K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan
Ekonomi Berbasis Pesantren
Asep Saefullah
Peneliti Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan,
dan Manajemen Organisasi, Jakarta
asepfm@yahoo.com
Abstract
This paper discusses the biography of K.H. Abdul Halim, a cleric,
educator, political activist, a national hero, who was born in Jatiwangi,
Majalengka, West Java on June 26, 1887 and died on May 7, 1962, in a
peaceful and quiet place, Santi Asromo, Majalengka. The title of the
National Hero from the Government of Indonesia was granted on the basis
of his important roles in education, economics and politics. Among his
legacy are the religious educational institutions, namely Santi Asromo
Pesantren, the religious organization of the Islamic Ummah Union (PUI),
and several books such as the Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia
(Manual for Man), Ekonomi dan Koperasi dalam Islam (Economics and
Cooperative in Islam), dan Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah
Persyarikatan Ulama (The Teaching Decrees at Ibtidaiyah Persyarikatan
Ulama School). His biography is a manifestation of appreciation for his
services and works, his struggle and his devotion to science and people, as
well as his role and contribution in building the nation of Indonesia with
noble character and dignity. Another milestone of his is the value of the
struggle and at the same time his Islamic scholarship can be an example
for the younger generation in particular and for anyone who aspires to
build a nation of Indonesia which is based on the Belief in One God, fair
and civilized, united in the context of the Republic of Indonesia (NKRI).
Keywords: Kiai, Education, Pesantren, Majalengka, West Java
Abstrak
Tulisan ini mengangkat biografi K.H. Abdul Halim dan gagasannya
tentang pendidikan ekonomi di pesantren. Ia memiliki nama kecil Otong
Syatori, dikenal sebagai ulama pejuang, pendidik, dan aktivis politik. Ia
177
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
dilahirkan di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa
Barat, pada 26 Juni 1887, dan wafat dalam usia 75 tahun pada 7 Mei 1962,
di Santi Asromo, Majalengka. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional dari
Pemerintah RI tahun 2008. Perjuangannya meliputi pendidikan, ekonomi,
dan politik. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah
deskriptif-analitis dengan perspektif historis. Adapun fokusnya, selain
biografi singkat K.H. Abdul Halim, juga tentang konsep pendidikan ekonomi berbasis pesantren. Dari hasil pembahasan ditemukan bahwa ia telah
melakukan pembaharuan di bidang pendidikan agama dan sekaligus
memberikan keterampilan kewirausahaan bagi santri dan lulusannya.
Awalnya gagasan tersebut berasal dari konsep pembaharuannya yang
disebut Iṣlāḥ as-Ṡamāniyyah, yaitu: perbaikan akidah, ibadah, pendidikan,
keluarga, kebiasaan (adat), masyarakat, ekonomi, dan hubungan umat dan
tolong-menolong. Di bidang pendidikan, ia memadukan sistem pesantren
dengan sistem sekolah, ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, serta
memberkali para santrinya dengan berbagai keterampilan tangan dan
keahlian teknik. Di bidang ekonomi, disebutnya dengan Iṣlāḥ al-Iqtiṣād,
untuk menanggulangi ketimpangan ekonomi di masyarakat, yaitu dengan
menanamkan kesadaran kepada kaum muslimin agar berusaha memperbaiki dan meningkatkan kehidupan ekonominya dan berjuang secara bersamasama melalui wadah koperasi.
Kata kunci: Abdul Halim, Santi Asromo, pendidikan ekonomi, Iṣlāḥ
as-Ṡamāniyyah, Iṣlāḥ al-Iqtiṣād
Pendahuluan
Penulisan biografi ulama dalam Islam telah dimulai seiring
dengan perkembangan agama ini, atau setidaknya sejak abad ke8 M. Misalnya, penulisan bentuk al-sīrah, yang berarti perjalanan, atau “perjalanan hidup”. Penulisan sīrah dalam Islam dianggap yang paling penting sebab terkait dengan sejarah kehidupan
Rasulullah saw. Kata sīrah tanpa diberi kata atau kalimat lain
sesudahnya biasanya berarti al-sīrah al-nabawiyyah (sejarah atau
penjalanan hidup Nabi Muhammad saw.), seperti Sīrah Ibn Isḥāq
dan Sīrah Ibn Hisyām. Jika dimaksudkan untuk yang lainnya,
maka setelah kata sīrah ditambahkan kata atau kalimat lain, atau
digunakan kata jamak (plural)-nya, yaitu siyar atau as-siyar,
misalnya Siyar A‘lām an-Nubalā’ (Kumpulan Biografi OrangOrang Mulia).1 Bentuk lain kitab biografi adalah abaqāt, yang
1
178
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h. 196-203.
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
berarti lapisan, yaitu “kumpulan biografi tokoh berdasarkan pelapisan generasi” atau cukup disebut “kumpulan biografi”, seperti
a - abaqāt al-Kubra-nya Muhammad Ibnu Sa’ad, abaqāt alFuqahā’-nya Abu Ishaq asy-Syirazi, dan abaqāt al-A ibbā’-nya
Ibnu Juljul atau Ibnu Usaibah. Termasuk ke dalam jenis biografi
dalam Islam adalah Tarājim (jamak dari tarjamah) yang berarti
sejarah hidup dan mu’jam; keduanya juga berarti sejarah atau
riwayat hidup. Kemudian, jenis lain adalah nasab atau ansāb,
yang berarti silsilah, yaitu penulisan geneologi atau garis keturunan keluarga yang mulanya berasal dari tradisi lisan bangsa
Arab pra Islam.2 Demikian juga di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Martin van Bruinessen misalnya memberikan catatan atas bibliografi biografi ulama di Asia Tenggara.3
Menurut van Bruinessen, bibliografi biografi ulama di Asia
Tenggara tergolong masih sedikit, khususnya ulama-ulama yang
hidup hingga akhir abad ke-19 M. Para ulama yang hidup dari
akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 telah banyak yang ditulis,
dan ada pula kumpulan biografi tokoh atau ulama yang dihasilkan oleh berbagai institusi keagamaan, misalnya Departemen
Agama (sekarang: Kementerian Agama) dan Perguruan Tinggi
Agama, yakni IAIN (sekarang UIN) Jakarta. Akan tetapi, bahanbahan tersebut masih sulit diakses secara umum dan karena itu
2
A. Muin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali, 1988), h. 4066, dan Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos, 1997), Tentang
“Ansāb”, Lihat Badri Yatim (1997: 37 dan 212-216), dan jenis-jenis penulisan
biografi (h. 195-212).
3
Martin van Bruinessen, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama". (Artikel ini merupakan edisi revisi dari
paper Bruinessen yang dipublikasikan dalam La transmission du savoir dans le
monde musulman périphérique, Lettre d'information, no. 17 (1997), 57-66]. Lihat
http://www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal/publications/Biographies_SEA
sian_ulama.htm. Diakses 8 Nopember 2013. Artikel ini dapat diunduh versi
pdf-nya. Beberapa karya biografis yang disebutkan Bruinessen adalah ‘Alī b.
Husain b. Muhammad b. Husain b. Ja‘far al-‘Attās, Tāj al-a’ras `alā manāqib
al-habîb al-qutb Sālih bṬ `Abdallāh al-`Attās. (2 jld., Kudus: Menara Kudus,
1979). Yûsuf b. Ismā`īl al-Nabhānī, Jāmi` Karāmāt al-Auliyā' (2 jld., Beirut:
Dār al-Fikr, 1989), dan K.H. Siradjuddin Abbas, Ulama Syafi'i dan KitabKitabnya dari Abad ke Abad (Jakarta: Penerbit Pustaka Tarbiyah, 1975).
179
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
pula susah ditemukan di pasaran.4 Sesungguhnya bahan-bahan
tersebut tidak jarang mengandung informasi berhaga yang tidak
dapat ditemukan di tempat lain. Ia menjelaskan:
Another category of sources consists of reports prepared by the
research desk of the Department of Religious Affairs and its regional
offices, by research teams at State Institutes of Islamic Studies (IAIN) or
similar bodies. Such reports are typically stencilled or printed in very
small numbers and not commercially distributed, which makes them hard
to find. One of the earliest reports of this kind I have found is a series of
biographies of Muslim leaders prepared by the Department's research
desk, which contains some information not easily found elsewhere.
