. (Dokumentasi diambil Miftahul Falah dari Sukarsa, 2007) Gambar 3: Para Santri sedang Belajar Bercocok Tanam (1953) Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 99. (Dokumentasi diambil Miftahul Falah dari Sukarsa, 2007) Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 67, dan Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 74. 41 194 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah K. H. Abdul Halim memadukan sistem pesantren dengan sistem sekolah sebagai salah satu usaha pembaharuannya di bidang pendidikan. Ia melakukannya di pondok pesantren Santi Asromo tersebut. Sedikitnya, ada empat aspek yang diperbaharuinya dalam membina dan mengembangkan Santi Asromo, yaitu: Pertama, pembaharuan kelembagaan pondok pesantren... Pondok pesantren Santi Asromo... di dalam kompleks pun dibangun poliklinik, bengkel kerja, koperasi, dan prasarana untuk keterampilan. Kedua, pembaharuan di bidang konsep pendidikan pondok pesantren... Keterampilan dijadikan sebagai rencana pendidikan secara komprehensif agar seluruh komponen pesantren dapat memiliki jiwa yang produktif. Keterampilan yang diberikan oleh K. H. Abdul Halim kepada para santrinya bertujuan untuk menciptakan kemandirian hidup sehingga para lulusannya dapat melakukan bekerja secara mandiri. Ketiga, pembaharuan sistem pengajaran. Sejak didirikan, metode demonstrasi dan pengajaran situasi telah diterapkan oleh K. H. Abdul Halim. Hal tersebut menunjukkan bahwa Santi Asromo berbeda dengan pesantren lainnya yang pada waktu itu masih menutup diri dari persinggungan dengan dunia di luar pesantren. Para santri dibagi ke dalam beberapa kelompok dan di bawah para hamong (pembimbing) mereka kemudian berbaur dengan masyarakat untuk melakukan proses pembelajaran dengan secara langsung belajar membina masyarakat sekitarnya. Keempat, pembaharuan kurikulum dan adminsitrasi pesantren... K. H. Abdul Halim, melalui Majelis Pengajaran Persjarikatan Oelama, melangkah lebih maju dengan menerbitkan sebuah buku Ketetapan Pedoman Pengajaran yang menjadi rujukan bagi proses pengajaran, kurikulum, dan buku pelajaran di sekolah-sekolah dan pesantren di lingkungan Persjarikata Oelama.42 Sebelum pendirian Pesantren Santi Asromo, K. H. Abdul Halim telah menjelaskan asas dan tujuan pendidikan yang hendak diterapkan di pondok pesantrennya, serta jenjang pendidikannya. Konsep Pondok “Santi Asromo” yang berarti “Tempat Damai”, dengan tujuan memperpadukan antara pengetahuan barat dengan timur dengan dasar-dasar Islam. Adapun jenjang 42 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 97-98. 195 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 pendidikannya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) Pelajaran Tahdiri; (b) Pelajaran Ibtidaiyah; dan (c) Pelajaran Tsanawiyah. Penjelasan K.H. Abdul Halim tersebut sejalan dengan pejelasan Pengurus Besar Persjarikatan Oelama (PO) pada Kongresnya yang ke-9 tanggal 14-17 Juli 1932 di Majalengka. Penjelasan PB PO tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sistem pendidikan yang akan diterapkan di Santi Asromo adalah sistem pondok pesantren... Di Pondok Santi Asromo, para santri akan diberi pelajaran ilmu-ilmu agama (ruhaniyah-geestelijk), pengetahuan umum (aqliyah-intellect), dan keterampilan (amaliyahpraktik), antara lain pertanian, pertukangan (kayu), dan kerajinan tangan. 2. Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Santi Asromo bertujuan menghasilkan lulusan yang mandiri dan percaya diri pada kemampuannya. Para santrinya akan digembleng menjadi santri lucu bukan santri kaku sehingga begitu lulus tidak akan menggantungkan diri pada pertolongan orang lain. 3. Para santri akan diwajibkan tinggal di asrama dan diwajibkan membawa beras sebanyak 30 kati dan menyerahkan uang 60 sen tiap bulannya untuk bekal selama menuntut ilmu di Santi Asromo. Lama pendidikan direncanakan antara 5 sampai 10 tahun.43 Untuk pelajaran keislaman, K. H. Abdul Halim tidak hanya merujuk pada kitab-kitab klasik yang umum diajarkan di pesantren-pesantren tradisional. Ia pun menggunakan kitab-kitab yang ditulis oleh para pembaharu dari Timur Tengah yang diterbitkan di Mesir. Untuk tafsir, misalnya, K. H. Abdul Halim pun menggunakan kitab Fatḥul-Qadīr; Jāmi‘ul-Bayān fī Riwāyah wa Dirāyah min ‘Ilmt-Tafsīr yang diterbitkan di Kairo, Mesir tahun 1351 H. Walaupun demikian, K. H. Abdul Halim tidak melepaskan diri dari Mazhab Syafi’i, sehingga dalam proses belajar mengajarnya, para santri pun diwajibkan untuk membaca kitab Risalah Imam Sjafi’i yang diterbitkan tahun 1309 H. Secara lebih jelas, penjelasan mengenai kitab-kitab yang digunakan dan pandangan mengenai perlunya penggabungan ilmu agama dan 43 196 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 74-75. K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah ilmu duniawi dalam proses belajar mengajar di Pesantren Santi Asromo, yaitu sebagai berikut: Sebagai sebuah pesantren yang ingin melakukan pembaharuan di bidang pendidikan, buku-buku yang dipakai dalam proses belajar mengajar pun tidak hanya sebatas kitab-kitab yang selama ini digunakan oleh pesantren-pesantren tradisional. Tidak juga hanya mempergunakan buku-buku pelajaran pengetahuan umum yang biasa dipergunakan di sekolah-sekolah umum. K. H. Abdul Halim pun mempergunakan kitab-kitab yang dikarang oleh para pembaharu Islam... setidak-tidaknya ada tiga buah buku yang selalu dipergunakan oleh K. H. Abdul Halim sebagai bahan tambahan adalah buku Al-Qur’an wa ‘Ulum al-‘Ashriyyat dan Tafsir Al-Jawahir karangan Thanthawi Jauhari, dan Limadza Ta’akhkhara Al-Muslimun wa Taqaddama Ghairuhum karangan Emir Syakib Al-Arslan. Buku pertama pernah dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda masuk ke Indonesia karena semangat ilmiah yang terkandung dalam karangan tersebut. Sementara itu, buku kedua merupakan tafsir Quran berdasarkan kajian ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengaitkannya kemajuan bangsa Barat. Dengan pembaharuan seperti itu, Santi Asromo merupakan perwujudan dari pemikiran tentang pendidikan Islam yang mengarah pada pembentukan manusia seutuhnya. Artinya, untuk mencapai kehidupan dunia yang layak dan berupaya untuk meraih kehidupan yang bahagia di akhirat, tidak hanya dapat dilakukan dengan mencari dan memperdalam ilmu keagamaan saja. Ilmu-ilmu duniawi pun penting dipelajari dan didalami secara seimbang dengan ilmu-ilmu keagamaan.44 Mengenai dasar pemikiran pendirian Santi Asromo dan pemikiran pendidikan K.H. Abdul Halim, antara lain dapat dibaca “Pandangan Umum” K.H. Abdul Halim. Ia menyitir Surah alBaqarah, ayat 61, yang artinya: “… turunlah kamu ke kota, maka sungguh ada di sana apa-apa yang kamu pinta. Maka mereka ditimpa kehinaan dan kemiskinan dan kembali mereka sambil membawa kemarahan dari Alloh.” Menurutnya, kerusakan, kesengsaraan, dan kelemahan yang dialami oleh Bani Israil pada zaman dulu, seakan menjadi peringatan, pelajaran dan pendi44 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 100-101. 