(cetak bold dari penulis)5
(Kategori lain tentang sumber [biografi ulama tersebut] terdiri
atas laporan-laporan yang dihasilkan oleh Badan Litbang Departemen Agama [skr. Kementerian Agama, pen.] dan kantor-kantornya di daerah, oleh tim peneliti di Institut Agama Islam Negeri
[IAIN] atau lembaga-lembaga sejenis. Laporan-laporan tersebut
biasanya dalam bentuk stensilan atau dicetak dalam jumlah yang
sangat sedikit dan tidak didistribusikan secara komensial, yang
menjadikannya sulit ditemukan. Salah satu dari laporan-laporan
terawal dari jenis ini yang saya telah teukan adalah serian biografi
para pemimpin Muslim yang dipersiapkan oleh Badan Litbang Departemen tersebut, yang mengandung beberapa informasi yang sulit
ditemukan di tempat lain di manapun [cetak tebal dari penulis]).
Penulisan biografi ulama bukan saja sebagai bentuk penghargaan terhadap tetapi juga sekaligus pengungkapan fakta tentang peran ulama dalam pembangunan dan pembinaan umat
Islam khususnya, dan untuk bangsa umumnya. Pada tahun 2011
dan 2012, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama menghasilkan setidaknya 35 biografi ulama di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa
4
Martin van Bruinessen, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama".
5
Martin van Bruinessen, "A Note on Source Materials for the Biographies of Southeast Asian `Ulama". Bruinessen merujuk pada laporan
Puslitbang Lektur Agama (Skr. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan)
tahun 1978/1979. Lihat Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama,
Badan Litbang Agama, Laporan penulisan biografi tokoh Islam di Indonesia
(Jakarta: Departemen Agama, 1978/1979).
180
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan lain-lain.6 Fokus
kajian tersebut, selain riwayat hidup para ulama, juga dibahas
berbagai aspeknya, misalnya “biografi sosial politik”-nya seperti
halnya kumpulan biografi Menteri-Menteri Agama.7 Dalam kajian-kajian tersebut, ulama lokal relatif masih jarang terungkap.
Demikian pula dalam sejarah pergerakan kemerdekaan, informasi
mengenai peran ulama lokal jarang terungkap.8 Oleh karena itu,
dalam tulisan ini mengangkat salah satu ulama lokal dari
Majalengka, Jawa Barat, yaitu K.H. Abdul Halim, sebagai salah
seorang pendiri dalam Persatuan Umat Islam (PUI).
Dalam konteks tulisan ini yang mengangkat tema pendidikan ekonomi di lingkungan pesantren perlu dijelaskan terlebih
dahulu kedua hal tersebut, yakni pesantren itu sendiri dan pendidikan ekonomi. Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan tidak hanya memiliki kekuatan di bidang agama yang disebut
Dhofier sebagai religious power, tetapi juga dapat menjadi “kekuatan politik” (political power). Kedua kekuatan ini cukup
efektif jika digunakan untuk kepentingan politik. Oleh karena itu,
pemerintah, dan khususnya pemerintah kolonial pada masa penjajahan dan sebagian politisi terkadang memanfaatkan pesantren
sebagai salah satu alat untuk memperoleh dukungan politik. Pada
abad ke-19 dan awal abad ke-20 M., dalam konteks perjuangan
kemerdekaan RI khususnya, pesantren menjadi salah satu pendorong dan sekaligus pelaku atau pejuang, baik secara politik maupun
kultural. Dalam bidang sosial keagamaan, dan secara khusus
dalam bidang pendidikan, pesantren memberikan peranannya yang
6
Lihat Laporan Hasil Penulisan Biografi Ulama, Puslitbang Lektur dan
Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,
Jakarta, tahun 2011 dan 2012, terhimpun sebanyak 35 ulama. Artikel ini
merupakan bagian dan ringkasan dari laporan Asep Saefullah, “Pembahasan
Biografi K.H. Abdul Halim, K.H. Mutawally, dan Syekh Ahmad Khatib AlMinangkabawi”, Laporan Hasil Penelitian Biografi Pemuka Agama,
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, 2013 (belum diterbitkan).
7
Azyumardi Azra and Saiful Umam (Eds.), Menteri-Menteri Agama.
Biografi Sosial-Politik, (Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI
bekerjasama dengan PPIM-IAIN, 1998).
8
Kamsi, “Citra Gerakan Politik Islam dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan Bangsa Indonesia (Studi Era Pra Kemerdekan sampai dengan Era Orde
Baru)”, Jurnal Millah, Vol. XIII, No. 1, 2013, khususnya h. 118-127.
181
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
besar sebagai gerakan sosial keagamaan dan pembaharuan di
bidang pendidikan.9
K. H. Abdul Halim menyampaikan gagasan pendidikan ekonomi di pesantren saat Kongres Persyarikatan Oelama ke-9 di
Majalengka, 29-30 Agustus 1931 M. Gagasan utamanya tentang
pembaharuan pendidikan, yang salah satunya adalah pendidikan
kewirausahaan, yakni menciptakan santri yang mendiri, khususnya
secara ekonomi, sehingga tidak bergantung kepada pihak lain. Ia
menyampaikan perlunya integrasi ilmu pengetahuan agama dengan
ilmu pengetahuan umum, dan pembekalan santri dengan keahliankeahliah di bidang perdagangan dan pertanian, di samping keterampilan tangan (hand made product).10 Pembaharuan ekonomi
disebutnya Iṣlāḥ al-Iqtiṣād, setidaknya karena dua alasan, yaitu
1) kebijakan ekonomi kolonial, dan 2) sifat malas dan boros yang
menghinggapi perikehidupan kaum muslimin. Solusinya adalah
perlunya 1) ditanamkan kesadaran kepada kaum muslimin agar
selalu berusaha dan bertekad hidup sejajar dengan bangsa lain;
dan 2) meningkatkan kehidupan ekonomi dengan membiasakan
hidup hemat, menambah dan meningkatkan pendapatan, dan
mendirikan koperasi.11 Konsep inilah yang diperjuangkan K.H.
Abdul Halim, yang dalam tulisan ini disebut pendidikan ekonomi
berbasis pesantren. Menurutnya, “pendidikan yang ideal adalah
pendidikan yang berhasil memadukan sistem pendidikan pesantren tradisional dengan pendidikan modern. Perpaduan dua sistem
pendidikan ini akan mencetak anak-anak Muslim yang berharga
di dunia maupun akhirat”.12
9
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Pandangan Hidup Kyai
dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: LP3ES,
2011), h. 39-40 dan Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi,
(Bandung: Mizan, 1991), h. 246-247.
10
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 1 (Bandung:
Salamadani, 2013), cet. Ke-6, h. 456.
11
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , (Bandung:
MSI Jabar, 2008), h. 53-55.
12
Wawancara Sitti Nur Rofiqoh dengan Asep Zacky, 07 Desember
2015, di Majalengka. Lihat Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim
dalam Organisasi Persyarikatan Oelama (1917-1939 M)”, Skripsi, Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya,
2016, h. 66-67.
182
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Pembahasan
1. Masa Kecil dan Riwayat Pendidikan
Riwayat hidup K.H. Abdul Halim dapat dengan mudah
ditemukan, baik dalam buku, ensiklopedi, ataupun di situs-situs
internet. Ia adalah salah seorang ulama yang telah dikukuhkan
sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008.13 Pemerintah RI telah menganugerakan
Gelar Pahlawan Nasional kepadanya atas jasa-jasanya selama ia
hidup. Penganugrahan gelar ini berdasarkan Keputusan Presiden
RI Nomor: 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.”14
K.H. Abdul Halim lahir di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 26 Juni 1887. Ia meninggal
dunia pada tanggal 7 Mei 1962, di tempat yang damai dan sunyi,
Santi Asromo, Majalengka dalam usia 75 tahun.15 Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar, seorang penghulu Kewadenaan
Jatiwangi, dan ibunya bermana Nyi Hj. Siti Mutmainnah binti Imam
Safari. Meraka bedua merupakan pasangan suami istri yang berlatar belakang agama sangat kuat. Ketika lahir seorang anak lakilaki, mereka memberi nama Otong Syatori. Sumber lain menyebutkan, nama kecil Abdul Halim adalah Mohammad Sjatari.
Akan tetapi nama Otong adalah nama kecilnya yang paling dikenal oleh masyarakat. Ia merupakan anak bungsu delapan bersauSitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, khususnya h. 14-22.
Dalam situs online antara lain Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul
Halim”, http://www.radarcirebon.com/meneladani-perjuangan-kh-abdul-halim/,
16 Agustus 2011, dan http://www.upksindang.or.id/2011/08/meneladaniperjuangan-kh-abdul-halim.html, 18 Agustus 2011. Diakses 11 November
2013.
14
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 1, (Bandung:
Salamadani, 2013), cet. Ke-6, h. 455-456, dan Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan
KH. Abdul Halim...”, h. 22. Informasi daring, antara lain Erwyn Kurniawan,
“KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”, http://esqnews.com/2009/03/18/96/kh-abdul-halim-pahlawan-nasional-darimajalengka.html, 18 Maret 2009. Diakses 8 November 2013, “Biografi
Pahlawan K.H. Abdul Halim” www.pahlawanindonesia.com, dan “K.H. Abdul
Halim”, http://tamanmakampahlawan.com/k-h-abdul-halim/, 20 September
2013. Diakses 11 November 2013.
15
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , (Bandung:
MSI Jabar, 2008), h. 174.
13
183
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
dara, yaitu: Iloh Mardiyah, Empon Kobtiyah, E. Sodariyah,
Jubaedi, Iping Maesaroh, Hidayat, dan Siti Sa’diyah. 16
Gambar 1:
K.H. Abdul Halim
Sumber:
http://dpp-pui.blogspot.com/2008/06/parapendiri-pui.html
Pendidikan pertama yang diterima oleh Abdul Halim atau
Otong Syatori adalah dari kedua orang tuanya. Pendidikan itu
diterimanya ketika ia masih sangat kecil sebelum memasuki usia
sekolah. Sayangnya, Otong Syatori ditinggalkan ayahnya ketika
masih kecil sehingga pendidikan pertamanya hanya diteruskan
oleh Ibunya, Hj. Siti Mutmainnah. Saat itu, ia belajar di Kampung Cideres, Desa Dawuan, Kecamatan Dawuan, ketika keluarganya pindah ke kampung tersebut sekitar tahun 1896. Di
kampung ini, intensitas pendidikan keagamaan yang diterimanya
semakin meningkat. Sampai dengan usia 10 tahun, ia telah belajar membaca Al-Qur’an.17 Setelah itu, ia mulai belajar kepada
beberapa orang kiai, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah
sampai usianya 22 tahun. “Kiai yang pertama kali didatanginya
adalah KH Anwar di Pondok Pesantren Ranji Wetan, Majalengka, kemudian berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren
lainnya. Ia menjalani setiap pesantren antara 1 sampai dengan 3
tahun. Tercatat beberapa kiai yang pernah menjadi gurunya, antara
lain KH Abdullah di Pesantren Lontangjaya, Majalengka; KH
16
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , h. 4; Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, “Abdul Halim, KH”, dalam Ensiklopedi Islam,
Jilid I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 12; dan Erwyn Kurniawan,
“KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”.
17
Miftahul Falah Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim ,h. 5-6.
184
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Sujak di Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon; KH
Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedus, Cilimus, Kuningan; KH Agus
di Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah; kemudian
kembali lagi ke Pesantren Ciwedus.”18 Selain belajar Al-Qur’an dan
ilmu agama kepada para kiai, Otong Syatori juga belajar membaca
dan menulis huruf latin kepada seorang pendeta yang bertanggung
jawab atas kegiatan zending di Majalengka, Mr. van Hoeven.19
Pada mulanya, Otong Syatori belajar di pesantren di Jatiwangi, Majalengka, yaitu Ranji Wetan. Ia juga belajar ilmu keislaman kepada K. H. Anwar sekitar satu tahun. Ilmu qira’at dan
tajwid, dipelajari di Pesantren Lontangjaya di Desa Panjalin,
Leuwimunding, Majalengka pada 1898 Otong Syatori di bawah
asuhan K. H. Abdullah, selama satu setengah tahun.
Setelah itu, ia belajar kepada K. H. Sjuja’i di Pesantren Bobos,
Kecamatan Sumber, Cirebon, pada 1899. Selain ilmu agama, ia
juga belajar kesusasteraan Arab di sana. Kemudian, ia berguru
kepada K. H. Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedus, Cilimus,
Kuningan, khususnya untuk pelajaran fiqh. Saat itu, ia juga belajar kepada K. H. Agus dari Pesantren Kanayangan, Kedungwuni,
Pekalongan, Jawa Tengah. Lalu, K. H. Agus menyuruhnya
kembali nyantri di Pesantren Ciwedus hingga menyelesaikan
pendidikan keagamaannya.20
Setelah beberapa tahun berlajar ilmu agama kepada para kiai
di Indonesia, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pada
usia 22 tahun, Abdul Halim, yang waktu itu masih bernama
Otong Syatori, berangkat ke Mekah untuk menunaikan rukun
Islam kelima, haji. Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian
ibadah haji, masyarakat Indonesia umumnya mencantumkan
gelar haji di belakang namanya. Akan tetapi, Otong Syatori dari
Majalengka ini, seharusnya menjadi H. Otong Syatori, “ternyata
18
Ensiklopedi Islam, Jilid I, h. 13.
Kegiatan Zending merupakan kegiatan menyebarkan agama Kristen
Protestan kepada penduduk pribumi yang belum menganut Protestan.
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim,h. 7, dan h. 9-10.
20
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 9-10.
19
185
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
namanya diubah menjadi H. Abdul Halim. Sejak saat itulah,
namanya kemudian lebih dikenal sebagai H. Abdul Halim.”21
Otong Syatori yang kini bernama H. Abdul Halim pergi ke
Tanah Suci bukan hanya untuk ibadah haji, tetapi juga hendak
meneruskan belajar ilmu agama. Ia bermukim di Mekah selama
tiga tahun, dari tahun 1908-1911 M. Tujuannya adalah untuk
memperdalam ilmu keislamanannya kepada guru dan syekh di
sana. Walaupun tempat belajarnya tidak disebut pasti, di
Madinah atau di Mekah, tetapi dengan disebutnya “pusat
jaringan Haramayn”, dapat dipastikan bahwa itu di Mekah.22
Di antara guru-gurunya ketika ia belajar di Haramayn
tercatat empat orang, yaitu Syekh Ahmad Khatib, Syekh Ahmad
Khayyat, Emir Syakib Arslan, dan Syekh Tanthawi Jauhari.23
Selama bermukim di Mekah, H. Abdul Halim juga mempelajari
tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh.
Selain itu, ia juga bertemu dengan beberapa orang Indonesia
yang kelak juga menjadi ulama dan orang besar di Indonesia,
yaitu Mas Mansur, Abdul Wahab Hasbullah, dan Ahmad Sanusi,
yang menjadi temannnya selama di sana. Selain dengan gurugurunya, ia sering juga berdiskusi tentang masalah-masalah
keagamaan, pendidikan, dan politik di tanah air dengan ketiga
temannya tersebut. “Hubungan khusus dengan K. H. Ahmad
Nina H Lubis, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam Di Jawa Barat”,
Laporan Hasil Penelitian, Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung, tt.
(versi pdf.), h. 106-107. lihat juga Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H.
Abdul Halim, h. 13-14.
22
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 14.
23
Syekh Ahmad Khatib adalah anak seorang hakim Paderi. Ia dilahirkan
di Bukittinggi tahun 1855. Kaum Paderi sendiri adalah sekelompok ulama di
Minangkabau yang berupaya membersihkan ajaran Islam (pembaharuan) dari
adat istiadat yang dinilai tidak sesuai dengan Islam. Akan tetapi hal tersebut
mendapat tantangan dari kaum adat. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-19 M.
Akibatnya, terjadilah Perang Paderi, antara Kaum Pembaharu Muhammad
Syahab atau Pelo Syarif yang dikenal Tuanku Imam Bonjol dengan Kaum
Adat yang didukung Inggris dan Pemerintah Kolonial Belanda pada 18211838 M. Sedangkan Emir Syakib Arslan adalah seorang tokoh nasionalis dari
Arab dan Syekh Thanthawi Jauhari sebagai cendekiawan dari Mesir yang
terus memberi semangat kepada kaum muslimin agar mencari ilmu sebanyakbanyaknya. Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 14-16.
21
186
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Sanusi terus berlanjut ketika mereka sudah kembali ke tanah air.