197 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 dikan bagi kaum Muslimin di setiap zaman. Adapun sebab-sebab kerusakan, kesengsaraan, dan kelemahan mereka adalah akibat dari sifat-sifat mereka, yaitu munafik, pendusta, penipu, kikir, tamak dan rakus, rendah budi pekerti, dan sifat-sifat lain yang merusak kesehatan badan dan kesempurnaan roh atau jiwanya. Lalu ia menegaskan: 45 “Sifat-sifat inilah yang membangkitkan macam-macam syahwat kebinatangan dan menjerumuskan mereka ke lautan kedurhakaan, persundalan dan pelacuran menjalar, terlebih-lebih pada kalangan pembesar-pembesarnya, karena mereka itu lebih cukup untuk mengadakan alat-alat syahwat yang menimbulkan syahwat kebinatangan itu. Dalam sebab itu hilanglah sifat-sifat takut kepada Alloh SWT. Dan tidak ada bersyukuran atas nikmat Alloh yang telah diberikan kepada mereka itu.” Dalam penjelasan umum ini, K.H. Abdul Halim menunjukkan pentingnya sebuah lingkungan pendidikan bagi generasi muda dengan menaati peraturan syariat. Kondisi demikian akan membantu penanaman moral dan akhlak bagi anak-anak. Tanpa upaya menegakkan syariat bagi lingkungan pendidikan, maka pendidikan akan sulit mencapai hasil yang sesuai dengan ajaran agama (baca: Islam), yakni generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia menuis: 46 Dengan kejadian kejadian yang telah diriwatatkan oleh tarikh dunia sebagai di atas, maka terbayanglah bahwa aturan-aturan yang tidak menurut aturan-aturan yang ditetapkan Alloh SWT. Dan tidak pula mengandalkan usaha dan pendidikan kepada tuntunan Illahi yakni aturan yang hanya menurut pendapat akal manusia belaka niscaya akhirnya tak akan mendapat keselamatan di duia dan di akherat-nya. ”dari sebab itu di tempat tempat yang ramai yang kebanyakan tidak menurut aturan syar’i, sangatlah susah bagi kita menanam pendidikan yang menurut aturan il-lahi, sebab banyak 45 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 214-221, (Santi Asromo, Ramadan 1350 (Januari 1932). Disalin ulang tanggal 3 Pebruari 1958 dan 23 Februari 1980 oleh Abdul Fatah dan tanggal 01 Juni 1988 oleh Dedi Masyhudi) yang diambilnya dari dokumentasi Pondok Santi Asromo, 2004. 46 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 214-221. 198 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah godaan-godaannya. maka terpaksalah kita harus mengasingkan tempat pendidikan itu ke tempat yang sepi dari kekotoran dan godaan, agar pendidikan itu bisa hidup subur dan kuat di hati anak-anak kita “ Inilah sebabnya Perikatan Umat Islam mengadakan tempat pendidikan yang terasing dari tempat-tempat yang ramai, yang diberi nama Santi Asromo. Sedangkan aktivitas sosial-keagamaan lainnya, termasuk dalam bidang politik setelah kemerdekaan, K.H. Abdul Halim menggabungkan PUI Majalengka dengan PUII Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi. Ia juga aktif dalam Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi, yang waktu itu disebut Daerah Tingkat I Jawa Barat. Berikut ini salah satu penjelasan mengenai aktivitas tersebut, Setelah perang kemerdekaan usai, dan negara aman, perjuangan melalui organisasi PUI dilanjutkan kembali. Pada tahun 1952, dilakukan fusi antara Persatuan Umat Islam (PUI) dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), meskipun K.H. Ahmad Sanusi, sahabatnya, sudah wafat waktu itu. Fusi dilakukan tepatnya pada 5 April 1952, di Bogor. Hasil fusi lahirlah Persatuan Ummat Islam (PUI) dan K.H. Abdul Halim terpilih sebagai Ketua. Sejak 1951, K.H. Abdul Halim terpilih sebagai Anggota DPRD Tingkat I Jawa Barat dan tahun 1956 diangkat menjadi Anggota Konstituante. K.H. Abdul