Dari hubungan itulah, kelak di kemudian hari lahir sebuah
organisasi yang bernama Persatuan Umat Islam (PUI) yang
merupakan organisasi massa hasil fusi antara PUI dan PUII.”24
Setelah bermukim, belajar, dan berdiskusi berbagai masalah
keagamaan dan ilmu-ilmu keislaman di Tanah Suci, H. Abdul
Halim kembali ke tahan air pada 1911 M. Tujuannya adalah tempat kelahirannya, Majalengka, Jawa Barat.25 Ia pulang dengan
membawa semangat dan tekad yang membara: melakukan perbaikan kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkannya, ia menempuh jalur pendidikan (at-tarbiyah) dan penataan ekonomi (aliqtiṣādiyyah). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika ia
juga berdagang dengan menjual batik, minyak wangi, dan bukubuku agama di tengah kesibukannya menuntut ilmu. Pengalaman
dagangnya itu pulalah yang kelak memengaruhi langkah-langkahnya dalam memperbaiki sistem ekonomi masyarakat pribumi,
antara lain dengan dibekali keterampilan teknik, pertukangan,
dan tekstil.26
2. Pemikiran dan Karyanya
Pemikiran K.H. Abdul Halim antara lain dapat dilihat dari
karya-karyanya, baik karya tulis maupun dalam bentuk kelembagaan. Ia dapat dikatakan sebagai ulama yang aktif berdakwah
dan sekaligus seorang penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya
banyak yang sempat diterbitkan, baik dalam bentuk buku ataupun dalam bentuk brosur dan tulisan lepas di media massa.
Sebagian tulisannya ada yang dipublikasikan khusus untuk kalangan anggota Persyarikatan Ulama (PU). Sayangnya, sebagian
besar tulisannya terbakar sewaktu agresi militer Belanda kedua.
Beberapa karya tulisnya yang dapat didata antara lain: a. Risalah
Petunjuk bagi Sekalian Manusia; b. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam; c. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah
24
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 19-21
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 20.
26
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 1, h. 456 dan Miftahul
Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 11, dan Ensiklopedia Islam,
Jilid I, h. 13.
25
187
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan); c.
Da’watul Amal; d. Tarikh Islam; e. Neraca Hidup; f. Risalah;
g. Ijtimaiyah Wailajuha; h. Kitab Tafsir Tabarok; i. Kitab 262
Hadits Indonesia; dan j. Babul Rizqi. 27
Aktivitas K.H. Abdul Halim, selain berorganisasi dalam
Persjarikatan Oelama, juga aktif dalam di bidang dakwah dan
pendidikan. Ia sering memberikan tablig dan membuka lembaga
pendidikan. Tema utamanya adalah tentang hak-hak umat Islam
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara 28
Persjarikatan Oelama tidak hanya memperjuangkan kepentingan ulama. Ketimpangan ekonomi masyarakat umum merupakan
salah satu sasaran perjuangannya. K.H. Abdul Halim menyebut
perjuangan memperbaiki kehidupan ekonomi dengan konsep
Iṣlāḥ al-Iqtiṣād atau Pembaharuan Ekonomi. Ia juga menulis
sebuah buku berjudul Economie dan Cooperatie dalam Ajaran
Islam (1936; lihat fotonya di bawah) yang isinya antara lain
menjelaskan, bahwa koperasi dapat dijadikan sebagai salah satu
cara berekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Menurutnya, melalui koperasi, bukan hanya usrusan ekonomi
yang dapat dilakukan, tetapi juga dapat dibina asas persaudaraan
dan persatuan sesama anggotanya. Kedua asas ini merupakan
prinsip-prinsip dasar untuk membangun kesetaraan umat dalam
bidang ekonomi dan pada gilirannya dapat menghilangkan
ketimpangan ekonomi.29
Ketimpangan dalam bidang ekonomi, menurut KH Abdul
Halim, setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) kebijakan
ekonomi kolonial, dan (2) sifat malas dan boros yang mengLihat Nina H Lubis, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam Di Jawa
Barat”, h. 108, Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h.22-24,
dan Anonim, “K.H. Abdul Halim”, http://www.pondokpesantren.net/ponpren/
index.php?option=com_content&task=view&id=175, 14 Januari 2011.
Dikases 8 November 2013.
28
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 47-49.
29
Dalam bidang polilitk, KH Abdul Halim juga pernah berperan dalam
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama K.H. Ahmad
Sanusi dari Sukabumi. Sulasman, “Heroes from Pesantren: A Brief Biography
of K.H.Ahmad Sanusi: A Patriot of Indonesian Independence”, International
Review of Social Sciences and Humanities, Vol. 6, No. 2 (2014), h. 182. Lihat
juga Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 53.
27
188
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
hinggapi perikehidupan kaum muslimin. Untuk itu, ia menawarkan salah satu cara penyelesaiannya:
Pertama menanamkan kesadaran pada diri kaum muslimin
agar (a) berusaha dengan cara yang halal dan layak un-tuk
memperbaiki kehidupan ekonomi; dan (b) menumbuhkan tekad
untuk dapat hidup sejajar atau kalau dapat melebihi bangsa lain;
dan kedua, meningkatkan perekonomian kaum muslimin dengan
cara (a) membiasakan hidup secara hemat, (b) menambah dan
meningkatkan pendapatan, dan (c) mendirikan koperasi.”30
3. Pesantren Santi Asromo dan Basis Ekonomi Pesantren
Sepulangnya dari Tanah Suci, K.H. Abdul Halim langsung
melakukan aktivitas keagamaannya. Sesuai dengan prinsipnya
bahwa pembangunan umat antara lain dapat dilakukan melalui
jalur pendidikan, maka pada tahun 1911, didirikan sebuah lembaga pendidikan agama di atas tanah milik mertuanya, K.H
Muhammad Ilyas, yang diberi nama Majlis Ilmu. “Lembaga itu
bertempat di sebuah surau sangat sederhana yang terbuat dari
bambu. Sehari-hari, Abdul Halim dibantu oleh mertuanya dalam
memberikan pelajaran kepada para santrinya. Kian lama, aktivitas Majlis Ilmu semakin berkembang. Sebuah asrama berhasil
dibangun sebagai tempat tinggal para santri.”31
Kegiatan-kegiatan selanjutnya terus ia lakukan dalam rangka
memperbaiki nasib umat dan sekaligus memantapkan langkahlangkah perjuangannya memajukan pendidikan. Langkah-langkah
perbaikan tersebut diforulasikan ke dalam konsep Iṣlāḥ asṠamāniyyah, atau delapan langkah perbaikan. Kedepalan langkah
tersebut adalah: Iṣlāḥ al-‘aqīdah (perbaikan bidang akidah), Iṣlāḥ
al-‘ibādah (perbaikan bidang ibadah), Iṣlāḥ at-tarbiyyah (perbaikan bidang pendidikan), Iṣlāḥ al-‘ā’ilah (perbaikan bidang
keluarga), Iṣlāḥ al-‘ādah (perbaikan bidang kebiasaan), Iṣlāḥ almujtama‘ (perbaikan masyarakat), Iṣlāḥ al-iqtiṣād (perbaikan
30
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 53-55.
Erwyn Kurniawan, “KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari
Majalengka”.
31
189
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
bidang perekonomian), dan Iṣlāḥ al-ummah (perbaikan bidang
hubungan umat dan tolong-menolong).32
Perjuangan K. H. Abdul Halim tidak berhenti meskipun
Hayatul Qulub dilarang dan dibubarkan. Esensi dari kegiatan
Hayatul Qulub, khususnya dalam bidang ekonomi tetap dilanjutkan dan dikembangkan, meskipun tanpa nama resmi. Adapun
dalam bidang pendidikan, pada tahun 1911 telah dibentuk organisasi bernama Majlis Ilmu. Organisasi ini menjadi embrio bagi
berdirinya Jami'iyyat I'anat al-Muta'allimin pada 16 Mei 1916.
“Tidak lama kemudian Jami'iyyat I’anat al-Muta'allimin termasyhur sebagai satu-satunya pusat pendidikan Islam modern di
Majalengka. Ciri penting dari sekolah ini adalah diterapkannya
sistem kelas dengan lama studi lima tahun. Dalam usaha memperbaiki mutu sekolahnya, Abdul Halim mengadakan kerjasama
dengan Jami'at al-Khair dan al-Irsyad di Jakarta.”33
Organisasi yang bernama Jami'iyyat I’anat al-Muta'allimin,
yang dapat diterjemahkan sebagai “lembaga bantuan bagi para
pelajar” ini mengalami perkembangan menggembirakan. Setelah
mendapat petunjuk dan bantuan H.O.S. Tjokroaminoto, Presiden
Sarekat Islam pada waktu itu, nama Jami'iyyat I'anat alMuta'allimin diganti menjadi Persjarikatan Oelama (PO) pada
Nopember 1916. Persjarikatan Oelama (PO) diakui secara resmi
(rechtspersoon) oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun
1917. ”Pada tahun 1924, Persjarikatan Oelama mulai melebarkan
sayapnya ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 ke
seluruh Indonesia. Pada tahun-tahun tersebut, berhasil didirikan
cabang-cabang PO di Semarang, Pamekasan, Purwokerto
32
Peran K.H. Abdul Halim dalam politik sering dikaitkan dengan KH
Ahmad Sanusi dari Sukabumi, antara lain lihat Sulasman, “Heroes from
Pesantren: A Brief Biography of K.H. Ahmad Sanusi: A Patriot of Indonesian
Independence”, International Review of Social Sciences and Humanities, Vol.
6, No. 2 (2014), h. 182. Lihat juga entri “Abdul Halim” dalam Ensiklopedi
Islam, Jilid I, h. 13.
33
Wawan Hernawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam dari Majalengka”, dalam http://www.fu.uinsgd.ac.id/site/detail/
artikel/k.h.-abdul-halim-tokoh-pembaharuan-pendidikan-islam-dari-majalengka, Update: Kamis, 30-MEI-2013. Diakses 8 November 2013. Lihat juga Sitti
Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 32.
190
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
(Banyumas), dan Tebing Tinggi (Sumatera Selatan).34 Perjuangan
K.H. Abdul Halim seperti mendapat momentum yang tepat untuk
berkembang. Mengenai hal ini, dijelaskan demikian:
Dalam rentang waktu itu, didapati beberapa peristiwa penting
yang tidak dapat diabaikan. Pada tahun 1919, Abdul Halim dengan
organisasi PO-nya mendirikan Kweek School (Sekolah Guru). Pembangunan Kweek School PO tidak lepas dari jasa K.H. Muhammad Ilyas
(mertua), Kiai Imam Hasan Basyari (anggota Hoofdbestuur President
PO) dan H. Abdul Ghani seorang peningmister PO.
Pada tanggal 19-20 Nopember 1932 dalam sebuah Konfrensi
Kilat di Majalengka, Kweek School PO berganti nama menjadi
Madrasah Daroel Oeloem. Sedang untuk bagian puteri, di bawah
organisasi wanita PO didirikan Fathimiyah.
Perkembangan Madrasah Daroel Oeloem putera dan puteri cukup
pesat, para pelajar dari berbagai daerah terus bertambah. Selain berasal
dari beberapa daerah di Jawa Barat, juga berasal dari Tegal, Semarang,
Kudus, Banyumas, Kediri, Pare, Lampung, Sumatera, dan Jakarta.
Selain membangun Kweek School, Abdul Halim juga menggagas berdirinya Santi Asromo pada Kongres PBPO ke-IX pada
tahun 1931. Santi Asromo lebih diintensifkan usahanya melalui
keputusan Kongres PBPO ke-X, 14-17 Juli 1932 dengan ciri
penting sebagai berikut: Pertama, Sistem pondok pesantren dengan
menggabungkan pengetahuan agama dan umum, seperti: Sejarah
Dunia dan bahasa Belanda, juga dibekali pelajaran praktek bercocok tanam, tukang kayu, menenun kain, serta berbagai keterampilan
lainnya. Kedua, bertujuan kelak anak-anak dapat mencari rizki
yang halal, tidak membutuhkan pertolongan luar, bahkan berangsur-angsur dapat usaha yang berdasarkan selfhelp (memenuhi
kebutuhan sendiri) dan autoactivitiet (percaya pada diri sendiri),
menjadi santri lucu bukan santri kaku, dan Ketiga, wajib tinggal di
asrama selama 5 atau 10 tahun.
Selain membangun Kweek School, Daroel Oeloem dan Santi
Asromo dalam kiprahnya di dunia pendidikan, Abdul Halim juga ikut
35
merintis berdirinya Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
34
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 40.
Wawan Hernawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan
Islam dari Majalengka”.
35
Miftahul Falah dalam Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim,
menjelaskan secara detail dan terperinci tentang Santi Asromo, dalam Sejarah
191
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
Persyarikatan Ulama, dulu ditulis Persjarikatan Oelama (PO)
menggelar kongres ke-9 di Majalengka pada 29-30 Agustus 1931
M. Dalam kongres tersebut, K. H. Abdul Halim menyampaikan
gagasan pembaharuan dalam bidang pendidikan untuk melahirkan anak didik atau generasi muda yang mandiri dan berdikari,
tidak bergantung kepada orang lain. “Untuk mencapai kondisi
itu, para siswa harus dibekali bukan hanya pengetahuan agama
dan pengetahuan umum saja, melainkan juga harus dibekali
dengan keterampilan sesuai dengan minat dan bakatnya masingmasing. Konsep yang dikemukakan oleh K. H. Abdul Halim itu
kemudian dikenal dengan istilah Santri Lucu.” 36
Konsep Santri Lucu lahir antara lain berdasarkan pandangan
K. H. Abdul Halim bahwa jika kaum muslimin benar-benar berpedoman pada ajaran Islam, akan mencapai tingkat kesejahteraan
hidup yang tinggi, baik kehidupan duniawi maupun di akhirat
kelak. Untuk itu, ia menulis sebuah artikel berdasarkan Quran
Surah al-Mu’minun ayat 12-14. Ia menulis sebagai berikut:
… Maka dengan keterangan dari Surat Al Mu’minun ayat 1214, kita dapat mengambil pokok arti bahwa penghidupan manusia
ialah pertanian. Sesudah pertanian berhajat kepada pertukangan.
Maka dari dua pekerjaan tadi, timbullah perdagangan. Menu-rut
faham pelajaran Islam, jika manusia mengadakan pokok keperluan
hidup yang tiga: satu, makanan; dua, pakaian; dan tiga, tempat
kediaman. Daripada yang tiga di atas tadi, ialah pertanian, pertukangan, dan perdagangan, Insya Allah pergaulan hidup sempurna
dengan aturan (maatschapelijke levensorde).37
Gagasan pembaharuan pendidikan tersebut mendapat sambutan baik dan dapat diterima oleh peserta Kongres ke-9
Perjuangan KH Abdul Halim, h. 57-101. Lihat juga Wawan Hernawan, “K.H.
Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam dari Majalengka”
36
Nina H Lubis, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat”, h.
39-40, dan Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 69-70.
37
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 71.
192
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Persjarikatan Oelama di Majalengka tahun 1931 M.38 Selanjutnya, Kongres mengamanatkan kepada K.H. Abdul Halim untuk
mendirikan kompleks pendidikan untuk mewujudkan pembaharuan pendidikan dimaksud. Dalam rangka merealisasikan gagasannyanya, ia berdiskusi dan bermusyawarah dengan beberapa
teman seperjuangannya. Pada Januari 1932, ia pergi ke Maja bersama Muhammad Dardjo. Selanjutnya, setelah menyelesaikan
keperluan organisasi, mereka berdiskusi tentang kondisi pendidikan pada masa itu. Pada kesempatan tersebutlah dibahas langkah-langkah yang harus segera dilakukan untuk membangun
kompleks pendidikan yang diamanatkan kepadanya pada
Kongres PO kesembilan tersebut.39
Perlu ditegaskan di sini bahwa salah satu puncak pemikiran
K.H. Abdul Halim, khususnya dalam bidang pendidikan, adalah
pendirian Pesantren Santi Asromo. Menurut Miftahul Falah,
“Santi Asromo dapat dikatakan sebagai puncak perwujudan
pemikiran K. H. Abdul Halim di bidang pendidikan. Ketika Santi
Asromo berdiri dan dijadikan sebagai bagian dari Majelis Pengajaran
Persjarikatan Oelama, K. H. Abdul Halim secara penuh mengurus
pondok pesantren tersebut. Konsepnya tentang santri lucu, betul-betul
diterapkan oleh K. H. Abdul Halim sehingga para santrinya tidak
hanya menguasai pengetahuan agama saja, melainkan juga menguasai bidang pertanian dan keterampilan tangan lainnya, seperti
menyamak kulit, membuat sabun, dan membuat kapur tulis.”40
Sebagai puncak pemikiran, berdirinya Pesantren Santi Asromo
telah melewati beberapa fase dengan beberapa gagasan yang
menyertainya, baik dalam perspektif pemikiran K.H. Abdul Halim
maupun yang diwujudkannya dalam kurikulum atau penggunaan
kitab-kitab yang diajarkannya. Santi Asromo berdiri pada April
38
Gagasan pembaharuan pendidikan KH Abdul Halim secara lebih
teperinci lihat Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 53-70,
khusus tentang Santi Asromo, h. 65-70
39
Kongres IX Persyarikatan Oelama itu dimuat dalam Soera P.O. Nomer
6,7,8. Tahun III. Juni-Agustus 1931, lihat Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH.