Halim aktif sebagai wartawan pula dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi dan penanggung jawab majalah Soeara P.O., majalah As-Sjuro, majalah Pelita serta mengisi kolom "Roeangan Hadis" di majalah Soeara MIAI. Selain itu, ia menulis sembilan buku. Dalam buku-bukunya, K.H. Abdul Halim berusaha menyebarkan pemikirannya yang penuh toleransi, menganjurkan menjunjung tinggi akidah dan ahlak masyarakat dan tidak menolak untuk mengambil contoh kemajuan dari Barat . Pada tahun-tahun berikutnya kegiatan PUI banyak mendapat hambatan. Kondisi kesehatan K.H. Abdul Halim semakin menurun, dan pada 17 Mei 1962, ia meninggal dunia di Santi Asromo. 47 Wildan Hasan, “Pemikiran Dan Kiprah Pendidikan KH. Abdul Halim (1887–1962)”, http://wildanhasan.blogspot.com/2009/12/pemikiran-dankiprah-pendidikan-kh.html. di-upload 12.12.2009. Diakses 11/11/2013. Lihat juha Nina H Lubis, Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat, h. 107. 47 199 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 Pada saat penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada K.H. Abdul Halim tahun 2008, Bupati Majalengka pada saat itu, H. Sutrisno, S.E., M.Si. bersama Wakil Bupati, Dr. H. Karna Sobahi, MMPd. dan rombongan pejabat Pemerintahan Daerah (Pemda) Majalengka mengadakan kunjungan ke Pesantren Santi Asromo. Setelah penganugerahan Tanda Kehormatan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang disertai tanda kehormatan Bintang Maha Putra Adi Perdana yang diterima oleh keluarganya, Bupati Sutrisno mengatakan, ”Merupakan suatu kehormatan adanya gelar Pahlawan Nasional tersebut. Pemerintah dan negara tidak akan melupakan jasa-jasa beliau semasa hidup yang dipenuhi nilai-nilai pengabdian dan perjuangan demi kedaulatan dan kejayaan bangsa.”48 Dalam kesempatan tersebut, Bupati juga menyebutkan bahwa “KH Abdul Halim adalah bapak bangsa yang mewariskan tradisi intelektual moral dan nasional kepada anak negeri, serta para generasi penerus. Karena itu harus meneladani sejarah KH Abdul Halim yang sangat berjasa bagi bangsa, khususnya Majalengka.”49 Penutup K.H. Abdul Halim yang memiliki nama kecil Otong Syatori adalah ulama pejuang, pendidik, dan aktivis politik. Ia lahir di Majalengka di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 26 Juni 1887 dan wafat dalam usia 75 tahun pada tanggal 7 Mei 1962, di tempat yang damai dan sunyi, Santi Asromo, Majalengka. Ia mendapatkan anugerah Gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah RI berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor: 041/TK/Tahun 2008, tanggal 6 November 2008. Perjuangannya meliputi pendidikan, ekonomi, dan politik. Di antara peninggalannya adalah lembaga pendidikan keagamaan, yaitu Pondok Pesantren Santi Asromo, organisasi keagamaan Persatuan Umat Islam (PUI), dan beberapa karya tulis, seperti Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia, Ekonomi dan Koperasi 48 49 200 Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”. Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”. K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah dalam Islam, dan Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan). K. H. Abdul Halim melakukan langkah-langkah perjuangan dan pembaharuannya, yang diformulasikan ke dalam konsep Iṣlāḥ as-Ṡamāniyyah, yang terdiri atas delapan langkah perbaikan, yaitu: Iṣlāḥ al-‘aqīdah (perbaikan bidang akidah), Iṣlāḥ al-‘ibādah (perbaikan bidang ibadah), Iṣlāḥ at-tarbiyyah (perbaikan bidang pendidikan), Iṣlāḥ al-‘ā’ilah (perbaikan bidang