Abdul Halim...”, h. 39. Lihat juga Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H.
Abdul Halim, h. 72.
40
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 95.
193
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
1932 di Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka, sekitar
17 km di arah timur laut Majalengka. Santi Asromo berasal dari
bahasa Jawa Kuno yang berarti tempat yang damai dan sunyi.
Pesantren ini berdiri di atas lahan seluas 15 hektare.41
Gambar 2:
Para Santi Santi Asmoro (1952)
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 98.
(Dokumentasi diambil Miftahul Falah dari Sukarsa, 2007)
Gambar 3:
Para Santri sedang Belajar Bercocok Tanam (1953)
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 99.
(Dokumentasi diambil Miftahul Falah dari Sukarsa, 2007)
Sitti Nur Rofiqoh, “Peranan KH. Abdul Halim...”, h. 67, dan Miftahul
Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 74.
41
194
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
K. H. Abdul Halim memadukan sistem pesantren dengan sistem sekolah sebagai salah satu usaha pembaharuannya di bidang
pendidikan. Ia melakukannya di pondok pesantren Santi Asromo
tersebut. Sedikitnya, ada empat aspek yang diperbaharuinya
dalam membina dan mengembangkan Santi Asromo, yaitu:
Pertama, pembaharuan kelembagaan pondok pesantren... Pondok
pesantren Santi Asromo... di dalam kompleks pun dibangun poliklinik, bengkel kerja, koperasi, dan prasarana untuk keterampilan.
Kedua, pembaharuan di bidang konsep pendidikan pondok pesantren... Keterampilan dijadikan sebagai rencana pendidikan secara
komprehensif agar seluruh komponen pesantren dapat memiliki jiwa
yang produktif. Keterampilan yang diberikan oleh K. H. Abdul Halim
kepada para santrinya bertujuan untuk menciptakan kemandirian hidup
sehingga para lulusannya dapat melakukan bekerja secara mandiri.
Ketiga, pembaharuan sistem pengajaran. Sejak didirikan, metode
demonstrasi dan pengajaran situasi telah diterapkan oleh K. H. Abdul
Halim. Hal tersebut menunjukkan bahwa Santi Asromo berbeda
dengan pesantren lainnya yang pada waktu itu masih menutup diri
dari persinggungan dengan dunia di luar pesantren. Para santri dibagi
ke dalam beberapa kelompok dan di bawah para hamong (pembimbing) mereka kemudian berbaur dengan masyarakat untuk melakukan
proses pembelajaran dengan secara langsung belajar membina
masyarakat sekitarnya.
Keempat, pembaharuan kurikulum dan adminsitrasi pesantren...
K. H. Abdul Halim, melalui Majelis Pengajaran Persjarikatan
Oelama, melangkah lebih maju dengan menerbitkan sebuah buku
Ketetapan Pedoman Pengajaran yang menjadi rujukan bagi proses
pengajaran, kurikulum, dan buku pelajaran di sekolah-sekolah dan
pesantren di lingkungan Persjarikata Oelama.42
Sebelum pendirian Pesantren Santi Asromo, K. H. Abdul
Halim telah menjelaskan asas dan tujuan pendidikan yang hendak diterapkan di pondok pesantrennya, serta jenjang pendidikannya. Konsep Pondok “Santi Asromo” yang berarti “Tempat
Damai”, dengan tujuan memperpadukan antara pengetahuan
barat dengan timur dengan dasar-dasar Islam. Adapun jenjang
42
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 97-98.
195
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
pendidikannya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) Pelajaran
Tahdiri; (b) Pelajaran Ibtidaiyah; dan (c) Pelajaran Tsanawiyah.
Penjelasan K.H. Abdul Halim tersebut sejalan dengan pejelasan Pengurus Besar Persjarikatan Oelama (PO) pada Kongresnya yang ke-9 tanggal 14-17 Juli 1932 di Majalengka. Penjelasan PB PO tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sistem pendidikan yang akan diterapkan di Santi Asromo adalah
sistem pondok pesantren... Di Pondok Santi Asromo, para santri
akan diberi pelajaran ilmu-ilmu agama (ruhaniyah-geestelijk),
pengetahuan umum (aqliyah-intellect), dan keterampilan (amaliyahpraktik), antara lain pertanian, pertukangan (kayu), dan kerajinan
tangan.
2. Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Santi Asromo bertujuan
menghasilkan lulusan yang mandiri dan percaya diri pada kemampuannya. Para santrinya akan digembleng menjadi santri lucu
bukan santri kaku sehingga begitu lulus tidak akan menggantungkan diri pada pertolongan orang lain.
3. Para santri akan diwajibkan tinggal di asrama dan diwajibkan
membawa beras sebanyak 30 kati dan menyerahkan uang 60 sen
tiap bulannya untuk bekal selama menuntut ilmu di Santi Asromo.
Lama pendidikan direncanakan antara 5 sampai 10 tahun.43
Untuk pelajaran keislaman, K. H. Abdul Halim tidak hanya
merujuk pada kitab-kitab klasik yang umum diajarkan di pesantren-pesantren tradisional. Ia pun menggunakan kitab-kitab yang
ditulis oleh para pembaharu dari Timur Tengah yang diterbitkan
di Mesir. Untuk tafsir, misalnya, K. H. Abdul Halim pun menggunakan kitab Fatḥul-Qadīr; Jāmi‘ul-Bayān fī Riwāyah wa
Dirāyah min ‘Ilmt-Tafsīr yang diterbitkan di Kairo, Mesir tahun
1351 H. Walaupun demikian, K. H. Abdul Halim tidak melepaskan diri dari Mazhab Syafi’i, sehingga dalam proses belajar
mengajarnya, para santri pun diwajibkan untuk membaca kitab
Risalah Imam Sjafi’i yang diterbitkan tahun 1309 H. Secara lebih
jelas, penjelasan mengenai kitab-kitab yang digunakan dan
pandangan mengenai perlunya penggabungan ilmu agama dan
43
196
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 74-75.
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
ilmu duniawi dalam proses belajar mengajar di Pesantren Santi
Asromo, yaitu sebagai berikut:
Sebagai sebuah pesantren yang ingin melakukan pembaharuan
di bidang pendidikan, buku-buku yang dipakai dalam proses belajar
mengajar pun tidak hanya sebatas kitab-kitab yang selama ini digunakan oleh pesantren-pesantren tradisional. Tidak juga hanya
mempergunakan buku-buku pelajaran pengetahuan umum yang
biasa dipergunakan di sekolah-sekolah umum. K. H. Abdul Halim
pun mempergunakan kitab-kitab yang dikarang oleh para pembaharu
Islam... setidak-tidaknya ada tiga buah buku yang selalu dipergunakan oleh K. H. Abdul Halim sebagai bahan tambahan adalah buku
Al-Qur’an wa ‘Ulum al-‘Ashriyyat dan Tafsir Al-Jawahir karangan
Thanthawi Jauhari, dan Limadza Ta’akhkhara Al-Muslimun wa
Taqaddama Ghairuhum karangan Emir Syakib Al-Arslan. Buku
pertama pernah dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda masuk ke
Indonesia karena semangat ilmiah yang terkandung dalam karangan
tersebut. Sementara itu, buku kedua merupakan tafsir Quran
berdasarkan kajian ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengaitkannya kemajuan bangsa Barat.
Dengan pembaharuan seperti itu, Santi Asromo merupakan
perwujudan dari pemikiran tentang pendidikan Islam yang mengarah pada pembentukan manusia seutuhnya. Artinya, untuk mencapai kehidupan dunia yang layak dan berupaya untuk meraih
kehidupan yang bahagia di akhirat, tidak hanya dapat dilakukan
dengan mencari dan memperdalam ilmu keagamaan saja. Ilmu-ilmu
duniawi pun penting dipelajari dan didalami secara seimbang
dengan ilmu-ilmu keagamaan.44
Mengenai dasar pemikiran pendirian Santi Asromo dan pemikiran pendidikan K.H. Abdul Halim, antara lain dapat dibaca
“Pandangan Umum” K.H. Abdul Halim. Ia menyitir Surah alBaqarah, ayat 61, yang artinya: “… turunlah kamu ke kota, maka
sungguh ada di sana apa-apa yang kamu pinta. Maka mereka
ditimpa kehinaan dan kemiskinan dan kembali mereka sambil
membawa kemarahan dari Alloh.” Menurutnya, kerusakan,
kesengsaraan, dan kelemahan yang dialami oleh Bani Israil pada
zaman dulu, seakan menjadi peringatan, pelajaran dan pendi44
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 100-101.
197
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
dikan bagi kaum Muslimin di setiap zaman. Adapun sebab-sebab
kerusakan, kesengsaraan, dan kelemahan mereka adalah akibat
dari sifat-sifat mereka, yaitu munafik, pendusta, penipu, kikir,
tamak dan rakus, rendah budi pekerti, dan sifat-sifat lain yang
merusak kesehatan badan dan kesempurnaan roh atau jiwanya.
Lalu ia menegaskan: 45
“Sifat-sifat inilah yang membangkitkan macam-macam syahwat kebinatangan dan menjerumuskan mereka ke lautan kedurhakaan, persundalan dan pelacuran menjalar, terlebih-lebih pada
kalangan pembesar-pembesarnya, karena mereka itu lebih cukup
untuk mengadakan alat-alat syahwat yang menimbulkan syahwat
kebinatangan itu. Dalam sebab itu hilanglah sifat-sifat takut kepada
Alloh SWT. Dan tidak ada bersyukuran atas nikmat Alloh yang
telah diberikan kepada mereka itu.”
Dalam penjelasan umum ini, K.H. Abdul Halim menunjukkan pentingnya sebuah lingkungan pendidikan bagi generasi
muda dengan menaati peraturan syariat. Kondisi demikian akan
membantu penanaman moral dan akhlak bagi anak-anak. Tanpa
upaya menegakkan syariat bagi lingkungan pendidikan, maka
pendidikan akan sulit mencapai hasil yang sesuai dengan ajaran
agama (baca: Islam), yakni generasi yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia menuis: 46
Dengan kejadian kejadian yang telah diriwatatkan oleh tarikh
dunia sebagai di atas, maka terbayanglah bahwa aturan-aturan yang
tidak menurut aturan-aturan yang ditetapkan Alloh SWT. Dan tidak
pula mengandalkan usaha dan pendidikan kepada tuntunan Illahi
yakni aturan yang hanya menurut pendapat akal manusia belaka
niscaya akhirnya tak akan mendapat keselamatan di duia dan di
akherat-nya. ”dari sebab itu di tempat tempat yang ramai yang
kebanyakan tidak menurut aturan syar’i, sangatlah susah bagi kita
menanam pendidikan yang menurut aturan il-lahi, sebab banyak
45
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 214-221,
(Santi Asromo, Ramadan 1350 (Januari 1932). Disalin ulang tanggal 3
Pebruari 1958 dan 23 Februari 1980 oleh Abdul Fatah dan tanggal 01 Juni
1988 oleh Dedi Masyhudi) yang diambilnya dari dokumentasi Pondok Santi
Asromo, 2004.
46
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 214-221.
198
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
godaan-godaannya. maka terpaksalah kita harus mengasingkan
tempat pendidikan itu ke tempat yang sepi dari kekotoran dan
godaan, agar pendidikan itu bisa hidup subur dan kuat di hati
anak-anak kita “
Inilah sebabnya Perikatan Umat Islam mengadakan tempat
pendidikan yang terasing dari tempat-tempat yang ramai, yang
diberi nama Santi Asromo.
Sedangkan aktivitas sosial-keagamaan lainnya, termasuk
dalam bidang politik setelah kemerdekaan, K.H. Abdul Halim
menggabungkan PUI Majalengka dengan PUII Sukabumi yang
dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi. Ia juga aktif dalam Dewan
Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi, yang waktu itu disebut
Daerah Tingkat I Jawa Barat. Berikut ini salah satu penjelasan
mengenai aktivitas tersebut,
Setelah perang kemerdekaan usai, dan negara aman, perjuangan melalui organisasi PUI dilanjutkan kembali. Pada tahun
1952, dilakukan fusi antara Persatuan Umat Islam (PUI) dan
Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), meskipun K.H. Ahmad
Sanusi, sahabatnya, sudah wafat waktu itu. Fusi dilakukan tepatnya
pada 5 April 1952, di Bogor. Hasil fusi lahirlah Persatuan Ummat
Islam (PUI) dan K.H. Abdul Halim terpilih sebagai Ketua.
Sejak 1951, K.H. Abdul Halim terpilih sebagai Anggota
DPRD Tingkat I Jawa Barat dan tahun 1956 diangkat menjadi
Anggota Konstituante. K.H. Abdul Halim aktif sebagai wartawan
pula dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi dan penanggung jawab
majalah Soeara P.O., majalah As-Sjuro, majalah Pelita serta
mengisi kolom "Roeangan Hadis" di majalah Soeara MIAI. Selain
itu, ia menulis sembilan buku. Dalam buku-bukunya, K.H. Abdul
Halim berusaha menyebarkan pemikirannya yang penuh toleransi,
menganjurkan menjunjung tinggi akidah dan ahlak masyarakat dan
tidak menolak untuk mengambil contoh kemajuan dari Barat . Pada
tahun-tahun berikutnya kegiatan PUI banyak mendapat hambatan.
Kondisi kesehatan K.H. Abdul Halim semakin menurun, dan pada
17 Mei 1962, ia meninggal dunia di Santi Asromo. 47
Wildan Hasan, “Pemikiran Dan Kiprah Pendidikan KH. Abdul Halim
(1887–1962)”,
http://wildanhasan.blogspot.com/2009/12/pemikiran-dankiprah-pendidikan-kh.html. di-upload 12.12.2009. Diakses 11/11/2013. Lihat
juha Nina H Lubis, Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat, h. 107.
47
199
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
Pada saat penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada
K.H. Abdul Halim tahun 2008, Bupati Majalengka pada saat itu,
H. Sutrisno, S.E., M.Si. bersama Wakil Bupati, Dr. H. Karna
Sobahi, MMPd. dan rombongan pejabat Pemerintahan Daerah
(Pemda) Majalengka mengadakan kunjungan ke Pesantren Santi
Asromo. Setelah penganugerahan Tanda Kehormatan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang disertai tanda kehormatan Bintang Maha Putra Adi Perdana yang diterima oleh
keluarganya, Bupati Sutrisno mengatakan, ”Merupakan suatu
kehormatan adanya gelar Pahlawan Nasional tersebut. Pemerintah dan negara tidak akan melupakan jasa-jasa beliau semasa
hidup yang dipenuhi nilai-nilai pengabdian dan perjuangan demi
kedaulatan dan kejayaan bangsa.”48 Dalam kesempatan tersebut,
Bupati juga menyebutkan bahwa “KH Abdul Halim adalah
bapak bangsa yang mewariskan tradisi intelektual moral dan
nasional kepada anak negeri, serta para generasi penerus. Karena
itu harus meneladani sejarah KH Abdul Halim yang sangat
berjasa bagi bangsa, khususnya Majalengka.”49
Penutup
K.H. Abdul Halim yang memiliki nama kecil Otong Syatori
adalah ulama pejuang, pendidik, dan aktivis politik. Ia lahir di
Majalengka di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 26 Juni 1887 dan wafat dalam usia 75
tahun pada tanggal 7 Mei 1962, di tempat yang damai dan sunyi,
Santi Asromo, Majalengka. Ia mendapatkan anugerah Gelar
Pahlawan Nasional dari Pemerintah RI berdasarkan Keputusan
Presiden RI Nomor: 041/TK/Tahun 2008, tanggal 6 November
2008. Perjuangannya meliputi pendidikan, ekonomi, dan politik.
Di antara peninggalannya adalah lembaga pendidikan keagamaan, yaitu Pondok Pesantren Santi Asromo, organisasi keagamaan
Persatuan Umat Islam (PUI), dan beberapa karya tulis, seperti
Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia, Ekonomi dan Koperasi
48
49
200
Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”.
Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”.
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
dalam Islam, dan Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah
Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan).