keluarga), Iṣlāḥ al-‘ādah (perbaikan bidang kebiasaan), Iṣlāḥ al-mujtama‘ (perbaikan masyarakat), Iṣlāḥ al-iqtiṣād (perbaikan bidang perekonomian), dan Iṣlāḥ al-ummah (perbaikan bidang hubungan umat dan tolong-menolong) Dalam hal pembaharuan pendidikan dan pembinaan kemandirian ekonomi, melalui Pesantren Santi Asromo, K. H. Abdul Halim memadukan sistem pesantren dengan sistem sekolah, ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, serta memberkali para santrinya dengan berbagai keterampilan tangan dan keahlian teknik. Di dalam pesantrennya dibangun poliklinik, bengkel kerja, koperasi, dan prasarana untuk keterampilan. Keterampilan dijadikan sebagai rencana pendidikan yang disusun dan direncanakan secara komprehensif dan terintegrasi dalam kehidupan pesantren. Hal ini mendorong produktifitas pesantren dan menjiwai aktifitasnya. Tujuan pemberian keterampilan ini adalah untuk menciptakan kemandirian hidup para lulusannya sehingga dapat bersaing secara ekonomi setelah menyelesaikan setudinya. Adapun pembaharuan ekonomi secara umum, disebutnya dengan Iṣlāḥ al-IqtiṣādṬ Hal ini ditujukan untuk menanggulangi ketimpangan ekonomi di masyarakat. KH Abdul Halim menanamkan kesadaran kepada kaum muslimin agar berusaha dengan cara yang halal dan layak untuk memperbaiki dan meningkatkan tarap kehidupannya di bidang ekonomi dan menumbuhkan semangat dan tekad untuk mencapai derajat hidup yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain, bahkan hingga melebihinya. Selain itu, ia juga menganjurkan, bahwa untuk meningkatkan perekonomian umat Islam, harus membiasakan diri hidup hemat, berusaha menambah dan meningkatkan pendapatan, dan mendirikan koperasi sebagai salah satu wadah penjuangan ekonomi secara berjamaah. Wallahu a’lamṬṬṬ[] 201 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 Daftar Pustaka Azra, Azyumardi and Saiful Umam (Eds.), Menteri-Menteri Agama. Biografi Sosial-Politik, Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI bekerjasama dengan PPIM-IAIN, 1998. Dewan Redaksi, “Abdul Halim, KH”, dalam Ensiklopedi Islam, Jilid I, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, h. 12-14. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: LP3ES, 2011. Harun, Maidir dan Muchlis (Eds.), Profil Puslitbang Lektur Keagamaan: Puslitbang Lektur Keagamaan dari Masa ke Masa, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2009. Kamsi, “Citra Gerakan Politik Islam dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan Bangsa Indonesia (Studi Era Pra Kemerdekan sampai dengan Era Orde Baru)”, Jurnal Millah, Vol. XIII, No. 1, Agustus 2013, khususnya h. 118-127. (109-143) Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1991. Lubis, Nina H, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam Di Jawa Barat”, Laporan Hasil Penelitian, Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung, tt. (versi pdf.), Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , Bandung: MSI Jabar, 2008 Rofiqoh, Sitti Nur, “Peranan Kh. Abdul Halim Dalam Organisasi Persyarikatan Oelama (1917-1939 M)”, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya Saefullah, Asep, “Pembahasan Biografi K.H. Abdul Halim, K.H. Mutawally, dan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi”, Laporan Hasil Penelitian Biografi Pemuka Agama, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, 2013 (belum diterbitkan). Sulasman, “Heroes from Pesantren: A Brief Biography of K.H. Ahmad Sanusi: A Patriot of Indonesian Independence”, International Review of Social Sciences and Humanities, Vol. 6, No. 2 (2014), h. 173-185. Suryanegara, Ahmad Mansur, Api Sejarah Jilid 1, Bandung: Salamadani, 2013, cet. Ke-6. 