K. H. Abdul Halim melakukan langkah-langkah perjuangan
dan pembaharuannya, yang diformulasikan ke dalam konsep
Iṣlāḥ as-Ṡamāniyyah, yang terdiri atas delapan langkah
perbaikan, yaitu: Iṣlāḥ al-‘aqīdah (perbaikan bidang akidah),
Iṣlāḥ al-‘ibādah (perbaikan bidang ibadah), Iṣlāḥ at-tarbiyyah
(perbaikan bidang pendidikan), Iṣlāḥ al-‘ā’ilah (perbaikan
bidang keluarga), Iṣlāḥ al-‘ādah (perbaikan bidang kebiasaan),
Iṣlāḥ al-mujtama‘ (perbaikan masyarakat), Iṣlāḥ al-iqtiṣād
(perbaikan bidang perekonomian), dan Iṣlāḥ al-ummah (perbaikan bidang hubungan umat dan tolong-menolong)
Dalam hal pembaharuan pendidikan dan pembinaan kemandirian ekonomi, melalui Pesantren Santi Asromo, K. H. Abdul
Halim memadukan sistem pesantren dengan sistem sekolah,
ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, serta memberkali
para santrinya dengan berbagai keterampilan tangan dan keahlian
teknik. Di dalam pesantrennya dibangun poliklinik, bengkel
kerja, koperasi, dan prasarana untuk keterampilan. Keterampilan
dijadikan sebagai rencana pendidikan yang disusun dan direncanakan secara komprehensif dan terintegrasi dalam kehidupan
pesantren. Hal ini mendorong produktifitas pesantren dan menjiwai aktifitasnya. Tujuan pemberian keterampilan ini adalah
untuk menciptakan kemandirian hidup para lulusannya sehingga
dapat bersaing secara ekonomi setelah menyelesaikan setudinya.
Adapun pembaharuan ekonomi secara umum, disebutnya
dengan Iṣlāḥ al-IqtiṣādṬ Hal ini ditujukan untuk menanggulangi
ketimpangan ekonomi di masyarakat. KH Abdul Halim menanamkan kesadaran kepada kaum muslimin agar berusaha dengan
cara yang halal dan layak untuk memperbaiki dan meningkatkan
tarap kehidupannya di bidang ekonomi dan menumbuhkan
semangat dan tekad untuk mencapai derajat hidup yang sejajar
dengan bangsa-bangsa lain, bahkan hingga melebihinya. Selain
itu, ia juga menganjurkan, bahwa untuk meningkatkan perekonomian umat Islam, harus membiasakan diri hidup hemat,
berusaha menambah dan meningkatkan pendapatan, dan mendirikan koperasi sebagai salah satu wadah penjuangan ekonomi
secara berjamaah. Wallahu a’lamṬṬṬ[]
201
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi and Saiful Umam (Eds.), Menteri-Menteri Agama. Biografi
Sosial-Politik, Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI bekerjasama
dengan PPIM-IAIN, 1998.
Dewan Redaksi, “Abdul Halim, KH”, dalam Ensiklopedi Islam, Jilid I,
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, h. 12-14.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Studi Pandangan Hidup Kyai dan
Visinya mengenai Masa Depan Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: LP3ES,
2011.
Harun, Maidir dan Muchlis (Eds.), Profil Puslitbang Lektur Keagamaan:
Puslitbang Lektur Keagamaan dari Masa ke Masa, Jakarta: Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2009.
Kamsi, “Citra Gerakan Politik Islam dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan
Bangsa Indonesia (Studi Era Pra Kemerdekan sampai dengan Era Orde
Baru)”, Jurnal Millah, Vol. XIII, No. 1, Agustus 2013, khususnya h.
118-127. (109-143)
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan,
1991.
Lubis, Nina H, dkk., “Sejarah Perkembangan Islam Di Jawa Barat”, Laporan
Hasil Penelitian, Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung, tt. (versi
pdf.),
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim , Bandung: MSI
Jabar, 2008
Rofiqoh, Sitti Nur, “Peranan Kh. Abdul Halim Dalam Organisasi Persyarikatan Oelama (1917-1939 M)”, Skripsi, Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya
Saefullah, Asep, “Pembahasan Biografi K.H. Abdul Halim, K.H. Mutawally,
dan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi”, Laporan Hasil Penelitian
Biografi Pemuka Agama, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan,
2013 (belum diterbitkan).
Sulasman, “Heroes from Pesantren: A Brief Biography of K.H. Ahmad
Sanusi: A Patriot of Indonesian Independence”, International Review of
Social Sciences and Humanities, Vol. 6, No. 2 (2014), h. 173-185.
Suryanegara, Ahmad Mansur, Api Sejarah Jilid 1, Bandung: Salamadani, 2013,
cet. Ke-6.
202
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Umar, A. Muin, Historiografi Islam, Jakarta: Rajawali, 1988.
van Bruinessen, Martin, "A Note on Source Materials for the Biographies of
Southeast Asian `Ulama". (Artikel ini merupakan edisi revisi dari paper
Bruinessen yang dipublikasikan dalam La transmission du savoir dans le
monde musulman périphérique, Lettre d'information, no. 17 (1997), 5766], http://www.let.uu.nl/ ~martin. vanbruinessen/personal/publications/Biographies_SEAsian_ulama.htm. Diakses 8 Nopember 2013.
Yatim, Badri, Historiografi Islam, Jakarta: Logos, 1997.
Situs Internet
Admin pui.or.id, “Berdirinya POI”, http://pui.or.id/tentang-pui/berdirinyapoi/sekilas-pui/. Diakses 8 November 2013
Admin tamanmakampahlawan.com, “K.H. Abdul Halim”, http://tamanmakampahlawan.com/k-h-abdul-halim/, 20 September 2013. Diakses 11
November 2013.
Anonim, “K.H. Abdul Halim”, http://www.pondokpesantren.net/ ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id= 175, 14 Januari
2011. Dikases 8 November 2013.
Anonim, “Meneladani Perjuangan KH Abdul Halim”, http://www. radarcirebon.com/meneladani-perjuangan-kh-abdul-halim/, 16 Agustus 2011,
dan http://www.upksindang.or.id/2011/08/ meneladani-perjuangan-khabdul-halim.html, 18 Agustus 2011. Diakses 11 November 2013.
Hasan, Wildan, “Pemikiran dan Kiprah Pendidikan KH. Abdul Halim (1887–
1962)”, http://wildanhasan.blogspot.com/ 2009/12/pemikiran-dan-kiprahpendidikan-kh.html. di-upload 12.12.2009. Diakses 11/11/2013
Hernawan, Wawan, “K.H. Abdul Halim: Tokoh Pembaharuan Pendidikan
Islam
dari
Majalengka”,
dalam
http://www.fu.
uinsgd.ac.id/site/detail/artikel/k.h.-abdul-halim-tokoh-pembaharuanpendidikan-islam-dari-majalengka, Update: Kamis, 30-MEI-2013.
Diakses 8 November 2013.
Kurniawan, Erwyn, “KH. Abdul Halim: Pahlawan Nasional dari Majalengka”,
http://esq-news.com/2009/03/18/96/kh-abdul-halim-pahlawan-nasional-darimajalengka.html, 18 Maret 2009. Diakses 8 November 2013.
203
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
LAMPIRAN:
Buku dan Karya Tulis K.H. Abdul Halim
1. Economie dan Cooperatie dalam
Islam
2. Tentang Upaya Mencapai
Kebahagian DuniaAkhirat
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 55
(kiri) dan h. 56 (kanan).
4. Majalah Persjarikatan Oelama;
Soeara PO
5. Majalah Persjarikatan Oelama;
As-Sjoero
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K. H. Abdul Halim, h. 50
(kiri) dan h. 51 (kanan).
204
K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren — Asep Saefullah
Tulisan Tangan K. H. Abdul Halim
tentang Cara Menyamak Kulit
Kitab Fathul Qadir (1351 H).
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat
Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 85
(Dokumentasi Santi Asromo, 2008)
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat
Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 86
(Dokumentasi Santi Asromo, 2008)
Kitab Risalah Imam Syafi’i
Masjid Santi Asromo
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat
Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 87.
(Dokumentasi Miftahul Falah, 2008)
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat
Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 88.
(Dokumentasi Miftahul Falah, 2008. Ia
menjelaskan, “Kecuali arsitekturnya,
bangunan masjid ini sudah dipugar,
termasuk cat bangunannya.)
205
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 15, No. 1, 2017: 177-206
Dinding Masjid Santi Asromo
yang dibangun Tahun 1938
Tugu Bencet untuk Menentukan Waktu
Shalat (1938)
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat
Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 90.
(Dokumentasi Miftahul Falah, 2008)
Sumber: Miftahul Falah, Riwayat
Perjuangan K. H. Abdul Halim..., h. 91.
(Dokumentasi Miftahul Falah, 2008)
206