202 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Umar, A. Muin, Historiografi Islam, Jakarta: Rajawali, 1988. van Bruinessen, Martin, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama". (Artikel ini merupakan edisi revisi dari paper Bruinessen yang dipublikasikan dalam La transmission du savoir dans le monde musulman périphérique, Lettre d'information, no. 17 (1997), 5766], http://www.let.uu.nl/ ~martin. vanbruinessen/personal/publications/Biographies_SEAsian_ulama.htm. Diakses 8 Nopember 2013. Yatim, Badri, Historiografi Islam, Jakarta: Logos, 1997. Situs Internet Admin pui.or.id, “Berdirinya POI”, http://pui.or.id/tentang-pui/berdirinyapoi/sekilas-pui/. Diakses 8 November 2013 Admin tamanmakampahlawan.com, “K.H. Abdul Halim”, http://tamanmakampahlawan.com/k-h-abdul-halim/, 20 September 2013. Diakses 11 November 2013. Anonim, “K.H. Abdul Halim”, http://www.pondokpesantren.net/ ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id= 175, 14 Januari 2011. Dikases 8 November 2013. Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”, http://www. radarcirebon.com/meneladani-perjuangan-kh-abdul-halim/, 16 Agustus 2011, dan http://www.upksindang.or.id/2011/08/ meneladani-perjuangan-khabdul-halim.html, 18 Agustus 2011. Diakses 11 November 2013. Hasan, Wildan, “Pemikiran dan Kiprah Pendidikan KH. Abdul Halim (1887– 1962)”, http://wildanhasan.blogspot.com/ 2009/12/pemikiran-dan-kiprahpendidikan-kh.html. di-upload 12.12.2009. Diakses 11/11/2013 Hernawan, Wawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam dari Majalengka”, dalam http://www.fu. uinsgd.ac.id/site/detail/artikel/k.h.-abdul-halim-tokoh-pembaharuanpendidikan-islam-dari-majalengka, Update: Kamis, 30-MEI-2013. Diakses 8 November 2013. Kurniawan, Erwyn, “KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”, http://esq-news.com/2009/03/18/96/kh-abdul-halim-pahlawan-nasional-darimajalengka.html, 18 Maret 2009. Diakses 8 November 2013. 203 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 LAMPIRAN: Buku dan Karya Tulis K.H. Abdul Halim 1. Economie dan Cooperatie dalam Islam 2. Tentang Upaya Mencapai Kebahagian DuniaAkhirat Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 55 (kiri) dan h. 56 (kanan). 4. Majalah Persjarikatan Oelama; Soeara PO 5. Majalah Persjarikatan Oelama; As-Sjoero Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 50 (kiri) dan h. 51 (kanan). 204 K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah Tulisan Tangan K. H. Abdul Halim tentang Cara Menyamak Kulit Kitab Fathul Qadir (1351 H). Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 85 (Dokumentasi Santi Asromo, 2008) Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 86 (Dokumentasi Santi Asromo, 2008) Kitab Risalah Imam Syafi’i Masjid Santi Asromo Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 87. (Dokumentasi Miftahul Falah, 2008) Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 88. (Dokumentasi Miftahul Falah, 2008. Ia menjelaskan, “Kecuali arsitekturnya, bangunan masjid ini sudah dipugar, termasuk cat bangunannya.) 205 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206 Dinding Masjid Santi Asromo yang dibangun Tahun 1938 Tugu Bencet untuk Menentukan Waktu Shalat (1938) Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 90. (Dokumentasi Miftahul Falah, 2008) Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 91. (Dokumentasi Miftahul Falah, 2008) 206